KEPRET BERAS FIX.doc

22
PENDAHULUAN Beras merupakan komoditi strategis dan penting bagi rakyat Indonesia. Selain karena lebih dari 90 persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokoknya (staple food), beras juga menjadi industri yang strategis bagi perkonomian nasional. Sawit (2005) menyatakan bahwa sumbangan industri beras terhadap GDP pertanian mencapai 28,8 persen pada tahun 2005, penyerapan tenaga kerja mencapai 28,79 persen dari total penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian (agriculture employment) atau setara dengan 12,05 juta orang. Jumlah ini adalah jumlah terbesar dibandingkan industri lain di tanah air. Selain bernilai strategis dari sisi ekonomi, beras juga penting sebagai instrumen untuk menjaga kestabilan keamanan pangan rakyat Indonesia. Sejarah telah membuktikan bahwa ketidakstabilan persediaan pangan khususnya beras telah memicu terjadinya kerusuhan dan tindak kriminal pada periode awal reformasi. Hal ini mengingatkan kita betapa pentingnya peran dan campur tangan pemerintah dalam menjaga ketersediaan beras sepanjang tahun, distribusi yang merata dan harga yang stabil. Karena itu beras diperlakukan sebagai komoditi yang strategis secara politis.

Transcript of KEPRET BERAS FIX.doc

Page 1: KEPRET BERAS FIX.doc

PENDAHULUAN

Beras merupakan komoditi strategis dan penting bagi rakyat Indonesia.

Selain karena lebih dari 90 persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai

makanan pokoknya (staple food), beras juga menjadi industri yang strategis bagi

perkonomian nasional. Sawit (2005) menyatakan bahwa sumbangan industri beras

terhadap GDP pertanian mencapai 28,8 persen pada tahun 2005, penyerapan

tenaga kerja mencapai 28,79 persen dari total penyerapan tenaga kerja di sektor

pertanian (agriculture employment) atau setara dengan 12,05 juta orang. Jumlah

ini adalah jumlah terbesar dibandingkan industri lain di tanah air.

Selain bernilai strategis dari sisi ekonomi, beras juga penting sebagai

instrumen untuk menjaga kestabilan keamanan pangan rakyat Indonesia. Sejarah

telah membuktikan bahwa ketidakstabilan persediaan pangan khususnya beras

telah memicu terjadinya kerusuhan dan tindak kriminal pada periode awal

reformasi. Hal ini mengingatkan kita betapa pentingnya peran dan campur tangan

pemerintah dalam menjaga ketersediaan beras sepanjang tahun, distribusi yang

merata dan harga yang stabil. Karena itu beras diperlakukan sebagai komoditi

yang strategis secara politis.

Pemerintah selalu berusaha agar harga beras relatif stabil. Pengertian

“stabil” tidaklah bersifat statis, tetapi dinamis yakni suatu kondisi dimana

variabilitas harga antar waktu berada pada   kisaran   yang   masih   

memungkinkan   bagi   stakeholder   (produsen   dan konsumen) untuk melakukan

penyesuaian dalam jangka pendek. Bagi konsumen, determinan dari kemampuan

untuk melakukan penyesuaian adalah daya beli, sedangkan bagi produsen

determinannya adalah tingkat penerimaan yang cukup untuk menutup semua

biaya variabel.

Instabilitas harga tercermin dari variasi harga antar waktu sehingga

mencakup kenaikan maupun penurunan harga. Meskipun demikian, fokus kajian

kebijakan stabilisasi lazimnya terkait dengan kelompok sasaran. Sebagai contoh,

sasaran kebijakan pemerintah dalam penetapan Harga Pembelian Pemerintah

(HPP) ataupun tariff impor adalah  untuk melindungi produsen. Oleh karena itu,

Page 2: KEPRET BERAS FIX.doc

pengamatan dan kajian dalam konteks itu difokuskan pada fenomena penurunan

harga. Sebaliknya, oleh karena sasaran kebijakan dari Peraturan Menteri

Perdagangan Nomor : 22/M-DAG/PER /10/ 2005 ataupun kebijakan pemerintah

dalam operasi pasar beras adalah untuk melindungi konsumen maka fokus kajian

diarahkan pada fenomena kenaikan harga.

Kebijakan pemerintah dalam bidang pangan khususnya beras, cukup

komprehensif. Untuk melindungi produsen kebijakan yang ditempuh adalah

penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), tarif impor, buka tutup impor.

Sedangkan untuk melindungi konsumen, kebijakan yang ditempuh antara lain

adalah penetapan harga eceran tertinggi, operasi pasar beras, bantuan beras

(subsidi) kepada penduduk miskin (raskin) dan sebagainya. Eksekusi program

pengamanan HPP, pembentukan cadangan pemerintah (melalui pengadaan dalam

negeri maupun impor), operasi pasar, dan program raskin dilakukan oleh

pemerintah melalui lembaga non departemen yakni Badan Urusan Logistik

(BULOG).

Page 3: KEPRET BERAS FIX.doc

PEMBAHASAN

Kebijakan pemerintah dalam bidang pangan khususnya beras, cukup

komprehensif. Untuk melindungi produsen kebijakan yang ditempuh adalah

penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), tarif impor,   “buka tutup impor”.

Sedangkan untuk melindungi konsumen, kebijakan yang ditempuh antara lain adalah

penetapan harga eceran tertinggi, operasi pasar beras, bantuan beras (subsidi) kepada

penduduk miskin (raskin) dan sebagainya. Eksekusi program pengamanan HPP,

pembentukan cadangan pemerintah (melalui pengadaan dalam negeri maupun

impor), operasi pasar, dan program raskin dilakukan oleh pemerintah melalui

lembaga non departemen yakni Badan Urusan Logistik (BULOG).

A. Kebijakan untuk melindungi produsen diantaranya :

1. Kebijakan HPP Beras

Kita sering mendengar kata HPP atau harga pembelian pemerintah

terutama untuk beras. Namun, tidak banyak pihak yang mengetahui, apa itu

HPP. HPP merupakan  langkah dalam upaya mewujudkan stabilitas harga

beras. Salah satu instrumen kebijakan harga yang diterapkan pemerintah adalah

kebijakan harga dasar dan harga maksimum, yang selanjutnya konsep harga

dasar disesuaikan menjadi harga pembelian pemerintah (HPP).

Pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan tunggal HPP

gabah-beras per 1 Januari 2003 melalui Inpres No.9/2002. Secara berkala

pemerintah menaikkan HPP gabah-beras untuk mengimbangi kenaikan harga

input dan inflasi. Saat ini melalui Inpres No.1/2010 HPP gabah-beras adalah

sebagai berikut : GKP (Rp.2.640./kg), GKG (Rp.3.300/kg), dan beras

(Rp.5.060/kg). Kebijakan HPP tersebut didukung oleh perangkat kebijakan,

institusi dan pembiayaan.

Esensi (dari penerapan) HPP tersebut adalah insentif yang diberikan

pemerintah kepada petani padi dengan cara memberikan jaminan harga di atas

harga keseimbangan (price market clearing) terutama pada saat panen raya.

Melalui kebijakan HPP ini pemerintah mengharapkan : (a) produksi padi dapat

ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri; (b) stabilitas

Page 4: KEPRET BERAS FIX.doc

harga padi; dan (c) pendapatan petani dan usahatani padi meningkat. Kebijakan

penetapan HPP gabah yang dilakukan selama ini berdasarkan kadar air dan

kadar hampa, sedangkan HPP beras adalah kadar air dan butir patah beras.

Produksi gabah yang dihasilkan petani bervariasi sesuai kadar air dan

kadar hampa yang tertuang dalam tabel rafaksi. Inpres No.7 Tahun 2009

tentang Kebijakan Perberasan dan Peraturan Menteri Pertanian

No.1/Permentan/PP.130/1/2010 tentang Pedoman Harga Gabah diluar kualitas

hanya mengatur tentang harga gabah, namun belum mengatur tentang harga beras

diluar kualitas.

Kisaran Marjin Keuntungan Pedagang Beras di 4 Kabupaten Contoh, 2010

(Rp/kg).

No Uraian Nilai Jumlah Produk

1 Pembelian GKP Petani 2.700-2.750 GKP

2 Biaya “calo” 40-50 2.740-2.800 GKP

3 Buruh Bongkar Muat 20-25 2.760-2.825 GKP

4 Ongkos Angkut 35 2.795-2.860 GKP

5 Biaya “agen” 25 2.820-2.885 GKP

6 Biaya Penjemuran 20-25 2.840-2.910 GKG

7 Ongkos Giling 80-90 2.920-3.000 GKG

8 Buruh Muat ke Truk 20-25 2.940-3.025 Beras

9 Biaya Angkut ke Gudang Dolog 40-50 2.980-3.075 Beras

10 Rendemen Gabah ke Beras (%) 0.60-0.62 4.768-4.981

11 HPP Beras 5.060 Beras

12 Marjin Keuntungan 292-79 Beras

Sumber Litbang Kementan

2. Kebijakan Tarif Impor

Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor,

sedangkan kegiatan membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor,

kegiatan demikian itu akan menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan

masuknya uang asing ke negara kita yang dapat digunakan untuk membayar

pembelian atas impor dan jasa dari luar negeri. Kegiatan impor dilakukan untuk

Page 5: KEPRET BERAS FIX.doc

memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang tidak

dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan, tetapi tidak dapat

mencukupi kebutuhan rakyat.

a. Kebijakan Impor

Untuk melindungi produksi dalam negerinya dari ancaman produk

sejenis yang diproduksi di luar negeri, maka pemerintah suatu negara biasanya

akan menerapkan atau mangeluarkan suatu kebijakan perdagangan

internasional di bidang impor. Kebijakan ini secara langsung maupun tidak

langsung pasti akan mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha

untuk mendorong/melindungi pertumbuhan industri dalam negeri (domestik)

dan penghematan devisa negara.

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat

dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kebijakan hambatan tarif (tariff

barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff barrier).

1) Hambatan Tarif (Tariff Barrier)

Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis

terhadap barang–barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya

barang–barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara

menarik/mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang

masuk untuk dipakai /dikomsumsi habis di dalam negeri.

2) Hambatan Non-Tarif (Non-Tariff Barrier)

Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan

perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga

mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional (Dr. Hamdy Hady).

A.M. Rugman dan R.M. Hodgetts mengelompokkan hambatan non-tarif

(non-tariff barrier) sebagai berikut :

a) Pembatasan spesifik (specific limitation) :

Larangan impor secara mutlak

Pembatasan impor (quota system)

Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas

pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota

Page 6: KEPRET BERAS FIX.doc

ekspor) dari/ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri

dan konsumen.

Peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu

Peraturan kesehatan / karantina

Peraturan pertahanan dan keamanan negara

Peraturan kebudayaan

Perizinan impor (import licence)

Embargo

Hambatan pemasaran/marketing

b) Peraturan bea cukai (customs administration rules)

Tatalaksana impor tertentu (procedure)

Penetapan harga pabean

Penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex

control)

Consulat formalities

Packaging / labelling regulations

Documentation needed

Quality and testing standard

Pungutan administasi (fees)

Tariff classification

c) Partisipasi pemerintah (government participation)

Kebijakan pengadaan pemerintah

Subsidi dan insentif ekspor

Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan

atau bantuan kepada indusrti dalam negeri dalam bentuk keringanan

pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain –

lain.

Countervaling duties

Domestic assistance programs

Trade-diverting

d) Import charges

Page 7: KEPRET BERAS FIX.doc

Import deposits

Supplementary duties

Variable levies

b. Produk Impor

Indonesia mengimpor barang-barang konsumsi bahan baku dan bahan

penolong serta bahan modal. Barang-barang konsumsi merupakan barang-

barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti

makanan, minuman, susu, mentega, beras, dan daging. Bahan baku dan bahan

penolong merupakan barang-barang yang diperlukan untuk kegiatan industri

baik sebagai bahan baku maupun bahan pendukung, seperti kertas, bahan-

bahan kimia, obat-obatan dan kendaraan bermotor.

Barang modal adalah barang yang digunakan untuk modal usaha

seperti mesin, suku cadang, komputer, pesawat terbang, dan alat-alat berat.

Produk  impor Indonesia yang berupa hasil pertanian, antara lain, beras, terigu,

kacang kedelai dan buah-buahan. Produk impor Indonesia yang berupa hasil

peternakan antara lain daging dan susu. Produk impor Indonesia yang berupa

hasil pertambangan antara lain adalah minyak bumi dan gas, produk impor

Indonesia yang berupa barng industri antara lain adalah barang-barang

elektronik, bahan kimia, kendaraan. dalam bidang jasa indonesia

mendatangkan tenaga ahli dari luar negeri.

c. Kondisi Impor Beras di Indonesia

Indonesia merupakan Negara yang sebagian besar masyarakatnya

bertopang pada sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Akan tetapi, petani

Indonesia bukanlah merupakan mereka yang tingkat kesejahteraannya tinggi.

Mereka merupakan orang-orang yang masih miskin dan terpinggirkan. Mereka

sering dirugikan oleh masalah kebijakan perberasan yang dilakukan oleh

pemerintah. Belum lagi masalah sosial ekonomi lain yang mereka hadapi

sebagai petani. Permasalahan beras dan petani menjadi sebuah ironi bagi negeri

ini. Sebuah ironi karena negara ini merupakan negara peghasil beras, akan

tetapi melakukan impor beras dalam jumlah yang tidak sedikit. Pada umumnya

sebagian masyarakat menganggap bahwa impor beras dipicu oleh produksi

Page 8: KEPRET BERAS FIX.doc

atau suplai beras dalam negeri yang tidak mencukupi. Akan tetapi, pada

kenyataannya impor beras dilakukan ketika data statistik menunjukkan bahwa

Indonesia sedang mengalami surplus beras. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam

Angka Ramalan II (ARAM II) memperkirakan produksi padi pada tahun 2011

mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 2,4 persen

dibandingkan tahun 2010. Jika dikonversi ke beras, artinya pada tahun ini

produksi beras nasional sebesar 38,2 juta ton. Apabila dibandingkan dengan

konsumsi beras Indonesia sebanyak 34 juta ton per tahun, Indonesia sedang

mengalami surplus beras sebanyak kurang lebih 4 juta ton beras.

d. Kebijakan usaha pertanian di Indonesia

Menurut Surono (2001), berbagai kebijakan dalam usaha pertanian

(beras) yang telah ditempuh pemerintah pada dasarnya kurang berpihak kepada

kepentingan petani. Pertama, terdapat kebijakan tariff impor yang sangat

rendah sehingga mendorong semakin mudahnya beras impor masuk dan

melebihi kebutuhan dalam negeri. Kedua, penghapuan subsidi pupuk yang

merupakan sarana produksi utama petani dapat mengurangi produktifitas

petani. Selajutnya, teknologi yang dimiliki petani Indonesia juga sudah jauh

tertinggal sehingga kualitas beras yang dihasilkan pada umumnya kalah dengan

kualitas beras impor.

Pada tahun 1998, terdapat kebijakan tarif impor nol persen. Kebijakan

ini dilakukan karena kondisi krisis ekonomi yang menyebabkan terjadinya

kenaikan harga barang dan keadaan iklim yang tidak mendukung produksi

gabah. Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan poteksi

terhadap pertanian padi nasional. Kebijakan tariff nol persen pun dihapuskan.

Hal ini dikarenakan impor beras dari Negara asing makin membanjiri pasar

domestik Indonesia semenjak diberlakukannya Perjanjian Pertanian Organisasi

Perdagangan Dunia (Agreemet of Agriculture, World Trade Organization).

Pada tahun 1995 akhirnya kebijakan proteksi berupa tariff ad-valorem sebesar

30 persen ditetapkan. Selain kebijakan tariff, terdapat juga kebijakan proteksi

non-tarrif. Pada saat itu, kedua kebijakan proteksi, yaitu tariff dan non-tariff

berjalan sangat efektif. Petani lokal sangat terlindungi serta harga beras

Page 9: KEPRET BERAS FIX.doc

cenderung stabil. Akan tetapi, kebijakan proteksi seperti ini sudah tidak relevan

lagi jika diterapkan sekarang. Saat ini kebijakan tersebut memang sudah tidak

populer dan sudah sangat jarang dipakai oleh negara-negara di dunia. Hal ini

dikarenakan globalisasi yang semakin memaksa negara-negara untuk terbuka

terhadap negara lain. Kalaupun negara Indonesia menerapkan tariff terhadap

impor beras, tariff itu sangatlah rendah sehingga harga beras impor menjadi

lebih murah dari beras lokal. Dengan kualitas beras impor yang berada di atas

kualitas beras lokal, beras lokal pun menjadi kalah saing dengan beras impor.

Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2008 produksi beras nasional

selalu surplus. Tetapi sejak tahun 2008 hingga kini, Impor beras terus

dilakukan. Sampai Juli 2011, Pemerintah telah melakukan pengadaan beras

melalui impor sebanyak 1,57 juta ton.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beras impor tersebut

paling banyak berasal dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai US$

452,2 juta. Sementara beras impor Thailand, telah masuk sebanyak 665,8 ribu

ton dengan nilai US$ 364,1 juta hingga Juli. Selain dari Vietnam dan Thailand,

pemerintah juga mengimpor beras dari Cina, India, Pakistan, dan beberapa

negara lainnya.

Alasan dilakukannya impor diantaranya adalah :

Bulog mengklaim bahwa mereka mengimpor dengan tujuan mengamankan

stok beras dalam negeri. Bulog berargumen bahwa data produksi oleh BPS

tidak bisa dijadikan pijakan sepenuhnya. Perhitungan produksi beras yang

merupakan kerjasama antara BPS dan Kementrian Pertanian ini masih

diragukan keakuratannya, terutama metode perhitungan luas panen yang

dilakukan oleh Dinas Pertanian yang megandalkan metode pandangan

mata.

Data konsumsi beras juga diperkirakan kurang akurat. Data ini

kemungkinan besar merupakan data yang underestimate atau overestimate.

Angka konsumsi beras sebesar 139 kg/kapita/tahun sebenarnya bukan

angka resmi dari BPS. Jika merujuk pada data BPS yang didasarkan pada

Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), konsumsi beras pada tahun

Page 10: KEPRET BERAS FIX.doc

ini mencapai 102 kg/kapita/tahun. Angka ini underestimate, karena

SUSENAS memang tidak dirancang untuk menghitung nilai konsumsi

beras nasional.

Sebenarnya kebijakan impor beras ini juga bisa menjadi tantangan

tersendiri bagi petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas beras. Para

petani dituntut untuk berproduksi bukan hanya mengandalkan kuantitas tetapi

juga kualitas. Tentunya hal ini sedikit sulit terjadi tanpa adanya dukungan dari

pemerintah. Hal ini dikarenakan petani lokal relatif tertinggal dari petani luar

negeri terutama dalam bidang teknologi. Pemerintah harus memberi kepastian

jaminan pasar sebagai peluang mengajak petani bergiat menanam komoditas

tanaman pangan.

Kebijakan yang dipilih pemerintah untuk membuka kran Impor juga

mendatangkan kontra. Pada satu sisi, keputusan importasi beras tersebut

berlangsung ketika terjadi kenaikan harga beras saat ini. Selain itu, produksi

padi dalam negeri dinyatakan cukup, dan masa panen masih berlangsung di

banyak tempat. Bahkan berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II yang

dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi padi nasional tahun 2011

diperkirakan mencapai 68,06 juta ton gabah kering giling, meningkat 1,59 juta

ton (2,40%) dibandingkan tahun 2010. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi

karena peningkatan luas panen seluas 313,15 ribu hektar (2,36%), dan

produktivitas sebesar 0,02 kuintal per hektar (0,04%). Sementara itu,

berdasarkan data Kementerian Pertanian, terdapat tiga provinsi yang mencatat

surplus padi, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Surplus

yang tejadi pada beberapa daerah ini tentunya dapat dijadikan cadangan oleh

Bulog dan untuk didistribusikan ke daerah lain yang mengalami defisit.

Selanjutnya, impor beras yang terjadi di tengah produksi berlebih

menurut data BPS sekarang ini memiliki dampak negatif yang panjang, seperti

berkurangnya devisa negara, disinsentif terhadap petani, serta hilangnya

sumber daya yang telah terpakai dan beras yang tidak dikonsumsi dan terserap

oleh bulog.

3. Kuota Impor

Page 11: KEPRET BERAS FIX.doc

Kuota impor merupakan salah satu kebijaksanaan non tarif (non tariff

barriers), yaitu kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat

menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan

internasional.  Kuota impor itu sendiri diarti-kan sebagai tindakan sepihak yang

dilakukan secara sepihak dengan jalan menentukan batas maksimum jumlah

barang yang boleh diimpor selama jangka waktu tertentu. Tujuan pokoknya

adalah untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen dalam negeri. 

Misalnya kebutuhan beras untuk konsumen dalam negeri sebesar 1 juta ton. 

Sedangkan kemampuan produksi beras di dalam negeri adalah sebesar 500 ribu

ton, maka yang jumlah impor yang diizinkan adalah sebesar 500 ribu ton.

Sesuai ketentuan GATT/WTO, kuota ini hanya boleh digunakan

untuk  : (1) melindungi hasil pertanian; (2) menjaga keseimbangan neraca

pembayaran; dan (3) melindungi kepentingan ekonomi nasional.   Jenis-jenis

kuota impor dapat dibedakan atas :

a. Absolute/unilateral quota yaitu sistem kuota yang ditetapkan secara sepihak

(tanpa negosiasi)

b. Negotiated/bilateral quota yaitu sistem kuota yang ditetapkan berdasarkan

kesepakatan atau menurut perjanjian

c. Tariff quota yaitu pembatasan impor yang dilakukan dengan

mengkombinasikan sistem tarif dengan kuota

d. Mixing quota yaitu pembatasan impor bahan baku untuk melindungi

kepentingan industri dalam negeri.

B. Kebijakan Untuk Melindungi Konsumen

1. Harga Eceran Tertinggi

Kebijaksanaan harga biasanya ditujukan untuk dua pihak yaitu

produsen dan konsumen. Salah satu tugas pemerintah di manapun dan

dalam sistem ekonomi apapun ialah mengusahakan agar rakyat (konsumen)

dapat memenuhi kebutuhannya, terutama kebutuhan pokonya. Ditinjau dari

tugas pemerintah yang demikian, maka dalam kebijaksanaan harga

pemerintah berkewajiban agar harga-harga kebutuhan pokok rakyat

terjangkau oleh daya beli mereka. Dalam hal kebutuhan beras misalnya,

Page 12: KEPRET BERAS FIX.doc

pemerintah mempunyai pedoman harga tertinggi (ceiling price) yang

dianggap wajar, sehingga pemerintah mengusahakan agar harga tersebut

tidak terlampaui.

Usaha untuk menetapkan semacam harga maksimum (ceiling price)

ini dilakukan pemerintah dengan berbagai cara, misalnya dengan

kebijkasanaan pengadaan, dengan pemberian subsidi harga atau dengan 

kebijaksanaan-kebijaksanaan lainnya yang pada prinsipnya bertujuan sama.

Perlindungan harga konsumen yang berupa subsidi ini tidak hanya terjadi

pada beras, tetapi dapat ditemukan juga pada komoditi-komoditi lain seperti

tepung, gandum, atau pupuk.

2. Subsidi Produk Pertanian (Beras)

Pemberian subsidi kepada petani merupakan salah satu kebijakan

utama pembangunan pertanian yang telah lama dilaksanakan pemerintah

dengan cangkupan dan besaran yang berubah dari waktu ke waktu.

Pemberian insentif tidak saja didasarkan oleh pertimbangan ekonomi, tetapi

juga karena desakan dan dorongan politik dan sosial. Bisa terjadi,

pemberian subsidi dan dukungan harga bagi petani lebih didominasi oleh

pertimbangan politik dan sosial. Sebagai contoh, berbagai penelitian

terdahulu telah menunjukkan bahwa penggunaan pupuk pada usahatani

sawah telah berlebihan sehingga pemberian subsidi harga pupuk yang terus

meningkat merupakan kebijakan yang tidak tepat dipandang dari

pertimbangan ekonomi. Namun demikian, pemberian subsidi pupuk yang

terus meningkat mendapatkan dukungan politik dari parlemen maupun

masyarakat luas karena dipandang bijaksana menolong petani yang sebagian

besar masih hidup dalam kemiskinan.

Ada dua argumentasi yang melandasi pentingnya pemerintah

memberikan bantuan kepada petani:

• Pertama, suatu kewajiban pemerintah membantu petani yang sebagian

besar merupakan masyarakat miskin yang tidak mempunyai kapasitas

yang memadai untuk mengembangkan kapasitas produksi pertanian

Page 13: KEPRET BERAS FIX.doc

sementara eksistensi produksi pertanian ke depan masih sangat

diperlukan

• Kedua, melindungi petani miskin dari ancaman eksternal akibat

ketidakadilan perdagangan dalam rangka memberdayakan mereka

menjadi masyarakat yang mandiri mampu menghidupi dirinya dan juga

menjaga eksistensi sektor pertanian ke depan.

Beberapa fakta yang mendukung argumentasi ketidakmampuan petani

mengembangkan kapasitas produksi pertaniannnya antara lain :

Walaupun terjadi penurunan insiden kemiskinan dari 19,14% pada tahun

2000 menjadi 16.60% pada tahun 2004, namun jumlah penduduk miskin

secara absolute sangat besar yaitu sekitar 36 juta dan diperkirakan sekitar

20 juta diantarnya berada di wilayah pedesaan. Dari sekitar 20 juta

penduduk miskin di pedesaan sekitar 55 persen bergantung pada sektor

pertanian.

Walaupun surplus usahatani cukup prospekstif, sebagai contoh surplus

usahatani padi tanpa memperhitungkan lahan sebesar 61%, namun

pendapatan per kapita petani per tahun berkisar Rp 2.304.909 - Rp

2.684.865 (Rp 6.403 - Rp 7.458 per hari per kapita) atau dibawah $ 1 per

hari masih jauh dibawah garis kemiskinan berdasarkan kriteria World

Bank $ 2 per hari per kapita.

Page 14: KEPRET BERAS FIX.doc

DAFTAR PUSTAKA

Hafsah, M.J. dan T. Sudaryanto. 2004. Sejarah Intensifikasi Padi dan Prospek

Pengembangannya. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. (Ed. F. Kasryno,

et.ai., 2004). Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Simatupang, P. 2004. Kembalikan Subsidi Pupuk kepada Petani. Kompas, 19 Mei

2004. Jakarta.

Simatupang, P. dan I W. Rusastra. 2004. Kebijakan Ekonomi Perberasan

Nasional. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. (Ed. F. Kasryno, et.al.,

2004). Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Sudaryanto, T., N. Syafa'at, K. Kariyasa, Syahyuti, Azhari, dan M. Maulana.

2005. Pandangan Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

Pertanian Terhadap Kinerja Kebijakan Subsidi Pupuk Selama Ini dan

Perbaikannya Ke Depan. PSEKP, Badan Litbang Pertanian, Bogor.