BAB II DM

40
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Penyakit 1.Pengertian Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C, Suzanne. 2002) Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang di sebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai gangguan fungsi otak. (Muttaqin,2008) Menurut WHO, Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab

description

diabetes melitus

Transcript of BAB II DM

Page 1: BAB II DM

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Pengertian

Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak

yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini

adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun.

(Smeltzer C, Suzanne. 2002)

Stroke atau gangguan peredaran darah otak (GPDO) merupakan

kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang di sebabkan terjadinya

gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan

saja. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat

berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya

ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai gangguan fungsi

otak. (Muttaqin,2008)

Menurut WHO, Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang

menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain

vaskular (Hendro Susilo, 2000)

Jadi bisa diambil kesimpulan stroke adalah kehilangan fungsi otak

karena suplai darah O2 ke otak menurunnya atau terhenti dan bisa juga

menyebabkan perdarahan.

2. Etiologi

Menurut Muttaqin (2008) ada beberapa keadaan yang dapat

menyebabkan stroke, antara lain :

a. Trombosis Serebri

Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga

menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema

Page 2: BAB II DM

dan kongesti di sekitarnya. Hal ini terjadi karena penurunan aktivitas

simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan

iskemia serebri. Tanda dan Gejala neurologis seringkali memburuk

dalam 48 jam setelah terjadi trombosis. Beberapa keadaan yang dapat

menyebabkan trombosis otak :

1) Aterosklerosis

Mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya elastisitas atau

kelenturan dinding pembuluh darah.

Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

a) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya

aliran darah.

b) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.

c) Merupakan tempat terbentuknya trombus, kemudian

melepaskan kepingan trombus (embolus).

d) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma

kemudian robek dan terjadi perdarahan.

2) Hiperkoagulasi pada polisitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.

3) Arterits (radang pada arteri)

b. Emboli

Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak

oleh bekuan darah, lemak, dan udara.

c. Hemoragik

Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan

di dalam ruang subarakhnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.

Pecahnya pembuluh drah otak menyebabkan perembesan darah ke

dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,

pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga

otak akan membengkak, jaringan otak akan tertekan sehingga terjadi

infak otak, edema, dan mungkin herniasi otak.

Page 3: BAB II DM

d. Hipoksia Umum disebabkan oleh :

1) Hipertensi yang parah

2) Henti jantung paru

3) Curah jantung turun kibat aritmia

e. Hipoksia Lokal disebabkan oleh :

1) Spasme arteri serebri yang di sertai perdrahan subarakhnoid

2) Vasokonstriksi arteri otak disertai sakit kepala migren

3. Faktor resiko

Menurut Smeltzer C, Suzanne (2002), akan terjadi faktor-faktor

resiko yang akan muncul, yaitu:

a. Hipertensi

b. Penyakit kardiovaskular-embolisme serebri berasal dari jantung :

1) Penyakit arteri koronaria

2) Gagal jantung kongestif

3) Hipertrofi ventrikel kiri

4) Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium)

5) Penyakit jantung kongestif

c. Kolestrol tinggi

d. Obesitas

e. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infak serebri

f. Diabetes

g. Kontrasepsi oral

h. Merokok

i. Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)

j. Konsumsi alkohol

4. Patofisiologi

Ketika arteri tersumbat secara akut oleh trombus atau embolus,

maka area sistem saraf pusat yang diperdarahi akan mengalami infark jika

tidak ada perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik

Page 4: BAB II DM

sentral, terdapat penumbra iskemik yang tetap viabel untuk suatu waktu,

artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.

Iskemia sistem saraf pusat dapat disertai oleh pembengkakan

karena dua alasan :

a. Edema sitotoksik : akumulasi air pada sel-sel glia dan neuron yang

rusak

b. Edema vasogenik: akumulasi cairan ekstravaskuler akibat perombakan

darah otak

Edema otak dapat menyebabkan perburukan klinis yang berat

beberapa hari setelah stroke mayor, akibat peningkatan tekanan

intrakranial dan kompresi struktur disekitarnya (Ginsberg, 2008).

Dalam bukunya Muttaqin (2008), menjelaskan penyakit peredaran

darah otak, baik yang disebabkan karena penyumbatan maupun

perdarahan, keduanya sangat membahayakan sel otak yang diperdarahi

oleh arteri tersebut. Pada stroke iskemik, penyumbatan mengakibatkan

terputusnya aliran darah ke sel otak sehingga menghentikan suplai

oksigen. Glukosa dan nutrisi lain ke dalam sel otak yang mengalami

serangan. Bila terhenti suplai ini berlanjut lebih dari beberapa menit, sel

otak (neuron) mengalami kematian. Pada peredaran darah intra kranial,

darah berasal dari robeknya pembuluh darah yang masuk ke dalam sel

otak dan mengisi ruangan sekelilingnya. Bila darah berkumpul banyak,

dapat menyebabkan tekanan intra kranial. Pada saat yang sama,

perdarahan juga menyebabkan terhentinya suplai oksigen dan nutrisi ke

daerah yang terkena.

Page 5: BAB II DM

5. Pathway

Menurut Carpenito (2000) :

Trombosis Emboli serebral Perdarahan

Suplai darah tidak dapat disampaikan ke otak

Penyumbatan pembuluh darah (infark iskemik) (non hemoraghi)

Iskhemia

Infark jaringan otak

Odema cerebral

Kerusakan

neuromuskuler

N. X (nervus vagus)

Disartria

Gangguan

komunikasi verbal

Penurunan kekuatan

dan ketahanan otot

Kurang perawatan diri

N. IX dan XII (glossopharyngeus dan

hypoglasus

ResTi kerusakan menelan

Kelemahan otot

Gangguan mobilitas fisik

Perubahan perfusi jaringan

Nekrosis jaringan

N. II, III, dan IV

Defisit/trauma neurologis

Perubahan persepsi sensori

Page 6: BAB II DM

6. Tanda dan Gejala / Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik

disfungsi motorik yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada

otak yang berlawanan, hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.

Pada awal stroke biasanya paralisis menurunnya reflek tendon dalam,

kehilangan komunikasi, gangguan persepsi, kerusakan kognitif dan efek

psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002)

Menurut Dewanto (2009) dalam bukunya, manifestasi klinis

bergantung pada neuroanatomi dan vaskularisasnya. Gejala klinis dan

defisit neurologik yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemi.

a. Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan

hemiparesis dan hemipestesi kontralateral yang terutama melibatkan

tungkai.

b. Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan

hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama mengenai

lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai

area dominan) atau hemispatial neglect (bila mengenai area otak non

dominan)

c. Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan

hemianopsi homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai

gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila

terjadi infark pada lobus temporalis medial.

d. Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf

kranial seperti disartri, diplopi dan vertigo; gangguan sereblar, seperti

ataksia atau hilang keseimbangan; atau penurunan kesadaran

e. Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni

motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.

7. Pemeriksaan Penunjang

Dalam Doenges (2000) pemeriksaan diagnostik pada pasien stroke

antara lain:

Page 7: BAB II DM

a. Angiografi serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara

spesifik, seperti perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi

atau ruptur.

b. Scan CT : memperlihtkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan

adanya infak.

c. Pungsi lumbal : menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada

trombosis, emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat dan cairan

yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragic

subarakhnoid atau perdarahan intra karanial. Kadar protein total

meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses

inflamasi.

d. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infak, hemoragik,

malformasi ateriove na (MAV)

e. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit ateriovena

(masalah sistem arteri karotis [aliran darah/muncul plak]

arteriosklerosis)

f. EEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan

mungkin memperlihatkan darah lesi yang spesifik

g. Sinar X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng

pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi

karotis interna pada trombosis serebral, klasifikasi parsial dinding

aneurisma pada perdarahan subarakhnoid.

h. Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainn darah itu sendiri

i. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan

kemudian berangsur-angsur turun kembali

Dalam buku Ginsberg (2008), pemeriksaan penunjang yang

biasa dilakukan pada pasien stroke meliputi :

a. Darah lengkap dan LED

b. Ureum, elektrolit, glukosa, dan lipid

c. Rontgen dada dan EKG

Page 8: BAB II DM

d. CT scan kepala

CT scan mungkin tidak perlu dilakukan oleh semua pasien,

terutama jika diagnosa klinisnya sudah jelas, tetapi pemeriksaan

ini berguna untuk membedakan infark serebri atau perdarahan,

yang berguna dalam menentukan tata laksana awal.

8. Diagnosa Banding

Diagnosa banding yang muncul dalam penyakit stroke menurut

Brashers (2007) yaitu:

a. Peristiwa jantung primer dengan hipotensi akut

b. Gangguan kejang primer

c. Tumor otak

d. Serangan metabolik atau toksik (hipoglikemi, obat)

e. Meningitis

f. Trauma

9. Terapi

Dalam buku Smeltzer C, Suzanne (2002), penatalaksanaan terapi

yang diberikan adalah :

a. Diuretika : Untuk menurunkan edema serebral

b. Anti Koagulan : Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor

kritis sebagai berikut (Muttaqin,2008) :

a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital :

1) Mempertahankan oksigenasi, jika perlu lakukan trakeostomi untuk

membantu pernapasan

2) Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi kien, termasuk

usaha memperbaiki hipotensi dan hiperensi

b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung

Page 9: BAB II DM

c. Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat

mungkin. Posisi klien harus di ubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-

latihan gerak pasif.

Pengobatan konservatif :

a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS)

b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin

intraarterial

c. Medikasi antitrombosit. Antiagregasi trombosis seperti aspirin

digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosis

yang terjadi setelah userasi alteroma

d. Antikoagulan trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam

sistem kardiovaskular.

10. Penanganan Medik Stroke

Menurut Harsono (2000), secara garis besar penatalaksanaan

stroke akut sebaiknya dilakukan dengan suatu team yang terpadu, dimana

ahli saraf bekerjasama dengan ahli-ahli lain seperti paramedik,

fisioterapi, terapi wicara dan terapi okupasional menganggulangi fase

akut stroke agar penderita dapat sembuh dengan cacat yang minimal.

Prinsip-prinsip umum penanggulangan stroke adalah :

a. Resusitasi kardiopulmoner (ABC : Airway, Breathing, Circulation)

Dengan demikian terjadi suatu aliran darah ke otak yang

optimal, dalam hal ini tekanan perfusi otak harus cukup memberi

darah ke daerah yang paling ujung dari sistem pembuluh otak. Selain

itu kadar O2 yang dikandung darah arteri harus cukup pula tekanannya

(PO2), dan hal ini dijamin oleh paru-paru yang sehat.

b. Mencegah edema otak

Pada stroke akut yang berat, resiko besar terjadi edema otak.

Ini harus dicegah dengan obat-obatan maupun non obat misalnya

hiperventilasi terkontrol pada penderita yang memakai ventilator.

Pencegahan edema otak termasuk juga tindakan-tindakan yang

Page 10: BAB II DM

memprovokasi yaitu tekanan darah yang terlalu tinggi atau rendah

dengan hipoksia dan hipertermia. Faktor-faktor ini juga harus

dikendalikan dan diatasi.

c. Menjamin keseimbangan cairan dan elektrolit

Mencakup pemberian cairan nutrisi dan perhitungan input dan

output cairan yang adekuat, termasuk dalam hal ini pengawasan BAK

dan BAB.

d. Mencegah infeksi skunder

Infeksi skunder yang paling sering adalah infeksi paru

(broncho pneumonia) dan infeksi saluran kencing (pyelonefritis,

sistitis). Infeksi kulit, gigi, dan mulut juga sering terjadi. Pada kulit

infeksi bekas pemasangan infus (plebitis) dan decubitus.

e. Mencegah kejang-kejang

Jika resiko kejang tinggi misalnya stroke hemispheri yang

kortikal, dapat diberi obat-obat pencegah kejang. Selain itu, suasana

gaduh, gelisah dapat memperburuk edema/tekanan intra kranial yang

meningkat. Berikan penenang yang secukupnya, sebaiknya yang

bekerja cepat dan pendek agar monitor daro kesadaran tidak

terganggu.

Jika keadaan umum stabil, dapat dimulai tindakan restoratif,

dengan memperhatikan faktor resiko. Berbeda dengan tindakan

rehabilitasi dimana penderita telah stabil penuh (fase kronik), pada

tindakan restorasi dilakukan pada fase akut yaitu pada saat pasien

sudah stabil. Stabilitas tersebut mudah berubah hingga selama

tindakan restorafit, diperlukan monitor fungsi-fungsi neurologik dan

mungkin fungsi-fungsi vital lainnya yang ketat, seperti yang dilakukan

di unit stroke. Jika penderita menunjukkan penurunan, tindakan

restoratif disesuaikan dengan kondisi pasien, setelah stabilitas

dikembalikan.

Page 11: BAB II DM

11. Komplikasi

Menurut Smeltzer C, Suzanne (2002), komplikasi dari stroke

adalah :

a. Hipoksia serebral

b. Penurunan darah serebral

c. Luasnya area cedera

Dalam Muttaqin (2008) komplikasi yang terjadi setelah stroke

antara lain :

1. Dalam hal imobilisasi : infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan

tromboflebitis

2. Dalam hal paralisis : nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi,

deformitas, dan terjatuh

3. Dalam hal kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala

4. Hidrosefalus

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap pertama dari proses keperawatan dimana

data dikumpulkan (Doengoes, 2000).

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang

status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis,

sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status

ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.

b. Identitas pasien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis

kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal

dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.

c. Keluhan utama

Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan,

bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.

Page 12: BAB II DM

d. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya

terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,

disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi

otak yang lain (Siti Rochani, 2000).

e. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,

anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat

adiktif, kegemukan.

f. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi

ataupun diabetes militus (Hendro Susilo, 2000).

g. Pengkajian menurut Doengoes (2000) :

1) Aktivitas dan istirahat

Gejala : Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan,

kehilangan sensasi atau paralysis.

Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang

otot)

Tanda : Perubahan tingkat kesadaran. Perubahan kekuatan

otot/tonus otot (flaksid atau spastic), paralysis

(hemiplegia), kelemahan umum.

Gangguan penglihatan.

Gangguan tingkat kesadaran.

2) Sirkulasi

Gejala : Riwayat penyakit jantung (MI, reumatik/penyakit

jantung vaskuler, GJK, endokarditis, bacterial),

polisitemia, riwayat hipotensi postural.

Page 13: BAB II DM

Tanda : Hipertensi arterial (dapat ditemukan/terjadi pada

CSV) sehubungan dengan adanya

metabolisme/malformasi vaskuler.

Disritmia, perubahan EKG.

Pulsasi ; kemungkinan bervariasi.

Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta

abdominal.

3) Integritas ego

Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.

Tanda : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat,

kesedihan, kegembiraan.

Kesulitan berekspresi diri

4) Eliminasi

Gejala : Inkontinensia, anuria.

Distensi abdomen (kandung kemih penuh), tidak

adanya suara usus (ileus paralitik)

5) Makan / Minum

Gejala : Nafsu makan hilang.

Nause / vomitus menandakan adanya peningkatan

TIK.

Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan,

disfagia.

Riwayat DM.

Tanda : Adanya masalah menelan, menelan (menurunnya

reflek palatum dan faring). Obesitas (faktor resiko)

6) Sensori neuro

Gejala : pusing / syncope (sebelum CVA / sementara

selama TIA).

Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau

perdarahan sub arachniod.

Page 14: BAB II DM

Kelemahan, kesemutan, sisi yang terkena terlihat

seperti lumpuh atau mati.

Penglihatan berkurang.

Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral

pada ekstermitas dan muka ipsilateral (sisi yang

sama).

Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Tanda : Status mental; koma biasanya menandai stadium

perdarahan, gangguan tingkah laku (seperti: letargi,

apatis) dan gangguan fungsi kognitif. Ekstermitas :

kelemahan/paralysis (kontralateral pada semua jenis

stroke, genggaman tangan tidak imbang,

berkurangnya reflek tendon dalam (kontralateral).

Wajah : paralysis / parese (ipsilateral).

Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,

kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata-kata,

reseptif/kesulitan berkata komprehensif,

global/kombinasi dari keduanya).

Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat,

pendengaran, stimulasi taktil.

Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan

motorik.

Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan

tak bereaksi pada sisi ipsilateral.

7) Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah,

ketegangan otot fasial

8) Pernapasan

Gejala : Merokok (faktor resiko)

Page 15: BAB II DM

Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan

napas.

Timbulnya pernapasan sulit dan atau tidak teratur.

Suara napas terdengar/ronki (aspirasi sekresi).

9) Keamanan

Tanda : Motorik/sensorik : masalah penglihatan.

Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk

melihat objek.

Tidak mampu mengenali objek warna dan wajah

yang pernah dikenali.

Gangguan berespon terhadap panas/dingin.

Kesulitan dalam menelan, tidak mampu untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi sendiri (mandiri).

Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit

terhadap keamaan, tidak sabar/kurang kesadaran

diri.

10) Interaksi sosial

Tanda : Masalah berbicara. Kemampuan

berkomunikasi.

h. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran

2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar

dimengerti, kadang tidak bisa bicara

3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi

bervariasi

2) Pemeriksaan integumen

a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat

dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di

samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus

terutama pada daerah yang menonjol karena pasien stroke

Page 16: BAB II DM

hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.

b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis

c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan

3) Pemeriksaan kepala dan leher

a) Kepala : bentuk normocephalik

b) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah

satu sisi.

4) Pemeriksaan dada

Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas

terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan,

pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan

menelan.

5) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest

yang lama, dan kadang terdapat kembung.

6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus

Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

7) Pemeriksaan ekstremitas

Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi

tubuh.

8) Pemeriksaan neurologi

Pada pemeriksaan nervus cranial, pemeriksaan

dilakukan pada nervus I sampai nervus XII. Hampir selalu

terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.

Pemeriksaan antara lain mencakup :

a) Pemeriksaan sensorik

Dapat terjadi hemihipestesi.

b) Pemeriksaan refleks

Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan

menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan

muncul kembali didahuli dengan refleks patologis (Jusuf

Page 17: BAB II DM

Misbach, 1999).

i. Pemeriksaan penunjang

1) CT scan : Didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk

ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.

3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti

aneurisma atau malformasi vaskuler.

4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan

jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang

merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita

stroke.

5) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya

dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan

yang kecil biasanya warna likuor masih normal sewaktu hari

pertama.

6) Pemeriksaan darah rutin.

7) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi

hiperglikemia.

8) Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan darah itu

sendiri.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Doengoes (2000),

yaitu :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya

aliran darah : suplai darah O2 ke otak berkurang, penyakit oklusi,

perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan

neuromuskuler, kelemahan, parestesia flaksid/paralysis hipotonik

(awal), paralysis spastis.

c. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan pada

saraf sensori, penurunan penglihatan.

Page 18: BAB II DM

d. Gangguan komunikasi verbal atau tertulis berhubungan dengan

kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan

tonus atau kontrol otot fasial atau oral, kelemahan atau kelelahan

umum.

e. Kurangnya pemenuhan perawatan diri berhubungan dengan

hemiparese/hemiplegi

f. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan

kerusakan neuromuskuler atau perseptual.

3. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas menurut

(Doenges, 2000) adalah :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya

aliran darah : suplai darah O2 ke otak berkurang, penyakit oklusi,

perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral

1) Tujuan :

Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

2) Kriteria hasil :

a) Klien tidak gelisah

b) Tidak ada keluhan nyeri kepala

c) GCS 456

d) Tanda-tanda vital normal(nadi : 60-100 kali permenit, suhu:

36-36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)

3) Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-

sebab gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya

b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total

c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan

intrakranial tiap dua jam

d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak

jantung (beri bantal tipis)

e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan

Page 19: BAB II DM

berlebihan

f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung

g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat

neuroprotektor

4) Rasional

a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan

b) Untuk mencegah perdarahan ulang

c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien

secara dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat

d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage

vena dan memperbaiki sirkulasi serebral

e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra

kranial dan potensial terjadi perdarahan ulang

f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan

kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin

diperlukan untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam

kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya

g) Memperbaiki sel yang masih viable.

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan

neuromuskuler, kelemahan, parestesia flaksid/paralysis hipotonik

(awal), paralysis spastis.

1) Tujuan :

Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan

kemampuannya

2) Kriteria hasil

a) Tidak terjadi kontraktur sendi

b) Bertambahnya kekuatan otot

c) Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

3) Rencana tindakan

a) Ubah posisi klien tiap 2 jam

Page 20: BAB II DM

b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada

ekstrimitas yang tidak sakit

c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit

d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi

fungsionalnya

e) Tinggikan kepala dan tangan

f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien

4) Rasional

a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat

sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan

b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot

serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan

c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila

tidak dilatih untuk digerakkan

c. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penekanan pada

saraf sensori, penurunan penglihatan

1) Tujuan :

Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.

2) Kriteria hasil :

a) Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi

persepsi

b) Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk

meraba dan merasa

c) Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi

terhadap perubahan sensori

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kondisi patologis klien

b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,

tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian

c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti

Page 21: BAB II DM

memberikan klien suatu benda untuk menyentuh, meraba.

Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.

d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya

lindungan yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan

keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air

dengan tangan yang normal

e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila

perlu dan menyadari posisi bagian tubuh yang sakit.

Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang

terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang

sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati garis

tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.

f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.

g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien

4) Rasional

a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami

gangguan, sebagai penetapan rencana tindakan

b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan

kinetik berpengaruh terhadap keseimbangan/posisi dan

kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,

meningkatkan resiko terjadinya trauma.

c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan

persepsi dan intepretasi diri. Membantu klien untuk

mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah

yang terpengaruh.

d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko

terjadinya trauma.

e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu

dalan mengintegrasikan sisi yang sakit.

f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang

berlebihan/kebingungan yang berhubungan dengan sensori

Page 22: BAB II DM

berlebih.

g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan

dari persepsi dan integrasi stimulus.

d. Gangguan komunikasi verbal atau tertulis berhubungan dengan

kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan

tonus atau kontrol otot fasial atau oral, kelemahan atau kelelahan

umum.

1) Tujuan

Proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal

2) Kriteria hasil

a) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat

dipenuhi

b) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal

maupun isarat

3) Rencana tindakan

a) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan

bahasa isarat

b) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi

c) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan

pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak”

d) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi

dengan klien

e) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi

f) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara

4) Rasional

a) Memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan

kemampuan klien

b) Mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang

lain

c) Mengurangi kecemasan dan kebingungan pada saat

Page 23: BAB II DM

komunikasi

d) Mengurangi isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi

yang efektif

e) Memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan

komunikasi

f) Melatih klien belajar bicara secara mandiri dengan baik

dan benar

e. Kurangnya pemenuhan perawatan diri berhubungan dengan

hemiparese/hemiplegi

1) Tujuan

Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

2) Kriteria hasil

a) Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai

dengan kemampuan klien

b) Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas

untuk memberikan bantuan sesuai kebutuhan

3) Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam

melakukan perawatan diri

b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas

dan beri bantuan dengan sikap sungguh

c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat

dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai

kebutuhan

d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang

dilakukannya atau keberhasilannya

e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi

4) Rasional

a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan

pemenuhan kebutuhan secara individual

Page 24: BAB II DM

b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha

terus-menerus

c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat

tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan

bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi

klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-

sendiri untuk mempertahankan harga diri dan

meningkatkan pemulihan

d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta

mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu

e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan

rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat

penyokong khusus.

f. Resiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan

kerusakan neuromuskular atau persetual

1) Tujuan

Tidak terjadi kerusakan menelan

2) Kriteria Hasil

a) Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi

individual dengan aspirasi tercegah

b) Mempertahankan berat badan yang di inginkan

3) Intervensi

a) Pantau kemampuan menelan

Rasional : intervensi nutrisi atau pilihan rute makanan

b) Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan

yang efektif

(1) Bantu klien dengan mengontrol kepala

Rasional : menetralkan hiperekskresi, membantu

mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan

utnuk menelan

Page 25: BAB II DM

(2) Letakkan pasien pada posisi duduk atau tegak selama

dana setelah makan

Rasional : menggunakan gravitasi untuk memudahkan

proses menelan dan menurunkan resiko terjadinya

aspirasi

(3) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut

secara manual dengan menekan ringan di atas bibir atau

di bawah dagu jika butuhkan

Rasional : membantu dalam melatih kembali sensori

dan meningkatkan kontrol muskuler

(4) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak

terganggu

Rasional : memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa

kecap ) yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan

dan meningkatkan masukan

(5) Sentuh bagian pipi bagian dalam dengan spatel lidah

atau tempelkan es untuk mengetahui adanya kelemahan

lidah

Rasional : dapat meningkatkan gerakan dan kontrol

lidah (penting untuk menelan) dan menghambat

jatuhnya lidah.

(6) Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang

tenang

Rasional : pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme

makan tanpa adanya distraksi atau gangguan dari luar

(7) Mulai untuk memberikan makanan peroral setengah

cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air

Rasional : makanan lunak atau cairan kental mudah

untuk mengendalikan di dalam mulut, menurunkan

resiko terjadinya aspirasi

Page 26: BAB II DM

(8) Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk

meminum cairan

Rasional : menguatkan otot facial dan otot menelan dan

menurunkan resiko terjadinya tersedak

(9) Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan

kesukaan pasien

Rasional : menstimulasi upaya makan dan

meningkatkan menelan atau masukan

c) Pertahankan masukan dan keluaran dengan akurat, catat jumlah

kalori yang masuk

Rasional : jika usaha menelan Rasional : jika usaha menelan

tidak memadahi untuk memenuhi kebutuhan cairan dan

makanan harus di cairkan metode alternatif untuk makan.

d) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan atau

kegiatan

Rasional : dapat meningkatkan pelepasan endomorfin dalam

otak yang meningkatkan nafsu makan

e) Kolaborasi pemberian cairan melalui IV dan atau makanan

melalui selang.

Rasional : mungkin diperlukan untuk memberikan cairan

pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mempu untuk

memasukkan segala sesuatu melalui mulut

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan realisasi dari

rencana tindakan keperawatan yang diberikan pada pasien.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan.

Evaluasi adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan

melibatkan pasien, perawat, dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal

ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi

evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam

Page 27: BAB II DM

rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian

ulang (Harsono, 2002).