BAB II Diyat Revisi Rtf

download BAB II Diyat Revisi Rtf

of 25

Transcript of BAB II Diyat Revisi Rtf

BAB II LANDASAN TEORI

A. Produktivitas Kerja Pengertian Produktivitas Kerja Konsep produktivitas dapat mempunyai lebih dari satu arti. Secara garis besar produktivitas diartikan sebagai efisiensi dari penggunaan sumber daya untuk menghasilkan keluaran. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pada pasal 23 ayat 1 menyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Tingkat kemakmuran suatu bangsa merupakan cermin dari tingkat produktivitas tenaga kerja dalam negara yang bersangkutan. Berdasarkan survai internasional yang dilakukan pada tahun 2007, produktivitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia tergolong rendah. Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno dalam suatu pertemuan internasional di Sanur, mengungkapkan, berdasarkan survey produktivitas SDM Indonesia menduduki peringkat 137 dari 147 negara yang disurvey. Ini sedikit banyak mencerminkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki masih termasuk kategori menengah cenderung ke bawah. Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya. Produktivitas adalah ukuran efisiensi produktif. Suatu

12

13

perbandingan antara hasil keluaran dan masukan atau output : input. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai. Produktivitas juga diartikan sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa: Produktivitas mengutarakan cara pemanfaatan secara baik terhadap sumbersumber dalam memproduksi barang-barang (Sinungan, 2008). Dari berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktivitas, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan

produktivitas tidak lain ialah ratio dari pada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input). b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap

mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kahidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara

serasi dari tiga faktor esensial, yakni: investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset,; manajemen dan tenaga kerja, (Sinungan, 2008). Menurut Bernardin & Russel yang dikutip oleh Gomes (2002),

menyatakan bahwa pengertian produktivitas dikemukakan orang dengan menunjukkan kepada rasio output terhadap input. Input bisa mencakup biaya produksi (production costs) dan biaya peralatan (equipment costs). Sedangkan output bisa terdiri dari penjualan (sales), pendapatan (earnings) market share,

14

dan kerusakan (defects). Bahkan ada yang melihat pada performansi dengan memberikan penekanan pada nilai efisiensi. Efisiensi diukur sebagai rasio output dan input. Selain efisiensi, produktivitas juga dikaitkan dengan kualitas output, yang diukur berdasarkan beberapa standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. produktivitas kerja

Faktor-faktor

yang

mempengaruhi

Dewan Produktivitas Nasional RI tahun 1983 menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari tenaga kerja itu sendiri seperti kesehatan, usia, pendidikan, ketrampilan, kepuasan kerja, motivasi dan lain-lain dan juga faktor dari luar diantaranya lingkungan kerja, sarana produksi dan sebagainya. Oleh sebab itu faktor di luar tenaga kerja dan faktor dari dalam tenaga kerja perlu diperhatikan dengan baik agar diperoleh produktivitas kerja tinggi. Berkaitan dengan produktivitas kerja, hal senada pernah disampaikan oleh Sinungan (2008), yang menyatakan bahwa pada dasarnya produktivitas mencakup sikap mental patriotik yang memandang hari depan secara optimis dengan berakar pada keyakinan diri bahwa kehidupan hari ini adalah lebih baik dari hari kemaren dan hari esok adalah lebih baik dari hari ini. Oleh karena itu dikatakan bekerja produktif bila memenuhi prasyarat lain sebagai faktor pendukung, yaitu memiliki kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman,

15

penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial yang memadai, kondisi kerja yang manusiawi dan hubungan kerja yang harmonis. Menurut Bernardin & Russel yang dikutip oleh Gomes (2002),

menyatakan bahwa produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor: knowledge (pengetahuan), skills (ketrampilan), abilities (kemampuan), attitudes (sikap) dan behaviors (kelaluan/etika). Sedangkan menurut Sudirman (cit Yulianto, 2002), produktivitas kerja dipengaruhi oleh faktor pendidikan, keterampilan, disiplin, motivasi, sikap dan etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, jaminan sosial, lingkungan dan iklim kerja, hubungan industrial pancasila, berprestasi. Menurut Siagian (2002), kinerja seseorang dan produktivitas kerjanya ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: a. Motivasi; ialah daya dorong yang dimiliki, baik secara intrinsik teknologi, sarana produksi, manajemen, dan kesempatan

maupun ekstrinsik, yang membuatnya mau dan rela untuk bekerja sekuat tenaga dengan mengerahkan segala kemampuan yang ada demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai sasarannya. b. Kemampuan; kemampuan yang bersifat fisik dan ini lebih

diperlukan oleh karyawan yang dalam pelaksanaan tugasnya lebih banyak menggunakan otot. Di lain pihak, ada kemampuan yang bersifat mental intelektual, yang lebih banyak dituntut oleh penyelesaian tugas pekerjaan dengan menggunakan otak.

16

c.

Ketepatan penugasan; dalam dunia manajemen ada ungkapan

yang mengatakan bahwa tidak ada karyawan yang bodoh, yang bodoh adalah para manajer yang tidak mengenali secara tepat pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, bakat dan minat para bawahannya. Dengan penempatan yang tidak tepat, kinerja seseorang tidak sesuai dengan harapan manajemen dan tuntutan organisasi yang akan berakibat pada produktivitas kerja yang rendah. Masalah kesehatan yang menurunkan produktivitas kerja menurut Hendry, 2004. Dalam masalah kesehatan kerja dapat diketahui kondisi

kesehatan yang dapat menurunkan produktivitas kerja kondisi tersebut yaitu : a. parasit. b. Penyakit akibat kerja contohnya Penyakit umum contohnya infeksi, endemik,

pneumocoriosis, aerimatosis, keracunan bahan kimia, gangguan mental psikologi akibat keluarga. c. d. kelembaban, gerak udara. e. Perencanan penserasian manusia dan mesin Keadaan gizi pada BUMN Lingkungan kerja cotohnya suhu,

suhu, perbaikan cara kerja sesuaian dengan moderisasi f. tenaga kerja Mental psikologi seperti kesejahteraan

17

g. mengalami hubungan produktivitas h.

Baik

pengusaha

dan

BUMN

belum

diantara kondisi sehat dan tinggi rendah

Fasilitas kesehatan

B. Usia Lanjut (Lansia) 1. Pengertian Usia Lanjut (Lansia ) Manusia usia lanjut merupakan seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan sosial yang nantinya akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Depkes, 2000). Lanjut usia merupakan orang yang sudah memasuki tahap dewasa akhir dengan usia sekitar 60 tahun ke atas (Lubis, 2000). Lanjut usia (lansia) menurut UU Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pasal 1 ayat 2 adalah seseoarang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Selanjutnya pada pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa lanjut usia mempunyai hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pasal 6 ayat 1 menyatakan bahwa lanjut usia mempunyai kewajiban yang sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menurut Zainuddin Sri Kuntjoro, proses menua adalah proses alami yang disertai penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan

18

masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus. Ada beberapa perubahan yang sering dialami oleh para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka diantaranya penurunan kondisi fisik, penurunan fisik dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, serta perubahan dalam peran sosial dimasyarakat. 2. Batasan umur usia lanjut Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Prayitno dalam Aryo (2002) mengatakan bahwa setiap orang yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitan ini digunakan batasan umur 56 tahun untuk menyatakan orang lanjut usia. Batasan umur lansia menurut Departemen social (1999), lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Menurut prof DR. Koesoematosetyonegoro pengelompokan lansia sebagai berikut: a. b. Usia dewasa muda (elderly adulthood) 18/20-25 tahun Usia dewasa penuh (middle years) 25-60/65 tahun

19

c. d. e. f. g.

Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65/70 tahun Young old usia 70-75 tahun Old 75-80 tahun Very old lebih dari 85 tahun Masa pensiun 55- 64 tahun Menurut Prof. Dr. Ny. Sumiarti Ahmad Mohammad membagi

periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. 0-1 tahun = masa bayi 1-6 tahun = masa prasekolah 6-10 tahun = masa sekolah 10-20 tahun = masa pubertas 40-65 tahun = masa setengah umur (prasenium) 65 tahun keatas = masa lanjut usia (senium) Menurut T Dra. Ny. Jos MasdaniI (psikolog UI) lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu: a. b. c. d. Fase iuventus, antara 25 sampai 40 tahun. Fase vertilitas, antara 40 sampai 50 tahun. Fase prasenium, antara 55 sampai 65 tahun. Fase senium, 65 tahun hingga tutup usia.

3.

Tugas dan perkembangan usia lanjut Menurut perkembangannya lansia dapat di kelompokkan menjadi:

20

a. 1) 2) menurun. 3) 4) b. 1) 2) 3) c. 1) 2) 3) 4) 5) d.

Aspek fisik Penurunan kondisi fisik (fungsi organ,alat indra). Daya tahan kerja menurun kecepatan dan ketepatan gerak

Produktif dan kualitas kerja menurun. Timbul berbagai penyakit. Aspek kognitif Penurunan daya ingat Lambatnya proses pikir Kurangnya efektifitas kemampuan pemecahan masalah Aspek emosi Perasaan tidak berguna Rasa tidak berdaya dan putus asa Rasa tidak berharga rendah diri Rasa marah dan kecewa Rasa sedih dan sepi Aspek social 1) Lingkungan sosial menyempit 2) Kemampuan berkomunikasi menurun

e.

Aspek kepribadian 1) Cenderung rigid 2) Kurang percaya diri 3) Sangat hari-hati

21

Usia lanjut sebagai akronim usia lanjut mengandung konotasi ganda disatu pihak ia dikaitkan dengan kelemahan, ketidakmampunan,

ketidakberdayaan dan harus dikasihi, namun dilain pihak dikatakan sebagai sebagai usia emas yang membuka dan memberikan banyak kesempatan bagi individu untuk menjadi dirinya sendiri dan mengembangkan minat yang sempat dikembangkan (Kompas Minggu,13 Agustus 2000). 4. Faktor yang mempengaruhi psikologis usai lanjut Faktor yang mempengaruhi kesehatan jiwa usai lanjut menurut (Nugroho, 2000): a. Penurunan kondisi fisik Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan sesuatu keadaan ketergangtungan kepada orang lain b. Penurunan fungsi dan potensi seksual Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme (misalnya diabetes mellitus), kekurangan gizi

22

karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, serta faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain: 1) Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya. 2) Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupan. 3) 4) Pasangan hidup telah meninggal. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya. c. Perubahan aspek psikososial Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penuruan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi belajar, persepsi, pemahaman, menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (kognitif) meliputi halhal yang

berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tidakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. d. Penurunan produktivitas kerja Akibat dari menurunnya fungsi fisik seperti tenaga berkurang, energi menurun. Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Hal ini akan mengakibatkan kehilangan financial (income berkurang). Tentu hal ini akan menjadi suatu permasalahan lansia seperti kecemasan, depresi dll. kesehatan jiwa yang dihadapi oleh

23

e.

Perubahan peran sosial di masyarakat Akibat kurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak

fisik dan sebagainya muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga menimbulkan keterasiangan.

C. Tingkat Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan Kecemasan yang merupakan kekuatan pendorong yang dinamik untuk perkemabangan kepribadian, dapat pula merupakan elemen utama dalam menimbulkan nerosapsikoka, dan gangguan jiwa lain. Rasa harga diri dengan pelepasan ketegangan yang masih dapat di terima dan dengan pencegahan pelepasan kecemasan yang lebih hebat, dapat mempertahankan individu sebagai suatu kesatuan yang berfungsi secara efektif akan tetapi dalam keadaan stress yang hebat (ditimbulkan oleh tuntutan di luar atau karena adanya kebutuhan dari dalam yang besar sekali) (Nanda, 2001-2002). Kecemasan adalah hasil dari proses psikologis dan proses fisiologis dalam tubuh manusia dimana adanya kecemasan menunjukan reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan orang dari dalam secara naluri bahwa ada bahaya dan orang yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi tersebut. (Ramaiah. S cit Veronika , 2007).

24

Kecemasan adalah suatu respon perasaan yang tidak berdaya dan tidak terkendali. Kecemasan adalah respon terhadaap ancamaan yang sumbernya tidak diketahui, internal dan samar-samar. Kecemasaan berbeda dengan rasaa takut, yang merupakaan respon dari suatu ancaman yang asalnya diketahui, eksternal, jelas, atau bukan bersifat konflik. (Murwani, 2008). Ansietas atau kecemasan adalah symptom ketakutan dalam kecemasan kronis sungguhpun tidak ada rangsangan yang spesifik ; misalnya takut mati, takut menjadi gila, dan macammacam ketakutan yang tidak bisa dikatakan dalam fobia ( Kartini. 2000)

2. Rentang Respons Kecemasan Rentang respon kecemasan dalam dikonseptialisasikan dalam respon koping yang menggambarkan pada model keperawatan dari fenomena sehat sakit. Respon kecemasan dapat digambarkan dalam rentangan respon adaptif sampai maladaptif. Rentang respon kecemasan

Antisipasi

Ringan

Sedang Gambar 2.1

Berat

Tinggi

Rentang respon kecemasan

Reaksi terhadap kecemasan bersifat konstruktif dan destruktif :

25

a.

Konstruktif memotivasi individu untuk

belajar, mengadakan

perubahan terutama perubahan terhadap perasaan tidak nyaman serta terfokus pada kengsungan hidup. b. Destruktif menimbulkan tingkah laku maladaptif disfungsi yang

menyangkut kecemasan berat atau panik.

3.

Tingkat kecemasan Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat kecemaasan yang parah tidak berjalaan sejalan dengan kehidupan. Adapun tingkat-tingkat kecemasan menurut Tartowo dan Wartonah (2004) dibagi atas : a. Kecemasan ringan, berhubungan dengan ketegangan akan

peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Respons cemas ringan seperti sesekali bernafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka mengkerut dan bibir bergetar, lapang persepsi meluas, konsentrasi pada masalah, menylesaikan masalah secara efektif, tidak dapat duduk dengan tenang, dan tremor halus pada lengan. b. Kecemasan sedang, pada tingkat ini lahan persepsi terhadap

masalah menurun. Individu lebih memfokus pada hal-hal penting saat itu

26

dan mengesampingkan hal yang lain. Respons cemas sedang seperti sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, gelisah, lapang pandang menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima. Bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak. c. Kecemasan berat, pada cemas berat lahan persepsi sangat sempit.

Seseorang cenderung hanya memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Seseorang tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan lebih banyak pengarahan/tuntunan. Respons kecemasan berat seperti nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat dan sakit kepala, pengelihatan kabur, ketegangan, lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah, blocking, verbalisasi cepat, dan perasaan ancaman meningkat. d. Panik, pada tahap ini lahan persepsi telah terganggu sehingga

individu tidak dapat mengendaliikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa, walaupun telah diberi pengarahan. Respons panik seperti nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berfikir logis, agitasi, mengamuk, marah, ketakutan, berteriak-teriak, blocking, kehilangan kendali, dan persepsi kacau.

4. Teori-Teori Psikologis Penyebab Kecemasaan

27

Tiga bidang utama teori psikologis yaitu psikoanalitik, prilaku dan eksistensial, telah menyumbang teori tentang kecemasan. Masing-masing teori memiliki kegunaan konseptual dan praktisnya didalam pengobatan pasien dengan gangguan kecemasan. 1. Teori Psikoanalitik Dalam bukunya, Freud mengatakan bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan sadar. Di dalaam Teori Psikoanalitik, kecemasan dipandang sebagai masuk ke dalam empat katagori utama, tergantung pada sifat akibat yang ditakutinya: kecemasan id atau simpuls, kecemasan perpisahan, kecemasan kastrasi, kecemasan superego. 2. Teori Interpersonal Menurut pandangan interpersonal ansietaas timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah trauma mudah mengalamiperkembangaan ansietas yang berat. 3. Teori Prilaku Teori perilaku atau belajar tentang kecemasan telah menghasilakan suatu pengobatan yang paling efektif untuk gangguan kecemasaan. Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu rerpon yang dibiasakan terhadap stimili lingkungan yaang spesifik. Di dalam model

28

pembiasan klaasik, seseorang yang tidak memiliki alergi makanan tidak menjadi sakit setelah makanan kerang yang terkontaminasi disebuah rumah makan. Teori perilaku telah menjukkan meningkatnya perhatian dalam pendekatan kognitif untuk memahami dan mengobati gangguan kecemasan. 4. Teori Eksistensial Teori Eksistensial tentang kecemasaan memberikan model untuk gangguan kecemasan umum, dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasikan secara spesifik untuk sutu perasaaan kecemasan yang kronik. Konsep inti dari teori ini adalah bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol didalam dirinya, perasaaan yang mungkin lebih mengganggu daripada penerimaan kematian mereka yang tidak dapat dihindari. 5. Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan ansietas merupakan hal biasa ditemui ansietas dengan depresi. 6. Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk bedzodiasepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Penghambatan asam aminibutirik-gamma neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan berhubungan dengan ansietas. Menurut Kartini, 2000 sebab-sebab kecemasan yaitu : 1) Ketakutan dan kecemasan yang terus menerus disebabkan oleh kesusuhan-kesusahan dan ketegangan yang bertubi-tubi. peran utama dalam mekanisme biologis

29

2) Represi terhadap macam-macam masalah emosional, akan tetapi tidak bisa berlangsung secara sempurna (incomplete repress) 3) Ada kecenderungan-kecenderungan harga diri yang terhalang (Adler) 4) Dorongan-dorongan seksual yang tidak mendapatkan kepuasan dan terhambat, sehingga mengakibatkan konfik batin.

Menurut Ramaiah, 2003 menguraikan bahwa ada empat faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pola dasar yang meningkatkan reaksi rasa cemas yaitu : 1. Lingkungan

Lingkungan dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang tentang diri dan orang lain. Kecemasan wajar timbul bila seseorang tidak aman terhadap lingkungan. 2. Emosi yang ditekan

Kecemasan bisa terjadi bila seseorang tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannnya dan hubungan personal. Terutama jika menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang lama sekali. 3. Pikiran Sebab-sebab fisik dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan 4. Keturunan

30

Sekalipun gangguan emosi ada yang ditemukan dalam keluarga untuk tertentu, ini bukan merupakan penyebab penting dari kecemasan.

5. Tanda dan gejala kecemasan Sindrom kecemasan bervariasi tergantung tingkat kecemasan yang dialami seseorang yang manifestasi gejalanya yang terdiri atas kategori fisiologis, emosi, dan kognitif (Suliswati dan Payapo, 2005) sebagai berikut : a. Gejala Psikologis Peningkatan frekuensi nadi, peningkatan tekenan darah, peningkatan frekurensi nafas, diaforesis, suara bergetar, gemetar, palpitasi, mual dan atau muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan, kelemahan, kemerahan, atau pucat pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri (khususnya dada, punggung dan leher), gelisah, pingsan atau pusing, parestesia, rasa panas dan dingin. b. Gejala Emosional Individu menyatakan bahwa ia merasa ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan percaya diri, kehilangan control, tegang atau merasa terkunci, tidak dapat rileks. Individu juga memperlihatkan peka terhadap rangsangan atau tidak sabar, marah meledak, menangis, cenderung menyalahkan orang lain, menarik diri, kurang inisiatif, mengutuk diri sendiri. c. Gejala Kognitif

31

Tidak mampu berkonsentrasi, kurangnya orientasi lingkungan, pelupa, termenung, orientasi pada masa lalu daripada saat ini dan akan datang, memblok pikiran (ketidakmampuan untuk mengingat) dan perhatikan yang berlebihan. Kecemasan dapat di ekspresikan secara langsung melalui perubahan fisik dan perilaku secara tidak langsung melalui pembentukan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan kecemasan. Menurut Nanda (2001-2002) respon fisiologis, respon perilaku, perilaku kognitif dan afektif terhadap kecemasan adalah sebagai berikut : .a Respon fisiologis 1) Suara gemetar 2) Kardiovaskuler, palpitasi, tekanan darah meningkat, berdebar-debar, pingsan. 3) Gastrointestinal, nafsu makan menurun, perut tidak nyaman, diare, nausea, anoreksia. 4) Respirasi, pernafasan cepat dangkal, terengah-engah. 5) Neuromuskuler, meningkatnya refleks, reaksi terkejut insomnia, tremor, gugup, kelelahan umum, pergerakan kaku. 6) Traktus urinaria, sering kencing. 7) Kulit muka merah, banyak keringat, gatal, muka pucat. 8) Gangguan tidur, kejang. .b Respon perilaku 1) Produktivitas menurun

32

2) Waspada 3) Kontak mata mengecil 4) Gelisah 5) Gerakan kaki dan tangan tidak teratur 6) Denyut jantung meningkat 7) Dilatasi pupil 8) Insomnia .c Respon kognitif 1) Pandangan terbatas 2) Perhatian terganggu 3) Tidak mampu konsentrasi 4) Tidak mampu mengambil keputusan 5) Tidak mampu memecahkan masalah 6) menurunnya lapangan persepsi 7) Menurunnya kreatifitas 8) Bingung, lali 9) Takut kehilangan control 10) Pelupa .d Respon afektif 1) Menyesali 2) Cepat marah 3) Sedih 4) Tidak sadar

33

5) Tegang 6) Ketakutan 7) Waspada, khawatiran 8) Fokus pada diri sendiri 9) Distress 10) Bingung, bimbang, gugup

6. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan a. Mekanisme Koping Kemampuan individu menenggulangi kecemasan secara konstruktif merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia akan mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan

mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri dengan orang lain. Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasaan, sedang, berat dan panik membutuhkan banyak energi. Mekanisme koping yang dapat dilakukan ada 2 jenis: 1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukaan koping ini adalaah individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara

34

objektif ditujukan untuk mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan. Mekanisme koping terhadap kecemasaan: 1. Menyerang Dengan menyerang yang dimaaksudkan untuk memuaskan kebutuhannya. Terdapat polaa konstruktif berupa memecahkan masalah secara efektif dan pola yang destruktif berupa sangat marah dan bermusuhan. 2. Menarik diri Respon secara fisik dengan menjauhi ssumber stress dan secara psikologis dengan apatis merasa kalah. Bila klien menarik diri dan mengganggu kemampuannya untuk bekerja maka mekanisme ini bersifat destruktif. 3. Kompromi Bila dengan menyerang daan menarik diri tidak berhasil dapat digunakan mekanisme koping kompromi dengan cara mengubaah cara bekerja atau cara penyelesaian, mengganti tujuan atau mengorbankan salah satu kebutuhan pribadi. Koping ini bersifat konstruktif. 2. Ego oriented reaction atau reaksi orientasi pada ego. Koping ini tidak selalu sukses dalaam mengatasi masalah. Mekanisme ini sering kali digunakan untuk melindung diri sendiri, sehingga disebut mekanismee pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidaak membaantu untuk mengatasi masalah secara realita. b. Umur Umur yaitu lama waktu hidup atau ada ( sejak dilahirkan atau diadakan ).

35

c.

Jenis Kelamin Jenis kelamin yaitu yang mempunyai ciri ( sifat atau keturunan ), sifat ( keadaan laki-laki dan perempuan).

Maramis (2004) mengemukakan bahwa ada berbagai macam cara seseorang menghadapi kecemasan dan cara ini dinamakan mekanisme pembelaan atau mekanisme penyesuian diri seperti represi, rasionalisasi, menarik diri, agresi, salah pidah proyeksi indentifikasi, pembentukan reaksi, kompensasi, fixasi, regesi dan disosiasi. Semua ini terjadi secara tidak disadari atau samar-samar disadari. Mekanisme pembelaan apa yang dipakai tergantung pada kepribadian orang itu. Tetapi juga ada pengaruh lingkungan sosialnya seperti pandangan hidup, kepercayaan masyarakat, pengaruh teman. Ketika mengalami kecemasan, individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya dan tidak mampu mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya perilaku patologis.

D. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor yang mempengaruhi psikologis usia lanjut : Penurunan kondisi fisik Penurunan fungsi dan potensi seksual Perubahan aspek psikososial

Kesehatan jiwa usia lanjut : Stress Depresi

36

Penurunan produktivitas Variabel Indipenden Gambar 2.2 Kerangka kosep penelitian Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti E. Hipotesis

Kecemasan Variabel Dipenden

Ada hubungan antara penurunan produktivitas kerja pada usia lanjut dengan tingkat kecemasan usia lanjut di Dusun Baturiti Tengah Desa Baturiti Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan.