Bab ii disiplin

29
16 BAB II DISIPLIN DIRI SISWA DAN GAYA PENERAPAN DISIPLIN OLEH PENDIDIK A. Disiplin 1. Pengertian Disiplin Secara etimologis, istilah disiplin berasal dari bahasa Latin disciplinayang menunjuk kepada kegiatan belajar dan mengajar. Syamsu Yusuf (1989: 24), mengemukakan pengertian disiplin sebagai berikut. a. Disiplin diartikan sebagai peraturan, order, patokan-patokan tentang perilaku, norma dan hukuman. b. Disiplin merupakan ketaatan terhadap peraturan, norma, atau patokan- patokan (standars). c. Disiplin diartikan sebagai cara mendidik (melatih) individu agar berperilaku sesuai dengan norma atau peraturan yang berlaku dalam lingkungan atau yang diterima masyarakat. Mengacu pada pengertian yang diungkapkan Syamsu Yusuf maka dapat disimpulkan, dalam pelaksanaan disiplin akan senantiasa merujuk kepada norma, peraturan, dan patokan-patokan yang menjadi unsur penentu perilaku. Adanya unsur pengontrolan terhadap perilaku supaya individu berperilaku sesuai norma dan dapat diterima di masyarakat. Selanjutnya Lindgren (Yusuf, 1989: 21) mengemukakan tiga pengertian mengenai disiplin. a. Punishment (hukuman), hal ini berarti anak perlu dihukum (bila salah). b. Control by enforcing obidience or orderly conduct, hal ini berarti individu memerlukan seseorang yang mengontrol, mengarahkan dan membatasi tingkah lakunya. Individu dipandang tidak mampu mengarahkan, mengontrol dan mambatasi tingkah lakunya sendiri. c. Training that correct and strengthness, implikasi dari pengertian ini bahwa tujuan disiplin adalah self discipline (disiplin diri), dalam arti tujuan latihan adalah memberi kesempatan kepada individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan pengarahan dan kontrol dirinya.

Transcript of Bab ii disiplin

Page 1: Bab ii disiplin

16

BAB II

DISIPLIN DIRI SISWA DAN GAYA PENERAPAN DISIPLIN OLEH PENDIDIK

A. Disiplin

1. Pengertian Disiplin

Secara etimologis, istilah disiplin berasal dari bahasa Latin “disciplina”

yang menunjuk kepada kegiatan belajar dan mengajar. Syamsu Yusuf (1989: 24),

mengemukakan pengertian disiplin sebagai berikut.

a. Disiplin diartikan sebagai peraturan, order, patokan-patokan tentang perilaku, norma dan hukuman.

b. Disiplin merupakan ketaatan terhadap peraturan, norma, atau patokan-patokan (standars).

c. Disiplin diartikan sebagai cara mendidik (melatih) individu agar berperilaku sesuai dengan norma atau peraturan yang berlaku dalam lingkungan atau yang diterima masyarakat.

Mengacu pada pengertian yang diungkapkan Syamsu Yusuf maka dapat

disimpulkan, dalam pelaksanaan disiplin akan senantiasa merujuk kepada norma,

peraturan, dan patokan-patokan yang menjadi unsur penentu perilaku. Adanya

unsur pengontrolan terhadap perilaku supaya individu berperilaku sesuai norma

dan dapat diterima di masyarakat.

Selanjutnya Lindgren (Yusuf, 1989: 21) mengemukakan tiga pengertian

mengenai disiplin.

a. Punishment (hukuman), hal ini berarti anak perlu dihukum (bila salah). b. Control by enforcing obidience or orderly conduct, hal ini berarti

individu memerlukan seseorang yang mengontrol, mengarahkan dan membatasi tingkah lakunya. Individu dipandang tidak mampu mengarahkan, mengontrol dan mambatasi tingkah lakunya sendiri.

c. Training that correct and strengthness, implikasi dari pengertian ini bahwa tujuan disiplin adalah self discipline (disiplin diri), dalam arti tujuan latihan adalah memberi kesempatan kepada individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan pengarahan dan kontrol dirinya.

Page 2: Bab ii disiplin

17

Sependapat dengan Lindgren yang menyatakan tujuan disiplin adalah

disiplin diri, Hurlock (1978 dalam Meitavani 2008: 11) mengemukakan

“discipline is training in self control or education (teaching children what they

should or should not do). It also means training that molds, strengthens, or

perfects children to follow the rules”. Disiplin diartikan sebagai cara untuk

melatih individu dalam hal kontrol diri atau melatih individu mengenai apa yang

boleh dan tidak boleh mereka perbuat sesuai dengan peraturan yang berlaku di

masyarakat.

Kesimpulan dari pengertian-pengertian disiplin yang telah dipaparkan

yaitu, disiplin adalah upaya sadar individu untuk melaksanakan dan menaati

peraturan, tata tertib serta norma yang berlaku dalam masyarakat dan

dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.

2. Pengertian Disiplin Diri

Disiplin siswa di sekolah khususnya dalam menaati peraturan, merupakan

bentuk disiplin yang dilaksanakan oleh seorang siswa guna memperlancar proses

belajar mengajar. Siswa yang memiliki disiplin yang baik akan memperlihatkan

perilaku yang sesuai dengan peraturan yang ada dengan penuh rasa

tanggungjawab.

Disiplin bukan sekedar mematuhi aturan (norma) tetapi kesadaran

mematuhi norma yang berlaku. Disiplin secara umum banyak dikaitkan dengan

peraturan-peraturan yang harus ditaati, tetapi disiplin seperti itu sifatnya eksternal

karena adanya tekanan dari luar. Disiplin yang baik adalah yang sifatnya internal

yaitu disiplin disertai tanggungjawab dan kesadaran, disiplin menjadi self control

Page 3: Bab ii disiplin

18

(kontrol diri) atau self discipline (disiplin diri). Disiplin diri merupakan disiplin

yang datang atas kesadaran siswa untuk mematuhi norma-norma yang berlaku.

Perkins (Unaradjan, 2003: 4) menyatakan, disiplin diri adalah upaya yang

sadar dan bertanggungjawab dari seseorang untuk mengatur, mengendalikan dan

mengontrol tingkah laku dan sikap hidupnya agar seluruh keberadannya tidak

merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Disiplin diri yang mempunyai makna

demikian merupakan tanda atau manifestasi dari kematangan pribadi seseorang,

dapat dikatakan disiplin diri adalah bagian integral dari kematangan pribadi.

Kematangan pribadi adalah salah satu tahap kehidupan manusia yang

dicapai oleh seseorang, berkat pembinaan dan pendidikan dari sejumlah pihak.

Sebagai penentu tercapai tidaknya kematangan adalah orang tua, para pendidik,

tokoh-tokoh masyarakat, serta pribadi yang bersangkutan. Disiplin diri adalah

bagian dari kematangan pribadi, maka faktor-faktor yang sama atau pihak-pihak

yang sama mempunyai andil dalam pembentukan disiplin diri. William A, Kelly

(Unaradjan 2003: 26) mengatakan “Discipline must include training in

cooperation”, sebaiknya kehendak untuk menciptakan disiplin diri berasal dari

pendidik dan peserta didik (siswa). Pernyataan William A, Kelly dapat

disimpulkan, kerja sama antara pendidik dan peserta didik sangatlah diperlukan.

Disiplin diri merupakan kecenderungan diri yang positif, yaitu disiplin

yang didasarkan pada kontrol dari dalam diri sendiri. Disiplin diri sebagai

kekuatan internal mendorong individu untuk mentaati suatu peraturan atau norma

atas dasar kemauan atau pertimbangan sendiri akan makna dan manfaat norma.

Disiplin diri terbentuk melalui proses internalisasi terhadap kontrol luar atau

Page 4: Bab ii disiplin

19

batasan-batasan norma yang berlaku dengan lingkungannya. Siswa yang telah

berhasil menginternalisasi kontrol dari luar atau tata nilai, berarti telah mampu

menyerap dan menjiwai nilai-nilai (norma). Siswa mampu menaati suatu

peraturan tanpa merasa terpaksa atau karena ikut-ikutan, tetapi didorong oleh niat

dari dalam dirinya. Siswa yang memiliki disiplin diri, tidak hanya mampu

mentaati peraturan-peraturan dari luar, akan tetapi cenderung mampu untuk

mengatur dirinya, atau mengarahkan diri untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Syamsu Yusuf (1989) menyatakan, siswa yang memiliki disiplin diri

dalam belajar dengan sendirinya akan memiliki karakteristik perilaku yang sangat

mendukung kelancaran belajar, yang pada gilirannya akan mendukung prestasi

belajar. Siswa yang memiliki disiplin belajar yang sedang dan rendah cenderung

memiliki perilaku yang kurang mendukung kelancaran siswa yang bersangkutan.

3. Tujuan Disiplin Sekolah

Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (Tu’u, 2004:

35-36) mengemukakan tujuan disiplin sekolah sebagai berikut.

a. Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang.

b. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan

lingkungan.

c. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu

lainnya.

d. Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah.

e. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.

Page 5: Bab ii disiplin

20

f. Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan

bermanfaat baginya serta lingkungannya, kebiasaan baik menyebabkan

ketenangan jiwanya dan lingkungannya.

Selanjutnya Brown dan Brown (www.azamsite.com) mengemukakan

pentingnya disiplin dalam proses pendidikan dan pembelajaran untuk

mengajarkan hal-hal sebagai berikut.

a. Rasa hormat terhadap otoritas/kewenangan.

Disiplin akan menyadarkan setiap siswa tentang kedudukannya, baik di kelas

maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus

hormat terhadap guru dan kepala sekolah atau personil sekolah lainnya.

b. Upaya untuk menanamkan kerja sama.

Disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan sebagai upaya

menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa

dengan lingkungannya.

c. Kebutuhan untuk berorganisasi.

Disiplin dapat dijadikan sebagai upaya menanamkan dalam diri setiap siswa

mengenai kebutuhan berorganisasi.

d. Rasa hormat terhadap orang lain.

Dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar mengajar,

setiap siswa akan mengetahui dan memahami tentang hak dan kewajibannya,

serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.

Page 6: Bab ii disiplin

21

e. Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan.

Melalui disiplin, siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang

kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam

proses belajar mengajar pada khususnya.

4. Unsur-unsur Disiplin

Knoff (Unaradjan, 2003: 11) menyatakan, untuk membuat seseorang

menjadi disiplin maka dilakukan suatu intervensi disiplin. Menurut Knoff,

pendisiplinan berhubungan erat dengan tingkah laku siswa yang menyimpang atau

salah. Tingkah laku yang menyimpang adalah tingkah laku seperti yang terlihat

dan dinilai oleh orang lain, seperti guru ataupun petugas administrasi sekolah

yang biasanya berada dalam posisi yang lebih otoriter (Charles dalam Unaradjan,

2003: 11).

Terdapat beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan dalam

memberikan pelatihan untuk mendisiplinkan anak, Hurlock (1978 : 84)

mengemukakan empat unsur pokok disiplin, yaitu:

a. Peraturan

Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku,

tujuannya adalah membekali siswa dengan pedoman perilaku yang disetujui

dalam situasi dan kelompok tertentu. Peraturan memiliki dua fungsi penting yaitu,

fungsi pendidikan, sebab peraturan merupakan alat memperkenalkan perilaku

yang disetujui anggota kelompok kepada siswa, dan fungsi preventif karena

peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.

Page 7: Bab ii disiplin

22

Peraturan dianggap efektif apabila setiap pelanggaran atas peraturan

mendapat konsekuensi yang setimpal, apabila tidak maka peraturan tersebut akan

kehilangan maknanya. Peraturan yang efektif dapat membantu seorang siswa agar

merasa terlindungi sehingga siswa tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak

pantas. Isi setiap peraturan harus mencerminkan hubungan yang serasi diantara

anggota keluarga, memiliki dasar yang logis untuk membuat berbagai kebijakan,

dan menjadi model perilaku yang harus terwujud di dalam keluarga. Proses

penentuan setiap peraturan dan larangan bagi siswa bukan merupakan sesuatu

yang dapat dikerjakan seketika dan berlaku untuk jangka panjang, peraturan dapat

diubah agar dapat disesuaikan dengan perubahan keadaan, pertumbuhan fisik, usia

dan kondisi saat ini di dalam keluarga.

b. Hukuman

Hukuman berasal dari kata latin punier yang berarti menjatuhkan

hukuman kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran

sebagai ganjaran atau pembalasan. Tersirat di dalamnya bahwa kesalahan,

perlawanan atau pelanggaran ini disengaja, dalam arti siswa mengetahui

perbuatan itu salah tetapi tetap melakukannya. Tidak cukup hanya dengan

mengetahui peraturan saja, tetapi harus disertai dengan pengertian terhadap arti

dari peraturan selengkapnya.

Tujuan hukuman menurut Hadisubrata (1988 dalam Tu’u 2004: 56) yaitu

untuk mendidik dan menyadarkan siswa bahwa perbuatan yang salah mempunyai

akibat yang tidak menyenangkan. Hukuman diperlukan juga untuk mengendalikan

Page 8: Bab ii disiplin

23

perilaku disiplin, tetapi hukuman bukan satu-satunya cara untuk mendisiplinkan

anak atau siswa.

Hukuman memiliki tiga fungsi, (a) menghalangi pengulangan tindakan, (b)

mendidik, sebelum siswa mengerti peraturan, siswa dapat belajar tindakan

tersebut benar atau salah dengan mendapat hukuman, (c) memberi motivasi untuk

menghindari perilaku yang tidak diterima di masyarakat.

c. Penghargaan

Istilah penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan atas hasil yang baik.

Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tetapi dapat juga berbentuk pujian,

kata-kata, senyuman atau tepukan di punggung. Penghargaan mempunyai tiga

peranan penting yaitu, (a) penghargaan mempunyai nilai mendidik, (b)

penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui

secara sosial, dan (c) penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang

disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan akan melemahkan perilaku.

d. Konsistensi

Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi harus

menjadi ciri semua aspek disiplin. Konsistensi dalam peraturan yang digunakan

sebagai pedoman perilaku, diajarkan dan dipaksakan dalam hukuman yang

diberikan kepada siswa yang tidak menyesuaikan pada standar, dan dalam

penghargaan bagi siswa yang menyesuaikan.

Konsistensi mempunyai tiga fungsi yaitu, (a) mempunyai nilai mendidik

yang besar, (b) konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat untuk melakukan

tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi tindakan buruk, dan yang terakhir

Page 9: Bab ii disiplin

24

(c) konsistensi membantu perkembangan siswa untuk hormat pada aturan-aturan

dan masyarakat sebagai otoritas. Siswa yang telah berdisiplin secara konsisten

mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk berperilaku sesuai dengan standar

sosial yang berlaku dibanding dengan siswa yang berdisiplin secara tidak

konsisten.

Masalah umum yang muncul dalam disiplin adalah tidak konsistennya

penerapan disiplin. Terdapat perbedaan antara tata tertib yang tertulis dengan

pelaksanaan di lapangan, begitupun dalam sanksi atau hukuman ada perbedaan

antara pelanggar yang satu dengan yang lainnya. Ketidakkonsistennya penerapan

disiplin akan membingungkan siswa, diperlukan sikap konsisten dan konsekuen

guru dan orang tua dalam implementasi disiplin. Soegeng (1994 dalam Tu’u 2004:

56) mengatakan, “Dalam menegakkan disiplin bukanlah ancaman atau kekerasan

yang diutamakan, yang diperlukan adalah ketegasan dan keteguhan di dalam

melaksanakan peraturan, hal itu merupakan modal utama dan syarat mutlak untuk

mewujudkan disiplin”.

Penerapan peraturan sekolah dan sanksi terhadap siswa yang melanggar

peraturan sekolah harus dilakukan secara konsisten dan konsekuen. Artinya tidak

berubah-ubah sesuai keadaan dan tidak bertindak semena-mena, tindakan yang

diambil harus sesuai dengan apa yang dikatakan dan disusun dalam peraturan

yang berlaku. Menurut Harris Clemes dan Reynold Bean (2001 dalam Tu’u 2004:

61), pentingnya sikap konsisten ini disebabkan sebagai berikut.

1) Sikap konsisten menunjukkan penerapan disiplin tidaklah main-main, berlaku

sesuai ucapan atau aturan yang ada.

Page 10: Bab ii disiplin

25

2) Penerapan aturan dan hukuman yang konsisten sangat besar pengaruhnya

pada siswa, dibandingkan keseimbangan dan hukuman yang kejam.

3) Sikap konsisten akan menolong dan membuat siswa merasa terlindungi.

4) Penerapan disiplin yang konsisten akan menghasilkan ketertiban yang baik.

5) Sikap tidak konsisten akan mengkhawatirkan siswa, sebab mereka tidak tahu

tindakan apa yang akan diberikan bagi yang melanggar.

6) Sikap tidak konsisten dapat menimbulkan perlawanan dan kemarahan siswa.

5. Jenis-jenis Disiplin

Disiplin dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu internal dan eksternal.

Disiplin eksternal disebut sebagai disiplin negatif, sedangkan disiplin internal

disebut sebagai disiplin yang positif. Hal senada juga dikemukakan oleh Hurlock

(1978: 82), ada dua konsep mengenai disiplin, yaitu disiplin positif dan disiplin

negatif. Disiplin positif sama artinya dengan pendidikan dan bimbingan karena

menekankan pertumbuhan di dalam diri yang mencakup disiplin diri (self

discipline) yang mengarah dari motivasi diri sendiri, dimana dalam melakukan

sesuatu (mentaati aturan dan norma) harus datang dari kesadaran diri sendiri.

Disiplin negatif berarti pengendalian dengan kekuasaan luar yang biasanya

dilakukan secara terpaksa dan dengan cara yang kurang menyenangkan atau

dilakukan karena takut hukuman (punishment).

Kendati demikian, disiplin tidak muncul begitu saja melainkan hasil

belajar, yaitu proses interaksi dengan lingkungan. Disiplin akan tumbuh apabila

dilatih dan dibina dengan cara pendidikan dan pembiasaan yang diterapkan

melalui keteladanan yang dimulai sejak dini. Perilaku disiplin yang dilakukan

Page 11: Bab ii disiplin

26

oleh siswa diartikan sebagai ketaatan terhadap peraturan dan norma berdasarkan

kendali diri (internal control), diartikan juga sebagai eksternal control yang telah

terinternalisasikan pada diri siswa. Disiplin negatif adalah ketaatan yang

didasarkan pada kendali dari luar.

Berdasarkan uraian-uraian, maka disimpulkan terdapat dua jenis disiplin.

Pertama, disiplin yang positif yang diterapkan melalui pendidikan dan bimbingan,

disiplin lebih menekankan pada perkembangan diri siswa yang dimulai dari diri

sendiri dan mengarah kepada perilaku pengendalian diri siswa itu sendiri. Kedua,

disiplin negatif yakni disiplin yang diterapkan melalui hukuman, dimana siswa

akan melakukan kedisiplinan karena unsur keterpaksaan. Secara visual, kedua

kecenderungan disiplin tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.1.

Kecenderungan Disiplin (Yusuf, 1989:25) Gambar kecenderungan disiplin menunjukkan siswa dipengaruhi oleh

norma yang harus ditaati. Bila perilaku siswa berdasarkan internal control, maka

Norma Peraturan

Perilaku

Internal Control

Siswa

Disiplin Positif

Disiplin Negatif

Norma

Eksternal Control

Page 12: Bab ii disiplin

27

perilaku yang terjadi merupakan disiplin secara positif. Sebaliknya, apabila

perilaku yang terjadi dipengaruhi oleh eksternal control maka disiplin yang terjadi

adalah disiplin negatif.

6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Disiplin

Perilaku disiplin terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara

lain faktor keluarga, masyarakat dan sekolah (Tu’u, 2004: 13). Sesuai dengan

pendapat Eddi Kalsid (Mintarsih, 2002: 13), faktor-faktor yang mempengaruhi

disiplin, antara lain.

a. Pendidikan di keluarga sebagai matra vertikal. Para orangtua diharapkan

memberikan contoh atau menjadi panutan pelaksanaan norma-norma.

b. Pendidikan di sekolah sebagai matra diagonal. Para guru diharapkan

memberikan atau menuntut siswa lewat pengayaan pengetahuan, penguasaan

dan kemampuan analisis terhadap norma sehingga siswa mempunyai

wawasan memadai tentang norma yang berlaku.

c. Pendidikan di masyarakat sebagai matra horisontal. Masyarakat diharapkan

dapat menjadi mitra bertukar pikiran dalam memajukan pendidikan.

B. Penerapan Disiplin Siswa Melalui Disiplin Sekolah dan Disiplin Kelas

1. Disiplin Sekolah

Penanaman disiplin dimaksudkan supaya siswa mampu mengendalikan

dan mengarahkan dirinya sesuai dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku

dalam kelompoknya baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sekolah

merupakan lembaga pendidikan yang sangat strategis untuk menanamkan dan

Page 13: Bab ii disiplin

28

mengajarkan kedisiplinan. Sekolah merupakan tempat kelanjutan pendidikan

disiplin yang sudah dilaksanakan keluarganya.

Sekolah didirikan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih baik,

untuk itu diperlukan upaya konkret dari berbagai pihak seperti kepala sekolah,

guru bidang studi, guru Bimbingan dan Konseling dan pihak sekolah lainnya

untuk menempatkan disiplin ke dalam prioritas program pendidikan di

sekolahnya.

Disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik,

konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku

siswa. Disiplin dapat mendorong siswa belajar secara konkret dalam praktek

hidup di sekolah tentang hal-hal positif, melakukan hal-hal yang lurus dan benar,

serta menjauhi hal-hal negatif. Siswa dapat belajar beradaptasi dengan lingkungan

yang baik dengan pemberlakuan disiplin, sehingga muncul keseimbangan diri

dalam hubungan dengan orang lain, dengan kata lain disiplin menata perilaku

seseorang dalam hubungannya di tengah-tengah lingkungannya.

Dasar pembentukan disiplin sekolah adalah sebagai berikut.

a. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam

belajarnya. Siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada

umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya.

b. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi kurang

kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Disiplin memberi dukungan lingkungan

yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.

Page 14: Bab ii disiplin

29

c. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak

ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan dan ketaatan merupakan

prasyarat kesuksesan seseorang.

Seorang siswa yang berusaha menata dirinya terbiasa dengan hidup tertib,

teratur, menaati peraturan dan norma yang berlaku di sekolah serta kegigihan

dalam belajar, potensi dan prestasinya akan tumbuh dan berkembang optimal.

Disiplin yang diterapkan dengan baik di sekolah akan memberi andil bagi

pertumbuhan dan perkembangan prestasi siswa. Penerapan disiplin sekolah akan

mendorong, memotivasi dan memaksa para siswa bersaing meraih prestasi.

Penerapan disiplin akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Manfaat dan

kegunaan disiplin akan terasa baik oleh guru, siswa, dan tenaga kependidikan

lainnya dalam proses pembelajaran di sekolah, hal ini terjadi jika disiplin benar-

benar dilakukan, akan tetapi apabila disiplin tidak dilaksanakan secara benar,

maka akan menyebabkan terjadinya pelanggaran disiplin. Pelanggaran disiplin

akan berakibat negatif bagi hasil pembelajaran itu sendiri.

2. Disiplin Kelas

Disiplin kelas merupakan bagian yang penting dalam dinamika kelas.

Disiplin kelas diartikan sebagai usaha mencegah terjadinya pelanggaran-

pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disetujui bersama dalam

melaksanakan kegiatan kelas, agar pemberian hukuman pada seorang atau

sekelompok orang dapat dihindari. Disiplin kelas diartikan juga sebagai suasana

tertib dan terpaut, akan tetapi penuh dinamika dalam melaksanakan program kelas

terutama dalam mewujudkan proses belajar mengajar

Page 15: Bab ii disiplin

30

Dikemukakan oleh Wikipedia (www.azamsite.com) tujuan disiplin sekolah

adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang nyaman

terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan

disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan

memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif

untuk mencapai prestasi belajar siswa.

C. Penerapan Disiplin oleh Pendidik

1. Gaya Penerapan Disiplin oleh Pendidik

Menurut Hurlock (1978: 93) teknik penerapan disiplin dapat dibagi

menjadi tiga macam, yakni disiplin otoritarian, disiplin permisif, dan disiplin

demokratis.

a. Disiplin demokratis

Pendekatan disiplin demokratis dilakukan oleh guru dengan memberi

penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu siswa memahami mengapa

siswa diharapkan mematuhi dan mentaati peraturan yang ada. Penerapan disiplin

demokratis menekankan aspek edukatif bukan sanksi hukuman. Sanksi hukuman

dapat diberikan kepada yang melanggar atau menolak tata tertib, akan tetapi

hukuman dimaksudkan sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik.

Penerapan disiplin demokratis berusaha mengembangkan disiplin yang

muncul atas kesadaran diri, sehingga siswa memiliki disiplin diri yang kuat dan

mantap. Siswa yang berhasil mematuhi dan menaati disiplin, maka akan diberikan

pujian dan penghargaan. Penerapan disiplin oleh guru dalam disiplin demokratis,

kemandirian dan tanggungjawab siswa dapat berkembang.

Page 16: Bab ii disiplin

31

Disiplin individu menjadi prasyarat terbentuknya kepribadian yang unggul

dan sukses. Disiplin sekolah menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan yang

kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan, oleh karena itu kepala sekolah,

para guru dan orang tua perlu terlibat dan bertanggungjawab membangun disiplin

siswa dan disiplin sekolah. Para siswa diharapkan berhasil dibina dan dibentuk

menjadi individu yang unggul dan sukses dengan keteribatan dan tanggungjawab

pihak sekolah serta orang tua siswa. Keunggulan dan kesuksesan terwujud

dikarenakan sekolah berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif bagi

kegiatan dan proses pendidikan. Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan

prestasi siswa.

b. Disiplin otoritarian

Penerapan disiplin oleh guru dalam disiplin otoritarian, peraturan dibuat

sangat ketat dan rinci, siswa harus mematuhi dan menaati peraturan yang telah

disusun dan berlaku di sekolah. Siswa akan menerima sanksi atau hukuman yang

berat apabila gagal menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, sebaliknya

apabila berhasil mematuhi peraturan maka siswa kurang mendapat penghargaan

dikarenakan hal itu sudah dianggap kewajiban.

Disiplin otoritarian berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan tekanan,

dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman kerapkali

dipakai oleh guru untuk memaksa, menekan dan mendorong siswa supaya

mematuhi dan menaati peraturan. Siswa tidak diberi kesempatan bertanya

mengapa disiplin harus dilakukan dan apa tujuan disiplin itu, siswa hanya berpikir

kalau harus wajib mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku di sekolah.

Page 17: Bab ii disiplin

32

Siswa yang mendapatkan penerapan disiplin otoritarian di sekolahnya

dapat menjadi orang yang patuh dan taat pada aturan yang berlaku, tetapi merasa

tidak bahagia, tertekan dan tidak aman. Siswa terlihat baik tetapi dibaliknya ada

ketidakpuasan, pemberontakan dan kegelisahan. Siswa dapat juga menjadi stres

dikarenakan harus terlihat baik, patuh, taat tetapi kurang merasa kurang bebas,

kurang mandiri dan berbuat sesuatu hanya sekedar untuk memuaskan pihak lain

(pihak sekolah). Perbuatan siswa hanya karena keterpaksaan dan ketakutan

menerima sanksi, bukan berdasarkan kesadaran diri. Siswa perlu dibantu untuk

memahami arti dan manfaat disiplin itu bagi dirinya, supaya ada kesadaran yang

baik tentang disiplin.

c. Disiplin permisif

Penerapan disiplin oleh guru dalam disiplin permisif, siswa dibiarkan

bertindak menurut keinginannya kemudian dibebaskan untuk mengambil

keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang diambilnya. Siswa

yang berbuat sesuatu dan ternyata membawa akibat melanggar norma atau aturan

yang berlaku, tidak diberi sanksi atau hukuman. Dampak teknik permisif berupa

kebingungan dan kebimbangan, penyebabnya karena siswa tidak tahu mana yang

tidak dilarang dan mana yang dilarang atau bahkan siswa menjadi takut, cemas,

dan dapat juga menjadi agresif serta liar tanpa kendali.

2. Penanggulangan Disiplin oleh Pendidik

Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah menurut Singgih

Gunarsa (1981 dalam Tu’u 2004: 57), dapat dilakukan melalui tahapan preventif,

represif dan kuratif.

Page 18: Bab ii disiplin

33

a. Preventif

Langkah preventif merupakan langkah-langkah yang diambil untuk

mencegah siswa berbuat hal-hal yang dikategorikan melanggar tata tertib sekolah.

Secara positif langkah ini untuk mendorong siswa mengembangkan ketaatan dan

kepatuhan terhadap tata tertib sekolah. Langkah preventif di antaranya sebagai

berikut.

1) Para pendidik dan siswa diminta untuk berkomitmen mematuhi dan menaati

tata tertib sekolah.

2) Memanfaatkan kesempatan upacara bendera untuk meyakinkan siswa bahwa

disiplin individu sangat penting bagi keberhasilan sekolah dan pengembangan

kepribadian yang baik.

3) Membentuk kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler agar banyak waktu siswa

dimanfaatkan untuk kegitan yang positif.

4) Secara berkala guru mengadakan razia terhadap barang yang dipakai dan

dibawa siswa ke sekolah.

5) Mengadakan pendekatan personal terhadap siswa-siswa yang diamati

berpotensi bermasalah dalam disiplin.

6) Kepala sekolah dan guru-guru memberi teladan yang baik tentang perilaku

disiplin dalam ketaatan dan kepatuhan.

7) Menerapkan disiplin sekolah secara konsisten dan konsekuen.

8) Memberi penghargaan kepada siswa yang berprestasi di sekolah maupun di

luar sekolah.

9) Meminta siswa menjaga nama baik sekolah terutama di dalam dan di luar

Page 19: Bab ii disiplin

34

sekolah.

10) Pendidik bekerjasama dengan orang tua dalam penerapan disiplin sekolah.

b. Represif

Langkah represif merupakan langkah yang diambil untuk menahan

perilaku melanggar disiplin seringan mungkin, atau untuk menghalangi

pelanggaran yang lebih berat lagi. Langkah represif juga merupakan langkah

untuk menindak dan menghukum siswa yang melanggar disiplin sekolah.

Tindakan yang diberikan dapat berupa nasihat dan teguran lisan, teguran tertulis,

dan hukuman disiplin ringan, sedang atau berat (sesuai dengan sanksi yang

ditetapkan).

Sanksi disiplin yang diberikan harus manusiawi dan memperhatikan

martabat siswa. Pendisiplinan manusiawi menurut Prijodarminto (1994 dalam

Tu’u 2004: 59) sebagai berikut.

1) Dilakukan secara objektif, mempertimbangkan motivasi pelanggaran yang

dilakukan.

2) Harus dapat menunjukkan kesalahan, kekeliruan atau kekhilafan yang telah

diperbuat.

3) Harus menunjukkan ketentuan yang berlaku yang telah dilanggar.

4) Hukuman yang dikenakan harus setimpal dengan kesalahan yang diperbuat

sehingga dirasakan adil.

5) Teknik pendisiplinan tidak merendahkan martabat seseorang di mata yang

lain.

6) Tindakan pendisiplinan harus bersifat mendidik atau memperbaiki.

Page 20: Bab ii disiplin

35

7) Tindakan displin yang dilakukan dalam suasana yang tidak emosional.

c. Kuratif

Langkah kuratif merupakan upaya memulihkan, memperbaiki, meluruskan

atau menyembuhkan kesalahan-kesalahan dan perilaku-perilaku salah yang

bertentangan dengan disiplin sekolah. Siswa yang melanggar ketentuan sekolah

dan telah diberi sanksi disiplin, perlu dibina dan dibimbing oleh para pendidik.

Guru bimbingan dan konseling, wali kelas dan bidang ketertiban atau kesiswaan

sangat berperan penting dalam hal ini. Kesalahan tidak hanya dengan pemberian

hukuman, tetapi dilanjutkan dengan pembinaan dan pendampingan. Siswa dibantu

untuk memperbaiki diri dan mengubah tingkah lakunya yang salah. Siswa yang

melanggar disiplin dikarenakan problem internal yang terdapat di dalam dirinya,

perlu secara khusus dibina dan dibimbing agar mengalami pemulihan dan

penyembuhan.

3. Penerapan Disiplin oleh Guru Bimbingan dan Konseling

Bimbingan dan konseling merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh

manusia memiliki pengertian yang khas. Yusuf (2006: 30-34) mengartikan

bimbingan sebagai proses pemberian bantuan (process of helping) kepada siswa

agar mampu memahami potensi diri dan lingkungannya, menerima diri,

mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan diri secara positif dan

konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan budaya) sehingga

mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia), baik secara personal maupun

sosial. Suherman (2000: 87) menyimpulkan, bimbingan merupakan bantuan yang

diberikan kepada setiap individu agar dapat mencapai perkembangan secara

Page 21: Bab ii disiplin

36

optimal, dengan melalui proses pengenalan, pemahaman, pengarahan, perwujudan

serta penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.

Sedangkan konseling menurut Syaodih (2004: 236) merupakan proses helping

atau bantuan dari konselor (helper) kepada individu yang membutuhkan bantuan

(konselee), yang berlangsung dalam situasi tatap muka.

Bimbingan dan konseling dalam konteks sekolah di SMA, merupakan

upaya pemberian bantuan kepada individu (siswa) yang dilakukan secara

berkesinambungan, supaya siswa dapat memahami dirinya dan dapat bertindak

wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan di SMA, keluarga, dan

masyarakat serta kehidupan pada umumnya (Juntika dan Sudianto, 2005: 9).

Disiplin memiliki dua arti yang berbeda tetapi mempunyai hubungan yang

berarti (Astried, 2005: 45). Pertama dapat diartikan sebagai suatu pemaksaan

otoritas dari luar terhadap individu agar berperilaku seperti yang diinginkan,

sedangkan yang lain mendefinisikan sebagai upaya latihan untuk mengontrol diri.

Pemaksaan otoritas biasannya dibarengi dengan pemberian sanksi atau hukuman

kepada yang tidak mentaatinya, oleh karena itu apabila disiplin diartikan seperti

itu, maka konselor tidak perlu memainkan perannya. Apabila disiplin diartikan

sebagai upaya pengembangan disiplin, maka konselor perlu memainkan

peranannya, seperti yang diungkapkan Yusuf (1989) “Apabila disiplin ditafsirkan

sebagai upaya pendidikan mental dan pengembangan kontrol dari dalam, jika ada

penyimpangan perilaku dipandang sebagai gejala maladjustment, maka konselor

harus memainkan peranannya dalam disiplin tersebut”.

Page 22: Bab ii disiplin

37

Disiplin tidak lagi dipandang sebagai pemaksaan konformitas atau

pemberian hukuman, akan tetapi sebagai tipe reduksi yang bertujuan untuk

membantu individu supaya: 1. memahami emosi dan perasaannya, dan 2.

mengarahkan kembali individu ke arah perilaku baru setelah mengalami

penyimpangan perilaku. Terdapat tiga fungsi konseling dalam situasi kedisiplinan

(Yusuf, 1989: 40-41), yaitu:

a. Rehabilitasi. Siswa dibantu untuk merehabilitasi atau memperbaiki perilakunya

yang menyimpang.

b. Prevention. Siswa dibantu untuk mengembangkan dirinya agar memiliki

pribadi yang sehat, dalam hal ini khususnya pribadi yang memiliki disiplin diri.

Berkembangnya disiplin diri pada diri siswa, berarti konseling telah berfungsi

untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku pada diri individu.

c. Membantu siswa agar memiliki persepsi yang wajar, dan mau menerima

otoritas luar. Siswa dibantu agar memahami dan menerima otoritas luar sebagai

suatu realita yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Siswa juga dibantu

untuk memahami tata nilai yang berlaku, sehingga siswa mampu untuk

menyesuaikan diri secara tepat dengan tata nilai tersebut.

Pelayanan guru bimbingan dan konseling hendaknya berjalan secara

efektif membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangannnya dan

mengatasi permasalahannya termasuk membimbing para siswa untuk berperilaku

disiplin, disinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling

disamping kegiatan pengajaran. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan

peran yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam mengatasi

Page 23: Bab ii disiplin

38

berbagai permasalahan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Permasalahan

mencakup permasalahan yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar

lingkungan sekolah. Manfaat bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh guru

bimbingan konseling cukup penting bagi seorang siswa untuk mengatasi berbagai

permasalahan termasuk dalam mengatasi permasalahan pribadi siswa.

4. Penerapan Disiplin oleh Guru Bidang Studi

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari cara guru mengajar

dan siswa belajar. Proses pembelajaran akan berhasil dan berdaya guna secara

efektif apabila dilaksanakan dengan baik dan berdisiplin tinggi. Penerapan disiplin

akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Manfaat dan kegunaan disiplin

akan terasa baik oleh guru, siswa, dan tenaga kependidikan lainnya dalam proses

pembelajaran di sekolah, hal ini terjadi jika disiplin benar-benar dilakukan. Akan

tetapi, apabila disiplin tidak dilaksanakan secara benar, maka akan menyebabkan

terjadinya pelanggaran disiplin. Pelanggaran disiplin akan berakibat negatif bagi

hasil pembelajaran.

Guru sebagai pendidik mempunyai peranan penting dalam

mengembangkan disiplin siswa. Tanggung jawab pokok guru bukan hanya

membantu siswa menguasai informasi dan keterampilan baru, namun sebenarnya

guru memiliki tanggung jawab yang lebih dari itu. Guru membimbing siswa agar

memiliki pemahaman tentang peraturan atau norma-norma dan dapat berperilaku

sesuai dengan peraturan atau norma tersebut. Yusuf (1989: 60) mengemukakan

beberapa hal yang perlu menjadi perhatian guru yaitu:

Page 24: Bab ii disiplin

39

a. Guru hendaknya menjadi model bagi siswa

Guru hendaknya berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral,

sehingga guru menjadi figure central bagi siswa dalam menterjemahkan nilai-nilai

tersebut dalam perilakunya. Guru sebagai model, berarti telah menterjemahkan

nilai-nilai moral pada dirinya, seperti berlaku jujur, berdisiplin diri dalam

melaksanakan tugas, rajin belajar, dan bersikap optimis dalam menghadapi

persoalan-persoalan hidup.

b. Guru hendaknya memahami dan menghargai pribadi siswa

1) Guru hendaknya memahami bahwa setiap siswa itu memiliki kelebihan dan

kekurangannya.

2) Guru mau menghargai pendapat siswa.

3) Guru hendaknya tidak mendominasi siswa.

4) Guru hendaknya tidak mencemooh siswa.

5) Guru memberikan pujian kepada siswa yang berperilaku atau berprestasi baik.

c. Guru memberikan bimbingan kepada siswa

1) Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan dan yang bernuansa

membantu perkembangan siswa.

2) Memberikan informasi tentang cara-cara mengembangkan disiplin diri.

3) Mengadakan dialog dengan siswa tentang tujuan dan manfaat peraturan yang

ditetapkan sekolah.

4) Membantu siswa untuk mengembangkan kebiasaan yang baik.

5) Membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap disiplin.

6) Membantu siswa yang mengalami masalah.

Page 25: Bab ii disiplin

40

7) Memberikan informasi tentang nilai-nilai yang berlaku, dan mendorongnya

agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut.

Hasil penelitian Putrie Astried (2005) secara empirik menunjukkan

terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan disiplin oleh guru bidang

studi dengan disiplin diri siswa di sekolah yaitu sebesar 17,97%. Hasil penelitian

dinyatakan, penerapan disiplin oleh guru bidang studi sebagai salah satu faktor

internal atau turut mempengaruhi pencapaian disiplin diri siswa di sekolah.

Seorang guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri siswa, terutama

disiplin diri. Guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut

(www.akhmadsudrajat.wordpress.com).

a. Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya.

Setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik

yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula. Guru harus mampu

melayani berbagai perbedaan tersebut, agar setiap siswa dapat menemukan jati

dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.

b. Membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari

berbagai latar belakang yang berbeda. Terdapat siswa yang mempunyai standar

prilaku yang sangat rendah, maka harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan

berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam

pergaulan pada umumnya.

c. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat.

Di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum, baik aturan-aturan khusus

maupun aturan umum. Peraturan-peraturan harus dijunjung tinggi dan

Page 26: Bab ii disiplin

41

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-

pelanggaran yang mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin.

5. Penerapan Disiplin oleh Pimpinan Sekolah

Setiap sekolah perlu mempunyai aturan atau tata tertib dalam upaya

pembentukan, pembinaan dan pengembangan kedisiplinan. Peranan tata tertib

disekolah adalah mengatur kehidupan para pelajar, baik yang bersifat kurikuler

maupun ekstrakurikuler. Banyak diantara para pelajar yang melanggar tata tertib

sekolah, maka pihak sekolah perlu membuat strategi untuk mengurangi jumlah

pelanggaran serta dapat mengukur jenis pelanggarannya.

Tata krama dan tata tertib atau peraturan sekolah adalah semua ketentuan

yang mengatur kehidupan sekolah sebagai rambu-rambu bagi siswa dalam

bersikap dan bertingkah laku, berucap, bertindak dan melaksankan kegiatan

sehari-hari di sekolah dalam rangka menciptakan iklim dan kultur sekolah yang

dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang efektif.

Tata tertib sangat bermanfaat dalam mendisiplinkan siswa untuk

membiasakannya dengan standar perilaku yang sama dan diterima oleh siswa lain

dalam ruang lingkupnya. Diharapkan tidak ada diskriminasi dan rasa

ketidakadilan pada para siswa yang ada di lingkungan sekolah, di samping itu

dengan adanya tata tertib para siswa tidak dapat lagi bertindak dan berbuat sesuka

hatinya.

Page 27: Bab ii disiplin

42

D. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)

Siswa pada usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya dalam usia

belasan tahun, yang merupakan masa remaja. Hurlock (1992: 206) menyatakan,

“awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun,

dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu

usia matang secara hukum”. Pada usia ini siswa masih dalam masa transisi atau

pancaroba, baik fisik, sosial, maupun emosional dan pada kondisi yang rawan.

Siswa perlu mendapatkan pembinaan dengan baik dari orang tua ketika di dalam

keluarga, dan guru saat peserta didik berada di sekolah. Dengan demikian,

diharapkan siswa tidak terjerumus pada perilaku yang menyimpang dari norma

yang berlaku di masyarakatnya dan self disciplin selalu ada pada diri mereka.

Menurut teori perkembangan moral Hurlock, para pelajar SMA yang

tengah berada masa remaja menduduki fase kedua yaitu perkembangan konsep

moral. Pada waktu anak mencapai remaja, kode moralnya sudah mulai terbentuk,

walaupun masih akan berubah apabila harus tunduk pada tekanan sosial yang

kuat. Apabila perubahan terjadi, perubahan biasanya melibatkan pergeseran dalam

penekanan. Pergeseran umumnya menjurus ke arah moralitas konvensional atau

moralitas kelompok sosial orang dewasa. Di tengah-tengah terbentuknya kode

moral, remaja terkadang melakukan pelanggaran-pelanggaran misalnya dalam hal

kedisiplinan, hal itu wajar terjadi karena kode moral belum terbentuk secara

matang dan masih mengalami perkembangan ke arah kedewasaan. Pelanggaran-

pelanggaran tidak serta merta hilang dengan sendirinya tanpa pengarahan nilai

moral pada pelaku pelanggaran (Hurlock, 1978: 81).

Page 28: Bab ii disiplin

43

Disiplin merupakan sikap perilaku yang terbentuk dari kebiasaan-

kebiasaan seseorang terhadap lingkungan. Lingkungan disini adalah keluarga,

sekolah (pendidikan formal) dan masyarakat, serta implementasi dari sikap

disiplin pun berlaku di lingkungan-lingkungan tersebut. Disiplin selalu dianggap

perlu bagi perkembangan siswa karena dapat memenuhi beberapa kebutuhan,

yaitu rasa percaya diri, motivasi, kebahagiaan, dan pengendalian perilaku. Adapun

unsur-unsur disiplin mencakup beberapa hal pokok diantaranya peraturan,

konsistensi tehadap peraturan tersebut, hukuman, dan penghargaan.

Hurlock (Unaradjan, 2003:46) menyatakan, tingkah laku yang sesuai

dengan standar nilai yang berlaku di masyarakat dapat dilihat sebagai tingkah laku

yang bermoral. Hurlock juga menyatakan, minat psikologis yang pertama-tama

dalam perkembangan moral terpusat pada disiplin. Perilaku disiplin merupakan

hal terbaik yang dapat digunakan untuk meyakinkan, siswa akan belajar untuk

menjadi masyarakat yang taat akan peraturan-peraturan dan hukum. Perilaku

disiplin temasuk dalam ranah psikomotor atau perilaku, sedangkan perkembangan

moral termasuk dalam ranah kognitif. Perilaku disiplin bukanlah suatu perilaku

yang dapat benar-benar dikatakan sebagai perilaku moral, karena suatu tingkah

laku disiplin merupakan bagian yang lebih kecil dari perilaku moral.

Suatu tindakan moral selalu di persyarati oleh argumentasi moral.

Tindakan dari seseorang yang tidak didasari oleh argumentasi moral bukanlah

tindakan moral. Perilaku disiplin dapat disebut sebagai perilaku moral apabila

perilaku tersebut sudah dilandasi oleh keyakinan bahwa hal yang dilakukannya

adalah benar. Dengan perkataan lain, individu sudah memiliki suatu disiplin diri.

Page 29: Bab ii disiplin

44

Perilaku patuh dan penyesuaian pada aturan yang dilandasi oleh disiplin diri akan

tetap dilakukan meskipun sudah tidak ada tekanan dari lingkungan. Kaitan antara

perkembangan moral dengan perilaku disiplin adalah, siswa mengetahui yang baik

dan benar, meyakini dan merasakan mana yang akan dilakukannya, kemudian

menampilkan tingkah laku yang sesuai, yaitu tingkah laku disiplin.

Upaya menumbuhkan kesadaran kedisiplinan bagi siswa di sekolah,

terhadap norma sekolah yang lebih baik, diperlukan suatu usaha yang mendorong

peningkatan pada kesadaran siswa. Salah satu diantara upaya yang perlu

dilakukan adalah dengan mengadakan penelitian yang bermanfaat bagi

peningkatan menumbuhkembangkan kesadaran kedisiplinan.