Bab ii disiplin
-
Upload
ir-zakaria-mm -
Category
Documents
-
view
4.178 -
download
6
Transcript of Bab ii disiplin
16
BAB II
DISIPLIN DIRI SISWA DAN GAYA PENERAPAN DISIPLIN OLEH PENDIDIK
A. Disiplin
1. Pengertian Disiplin
Secara etimologis, istilah disiplin berasal dari bahasa Latin “disciplina”
yang menunjuk kepada kegiatan belajar dan mengajar. Syamsu Yusuf (1989: 24),
mengemukakan pengertian disiplin sebagai berikut.
a. Disiplin diartikan sebagai peraturan, order, patokan-patokan tentang perilaku, norma dan hukuman.
b. Disiplin merupakan ketaatan terhadap peraturan, norma, atau patokan-patokan (standars).
c. Disiplin diartikan sebagai cara mendidik (melatih) individu agar berperilaku sesuai dengan norma atau peraturan yang berlaku dalam lingkungan atau yang diterima masyarakat.
Mengacu pada pengertian yang diungkapkan Syamsu Yusuf maka dapat
disimpulkan, dalam pelaksanaan disiplin akan senantiasa merujuk kepada norma,
peraturan, dan patokan-patokan yang menjadi unsur penentu perilaku. Adanya
unsur pengontrolan terhadap perilaku supaya individu berperilaku sesuai norma
dan dapat diterima di masyarakat.
Selanjutnya Lindgren (Yusuf, 1989: 21) mengemukakan tiga pengertian
mengenai disiplin.
a. Punishment (hukuman), hal ini berarti anak perlu dihukum (bila salah). b. Control by enforcing obidience or orderly conduct, hal ini berarti
individu memerlukan seseorang yang mengontrol, mengarahkan dan membatasi tingkah lakunya. Individu dipandang tidak mampu mengarahkan, mengontrol dan mambatasi tingkah lakunya sendiri.
c. Training that correct and strengthness, implikasi dari pengertian ini bahwa tujuan disiplin adalah self discipline (disiplin diri), dalam arti tujuan latihan adalah memberi kesempatan kepada individu untuk melakukan sesuatu berdasarkan pengarahan dan kontrol dirinya.
17
Sependapat dengan Lindgren yang menyatakan tujuan disiplin adalah
disiplin diri, Hurlock (1978 dalam Meitavani 2008: 11) mengemukakan
“discipline is training in self control or education (teaching children what they
should or should not do). It also means training that molds, strengthens, or
perfects children to follow the rules”. Disiplin diartikan sebagai cara untuk
melatih individu dalam hal kontrol diri atau melatih individu mengenai apa yang
boleh dan tidak boleh mereka perbuat sesuai dengan peraturan yang berlaku di
masyarakat.
Kesimpulan dari pengertian-pengertian disiplin yang telah dipaparkan
yaitu, disiplin adalah upaya sadar individu untuk melaksanakan dan menaati
peraturan, tata tertib serta norma yang berlaku dalam masyarakat dan
dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.
2. Pengertian Disiplin Diri
Disiplin siswa di sekolah khususnya dalam menaati peraturan, merupakan
bentuk disiplin yang dilaksanakan oleh seorang siswa guna memperlancar proses
belajar mengajar. Siswa yang memiliki disiplin yang baik akan memperlihatkan
perilaku yang sesuai dengan peraturan yang ada dengan penuh rasa
tanggungjawab.
Disiplin bukan sekedar mematuhi aturan (norma) tetapi kesadaran
mematuhi norma yang berlaku. Disiplin secara umum banyak dikaitkan dengan
peraturan-peraturan yang harus ditaati, tetapi disiplin seperti itu sifatnya eksternal
karena adanya tekanan dari luar. Disiplin yang baik adalah yang sifatnya internal
yaitu disiplin disertai tanggungjawab dan kesadaran, disiplin menjadi self control
18
(kontrol diri) atau self discipline (disiplin diri). Disiplin diri merupakan disiplin
yang datang atas kesadaran siswa untuk mematuhi norma-norma yang berlaku.
Perkins (Unaradjan, 2003: 4) menyatakan, disiplin diri adalah upaya yang
sadar dan bertanggungjawab dari seseorang untuk mengatur, mengendalikan dan
mengontrol tingkah laku dan sikap hidupnya agar seluruh keberadannya tidak
merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Disiplin diri yang mempunyai makna
demikian merupakan tanda atau manifestasi dari kematangan pribadi seseorang,
dapat dikatakan disiplin diri adalah bagian integral dari kematangan pribadi.
Kematangan pribadi adalah salah satu tahap kehidupan manusia yang
dicapai oleh seseorang, berkat pembinaan dan pendidikan dari sejumlah pihak.
Sebagai penentu tercapai tidaknya kematangan adalah orang tua, para pendidik,
tokoh-tokoh masyarakat, serta pribadi yang bersangkutan. Disiplin diri adalah
bagian dari kematangan pribadi, maka faktor-faktor yang sama atau pihak-pihak
yang sama mempunyai andil dalam pembentukan disiplin diri. William A, Kelly
(Unaradjan 2003: 26) mengatakan “Discipline must include training in
cooperation”, sebaiknya kehendak untuk menciptakan disiplin diri berasal dari
pendidik dan peserta didik (siswa). Pernyataan William A, Kelly dapat
disimpulkan, kerja sama antara pendidik dan peserta didik sangatlah diperlukan.
Disiplin diri merupakan kecenderungan diri yang positif, yaitu disiplin
yang didasarkan pada kontrol dari dalam diri sendiri. Disiplin diri sebagai
kekuatan internal mendorong individu untuk mentaati suatu peraturan atau norma
atas dasar kemauan atau pertimbangan sendiri akan makna dan manfaat norma.
Disiplin diri terbentuk melalui proses internalisasi terhadap kontrol luar atau
19
batasan-batasan norma yang berlaku dengan lingkungannya. Siswa yang telah
berhasil menginternalisasi kontrol dari luar atau tata nilai, berarti telah mampu
menyerap dan menjiwai nilai-nilai (norma). Siswa mampu menaati suatu
peraturan tanpa merasa terpaksa atau karena ikut-ikutan, tetapi didorong oleh niat
dari dalam dirinya. Siswa yang memiliki disiplin diri, tidak hanya mampu
mentaati peraturan-peraturan dari luar, akan tetapi cenderung mampu untuk
mengatur dirinya, atau mengarahkan diri untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Syamsu Yusuf (1989) menyatakan, siswa yang memiliki disiplin diri
dalam belajar dengan sendirinya akan memiliki karakteristik perilaku yang sangat
mendukung kelancaran belajar, yang pada gilirannya akan mendukung prestasi
belajar. Siswa yang memiliki disiplin belajar yang sedang dan rendah cenderung
memiliki perilaku yang kurang mendukung kelancaran siswa yang bersangkutan.
3. Tujuan Disiplin Sekolah
Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (Tu’u, 2004:
35-36) mengemukakan tujuan disiplin sekolah sebagai berikut.
a. Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang.
b. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
lingkungan.
c. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu
lainnya.
d. Menjauhi siswa melakukan hal-hal yang dilarang oleh sekolah.
e. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.
20
f. Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif dan
bermanfaat baginya serta lingkungannya, kebiasaan baik menyebabkan
ketenangan jiwanya dan lingkungannya.
Selanjutnya Brown dan Brown (www.azamsite.com) mengemukakan
pentingnya disiplin dalam proses pendidikan dan pembelajaran untuk
mengajarkan hal-hal sebagai berikut.
a. Rasa hormat terhadap otoritas/kewenangan.
Disiplin akan menyadarkan setiap siswa tentang kedudukannya, baik di kelas
maupun di luar kelas, misalnya kedudukannya sebagai siswa yang harus
hormat terhadap guru dan kepala sekolah atau personil sekolah lainnya.
b. Upaya untuk menanamkan kerja sama.
Disiplin dalam proses belajar mengajar dapat dijadikan sebagai upaya
menanamkan kerjasama, baik antara siswa, siswa dengan guru, maupun siswa
dengan lingkungannya.
c. Kebutuhan untuk berorganisasi.
Disiplin dapat dijadikan sebagai upaya menanamkan dalam diri setiap siswa
mengenai kebutuhan berorganisasi.
d. Rasa hormat terhadap orang lain.
Dengan ada dan dijunjung tingginya disiplin dalam proses belajar mengajar,
setiap siswa akan mengetahui dan memahami tentang hak dan kewajibannya,
serta akan menghormati dan menghargai hak dan kewajiban orang lain.
21
e. Kebutuhan untuk melakukan hal yang tidak menyenangkan.
Melalui disiplin, siswa dipersiapkan untuk mampu menghadapi hal-hal yang
kurang atau tidak menyenangkan dalam kehidupan pada umumnya dan dalam
proses belajar mengajar pada khususnya.
4. Unsur-unsur Disiplin
Knoff (Unaradjan, 2003: 11) menyatakan, untuk membuat seseorang
menjadi disiplin maka dilakukan suatu intervensi disiplin. Menurut Knoff,
pendisiplinan berhubungan erat dengan tingkah laku siswa yang menyimpang atau
salah. Tingkah laku yang menyimpang adalah tingkah laku seperti yang terlihat
dan dinilai oleh orang lain, seperti guru ataupun petugas administrasi sekolah
yang biasanya berada dalam posisi yang lebih otoriter (Charles dalam Unaradjan,
2003: 11).
Terdapat beberapa hal penting yang harus dipertimbangkan dalam
memberikan pelatihan untuk mendisiplinkan anak, Hurlock (1978 : 84)
mengemukakan empat unsur pokok disiplin, yaitu:
a. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk berbuat atau bertingkah laku,
tujuannya adalah membekali siswa dengan pedoman perilaku yang disetujui
dalam situasi dan kelompok tertentu. Peraturan memiliki dua fungsi penting yaitu,
fungsi pendidikan, sebab peraturan merupakan alat memperkenalkan perilaku
yang disetujui anggota kelompok kepada siswa, dan fungsi preventif karena
peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak diinginkan.
22
Peraturan dianggap efektif apabila setiap pelanggaran atas peraturan
mendapat konsekuensi yang setimpal, apabila tidak maka peraturan tersebut akan
kehilangan maknanya. Peraturan yang efektif dapat membantu seorang siswa agar
merasa terlindungi sehingga siswa tidak perlu melakukan hal-hal yang tidak
pantas. Isi setiap peraturan harus mencerminkan hubungan yang serasi diantara
anggota keluarga, memiliki dasar yang logis untuk membuat berbagai kebijakan,
dan menjadi model perilaku yang harus terwujud di dalam keluarga. Proses
penentuan setiap peraturan dan larangan bagi siswa bukan merupakan sesuatu
yang dapat dikerjakan seketika dan berlaku untuk jangka panjang, peraturan dapat
diubah agar dapat disesuaikan dengan perubahan keadaan, pertumbuhan fisik, usia
dan kondisi saat ini di dalam keluarga.
b. Hukuman
Hukuman berasal dari kata latin punier yang berarti menjatuhkan
hukuman kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran
sebagai ganjaran atau pembalasan. Tersirat di dalamnya bahwa kesalahan,
perlawanan atau pelanggaran ini disengaja, dalam arti siswa mengetahui
perbuatan itu salah tetapi tetap melakukannya. Tidak cukup hanya dengan
mengetahui peraturan saja, tetapi harus disertai dengan pengertian terhadap arti
dari peraturan selengkapnya.
Tujuan hukuman menurut Hadisubrata (1988 dalam Tu’u 2004: 56) yaitu
untuk mendidik dan menyadarkan siswa bahwa perbuatan yang salah mempunyai
akibat yang tidak menyenangkan. Hukuman diperlukan juga untuk mengendalikan
23
perilaku disiplin, tetapi hukuman bukan satu-satunya cara untuk mendisiplinkan
anak atau siswa.
Hukuman memiliki tiga fungsi, (a) menghalangi pengulangan tindakan, (b)
mendidik, sebelum siswa mengerti peraturan, siswa dapat belajar tindakan
tersebut benar atau salah dengan mendapat hukuman, (c) memberi motivasi untuk
menghindari perilaku yang tidak diterima di masyarakat.
c. Penghargaan
Istilah penghargaan berarti setiap bentuk penghargaan atas hasil yang baik.
Penghargaan tidak hanya berbentuk materi tetapi dapat juga berbentuk pujian,
kata-kata, senyuman atau tepukan di punggung. Penghargaan mempunyai tiga
peranan penting yaitu, (a) penghargaan mempunyai nilai mendidik, (b)
penghargaan berfungsi sebagai motivasi untuk mengulangi perilaku yang disetujui
secara sosial, dan (c) penghargaan berfungsi untuk memperkuat perilaku yang
disetujui secara sosial, dan tiadanya penghargaan akan melemahkan perilaku.
d. Konsistensi
Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Konsistensi harus
menjadi ciri semua aspek disiplin. Konsistensi dalam peraturan yang digunakan
sebagai pedoman perilaku, diajarkan dan dipaksakan dalam hukuman yang
diberikan kepada siswa yang tidak menyesuaikan pada standar, dan dalam
penghargaan bagi siswa yang menyesuaikan.
Konsistensi mempunyai tiga fungsi yaitu, (a) mempunyai nilai mendidik
yang besar, (b) konsistensi mempunyai nilai motivasi yang kuat untuk melakukan
tindakan yang baik di masyarakat dan menjauhi tindakan buruk, dan yang terakhir
24
(c) konsistensi membantu perkembangan siswa untuk hormat pada aturan-aturan
dan masyarakat sebagai otoritas. Siswa yang telah berdisiplin secara konsisten
mempunyai motivasi yang lebih kuat untuk berperilaku sesuai dengan standar
sosial yang berlaku dibanding dengan siswa yang berdisiplin secara tidak
konsisten.
Masalah umum yang muncul dalam disiplin adalah tidak konsistennya
penerapan disiplin. Terdapat perbedaan antara tata tertib yang tertulis dengan
pelaksanaan di lapangan, begitupun dalam sanksi atau hukuman ada perbedaan
antara pelanggar yang satu dengan yang lainnya. Ketidakkonsistennya penerapan
disiplin akan membingungkan siswa, diperlukan sikap konsisten dan konsekuen
guru dan orang tua dalam implementasi disiplin. Soegeng (1994 dalam Tu’u 2004:
56) mengatakan, “Dalam menegakkan disiplin bukanlah ancaman atau kekerasan
yang diutamakan, yang diperlukan adalah ketegasan dan keteguhan di dalam
melaksanakan peraturan, hal itu merupakan modal utama dan syarat mutlak untuk
mewujudkan disiplin”.
Penerapan peraturan sekolah dan sanksi terhadap siswa yang melanggar
peraturan sekolah harus dilakukan secara konsisten dan konsekuen. Artinya tidak
berubah-ubah sesuai keadaan dan tidak bertindak semena-mena, tindakan yang
diambil harus sesuai dengan apa yang dikatakan dan disusun dalam peraturan
yang berlaku. Menurut Harris Clemes dan Reynold Bean (2001 dalam Tu’u 2004:
61), pentingnya sikap konsisten ini disebabkan sebagai berikut.
1) Sikap konsisten menunjukkan penerapan disiplin tidaklah main-main, berlaku
sesuai ucapan atau aturan yang ada.
25
2) Penerapan aturan dan hukuman yang konsisten sangat besar pengaruhnya
pada siswa, dibandingkan keseimbangan dan hukuman yang kejam.
3) Sikap konsisten akan menolong dan membuat siswa merasa terlindungi.
4) Penerapan disiplin yang konsisten akan menghasilkan ketertiban yang baik.
5) Sikap tidak konsisten akan mengkhawatirkan siswa, sebab mereka tidak tahu
tindakan apa yang akan diberikan bagi yang melanggar.
6) Sikap tidak konsisten dapat menimbulkan perlawanan dan kemarahan siswa.
5. Jenis-jenis Disiplin
Disiplin dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu internal dan eksternal.
Disiplin eksternal disebut sebagai disiplin negatif, sedangkan disiplin internal
disebut sebagai disiplin yang positif. Hal senada juga dikemukakan oleh Hurlock
(1978: 82), ada dua konsep mengenai disiplin, yaitu disiplin positif dan disiplin
negatif. Disiplin positif sama artinya dengan pendidikan dan bimbingan karena
menekankan pertumbuhan di dalam diri yang mencakup disiplin diri (self
discipline) yang mengarah dari motivasi diri sendiri, dimana dalam melakukan
sesuatu (mentaati aturan dan norma) harus datang dari kesadaran diri sendiri.
Disiplin negatif berarti pengendalian dengan kekuasaan luar yang biasanya
dilakukan secara terpaksa dan dengan cara yang kurang menyenangkan atau
dilakukan karena takut hukuman (punishment).
Kendati demikian, disiplin tidak muncul begitu saja melainkan hasil
belajar, yaitu proses interaksi dengan lingkungan. Disiplin akan tumbuh apabila
dilatih dan dibina dengan cara pendidikan dan pembiasaan yang diterapkan
melalui keteladanan yang dimulai sejak dini. Perilaku disiplin yang dilakukan
26
oleh siswa diartikan sebagai ketaatan terhadap peraturan dan norma berdasarkan
kendali diri (internal control), diartikan juga sebagai eksternal control yang telah
terinternalisasikan pada diri siswa. Disiplin negatif adalah ketaatan yang
didasarkan pada kendali dari luar.
Berdasarkan uraian-uraian, maka disimpulkan terdapat dua jenis disiplin.
Pertama, disiplin yang positif yang diterapkan melalui pendidikan dan bimbingan,
disiplin lebih menekankan pada perkembangan diri siswa yang dimulai dari diri
sendiri dan mengarah kepada perilaku pengendalian diri siswa itu sendiri. Kedua,
disiplin negatif yakni disiplin yang diterapkan melalui hukuman, dimana siswa
akan melakukan kedisiplinan karena unsur keterpaksaan. Secara visual, kedua
kecenderungan disiplin tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.1.
Kecenderungan Disiplin (Yusuf, 1989:25) Gambar kecenderungan disiplin menunjukkan siswa dipengaruhi oleh
norma yang harus ditaati. Bila perilaku siswa berdasarkan internal control, maka
Norma Peraturan
Perilaku
Internal Control
Siswa
Disiplin Positif
Disiplin Negatif
Norma
Eksternal Control
27
perilaku yang terjadi merupakan disiplin secara positif. Sebaliknya, apabila
perilaku yang terjadi dipengaruhi oleh eksternal control maka disiplin yang terjadi
adalah disiplin negatif.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi Disiplin
Perilaku disiplin terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara
lain faktor keluarga, masyarakat dan sekolah (Tu’u, 2004: 13). Sesuai dengan
pendapat Eddi Kalsid (Mintarsih, 2002: 13), faktor-faktor yang mempengaruhi
disiplin, antara lain.
a. Pendidikan di keluarga sebagai matra vertikal. Para orangtua diharapkan
memberikan contoh atau menjadi panutan pelaksanaan norma-norma.
b. Pendidikan di sekolah sebagai matra diagonal. Para guru diharapkan
memberikan atau menuntut siswa lewat pengayaan pengetahuan, penguasaan
dan kemampuan analisis terhadap norma sehingga siswa mempunyai
wawasan memadai tentang norma yang berlaku.
c. Pendidikan di masyarakat sebagai matra horisontal. Masyarakat diharapkan
dapat menjadi mitra bertukar pikiran dalam memajukan pendidikan.
B. Penerapan Disiplin Siswa Melalui Disiplin Sekolah dan Disiplin Kelas
1. Disiplin Sekolah
Penanaman disiplin dimaksudkan supaya siswa mampu mengendalikan
dan mengarahkan dirinya sesuai dengan norma-norma dan peraturan yang berlaku
dalam kelompoknya baik keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sekolah
merupakan lembaga pendidikan yang sangat strategis untuk menanamkan dan
28
mengajarkan kedisiplinan. Sekolah merupakan tempat kelanjutan pendidikan
disiplin yang sudah dilaksanakan keluarganya.
Sekolah didirikan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih baik,
untuk itu diperlukan upaya konkret dari berbagai pihak seperti kepala sekolah,
guru bidang studi, guru Bimbingan dan Konseling dan pihak sekolah lainnya
untuk menempatkan disiplin ke dalam prioritas program pendidikan di
sekolahnya.
Disiplin sekolah apabila dikembangkan dan diterapkan dengan baik,
konsisten dan konsekuen akan berdampak positif bagi kehidupan dan perilaku
siswa. Disiplin dapat mendorong siswa belajar secara konkret dalam praktek
hidup di sekolah tentang hal-hal positif, melakukan hal-hal yang lurus dan benar,
serta menjauhi hal-hal negatif. Siswa dapat belajar beradaptasi dengan lingkungan
yang baik dengan pemberlakuan disiplin, sehingga muncul keseimbangan diri
dalam hubungan dengan orang lain, dengan kata lain disiplin menata perilaku
seseorang dalam hubungannya di tengah-tengah lingkungannya.
Dasar pembentukan disiplin sekolah adalah sebagai berikut.
a. Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam
belajarnya. Siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada
umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya.
b. Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas menjadi kurang
kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Disiplin memberi dukungan lingkungan
yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.
29
c. Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak
ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan dan ketaatan merupakan
prasyarat kesuksesan seseorang.
Seorang siswa yang berusaha menata dirinya terbiasa dengan hidup tertib,
teratur, menaati peraturan dan norma yang berlaku di sekolah serta kegigihan
dalam belajar, potensi dan prestasinya akan tumbuh dan berkembang optimal.
Disiplin yang diterapkan dengan baik di sekolah akan memberi andil bagi
pertumbuhan dan perkembangan prestasi siswa. Penerapan disiplin sekolah akan
mendorong, memotivasi dan memaksa para siswa bersaing meraih prestasi.
Penerapan disiplin akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Manfaat dan
kegunaan disiplin akan terasa baik oleh guru, siswa, dan tenaga kependidikan
lainnya dalam proses pembelajaran di sekolah, hal ini terjadi jika disiplin benar-
benar dilakukan, akan tetapi apabila disiplin tidak dilaksanakan secara benar,
maka akan menyebabkan terjadinya pelanggaran disiplin. Pelanggaran disiplin
akan berakibat negatif bagi hasil pembelajaran itu sendiri.
2. Disiplin Kelas
Disiplin kelas merupakan bagian yang penting dalam dinamika kelas.
Disiplin kelas diartikan sebagai usaha mencegah terjadinya pelanggaran-
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disetujui bersama dalam
melaksanakan kegiatan kelas, agar pemberian hukuman pada seorang atau
sekelompok orang dapat dihindari. Disiplin kelas diartikan juga sebagai suasana
tertib dan terpaut, akan tetapi penuh dinamika dalam melaksanakan program kelas
terutama dalam mewujudkan proses belajar mengajar
30
Dikemukakan oleh Wikipedia (www.azamsite.com) tujuan disiplin sekolah
adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang nyaman
terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak mampu menerapkan
disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi kurang termotivasi dan
memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar menjadi kurang kondusif
untuk mencapai prestasi belajar siswa.
C. Penerapan Disiplin oleh Pendidik
1. Gaya Penerapan Disiplin oleh Pendidik
Menurut Hurlock (1978: 93) teknik penerapan disiplin dapat dibagi
menjadi tiga macam, yakni disiplin otoritarian, disiplin permisif, dan disiplin
demokratis.
a. Disiplin demokratis
Pendekatan disiplin demokratis dilakukan oleh guru dengan memberi
penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu siswa memahami mengapa
siswa diharapkan mematuhi dan mentaati peraturan yang ada. Penerapan disiplin
demokratis menekankan aspek edukatif bukan sanksi hukuman. Sanksi hukuman
dapat diberikan kepada yang melanggar atau menolak tata tertib, akan tetapi
hukuman dimaksudkan sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik.
Penerapan disiplin demokratis berusaha mengembangkan disiplin yang
muncul atas kesadaran diri, sehingga siswa memiliki disiplin diri yang kuat dan
mantap. Siswa yang berhasil mematuhi dan menaati disiplin, maka akan diberikan
pujian dan penghargaan. Penerapan disiplin oleh guru dalam disiplin demokratis,
kemandirian dan tanggungjawab siswa dapat berkembang.
31
Disiplin individu menjadi prasyarat terbentuknya kepribadian yang unggul
dan sukses. Disiplin sekolah menjadi prasyarat terbentuknya lingkungan yang
kondusif bagi kegiatan dan proses pendidikan, oleh karena itu kepala sekolah,
para guru dan orang tua perlu terlibat dan bertanggungjawab membangun disiplin
siswa dan disiplin sekolah. Para siswa diharapkan berhasil dibina dan dibentuk
menjadi individu yang unggul dan sukses dengan keteribatan dan tanggungjawab
pihak sekolah serta orang tua siswa. Keunggulan dan kesuksesan terwujud
dikarenakan sekolah berhasil menciptakan lingkungan yang kondusif bagi
kegiatan dan proses pendidikan. Siswa terpacu untuk mengoptimalkan potensi dan
prestasi siswa.
b. Disiplin otoritarian
Penerapan disiplin oleh guru dalam disiplin otoritarian, peraturan dibuat
sangat ketat dan rinci, siswa harus mematuhi dan menaati peraturan yang telah
disusun dan berlaku di sekolah. Siswa akan menerima sanksi atau hukuman yang
berat apabila gagal menaati dan mematuhi peraturan yang berlaku, sebaliknya
apabila berhasil mematuhi peraturan maka siswa kurang mendapat penghargaan
dikarenakan hal itu sudah dianggap kewajiban.
Disiplin otoritarian berarti pengendalian tingkah laku berdasarkan tekanan,
dorongan, pemaksaan dari luar diri seseorang. Hukuman dan ancaman kerapkali
dipakai oleh guru untuk memaksa, menekan dan mendorong siswa supaya
mematuhi dan menaati peraturan. Siswa tidak diberi kesempatan bertanya
mengapa disiplin harus dilakukan dan apa tujuan disiplin itu, siswa hanya berpikir
kalau harus wajib mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku di sekolah.
32
Siswa yang mendapatkan penerapan disiplin otoritarian di sekolahnya
dapat menjadi orang yang patuh dan taat pada aturan yang berlaku, tetapi merasa
tidak bahagia, tertekan dan tidak aman. Siswa terlihat baik tetapi dibaliknya ada
ketidakpuasan, pemberontakan dan kegelisahan. Siswa dapat juga menjadi stres
dikarenakan harus terlihat baik, patuh, taat tetapi kurang merasa kurang bebas,
kurang mandiri dan berbuat sesuatu hanya sekedar untuk memuaskan pihak lain
(pihak sekolah). Perbuatan siswa hanya karena keterpaksaan dan ketakutan
menerima sanksi, bukan berdasarkan kesadaran diri. Siswa perlu dibantu untuk
memahami arti dan manfaat disiplin itu bagi dirinya, supaya ada kesadaran yang
baik tentang disiplin.
c. Disiplin permisif
Penerapan disiplin oleh guru dalam disiplin permisif, siswa dibiarkan
bertindak menurut keinginannya kemudian dibebaskan untuk mengambil
keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusan yang diambilnya. Siswa
yang berbuat sesuatu dan ternyata membawa akibat melanggar norma atau aturan
yang berlaku, tidak diberi sanksi atau hukuman. Dampak teknik permisif berupa
kebingungan dan kebimbangan, penyebabnya karena siswa tidak tahu mana yang
tidak dilarang dan mana yang dilarang atau bahkan siswa menjadi takut, cemas,
dan dapat juga menjadi agresif serta liar tanpa kendali.
2. Penanggulangan Disiplin oleh Pendidik
Penanggulangan masalah disiplin yang terjadi di sekolah menurut Singgih
Gunarsa (1981 dalam Tu’u 2004: 57), dapat dilakukan melalui tahapan preventif,
represif dan kuratif.
33
a. Preventif
Langkah preventif merupakan langkah-langkah yang diambil untuk
mencegah siswa berbuat hal-hal yang dikategorikan melanggar tata tertib sekolah.
Secara positif langkah ini untuk mendorong siswa mengembangkan ketaatan dan
kepatuhan terhadap tata tertib sekolah. Langkah preventif di antaranya sebagai
berikut.
1) Para pendidik dan siswa diminta untuk berkomitmen mematuhi dan menaati
tata tertib sekolah.
2) Memanfaatkan kesempatan upacara bendera untuk meyakinkan siswa bahwa
disiplin individu sangat penting bagi keberhasilan sekolah dan pengembangan
kepribadian yang baik.
3) Membentuk kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler agar banyak waktu siswa
dimanfaatkan untuk kegitan yang positif.
4) Secara berkala guru mengadakan razia terhadap barang yang dipakai dan
dibawa siswa ke sekolah.
5) Mengadakan pendekatan personal terhadap siswa-siswa yang diamati
berpotensi bermasalah dalam disiplin.
6) Kepala sekolah dan guru-guru memberi teladan yang baik tentang perilaku
disiplin dalam ketaatan dan kepatuhan.
7) Menerapkan disiplin sekolah secara konsisten dan konsekuen.
8) Memberi penghargaan kepada siswa yang berprestasi di sekolah maupun di
luar sekolah.
9) Meminta siswa menjaga nama baik sekolah terutama di dalam dan di luar
34
sekolah.
10) Pendidik bekerjasama dengan orang tua dalam penerapan disiplin sekolah.
b. Represif
Langkah represif merupakan langkah yang diambil untuk menahan
perilaku melanggar disiplin seringan mungkin, atau untuk menghalangi
pelanggaran yang lebih berat lagi. Langkah represif juga merupakan langkah
untuk menindak dan menghukum siswa yang melanggar disiplin sekolah.
Tindakan yang diberikan dapat berupa nasihat dan teguran lisan, teguran tertulis,
dan hukuman disiplin ringan, sedang atau berat (sesuai dengan sanksi yang
ditetapkan).
Sanksi disiplin yang diberikan harus manusiawi dan memperhatikan
martabat siswa. Pendisiplinan manusiawi menurut Prijodarminto (1994 dalam
Tu’u 2004: 59) sebagai berikut.
1) Dilakukan secara objektif, mempertimbangkan motivasi pelanggaran yang
dilakukan.
2) Harus dapat menunjukkan kesalahan, kekeliruan atau kekhilafan yang telah
diperbuat.
3) Harus menunjukkan ketentuan yang berlaku yang telah dilanggar.
4) Hukuman yang dikenakan harus setimpal dengan kesalahan yang diperbuat
sehingga dirasakan adil.
5) Teknik pendisiplinan tidak merendahkan martabat seseorang di mata yang
lain.
6) Tindakan pendisiplinan harus bersifat mendidik atau memperbaiki.
35
7) Tindakan displin yang dilakukan dalam suasana yang tidak emosional.
c. Kuratif
Langkah kuratif merupakan upaya memulihkan, memperbaiki, meluruskan
atau menyembuhkan kesalahan-kesalahan dan perilaku-perilaku salah yang
bertentangan dengan disiplin sekolah. Siswa yang melanggar ketentuan sekolah
dan telah diberi sanksi disiplin, perlu dibina dan dibimbing oleh para pendidik.
Guru bimbingan dan konseling, wali kelas dan bidang ketertiban atau kesiswaan
sangat berperan penting dalam hal ini. Kesalahan tidak hanya dengan pemberian
hukuman, tetapi dilanjutkan dengan pembinaan dan pendampingan. Siswa dibantu
untuk memperbaiki diri dan mengubah tingkah lakunya yang salah. Siswa yang
melanggar disiplin dikarenakan problem internal yang terdapat di dalam dirinya,
perlu secara khusus dibina dan dibimbing agar mengalami pemulihan dan
penyembuhan.
3. Penerapan Disiplin oleh Guru Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan pelayanan dari, untuk, dan oleh
manusia memiliki pengertian yang khas. Yusuf (2006: 30-34) mengartikan
bimbingan sebagai proses pemberian bantuan (process of helping) kepada siswa
agar mampu memahami potensi diri dan lingkungannya, menerima diri,
mengembangkan dirinya secara optimal, dan menyesuaikan diri secara positif dan
konstruktif terhadap tuntutan norma kehidupan (agama dan budaya) sehingga
mencapai kehidupan yang bermakna (berbahagia), baik secara personal maupun
sosial. Suherman (2000: 87) menyimpulkan, bimbingan merupakan bantuan yang
diberikan kepada setiap individu agar dapat mencapai perkembangan secara
36
optimal, dengan melalui proses pengenalan, pemahaman, pengarahan, perwujudan
serta penyesuaian diri baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
Sedangkan konseling menurut Syaodih (2004: 236) merupakan proses helping
atau bantuan dari konselor (helper) kepada individu yang membutuhkan bantuan
(konselee), yang berlangsung dalam situasi tatap muka.
Bimbingan dan konseling dalam konteks sekolah di SMA, merupakan
upaya pemberian bantuan kepada individu (siswa) yang dilakukan secara
berkesinambungan, supaya siswa dapat memahami dirinya dan dapat bertindak
wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan di SMA, keluarga, dan
masyarakat serta kehidupan pada umumnya (Juntika dan Sudianto, 2005: 9).
Disiplin memiliki dua arti yang berbeda tetapi mempunyai hubungan yang
berarti (Astried, 2005: 45). Pertama dapat diartikan sebagai suatu pemaksaan
otoritas dari luar terhadap individu agar berperilaku seperti yang diinginkan,
sedangkan yang lain mendefinisikan sebagai upaya latihan untuk mengontrol diri.
Pemaksaan otoritas biasannya dibarengi dengan pemberian sanksi atau hukuman
kepada yang tidak mentaatinya, oleh karena itu apabila disiplin diartikan seperti
itu, maka konselor tidak perlu memainkan perannya. Apabila disiplin diartikan
sebagai upaya pengembangan disiplin, maka konselor perlu memainkan
peranannya, seperti yang diungkapkan Yusuf (1989) “Apabila disiplin ditafsirkan
sebagai upaya pendidikan mental dan pengembangan kontrol dari dalam, jika ada
penyimpangan perilaku dipandang sebagai gejala maladjustment, maka konselor
harus memainkan peranannya dalam disiplin tersebut”.
37
Disiplin tidak lagi dipandang sebagai pemaksaan konformitas atau
pemberian hukuman, akan tetapi sebagai tipe reduksi yang bertujuan untuk
membantu individu supaya: 1. memahami emosi dan perasaannya, dan 2.
mengarahkan kembali individu ke arah perilaku baru setelah mengalami
penyimpangan perilaku. Terdapat tiga fungsi konseling dalam situasi kedisiplinan
(Yusuf, 1989: 40-41), yaitu:
a. Rehabilitasi. Siswa dibantu untuk merehabilitasi atau memperbaiki perilakunya
yang menyimpang.
b. Prevention. Siswa dibantu untuk mengembangkan dirinya agar memiliki
pribadi yang sehat, dalam hal ini khususnya pribadi yang memiliki disiplin diri.
Berkembangnya disiplin diri pada diri siswa, berarti konseling telah berfungsi
untuk mencegah terjadinya penyimpangan perilaku pada diri individu.
c. Membantu siswa agar memiliki persepsi yang wajar, dan mau menerima
otoritas luar. Siswa dibantu agar memahami dan menerima otoritas luar sebagai
suatu realita yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Siswa juga dibantu
untuk memahami tata nilai yang berlaku, sehingga siswa mampu untuk
menyesuaikan diri secara tepat dengan tata nilai tersebut.
Pelayanan guru bimbingan dan konseling hendaknya berjalan secara
efektif membantu siswa mencapai tujuan-tujuan perkembangannnya dan
mengatasi permasalahannya termasuk membimbing para siswa untuk berperilaku
disiplin, disinilah dirasakan perlunya pelayanan bimbingan dan konseling
disamping kegiatan pengajaran. Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan
peran yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam mengatasi
38
berbagai permasalahan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Permasalahan
mencakup permasalahan yang terjadi di lingkungan sekolah maupun di luar
lingkungan sekolah. Manfaat bimbingan dan konseling yang dilakukan oleh guru
bimbingan konseling cukup penting bagi seorang siswa untuk mengatasi berbagai
permasalahan termasuk dalam mengatasi permasalahan pribadi siswa.
4. Penerapan Disiplin oleh Guru Bidang Studi
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari cara guru mengajar
dan siswa belajar. Proses pembelajaran akan berhasil dan berdaya guna secara
efektif apabila dilaksanakan dengan baik dan berdisiplin tinggi. Penerapan disiplin
akan mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Manfaat dan kegunaan disiplin
akan terasa baik oleh guru, siswa, dan tenaga kependidikan lainnya dalam proses
pembelajaran di sekolah, hal ini terjadi jika disiplin benar-benar dilakukan. Akan
tetapi, apabila disiplin tidak dilaksanakan secara benar, maka akan menyebabkan
terjadinya pelanggaran disiplin. Pelanggaran disiplin akan berakibat negatif bagi
hasil pembelajaran.
Guru sebagai pendidik mempunyai peranan penting dalam
mengembangkan disiplin siswa. Tanggung jawab pokok guru bukan hanya
membantu siswa menguasai informasi dan keterampilan baru, namun sebenarnya
guru memiliki tanggung jawab yang lebih dari itu. Guru membimbing siswa agar
memiliki pemahaman tentang peraturan atau norma-norma dan dapat berperilaku
sesuai dengan peraturan atau norma tersebut. Yusuf (1989: 60) mengemukakan
beberapa hal yang perlu menjadi perhatian guru yaitu:
39
a. Guru hendaknya menjadi model bagi siswa
Guru hendaknya berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai moral,
sehingga guru menjadi figure central bagi siswa dalam menterjemahkan nilai-nilai
tersebut dalam perilakunya. Guru sebagai model, berarti telah menterjemahkan
nilai-nilai moral pada dirinya, seperti berlaku jujur, berdisiplin diri dalam
melaksanakan tugas, rajin belajar, dan bersikap optimis dalam menghadapi
persoalan-persoalan hidup.
b. Guru hendaknya memahami dan menghargai pribadi siswa
1) Guru hendaknya memahami bahwa setiap siswa itu memiliki kelebihan dan
kekurangannya.
2) Guru mau menghargai pendapat siswa.
3) Guru hendaknya tidak mendominasi siswa.
4) Guru hendaknya tidak mencemooh siswa.
5) Guru memberikan pujian kepada siswa yang berperilaku atau berprestasi baik.
c. Guru memberikan bimbingan kepada siswa
1) Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan dan yang bernuansa
membantu perkembangan siswa.
2) Memberikan informasi tentang cara-cara mengembangkan disiplin diri.
3) Mengadakan dialog dengan siswa tentang tujuan dan manfaat peraturan yang
ditetapkan sekolah.
4) Membantu siswa untuk mengembangkan kebiasaan yang baik.
5) Membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap disiplin.
6) Membantu siswa yang mengalami masalah.
40
7) Memberikan informasi tentang nilai-nilai yang berlaku, dan mendorongnya
agar berperilaku sesuai dengan nilai-nilai tersebut.
Hasil penelitian Putrie Astried (2005) secara empirik menunjukkan
terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan disiplin oleh guru bidang
studi dengan disiplin diri siswa di sekolah yaitu sebesar 17,97%. Hasil penelitian
dinyatakan, penerapan disiplin oleh guru bidang studi sebagai salah satu faktor
internal atau turut mempengaruhi pencapaian disiplin diri siswa di sekolah.
Seorang guru harus mampu menumbuhkan disiplin dalam diri siswa, terutama
disiplin diri. Guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut
(www.akhmadsudrajat.wordpress.com).
a. Membantu siswa mengembangkan pola perilaku untuk dirinya.
Setiap siswa berasal dari latar belakang yang berbeda, mempunyai karakteristik
yang berbeda dan kemampuan yang berbeda pula. Guru harus mampu
melayani berbagai perbedaan tersebut, agar setiap siswa dapat menemukan jati
dirinya dan mengembangkan dirinya secara optimal.
b. Membantu siswa meningkatkan standar prilakunya karena siswa berasal dari
berbagai latar belakang yang berbeda. Terdapat siswa yang mempunyai standar
prilaku yang sangat rendah, maka harus dapat diantisipasi oleh setiap guru dan
berusaha meningkatkannya, baik dalam proses belajar mengajar maupun dalam
pergaulan pada umumnya.
c. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat.
Di setiap sekolah terdapat aturan-aturan umum, baik aturan-aturan khusus
maupun aturan umum. Peraturan-peraturan harus dijunjung tinggi dan
41
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, agar tidak terjadi pelanggaran-
pelanggaran yang mendorong perilaku negatif atau tidak disiplin.
5. Penerapan Disiplin oleh Pimpinan Sekolah
Setiap sekolah perlu mempunyai aturan atau tata tertib dalam upaya
pembentukan, pembinaan dan pengembangan kedisiplinan. Peranan tata tertib
disekolah adalah mengatur kehidupan para pelajar, baik yang bersifat kurikuler
maupun ekstrakurikuler. Banyak diantara para pelajar yang melanggar tata tertib
sekolah, maka pihak sekolah perlu membuat strategi untuk mengurangi jumlah
pelanggaran serta dapat mengukur jenis pelanggarannya.
Tata krama dan tata tertib atau peraturan sekolah adalah semua ketentuan
yang mengatur kehidupan sekolah sebagai rambu-rambu bagi siswa dalam
bersikap dan bertingkah laku, berucap, bertindak dan melaksankan kegiatan
sehari-hari di sekolah dalam rangka menciptakan iklim dan kultur sekolah yang
dapat menunjang kegiatan pembelajaran yang efektif.
Tata tertib sangat bermanfaat dalam mendisiplinkan siswa untuk
membiasakannya dengan standar perilaku yang sama dan diterima oleh siswa lain
dalam ruang lingkupnya. Diharapkan tidak ada diskriminasi dan rasa
ketidakadilan pada para siswa yang ada di lingkungan sekolah, di samping itu
dengan adanya tata tertib para siswa tidak dapat lagi bertindak dan berbuat sesuka
hatinya.
42
D. Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
Siswa pada usia Sekolah Menengah Atas pada umumnya dalam usia
belasan tahun, yang merupakan masa remaja. Hurlock (1992: 206) menyatakan,
“awal masa remaja berlangsung kira-kira dari 13 tahun sampai 16 atau 17 tahun,
dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun, yaitu
usia matang secara hukum”. Pada usia ini siswa masih dalam masa transisi atau
pancaroba, baik fisik, sosial, maupun emosional dan pada kondisi yang rawan.
Siswa perlu mendapatkan pembinaan dengan baik dari orang tua ketika di dalam
keluarga, dan guru saat peserta didik berada di sekolah. Dengan demikian,
diharapkan siswa tidak terjerumus pada perilaku yang menyimpang dari norma
yang berlaku di masyarakatnya dan self disciplin selalu ada pada diri mereka.
Menurut teori perkembangan moral Hurlock, para pelajar SMA yang
tengah berada masa remaja menduduki fase kedua yaitu perkembangan konsep
moral. Pada waktu anak mencapai remaja, kode moralnya sudah mulai terbentuk,
walaupun masih akan berubah apabila harus tunduk pada tekanan sosial yang
kuat. Apabila perubahan terjadi, perubahan biasanya melibatkan pergeseran dalam
penekanan. Pergeseran umumnya menjurus ke arah moralitas konvensional atau
moralitas kelompok sosial orang dewasa. Di tengah-tengah terbentuknya kode
moral, remaja terkadang melakukan pelanggaran-pelanggaran misalnya dalam hal
kedisiplinan, hal itu wajar terjadi karena kode moral belum terbentuk secara
matang dan masih mengalami perkembangan ke arah kedewasaan. Pelanggaran-
pelanggaran tidak serta merta hilang dengan sendirinya tanpa pengarahan nilai
moral pada pelaku pelanggaran (Hurlock, 1978: 81).
43
Disiplin merupakan sikap perilaku yang terbentuk dari kebiasaan-
kebiasaan seseorang terhadap lingkungan. Lingkungan disini adalah keluarga,
sekolah (pendidikan formal) dan masyarakat, serta implementasi dari sikap
disiplin pun berlaku di lingkungan-lingkungan tersebut. Disiplin selalu dianggap
perlu bagi perkembangan siswa karena dapat memenuhi beberapa kebutuhan,
yaitu rasa percaya diri, motivasi, kebahagiaan, dan pengendalian perilaku. Adapun
unsur-unsur disiplin mencakup beberapa hal pokok diantaranya peraturan,
konsistensi tehadap peraturan tersebut, hukuman, dan penghargaan.
Hurlock (Unaradjan, 2003:46) menyatakan, tingkah laku yang sesuai
dengan standar nilai yang berlaku di masyarakat dapat dilihat sebagai tingkah laku
yang bermoral. Hurlock juga menyatakan, minat psikologis yang pertama-tama
dalam perkembangan moral terpusat pada disiplin. Perilaku disiplin merupakan
hal terbaik yang dapat digunakan untuk meyakinkan, siswa akan belajar untuk
menjadi masyarakat yang taat akan peraturan-peraturan dan hukum. Perilaku
disiplin temasuk dalam ranah psikomotor atau perilaku, sedangkan perkembangan
moral termasuk dalam ranah kognitif. Perilaku disiplin bukanlah suatu perilaku
yang dapat benar-benar dikatakan sebagai perilaku moral, karena suatu tingkah
laku disiplin merupakan bagian yang lebih kecil dari perilaku moral.
Suatu tindakan moral selalu di persyarati oleh argumentasi moral.
Tindakan dari seseorang yang tidak didasari oleh argumentasi moral bukanlah
tindakan moral. Perilaku disiplin dapat disebut sebagai perilaku moral apabila
perilaku tersebut sudah dilandasi oleh keyakinan bahwa hal yang dilakukannya
adalah benar. Dengan perkataan lain, individu sudah memiliki suatu disiplin diri.
44
Perilaku patuh dan penyesuaian pada aturan yang dilandasi oleh disiplin diri akan
tetap dilakukan meskipun sudah tidak ada tekanan dari lingkungan. Kaitan antara
perkembangan moral dengan perilaku disiplin adalah, siswa mengetahui yang baik
dan benar, meyakini dan merasakan mana yang akan dilakukannya, kemudian
menampilkan tingkah laku yang sesuai, yaitu tingkah laku disiplin.
Upaya menumbuhkan kesadaran kedisiplinan bagi siswa di sekolah,
terhadap norma sekolah yang lebih baik, diperlukan suatu usaha yang mendorong
peningkatan pada kesadaran siswa. Salah satu diantara upaya yang perlu
dilakukan adalah dengan mengadakan penelitian yang bermanfaat bagi
peningkatan menumbuhkembangkan kesadaran kedisiplinan.