BAB II Baruuu

download BAB II Baruuu

of 33

description

f

Transcript of BAB II Baruuu

BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Penelitian TerdahuluAdinur Prasetyo (2008) yang berjudul Pengaruh Uniformity dan Kesamaan Persepsi, Serta Ukuran Perusahaan Terhadap Kepatuhan Pajak dikatakan bahwa di Indonesia sifat dasar manusia yang wanprestasi sehingga perlu layanan yang maksimal dari pada para pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakan. Biaya kepatuhan pajak, yang ditanggung oleh wajib pajak, menurut penelitiannya berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan pajak dengan pengaruh negative. Sehingga, semakin besar biaya kepatuhan pajak, maka tingkat kepatuhan juga semakin rendah. Oleh karena itu, maka ia berharap pemerintah dapat menekan biaya kepatuhan pajak seminimal mungkin supaya kepatuhan pajak juga maksimal.Menurut Hendy Eka Vedhayana (2012) pada penelitian yang berjudul Pengaruh Sosialisasi dan Kualitas Pelayanan Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pada KPP Pratama Malang Utara hasilnya berupa sosialisasi perpajakan dan kualitas pelayanan perpajakan secara bersama-sama berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Kualitas pelayanan perpajakan yang baik dengan selalu memahami kebutuhan dan keinginan Wajib Pajak secara memadai akan meningkatkan kepatuhan dari Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakannya.Arlita Nurmadianti dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Biaya Kepatuhan terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi studi kasus pada KPP Madya Malang menyimpulkan bahwa dalam rangka memenuhi kewajiban perpajakannya, setiap Wajib Pajak akan mengeluarkan biaya-biaya yang berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan selain untuk pembayaran pajaknya sendiri. Namun dalam hubungannya biaya kepatuhan pajak berpengaruh lemah terhadap tingkat kepatuhan pajak. Artinya, tinggi rendahnya biaya yang harus dikeluarkan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya tidak selalu berpengaruh atau berpengaruh lemah terhadap kepatuhan Wajib Pajak itu sendiri.B. Definisi PajakMenurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 ayat 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Selain itu, terdapat bermacam-macam pendapat mengenai pajak yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya adalah: 1. Menurut S.I. Djajadiningrat (dalam Tjahjono dan Husein,2000;03)Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripada kekayaan ke kas negara disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum.2. Menurut Mardiasmo (2008:01)Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang- undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk kepentingan umum.

3. Menurut H. Rochmat Soemitro (dalam Tjahjono dan Husein, 2000;03)Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya sebagai berikut: pajak adalah peralihan kekayaan daripihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya suatu sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.Dari berbagai pendapat yang diberikan terhadap pajak baik pengertian secara ekonomis yang mempunyai arti pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah atau pengertian secara yuridis bahwa pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut:1. Pajak dipungut oleh Negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah berdasarkan satas Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.2. Pemungutan pajak mengisyaratkan adanya alih dana (sumber daya) dari sektor swasta (wajib pajak membayar pajak) ke sektor negara (pemungut pajak/administator pajak).3. Pemungutan pajak diperuntukan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.4. Tidak dapat ditunjukkan adanya imbalan (kontraprestasi) individual oleh pemerintah terhadap pembayaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak.5. Pajak bersifat memaksa.6. Pajak dapat pula menjadi tujuan yang non budgetair yaitu regulerend.

C. Fungsi PajakPajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu (Ilyas dan Burton, 2004;08):1. Fungsi Anggaran (Budgetair)Sebagai sumber pendapatan Negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin Negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.2. Fungsi Mengatur (regulerend)Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.3. Fungsi StabilitasDengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.4. Fungsi Redistribusi PendapatanPajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.D. Wajib PajakMenurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah mereka (orang pribadi/badan) yang menurut ketentuan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu. Sedangkan bila ditinjau dari hukum pajaknya, seseorang dinamakan Wajib Pajak apabila orang pribadi/badan memenuhi dua syarat, yaitu:1. Syarat Subyektif adalah timbulnya kewajiban subyektif bagi calon pembayar pajak baik orang pribadi, badan yang tinggal di Indonesia mauoun di luar Indonesia yang mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia.2. Syarat obyektif adalah timbulnya sasaran yang akan dikenakan pajak, misalnya seseorang dengan penghasilan sejumlah batas tertentu yang mengakibatkan terhutangnya pajak (Asmoro, 1990:2).E. Asas Pemungutan PajakDalam era globalisasi sekarang ini batas negara menjadi tidak jelas bagi Wajib Pajak dalam mencari dan memperoleh penghasilan, sehingga penentuan pemungutan pajak ini penting untuk menentukan negara mana yang berhak memungut pajak. Menurut Mardiasmo (2008:7) terdapat tiga asas dalam memungut pajak, yaitu:1. Asas Domisili (asas tempat tinggal)Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.2. Asas SumberNegara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.3. Asas KebangsaanPemungutan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

F. Sistem Pemungutan PajakDalam perpajakan di Indonesia dikenal tiga jenis metode dalam pemungutan pajak,yaitu (Early Suandi, 2005:239):1. Official Assesment SystemOfficial Assesment System atau menghitung pajak orang (MPO). Sistem ini secara sederhana menggambarkan bahwa pajak terutang Wajib Pajak ditentukan oleh Dirjen Pajak (Wajib Pajak pasif). Sistem ini biasanya lazim digunakan oleh Negara-Negara Eropa hingga sekarang.Ciri-cirinya :a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.b. Wajib Pajak bersifat pasif.c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.2. Self Assesment SystemSelf Assesment System atau menghitung pajak sendiri (MPS), yang secara sederhana dipahami bahwa pajak terutang wajib pajak dihitung, disetor dan dilaporkan sendiri oleh Wajib Pajak. Sementara itu, aparat pajak bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.Ciri-cirinya :a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak (WP) sendiri.b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.c. Fiskus tidak menentukan besarnya pajak terutang, tetapi bersifat mengawasi dan mengoreksi perhitungan yang disajikan oleh Wajib Pajak.3. With Holding SystemWith holding System, yaitu pajak terutang Wajib Pajak dihitung, dipungut, dan disetorkan oleh pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan pemungutan pajak tersebut tentunya yang telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak. Ciri-cirinya :a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.G. Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan PajakTerdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain sebagai berikut (Mardiasmo, 2008:3) :1. Teori AsuransiNegara melindungi jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyat. Oleh karena itu, teori ini mengibaratkan pembayaran pajak sebagai suatu pembayaran premi asuransi dimana rakyat akan memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

2. Teori KepentinganPembagian beban pajak ke[ada rakyat didasarkan pada kepentingan masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, maka akan semakin tinggi pajak yang harus dibayar.3. Teori Daya PikulBeban Pajak untuk semua orang harus sama beratnya. Artinya, harus dibayar sesuai dengan daya pikul (kemampuan) masing-masing Wajib Pajak.4. Teori BaktiDasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah suatu kewajiban.5. Teori Asas Daya BeliDasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Dalam hal ini dimaksudkan bahwa memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.H. Pengelompokan PajakPengelompokan pajak dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pengelompokan menurut golongannya, pengelompokan menurut sifatnya, dan pengelompokan menurut lembaga pemungutannya. Menurut Mardiasmo (2008:5) dijabarkan pengelompokkan pajak tersebut sebagai berikut:1. Pengelompokan menurut golongannya :a. Pajak langsung, yaitu pajak yang dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan keorang lain.Contoh : Pajak Penghasilan (PPh).b. Pajak Tidak Langsung, merupakan pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan ke orang lain.Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN).2. Pengelompokkan menurut sifatnya :a. Pajak yang bersifat subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.Contoh : Pajak Penghasilan (PPh)b. Pajak yang bersifat objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.Contoh : Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM.3. Pengelompokkan menurut lembaga pemungutannya :a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM.b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.Contoh Pajak Daerah :1) Pajak Daerah Tingkat I : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.2) Pajak Daerah Tingkat II : Pajak Penerangan Jalan.I. Tarif PajakTarif pajak merupakan angka atau presentase yang digunakan untuk menghitung jumlah pajak terutang yang wajib dilunasi oleh para Wajib Pajak, baik Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Badan Usaha. Secara teoritis terdapat empat macam tarif pajak (Muqodim, 1993:5) :1. Tarif TetapTarif tetap adalah tarif dengan jumlah atau angka tetap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Misal : Bea Materai2. Tarif Proporsional dan tarif Sebanding atau tarif SepadanTarif proporsional adalah tarif dengan presentase tetap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Misal : PPN 10%.3. Tarif ProgresifTarif Progresif adalah tarif pajak dengan presentase yang semakin naik (meningkat) apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak naik (meningkat). Misal : PPh

4. Tarif DegresifTarif degresif adalah tarif dengan presentase yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak naik.J. Reformasi Administrasi PerpajakanMenurut pendapat Pandiangan (2008), administrasi perpajakan dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam arti sempit, administrasi perpajakan merupakan penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban pembayar pajak, baik penatausahaan dan pelayanan yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat Wajib Pajak. Dalam arti luas, administrasi perpajakan dipandang sebagai :1. Fungsi, sebagai fungsi administrasi perpajakan meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian perpajakan.2. Sistem, sebagai sistem administrasi perpajakan merupakan seperangkat unsur (subsistem) yaitu peraturan perundangan, sarana, dan prasarana, dan Wajib Pajak yang saling berkaitan yang secara bersama-sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tujuan tertentu.Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi(Y)

3. Lembaga, sebagai lembaga administrasi perpajak merupakan suatu institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses perpajakan.Menurut Carlos A. Silvani (1992) dalam Gunadi, administrasi pajak dikatakan efektif apabila mampu mengatasi masalah-masalah sebagai berikut:1. Wajib Pajak yang tidak terdaftar (Unregistered Taxpayer)Artinya sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak walau yang bersangkutan seharusnya sudah memenuhi ketentuan untuk menjadi Wajib Pajak. 2. Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)Menyikapi Wajib Pajak yang sudah terdaftar tetapi tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), misalnya dengan melakukan pemeriksaan pajak untuk mengetahui sebab-sebab tidak disampaikannya Surat Pemberitahuan (SPT) tersebut. Kendala yang mungkin dihadapi adalah masalah terbatasnya jumlah tenaga pemeriksa.3. Penyelundupan pajak (Tax Evaders)Penyelundup pajak atau tax evaders yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil dari yang seharusnya menurut ketentuan perundang-undangan. Keberhasilan sistem self assesment yang memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak. Tidak mudah untuk dapat mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penyelundupan pajak atau tidak. Dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak dan seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan.

4. Penunggak Pajak (Delinquent Tax Payers)Dari tahun ke tahun tunggakan pajak jumlahnya semakin besar. Upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui pelaksanaan tindakan penagihan secara intensif.Reformasi administrasi perpajakan itu sendiri Menurut Nasucha (2004) adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis, dan cepat. Dua tugas utama reformasi administrasi perpajakan adalah untuk mencapai efektivitas yang tinggi, yaitu kemampuan untuk mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi dan efisiensi berupa kemampuan untuk membuat biaya kepatuhan (compliance cost) menjadi lebih kecil.Menurut Gunadi dalam Sofyan (2000:23) dijelaskan bahwa reformasi administrasi administrasi memliki tujuan sebagai berikut:1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.2. Mengadministrasikan penerimaan pajak sehingga transparansi dan akuntabilitas penerimaan sekaligus pengeluaran pembayaran dana dari pajak setiap saat bisa diketahui.3. Memberikan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak terutama adalah kepada aparat pengumpul pajak, kepada Wajib Pajak, ataupun kepada masyarakat pembayar pajak.

K. Pelayanan Wajib PajakDefinisi pelayanan menurut Boediono (2003:60) adalah suatu proses bantuan kepada Wajib Pajak dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan. Studi Singh (2005) juga menunjukkan bahwa semakin Wajib Pajak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, Wajib Pajak akan merasa berkewajiban untuk patuh terhadap hukum, termasuk hukum perpajakan. Hal ini mengisyaratkan bahwa kepuasan terhadap pelayanan pajak dapat menentukan kadar kepatuhan Wajib Pajak.Pelayanan memiliki karakteristik tertentu yang membedakan dengan produk barang. Zemke (dalam Collins and McLaughlinm 1996) mengidentifikasi beberapa karakteristik pelayanan sebagai berikut:1. Konsumen memiliki kenangan. Pengalaman atau memori tersebut tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain.2. Tujuan penyelenggaraan pelayanan adalah keunikan. Setiap konsumen dan setiap kontak adalah spesial.3. Suatu pelayanan terjadi saat tertentu, yang tidak dapat disimpan atau dikirimkan contohnya.4. Konsumen merupakan rekanan yang terlibat dalam proses produksi.5. Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara membandingkan harapannya dengan pengalamannya.6. Jika terjadi kesalahan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki adalah dengan meminta maaf.7. Moral karyawan berperan sangat menentukan. Macaulay and Cook (1997) mengatakan bahwa pelayanan merupakan citra organisasi. Pelayanan yang memuaskan terdiri atas tiga komponen, dan semuanya mencerminkan citra organisasi. Adapun ketiga komponen itu adalah: kualitas produk dan layanan yang dihasilkan, cara karyawan memberikan layanan, dan hubungan pribadi yang terbentuk melalui layanan tersebut.Pelayanan dapat dikategorikan dalam tiga bentuk, yakni: layanan dengan lisan, layanan melalui tulisan, dan layanan dengan perbuatan (Moenir, 2000). Layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat (humas), bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan. Supaya layanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pelaku layanan, yaitu:1. Memahami benar masalah-masalah yang termasuk dalam bidang tugasnya;2. Mampu memberikan penjelasan apa yang perlu dengan lancar, singkat tetapi cukup jelas sehingga memuaskan bagi mereka yang ingin memperoleh kejelasan mengenai sesuatu;3. Bertingkah laku sopan dan ramah-tamah;4. Meski dalam keadaan sepi tidak ngobrol dan bercanda dengan teman, karena menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas;5. Tidak melayani orang-orang yang ingin sekadar ngobrol dengan cara yang sopan.Ada beberapa jenis pelayanan yang dewasa ini cukup populer, di antaranya adalah:1. Pelayanan Sepenuh HatiPelayanan sepenuh hati adalah pelayanan yang berasal dari dalam sanubari, yakni tempat bersemayamnya emosi-emosi, watak, keyakinan, nilai-nilai, sudut pandang dan perasaan-perasaan (Patton, dalam Boediono, 1999). Pelayanan sepenuh hati dilakukan berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan logis (pikiran) dan sentimentalitas (perasaan).Untuk itu, dalam pelayanan sepenuh hati, menurut (Patton dalam Boediono, 1999) diperlukan:a. Memahami perasaan-perasaan diri sendiri tentang siapa sebenarnya ia dan apa yang kita sumbangkan pada kehidupan profesional dan pribadi.b. Memahami kekuatan batin kita, seperti: kepercayaan diri, harga diri, dan pematangan emosional.c. Mempelajari selling-point emosional produksi kita untuk menambah kredibilitas dan daya tarik pada presentasi layanan.d. Menitikberatkan pada kebutuhan pada konsumen dan perasaan mereka terhadap produk dan duta-duta perusahaan, serta membangun hubungan dan sikap saling menghargai dengan konsumen.e. Menyesuaikan diri dengan produk, sehingga produksi itu tidak lain merupakan ungkapan diri kita sendiri, bukan sebaliknya.f. Menemukan kesenangan dan kegembiraan dalam peran kita sebagai duta-duta perusahaan, produksi atau pelayanan.2. Pelayanan PublikPelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi pemerintah atau lembaga lain yang tidak termasuk badan usaha swasta, yang tidak berorientasi pada laba (profit). Menurut Boediono (2003) pelayanan umum harus dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat: sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Salah satu bentuk pelayanan publik adalah pelayanan perpajakan terhadap Wajib Pajak. Menurut Zeithaml (2007) mengemukakan hasil penelitian bahwa ada sepuluh kriteria atau dimensi (variable) yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pelayanan, yaitu Ten Dimensions of SERVQUAL,:1.Fasilitas fisik (tangible) yang dirasakan yaitu bukti fisik dari jasa bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang digunakan, representasi fisik, meliputi:a. kenyamanan ruangan ( udara sejuk, tempat duduk)b. ketersediaan fasilitas penunjang (komputer , formulir dan lain-lain)c. ketersediaan tempat parkird. penampilan pegawaie. kebersihan toilet2.Reliabilitas (reliability) keandalan mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja (performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability). Hal ini berarti pemberian pelayanan secara tepat sejak awal dan sesuai jadwal yang disepakati, yang meliputi :a. ketepatan dalam memenuhi janji yang diberikanb. keandalan proses pelayanan3. Responsivitas (responsiveness) ketanggapan yaitu kemauan atau kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan, meliputi hal-hal berikut :a. ketanggapan petugas dalam menangani masalahb. ketersediaan petugas menjawab pertanyaan konsumenc. ketersediaan petugas keamanan (satpam) membantu konsumen4.Kompetensi (competency) kemampuan artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu, meliputi hal-hal berikut :a. pengetahuan pegawai tentang informasib. keterampilan petugas dalm melayanic. kecepatan pelayanand. keakuratan data/informasi5.Tata krama (courtesy) kesopanan meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki para pegawai, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:a. keramahan dan sopan santun pegawai dalam melayani konsumen.b. keramahan petugas keamananc. kesopanan penampilan pegawai dalam berpakaian.6.Kredibilitas (credibility) yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencakup nama instansi, reputasi, dan interaksi dengan pelanggan.7.Keamanan (security) yaitu aman dari bahaya, resiko atau ketidak pastian.8.Akses (access), yaitu kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi mudah dijangkau, waktu menunggu yang tidak terlalu lama, kemudahan untuk berkomunikasi dan kemudahan menemui pegawai.9.Komunikasi (communication) memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat dimengerti.a. informasi yang cepat dan tepatb. adanya komunikasi dua arah10.Perhatian pada pelanggan (understanding the customer), yaitu usaha untuk memahami kebutuhan yang meliputi hal-hal sebagai berikut :a. kemampuan pegawai dalam memberikan saran dan pendapat dengan kondisi pelangganb. pemahaman terhadap kebutuhan pelangganc. perhatian terhadap pelanggan utamaL. Kepatuhan PajakDalam kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan patuh adalah taat pada aturan. Jadi kepatuhan adalah ketaatan dalam menjalankan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Selain itu terdapat beberapa pengertian kepatuhan dalam bidang perpajakan menurut para ahli, yaitu:Menurut Nurmantu (2003;148), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan semua hak perpajakannya. Berdasarkan pengertian kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukakan kepatuhan Wajib Pajak dapat diidentifikasi dari:1. Kewajiban Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri;2. Kepatuhan untuk menyetorkan kembali surat Pemberitahuan;3. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang; dan4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sistem administrasi perpajakan. Sistem administrasi perpajakan adalah penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban dan hak Wajib Pajak yang berdasarkan pada jenis pajak, sehingga tugas pelayanan, pengawasan , dan pemeriksaan tersebar pada masing-masing seksi teknis. Dalam hal ini meyebabkan kurang fokusnya tugas yang diembannya.Sejak diberlakukannya sistem self assesment dalam perpajakan di Indonesia mulai tahun 1984, Wajib Pajak diberi kepercayaan penuh untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya seperti, mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Pajak untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), menghitung dan atau memperhitungkan sendiri jumlah pajak yang terutang, menyetor pajak tersebut ke Bank Persepsi/ Kantor Giro Pos dan melaporkan penyetoran tersebut kepada Direktorat Jendral Pajak serta menetapkan sendiri jumlah pajak yang terutang melalui pengisian Surat Pemberitahuan (SPT). Dalam konteks Self Assessment System yang dianut Indonesia, kepatuhan yang diharapkan adalah kepatuhan yang bersifat sukarela (voluntary compliance) dan bukan kepatuhan yang dipaksakan (compulsary compliance). Kepatuhan yang diminta oleh Pemerintah terhadap Wajib Pajak dalam sistem Self Assessment, tentu saja bukan kepatuhan yang tanpa pengawasan, sebab sangat riskan dan terjadi pada pengalaman di banyak Negara bahwa tidak semua Wajib Pajak patuh, mereka dengan berbagai cara berusaha meminimalkan bahkan menghindarkan pajak, baik melalui tax avoidance, yaitu memanfaatkan celah-celah peraturan perpajakan karena tidak diatur atau memiliki banyak penafsiran yang berbeda, maupun melalui tindak pidana perpajakan yaitu penyelundupan pajak (tax evasion).Dalam hal ini Brooks (1990) menyatakan terdapat tiga pendekatan yang lazim digunakan untuk menganalisis kepatuhan pajak yaitu :1. Pendekatan Ekonomi.Menurut pendekatan ekonomi kepatuhan perpajakan merupakan manifestasi perilaku manusia rasional yang membuat keputusan berdasarkan evaluasi antara manfaat dan biaya. Faktor-faktor yang menentukan kepatuhan dalam pendekatan ini adalah tingkat tarif, struktur sanksi, dan kemungkinan terdeteksi oleh hukum.2. Pendekatan PsikologisPendekatan ini menyatakan perilaku kepatuhan pajak dipengaruhi oleh faktor-faktor cara pandang seseorang mengenai moralitas penyeludupan pajak yang berkaitan dengan ide dan nilai-nilai yang dimilikinya, persepsi dan sikap terhadap probablitas kemungkinan terdeteksi, besarnya denda dan lain-lain, perubahan kebiasaan, kerangka subjektif atas keputusan pajak.3. Pendekatan SosiologisPendekatan ini melihat sebab-sebab penyimpangan perilaku seseorang melalui kerangka sistem sosialnya. Menurut para ahli sosiologi, dorongan atau tekanan masyarakat akan membentuk perilaku yang sama efektifnya dengan sistem reward and punishment yang dibuat oleh Pemerintah. Oleh karena itu menurut pendekatan ini faktor-faktor yang mempengaruhi tax avoidance dan tax evasion adalah sikap terhadap pemerintah, pandangan mengenai penegakan hukum oleh pemerintah, pandangan mengenai keadilan dan sistem perpajakan, kontak dengan kantor pajak dan karakteristik demografi.Menurut Nurmantu (2003:148) dijelaskan bahwa terdapat dua macam kepatuhan yaitu:1. Kepatuhan FormalKepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. Contoh :Menyampaikan SPT Pajak Penghasilan sebelum tanggal 31 Maret ke Kantor Pelayanan Pajak, dengan mengabaikan isi dari SPT tersebut sudah benar atau belum. Jadi, yang dipenuhi oleh Wajib Pajak adalah memenuhi ketentuan penyampaian SPT sebelum batas waktu (deadline) dengan menyampaikan SPT Pajak Penghasilan sebelum tanggal 31 Maret.2. Kepatuhan Material Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif/hakekat memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan jiwa undang-undang perpajakan. Disini Wajib Pajak yang bersangkutan merupakan Wajib Pajak yang mengisi dengan jujur, baik, dan benar SPT tersebut sesuai dengan ketentuan dalam UU PPh dan menyampaikannya ke KPP sebelum batas waktu.Menurut Zain dalam Safri (2010), terdapat iklim perpajakan yang digunakan untuk mengukur derajat kepatuhan Wajib Pajak, yaitu:1. Wajib Pajak paham atau berusaha untuk memahami ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.2. Mengisi formulir pajak dengan tepat.3. Menghitung pajak dengan jumlah yang benar.4. Membayar pajak tepat pada waktunya.Derajat kepatuhan Wajib Pajak dapat diukur, kriteria Wajib Pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 554/KMK.04/2000 adalah sebagai berikut :1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir.2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun.4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap Wajib Pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak terutang yang paling banyak 5%.5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.Dewi (2007;33) mengutip pendapat seorang ahli psikolog, Alan Lewis, yang menyatakan bahwa sistem pajak yang merangsang tumbuhnya kesadaran membayar pajak haruslah berisi hal-hal berikut:1. Kemudahan (simplicity)Wajib Pajak akan bergairah membayar pajak apabila ada kemudahan didalam menjalankan tugas tersebut. Misalnya dalam hal memperoleh formulir Surat Pemberitahuan, kemudahan dalam pengisisannya yang merupakan kemudahan didalam memahami suatu peraturan perpajakan. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan harus sederhana dan mudah dipahami oleh orang yang berpendidikan rendah. Selain itu bentuk formulir harus sederhanadengan harapan orang tidak lagi memerlukan jasa konsultan pajak untuk menentukan pajak yang harus dibayar.2. Perangsang (intensive)Didalam membayar pajak orang diharapkan uang yang diserahkan kepada kas negara akan digunakan sebaik-baiknya oleh pemerintah. Orang ingin melihat dengan jelas apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dengan pajak yang telah mereka bayarkan. Hal ini bisa menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.Dengan kesadaran yang dimiliki oleh Wajib Pajak maka kepatuhan Wajib Pajak akan dengan mudah tercapai. Kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor terpenting dalam sistem perpajakan modern. Apapun sistem dan administrasi pajak yang digunakan, jika kepatuhan itu dapat diwujudkan maka penerimaan pajak akan tinggi. Kepatuhan Wajib Pajak adalah produk dari sikap mental yang didalamnya terkandung proses pembelajaran dan penyadaran terus menerus dan aktif. Jadi kepatuhan ini bukanlah barang jadi yang dapat dibentuk dalam waktu cepat karena sebagai suatu proses yang aktif, kepatuhan ini tidak akan lahir dengan sendirinya.Nasucha (2004;9) dengan mengutip Bird dan Jantscher dalam buku Improving Tax Administration In Developing Countries (IMF,1992), menyatakan bahwa berapa besarnya jurang kepatuhan (tax gap), yaitu selisih antara penerimaan yang sesungguhnya dengan pajak potensial dengan tingkat kepatuhan dari masing-masing sektor perpajakan merpakan pengukuran yang lebih akurat atas efektivitas administrasi perpajakan. Penyebab tax gap terutama lemahnya administrasi perpajakan. Semakin patuh Wajib Pajak membayar pajak berarti pemungutan pajak lebih berhasil. Sebaliknya, semakin lebar jurang kepatuhan maka penerimaan pajak yang dikumpulkan semakin sedikit. Upaya mengurangi kesenjangan kepatuhan dilakukan melalui penyempurnaan sistem administrasi perpajakan. Rendahnya tax ratio menunjukkan terdapatnya kesenjangan yang tajam dimana hal ini terkait erat dengan administrasi pajak. Menurut Gunadi (2003:3), administrasi perpajakan harus dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Hadi Purnomo dalam sofyan (2005;47), menyatakan tiga strategi dalam meningkatkan kepatuhan pajak melalui administrasi perpajakan, yaitu pertama dengan membuat program dan kegiatan yang diharapkan dapat menyadarkan dan meningkatkan kepatuhan sukarela, khususnya bagi Wajib Pajak yang belum patuh kedua adalah meningkatkan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang relatif sudah patuh sehingga tingkat kepatuhannya dapat dipertahankan atau ditingkatkan, ketiga meningkatkan kepatuhan dengan program dan kegiatan yang dapat memerangi ketidakpatuhan (combatting noncomplance). Untuk itu administrasi perpajakan harus mendorong warga mematuhi ketentuan perpajakan dengan membuat biaya kepatuhan (compliance cost) dan biaya pelayanan semurah mungkin, meminimalisasi penyalahgunaan pembelanjaan penerimaan pajak dari masyarakat, dan melaksanakan sosialisasi, edukasi dan advokasi untuk mendorong kesadaran dan kemauan masyarakat mematuhi ketentuan perpajakan. (Gunadi, 2004)M. Ketidakpatuhan Dalam PerpajakanKetidakpatuhan dalam perpajakan dapat diartikan suatu keadaan dimana Wajib Pajak tidak memenuhi semua kewajiban perpajakannya dan hak perpajakan. Penyebab ketidakpatuhan ini bermacam-macam seorang peneliti di Chile Amerika Latin yaitu Jamie V. Caro Nurmantu dalam Prakoso (2012) memberikan delapan sebab mengapa seseorang tidak mau membayar pajak dibawah judul Why I Dont Pay My Tax yaitu:1. Karena tidak menerima manfaat.2. Karena orang lain juga tidak membayar pajak.3. Karena jumlah pajaknya terlalu besar.4. Karena mereka mencuri uang saya.5. Karena tidak tau bagaimana cara melakukannya.6. Karena saya telah mencoba tapi saya tidak mampu.7. Karena jika mereka menangkap saya, maka saya pun akan dapat menyelesaikannya.8. Walaupun saya tidak membayar tidak akan terjadi apa-apa.Dari penelitian diatas kesimpulan yang dapat diambil penyebab ketidak patuhan membayar pajak adalah kesalahan sistem perpajakan yang mengatur keseluruhan pelaksanaan perpajakan yang mengakibatkan Wajib Pajak masih merasa terbebani atas kewajiban perpajakannya serta belum mampu menyadarkan Wajib Pajak mengenai pentingnya pemenuhan kewajiban perpajakannya. Adapun jenis ketidakpatuhan yang dilakukan oleh para Wajib Pajak seperti yang diutarakan oleh Bernard P. Herber yang dikutip Nurmantu dalam Prakoso (2012) perilaku Wajib Pajak yang tidak sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakannya, dibedakan menjadi tiga, yaitu:1. Tax Evasion adalah perbuatan penghindaran pajak yang melanggar undang-undang.2. Tax Avoidance adalah Wajib Pajak memanfaatkan peluang-peluang yang ada dalam undang-undang perpajakan, sehingga dapat membayar pajak yang lebih rendah.3. Tax Delinquency adalah perbuatan tidak memenuhi kewajiban pajaknya karena ketidakmampuan secara ekonomis.N. Biaya Kepatuhan PajakBiaya kepatuhan menurut Prasetyo (2008;42), biaya kepatuhan pajak atau tax compliance cost adalah biaya yang harus ditanggung oleh Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Rahayu (2001;27) mendefinisikan biaya transaksi dalam penghitungan pajak sebagai semua biaya diluar pajak terutang yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam proses pemenuhan kewajiban perpajakannya, mulai dari merencanakan aspek perpajakan dalam investasinya sampai dengan saat menerima putusan banding dan melunasi pajak terhutang. Merujuk pada definisi yang dikemukakan oleh Rahayu mengenai transaksi dalam penghitungan pajak mempunyai persamaan arti dengan definisi biaya kepatuhan pajak dari Prasetyo, yaitu biaya yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya diluar pajak terhutang. Sehingga peneliti mengasumsikan bahwa biaya transaksi pajak diluar pajak terhutang sama artinya biaya kepatuhan pajak.Noviarto (2000;54) membagi biaya transaksi dalam penghitungan pajak menjadi actual cash outlay dan opportunity cost of time. Actual cash outlay adalah semua pengeluaran tunai yang dibayarkan selama menghitung, menyetorkan, melaporkan, serta mempertanggungjawabkan jumlah pajak terhutang. Semua biaya transaksi resmi dan biaya transaksi tidak resmi dalam perhitungan pajak yang dibayarkan secara tunai merupakan actual cash outlay. Sedangkan, opportunity cost of time adalah kerugian yang diderita Wajib Pajak akibat penghasilan harian atau outputnya berkurang selama melakukan kewajiban perpajakan. Biaya ini merupakan ekuivalen rupiah dari waktu yang dihabiskan Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan.Rahayu (2001;137) membagi biaya transaksi dalam penghitungan pajak tersebut menjadi biaya resmi dan biaya tidak resmi.1. Biaya transaksi Resmi merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka melakukan pemenuhan kewajiban pajak yang ditunjang oleh tanda terima pembayaran resmi, seperti: biaya fotokopi dokumen yang terkait dengan pemenuhan kewajiban pajak, biaya transportasi untuk kunjungan Wajib Pajak ke tempat penyetoran pajak, kantor pajak, kantor konsultan, dan kantor pengadilan pajak, biaya pendidikan dan latihan karyawan dalambidang perpajakan (seperti biaya kursus, seminar, dan lokakarya pajak), biaya penyimpanan dokumen perpajakan (yang harus disimpan selama sepuluh tahun sesuaiketentuan peraturan perundang-undangan pajak), serta biaya konsultasi pajak dengan konsultan pajak atau konsultan.2. Biaya transaksi tidak resmi dalampenghitungan pajak adalah biaya-biaya yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak yang tidak ditunjang oleh tanda terima pembayaran resmi, seperti: biaya entertainment dan biaya ucapan terima kasih yang diberikan Wajib Pajak untuk aparat pajak (fiskus).Sanford dalam Nurmantu (2003; 160-162), membagi compliance cost dalam tiga jenis biaya, yakni direct money cost, time cost, dan psychic atau psychological cost.1. Direct Money Cost adalah biaya-biaya cash money (uang tunai) yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak, seperti pembayaran kepada konsultan pajak dan biaya perjalanan ke Bank untuk melakukan penyetoran pajak.2. Time Cost adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajak, antara lain waktu yang digunakan untuk membaca formulir Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) dan buku petunjuknya, waktu yang digunakan untuk berkonsultasi dengan akuntan atau konsultan pajak dalam mengisi SPT, dan waktu yang digunakan untuk pergi dan pulang ke kantor pajak.3. Psychic Cost adalah rasa stress dan berbagai rasa takut atau cemas karena melakukan tax evasion.O. Model Kerangka Berpikir dan Model HipotesisKerangka berpikir merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan keterkaitan teori dan konsepsional dari masalah yang akan diteliti. Dari latar belakang, rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dibuat model kerangka berpikir seperti pada gambar .Pada penelitian ini berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tinjauan pustaka dan kerangka berpikir dapat diambil suatu hipotesis. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang digunakan sebagai dasar peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian ini dapat dirumuskan hipotesis terhadap permasalahan tersebut sebagai berikut:a. Diduga terdapat pengaruh secara simultan variabel kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.b. Diduga terdapat pengaruh secara parsial variabel kualitas pelayanan dan biaya kepatuhan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

Kualitas Pelayanan Perpajakan()

Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi(Y)

Biaya Kepatuhan ()

Keterangan: = Berpengaruh signifikan secara simultan = Berpengaruh signifikan secara parsial

44