BAB II

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Uvea Uvea adalah lapisan pada mata yang berada di antara lapisan sklera dan retina dan terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Uvea merupakan lapisan vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea posterior. 3 Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Secara histologis iris terdiri dari stroma, di antaranya terdapat lekukan-lekukan di permukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta. 3 2

description

case

Transcript of BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Uvea

Uvea adalah lapisan pada mata yang berada di antara lapisan sklera dan retina

dan terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Uvea merupakan lapisan vaskular tengah

mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke

retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea

posterior.3

Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang

membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di

tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera

oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai

kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Secara

histologis iris terdiri dari stroma, di antaranya terdapat lekukan-lekukan di permukaan

anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta.3

Gambar 1. Anatomi mata

Permukaan anterior ditutup oleh endotel kecuali pada kripta, dimana pembuluh

darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di camera oculi

anterior (COA), yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke COA

dan sebaliknya. Bagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan

lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang

bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah,

sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.3

2

Gambar 2. Uvea

Pada iris terdapat otot sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan

sirkuler, letaknya di dalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N

III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan

radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan dipersarafi oleh

saraf simpatis.

Pasokan darah ke iris adalah dari arteri sirkulus major iris, kapiler-kapiler iris

mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui serat-

serat di dalam nervi siliaris.3

Badan Siliar (corpus ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu: pars

korona, bagian anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2 mm, dan pars plana, bagian

postrior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris berfungsi sebagai

pembentuk humor aquous. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma,

peradangan, neoplasma didaerah ini merupakan keadaan yang gawat.

Gambar 3. Sirkulasi humour aquous

3

Pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris.

Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak

mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung

pigmen. Di dalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier yang berjalan radier,

sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-serat zonula zinii yang

merupakan penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. Kontraksi atau

relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis,

sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan

dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh

darah baliknya mengalirkan darah ke V. Vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari

satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi epitel.3

2.2. Uveitis Anterior

A. Epidemiologi

Angka prevalensi uveitis anterior sekitar 0,19%, namun angka tersebut meningkat

menjadi 1% pada kelompok populasi HLA-B27 positif. Uveitis anterior merupakan

salah satu radang di dalam bola mata yang paling sering dijumpai, dengan insidensi

pertahun bervariasi antara 8.212 setiap 100.000 penduduk. Uveitis anterior akuta

pada HLA-B27 positif lebih sering terjadi pada orang Kaukasian dibandingkan

orang Jepang. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50

tahun.4

Gambar 4. Kalsifikasi uveitis

4

B. Etiologi

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan

akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat

gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi

klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea

anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain,

yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi imunologi pada

mata.

Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik yang

berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter,

penyakit crohn’s, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme,

inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma dan

infeksi.1,2

C. Patogenesis

Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu

infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu

trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi

terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di

luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme imunologi merupakan

reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari

dalam tubuh (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba

yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah

proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.2

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier

sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos

yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebut flare (aqueous flare).

Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru

mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan

lensa (sinekia posterior).2

Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk

keratik presipitat yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel

kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut Koeppe

nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules, yang bisa ditemukan juga 5

pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel

radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.2

Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan

dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun

oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir

sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam bilik mata posterior lebih besar

dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung

kedepan yang disebut iris bombe (bombans).2

Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipoperfusi badan siliar menyebabkan

tekanan intraokuler turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat

menyebabkan penutupan sudut COA sehingga terjadi penutupan kanal schlemm

sehingga terjadi glaukoma sekunder akut. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder

karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik depan, sedang pada fase lanjut

glaukoma sekunder kronis terjadi karena adanya seklusio pupil.2

Gambar 5. Uveitis

D. Klasifikasi

Berdasarkan patologi uveítis anterior dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu

granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya

tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi

kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis

ini timbul terutama dibagian anterior traktus yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat

reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam

6

jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuklear. Pada kasus berat dapat terbentuk

bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.4

Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke

jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau

Toxoplasma gondii). Patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti

jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai seluruh traktus uvealis

namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel

epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena.

Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan

sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada

mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam

tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau

oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.4

Perbedaan Uveitis Granulomatosa dan non Granulomatosa

non Granulomatosa Granulomatosa

Onset Akut Tersembunyi

Sakit Nyata Tidak ada atau ringan

Fotofobia Nyata Ringan

Penglihatan kabur Sedang Nyata

Merah sirkumkorneal Nyata Ringan

Perisipitat keratik Putih halus Kelabu besar

Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur (bervariasi)

Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang

Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang

Tempat Uvea anterior Uvea anterior dan posterior

Perjalanan Akut Menahun

Rekurens Sering Kadang-kadang

Tabel 1. Perbedaan uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa

7

Sedangkan berdasarkan waktu uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang

dari 6 minggu,jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren

akut dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu.

E. Manifestasi klinik

Keluhan subjektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri, terutama di bulbus

okuli, sakit dapat spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala

di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat

pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat

fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral. 2

Gambar 6. Sel dan flare pada kamera okuli anterior

Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa

penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis

tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan

peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran

yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk

menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan

untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta

kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti TB) dan terdapatnya

penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah

pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata

atau pembedahan.2

8

Gambar 7. Keratik presipitat pada endotel kornea

Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit,

konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh

karena udem dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel

yang menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non

granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada

uveitis granulomatosa, keratik presipitat besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu

membentuk bangunan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai diameter 1 mm.

Adanya keratik presipitat dijumpai pada keratouveitis karena herpes simpleks dan

sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.2

Tabel 2. Derajat jumlah sel dan efek tyndall dalam bilik depan mata dengan

pemeriksaan slitlamp

Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan

dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakan slitlamp atau

lampu kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga

9

menimbulkan fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat

menonjol tapi reaksi sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti

monosit atau sel raksasa. Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar

dan reaksi flare biasanya sangat ringan.2

Gambar 8. Sinekia posterior

Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris

melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu

menjadi hijau, coklat menjadi warna Lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai

benjolan di iris, bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan

depan iris disebut nodul busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda

uveitis granulomatosa dan terdapat adanya sinekia posterior.2

Ringan Sedang Berat

Keluhan ringan sampai

sedang

VA 20/20 to 20/30

Kemerahan sirkumkornel

superficial

Tidak ada KPs (keratic

presipitat)

1+ cells and flare

Tekanan intraokuler

berkurang < 4 mmHg

Keluhan sedang sampai

berat

VA from 20/30 to 20/100

Kemerahan sirkumkornel

dalam

Tampak KPs

1-3+ cells and flare

Miotic, sluggish pupil

Sinekia posterior ringan

Udem iris ringan

tekanan intraokuler

berkurang 3-6 mm Hg

Keluhan sedang sampai

berat

VA < 20/100

Kemerahan

sirkumkornel dalam

Tampak KPs

3-4+ cells and flare

Pupil terfiksir

Sinekia posterior

(fibrous)

Tidak tampak kripte

pada iris

10

Anterior virtreous cells Tekanan intraokuler

meningkat

cells anterior sedang

sampai berat

Tabel 3. Pembagian uveitis anterior

F. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai

penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia

kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA,

Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level

(sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin

berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters).

Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto

spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya

(Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk

melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis).5,6

Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s disease akan

terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila

disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi

pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi

secara spesifik, bila  dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren,

Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda.5

G. Diagnosis Banding

Diagnosis banding uveitis anterior adalah keratitis atau keratokonjungtivitis, dan

glaukoma akut. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal,

dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau injeksi silier.

Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihartan dapat kabur dan ada rasa sakit

dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan zoster dapat

mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaukoma akut, pupil melebar, tidak ada

synekia posterior, dan korneanya “beruap”.3

H. Komplikasi

11

Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis proliferans,

ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan stadium

lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin disertai

penyulit edema macula kistoid.7

Gambar 7. Glaukoma sudut tertutup dan katarak matur

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada penyebabnya dan bagian

organ yang terkena. Baik pengobatan topikal atau oral adalah ditujuan untuk

mengurangi peradangan. Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah

memperbaiki tajam penglihatan, meredakan nyeri pada okular, menghilangkan

inflamasi okular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya

sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.8

Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya menggunakan

kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid atau nonsteroidal

anti inflammatory (NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-obatan steroid

mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula

darah, hipertensi, osteoporosis, dan galukoma, khususnya pada steroid sediaan oral.

Kortikosteroid

Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan. Tujuan

penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi

peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel,

menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit.

Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea

12

sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus

obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis

kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, dan bentuk larutan.

Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan makin

sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya.

Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason,

betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat

medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada

palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial.8

Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata yaitu,

epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel.

Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam

lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air.

Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut

dalam lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan

alkohol dan asetat bersifat biphasic.

Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk

suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena

bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan

terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan

komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis

pupil, pseudoptosis dan lain-lain.

Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate 0,125%

dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125% , 0,5%, dan 1%, deksamentason

alcohol 0,1%, deksamethasone sodium phospat 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan

0,25%, dan medrysone 1%.

Cycloplegics dan mydriatics

Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade

neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot ciliaris.

Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk

mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris

dengan lensa anterior (sinekia posterior), yang akan mengarahkan terjadinya iris

bombe dan peningkatan tekanan intraokular, menstabilkan blood-aqueous barrier

13

dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agent cycloplegics

yang biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%,

Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%.

Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs

Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan

steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs (aspirin

dan ibuprofen) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan,

NSAIDs dipergunakan untuk mengurangi peradangan yang dihubungkan dengan

cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior.

Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan

perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal

antara 12 mg/kgBB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari

(alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal

selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis

diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu.

Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis

bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian

kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak

diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak

lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.8

J. Prognosis

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal

dan diberi pengobatan. Uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada

penyebab sistemiknya. Prognosis visual pada iritis kebanyakakan pulih dengan baik,

tanpa adanya katarak, glaukoma atau posterior uveitis.5

14