BAB II
-
Upload
angga-maulana-ibrahim -
Category
Documents
-
view
380 -
download
6
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Uvea
Uvea adalah lapisan pada mata yang berada di antara lapisan sklera dan retina
dan terdiri dari iris, badan siliar dan koroid. Uvea merupakan lapisan vaskular tengah
mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini juga ikut memasok darah ke
retina. Iris dan badan siliaris disebut juga uvea anterior sedangkan koroid disebut uvea
posterior.3
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke anterior dan merupakan diafragma yang
membagi bola mata menjadi 2 segmen, yaitu segmen anterior dan segmen posterior, di
tengah-tengahnya berlubang yang disebut pupil. Iris membagi bilik mata depan (camera
oculi anterior) dan bilik mata posterior (camera oculi posterior). Iris mempunyai
kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke dalam bola mata. Secara
histologis iris terdiri dari stroma, di antaranya terdapat lekukan-lekukan di permukaan
anterior yang berjalan radier yang dinamakan kripta.3
Gambar 1. Anatomi mata
Permukaan anterior ditutup oleh endotel kecuali pada kripta, dimana pembuluh
darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan cairan di camera oculi
anterior (COA), yang memungkinkan percepatan terjadinya pengaliran nutrisi ke COA
dan sebaliknya. Bagian posterior dilapisi dengan 2 lapisan epitel, yang merupakan
lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris tergantung dari sel-sel pigmen yang
bercabang yang terdapat di dalam stroma yang banyaknya dapat berubah-ubah,
sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.3
2
Gambar 2. Uvea
Pada iris terdapat otot sfingter pupil (M. Sphincter pupillae), yang berjalan
sirkuler, letaknya di dalam stroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf parasimpatis, N
III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator pupillae), yang berjalan
radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior stroma dan dipersarafi oleh
saraf simpatis.
Pasokan darah ke iris adalah dari arteri sirkulus major iris, kapiler-kapiler iris
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlobang. Persarafan iris adalah melalui serat-
serat di dalam nervi siliaris.3
Badan Siliar (corpus ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian yaitu: pars
korona, bagian anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2 mm, dan pars plana, bagian
postrior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm. Badan siliaris berfungsi sebagai
pembentuk humor aquous. Badan siliar merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma,
peradangan, neoplasma didaerah ini merupakan keadaan yang gawat.
Gambar 3. Sirkulasi humour aquous
3
Pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan dari epitel iris.
Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh karena tidak
mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam, karena mengandung
pigmen. Di dalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier yang berjalan radier,
sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-serat zonula zinii yang
merupakan penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk akomodasi. Kontraksi atau
relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan relaksasi dari kapsula lentis,
sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung yang berguna pada penglihatan
dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung pembuluh darah dimana pembuluh
darah baliknya mengalirkan darah ke V. Vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari
satu lapisan tipis jaringan otot dengan pembuluh darah diliputi epitel.3
2.2. Uveitis Anterior
A. Epidemiologi
Angka prevalensi uveitis anterior sekitar 0,19%, namun angka tersebut meningkat
menjadi 1% pada kelompok populasi HLA-B27 positif. Uveitis anterior merupakan
salah satu radang di dalam bola mata yang paling sering dijumpai, dengan insidensi
pertahun bervariasi antara 8.212 setiap 100.000 penduduk. Uveitis anterior akuta
pada HLA-B27 positif lebih sering terjadi pada orang Kaukasian dibandingkan
orang Jepang. Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50
tahun.4
Gambar 4. Kalsifikasi uveitis
4
B. Etiologi
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan badan siliar yang dapat berjalan
akut maupun kronis. Penyebab dari iritis tidak dapat diketahui dengan melihat
gambaran klinisnya saja. Iritis dan iridisiklitis dapat merupakan suatu manifestasi
klinik reaksi imunologik terlambat, dini atau sel mediated terhadap jaringan uvea
anterior. Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain,
yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi imunologi pada
mata.
Penyebab uveitis anterior diantaranya yaitu: idiopatik; penyakit sistemik yang
berhubungan dengan HLA-B27 seperti; ankylosing spondilitis, sindrom Reiter,
penyakit crohn’s, Psoriasis, herpes zoster/ herpes simpleks, sifilis, penyakit lyme,
inflammatory bowel disease; Juvenile idiopathic arthritis; Sarcoidosis, trauma dan
infeksi.1,2
C. Patogenesis
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu
trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi
terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh di
luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme imunologi merupakan
reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari
dalam tubuh (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba
yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah
proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.2
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood aqueous barrier
sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos
yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang disebut flare (aqueous flare).
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman, akan tetapi justru
mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya perlekatan iris pada permukaan
lensa (sinekia posterior).2
Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat membentuk
keratik presipitat yaitu sel-sel radang yang menempel pada permukaan endotel
kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi pupil disebut Koeppe
nodules, bila dipermukaan iris disebut Busacca nodules, yang bisa ditemukan juga 5
pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada iridosiklitis yang berat sel
radang dapat sedemikian banyak sehingga menimbulkan hipopion.2
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan miosis dan
dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun
oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior tidak dapat mengalir
sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam bilik mata posterior lebih besar
dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris tampak menggelembung
kedepan yang disebut iris bombe (bombans).2
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipoperfusi badan siliar menyebabkan
tekanan intraokuler turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel radang dapat
menyebabkan penutupan sudut COA sehingga terjadi penutupan kanal schlemm
sehingga terjadi glaukoma sekunder akut. Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder
karena gumpalan-gumpalan pada sudut bilik depan, sedang pada fase lanjut
glaukoma sekunder kronis terjadi karena adanya seklusio pupil.2
Gambar 5. Uveitis
D. Klasifikasi
Berdasarkan patologi uveítis anterior dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
granulomatosa dan non granulomatosa. Pada jenis non granulomatosa umumnya
tidak dapat ditemukan organisme patogen dan karena berespon baik terhadap terapi
kortokosteroid diduga peradangan ini semacam fenomena hipersensitivitas. Uveitis
ini timbul terutama dibagian anterior traktus yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat
reaksi radang dengan terlihatnya infiltrasi sel-sel limfosit dan sel plasma dalam
6
jumlah cukup banyak dan sedikit sel mononuklear. Pada kasus berat dapat terbentuk
bekuan fibrin besar atau hipopion didalam kamera okuli anterior.4
Sedangkan pada uveitis granulomatosa umumnya mengikuti invasi mikroba aktif ke
jaringan oleh organisme penyebab (misal Mycobacterium tuberculosis atau
Toxoplasma gondii). Patogen ini jarang ditemukan dan diagnosis etiologi pasti
jarang ditegakkan. Uveitis granulomatosa dapat mengenai seluruh traktus uvealis
namun lebih sering pada uvea posterior. Terdapat kelompok nodular sel-sel
epithelial dan sel-sel raksasa yang dikelilingi limfosit di daerah yang terkena.
Deposit radang pada permukaan posterior kornea terutama terdiri atas makrofag dan
sel epiteloid. Diagnosis etiologi spesifik dapat ditegakkan secara histologik pada
mata yang dikeluarkan dengan menemukan kista toxoplasma, basil tahan asam
tuberculosis, spirocheta pada sifilis, tampilan granuloma khas pada sarcoidosis atau
oftalmia simpatika dan beberapa penyebab spesifik lainnya.4
Perbedaan Uveitis Granulomatosa dan non Granulomatosa
non Granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Sakit Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan kabur Sedang Nyata
Merah sirkumkorneal Nyata Ringan
Perisipitat keratik Putih halus Kelabu besar
Pupil Kecil dan tak teratur Kecil dan tak teratur (bervariasi)
Synechia posterior Kadang-kadang Kadang-kadang
Nodul iris Kadang-kadang Kadang-kadang
Tempat Uvea anterior Uvea anterior dan posterior
Perjalanan Akut Menahun
Rekurens Sering Kadang-kadang
Tabel 1. Perbedaan uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa
7
Sedangkan berdasarkan waktu uveitis anterior dikatakan akut jika terjadi kurang
dari 6 minggu,jika inflamasi kambuh diikuti dengan serangan inisial disebut rekuren
akut dan dikatakan sebagai kronik jika lebih dari 6 minggu.
E. Manifestasi klinik
Keluhan subjektif yang menyertai uveitis anterior adalah nyeri, terutama di bulbus
okuli, sakit dapat spontan atau pada penekanan di daerah badan siliar, sakit kepala
di kening yang menjalar ke temporal, fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat
pada uveitis anterior akut, lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat
fotofobia, gangguan visus dan bersifat unilateral. 2
Gambar 6. Sel dan flare pada kamera okuli anterior
Riwayat yang berhubungan dengan uveitis adalah usia, kelamin, suku bangsa
penting untuk di catat karena dapat memberikan petunjuk ke arah diagnosis uveitis
tertentu. Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan
peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau sayuran
yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar nikah untuk
menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan obat-obatan
untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced), serta
kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti TB) dan terdapatnya
penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah
pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata
atau pembedahan.2
8
Gambar 7. Keratik presipitat pada endotel kornea
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus umumnya normal atau berkurang sedikit,
konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva dan injeksi siliar, serta kornea keruh
karena udem dan keratik presipitat. Keratik presipitat merupakan kumpulan sel-sel
yang menempel pada endotel kornea, biasanya di bagian bawah. Pada uveitis non
granulomatosa, keratik presipitat berukuran kecil dan sedang berwarna putih. Pada
uveitis granulomatosa, keratik presipitat besar-besar dan lonjong dan dapat menyatu
membentuk bangunan yang lebih besar, sehingga dapat mencapai diameter 1 mm.
Adanya keratik presipitat dijumpai pada keratouveitis karena herpes simpleks dan
sangat spesifik pada Heterokromik Fuch.2
Tabel 2. Derajat jumlah sel dan efek tyndall dalam bilik depan mata dengan
pemeriksaan slitlamp
Pada kamera okuli anterior terdapat flare, terlihat sebagai peningkatan kekeruhan
dalam humor akuos dalam COA, dapat terlihat dengan menggunakan slitlamp atau
lampu kecil dengan intensitas kuat dengan arah sinar yang kecil sehingga
9
menimbulkan fenomena Tyndal. Pada uveitis non granulomatosa, reaksi flare sangat
menonjol tapi reaksi sel biasanya terdiri dari sel-sel kecil dan jarang sel besar seperti
monosit atau sel raksasa. Sedangkan pada uveitis granulomatosa, sel besar-besar
dan reaksi flare biasanya sangat ringan.2
Gambar 8. Sinekia posterior
Pada iris tampak suram, gambaran radier tak nyata, karena pembuluh darah di iris
melebar, sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah, kelabu
menjadi hijau, coklat menjadi warna Lumpur. Terdapat nodul iris, ditandai sebagai
benjolan di iris, bila pada tepi pupil disebut nodul koeppe, bila pada permukaan
depan iris disebut nodul busacca. Adanya nodul-nodul tersebut merupakan pertanda
uveitis granulomatosa dan terdapat adanya sinekia posterior.2
Ringan Sedang Berat
Keluhan ringan sampai
sedang
VA 20/20 to 20/30
Kemerahan sirkumkornel
superficial
Tidak ada KPs (keratic
presipitat)
1+ cells and flare
Tekanan intraokuler
berkurang < 4 mmHg
Keluhan sedang sampai
berat
VA from 20/30 to 20/100
Kemerahan sirkumkornel
dalam
Tampak KPs
1-3+ cells and flare
Miotic, sluggish pupil
Sinekia posterior ringan
Udem iris ringan
tekanan intraokuler
berkurang 3-6 mm Hg
Keluhan sedang sampai
berat
VA < 20/100
Kemerahan
sirkumkornel dalam
Tampak KPs
3-4+ cells and flare
Pupil terfiksir
Sinekia posterior
(fibrous)
Tidak tampak kripte
pada iris
10
Anterior virtreous cells Tekanan intraokuler
meningkat
cells anterior sedang
sampai berat
Tabel 3. Pembagian uveitis anterior
F. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran mengenai
penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count, eosinofilia
kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, FTA, Autoimun marker (ANA,
Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum ACE level
(sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya. Pemeriksaan urin
berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechet’s reitters).
Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis, Histoplasmosis), Foto
spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto persendian lainya
(Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto tengkorak, untuk
melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis).5,6
Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechet’s disease akan
terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada pasien bila
disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian terjadi reaksi
pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mengetahui etiologi
secara spesifik, bila dicurigai adanya kecurigaan penyakit sistemik, Uveitis rekuren,
Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior dan Onsetnya muda.5
G. Diagnosis Banding
Diagnosis banding uveitis anterior adalah keratitis atau keratokonjungtivitis, dan
glaukoma akut. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal,
dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia, atau injeksi silier.
Pada keratitis atau keratokonjunctivitis, penglihartan dapat kabur dan ada rasa sakit
dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan zoster dapat
mengenai uveitis anterior sebenarnya. Pada glaukoma akut, pupil melebar, tidak ada
synekia posterior, dan korneanya “beruap”.3
H. Komplikasi
11
Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis proliferans,
ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini dan stadium
lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat mungkin disertai
penyulit edema macula kistoid.7
Gambar 7. Glaukoma sudut tertutup dan katarak matur
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada penyebabnya dan bagian
organ yang terkena. Baik pengobatan topikal atau oral adalah ditujuan untuk
mengurangi peradangan. Tujuan dari pengobatan uveitis anterior adalah
memperbaiki tajam penglihatan, meredakan nyeri pada okular, menghilangkan
inflamasi okular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya
sinekia, dan mengatur tekanan intraokular.8
Pengobatan uveitis anterior adalah tidak spesifik, pada umumnya menggunakan
kortikosteroid topical dan cycloplegics agent. Adakalanya steroid atau nonsteroidal
anti inflammatory (NSAIDs) oral dipergunakan. Namun obat-obatan steroid
mempunyai efek samping yang serius, seperti gagal ginjal, peningkatan kadar gula
darah, hipertensi, osteoporosis, dan galukoma, khususnya pada steroid sediaan oral.
Kortikosteroid
Kortikosteroid topikal adalah terapi awal dan secepatnya diberikan. Tujuan
penggunaan kortikosteroid untuk pengobatan uveitis anterior adalah mengurangi
peradangan, yaitu mengurangi produksi eksudat, menstabilkan membran sel,
menghambat penglepasan lysozym oleh granulosit, dan menekan sirkulasi limfosit.
Efek terapeutik kortikosteroid topikal pada mata dipengaruhi oleh sifat kornea
12
sebagai sawar terhadap penetrasi obat topikal ke dalam mata, sehingga daya tembus
obat topikal akan tergantung pada konsentrasi dan frekuensi pemberian, jenis
kortikosteroid, jenis pelarut yang dipakai, dan bentuk larutan.
Konsentrasi dan frekuensi pemberian, makin tinggi konsentrasi obat dan makin
sering frekuensi pemakaiannya, maka makin tinggi pula efek antiinflamasinya.
Peradangan pada kornea bagian dalam dan uveitis diberikan preparat dexametason,
betametason dan prednisolon karena penetrasi intra okular baik, sedangkan preparat
medryson, fluorometolon dan hidrokortison hanya dipakai pada peradangan pada
palpebra, konjungtiva dan kornea superfisial.8
Kornea terdiri dari 3 lapisan yang berperan pada penetrasi obat topikal mata yaitu,
epitel yang terdiri dari 5 lapis sel, stroma, endotel yang terdiri dari selapis sel.
Lapisan epitel dan endotel lebih mudah ditembus oleh obat yang mudah larut dalam
lemak sedangkan stroma akan lebih mudah ditembus oleh obat yang larut dalam air.
Maka secara ideal obat dengan daya tembus kornea yang baik harus dapat larut
dalam lemak maupun air (biphasic). Obat-obat kortikosteroid topikal dalam larutan
alkohol dan asetat bersifat biphasic.
Kortikosteroid tetes mata dapat berbentuk solutio dan suspensi. Keuntungan bentuk
suspensi adalah penetrasi intra okular lebih baik daripada bentuk solutio karena
bersifat biphasic, tapi kerugiannya bentuk suspensi ini memerlukan pengocokan
terlebih dahulu sebelum dipakai. Pemakaian steroid tetes mata akan mengakibatkan
komplikasi seperti: Glaukoma, katarak, penebalan kornea, aktivasi infeksi, midriasis
pupil, pseudoptosis dan lain-lain.
Beberapa kortikosteroid topikal yang tersedia adalah prednisolon acetate 0,125%
dan 1%, prednisolone sodium phospat 0,125% , 0,5%, dan 1%, deksamentason
alcohol 0,1%, deksamethasone sodium phospat 0,1%, fluoromethasone 0,1% dan
0,25%, dan medrysone 1%.
Cycloplegics dan mydriatics
Semua agent cycloplegic adalah cholinergic antagonist yang bekerja memblokade
neurotransmitter pada bagian reseptor dari sphincter iris dan otot ciliaris.
Cycloplegic mempunyai tiga tujuan dalam pengobatan uveitis anterior, yaitu untuk
mengurangi nyeri dengan memobilisasi iris, mencegah terjadinya perlengketan iris
dengan lensa anterior (sinekia posterior), yang akan mengarahkan terjadinya iris
bombe dan peningkatan tekanan intraokular, menstabilkan blood-aqueous barrier
13
dan mencegah terjadinya protein leakage (flare) yang lebih jauh. Agent cycloplegics
yang biasa dipergunakan adalah atropine 0,5%, 1%, 2%, homatropine 2%, 5%,
Scopolamine 0,25%, dan cyclopentolate 0,5%, 1%, dan 2%.
Oral steroid dan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs
Prednisone oral dipergunakan pada uveitis anterior yang dengan penggunaan
steroid topical hanya berespon sedikit. Penghambat prostaglandin, NSAIDs (aspirin
dan ibuprofen) dapat mengurangi peradangan yang terjadi. Sebagai catatan,
NSAIDs dipergunakan untuk mengurangi peradangan yang dihubungkan dengan
cystoids macular edema yang menyertai uveitis anterior.
Pengobatan kortikosteroid bertujuan mengurangi cacat akibat peradangan dan
perpanjangan periode remisi. Banyak dipakai preparat prednison dengan dosis awal
antara 12 mg/kgBB/hari, yang selanjutnya diturunkan perlahan selang sehari
(alternating single dose). Dosis prednison diturunkan sebesar 20% dosis awal
selama 2 minggu pengobatan, sedangkan preparat prednison dan dexametaxon dosis
diturunkan tiap 1 mg dari dosis awal selama 2 minggu.
Indikasi pemberian kortikosteroid sistemik adalah Uveitis posterior, Uveitis
bilateral, Edema macula, Uveitis anterior kronik (JRA, Reiter). Pemakaian
kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama akan terjadi efek samping yang tidak
diingini seperti Sindrom Cushing, hipertensi, Diabetes mellitus, osteoporosis, tukak
lambung, infeksi, hambatan pertumbuhan anak, hirsutisme, dan lain-lain.8
J. Prognosis
Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal
dan diberi pengobatan. Uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada
penyebab sistemiknya. Prognosis visual pada iritis kebanyakakan pulih dengan baik,
tanpa adanya katarak, glaukoma atau posterior uveitis.5
14