Bab II Materi Seminar Kelompok II

32
BAB II TINJ AUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit a. Definisi Tuberculosis tulang belakang atau disebut juga spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulose yang bersifat kronik destruktif oleh mikrobakterium tuberkulosa ( Rasjad, 2007 ). Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu mikrobakterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000). Spondilitis tuberculosis disebut juga penyakit pott. Spondilitis ini

description

kelompok

Transcript of Bab II Materi Seminar Kelompok II

Page 1: Bab II Materi Seminar Kelompok II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

a. Definisi

Tuberculosis tulang belakang atau disebut juga spondilitis tuberkulosa

merupakan peradangan granulose yang bersifat kronik destruktif oleh

mikrobakterium tuberkulosa ( Rasjad, 2007 ).

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa

infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu mikrobakterium

tuberculosa yang mengenai tulang vertebra.

Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau

defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3

dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus

vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).

Spondilitis tuberculosis disebut juga penyakit pott. Spondilitis ini

sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – C2

( Sjamsuhidajat, 1997 ).

Spondilitis tuberkulosa ialah suatu bentuk infeksi tuberculosis

ektrapulmoner yang mengenai tulang belakang (vertebra). Infeksi mulai dari

korpus vertebra menjalar ke diskus intervertebralis dan kemudiaan mencapai

alat-alat dan jaringan di dekatnya.

b. Etiologi

Tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosa

ditempat lain ditubuh, 90-95 % disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosis

tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 – 10 % oleh

mikrobakterium atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosaterutama pada daerah

vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder

dari suatu tuberculosis traktus urinarius, yang penyebarannya melalui fleksus

Page 2: Bab II Materi Seminar Kelompok II

Batson pada vena paravertebralis. Kuman mikrobakterium tuberkulosa bersifat

tahan asam dan cepat mati apabila terkena matahari langsung ( Rasjad, 2007 ).

c.   Patofisiologi

Spondilitis tuberkulosa merupakan kelanjutan dari penyebaran kuman

tuberkulosa yang sudah bermukim ditubuh, misalnya di paru atau kelenjar getah

bening. Penyebaran itu menyebar melalui darah arteri vertebralis. Kuman

tuberkulosa pertama bersarang di korpus vertebra. Infeksi berawal dari bagian

sentral, bagian depan, atau epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi

dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya

terjadi kerusakan pada kortek epifise, diskus intervertebralis dan vertebra

sekitarnya. Kerusakan pada bagian korpus ini akan menyebabkan terjadinya

kiposis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung

menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan

vertebra di dekatnya. Kemudian eksudat menyebar kedepan, dibawah ligamentum

longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini

dapat menembus ligamentum dan berekspansi keberbagai arah disepanjang

ligamen yang lemah.

Sebagai proses kelanjutan dapat berkembang abses yang pada mulanya

merupakan tempat hancurnya jaringan yang terkena proses tuberkulosa. Semakin

hancur maka terjadilah abses yang pada permulaan merusak ke anterior dan ke

samping korpus vertebra. Kemudian dapat terjadi perluasan ke bawah atau

merusak ke posterior di sela subdural. Abses pada daerah ini dapat menekan

medulla spinalis sehingga timbul paraplegi.

Perjalanan penyakit ini terbagi menjadi 5 stadium, yaitu:

a.  Stadium Implantasi

Setelah bakteri berada di dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh

penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang

berlangsung selama 6 – 8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah

paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra.

b.  Stadium destruksi awal

Page 3: Bab II Materi Seminar Kelompok II

Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra

serta penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6

minggu.

c.  Stadium destruksi lanjut

Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk

massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang terjadi

2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk

sekuestrum serta kerusakan diskus invertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang

baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus

vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.

d.  Stadium gangguan neurologis

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi,

tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini

ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra

torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan

neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan

neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu:

Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan

aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan

saraf sensori.

Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita

masih dapat melakukan pekerjaannya.

Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi

gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.

Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan

defekasi dan miksi. Tuberkolosis paraplegia atau pott paraplegia dapat terjadi

secara dini atau lambat tegantung dari keadaan penyakitnya.

Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan

ekstradural dari abses paraventebral atau akibat kerusakan langsung sumsum

tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan paraplegia pada penyakit yang

sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang

Page 4: Bab II Materi Seminar Kelompok II

kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari

jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan

dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler

vertebra.

e.  Stadium deformitas residual

Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium

implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan

vertebra yang masif disebelah depan ( Rasjad, 2007 ).

d.   Manifestasi Klinis

Secara klinis gejala tuberculosis tulang belakang hampir sama dengan

tuberculosis pada umumnya, yaitu :

Badan lemah / lesu

Nafsu makan berkurang

Berat badan menurun

Suhu sedikit meningkat ( subfebris) terutama pada malam hari

Sakit pada punggung ( Rasjad, 2007 )

Adapun tanda-tanda spondilitis tulang belakang dengan tuberculosis adalah sebagai

berikut:

a) Pada leher, jika mengenai vertebra servikal penderita tidak suka memutar

kepalanya dan duduk dengan meletakan dagu ditangannya. Dia akan merasa nyeri

pada leher atau pundanya. Jika terjadi abses, pembengkakan dengan fluktasi yang

ringan akan tampak pada sisi yang sama pada leher di belakang otot

sternomastoid atau tonjolan pada bagian belakang mulut (faring).

b) Pada punggung bawah sampai iga terakhir (region torakalis). Dengan adanya

penyakit pada region ini, penderita memiliki punggung yang besar. Dalam

gerakan memutar dia lebih sering menggerakan kakinya daripada mengayun

punggungnya. Saat memungut sesuatu dari lantai dia menukuk lutut sementara

punggungnya tetap lurus. Kemudian akan terdapat pembengkakan atau lekukan

yang nyata pada tulang belakang (gibbus) diperlihatkan dengan korpus yang

terlipat.

Page 5: Bab II Materi Seminar Kelompok II

c) Jika abses ini menjalar menuju dada bagian kanan dan kiri serta akan muncul

sebagai pembengkakan yang lunak pada dinding dada (abses dingin yang sama

dapat menyebabkantuberkulosis kelenjar getah bening interkosta). Jika menuju ke

punggung dapat menekan serabut saraf spinal menyebabkan paralisis.

d) Saat tulang belakang yang terkena lebih rendah dari dada (region lumbal), dimana

juga berada di bawah serabut saraf spinal, pus juga dapat menjalar pada otot

sebagaimana pada tingkat yang lebih tinggi. Jika ini terjadi akan tampak sebagai

pembengkakan lunak atas atau bawah ligamentum pada lipatan paha atau di

bawah tetap pada sisi dalam dari paha (abses psoas). Pada keadaan yang jarang

pus dapat berjalan menuju pelvis dan mencapai permukaan belakang sendi

panggul.

e) Pada pasien-pasien dengan malnutrisi akan didapatkan demam (kadang-kadang

demam tinggi), kehilangan berat badan dan kehilangan nafsu makan. Di beberapa

negara Afrika juga didapati pembesaran kelenjar getah bening, tuberkel subkutan,

pembesaran hati dan limpa.

f) Pada penyakit-penyakit yang lanjut mungkin tidak hanya terdapat gibus (angulasi

dari tulang belakang), juga dapat kelemahan dari anggota badan bawah dan

paralisis (paraplegi) akibat tekanan pada serabut saraf spinal atau pembuluh

darah.

e.   Komplikasi

Paraplegi pott, menekan medulla spinalis

Immobilisasi

Komplikasi dari spondilitis tuberkulosis yang paling serius adalah Pott’s

paraplegia yang apabila muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural

oleh pus maupun sequester, atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis dan

bila muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan

granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis spinalis.

Mielografi dan MRI sangatlah bermanfaat untuk membedakan penyebab

paraplegi ini. Paraplegi yang disebabkan oleh tekanan ekstradural oleh pus ataupun

Page 6: Bab II Materi Seminar Kelompok II

sequester membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi medulla spinalis

dan saraf.

Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra

torakal ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan

pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas

abses yang merupakan cold abscess.

f. Diagnosis Banding

Diagnosis banding pada spondilitis tuberkulosa yaitu:

a) Infeksi piogenik (contoh : karena staphylococcal/suppurative spondylitis). Adanya

sklerosis atau pembentukan tulangbaru pada foto rontgen menunjukkan adanya

infeksi piogenik. Selain itu keterlibatan dua atau lebih corpus vertebra yang

berdekatan lebih menunjukkan adanya infeksi tuberkulosa daripada infeksi

bakterial lain.

b) Infeksi enterik (contoh typhoid, parathypoid). Dapat dibedakan dari pemeriksaan

laboratorium.

c) Tumor/penyakit keganasan (leukemia, Hodgkinds disease, eosinophilic

granuloma, aneurysma bone cyst danEwingds sarcoma) Metastase dapat

menyebabkan destruksi dan kolapsnya corpus vertebra tetapi berbedadengan

spondilitis tuberkulosa karena ruang diskusnya tetap dipertahankan. Secara

radiologis kelainan karenainfeksi mempunyai bentuk yang lebih difus sementara

untuk tumor tampak suatu lesi yang berbatas jelas.

d) Scheuermannds disease mudah dibedakan dari spondilitis tuberkulosa oleh karena

tidak adanya penipisan korpusvertebrae kecuali di bagian sudut superior dan

inferior bagian anterior dan tidak terbentuk abses paraspinal.

g.   Pemeriksan Penunjang

1)   Pemeriksaan Laboratorium

a.  Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium

b.  Uji mantoux positif

c.  Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium

Page 7: Bab II Materi Seminar Kelompok II

d.  Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional

e.   Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel

2)   Pemeriksaan Radiologis

a.  Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru.

b.  Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus

intervertebralis yang berada di korpus tersebut.

c. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan

sumsum tulang.

d.   Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi,

skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang.

e.  Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis

tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf ( Rasjad, 2007 ).

h.   Penatalaksaan Medis

Pada prinsipnya pengobatan tuberculosis tulang belakang harus dilakukan

segera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah

paraplegia.

Pengobatan terdiri atas:

1. Terapi Konservatif berupa:

a) Tirah baring

b) Memperbaiki keadaan umum penderita

c) Pasang brance pada penderita, baik yang di operasi ataupun yang tidak di

operasi.

d) Pemberian obat anti tuberkulosa. Obat-obat yang diberikan terdiri atas:

Isonikotinik hidrosit (inti) dengan dosis oral 5 mg/kg BB perhari dengan

dosis maksimal 300 mg. Dosis oral pada anak-anak 10 mg/kg BB.

Asam paraamino salsilat. Dosis oral 8-12 mg/kg BB

Etambutol. Dosis oral 15-25 mg/kg BB perhari

Rifamfisin. Dosis oral 10 mg/kg BB diberikan pada anak-anak, pada orang

dewasa 300-400 mg perhari.

Page 8: Bab II Materi Seminar Kelompok II

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah:

1) Kategori 1

Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap :

- Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).

- Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).

2). Kategori 2

Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu :

- Tahap I : diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

- Tahap 2 : diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol

1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan

(66kali).

Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita

bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala

klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik

ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif

Indikasi operasi yaitu :

Page 9: Bab II Materi Seminar Kelompok II

• Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah

semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap

spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.

Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan

sekaligus debrideman serta bone graft.

Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun

pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla

spinalis.

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita

tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang

peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses

dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

Abses Dingin (Cold Abses)

Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat

terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang

dilakukan drainase besar bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa,

yaitu:

a. Debrideman fokal

b. Kosto-transveresektomi

c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

ParaplegiaPenanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:

a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata

b. Laminektomi

c. Kosto-transveresektomi

d. Operasi radikal

Page 10: Bab II Materi Seminar Kelompok II

e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Operasi kifosis

Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis

mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan

operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal.

Operasi PSSW

Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan pengobatan tbc

tulang belakang yang disebut total treatment.

Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan

hanya sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya,

penyembuhan TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak

ada rasa nyeri, tanpa deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya fungsi

tulang belakang, penderita dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada

pekerjaan dan keluarganya.

i. Prognosis

Spondilitis tuberkulosa merupakan penyakit menahun dan apabila dapat

sembuh secara spontan akan memberikancacat pembengkokan pada tulang

punggung. Dengan jalan radikal operatif, penyakit ini dapat sembuh dalam

waktusingkat sekitar 6 bulan (Tachdjian, 2005).Prognosis dari spondilitis

tuberkulosa bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya

komplikasineurologis. Diagnosis sedini mungkin dan pengobatan yang tepat,

prognosisnya baik walaupun tanpa operasi. Penyakitdapat kambuh apabila

pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat karena

terjadi resistensiterhadap pengobatan (Lindsay, 2008).Untuk spondilitis dengan

paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan saraf lebih baik sedangkan

spondilitis denganparaplegia akhir, prognosis biasanya kurang baik. Apabila

Page 11: Bab II Materi Seminar Kelompok II

paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa prognosisnyaad functionam juga

buruk (Lindsay, 2008).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu sistem dalam merencanakan pelayanan asuhan

keperawatan dan juga sebagai alat dalam melaksanakan praktek keperawatan yang

terdiri dari lima tahap yang meliputi : pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,

perencanaan, implementasi dan evaluasi.

a. Pengkajian.

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.

Pengkajian di lakukan dengan cermat untuk mengenal masalah klien, agar dapat

memeri arah kepada tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan

sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian. Tahap

pengkajian terdiri dari tiga kegiatan yaitu : pengumpulan data, pengelompokan

data, perumusan diagnosa keperawatan.

Secara tehnis pengumpulan data di lakukan melalui anamnesa baik pada

klien, keluarga maupun orang terdekat dengan klien. Pemeriksaan fisik di lakukan

dengan cara , inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status

perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, alamat, tanggal/jam MRS dan

diagnosa medis.

2) Riwayat penyakit sekarang.

Keluhan utama pada klien Spodilitis tuberkulosa terdapat nyeri pada

punggung bagian bawah, sehingga mendorong klien berobat kerumah sakit.

Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut.

Nyeri dirasakan meningkat pada malam hari dan bertambah berat terutama

pada saat pergerakan tulang belakang. Selain adanya keluhan utama tersebut

klien bisa mengeluh, nafsu makan menurun, badan terasa lemah, sumer-sumer

(Jawa) , keringat dingin dan penurunan berat badan.

Page 12: Bab II Materi Seminar Kelompok II

3) Riwayat penyakit dahulu

Tentang terjadinya penyakit Spondilitis tuberkulosa biasany pada klien di

dahului dengan adanya riwayat pernah menderita penyakit tuberkulosis paru.

(Sjamsuhidajat,1997).

4) Riwayat kesehatan keluarga.

Pada klien dengan penyakit Spondilitis tuberkulosa salah satu penyebab

timbulnya adalah klien pernah atau masih kontak dengan penderita lain yang

menderita penyakit tuberkulosis atau pada lingkungan keluarga ada yang

menderita penyakit menular tersebut.

5) Riwayat psikososial

Klien akan merasa cemas terhadap penyakit yang di derita, sehingga kan

kelihatan sedih, dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit,

pengobatan dan perawatan terhadapnya maka penderita akan merasa takut

dan bertambah cemas sehingga emosinya akan tidak stabil dan

mempengaruhi sosialisai penderita.

6) Pola - pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat.

Adanya tindakan medis serta perawatan di rumah sakit akan mempengaruhi

persepsi klien tentang kebiasaan merawat diri , yang dikarenakan tidak

semua klien mengerti benar perjalanan penyakitnya.Sehingga menimbulkan

salah persepsi dalam pemeliharaan kesehatan. Dan juga kemungkinan

terdapatnya riwayat tentang keadaan perumahan, gizi dan tingkat ekonomi

klien yang mempengaruhi keadaan kesehatan klien.

b. Pola nutrisi dan metabolisme.

Akibat dari proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi lemah

dan amnesia. Sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh semakin

meningkat, sehingga klien akan mengalami gangguan pada status

nutrisinya.

Page 13: Bab II Materi Seminar Kelompok II

c. Pola eliminasi

Klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi yang semula bisa

ke kamar mandi, karena lemah dan nyeri pada punggung serta dengan

adanya penata laksanaan perawatan imobilisasi, sehingga kalau mau BAB

dan BAK harus ditempat tidur dengan suatu alat. Dengan adanya

perubahan tersebut klien tidak terbiasa sehingga akan mengganggu proses

aliminasi.

d. Pola aktivitas

Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik dan nyeri pada punggung serta

penatalaksanaan perawatan imobilisasi akan menyebabkan klien membatasi

aktivitas fisik dan berkurangnya kemampuan dalam melaksanakan aktivitas

fisik tersebut.

e. Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau dampak

hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan

tidur dan istirahat.

f. Pola hubungan dan peran

Sejak sakit dan masuk rumah sakit klien mengalami perubahan peran atau

tidak mampu menjalani peran sebagai mana mestinya, baik itu peran dalam

keluarga ataupun masyarakat. Hal tersebut berdampak terganggunya

hubungan interpersonal.

g. Pola persepsi dan konsep diri.

Klien dengan Spondilitis tuberkulosa seringkali merasa malu terhadap

bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.

h. Pola sensori dan kognitif.

Fungsi panca indera klien tidak mengalami gangguan terkecuali bila terjadi

komplikasiparaplegi.

i. Pola reproduksi seksual

Kebutuhan seksual klien dalam hal melakukan hubungan badan akan

terganggu untuk sementara waktu, karena di rumah sakit. Tetapi dalam hal

Page 14: Bab II Materi Seminar Kelompok II

curahan kasih sayang dan perhatian dari pasangan hidupnya melalui cara

merawat sehari - hari tidak terganggu atau dapat dilaksanakan.

j. Pola penaggulangan stress

Dalam penanggulangan stres bagi klien yang belum mengerti penyakitnya ,

akan mengalami stres. Untuk mengatasi rasa cemas yang menimbulkan

rasa stres, klien akan bertanya - tanya tentang penyakitnya untuk

mengurangi stres.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Pada klien yang dalam kehidupan sehari - hari selalu taat menjalankan

ibadah, maka semasa dia sakit ia akan menjalankan ibadah pula sesuai

dengan kemampuannya. Dalam hal ini ibadah bagi mereka di jalankan pula

sebagai penaggulangan stres dengan percaya pada tuhannya.

7) Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

Pada klien dengan Spondilitis tuberkulosa kelihatan lemah, pucat, dan

pada tulang belakang terlihat bentuk kiposis.

b. Palpasi

Sesuai dengan yang terlihat pada inspeksi keadaan tulang belakang

terdapat adanya gibus pada area tulang yang mengalami infeksi.

c. Perkusi

Pada tulang belakang yang mengalami infeksi terdapat nyeri ketok.

d. Auskultasi

Pada pemeriksaan auskultasi keadaan paru tidak di temukan kelainan.

8) Hasil pemeriksaan medik dan laboratorium.

a. Radiologi

- Terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior, sangat

jarang menyerang area posterior.

- Terdapat penyempitan diskus.

- Gambaran abses para vertebral ( fusi form ).

Page 15: Bab II Materi Seminar Kelompok II

b. Laboratorium

- Laju endap darah meningkat

c. Tes tuberkulin.

- Reaksi tuberkulin biasanya positif.

b. Analisa

Setelah data di kumpulkan kemudian dikelompokkan menurut data subjektif yaitu

data yang didapat dari pasien sendiri dalm hal komukasi atau data verbal dan

objektiv yaitu data yang didapat dari pengamatan, observasi, pengukuran dan

hasil pemeriksaan radiologi maupun laboratorium. Dari hasil analisa data dapat

disimpulkan masalah yang di alami oleh klien.

c. Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan dari masalah klien yang nyata

ataupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya

dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat untuk melakukannya. ( Tim

Departemen Kesehatan RI, 1991 : 17 ).

Diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien Spondilitis tuberkulosa adalah:

a. Gangguan mobilitas fisik

b. Gangguan rasa nyaman ; nyeri sendi dan otot.

c. Perubahan konsep diri : Body image.

d. Kurang pengetahuan tentang perawatan di rumah.

d. Perencanaan Keperawatan.

Perencanaan keperawatan adalah menyusun rencana tindakan keperawatan yang

akan di laksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa

keperawatan yang telah di tentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien.

( Tim Departemen Kesehatan RI, 1991 :20 ).

Page 16: Bab II Materi Seminar Kelompok II

Adapun perencanaan masalah yang penulis susun sebagai berikut :

a. Diagnosa Perawatan I

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal dan

nyeri.

Tujuan : Klien dapat melakukan mobilisasi secara optimal.

Kriteria hasil :

Klien dapat ikut serta dalam program latihan

Mencari bantuan sesuai kebutuhan

Mempertahankan koordinasi dan mobilitas sesuai tingkat optimal.

Rencana tindakan :

o Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.

o Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi.

o Memelihara bentuk spinal yaitu dengan cara :

- mattress

- Bed Board ( tempat tidur dengan alas kayu, atau kasur busa yang keras

yang tidak menimbulkan lekukan saat klien tidur.

o mempertahankan postur tubuh yang baik dan latihan pernapasan ;

- Latihan ekstensi batang tubuh baik posisi berdiri ( bersandar pada

tembok ) maupun posisi menelungkup dengan cara mengangkat

ekstremitas atas dan kepala serta ekstremitas bawah secara bersamaan.

- Menelungkup sebanyak 3 – 4 kali sehari selama 15 – 30 menit.

- Latihan pernapasan yang akan dapat meningkatkan kapasitas

pernapasan.

o monitor tanda –tanda vital setiap 4 jam.

o Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan atau lecet –

lecet.

o Perbanyak masukan cairan sampai 2500 ml/hari bila tidak ada kontra

indikasi.

o Berikan anti inflamasi sesuai program dokter. Observasi terhadap efek

samping : bisa tak nyaman pada lambung atau diare.

Page 17: Bab II Materi Seminar Kelompok II

Rasional :

a) Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktivitas.

b) Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuan.

c) Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata.

d) Di lakukan untuk menegakkan postur dan menguatkan otot – otot paraspinal

e) Untuk mendeteksi perubahan pada klien.

f) Deteksi diri dari kemungkinan komplikasi imobilisasi.

g) Cairan membantu menjaga faeces tetap lunak.

h) Obat anti inflamasi adalah suatu obat untuk mengurangi peradangan dan dapat menimbulkan efek samping.

b. Diagnosa Keperawatan II

Gangguan rasa nyaman : nyeri sendi dan otot sehubungan dengan adanya peradangan sendi.

- Tujuan :

a. Rasa nyaman terpenuhi

b. Nyeri berkurang / hilang

- Kriteria hasil :

a. klien melaporkan penurunan nyeri

b. menunjukkan perilaku yang lebih relaks

c. memperagakan keterampilan reduksi nyeri yang dipelajari dengan peningkatan keberhasilan.

- Rencana tindakan

a. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri; observasi terhadap kemajuan nyeri ke daerah yang baru.

b. Berikan analgesik sesuai terapi dokter dan kaji efektivitasnya terhadap nyeri.

Page 18: Bab II Materi Seminar Kelompok II

c. Gunakan brace punggung atau korset bila di rencanakan demikian.

d. Berikan dorongan untuk mengubah posisi ringan dan sering untuk meningkatkan rasa nyaman.

e. Ajarkan dan bantu dalam teknik alternatif penatalaksanaan nyeri.

- Rasional.

a. Nyeri adalah pengalaman subjek yang hanya dapat di gambarkan oleh klien sendiri.

b. Analgesik adalah obat untuk mengurangi rasa nyeri dan bagaimana reaksinya terhadap nyeri klien.

c. Korset untuk mempertahankan posisi punggung.

d. Dengan ganti – ganti posisi agar otot – otot tidak terus spasme dan tegang sehingga otot menjadi lemas dan nyeri berkurang.

e. Metode alternatif seperti relaksasi kadang lebih cepat menghilangkan nyeri atau dengan mengalihkan perhatian klien sehingga nyeri berkurang.

c. Diagnosa Keperawatan III

Gangguan citra tubuh sehubungan dengan gangguan struktur tubuh.

- Tujuan : Klien dapa mengekspresikan perasaannya dan dapat menggunakan koping yang adaptif.

- Kriteria hasil :

Klien dapat mengungkapkan perasaan / perhatian dan menggunakan keterampilan koping yang positif dalam mengatasi perubahan citra.

- Rencana tindakan :

a. Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan. Perawat harus mendengarkan dengan penuh perhatian.

b. Bersama – sama klien mencari alternatif koping yang positif.

c. Kembangkan komunikasi dan bina hubungan antara klien keluarga dan teman serta berikan aktivitas rekreasi dan permainan guna mengatasi

Page 19: Bab II Materi Seminar Kelompok II

perubahan body image.

- Rasional :

a. meningkatkan harga diri klien dan membina hubungan saling percaya dan dengan ungkapan perasaan dapat membantu penerimaan diri.

b. Dukungan perawat pada klien dapat meningkatkan rasa percaya diri klien.

c. Memberikan semangat bagi klien agar dapat memandang dirinya secara positif dan tidak merasa rendah diri.

d. Diagnosa Keperawatan IV

Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan perawatan di rumah.

- Tujuan

Klien dan keluarga dapat memahami cara perawatan di rumah.

- Kriteria hasil

a. Klien dapat memperagakan pemasangan dan perawatan brace atau korset

b. Mengekspresikan pengertian tentang jadwal pengobatan

c. Klien mengungkapkan pengertian tentang proses penyakit, rencana pengobatan, dan gejala kemajuan penyakit.

- Rencana tindakan

a. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal, tujuan, dosis dan efek sampingnya.

b. Peragakan pemasangan dan perawatan brace atau korset.

c. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan yang adekuat.

d. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman untuk mencegah fraktur.

e. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.

f. Tingkatkan kunjungan tindak lanjut dengan dokter.

Page 20: Bab II Materi Seminar Kelompok II

e. Pelaksanaan

Yaitu perawat melaksanakan rencana asuhan keperawatan. Instruksi keperawatan di implementasikan untuk membantu klien memenuhi kriteria hasil.

Komponen tahap Implementasi:

a. tindakan keperawatan mandiri

b. tindakan keperawatan kolaboratif

c. dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan keperawatan.

f. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan hasil – hasil yang di amati dengan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan komponen tahap evaluasi.

a. pencapaian kriteria hasil

b. ke efektipan tahap – tahap proses keperawatan

c. revisi atau terminasi rencana asuhan keperawatan.

Adapun kriteria hasil yang di harapkan pada klien Spondilitis tuberkulosa adalah:

1. Adanya peningkatan kegiatan sehari –hari ( ADL) tanpa menimbulkan gangguan rasa nyaman .

2. Tidak terjadinya deformitas spinal lebih lanjut.

3. Nyeri dapat teratasi

4. Tidak terjadi komplikasi.

5. Memahami cara perawatan dirumah

Page 21: Bab II Materi Seminar Kelompok II