Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

26
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Agus Dwiatmoko, Ayub Ramdhan, Eko Suwarno, Fatqur Hidayat, Hans Herdian, Tri Eka Yuniarti Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan [email protected] , [email protected] , [email protected] , [email protected] , [email protected] , [email protected] Abstrak – Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak lepas dari sejarah yang cukup panjang dimana pemberantasan tindak pidana korupsi memang membutuhkan penanganan yang serius dan ekstra keras serta membutuhkan kemauan politik yang sangat besar dari pemerintah. Politik pemberantasan korupsi itu sendiri tercermin dari peraturan perundang-undangan yang dilahirkan oleh pemerintah pada periode tertentu. Seperti diketahui telah banyak peraturan-peraturan yang mengatur terkait perbuatan korupsi diantaranya dimulai dengan diatur melalui Delik korupsi dalam KUHP hingga peraturan yang dibuat setelah era Reformasi yaitu Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dilanjutkan dengan peraturan-peraturan lainnya. Dengan lahirnya peraturan perundang-udangan yang secara khusus mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi sesungguhnya tidaklah cukup untuk menunjukkan keseriusan atau komitmen pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan korupsi tetapi juga perlu mendorong para aparat penegak hukum yang berwenang untuk dapat memberantas korupsi dengan cara yang tegas, berani, dan tidak pandang bulu. Selain peraturan perundang-undangan terkait korupsi juga banyak terdapat norma hokum dan norma moralitas yang berkaitan dengan perbuatan korupsi baik itu aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu atau yang dibuat oleh masyarakat sebagai standar atau tolak ukur atas suatu nilai moral sehingga mempunyai dampak sanksi sosial meskipun tidak tertulis. Kata Kunci: Penegakan Hukum, Hukum di Indonesia, Korupsi 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kementerian Keuangan menempati posisi strategis dan sangat penting dalam roda pemerintahan Republik Indonesia. Hampir seluruh aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Kebijakan dimaksud meliputi perencanaan, penyusunan, dan pengelolaan

description

monggo pelajari

Transcript of Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

Page 1: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Agus Dwiatmoko, Ayub Ramdhan, Eko Suwarno, Fatqur Hidayat, Hans Herdian, Tri Eka Yuniarti

Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan

[email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak – Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak lepas dari sejarah yang cukup panjang dimana

pemberantasan tindak pidana korupsi memang membutuhkan penanganan yang serius dan ekstra keras serta

membutuhkan kemauan politik yang sangat besar dari pemerintah. Politik pemberantasan korupsi itu sendiri

tercermin dari peraturan perundang-undangan yang dilahirkan oleh pemerintah pada periode tertentu. Seperti

diketahui telah banyak peraturan-peraturan yang mengatur terkait perbuatan korupsi diantaranya dimulai

dengan diatur melalui Delik korupsi dalam KUHP hingga peraturan yang dibuat setelah era Reformasi yaitu

Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No.31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dilanjutkan dengan peraturan-peraturan lainnya. Dengan lahirnya

peraturan perundang-udangan yang secara khusus mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi

sesungguhnya tidaklah cukup untuk menunjukkan keseriusan atau komitmen pemerintah dalam menyelesaikan

permasalahan korupsi tetapi juga perlu mendorong para aparat penegak hukum yang berwenang untuk dapat

memberantas korupsi dengan cara yang tegas, berani, dan tidak pandang bulu. Selain peraturan perundang-

undangan terkait korupsi juga banyak terdapat norma hokum dan norma moralitas yang berkaitan dengan

perbuatan korupsi baik itu aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu atau yang dibuat oleh

masyarakat sebagai standar atau tolak ukur atas suatu nilai moral sehingga mempunyai dampak sanksi sosial

meskipun tidak tertulis.

Kata Kunci: Penegakan Hukum, Hukum di Indonesia, Korupsi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kementerian Keuangan menempati posisi strategis

dan sangat penting dalam roda pemerintahan

Republik Indonesia. Hampir seluruh aspek

perekonomian negara berhubungan langsung

dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh

Kementerian Keuangan. Kebijakan dimaksud

meliputi perencanaan, penyusunan, dan

pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN), perpajakan, kepabeanan dan

cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan

keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan

utang. Dengan kedudukannya yang strategis dan

sebagai Kementerian yang terbesar dan memiliki

kantor vertikal yang melayani hampir seluruh

penduduk Indonesia, maka penataan kelembagaan

merupakan salah satu prasyarat agar Kementerian

Keuangan dapat menjalankan tugas pokok dan

fungsinya secara optimal. [1]

Sebagai suatu organisasi yang menangani

permasalahan yang sangat kompleks, Kementerian

Keuangan memerlukan harmonisasi untuk

mencapai sinergi dalam mewujudkan visi dan

misinya. Sebuah langkah fenomenal telah diambil

oleh pimpinan Kementerian Keuangan dengan

Page 2: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

melakukan Reformasi Birokrasi pada tahun 2007

untuk melakukan perubahan mendasar terhadap

sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama

menyangkut penataan organisasi, penyempurnaan

proses bisnis, dan pengembangan sumber daya

manusia. Tujuan dari reformasi organisasi itu

sendiri adalah mewujudkan tata kelola keuangan

yang profesional, amanah, dan tepat arah, serta

mewujudkan kepercayaan publik melalui

peningkatan pelayanan publik. [2]

Dalam tulisan ini akan dipaparkan mengenai tugas

dan fungsi dari setiap unit eselon I di Kementerian

Keuangan setelah reformasi organisasi serta akan

dituliskan juga mengenai hambatan dan risiko

dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, serta langkah-

langkah yang diambil oleh Kementerian Keuangan

untuk mengatasi hambatan dan risiko tersebut

berdasarkan pada pengamatan, pengalaman pribadi

penulis, analisa, dan sumber-sumber lain.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari dibuatnya tulisan ini adalah penulis

dapat memberikan informasi mengenai tugas dan

fungsi PNS di Kementerian Keuangan berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan nomor

PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Keuangan. Penulis juga

akan memberikan informasi mengenai hambatan

serta risiko yang dihadapi dalam melaksanakan

tugas dan fungsi PNS di Kementerian Keuangan.

Diharapkan setelah membaca tulisan ini dapat

diperoleh pemahaman yang lebih detail mengenai

tugas dan fungsi dari unit eselon I yang ada di

Kementerian Keuangan.

1.3 Perumusan Masalah

Banyak hambatan yang dihadapi PNS di

Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas

dan fungsinya, antara lain masalah geografis

dimana Kementerian Keuangan memiliki kantor

vertikal di seluruh Indonesia, sistem informasi, dan

kesejahteraan dimana hal tersebut dapat

mempengaruhi integritas dan kinerja seorang

pegawai. Risiko yang timbul dalam melaksanakan

tugas sehari-hari juga sangat beragam, mulai dari

benturan kepentingan stakeholders, hingga yang

paling mendapat sorotan adalah masalah korupsi,

kolusi, dan nepotisme. Dalam tulisan ini penulis

akan mencoba menguaraikan hambatan dan risiko

tersebut di atas, serta memaparkan langkah-

langkah yang diambil oleh Kementerian Keuangan

dalam mengatasinya.

1.4 Latar Belakang Masalah

Roda pemerintahan akan berjalan dengan baik

apabila motor penggeraknya, yaitu PNS

kinerjanya baik juga. Pengelolaan keuangan

negara menjadi hal yang sangat penting dalam

menjalankan pemerintahan dan mengatur

perekonomian Indonesia. Namun demikian masih

terdapat PNS di Kementerian Keuangan yang

tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara

baik, hal tersebut dapat tercermin dari kinerja para

pegawai yang imbasnya adalah pelayanan yang

kurang memuaskan kepada masyarakat, atau hal

yang lebih buruk lagi yaitu PNS yang melakukan

korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga

menyebabkan kerugian negara.

2. LANDASAN TEORI

Sebelum membahas lebih jauh mengenai tugas dan

fungsi PNS di Kementerian Keuangan, ada

baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai

definisi Pegawai Negeri itu sendiri. Sesuai dengan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43

Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-

Undang nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-

Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri adalah

setiap warga Negara Republik Indonesia yang

telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat

oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas

dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas

negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 3

Page 3: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

disebutkan juga bahwa Pegawai Negeri

berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang

bertugas untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan

merata dalam penyelenggaraan tugas negara,

pemerintahan, dan pembangunan. Adapun

Pegawai Negeri itu sendiri terdiri dari Pegawai

Negeri Sipil (PNS); Anggota Tentara Nasional

Indonesia; dan Anggota Kepolisian Republik

Indonesia. Selanjutnya PNS dibagi menjadi PNS

Pusat dan PNS Daerah.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun

1999 maka PNS di Kementerian Keuangan

dikelompokkan ke dalam PNS Pusat yaitu PNS

yang gajinya dibebankan pada Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan bekerja

pada Kementerian, Lembaga Pemerintah non-

Kementerian, Kesekretariatan Lembaga

Tertinggi/Lembaga Tinggi Negara, Instansi

Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota,

Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk

menyelenggarakan tugas negara lainnya.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor

PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas

Kementerian Keuangan adalah menyelenggarakan

urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara

dalam pemerintahan untuk membantu Presiden

dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.

Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian

Keuangan menyelenggarakan fungsi sebagai

berikut:

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan

kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan

negara;

b. pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara

yang menjadi tanggung jawab Kementerian

Keuangan;

c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di

lingkungan Kementerian Keuangan;

d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi

atas pelaksanaan urusan Kementerian

Keuangan di daerah;

e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala

nasional; dan

f. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai

ke daerah.

Selanjutnya dapat disampaikan juga bahwa

Kementerian Keuangan membawahi unit-unit

Eselon I yang secara khusus memiliki tugas dan

fungsi masing-masing.

2.1 Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan

Sebagai penggerak utama penyempurnaan

berkelanjutan menuju terwujudnya visi

Kementerian Keuangan, Sekretariat Jenderal

Kementerian Keuangan menyediakan sasaran-

sasaran strategis yang berwawasan ke depan,

menjadi penggerak kesempurnaan dalam budaya

kerja, menyediakan sumber daya manusia yang

terbaik di kelasnya, membangun sistem informasi

manajemen yang terintegrasi sempurna, dan

menyediakan layanan serta koorporat yang

efisien. Sesuai dengan PMK-184/PMK.01/2010,

Sekretariat Jenderal mempunyai tugas

melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas,

pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi

kepada seluruh unit organisasi di lingkungan

Kementerian Keuangan.

Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat

Jenderal menyelenggarakan fungsi:

a. koordinasi kegiatan Kementerian Keuangan;

b. koordinasi dan penyusunan rencana dan

program Kementerian Keuangan;

c. pembinaan dan pemberian dukungan

administrasi yang meliputi ketatausahaan,

kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan,

arsip, dan dokumentasi Kementerian

Keuangan;

Page 4: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi

dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan

masyarakat;

e. koordinasi dan penyusunan peraturan

perundang-undangan dan bantuan hukum;

f. penyelenggaraan pengelolaan barang

milik/kekayaan negara; dan

g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh

Menteri Keuangan.

2.2 Direktorat Jenderal Anggaran

Direktorat Jenderal Anggaran berperan utama

dalam merencanakan kebijakan APBN yang

sehat, kredibel, dan berkelanjutan, mewujudkan

pengeluaran negara dan pengamanan keuangan

negara yang efektif dan efisien, mewujudkan

penerimaan negara bukan pajak yang optimal

dengan tetap menjaga pelayanan kepada

masyarakat, serta mewujudkan norma dan sistem

penganggaran yang kredibel, transparan, dan

akuntabel. Oleh karena itu dalam

PMK-184/PMK.01/2010 Direktorat Jenderal

Anggaran mempunyai tugas merumuskan serta

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis

di bidang penganggaran. Dalam melaksanakan

tugas dimaksud, Direktorat Jenderal Anggaran

menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang penganggaran;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang

penganggaran;

c. penyusunan norma, standar, prosedur dan

kriteria di bidang penganggaran;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang penganggaran; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Anggaran.

2.3 Direktorat Jenderal Pajak

Mengingat fungsinya yang sangat penting dan

merupakan penyumbang 80% penerimaan APBN,

Direktorat Jenderal Pajak memiliki kantor

operasional lebih dari 500 unit dan jumlah

pegawai lebih dari 32.000 orang yang tersebar di

seluruh penjuru nusantara, dan merupakan salah

satu organisasi besar yang ada dalam lingkungan

Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak

mempunyai tugas merumuskan serta

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis

di bidang perpajakan. Dalam melaksanakan tugas

Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan

fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang perpajakan;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;

c. penyusunan norma, standar, prosedur dan

kriteria di bidang perpajakan;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang perpajakan; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Pajak.

2.4 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Instansi Kepabeanan di mana pun di dunia ini

adalah suatu organisasi yang keberadaannya amat

essensial bagi suatu negara, demikian pula dengan

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah suatu

instansi yang memiliki peran yang cukup penting

dari negara dalam melakukan tugas dan fungsinya

untuk :

Melindungi masyarakat dari masuknya

barang-barang berbahaya;

Melindungi industri tertentu di dalam negeri

dari persaingan yang tidak sehat dengan

industri sejenis dari luar negeri;

Memberantas penyelundupan;

Melaksanakan tugas titipan dari instansi-

instansi lain yang berkepentingan dengan lalu

lintas barang yang melampaui batas-batas

negara;

Memungut bea masuk dan pajak dalam

rangka impor secara maksimal untuk

kepentingan penerimaan keuangan negara.

Page 5: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

Sesuai PMK-184/PMK.01/2010 Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai mempunyai tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan

standardisasi teknis di bidang kepabeanan dan

cukai. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang kepabeanan

dan cukai;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan

dan cukai;

c. penyusunan norma, standar, prosedur dan

kriteria di bidang kepabeanan dan cukai;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang kepabeanan dan cukai; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Bea dan Cukai.

2.5 Direktorat Jenderal Perbendaharaan

Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki visi

untuk menjadi pengelola perbendaharaan negara

yang profesional, modern, dan akuntabel guna

mewujudkan manajemen keuangan pemerintah

yang efektif dan efisien Direktorat Jenderal

Perbendaharaan mempunyai tugas merumuskan

serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi

teknis di bidang perbendaharaan negara. Dalam

melaksanakan tugas dimaksud, Direktorat

Jenderal Perbendaharaan menyelenggarakan

fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang

perbendaharaan negara;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang

perbendaharaan negara;

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria di bidang perbendaharaan negara;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang perbendaharaan negara; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Perbendaharaan.

2.6 Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

Dalam rangka menjadi pengelola kekayaan

negara yang profesional dan akuntabel, Direktorat

Jenderal Kekayaan Negara mewujudkan

optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran,

dan efektivitas pengelolaan kekayaan negara;

mengamankan kekayaan negara secara fisik,

administrasi, dan hukum; melaksanakan

pengurusan piutang negara yang efektif, efisien, 

transparan, dan akuntabel; serta mewujudkan

lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil,

dan kompetitif sebagai instrumen jual beli yang

mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.

Sesuai dengan PMK-184/PMK.01/2010

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai

tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan

dan standardisasi teknis di bidang kekayaan

negara, piutang negara, dan lelang. Dalam

melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang kekayaan

negara, piutang negara,dan lelang;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan

negara, piutang negara, dan lelang;

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria di bidang kekayaan negara, piutang

negara, dan lelang;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang kekayaan negara, piutang negara, dan

lelang; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara.

2.7 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

berperan dalam perumusan dan pengelolaan

kebijakan di bidang perimbangan keuangan antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan

mempunyai tugas merumuskan serta

melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis

di bidang perimbangan keuangan. Dalam

Page 6: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal

Perimbangan Keuangan menyelenggarakan

fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang perimbangan

keuangan;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang perimbangan

keuangan;

c. penyusunan norma, standar, prosedur dan

kriteria di bidang perimbangan keuangan;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang perimbangan keuangan; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Perimbangan Keuangan.

2.8 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang

Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang memiliki

visi untuk menjadi unit yang profesional dalam

mendukung pembiayaan APBN secara efisien

dengan risiko yang terukur untuk

mempertahankan kesinambungan fiskal. Untuk

mendukung hal tersebut, Direktorat Jenderal

Pengelolaan Utang berperan dalam mewujudkan

pengelolaan portofolio utang pemerintah yang

efektif, transparan, dan akuntabel, serta

mengendalikan pengadaan/penerbitan utang

melalui penetapan kapasitas berutang yang

mendukung stabilitas fiskal. Maka sesuai PMK-

184/PMK.01/2010, Direktorat Jenderal

Pengelolaan Utang mempunyai tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan

standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang.

Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat

Jenderal Pengelolaan Utang menyelenggarakan

fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang pengelolaan

utang;

b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan

utang;

c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan

kriteria di bidang pengelolaan utang;

d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di

bidang pengelolaan utang; dan

e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal

Pengelolaan Utang.

2.9 Inspektorat Jenderal

Secara garis besar tugas utama Inspektorat

Jenderal adalah melaksanakan pengawasan intern

dan mendorong terwujudnya kepercayaan publik

terhadap Kementerian Keuangan Inspektorat

Jenderal berfungsi menjadi unit audit internal

terbaik yang profesional dan berintegritas untuk

meningkatkan kepercayaan publik terhadap

Kementerian Keuangan. Berdasarkan

PMK-184/PMK.01/2010 Inspektorat Jenderal

mempunyai tugas melaksanakan pengawasan

intern di lingkungan Kementerian Keuangan.

Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Inspektorat

Jenderal menyelenggarakan fungsi:

a. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan

intern di lingkungan Kementerian Keuangan;

b. pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan

Kementerian Keuangan terhadap kinerja dan

keuangan melalui audit, reviu, evaluasi,

pemantauan, dan kegiatan pengawasan

lainnya;

c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu

atas penugasan Menteri Keuangan;

d. penyusunan laporan hasil pengawasan di

lingkungan Kementerian Keuangan; dan

e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.

2.10Badan Kebijakan Fiskal

Gambaran umum dari Badan Kebijakan Fiskal

adalah unit yang bertugas dalam merumuskan

kebijakan pendapatan negara, APBN, serta

kebijakan ekonomi makro berdasarkan hasil

kajian. Berdasarkan PMK-184/PMK.01/2010

Badan Kebijakan Fiskal mempunyai tugas

melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana

Page 7: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

dimaksud, Badan Kebijakan Fiskal

menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan

program analisis di bidang kebijakan fiskal;

b. pelaksanaan analisis dan pemberian

rekomendasi di bidang kebijakan fiskal;

c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan

pelaksanaan analisis di bidang kebijakan

fiskal; dan

d. pelaksanaan administrasi Badan Kebijakan

Fiskal.

2.11Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

Pada dasarnya yang menjadi inti rencana dan

aktivitas BPPK adalah tentang pelayanan prima di

bidang pendidikan dan pelatihan. Badan

Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)

bertugas memberikan layanan sebaik-baiknya di

bidang pendidikan, pelatihan dan pengembangan

seluruh pegawai di lingkungan Kementerian

Keuangan untuk memperlancar pencapaian visi

dan misi Kementerian Keuangan. Berdasarkan

PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organsisasi dan

Tata Kerja di Kementerian Keuangan, BPPK

mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan

pelatihan di bidang keuangan negara. Dalam

melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,

BPPK menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan

program pendidikan dan pelatihan di bidang

keuangan negara;

b. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di

bidang keuangan negara;

c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di

bidang keuangan negara; dan

d. pelaksanaan administrasi Badan Pendidikan

dan Pelatihan Keuangan.

3. HAMBATAN

Setelah mengetahui sekilas mengenai tugas dan

fungsi dari Kementerian Keuangan serta unit-unit

eselon I di bawahnya, ternyata dalam pelaksanaan

tugas dan fungsi tersebut banyak ditemui

hambatan yang dapat mempengaruhi kinerja dan

integritas PNS di Kementerian Keuangan.

Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, pola

pikir PNS terbagi dua yaitu pola pikir positif (pola

pikir yang berkembang), dan pola pikir negatif

(pola pikir tetap). Pola pikir positif (pola pikir

berkembang) PNS tercermin dalam berbagai

prestasi yang telah dicapai oleh para PNS selama

ini sesuai bidang tugasnya masing-masing,

maupun dalam bentuk acuan norma dan aturan

yang berlaku. Norma dan aturan tersebut diarah

oleh PNS dalam bentuk menjaga sikap dan

perilakunya, karena secara periodik dijadikan

acuan penilaian antara lain dalam bentuk Daftar

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). DP3 PNS

yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor

10 Tahun 1979, terdiri atas delapan norma-norma

sikap perilaku:

a. Kesetiaan

b. Prestasi Kerja

c. Tanggung Jawab

d. Ketaatan

e. Kejujuran

f. Kerjasama

g. Prakarsa

h. Kepemimpinan

Di samping keberhasilan tentu ada kekurang

berhasilan, hambatan atau dimensi permasalahan

berupa pola pikir negatif yang terjadi atau dialami

kalangan PNS. Kementerian Pemberdayaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada

tahun 2002 menemukan dan mengidentifikasi

adanya Pola Pikir Negatif (Pola Pikir Tetap) PNS

yang tercermin dalam bentuk 24 (dua puluh empat)

Page 8: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

hambatan atau permasalahan perilaku Budaya

Kerja Aparatur Pemerintahan, yaitu:

a. Komitmen dan konsistensi terhadap visi dan

misi organisasi masih rendah;

b. Sering terjadi penyimpangan dan kesalahan

dalam kebijakan publik yang berdampak luas

kepada masyarakat;

c. Pelaksanaan kebijakan jauh berbeda dari

yang diharapkan;

d. Terjadi arogansi pejabat dan penyalahgunaan

kekuasaan;

e. Pelaksanaan wewenang dan tanngung jawab

aparatur saat ini belum seimbang;

f. Dalam praktek di lapangan sulit dibedakan

antara ikhlas dan tidak ikhlas, jujur dan tidak

jujur;

g. Pejabat yang KKN akan menyebabkan KKN

meluas pada pegawai, dunia usaha dan

masyarakat;

h. Gaji pegawai yang rendah/kecil dibandingkan

dengan harga barang/jasa lainnya;

i. Banyak aparatur yang integritas, loyalitas dan

profesionalnya rendah;

j. Belum adanya sistem merit yang jelas untuk

mengukur kinerja pegawai dan tindak lanjut

hasil penilaiannya;

k. Kreativitas karyawan kurang mendapat

perhatian atasan;

l. Kepekaan terhadap keluhan masyarakat

dinilai masih rendah;

m. Sikap yang berorientasi vertikal

menyebabkan hilangnya kreativitas, rasa

takut berimprovisasi;

n. Budaya suap bukan hal yang rahasia,

sehingga dapat mempengaruhi sikap dan

tingkah laku pimpinan dalam bekerja;

o. Ada kecenderungan para pemimpin tidak

mau mengakui kesalahan di depan bawahan;

p. Masing-masing bekerja sesuai dengan uraian

tugas yang ada dan belum optimal untuk

bekerjasa sama dengan unit lain;

q. Sifat individualisme lebih menonjol

dibandingkan kebersamaan;

r. Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika

pegawai melanggar aturan;

s. Budaya KKN yang menjiwai sebagian aparat;

t. Tingkat kesejahteraan yang kurang memadai;

u. Pengaruh budaya prestise yang lebih

menonjol, sehingga aspek rasionalitas sering

dikesampingkan;

v. Sistem seleksi (rekruitmen) yang masih

kurang transparan;

w. Tidak berani tegas, karena khawatir

mendapat reaksi yang negatif;

x. Banyak aparatur belum memahami makna

keadilan dan keterbukaan. [3]

Tekait dengan hambatan tersebut, penulis akan

memaparkan mengenai hambatan yang terjadi

pada pelaksanaan tugas dan fungsi PNS di

Kementerian Keuangan antara lain, yaitu [4]:

a. Iman yang lemah

Iman yang lemah dapat mendorong PNS

untuk melakukan pelanggaran terhadap

peraturan perundang-undangan untuk

kepentingan pribadi mereka.

b. Moral yang rendah

Pelanggaran tata tertib dan disiplin PNS

didasari atas moral pegawai tersebut yang

rendah sehingga tidak timbul rasa bersalah

pada saat PNS melanggar tata tertib dan

peraturan disiplin tersebut.

c. Sistem organisasi yang tidak kondusif

Penataan organisasi dan penciptaan

lingkungan kerja yang kondusif dapat

menambah motivasi PNS dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya sehari-

hari, namun apabila organisasi dipenuhi

konflik dan kondisi kerja yang tidak kondusif

Page 9: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang

dapat menghambat kinerja PNS.

d. Reward dan Punishment yang tidak tegas

Peraturan kepegawian dan kedisiplinan pada

saat ini lebih banyak menekankan punishment

yang akan diterima oleh PNS apabila

melanggar peraturan yang ditetapkan, namun

tidak ada sistem pemberian reward yang jelas

apabila PNS bekerja dengan baik atau dapat

melampaui target kinerja yang ditetapkan.

Hal tersebut mendorong PNS pekerja hanya

untuk menghindarkan diri dari hukuman

displin saja, bukan untuk bekerja lebih baik

dan mendapatkan reward. Sehingga perlu

adanya sistem pemberian reward dan

punishment yang berimbang di Kementerian

Keuangan yang dapat mendorong PNS untuk

lebih giat bekerja.

e. Tidak semua pegawai mengetahui deskripsi

jabatannya

Dalam pekerjaan sehari-harinya setiap PNS

sudah mendapatkan pembagian tugas yang

jelas sesuai dengan aturan yang berlaku,

namun sampai saat ini masih banyak PNS

yan bekerja hanya untuk mengisi absen

harian tanpa mengetahui hal apa yang harus

mereka kerjakan. Dalam hal ini pengawasan

dan pembinaan dari atasan sangat dibutuhkan

untuk memperbaiki kinerja PNS.

f. Ambisi untuk kaya dan tidak mau kalah dari

orang lain

Saat ini masyarakat beranggapan bahwa

kesuksesan diukur dari materi. Hal tersebut

mendorong PNS untuk berlomba-lomba

memamerkan materi yang didapatkannya

kepada orang lain, sehingga menyebabkan

perilaku ambisius untuk dapat menjadi lebih

baik dalam hal materi dibanding dengan

orang lain. Apabila gaji dan tunjangan yang

didapatkan tidak mencukupi makan

dikhawatirkan PNS akan memanfaatkan

kekuasaan atau posisinya untuk mendapatkan

penghasilan secara tidak sah.

g. Takut miskin

Pandangan masyarakat terhadap PNS

Kementerian Keuangan saat ini adalah

pekerjaan yang sangat menjanjikan dalam

segi karir maupun materi. Pandangan tersebut

membuat PNS merasa malu apabila tidak

dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya,

sehingga di saat penghasilannya tidak

mencukupi, PNS tersebut akan berusaha

dengan cara apapun untuk mendapatkan

penghasilan tambahan sehingga dapat

memenuhi kebutuhannya.

h. Gaya hidup dan tuntutan keluarga

Gaya hidup konsumtif sudah menjadi

kebiasaan masyarakat belakangan ini,

ditambah dengan pandangan masyarakat

mengenai PNS di Kementerian Keuangan

yang pasti memiliki penghasilan yang besar.

Kedua hal tersebut dapat mendorong PNS

agar dapat memenuhi tuntutan gaya hidup

dan keluarga, walaupun penghasilan yang

didapatkannya tidak sebanyak tuntutan yang

ada.

i. Pembinaan pimpinan yang salah

Pimpinan memiliki kewajiban untuk

membina dan mengawasi bawahannya,

namun seing juga terjadi pimpinan yang

justru meminta bawahannya untuk bekerja

tidak sesuai dengan peraturan serta

memberikan saran mengenai bagaimana cara

untuk dapat melanggar peraturan yang ada.

j. Kebutuhan organisasi yang membutuhkan

biaya yang besar sepeti penyambutan,

upacara, jamuan, sumbangan, hadiah,

terutama bagi unit kerja di daerah yang sering

dikunjungi pejabat pusat

Page 10: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

Hal ini sampai saat ini masih terjadi di

Kementerian Keuangan, seolah-olah ada

kewajiban tidak tertulis bahwa unit kerja di

daerah harus memberikan jamuan, hadiah,

dan oleh-oleh pada saat unit kerja di pusat

melakukan kunjungan. Pejabat yang gajinya

kecil pastinya tidak mungkin memiliki

kemampuan untuk memberikan jamuan,

hadiah, atau oleh-oleh tersebut sehingga

digunakanlah dana yang seharusnya untuk

keperluan kantor.

k. Kondisi Geografis Indonesia

Seperti yang telah diketahui bersama bahwa

Kementerian Keuangan memiliki kantor

vertikal di seluruh Indonesia serta beberapa

perwakilan di luar negeri. Oleh karena itu

PNS di Kementerian Keuangan harus

bersedia apabila ditempatkan di wilayah

manapun di Indonesia maupun di perwakilan

di luar negeri. Hal yang umum terjadi adalah

apabila seorang PNS ditempatkan di daerah

yang jauh dari domisilinya dan tidak

memungkinkan untuk membawa

keluarganya, maka untuk bertemu dengan

keluarganya cara yang dilakukan adalah

setiap bulan sekali mengunjungi keluarganya.

Dampak negatif yang dapat timbul adalah

mengenai ketaatan pemenuhan jam kerja,

karena umumnya PNS yang akan kembali ke

daerahnya berusaha agar memiliki waktu

sebanyak mungkin di rumah. Dampak lain

yang mungkin timbul adalah biaya yang

dikeluarkan dapat diperoleh dari sumber-

sumber yang tidak sah/ilegal.

l. Teknologi Informasi

Seiring dengan perkembangan jaman,

teknologi informasi menjadi hal yang tidak

terpisahkan dalam membantu kelancaran

pekerjaan di Kementerian Keuangan, bahkan

menjadi amat penting mengingat saat ini

hampir semua pelayanan di Kementerian

Keuangan menggunakan teknologi informasi.

Namun ada dampak negatif juga yang timbul,

umumnya terjadi di daerah yang belum

memiliki infrastruktur yang memadai

sehingga menyebabkan terjadinya hambatan

komunikasi, hambatan tersebut dapat berupa

jaringan yang belum memadai, ataupun

penyediaan energi listrik yang belum

terpenuhi. Selain mengakibatkan terhentinya

proses pelayanan, juga dapat menyebabkan

PNS tidak dapat menjalankan tugasnya

dengan baik. Dampak negatif lain adalah

setiap PNS diwajibkan dapat menguasai

teknologi informasi tersebut, namun pada

prakteknya terdapat sebagian yang belum

menguasai sehingga menyebabkan kesalahan

dalam sistem pelayanan.

m. Godaan dari pihak eksternal

Kementerian Keuangan memiliki ratusan

kantor di unit vertikal yang memiliki fungsi

pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut

memberi kesempatan kepada pihak eksternal

untuk menuntut pelayanan yang lebih dengan

memberi imbalan. Imbalan tersebut biasanya

bersifat memuaskan dan memperkaya PNS

tertentu yang terjun langsung dalam

pelayanan. Hal inilah yang kemudian

menyebakan munculnya istilah “lokasi

basah’ dan “lokasi kering”.

4. RISIKO

Risiko bahaya/risiko jabatan adalah risiko atas

bahaya yang mungkin timbul dan menimpa

pegawai sewaktu melakukan tugas jabatannya.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor

PMK-191/PMK.09/2008 tentang Manajemen

Risiko, yang dimaksud dengan risiko adalah segala

sesuatu yang berdampak negatif terhadap

pencapaian tujuan yang diukur berdasarkan

Page 11: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

kemungkinan dan dampaknya. Jenis risiko dibagi

menjadi 2 (dua) yaitu risiko bahaya fisik dan risiko

bahaya mental. Risiko bahaya fisik dapat berupa

kecelakaan yang menimbulkan cacat terhadap

anggota tubuh atau meninggal dunia. Sementara

risiko bahaya mental dapat berupa terganggunya

mental atau kejiwaan seorang pegawai. Selain

risiko bahaya fisik dan mental, risiko dapat pula

diuraikan menjadi risiko operasional dan risiko

fiskal. Risiko operasioanl adalah risiko suatu

jabatan yang mengakibatkan tidak dapat

beroperasinya jabatan lain. Risiko fiskal adalah

risiko suatu jabatan yang secara tidak angsung

mengakibatan kerugian negara. Selain pembagian

jenis-jenis risiko yang disebutkan di atas,

Berdasarkan PMK-191/PMK.09/2008 tentang

manajemen risiko, risiko juga diklasifikasikan

menjadi 5 (lima), yaitu:

1. Risiko strategik dan kebijakan, adalah segala

risiko yang disebabkan atau yang timbul

karena perubahan kebijakan lingkungan kerja

pengawasan, seperti perubahan kebijakan

yang diambil unit Eselon I sebagai respon

terhadap perubahan kebijakan lingkungan

pengawasan tersebut.

2. Risiko finansial, merupakan segaa risiko yang

disebabkan oleh kegagalan pihak ketiga dalam

memenuhi kewajiban terhadap unit Eselon I.

3. Risiko operasional, merupakan risiko yang

disebabkan oleh kegagalan pada orang,

proses, dan sistem di unit Eselon I, faktor

eksternal, dan risiko yang ditimbulkan oleh

aspek-aspek legal.

4. Risiko kepatuhan, merupakan risiko yang

disebabkan oleh tidak dipatuhi atau tidak

dilaksanakannya peraturan perundang-

undangan dan ketentuan lain yang berlaku.

5. Risiko fraud, merupakan risiko yang

disebabkan oleh adanya kecurangan.

Mengingat dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya

sehari-hari PNS di Kementerian Keuangan

mempunyai peranan yang sangat penting, sehingga

banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak eksternal

yang ingin mengambil keuntungan serta dari PNS

itu sendiri yang ingin mendapatkan keuntungan

pribadi karena kuasa yang dimilikinnya. Risiko

yang dapat timbul antara lain menyangkut [5]:

a. Kegiatan Politik

PNS Kementerian Keuangan sebagai unsur

aparatur negara bertugas untuk memberikan

pelayanan kepada masyarakat secara

profesional, jujur, adil, dan merata dalam

penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan,

dan pembangunan. Dalam kedudukan dan

tugas sebagaimana dimaksud di atas maka

PNS Kementerian Keuangan wajib bersikap

netral dari pengaruh semua golongan dan

partai politik secara tidak diskriminatif dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat

serta menghindari diri dari menjadi anggota

dan/atau pengurus partai politik. Namun

demikian dalam prakteknya, Kementerian

Keuangan sebagai pengelola keuangan negara

sering kali disusupi oleh kepentingan dari

partai politik. Jabatan strategis di Kementerian

Keuangan seringkali merupakan hasil

intervensi dari kepentingan partai politik,

sehingga mengabaikan potensi dan

kemampuan pegawai lain di Kementerian

Keuangan. Hal tersebut dapat mempengaruhi

pengambilan keputusan di Kementerian

Keuangan yang akan cenderung memihak

pada kepentingan suatu partai politik, bukan

memprioritaskan kepentingan nasional.

Sebaiknya PNS Kementerian Keuangan

bersikap netral dari pengaruh semua golongan

dan partai politik serta tidak diskriminatif

dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat.

Page 12: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

b. Pemberian berupa hadiah atau imbalan bagi

pegawai

Dalam melaksanakan tugasnya seringkali

pegawai yang berhubungan dengan organisasi,

pengguna jasa, atau anggota masyarakat yang

mengharapkan ada penyimpangan prosedur

dari ketentuan yang berlaku untuk kepentingan

pribadi pihak dimaksud dengan menjanjikan

hadiah atau imbalan bagi pegawai tersebut.

Serta dapat juga dilakukan melalui pemberian

gratifikasi. Oleh karena itu PNS Kementerian

Keuangan wajib menolak bentuk imbalan

yang diberikan oleh pihak manapun apabila

hadiah atau imbalan tersebut berhubungan

dengan jabatan PNS bersangkutan.

c. Konflik kepentingan

Konflik kepentingan dapat timbul dari

pegawai yang berurusan dengan atau dari

pegawai yang keputusannya dubuat untuk

orang-orang yang memiliki kepentingan

pribadi. Sebaiknya PNS Kementerian

Keuangan mengutamakan kepentingan negara

di atas kepentingan diri sendiri atau golongan

d. Kerahasiaan dan penggunaan informasi resmi

Seringkali karena kedudukan atau jabatannya,

seorang PNS dapat memperoleh, mengolah,

dan menyimpan informasi resmi negara yang

sifatnya rahasia. Oleh karena itu PNS yang

bersangkutan wajib menyimpan rahasia negara

dengan baik dan menghindarkannya dari

pemanfaatan untuk kepentingan pribadi atau

golongan, menghindari bekerja untuk negara

asing tanpa ijin pemerintah, dan segera

melaporkan apabila terjadi penyalahgunaan

wewenang menyangkut penggunaan informasi

tersebut.

e. Penggunaan Barang dan Jasa Dinas

Barang dan jasa dinas adalah aset institusi

untuk mendukung pelaksanaan tugas sehari-

hari. Maka sebaiknya PNS Kementerian

Keuangan dapat memanfaatkan barang dan

jasa dinas untuk keperluan organisasinya, serta

meminimalisir menggunaannya untuk

kepentingan pribadi.

f. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Mengingat dalam pelasanaan tugas sehari-

harinya PNS di Kementerian Keuangan

bersinggungan dengan keuangan negara,

sebagian dari mereka mencoba

memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi

yang pada akhirnya merugikan keuangan

negara. Pihak-pihak eksternal yang ingin

mengambil keuntungan juga mencoba

memberikan suap kepada PNS di Kementerian

Keuangan agar melanggar ketentuan

perundang-undangan. Banyak yang

beranggapan bahwa birokrasi tidak bisa

dilepaskan dari korupsi, kolusi, dan

nepotisme, oleh karena itu PNS Kementerian

Keuangan hendaknya tetap berpegang teguh

pada sumpah PNS yang diucapkannya untuk

menghindari terjadinya hal-hal tersebut.

g. Pandangan Negatif Masyarakat terhadap

Kinerja PNS

Tidak dapat dipungkiri, terdapat oknum-

oknum yang tidak mencerminkan PNS

seutuhnya. Pandangan masyarakat atas

oknum-oknum tersebut telah menjadi

pandangan umum terhadap semua PNS tanpa

terkecuali. Secara langsung maupun tidak

langsung dapat menjatuhkan moral PNS dalam

mendukung tercapainya tujuan kementerian

keuangan.

Selain kasus-kasus pidana yang melibatkan

PNS dan mendapat sorotan lebih dari

masyarakat yang juga mengubah mereka

terhadap PNS, terdapat pula anekdot-anekdot

di kalangan masyarakat yang menggambarkan

pandangan mereka terhadap PNS atau

dianggap penyakit PNS [6], sebagai berikut :

Page 13: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

AIDS : Alpa, Izin, Dikit-dikit Sakit

ASAM URAT : Asal SAMpai kantor

Uring-uringan Atau Tidur

ASMA : ASal Mengisi Absen

BATUK : BAnyak nganTUK

FLU : Facebookan meluLU

GINJAL : Gaji Ingin Naik tapi kerJA

Lambat

KRAM : Kurang Terampil

KURAP : Kurang Profesional

KUDIS : KUrang Disiplin

PANU : Piket Asal Nulis

PUCAT PASI : PUlang CepAT,

PAdahal maSih PAgI

TBC : Tidak Bisa Computer

Masyarakat memandang para PNS sebagai

pengidap penyakit yang kompleks. Pandangan

masyarakat tersebut dapat menjatuhkan moral

dan yang terburuk adalah PNS akan merasa

malu mengakui bahwa dirinya adalah PNS

karena pandangan buruk atas mereka. Namun

sebaliknya, dengan memahami penyakit-

penyakit tersebut ada baiknya untuk

memproteksi diri agar terhindar darinya.

5. LANGKAH-LANGKAH YANG DIAMBIL

KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM

MENGATASI HAMBATAN DAN RISIKO

Dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan yang

ada, Kementerian Keuangan membuat berbagai

kebijakan, antara lain:

1. Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 53

Tahun 2010 tentang Disiplin PNS

Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010

merupakan akar dari segala peraturan

mengenai disiplin PNS, dan berlaku untuk

semua PNS, baik PNS Pusat maupun PNS

Daerah. Peraturan tersebut memuat 17

kewajiban PNS dan 15 larangan PNS.

Dijelaskan pula mengenai hukuman disiplin

yang dapat dijatuhkan pada PNS, meliputi

hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin

sedang, dan hukuman disiplin berat.

2. Pembentukan Kode Etik PNS Kementerian

Keuangan

Kode Etik PNS adalah pedoman sikap,

tingkah laku, dan perbuatan PNS dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta

pergaulan hidup sehari-hari pada tiap unit

Eselon I. Pedoman Penyusunan dan Penetapan

Kode Etik PNS Kementerian Keuangan

tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman

Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Di

Lingkungan Departemen Keuangan

sebagaimana telah diubah dan ditambah

dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

71/PMK. 01/2007, dalam peraturan tersebut

disebutkan bahwa tiap unit Eselon I di

lingkungan Kementerian Keuangan wajib

menyusun kode etik. Tujuan dari penyusunan

kode etik tersebut adalah untuk meningkatkan

disiplin PNS, menjamin terpeliharanya tata

tertib, menjamin kelancaran pelaksanaan tugas

kondusif, menciptakan dan memelihara

kondisi kerja profesional, dan meningkatkan

citra dan kinerja PNS.

3. Pembentukan dan Sosialisasi Nilai-Nilai

Kementerian Keuangan

Nilai-nilai Kementerian Keuangan merupakan

hasil peleburan dan kesepakatan dari seluruh

nilai-nilai yang diterapkan masing-masing unit

Eselon I Kementerian Keuangan, dimana

sebelumnya tiap unit memiliki nilai-nilai

sendiri. Nilai-nilai Kementerian Keuangan

sudah dicetuskan oleh Menteri Keuangan

beserta jajaran eselon I dan II pada akhir bulan

Juli 2011, yang kemudian disosialisasikan

kepada seluruh unit kerja di lingkungan

Page 14: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

kementerian keuangan. Nilai-nilai

Kementerian Keuangan tediri atas:

Integritas: Berpikir, berkata, berperilaku

dan bertindak dengan baik dan benar serta

memegang teguh kode etik dan prinsip-

prinsip moral;

Profesionalsime: Bekerja tuntas dan

akurat atas dasar kompetensi terbaik

dengan penuh tanggung jawab dan

komitmen yang tinggi;

Sinergi: Membangun dan memastikan

hubungan kerjasama internal yang

produktif serta kemitraan yang harmonis

dengan para pemangku kepentingan,

untuk menghasilkan karya yang

bermanfaat dan berkualitas;

Pelayanan: Memberikan layanan yang

memenuhi kepuasan pemangku

kepentingan yang dilakukan dengan

sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan

aman;

Kesempurnaan: Senantiasa melakukan

upaya perbaikan di segala bidang untuk

menjadi dan memberikan yang terbaik.

Nilai-nilai Kementerian Keuangan menjadi

dasar dan pondasi bagi institusi Kementerian

Keuangan, Pimpinan, dan seluruh pegawainya

dalam mengabdi, bekerja, dan bersikap.

4. Budaya Kerja Kementerian Keuangan

Dalam rangka internalisasi dan implementasi

Nilai-Nilai Kementerian Keuangan maka

disusunlah budaya kerja Kementerian

Keuangan yang meliputi:

Satu Informasi Setiap Hari dimaksudkan

untuk mendorong seluruh Pegawai di

Kementerian Keuangan mmencari

informasi yang positif dan membaginya

(sharing) dengan Pegawai Kementerian

Keuangan lainnya untuk pengetahuan

bersama;

Dua Menit Sebelum Jadual dimaksudkan

untuk melatih, membiasakan dan

menumbuhkan kedisiplinan seluruh

Pegawai Kementerian Keuangan dengan

hadir di ruang/tempat rapat 2 (dua) menit

sebelum rapat di mulai sesuai jadual, guna

meningkatkan efektifitas dan efisiensi

rapat;

Tiga Salam Setiap Hari dimaksudkan

untuk mendorong seluruh Pegawai

Kementerian Keuangan terbiasa

memberikan pelayanan terbaik dan

bersikap sopan serta santun, dengan

memberikan salam sesuai dengan

waktunya, yaitu selamat pagi, selamat

siang dan selamat sore;

Rencanakan, Kerjakan, Monitor dan

Tindaklanjuti dimaksudkan agar seluruh

Pegawai Kementerian Keuangan dalam

melaksanakan tugas sehari-hari

menerapkan etos kerja dan prinsip

manajemen/organisasi yang baik, dengan

senantiasa membuat perencanaan terlebih

dahulu, mengerjakan hingga tuntas,

memantau dan mengevaluasi proses dan

hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan

melaporkan hasilnya, dan menindaklanjuti

hasil untuk membuat perbaikan;

Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin

dimaksudkan untuk mendorong

tumbuhnya kesadaran, keyakinan, dan

kepedulian Pegawai Kementerian

Keuangan akan pentingnya penataan

ruang kantor dan dokumen kerja yang

ringkas, rapi, resik/bersih melalui

perawatan yang dilakukan secara rutin,

agar tercipta lingkungan kerja yang

nyaman guna meningkatkan etos kerja

dan semangat berkarya.

5. Manajemen Risiko di Kementerian Keuangan

Page 15: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

Risiko yang timbul dari tugas dan fungsi

Kementerian Keuangan dapat dikendalikan

dengan penanganan yang tepat. Proses

tersebut dapat dilakukan dengan melakukan

manajemen risiko. Pelaksanaan manajemen

risiko harus dilakukan oleh setiap unit eselon I

di lingkungan kementerian keuangan, dimana

prosesnya terdiri dari :

a. Penetapan konteks yang dilakukan dengan

cara menjabarkan latar belakang, ruang

lingkup, tujuan, dan kondisi lingkungan

pengendalian dimana manajemen risiko

akan

b. Identifikasi risiko dilakukan dengan cara

mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab dan

proses terjadinya peristiwa risiko yang

dapat menghalangi, menurunkan,

ataumenunda tercapainya sasaran unit

Eselon I.

c. Analisis risiko yang dilakukan dengan

cara mencermati sumber risiko dan

tingkat pengendalian yang ada serta

dilanjutkan dengan menilai risiko dari sisi

konsekuensi dan kemungkinan terjadinya.

d. Evaluasi risiko yang dilakukan untuk

pengambilan keputusan mengenai perlu

tidaknya dilakukan penanganan risiko

lebih lanjut serta prioritas penanganannya.

e. Penanganan risiko yaitu dilakukan dengan

mengidentifikasi berbagai opsi

penanganan risiko yang tersedia dan

memutuskan opsi penanganan risiko yang

terbaik yang dilanjutkan dengan

pengembangan rencana mitigasi risiko.

f. Monitoring dan reviu dilakukan dengan

cara memantau efektivitas rencana

penanganan risiko, strategi, dan sistem

manajemen risiko.

g. Komunikasi dan konsultasi dengan cara

mengembangkan komunikasi kepada

stakeholder internal maupun eksternal.

6. KESIMPULAN DAN SARAN

Kementerian Keuangan menempati posisi strategis

dan sangat penting dalam roda pemerintahan

Republik Indonesia. Hampir seluruh aspek

perekonomian negara berhubungan langsung

dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh

Kementerian Keuangan. Kebijakan dimaksud

meliputi perencanaan, penyusunan, dan

pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN), perpajakan, kepabeanan dan

cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan

keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan

utang. Mengingat kompleksnya tugas yang

diemban Kementerian Keuangan, maka pembagian

tugas dan fungsi unit kerja di Kementerian

Keuangan harus jelas, karena akan memegang

kunci terhadap pengelolaan keuangan negara.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor

PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Keuangan, telah disusun

tugas dan fungsi masing-masing unit di

Kementerian Keuangan dengan sangat terstruktur

dan detail. Namun dalam pelaksanaannya, PNS di

Kementerian Keuangan banyak menemui

hambatan antara lain adalah iman dan moral yang

rendah dari para pegawai, sistem reward dan

punishment punishment yang kurang berimbang,

gaya hidup dan tuntutan keluarga, serta kondisi

geografis Indonesia itu sendiri, dan masih banyak

lagi. Mengingat Kementerian Keuangan memiliki

peran yang amat penting, maka risiko yang timbul

dalam pelaksaaan tugas dan fungsi PNS di

Kementerian Keuangan juga amat beragam seperti

kegiatan politik, konflik kepentingan, pemberian

hadiah dari pihak lain, penggunaan barang dan jasa

dinas, serta yang paling menjadi sorotan adalah

Page 16: Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5

perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme dari para

PNS di Kementerian Keuangan.

Sehubungan dengan hambatan dan risiko tersebut,

Kementerian Keuangan juga sudah melakukan

langkah antisipatif dalam menangani hambatan

dan risiko dalam pelaksanaan tugas dan fungsi

PNS di Kementertian Keuangan seperti

pembentukan kode etik Kementerian Keuangan,

Penyusunan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan,

penyusunan budaya kerja Kementerian Keuangan,

serta manajemen risiko yang dilaksanakan oleh

unit-unti kerja di Kementerian Keuangan. Oleh

karena itu hendaknya PNS Kementerian Keuangan

dapat menerapkan dan mengikuti seluruh peraturan

dan program yang telah disusun untuk

menghindari pelanggaran-pelanggaran terhadap

peraturan di Kementerian Keuangan. Di sisi lain

Kementerian Keuangan juga harus senantiasa

memperhatikan pegawainya dengan menerapkan

sistem reward dan punishment yang berimbang,

memberikan kesejahteraan yang berimbang unuk

seluruh PNS di Kementerian Keuangan, serta

memperhatikan masalah-masalah yang terjadi

dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sehari-hari.

Apabila seluruh pegawai Kementerian Keuangan

dan organisasi Kementerian Keuangan itu sendiri

dapat saling memahami hambatan dan risiko yang

timbul, maka diharapkan tercipta aparatur negara

yang baik dan pengelolaan keuangan negara yang

baik juga, serta Kementerian Keuangan dapat

dijadikan percontohan bagi seluruh PNS, ataupun

secara luas menjadi contoh pegawai yang baik di

Indonesia baik dari segi kinerja dan pelopor dalam

pemberdayaan aparatur negara yang bebas korupsi.

DAFTAR REFERENSI:

[1] http://www.reform.kemenkeu.go.id/

mainmenu.php?module=profil (diakses tanggal

5 April 2014)

[2] http://www.kemenkeu.go.id/Page/profil-

reformasi-birokrasi (diakses tanggal 5 April

2014)

[3] http://id.shvoong.com/social-sciences/

sociology/2025013-pengertian-pegawai-negeri-

sipil-pns/ (diakses tanggal 6 April 2014)

[4] Sarimah, Ucok. (2008). Etika Profesi Pegawai

Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I.

Jakarta : Departemen Keuangan Republik

Indonesia, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

[5] _____,_____. (2008). Etika Profesi Pegawai

Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I.

Jakarta : Departemen Keuangan Republik

Indonesia, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara

[6] http://komunitas.kapanlagi.com/humor/8-

penyakit-pns-di-indonesia.html (diakses

tanggal 6 April 2014)