Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5
-
Upload
ayub-ramdhan -
Category
Documents
-
view
7 -
download
1
description
Transcript of Paper Seminar Antikorupsi Kelompok 5
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM RANGKA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
Agus Dwiatmoko, Ayub Ramdhan, Eko Suwarno, Fatqur Hidayat, Hans Herdian, Tri Eka Yuniarti
Program Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Tangerang Selatan
[email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak – Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak lepas dari sejarah yang cukup panjang dimana
pemberantasan tindak pidana korupsi memang membutuhkan penanganan yang serius dan ekstra keras serta
membutuhkan kemauan politik yang sangat besar dari pemerintah. Politik pemberantasan korupsi itu sendiri
tercermin dari peraturan perundang-undangan yang dilahirkan oleh pemerintah pada periode tertentu. Seperti
diketahui telah banyak peraturan-peraturan yang mengatur terkait perbuatan korupsi diantaranya dimulai
dengan diatur melalui Delik korupsi dalam KUHP hingga peraturan yang dibuat setelah era Reformasi yaitu
Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No.31 tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan dilanjutkan dengan peraturan-peraturan lainnya. Dengan lahirnya
peraturan perundang-udangan yang secara khusus mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi
sesungguhnya tidaklah cukup untuk menunjukkan keseriusan atau komitmen pemerintah dalam menyelesaikan
permasalahan korupsi tetapi juga perlu mendorong para aparat penegak hukum yang berwenang untuk dapat
memberantas korupsi dengan cara yang tegas, berani, dan tidak pandang bulu. Selain peraturan perundang-
undangan terkait korupsi juga banyak terdapat norma hokum dan norma moralitas yang berkaitan dengan
perbuatan korupsi baik itu aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu atau yang dibuat oleh
masyarakat sebagai standar atau tolak ukur atas suatu nilai moral sehingga mempunyai dampak sanksi sosial
meskipun tidak tertulis.
Kata Kunci: Penegakan Hukum, Hukum di Indonesia, Korupsi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kementerian Keuangan menempati posisi strategis
dan sangat penting dalam roda pemerintahan
Republik Indonesia. Hampir seluruh aspek
perekonomian negara berhubungan langsung
dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Keuangan. Kebijakan dimaksud
meliputi perencanaan, penyusunan, dan
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), perpajakan, kepabeanan dan
cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan
keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan
utang. Dengan kedudukannya yang strategis dan
sebagai Kementerian yang terbesar dan memiliki
kantor vertikal yang melayani hampir seluruh
penduduk Indonesia, maka penataan kelembagaan
merupakan salah satu prasyarat agar Kementerian
Keuangan dapat menjalankan tugas pokok dan
fungsinya secara optimal. [1]
Sebagai suatu organisasi yang menangani
permasalahan yang sangat kompleks, Kementerian
Keuangan memerlukan harmonisasi untuk
mencapai sinergi dalam mewujudkan visi dan
misinya. Sebuah langkah fenomenal telah diambil
oleh pimpinan Kementerian Keuangan dengan
melakukan Reformasi Birokrasi pada tahun 2007
untuk melakukan perubahan mendasar terhadap
sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama
menyangkut penataan organisasi, penyempurnaan
proses bisnis, dan pengembangan sumber daya
manusia. Tujuan dari reformasi organisasi itu
sendiri adalah mewujudkan tata kelola keuangan
yang profesional, amanah, dan tepat arah, serta
mewujudkan kepercayaan publik melalui
peningkatan pelayanan publik. [2]
Dalam tulisan ini akan dipaparkan mengenai tugas
dan fungsi dari setiap unit eselon I di Kementerian
Keuangan setelah reformasi organisasi serta akan
dituliskan juga mengenai hambatan dan risiko
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, serta langkah-
langkah yang diambil oleh Kementerian Keuangan
untuk mengatasi hambatan dan risiko tersebut
berdasarkan pada pengamatan, pengalaman pribadi
penulis, analisa, dan sumber-sumber lain.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari dibuatnya tulisan ini adalah penulis
dapat memberikan informasi mengenai tugas dan
fungsi PNS di Kementerian Keuangan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Keuangan. Penulis juga
akan memberikan informasi mengenai hambatan
serta risiko yang dihadapi dalam melaksanakan
tugas dan fungsi PNS di Kementerian Keuangan.
Diharapkan setelah membaca tulisan ini dapat
diperoleh pemahaman yang lebih detail mengenai
tugas dan fungsi dari unit eselon I yang ada di
Kementerian Keuangan.
1.3 Perumusan Masalah
Banyak hambatan yang dihadapi PNS di
Kementerian Keuangan dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya, antara lain masalah geografis
dimana Kementerian Keuangan memiliki kantor
vertikal di seluruh Indonesia, sistem informasi, dan
kesejahteraan dimana hal tersebut dapat
mempengaruhi integritas dan kinerja seorang
pegawai. Risiko yang timbul dalam melaksanakan
tugas sehari-hari juga sangat beragam, mulai dari
benturan kepentingan stakeholders, hingga yang
paling mendapat sorotan adalah masalah korupsi,
kolusi, dan nepotisme. Dalam tulisan ini penulis
akan mencoba menguaraikan hambatan dan risiko
tersebut di atas, serta memaparkan langkah-
langkah yang diambil oleh Kementerian Keuangan
dalam mengatasinya.
1.4 Latar Belakang Masalah
Roda pemerintahan akan berjalan dengan baik
apabila motor penggeraknya, yaitu PNS
kinerjanya baik juga. Pengelolaan keuangan
negara menjadi hal yang sangat penting dalam
menjalankan pemerintahan dan mengatur
perekonomian Indonesia. Namun demikian masih
terdapat PNS di Kementerian Keuangan yang
tidak menjalankan tugas dan fungsinya secara
baik, hal tersebut dapat tercermin dari kinerja para
pegawai yang imbasnya adalah pelayanan yang
kurang memuaskan kepada masyarakat, atau hal
yang lebih buruk lagi yaitu PNS yang melakukan
korupsi, kolusi, dan nepotisme sehingga
menyebabkan kerugian negara.
2. LANDASAN TEORI
Sebelum membahas lebih jauh mengenai tugas dan
fungsi PNS di Kementerian Keuangan, ada
baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai
definisi Pegawai Negeri itu sendiri. Sesuai dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-
Undang nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Kepegawaian, Pegawai Negeri adalah
setiap warga Negara Republik Indonesia yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat
oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas
dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas
negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pasal 3
disebutkan juga bahwa Pegawai Negeri
berkedudukan sebagai unsur aparatur negara yang
bertugas untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan
merata dalam penyelenggaraan tugas negara,
pemerintahan, dan pembangunan. Adapun
Pegawai Negeri itu sendiri terdiri dari Pegawai
Negeri Sipil (PNS); Anggota Tentara Nasional
Indonesia; dan Anggota Kepolisian Republik
Indonesia. Selanjutnya PNS dibagi menjadi PNS
Pusat dan PNS Daerah.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun
1999 maka PNS di Kementerian Keuangan
dikelompokkan ke dalam PNS Pusat yaitu PNS
yang gajinya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan bekerja
pada Kementerian, Lembaga Pemerintah non-
Kementerian, Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Lembaga Tinggi Negara, Instansi
Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota,
Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk
menyelenggarakan tugas negara lainnya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas
Kementerian Keuangan adalah menyelenggarakan
urusan di bidang keuangan dan kekayaan negara
dalam pemerintahan untuk membantu Presiden
dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Kementerian
Keuangan menyelenggarakan fungsi sebagai
berikut:
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan
kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan
negara;
b. pengelolaan Barang Milik/Kekayaan Negara
yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Keuangan;
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di
lingkungan Kementerian Keuangan;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi
atas pelaksanaan urusan Kementerian
Keuangan di daerah;
e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala
nasional; dan
f. pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai
ke daerah.
Selanjutnya dapat disampaikan juga bahwa
Kementerian Keuangan membawahi unit-unit
Eselon I yang secara khusus memiliki tugas dan
fungsi masing-masing.
2.1 Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
Sebagai penggerak utama penyempurnaan
berkelanjutan menuju terwujudnya visi
Kementerian Keuangan, Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan menyediakan sasaran-
sasaran strategis yang berwawasan ke depan,
menjadi penggerak kesempurnaan dalam budaya
kerja, menyediakan sumber daya manusia yang
terbaik di kelasnya, membangun sistem informasi
manajemen yang terintegrasi sempurna, dan
menyediakan layanan serta koorporat yang
efisien. Sesuai dengan PMK-184/PMK.01/2010,
Sekretariat Jenderal mempunyai tugas
melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas,
pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unit organisasi di lingkungan
Kementerian Keuangan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut Sekretariat
Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi kegiatan Kementerian Keuangan;
b. koordinasi dan penyusunan rencana dan
program Kementerian Keuangan;
c. pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi yang meliputi ketatausahaan,
kepegawaian, keuangan, kerumahtanggaan,
arsip, dan dokumentasi Kementerian
Keuangan;
d. pembinaan dan penyelenggaraan organisasi
dan tata laksana, kerja sama, dan hubungan
masyarakat;
e. koordinasi dan penyusunan peraturan
perundang-undangan dan bantuan hukum;
f. penyelenggaraan pengelolaan barang
milik/kekayaan negara; dan
g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh
Menteri Keuangan.
2.2 Direktorat Jenderal Anggaran
Direktorat Jenderal Anggaran berperan utama
dalam merencanakan kebijakan APBN yang
sehat, kredibel, dan berkelanjutan, mewujudkan
pengeluaran negara dan pengamanan keuangan
negara yang efektif dan efisien, mewujudkan
penerimaan negara bukan pajak yang optimal
dengan tetap menjaga pelayanan kepada
masyarakat, serta mewujudkan norma dan sistem
penganggaran yang kredibel, transparan, dan
akuntabel. Oleh karena itu dalam
PMK-184/PMK.01/2010 Direktorat Jenderal
Anggaran mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis
di bidang penganggaran. Dalam melaksanakan
tugas dimaksud, Direktorat Jenderal Anggaran
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang penganggaran;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang
penganggaran;
c. penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria di bidang penganggaran;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang penganggaran; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Anggaran.
2.3 Direktorat Jenderal Pajak
Mengingat fungsinya yang sangat penting dan
merupakan penyumbang 80% penerimaan APBN,
Direktorat Jenderal Pajak memiliki kantor
operasional lebih dari 500 unit dan jumlah
pegawai lebih dari 32.000 orang yang tersebar di
seluruh penjuru nusantara, dan merupakan salah
satu organisasi besar yang ada dalam lingkungan
Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak
mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis
di bidang perpajakan. Dalam melaksanakan tugas
Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang perpajakan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria di bidang perpajakan;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang perpajakan; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Pajak.
2.4 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Instansi Kepabeanan di mana pun di dunia ini
adalah suatu organisasi yang keberadaannya amat
essensial bagi suatu negara, demikian pula dengan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah suatu
instansi yang memiliki peran yang cukup penting
dari negara dalam melakukan tugas dan fungsinya
untuk :
Melindungi masyarakat dari masuknya
barang-barang berbahaya;
Melindungi industri tertentu di dalam negeri
dari persaingan yang tidak sehat dengan
industri sejenis dari luar negeri;
Memberantas penyelundupan;
Melaksanakan tugas titipan dari instansi-
instansi lain yang berkepentingan dengan lalu
lintas barang yang melampaui batas-batas
negara;
Memungut bea masuk dan pajak dalam
rangka impor secara maksimal untuk
kepentingan penerimaan keuangan negara.
Sesuai PMK-184/PMK.01/2010 Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang kepabeanan dan
cukai. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang kepabeanan
dan cukai;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan
dan cukai;
c. penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria di bidang kepabeanan dan cukai;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang kepabeanan dan cukai; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
2.5 Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan memiliki visi
untuk menjadi pengelola perbendaharaan negara
yang profesional, modern, dan akuntabel guna
mewujudkan manajemen keuangan pemerintah
yang efektif dan efisien Direktorat Jenderal
Perbendaharaan mempunyai tugas merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi
teknis di bidang perbendaharaan negara. Dalam
melaksanakan tugas dimaksud, Direktorat
Jenderal Perbendaharaan menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang
perbendaharaan negara;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang
perbendaharaan negara;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang perbendaharaan negara;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang perbendaharaan negara; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
2.6 Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Dalam rangka menjadi pengelola kekayaan
negara yang profesional dan akuntabel, Direktorat
Jenderal Kekayaan Negara mewujudkan
optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran,
dan efektivitas pengelolaan kekayaan negara;
mengamankan kekayaan negara secara fisik,
administrasi, dan hukum; melaksanakan
pengurusan piutang negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel; serta mewujudkan
lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil,
dan kompetitif sebagai instrumen jual beli yang
mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat.
Sesuai dengan PMK-184/PMK.01/2010
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai
tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan
dan standardisasi teknis di bidang kekayaan
negara, piutang negara, dan lelang. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara menyelenggarakan fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang kekayaan
negara, piutang negara,dan lelang;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan
negara, piutang negara, dan lelang;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang kekayaan negara, piutang
negara, dan lelang;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang kekayaan negara, piutang negara, dan
lelang; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara.
2.7 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
berperan dalam perumusan dan pengelolaan
kebijakan di bidang perimbangan keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis
di bidang perimbangan keuangan. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang perimbangan
keuangan;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang perimbangan
keuangan;
c. penyusunan norma, standar, prosedur dan
kriteria di bidang perimbangan keuangan;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang perimbangan keuangan; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan.
2.8 Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang memiliki
visi untuk menjadi unit yang profesional dalam
mendukung pembiayaan APBN secara efisien
dengan risiko yang terukur untuk
mempertahankan kesinambungan fiskal. Untuk
mendukung hal tersebut, Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang berperan dalam mewujudkan
pengelolaan portofolio utang pemerintah yang
efektif, transparan, dan akuntabel, serta
mengendalikan pengadaan/penerbitan utang
melalui penetapan kapasitas berutang yang
mendukung stabilitas fiskal. Maka sesuai PMK-
184/PMK.01/2010, Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan
standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang.
Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang menyelenggarakan
fungsi:
a. perumusan kebijakan di bidang pengelolaan
utang;
b. pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan
utang;
c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan
kriteria di bidang pengelolaan utang;
d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di
bidang pengelolaan utang; dan
e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal
Pengelolaan Utang.
2.9 Inspektorat Jenderal
Secara garis besar tugas utama Inspektorat
Jenderal adalah melaksanakan pengawasan intern
dan mendorong terwujudnya kepercayaan publik
terhadap Kementerian Keuangan Inspektorat
Jenderal berfungsi menjadi unit audit internal
terbaik yang profesional dan berintegritas untuk
meningkatkan kepercayaan publik terhadap
Kementerian Keuangan. Berdasarkan
PMK-184/PMK.01/2010 Inspektorat Jenderal
mempunyai tugas melaksanakan pengawasan
intern di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Inspektorat
Jenderal menyelenggarakan fungsi:
a. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan
intern di lingkungan Kementerian Keuangan;
b. pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan
Kementerian Keuangan terhadap kinerja dan
keuangan melalui audit, reviu, evaluasi,
pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lainnya;
c. pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu
atas penugasan Menteri Keuangan;
d. penyusunan laporan hasil pengawasan di
lingkungan Kementerian Keuangan; dan
e. pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal.
2.10Badan Kebijakan Fiskal
Gambaran umum dari Badan Kebijakan Fiskal
adalah unit yang bertugas dalam merumuskan
kebijakan pendapatan negara, APBN, serta
kebijakan ekonomi makro berdasarkan hasil
kajian. Berdasarkan PMK-184/PMK.01/2010
Badan Kebijakan Fiskal mempunyai tugas
melaksanakan analisis di bidang kebijakan fiskal.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud, Badan Kebijakan Fiskal
menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan
program analisis di bidang kebijakan fiskal;
b. pelaksanaan analisis dan pemberian
rekomendasi di bidang kebijakan fiskal;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan analisis di bidang kebijakan
fiskal; dan
d. pelaksanaan administrasi Badan Kebijakan
Fiskal.
2.11Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Pada dasarnya yang menjadi inti rencana dan
aktivitas BPPK adalah tentang pelayanan prima di
bidang pendidikan dan pelatihan. Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)
bertugas memberikan layanan sebaik-baiknya di
bidang pendidikan, pelatihan dan pengembangan
seluruh pegawai di lingkungan Kementerian
Keuangan untuk memperlancar pencapaian visi
dan misi Kementerian Keuangan. Berdasarkan
PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organsisasi dan
Tata Kerja di Kementerian Keuangan, BPPK
mempunyai tugas melaksanakan pendidikan dan
pelatihan di bidang keuangan negara. Dalam
melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,
BPPK menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis, rencana dan
program pendidikan dan pelatihan di bidang
keuangan negara;
b. pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di
bidang keuangan negara;
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di
bidang keuangan negara; dan
d. pelaksanaan administrasi Badan Pendidikan
dan Pelatihan Keuangan.
3. HAMBATAN
Setelah mengetahui sekilas mengenai tugas dan
fungsi dari Kementerian Keuangan serta unit-unit
eselon I di bawahnya, ternyata dalam pelaksanaan
tugas dan fungsi tersebut banyak ditemui
hambatan yang dapat mempengaruhi kinerja dan
integritas PNS di Kementerian Keuangan.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, pola
pikir PNS terbagi dua yaitu pola pikir positif (pola
pikir yang berkembang), dan pola pikir negatif
(pola pikir tetap). Pola pikir positif (pola pikir
berkembang) PNS tercermin dalam berbagai
prestasi yang telah dicapai oleh para PNS selama
ini sesuai bidang tugasnya masing-masing,
maupun dalam bentuk acuan norma dan aturan
yang berlaku. Norma dan aturan tersebut diarah
oleh PNS dalam bentuk menjaga sikap dan
perilakunya, karena secara periodik dijadikan
acuan penilaian antara lain dalam bentuk Daftar
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). DP3 PNS
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor
10 Tahun 1979, terdiri atas delapan norma-norma
sikap perilaku:
a. Kesetiaan
b. Prestasi Kerja
c. Tanggung Jawab
d. Ketaatan
e. Kejujuran
f. Kerjasama
g. Prakarsa
h. Kepemimpinan
Di samping keberhasilan tentu ada kekurang
berhasilan, hambatan atau dimensi permasalahan
berupa pola pikir negatif yang terjadi atau dialami
kalangan PNS. Kementerian Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada
tahun 2002 menemukan dan mengidentifikasi
adanya Pola Pikir Negatif (Pola Pikir Tetap) PNS
yang tercermin dalam bentuk 24 (dua puluh empat)
hambatan atau permasalahan perilaku Budaya
Kerja Aparatur Pemerintahan, yaitu:
a. Komitmen dan konsistensi terhadap visi dan
misi organisasi masih rendah;
b. Sering terjadi penyimpangan dan kesalahan
dalam kebijakan publik yang berdampak luas
kepada masyarakat;
c. Pelaksanaan kebijakan jauh berbeda dari
yang diharapkan;
d. Terjadi arogansi pejabat dan penyalahgunaan
kekuasaan;
e. Pelaksanaan wewenang dan tanngung jawab
aparatur saat ini belum seimbang;
f. Dalam praktek di lapangan sulit dibedakan
antara ikhlas dan tidak ikhlas, jujur dan tidak
jujur;
g. Pejabat yang KKN akan menyebabkan KKN
meluas pada pegawai, dunia usaha dan
masyarakat;
h. Gaji pegawai yang rendah/kecil dibandingkan
dengan harga barang/jasa lainnya;
i. Banyak aparatur yang integritas, loyalitas dan
profesionalnya rendah;
j. Belum adanya sistem merit yang jelas untuk
mengukur kinerja pegawai dan tindak lanjut
hasil penilaiannya;
k. Kreativitas karyawan kurang mendapat
perhatian atasan;
l. Kepekaan terhadap keluhan masyarakat
dinilai masih rendah;
m. Sikap yang berorientasi vertikal
menyebabkan hilangnya kreativitas, rasa
takut berimprovisasi;
n. Budaya suap bukan hal yang rahasia,
sehingga dapat mempengaruhi sikap dan
tingkah laku pimpinan dalam bekerja;
o. Ada kecenderungan para pemimpin tidak
mau mengakui kesalahan di depan bawahan;
p. Masing-masing bekerja sesuai dengan uraian
tugas yang ada dan belum optimal untuk
bekerjasa sama dengan unit lain;
q. Sifat individualisme lebih menonjol
dibandingkan kebersamaan;
r. Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika
pegawai melanggar aturan;
s. Budaya KKN yang menjiwai sebagian aparat;
t. Tingkat kesejahteraan yang kurang memadai;
u. Pengaruh budaya prestise yang lebih
menonjol, sehingga aspek rasionalitas sering
dikesampingkan;
v. Sistem seleksi (rekruitmen) yang masih
kurang transparan;
w. Tidak berani tegas, karena khawatir
mendapat reaksi yang negatif;
x. Banyak aparatur belum memahami makna
keadilan dan keterbukaan. [3]
Tekait dengan hambatan tersebut, penulis akan
memaparkan mengenai hambatan yang terjadi
pada pelaksanaan tugas dan fungsi PNS di
Kementerian Keuangan antara lain, yaitu [4]:
a. Iman yang lemah
Iman yang lemah dapat mendorong PNS
untuk melakukan pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan untuk
kepentingan pribadi mereka.
b. Moral yang rendah
Pelanggaran tata tertib dan disiplin PNS
didasari atas moral pegawai tersebut yang
rendah sehingga tidak timbul rasa bersalah
pada saat PNS melanggar tata tertib dan
peraturan disiplin tersebut.
c. Sistem organisasi yang tidak kondusif
Penataan organisasi dan penciptaan
lingkungan kerja yang kondusif dapat
menambah motivasi PNS dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya sehari-
hari, namun apabila organisasi dipenuhi
konflik dan kondisi kerja yang tidak kondusif
dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang
dapat menghambat kinerja PNS.
d. Reward dan Punishment yang tidak tegas
Peraturan kepegawian dan kedisiplinan pada
saat ini lebih banyak menekankan punishment
yang akan diterima oleh PNS apabila
melanggar peraturan yang ditetapkan, namun
tidak ada sistem pemberian reward yang jelas
apabila PNS bekerja dengan baik atau dapat
melampaui target kinerja yang ditetapkan.
Hal tersebut mendorong PNS pekerja hanya
untuk menghindarkan diri dari hukuman
displin saja, bukan untuk bekerja lebih baik
dan mendapatkan reward. Sehingga perlu
adanya sistem pemberian reward dan
punishment yang berimbang di Kementerian
Keuangan yang dapat mendorong PNS untuk
lebih giat bekerja.
e. Tidak semua pegawai mengetahui deskripsi
jabatannya
Dalam pekerjaan sehari-harinya setiap PNS
sudah mendapatkan pembagian tugas yang
jelas sesuai dengan aturan yang berlaku,
namun sampai saat ini masih banyak PNS
yan bekerja hanya untuk mengisi absen
harian tanpa mengetahui hal apa yang harus
mereka kerjakan. Dalam hal ini pengawasan
dan pembinaan dari atasan sangat dibutuhkan
untuk memperbaiki kinerja PNS.
f. Ambisi untuk kaya dan tidak mau kalah dari
orang lain
Saat ini masyarakat beranggapan bahwa
kesuksesan diukur dari materi. Hal tersebut
mendorong PNS untuk berlomba-lomba
memamerkan materi yang didapatkannya
kepada orang lain, sehingga menyebabkan
perilaku ambisius untuk dapat menjadi lebih
baik dalam hal materi dibanding dengan
orang lain. Apabila gaji dan tunjangan yang
didapatkan tidak mencukupi makan
dikhawatirkan PNS akan memanfaatkan
kekuasaan atau posisinya untuk mendapatkan
penghasilan secara tidak sah.
g. Takut miskin
Pandangan masyarakat terhadap PNS
Kementerian Keuangan saat ini adalah
pekerjaan yang sangat menjanjikan dalam
segi karir maupun materi. Pandangan tersebut
membuat PNS merasa malu apabila tidak
dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya,
sehingga di saat penghasilannya tidak
mencukupi, PNS tersebut akan berusaha
dengan cara apapun untuk mendapatkan
penghasilan tambahan sehingga dapat
memenuhi kebutuhannya.
h. Gaya hidup dan tuntutan keluarga
Gaya hidup konsumtif sudah menjadi
kebiasaan masyarakat belakangan ini,
ditambah dengan pandangan masyarakat
mengenai PNS di Kementerian Keuangan
yang pasti memiliki penghasilan yang besar.
Kedua hal tersebut dapat mendorong PNS
agar dapat memenuhi tuntutan gaya hidup
dan keluarga, walaupun penghasilan yang
didapatkannya tidak sebanyak tuntutan yang
ada.
i. Pembinaan pimpinan yang salah
Pimpinan memiliki kewajiban untuk
membina dan mengawasi bawahannya,
namun seing juga terjadi pimpinan yang
justru meminta bawahannya untuk bekerja
tidak sesuai dengan peraturan serta
memberikan saran mengenai bagaimana cara
untuk dapat melanggar peraturan yang ada.
j. Kebutuhan organisasi yang membutuhkan
biaya yang besar sepeti penyambutan,
upacara, jamuan, sumbangan, hadiah,
terutama bagi unit kerja di daerah yang sering
dikunjungi pejabat pusat
Hal ini sampai saat ini masih terjadi di
Kementerian Keuangan, seolah-olah ada
kewajiban tidak tertulis bahwa unit kerja di
daerah harus memberikan jamuan, hadiah,
dan oleh-oleh pada saat unit kerja di pusat
melakukan kunjungan. Pejabat yang gajinya
kecil pastinya tidak mungkin memiliki
kemampuan untuk memberikan jamuan,
hadiah, atau oleh-oleh tersebut sehingga
digunakanlah dana yang seharusnya untuk
keperluan kantor.
k. Kondisi Geografis Indonesia
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa
Kementerian Keuangan memiliki kantor
vertikal di seluruh Indonesia serta beberapa
perwakilan di luar negeri. Oleh karena itu
PNS di Kementerian Keuangan harus
bersedia apabila ditempatkan di wilayah
manapun di Indonesia maupun di perwakilan
di luar negeri. Hal yang umum terjadi adalah
apabila seorang PNS ditempatkan di daerah
yang jauh dari domisilinya dan tidak
memungkinkan untuk membawa
keluarganya, maka untuk bertemu dengan
keluarganya cara yang dilakukan adalah
setiap bulan sekali mengunjungi keluarganya.
Dampak negatif yang dapat timbul adalah
mengenai ketaatan pemenuhan jam kerja,
karena umumnya PNS yang akan kembali ke
daerahnya berusaha agar memiliki waktu
sebanyak mungkin di rumah. Dampak lain
yang mungkin timbul adalah biaya yang
dikeluarkan dapat diperoleh dari sumber-
sumber yang tidak sah/ilegal.
l. Teknologi Informasi
Seiring dengan perkembangan jaman,
teknologi informasi menjadi hal yang tidak
terpisahkan dalam membantu kelancaran
pekerjaan di Kementerian Keuangan, bahkan
menjadi amat penting mengingat saat ini
hampir semua pelayanan di Kementerian
Keuangan menggunakan teknologi informasi.
Namun ada dampak negatif juga yang timbul,
umumnya terjadi di daerah yang belum
memiliki infrastruktur yang memadai
sehingga menyebabkan terjadinya hambatan
komunikasi, hambatan tersebut dapat berupa
jaringan yang belum memadai, ataupun
penyediaan energi listrik yang belum
terpenuhi. Selain mengakibatkan terhentinya
proses pelayanan, juga dapat menyebabkan
PNS tidak dapat menjalankan tugasnya
dengan baik. Dampak negatif lain adalah
setiap PNS diwajibkan dapat menguasai
teknologi informasi tersebut, namun pada
prakteknya terdapat sebagian yang belum
menguasai sehingga menyebabkan kesalahan
dalam sistem pelayanan.
m. Godaan dari pihak eksternal
Kementerian Keuangan memiliki ratusan
kantor di unit vertikal yang memiliki fungsi
pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut
memberi kesempatan kepada pihak eksternal
untuk menuntut pelayanan yang lebih dengan
memberi imbalan. Imbalan tersebut biasanya
bersifat memuaskan dan memperkaya PNS
tertentu yang terjun langsung dalam
pelayanan. Hal inilah yang kemudian
menyebakan munculnya istilah “lokasi
basah’ dan “lokasi kering”.
4. RISIKO
Risiko bahaya/risiko jabatan adalah risiko atas
bahaya yang mungkin timbul dan menimpa
pegawai sewaktu melakukan tugas jabatannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-191/PMK.09/2008 tentang Manajemen
Risiko, yang dimaksud dengan risiko adalah segala
sesuatu yang berdampak negatif terhadap
pencapaian tujuan yang diukur berdasarkan
kemungkinan dan dampaknya. Jenis risiko dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu risiko bahaya fisik dan risiko
bahaya mental. Risiko bahaya fisik dapat berupa
kecelakaan yang menimbulkan cacat terhadap
anggota tubuh atau meninggal dunia. Sementara
risiko bahaya mental dapat berupa terganggunya
mental atau kejiwaan seorang pegawai. Selain
risiko bahaya fisik dan mental, risiko dapat pula
diuraikan menjadi risiko operasional dan risiko
fiskal. Risiko operasioanl adalah risiko suatu
jabatan yang mengakibatkan tidak dapat
beroperasinya jabatan lain. Risiko fiskal adalah
risiko suatu jabatan yang secara tidak angsung
mengakibatan kerugian negara. Selain pembagian
jenis-jenis risiko yang disebutkan di atas,
Berdasarkan PMK-191/PMK.09/2008 tentang
manajemen risiko, risiko juga diklasifikasikan
menjadi 5 (lima), yaitu:
1. Risiko strategik dan kebijakan, adalah segala
risiko yang disebabkan atau yang timbul
karena perubahan kebijakan lingkungan kerja
pengawasan, seperti perubahan kebijakan
yang diambil unit Eselon I sebagai respon
terhadap perubahan kebijakan lingkungan
pengawasan tersebut.
2. Risiko finansial, merupakan segaa risiko yang
disebabkan oleh kegagalan pihak ketiga dalam
memenuhi kewajiban terhadap unit Eselon I.
3. Risiko operasional, merupakan risiko yang
disebabkan oleh kegagalan pada orang,
proses, dan sistem di unit Eselon I, faktor
eksternal, dan risiko yang ditimbulkan oleh
aspek-aspek legal.
4. Risiko kepatuhan, merupakan risiko yang
disebabkan oleh tidak dipatuhi atau tidak
dilaksanakannya peraturan perundang-
undangan dan ketentuan lain yang berlaku.
5. Risiko fraud, merupakan risiko yang
disebabkan oleh adanya kecurangan.
Mengingat dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya
sehari-hari PNS di Kementerian Keuangan
mempunyai peranan yang sangat penting, sehingga
banyak dimanfaatkan oleh pihak-pihak eksternal
yang ingin mengambil keuntungan serta dari PNS
itu sendiri yang ingin mendapatkan keuntungan
pribadi karena kuasa yang dimilikinnya. Risiko
yang dapat timbul antara lain menyangkut [5]:
a. Kegiatan Politik
PNS Kementerian Keuangan sebagai unsur
aparatur negara bertugas untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil, dan merata dalam
penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan,
dan pembangunan. Dalam kedudukan dan
tugas sebagaimana dimaksud di atas maka
PNS Kementerian Keuangan wajib bersikap
netral dari pengaruh semua golongan dan
partai politik secara tidak diskriminatif dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat
serta menghindari diri dari menjadi anggota
dan/atau pengurus partai politik. Namun
demikian dalam prakteknya, Kementerian
Keuangan sebagai pengelola keuangan negara
sering kali disusupi oleh kepentingan dari
partai politik. Jabatan strategis di Kementerian
Keuangan seringkali merupakan hasil
intervensi dari kepentingan partai politik,
sehingga mengabaikan potensi dan
kemampuan pegawai lain di Kementerian
Keuangan. Hal tersebut dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan di Kementerian
Keuangan yang akan cenderung memihak
pada kepentingan suatu partai politik, bukan
memprioritaskan kepentingan nasional.
Sebaiknya PNS Kementerian Keuangan
bersikap netral dari pengaruh semua golongan
dan partai politik serta tidak diskriminatif
dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
b. Pemberian berupa hadiah atau imbalan bagi
pegawai
Dalam melaksanakan tugasnya seringkali
pegawai yang berhubungan dengan organisasi,
pengguna jasa, atau anggota masyarakat yang
mengharapkan ada penyimpangan prosedur
dari ketentuan yang berlaku untuk kepentingan
pribadi pihak dimaksud dengan menjanjikan
hadiah atau imbalan bagi pegawai tersebut.
Serta dapat juga dilakukan melalui pemberian
gratifikasi. Oleh karena itu PNS Kementerian
Keuangan wajib menolak bentuk imbalan
yang diberikan oleh pihak manapun apabila
hadiah atau imbalan tersebut berhubungan
dengan jabatan PNS bersangkutan.
c. Konflik kepentingan
Konflik kepentingan dapat timbul dari
pegawai yang berurusan dengan atau dari
pegawai yang keputusannya dubuat untuk
orang-orang yang memiliki kepentingan
pribadi. Sebaiknya PNS Kementerian
Keuangan mengutamakan kepentingan negara
di atas kepentingan diri sendiri atau golongan
d. Kerahasiaan dan penggunaan informasi resmi
Seringkali karena kedudukan atau jabatannya,
seorang PNS dapat memperoleh, mengolah,
dan menyimpan informasi resmi negara yang
sifatnya rahasia. Oleh karena itu PNS yang
bersangkutan wajib menyimpan rahasia negara
dengan baik dan menghindarkannya dari
pemanfaatan untuk kepentingan pribadi atau
golongan, menghindari bekerja untuk negara
asing tanpa ijin pemerintah, dan segera
melaporkan apabila terjadi penyalahgunaan
wewenang menyangkut penggunaan informasi
tersebut.
e. Penggunaan Barang dan Jasa Dinas
Barang dan jasa dinas adalah aset institusi
untuk mendukung pelaksanaan tugas sehari-
hari. Maka sebaiknya PNS Kementerian
Keuangan dapat memanfaatkan barang dan
jasa dinas untuk keperluan organisasinya, serta
meminimalisir menggunaannya untuk
kepentingan pribadi.
f. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Mengingat dalam pelasanaan tugas sehari-
harinya PNS di Kementerian Keuangan
bersinggungan dengan keuangan negara,
sebagian dari mereka mencoba
memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi
yang pada akhirnya merugikan keuangan
negara. Pihak-pihak eksternal yang ingin
mengambil keuntungan juga mencoba
memberikan suap kepada PNS di Kementerian
Keuangan agar melanggar ketentuan
perundang-undangan. Banyak yang
beranggapan bahwa birokrasi tidak bisa
dilepaskan dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme, oleh karena itu PNS Kementerian
Keuangan hendaknya tetap berpegang teguh
pada sumpah PNS yang diucapkannya untuk
menghindari terjadinya hal-hal tersebut.
g. Pandangan Negatif Masyarakat terhadap
Kinerja PNS
Tidak dapat dipungkiri, terdapat oknum-
oknum yang tidak mencerminkan PNS
seutuhnya. Pandangan masyarakat atas
oknum-oknum tersebut telah menjadi
pandangan umum terhadap semua PNS tanpa
terkecuali. Secara langsung maupun tidak
langsung dapat menjatuhkan moral PNS dalam
mendukung tercapainya tujuan kementerian
keuangan.
Selain kasus-kasus pidana yang melibatkan
PNS dan mendapat sorotan lebih dari
masyarakat yang juga mengubah mereka
terhadap PNS, terdapat pula anekdot-anekdot
di kalangan masyarakat yang menggambarkan
pandangan mereka terhadap PNS atau
dianggap penyakit PNS [6], sebagai berikut :
AIDS : Alpa, Izin, Dikit-dikit Sakit
ASAM URAT : Asal SAMpai kantor
Uring-uringan Atau Tidur
ASMA : ASal Mengisi Absen
BATUK : BAnyak nganTUK
FLU : Facebookan meluLU
GINJAL : Gaji Ingin Naik tapi kerJA
Lambat
KRAM : Kurang Terampil
KURAP : Kurang Profesional
KUDIS : KUrang Disiplin
PANU : Piket Asal Nulis
PUCAT PASI : PUlang CepAT,
PAdahal maSih PAgI
TBC : Tidak Bisa Computer
Masyarakat memandang para PNS sebagai
pengidap penyakit yang kompleks. Pandangan
masyarakat tersebut dapat menjatuhkan moral
dan yang terburuk adalah PNS akan merasa
malu mengakui bahwa dirinya adalah PNS
karena pandangan buruk atas mereka. Namun
sebaliknya, dengan memahami penyakit-
penyakit tersebut ada baiknya untuk
memproteksi diri agar terhindar darinya.
5. LANGKAH-LANGKAH YANG DIAMBIL
KEMENTERIAN KEUANGAN DALAM
MENGATASI HAMBATAN DAN RISIKO
Dalam rangka mengatasi hambatan-hambatan yang
ada, Kementerian Keuangan membuat berbagai
kebijakan, antara lain:
1. Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 2010 tentang Disiplin PNS
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
merupakan akar dari segala peraturan
mengenai disiplin PNS, dan berlaku untuk
semua PNS, baik PNS Pusat maupun PNS
Daerah. Peraturan tersebut memuat 17
kewajiban PNS dan 15 larangan PNS.
Dijelaskan pula mengenai hukuman disiplin
yang dapat dijatuhkan pada PNS, meliputi
hukuman disiplin ringan, hukuman disiplin
sedang, dan hukuman disiplin berat.
2. Pembentukan Kode Etik PNS Kementerian
Keuangan
Kode Etik PNS adalah pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan PNS dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi serta
pergaulan hidup sehari-hari pada tiap unit
Eselon I. Pedoman Penyusunan dan Penetapan
Kode Etik PNS Kementerian Keuangan
tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 29/PMK.01/2007 tentang Pedoman
Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil Di
Lingkungan Departemen Keuangan
sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
71/PMK. 01/2007, dalam peraturan tersebut
disebutkan bahwa tiap unit Eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan wajib
menyusun kode etik. Tujuan dari penyusunan
kode etik tersebut adalah untuk meningkatkan
disiplin PNS, menjamin terpeliharanya tata
tertib, menjamin kelancaran pelaksanaan tugas
kondusif, menciptakan dan memelihara
kondisi kerja profesional, dan meningkatkan
citra dan kinerja PNS.
3. Pembentukan dan Sosialisasi Nilai-Nilai
Kementerian Keuangan
Nilai-nilai Kementerian Keuangan merupakan
hasil peleburan dan kesepakatan dari seluruh
nilai-nilai yang diterapkan masing-masing unit
Eselon I Kementerian Keuangan, dimana
sebelumnya tiap unit memiliki nilai-nilai
sendiri. Nilai-nilai Kementerian Keuangan
sudah dicetuskan oleh Menteri Keuangan
beserta jajaran eselon I dan II pada akhir bulan
Juli 2011, yang kemudian disosialisasikan
kepada seluruh unit kerja di lingkungan
kementerian keuangan. Nilai-nilai
Kementerian Keuangan tediri atas:
Integritas: Berpikir, berkata, berperilaku
dan bertindak dengan baik dan benar serta
memegang teguh kode etik dan prinsip-
prinsip moral;
Profesionalsime: Bekerja tuntas dan
akurat atas dasar kompetensi terbaik
dengan penuh tanggung jawab dan
komitmen yang tinggi;
Sinergi: Membangun dan memastikan
hubungan kerjasama internal yang
produktif serta kemitraan yang harmonis
dengan para pemangku kepentingan,
untuk menghasilkan karya yang
bermanfaat dan berkualitas;
Pelayanan: Memberikan layanan yang
memenuhi kepuasan pemangku
kepentingan yang dilakukan dengan
sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan
aman;
Kesempurnaan: Senantiasa melakukan
upaya perbaikan di segala bidang untuk
menjadi dan memberikan yang terbaik.
Nilai-nilai Kementerian Keuangan menjadi
dasar dan pondasi bagi institusi Kementerian
Keuangan, Pimpinan, dan seluruh pegawainya
dalam mengabdi, bekerja, dan bersikap.
4. Budaya Kerja Kementerian Keuangan
Dalam rangka internalisasi dan implementasi
Nilai-Nilai Kementerian Keuangan maka
disusunlah budaya kerja Kementerian
Keuangan yang meliputi:
Satu Informasi Setiap Hari dimaksudkan
untuk mendorong seluruh Pegawai di
Kementerian Keuangan mmencari
informasi yang positif dan membaginya
(sharing) dengan Pegawai Kementerian
Keuangan lainnya untuk pengetahuan
bersama;
Dua Menit Sebelum Jadual dimaksudkan
untuk melatih, membiasakan dan
menumbuhkan kedisiplinan seluruh
Pegawai Kementerian Keuangan dengan
hadir di ruang/tempat rapat 2 (dua) menit
sebelum rapat di mulai sesuai jadual, guna
meningkatkan efektifitas dan efisiensi
rapat;
Tiga Salam Setiap Hari dimaksudkan
untuk mendorong seluruh Pegawai
Kementerian Keuangan terbiasa
memberikan pelayanan terbaik dan
bersikap sopan serta santun, dengan
memberikan salam sesuai dengan
waktunya, yaitu selamat pagi, selamat
siang dan selamat sore;
Rencanakan, Kerjakan, Monitor dan
Tindaklanjuti dimaksudkan agar seluruh
Pegawai Kementerian Keuangan dalam
melaksanakan tugas sehari-hari
menerapkan etos kerja dan prinsip
manajemen/organisasi yang baik, dengan
senantiasa membuat perencanaan terlebih
dahulu, mengerjakan hingga tuntas,
memantau dan mengevaluasi proses dan
hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan
melaporkan hasilnya, dan menindaklanjuti
hasil untuk membuat perbaikan;
Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin
dimaksudkan untuk mendorong
tumbuhnya kesadaran, keyakinan, dan
kepedulian Pegawai Kementerian
Keuangan akan pentingnya penataan
ruang kantor dan dokumen kerja yang
ringkas, rapi, resik/bersih melalui
perawatan yang dilakukan secara rutin,
agar tercipta lingkungan kerja yang
nyaman guna meningkatkan etos kerja
dan semangat berkarya.
5. Manajemen Risiko di Kementerian Keuangan
Risiko yang timbul dari tugas dan fungsi
Kementerian Keuangan dapat dikendalikan
dengan penanganan yang tepat. Proses
tersebut dapat dilakukan dengan melakukan
manajemen risiko. Pelaksanaan manajemen
risiko harus dilakukan oleh setiap unit eselon I
di lingkungan kementerian keuangan, dimana
prosesnya terdiri dari :
a. Penetapan konteks yang dilakukan dengan
cara menjabarkan latar belakang, ruang
lingkup, tujuan, dan kondisi lingkungan
pengendalian dimana manajemen risiko
akan
b. Identifikasi risiko dilakukan dengan cara
mengidentifikasi lokasi, waktu, sebab dan
proses terjadinya peristiwa risiko yang
dapat menghalangi, menurunkan,
ataumenunda tercapainya sasaran unit
Eselon I.
c. Analisis risiko yang dilakukan dengan
cara mencermati sumber risiko dan
tingkat pengendalian yang ada serta
dilanjutkan dengan menilai risiko dari sisi
konsekuensi dan kemungkinan terjadinya.
d. Evaluasi risiko yang dilakukan untuk
pengambilan keputusan mengenai perlu
tidaknya dilakukan penanganan risiko
lebih lanjut serta prioritas penanganannya.
e. Penanganan risiko yaitu dilakukan dengan
mengidentifikasi berbagai opsi
penanganan risiko yang tersedia dan
memutuskan opsi penanganan risiko yang
terbaik yang dilanjutkan dengan
pengembangan rencana mitigasi risiko.
f. Monitoring dan reviu dilakukan dengan
cara memantau efektivitas rencana
penanganan risiko, strategi, dan sistem
manajemen risiko.
g. Komunikasi dan konsultasi dengan cara
mengembangkan komunikasi kepada
stakeholder internal maupun eksternal.
6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kementerian Keuangan menempati posisi strategis
dan sangat penting dalam roda pemerintahan
Republik Indonesia. Hampir seluruh aspek
perekonomian negara berhubungan langsung
dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Keuangan. Kebijakan dimaksud
meliputi perencanaan, penyusunan, dan
pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), perpajakan, kepabeanan dan
cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan
keuangan pusat dan daerah, serta pengelolaan
utang. Mengingat kompleksnya tugas yang
diemban Kementerian Keuangan, maka pembagian
tugas dan fungsi unit kerja di Kementerian
Keuangan harus jelas, karena akan memegang
kunci terhadap pengelolaan keuangan negara.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor
PMK-184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Keuangan, telah disusun
tugas dan fungsi masing-masing unit di
Kementerian Keuangan dengan sangat terstruktur
dan detail. Namun dalam pelaksanaannya, PNS di
Kementerian Keuangan banyak menemui
hambatan antara lain adalah iman dan moral yang
rendah dari para pegawai, sistem reward dan
punishment punishment yang kurang berimbang,
gaya hidup dan tuntutan keluarga, serta kondisi
geografis Indonesia itu sendiri, dan masih banyak
lagi. Mengingat Kementerian Keuangan memiliki
peran yang amat penting, maka risiko yang timbul
dalam pelaksaaan tugas dan fungsi PNS di
Kementerian Keuangan juga amat beragam seperti
kegiatan politik, konflik kepentingan, pemberian
hadiah dari pihak lain, penggunaan barang dan jasa
dinas, serta yang paling menjadi sorotan adalah
perilaku korupsi, kolusi, dan nepotisme dari para
PNS di Kementerian Keuangan.
Sehubungan dengan hambatan dan risiko tersebut,
Kementerian Keuangan juga sudah melakukan
langkah antisipatif dalam menangani hambatan
dan risiko dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
PNS di Kementertian Keuangan seperti
pembentukan kode etik Kementerian Keuangan,
Penyusunan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan,
penyusunan budaya kerja Kementerian Keuangan,
serta manajemen risiko yang dilaksanakan oleh
unit-unti kerja di Kementerian Keuangan. Oleh
karena itu hendaknya PNS Kementerian Keuangan
dapat menerapkan dan mengikuti seluruh peraturan
dan program yang telah disusun untuk
menghindari pelanggaran-pelanggaran terhadap
peraturan di Kementerian Keuangan. Di sisi lain
Kementerian Keuangan juga harus senantiasa
memperhatikan pegawainya dengan menerapkan
sistem reward dan punishment yang berimbang,
memberikan kesejahteraan yang berimbang unuk
seluruh PNS di Kementerian Keuangan, serta
memperhatikan masalah-masalah yang terjadi
dalam pelaksanaan tugas dan fungsi sehari-hari.
Apabila seluruh pegawai Kementerian Keuangan
dan organisasi Kementerian Keuangan itu sendiri
dapat saling memahami hambatan dan risiko yang
timbul, maka diharapkan tercipta aparatur negara
yang baik dan pengelolaan keuangan negara yang
baik juga, serta Kementerian Keuangan dapat
dijadikan percontohan bagi seluruh PNS, ataupun
secara luas menjadi contoh pegawai yang baik di
Indonesia baik dari segi kinerja dan pelopor dalam
pemberdayaan aparatur negara yang bebas korupsi.
DAFTAR REFERENSI:
[1] http://www.reform.kemenkeu.go.id/
mainmenu.php?module=profil (diakses tanggal
5 April 2014)
[2] http://www.kemenkeu.go.id/Page/profil-
reformasi-birokrasi (diakses tanggal 5 April
2014)
[3] http://id.shvoong.com/social-sciences/
sociology/2025013-pengertian-pegawai-negeri-
sipil-pns/ (diakses tanggal 6 April 2014)
[4] Sarimah, Ucok. (2008). Etika Profesi Pegawai
Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I.
Jakarta : Departemen Keuangan Republik
Indonesia, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
[5] _____,_____. (2008). Etika Profesi Pegawai
Negeri Sipil Departemen Keuangan R.I.
Jakarta : Departemen Keuangan Republik
Indonesia, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
[6] http://komunitas.kapanlagi.com/humor/8-
penyakit-pns-di-indonesia.html (diakses
tanggal 6 April 2014)