BAB II

51
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diuretik berasal dari kata dioureikos yang berarti merangsang berkemih atau merangsang pengeluaran urin. Dengan kata lain diuretik ialah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian, ialah menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air. Obat diuretik dapat pula digunakan untuk mengatasi hipertensi dan edema. Edema dapat terjadi pada penyakit gagal jantung kongesif, sindrom nefrotik dan edema premenstruasi. Abnormalitas volume cairan dan komposisi elektrolit adalah problem klinis yang penting yang dapat mengancam jiwa bila tidak dibatasi. Obat-obat yang menyakat fungsi transfor di tubulus ginjal merupakan peralatan klinik yang penting untuk penanggulangan kelainan tersebut. Walaupun berbagai agen yang meningkatkan aliran urine telah digambarkan sejak dahulu kala, namun baru sejak tahun 1957, dengan adanya sintesis chlorothiazide,

description

tugas

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diuretik berasal dari kata dioureikos yang berarti merangsang berkemih atau

merangsang pengeluaran urin. Dengan kata lain diuretik ialah obat yang dapat

menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki dua pengertian,

ialah menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan

menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air. Obat diuretik dapat pula

digunakan untuk mengatasi hipertensi dan edema. Edema dapat terjadi pada

penyakit gagal jantung kongesif, sindrom nefrotik dan edema premenstruasi.

Abnormalitas volume cairan dan komposisi elektrolit adalah problem klinis

yang penting yang dapat mengancam jiwa bila tidak dibatasi. Obat-obat yang

menyakat fungsi transfor di tubulus ginjal merupakan peralatan klinik yang

penting untuk penanggulangan kelainan tersebut.

Walaupun berbagai agen yang meningkatkan aliran urine telah digambarkan

sejak dahulu kala, namun baru sejak tahun 1957, dengan adanya sintesis

chlorothiazide, suatu diuretika yang praktis dan kuat tersedia untuk penggunaan

yang luas. Sehingga karena itulah ilmu pengetahuan mengenai diuretika ini

relative baru. Secara teknis istilah “diuresis” menunjukan peningkatan volume

urine, dan “natriuesis” mengacu pada peningkatan ekskresi natrium ginjal. Karena

obat-obat natriuretic yang penting umumnya selalu meningkatkan ekskresi air,

umumnya disebut diuretika dan diasumsikan terjadi peningkatan ekskresi natrium.

Banyak diuretika (diuretika loop, thiazide, amiloride, dan triamterene)

menggunakan efenya pada protein-protein transfor pada membrane yang spesifik

yang terletak pada permukaan lumen sel-sel epitelel tubulus ginjal. Diuretika

lainnya, menggunakan efek osmotic yang mencegah reabsorbsi air pada segmen

yang permeable-air pada nefron (mannitol), menghambat enzim-enzim

Page 2: BAB II

(acetazolamide), atau mempengaruhi reseptor-reseptor hormone sel epitelel ginjal

(spironolactone).

Sebagian besar diuretika bekerja pada segmen anatomis tunggal dari nefron

ginjal. Karena segmen ini punya fungsi-fungsi transfor yang khusus, kerja dari

setiap diuretika paling dapat dimengerti dengan baik dalam hubungan antara titik

tangkap kerjanya pada nefron dan fisiologi normal dari segmen tersebut.

Banyaknya kontraindikasi dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat

diuretik antara lain : hipokalemia kadang-kadang bisa juga timbul hiperkalemi,

hiperurisemia, hiperkalsemia, hiponatremia, dan gangguan toleransi glukosa dan

diabetes. Buah semangka (Citrulli Fructus) dapat berperan sebagai diuretika maka

akan sangat berguna bagi penderita gangguan buang air kecil, edema, dan

penderita hipertensi. Di samping pengobatannya mudah dilakukan dan buah

semangka mudah didapatkan.

Oleh karena itu penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas

obat-obat diuretik.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Diuretik?

1.2.2. Apa saja yang menyebabkan Diuretik?

1.2.3. Bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal?

1.2.4. Apa saja klasifikasi golongan obat diuretic?

1.3. Tujuan Makalah

1.3.1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Diuretik

1.3.2. Untuk mengetahui apa saja yang menyebabkan Diuretik

1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana anatomi dan fisiologi ginjal

1.3.4. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi golongan obat Diuretik

Page 3: BAB II

1.4. Kegunaan Makalah

Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara

teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai

pengembangan konsep penelitian. Secara praktis makalah ini diharapkan

bermanfaat bagi:

1.1.1. Penulis, sebagai wahana penambah pengetahuan dan konsep keilmuan

khususnya tentang Obat Diuretik.

1.1.2. Pembaca/pelajar, sebagai media informasi tentang Obat Diuretik baik

secara teoritis maupun secara praktis.

Page 4: BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Penyakit Diuretik

Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran

kemih (diuresis) melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya

yang menstimulasi diuresis dengan mempengaruhi ginjal secara tidak

langsung termasuk dalam definisi ini, misalnya zat-zat yang memperkuat

kontraksi jantung (digoksin,teofilin), memperbesar volume darah (dekstran)

atau merintangi sekresi hormon antidiuretik ADH (air,alkohol). Jika pada

peningkatan ekskresi garam-garam maka diuretika ini dinamakan saluretika

atau natriuretika (diuretika dalam arti sempit).

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang

berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume

cairan ekstrasel menjadi normal.

Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomeruli

(gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar ginjal (cortex). Dinding

glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat

dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat yang diperoleh dari filtrasi

dan mengandung banyak air serta elektrolit ditampung di wadah, yang

mengelilingi setiap glomerulus seperti corong (kapsul Bowman) dan

kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi penarikan kembali secara

aktif dari air dan komponen yang sangat penting bagi tubuh, seperti glukosa

dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini dikembalikan pada darah

melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya yang tak berguna seperti

”sampah” perombakan metabolisme-protein (ureum) untuk sebagian besar

tidak diserap kembali.

Akhirnya filtrat dari semua tubuli ditampung di suatu saluran

pengumpul (ductus coligens), di mana terutama berlangsung penyerapan air

kembali. Filtrat akhir disalurkan ke kandung kemih dan ditimbun sebagai

Page 5: BAB II

urin. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang

berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume

cairan ekstrasel menjadi normal.Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya

darah ke dalam glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak di bagian luar

ginjal (cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan

halus yang secara pasif dapat dilintasi air,m garam dan glukosa. Ultrafiltrat

yang diperoleh dari filtrasi dan mengandung banyak air serta elektrolit

ditampung di wadah, yang mengelilingi setiap glomerulus seperti corong

(kapsul Bowman) dan kemudian disalurkan ke pipa kecil. Di sini terjadi

penarikan kembali secara aktif dari air dan komponen yang sangat penting

bagi tubuh, seperti glukosa dan garam-garam antara lain ion Na+. Zat-zat ini

dikembalikan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli.sisanya

yang tak berguna seperti ”sampah” perombakan metabolisme-protein

(ureum) untuk sebagian besar tidak diserap kembali.

2.2. Penyebab Diuretik

2.2.1.Diabetes Insipidus

Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang penderitanya

mengeluarkan urine terlalu banyak. Penyebab penyakit ini adalah

kekurangan hormon ADH ( Anti Diuretic Hormone ) yaitu hormon

yang mempengaruhi proses reabsorpsi cairan pada ginjal. Bila

kekurangan hormon ADH, jumlah urine dapat meningkat menjadi 30

kali lipat.

2.2.2.Glukosuria

Glukosuria adalah penyakit yang ditandai adanya glukosa dalam

urine. Penyakit ini disebut juga kencing manis. Kadar gula dalam

darah meningkat karena kekurangan hormon insulin. Nefron tidak

mampu menyerap kembali kelebihan glukosa, sehingga kelebihan

glukosa dibuang bersama urine.

Page 6: BAB II

2.2.3.Batu ginjal

Batu ginjal dapat terbentuk karena pengendapan garam kalsium

di dalam rongga ginjal, saluran ginjal, dan kantong kemih. Batu ginjal

terbentuk kristal yang tidak bisa larut dan mengandung kalsium

oksalat, asam urat, dan kristal kalsium fosfat. Penyebabnya adalah

karena karena terlalu banyak mengonsumsi garam mineral dan terlalu

sedikit mengonsumsi air. Batu ginjal tersebut dapat menimbulkan

hidronefosis ( membesarnya ginjal karena urine tidak dapat mengalir

keluar ) hal itu akibat penyempitan aliranginjal atau tersumbat oleh

batu ginjal.

2.2.4.Gagal ginjal

Gagal ginjal adalah kelainan ginjal yang tidak berfungsi

sebagaimana mestinya. Penyakit ini disebabkan karena kondisi yang

mengganggu fungsi ginjal. Penyakit ini terbagi menjadi 2 yaitu

penyakit ginjal semestara dan tetap. Penderita penyakit ginjal

sementara dapat ditolong dengan cuci darah. Sedangkan penderita

penyakit ginjal tetap dapat ditong dengan cangkok ginjal.

2.2.5.Nefritis

Nefritis adalah peradangan pada ginjal yang terjadi karena

infeksi bakteri penyakit pada nefron. Bakteri ini masuk melalui

saluran pernafasan kemudian dibawa darah ke ginjal. Karena infeksi

ini nefron mengalami peradangan sehingga protein dan sel – sel darah

yang masuk bersama urine primer tidak dapat disaring dan keluar

bersama urine. Selain itu, nefritis dapat menyebabkan uremia, yaitu

ureum yang masuk dalam darah melebihi kadar normal. Terdapatnya

ureum di dalam darah dapat menyebabkan penyerapan air terganggu,

selanjutnya air akan menumpuk di kaki atau organ tubuh yang lain.

Selain itu, nefritis dapat diakibatkan karena suatu reaksi kekebalan

yang keliru dan melukai ginjal. Tanda-tanda dari nefritis adalah

hematuria (darah di dalam air kemih), proteinuria (protein di dalam air

Page 7: BAB II

kemih) dan kerusakan fungsi hati, yang tergantung kepada jenis,

lokasi dan beratnya reaksi kekebalan.

2.2.6.Albuminuria

Albuminuria adalah penyakit pada sistem ekskresi yang ditandai

dengan urine penderita mengandung albumin. Albumin merupakan

protein yang bermanfaat bagi manusia karena berfungsi untuk

mencegah agar cairan tidak terlalu banyak keluar dari darah. Penyakit

ini menyebabkan terlalu banyak albumin yang lolos dari saringan

ginjal dan terbuang bersama urine. Penyakit ini antara lain disebabkan

oleh kekurangan protein. Cara mencegahnya dengan cara

pengendalian kadar gula darah dan mengurangi derajat albuminuria

dengan pemberian diuretik dosis kecil dan pembatasan asupan protein

(0,6-0,8 gram / kg berat badan per hari).

2.3. Anatomi dan Fisiologi Normal Ginjal

Ginjal

Fungsi utama ginjal adalah mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme

yang mengandung nitrogen misalnya amonia. Amonia adalah hasil

pemecahan protein dan bermacam-macam garam, melalui proses deaminasi

atau proses pembusukan mikroba dalam usus. Selain itu, ginjal juga

berfungsi mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin

yang larut dalam air; mempertahankan cairan ekstraselular dengan jalan

mengeluarkan air bila berlebihan; serta mempertahankan keseimbangan

asam dan basa. Sekresi dari ginjal berupa urin.

2.3.1.Struktur Ginjal

Bentuk ginjal seperti kacang merah, jumlahnya sepasang dan

terletak di dorsal kiri dan kanan tulang belakang di daerah pinggang.

Berat ginjal diperkirakan 0,5% dari berat badan, dan panjangnya ± 10

cm. Setiap menit 20-25% darah dipompa oleh jantung yang mengalir

menuju ginjal.

Page 8: BAB II

Ginjal terdiri dari tiga bagian utama yaitu:

korteks (bagian luar)

medulla (sumsum ginjal)

pelvis renalis (rongga ginjal)

Bagian korteks ginjal mengandung banyak sekali nefron ± 100 juta sehingga

permukaan kapiler ginjal menjadi luas, akibatnya perembesan zat buangan

menjadi banyak.

Setiap nefron terdiri atas badan Malphigi dan tubulus (saluran) yang

panjang. Pada badan Malphigi terdapat kapsul Bowman yang bentuknya seperti

mangkuk atau piala yang berupa selaput sel pipih. Kapsul Bowman membungkus

glomerulus. Glomerulus berbentuk jalinan kapiler arterial. Tubulus pada badan

Malphigi adalah tubulus proksimal yang bergulung dekat kapsul Bowman yang

pada dinding sel terdapat banyak sekali mitokondria. Tubulus yang kedua adalah

tubulus distal.

Page 9: BAB II

2.3.2.Fungsi Ginjal :

Menyaring darah sehingga menghasilkan urine

Membuang zat / sisa metabolisme yang membahayakan tubuh

(urea, asam urat)

Mempertahankan tekanan osmosis cairan ekstraseluler

Mempertahankan keseimbangan asam & basa

Fungsi endokrin

Di dalam ginjal terjadi rangkaian proses filtrasi, reabsorbsi, dan

augmentasi.

Penyaringan (filtrasi)

Filtrasi terjadi pada kapiler glomerulus pada kapsul Bowman. Pada

glomerulus terdapat sel-sel endotelium kapiler yang berpori (podosit)

sehingga mempermudah proses penyaringan. Beberapa faktor yang

mempermudah proses penyaringan adalah tekanan hidrolik dan

permeabilitias yang tinggi pada glomerulus.

Selain penyaringan, di glomelurus terjadi pula pengikatan kembali sel-

sel darah, keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan

kecil terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium,

klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi

bagian dari endapan.

Page 10: BAB II

Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin

primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung

protein. Pada filtrat glomerulus masih dapat ditemukan asam amino,

glukosa, natrium, kalium, dan garam garam lainnya.

Penyerapan kembali (reabsorbsi)

Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena

itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus

kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada

tubulus kontortus distal.

Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino

dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada

filtrat dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih

dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-

zat ini direabsorbsi beberapa kali.

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin

sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin

sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi.

Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun

bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat mencapai

2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara.

Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air

melalui peristiwa osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal

dan tubulus distal.

Augmentasi (sekresi)

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai

terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat

ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain,

misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin.

Page 11: BAB II

2.4. Klasifikasi Golongan Obat Diuretik

Berdasarkan aspek mekanisme kerjanya, diuretic dibagi menjadi dua

yaitu:

Secara langsung (aksi langsung pada sel di nefron ginjal)

Secara tidak langsung (mengubah komposisi dari filtrate)

Secara langsung (aksi langsung pada sel di nefron ginjal)

2.4.1.Penghambat Karbonik Anhydrase

Mekanisme Kerja

Efek farmakodinamik yang utama dari asetazolamid

adalah penghambatan karbonik anhydrase secara nonkompetitif.

Akibatnya terjadi perubahan sistemik dan perubahan terbatas

pada organ tempat enzim tersebut berada.

GINJAL. Di dalam sel-sel tubuli proksimal asetazolamid

menghambat perubahan CO2 + H2O → H2CO3, sehingga

pembentukan HCO3- dan H+ dalam sel tubuli juga berkurang.

Jumlah H+ untuk disekresi dan ditukarkan dengan Na+ dari

lumen tubulus juga berkurang sehingga eksresi Na+ akan

meningkat. Selain itu, HCO3- dalam limen yang tidak digabung

dengan H+ akan diekskresi ke urin. Hal ini mengakibatkan

meningkatkanya ekskresi bikarbonat, natrium dan kalium

melalui urin sehingga urin menjadi alkalis, sedangkan darah

cenderung mengalami asidosis. Bertambahnya ekskresi kalium

disebabkan oleh pertukaran Na+ dengan K+ menjadi lebih aktif,

menggantikan pertukaran dengan H+. meningkatnya ekskresi

elektrolit menyebabkan bertambahnya ekskresi air.

SUSUNAN CAIRAN PLASMA. Bertambahnya ekskresi

bikarbonat dalam urin menyebabkan terjadinya asidosis

metabolic. Karena kerjanya melalui peningkatan ekskresi

bikarbonat dan kation, maka besarnya efek diuresis tergantung

dari kadar ion tersebut dalam plasma. Pada alkalosis metabolic,

Page 12: BAB II

kadar ion bikarbonat dalam plasma meninggi dan ion klorida

menurun (karena adanya chloride shift) dalam keadaan ini efek

diuresis asetazolamid makin kuat. Hal yang sebaliknya terjadi

dalam keadaan asidosis metabolic.

Bila pada pasien dengan edema diberikan asetazolamid

jangka lama, maka dapat terjadi asidosis metabolic sehingga

efek asetazolamid makin lemah. Selain ion bikarbonat adanya

kadar kalium juga penting dalam menentukan efek diuresis

asetazolamid, karena pada alkalosis ekstrasel yang sudah

disertai hypokalemia, efek diuresis obat ini juga kurang.

Asetazolamid memperbesar ekskresi K+, tetapi efek ini

hanya nyata pada permulaan terapi saja, sehingga pengaruhnya

terhadap keseimbangan kalium tidak sebesar pengaruh tiazid.

MATA. Dalam cairan bola mata banyak sekali terdapat

enzim karbinik anhydrase dan bikarbonat. Pemberian

asetazolamid baik secara oral maupun parenteral, mengurangi

pembentukan cairan bika mata disertai penurunanvtekanan

intraocular sehingga asetazolamid berguna dalam pengobatan

glukoma.

SUSUNAN SARAF PUSAT. Telah lama diketahui

bahwa keadaan asidosis dapat mengurangi timbulnya serangan

epilepsi. Karena asetazolamid dapat menimbulkan asidosis dan

SSP banyak mengandung karbonik anhydrase, maka diduga

bahwa obat ini daoat dipakai mengobati penyakit epilepsy.

Dugaan ini ternyata benar, tetapi rupanya efek penguranagan

serangan epilipsi tersebut bukan hanya disebabkan

penghambatan karbonik anhydrase tetapi juga oleh adanya efek

langsung pada SSP. Gejala SSP yang sering timbul pada

penggunaan asetazolamid adalah somnolen dan paresthesia.

Page 13: BAB II

LAIN-LAIN. Asetazolamid dosis besar dapat

menghambat sekresi asam lambung, namun secara klinis efek ini

tidak bermakna.

Indikasi

Glaukoma. Penghambatan karbonik anhidrasi

menurunkan laju pembentukan caira bola mata (aqueous

humor), yang dapat menyebabkan penurunan tekanan

intraokuler. Efek tersebut bermanfaat pada penatalaksanaan

beberapa bentuk glaucoma, menyebabkannya menjadi indikasi

paling lazim penggunaan penghambat carbonic anhydrase.

Penghambat karbonik anhydrase yang aktif pada

penggunaan secara topical (dorzolamide, brinzolamide)

sekarang telah tersedia. Senyawa baru tersebut dapat mencapai

penurunan tekanan intraokuler yang sebanding dengan obat oral.

Walaupun dorzolamide diambil oleh sel darah merah, kadarnya

dalam plasma tidak terdeteksi. Oleh karenanya efek diuretic dan

metabolic sistemiknya dihilangkan.

Alkalisasi Urine. Asam urat dan cystine relative tidak

dapat larut dalam urine yang asam, dan peningkatan ekskresi

ginjal senyawa tersebut dapat dicapai dengan peningkatan pH

urine dengan penghambatan carbonic anhydrase. Dengan cara

yang sama, eksresi ginjal dari asam lemah (misalnya, aspirin)

ditingkatkan oleh acetazolamide. Pada pemberian bikarbonat

yang tidak berkesinambungan, efek acetazolamide tersebut

relative berdurasi pendek dan hanya bermanfaat dalam

mengawali suatu respon. Terapi dalam jangka waktu panjang

membutuhkan pemberian bersama bikarbonat.

Alkalosis metabolic. Alkalosis metabolic yang menetap

merupakan suatu konsekuensi dari penurunan total K+ tubuh

dan volume intravascular atau kadar tinggi mineralocorticoid.

Page 14: BAB II

Oleh karenanya pada lazimnya kasus tersebut dirawat dengan

melakukan koreksi pada kondisi yang mendasarinya, tidak

dengan pemberian acetazolamide. Apabila alkalosis disebabkan

oleh penggunaan yang berlebihan dari diuretrika terhadap pasien

dengan gagal jantung parah, pemberian saline (larutan garam

fisiologis) dapat merupakan kontraindikasi karena peningkatan

tekanan pengisian jantung. Pada kasus tersebut, acetazolamide

dapat sangat berguna untuk memperbaiki alkalosis seperti

halnya dengan menyebabkan sedikit dieresis tambahan untuk

memperbaiki gagal jantung.

Efek Samping dan Kontraindikasi

Intoksikasi asetazolamid jarang terjadi. Pada dosis tinggi

dapat timbul parestesia dan kantuk yang terus-menerus.

Asetazolamid memepermudah pembentukan batu ginzal karena

berkurangnya ekskresi sitrat; kadar kalsium dalam urin tidak

berubah atau meningkat.

Reaksi alergi yang jarang terjadi berupa demam, reaksi

kulit, depresi sumsum tulang dan lesi renal mirip reaksi terhadap

sulfonamide.

Seperti tiazid, obat ini dapat menyebabkan disorientasi

mental pada pasien sirosis hepatis. Hal ini mungkin disebabkan

oleh amoniak yang biasanya disekresi kedalam urin masuk ke

darah karena tidak adanya H+ yang terbentuk dalam sel tubuli.

Biasanya H+ tersebut bergabung dengan NH3 membentuk NH4+

yang berguna untuk menukar ion tetap dalam cairan tubuli. Hati

tidak mampu mengubah amoniak yang terlalu banyak menjadi

urea dan amoniak inilah yang menyebabkan disorientasi mental.

Karena itu asetazolamid dikontraindikasikan pada sirosis

hepatis.

Page 15: BAB II

Asetazolamid sebaiknya tidak diberikan selama

kehamilan, karena pada hewan coba, obat ini dapat

menimbulkan efek teratogenik.

Dosis:

Obat SediaanDosis

(mg/hari)

Acetazolamide Tablet 125 mg dan 250 mg 250-500

Dichlorphenamide Tablet 50 mg 200

Metazolamid Tablet 25 mg dan 50 mg 100-300

Toksisitas

Asidosis metabolic hiperkloremik. Asidosis diperkirakan

akibat dari penurunan kronis cadangan-cadangan bikarbonat

oleh penghambat-penghambat carbonic anhydrase. Pembuangan

nikarbonat membatasi efikasi diuretic dari obat ini selama 2-3

hari.

Batu ginjal. Fosfaturia dan hiperkalsiuria terjadi selama

respons bikarbonaturik terhadap penghambatan carbonic

anhydrase. Ekskresi ginjal dari factor pelarut dapat juga

menurun pada penggunaan kronis. Garam kalsium relative tidak

larut pada pH alkali, yang berarti bahwa potensi pembentukan

batu ginjal dari garam tersebut meningkat.

Pembuangan kalium ginjal. Pembuangan kalium dapat

terjadi karena NaHCO3 yang terdapat pada tubulus pengumpul

menyebabkan suatu peningkatan pada potensial negative

elektris-lumen pada segmen tersebut dan meningkatkan sekresi

K+. efek tersebut dapat dilawan dengan pemberian bersama

KCl.

Page 16: BAB II

Toksisitas lain. Rasa kantuk dan parestesi adalah gejala

lazim pada pemberian dosis besar. Terjadi akumulasi obat pada

pasien dengan gagal ginjal, dan terjadi toksisitas system saraf

pusat yang jelas pada tatanan tersebut. Reaksi hipersensitivitas

(demam, ruam, supresi sumsum tulang, nefritis, interstisinal)

dapat pula terjadi.

2.4.2.Diuretika ansa

Mekanisme Kerja

Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat

reabsorpsi elektrolit Na+/K+/Cl2 diansa henle asendens bagian

epitel tebal; tempat bekerjanya di permukaan sel epitel bagian

luminal (yang menghadap ke lumen tubuli). Pada pemerian

secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal

tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan

hemodinmik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorpsi

cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek

awal diuresis. Peningkatan aliran darah ginjal ini, realitf hanya

berlangsung sebentar. Dengan berkurangnya cairan ekstrasel

akibat diuresis, maka aliran darah ginjalmenurun dan hal ini

mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit

tubuli proksimal.Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu

mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut

yang menapai epitel tebal Henle asendens, dengan demikian

akan mengurangi diuretis.

Masih dipertentangkan apakah diuretik kuat juga bekerja

di tubuli proksimal. Furosemid dan bumetanid mempunyai daya

hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya merupakan

drivad sulfonamid, seperti juga tiazid dan asetazolamid, tetapi

aktivitasnya terlalu lemah untuk menyebabkan diuresis di tubuli

proksimal. Asam etakrinat tidak menghambat enzim karbonik

Page 17: BAB II

anhidrase. Efek diuretik kuat terhadap segmen yang lebih distal

dan ansa henle asendens epitel tebal belum dipastikan, tetapi

dari besarnya diuresis yang terjadi, diduga obat ini bekerja di

segmen tubuli tubuli lain.

Diuretik kuat juga menyebabkan eksresi K+ dan kadar

asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama

dengan tiazid. Eksresi Ca++ dan Mg++ juga ditingkatkan

sebanding dengan peningkatan eksresi Na+. Berbeda dengan

tiazid, golongan ini tidak meningkatkan re-absorpsi Ca++ di

tubuli distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria ini, golongan

diuretik kuat digunakan untuk pengobatan simptomatik

hiperkalsemia.

Diuretik kuat meningkatkan eksresi asam yang dapat di

tirsi (titrable acis) dan ammonia. Fenomena yang diduga

terjadikarena efeknya di nefron distal ini merupakan salah satu

faktor penyebab terjadinya alkalois metabolik.

Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis

metabolit oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat

penyusutan volume cairan ekstrasel . Sebaliknya pada

penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis ialah

besarnya asupan garam dan eksresi H+ dan K+. Alkalosis ini

sering kali disertai dengan hipotermia, tetapi masing-masing

disebakan oleh mekanisme yang berbeda.

Indikasi

Indikasi yang terpenting dari penggunaan diuretika ansa

termasuk edema paru akut, kondisi edematous lain dan

hiperkalsemia akut. Indikasi lain dari diuretika ansa termasuk

yang berikut.

Hiperkalemia. Pada hiperkalemia ringan atau setelah

penatalaksanaan akut hiperkalemia yang parah dengan cara lain,

Page 18: BAB II

diuretika ansa dapat secara bermakna meningkatkan ekskresi

urine dari K+ sebagai sarana menurunkan simpanan K+ tubuh

total. Respon tersebut ditingkatkan dengan pemberian bersama

NaCl dan air.

Gagal ginjal akut. Agen ansa dapat meningkatkan

kecepatan aliran urine dan meningkatkan ekskresi K+ pada

ginjal akut. Agen tersebut dapat mengatasi gagal ginjal oligurik

menjadi gagal ginjal nonoligurik, yang dapat mempermudah

penatalaksanaan pada pasien. Bila sejumlah besar beban pigmen

telah mengakibatkan kegagalan ginjal atau setidaknya

mengancam, agen ansa dapat membantu mengalirkan ke luar

cast intratubuler dan memperbaiki obstruksi intratubuler.

Overdosis anion. Bromide, fluoride dan iodide semuanya

diabsorpsi kembali pada cabang meningkat yang tebal sehingga

diuretika ansa berguna dalam penatalaksanaan keracunan

makanan yang disebabkan ion-ion tersebut. Larutan garam

fisiologis harus diberikan untuk menggantikan kehilangan Na+

dari urine dan untuk menyediakan Cl-, begitu juga untuk

menghindari deplesi volume cairan ekstraseluler.

Kontraindikasi

Tiazid menjadi kontraindikasi untuk dipakai pada

penderita gagal ginjal. Gejala-gejala gangguan fungsi ginjal

yang berat meliputi oliguria (penurunan jumlah urin yang sangat

jelas), peningkatan nitrogen urea darah dan peningkatan

kreatinin darah

Dosis:

Obat Sediaan Dosis Efek

Page 19: BAB II

Furosemid

Tab. 20 dan 40

mg; injeksi 20

mg/amp 2 mL

10-40 mg oral 2 x

sehari (HT) 20-80

mg iv, 2-3 x sehari

(CHF) sampai 250-

2000 mg oral/iv

Diuresis dalam 10-

20 menit. Efek

maksimal 1,5 jam.

Lama kerja 4-5 jam

Torsemid

5-10 mg oral, 1 x

sehari (HT); 10-2-

mg (CHF), oral atau

IV, dapat naik

sampai 200 mg

Onset 10 menit. Efek

maksimal 60 menit.

Lama kerja 6-8 jam.

BumetanidTab 0,5 dan 1 mg

Injeksi 5 mg

0,5-2 mg, oral 1-2 x

sehari. Maksimum

10 mg/hari

Onset 75-90 menit.

Lama kerja 4-5 jam

Asam Etakrinat

Tab 25 dan 50 mg

Injeksi 50

mg/amp

50-200 mg/hari

0,5-1 mg/kgBB

Efek Samping:

Gangguan cairan dan elektrolit. Sebagian eek samping

berkaitan dengan gangguan kseimbangan dan elektrolit, antara

lain hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia dan

hipomagnesemia.

Ototoksitas. Asam etkrinat dapat menyebabkan ketulian

sementara maupun menetap, dan hal ini merupakan efek

samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada

furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ototoksisitas

merupakan suatu efek samping unik kelompok obat ini.

Efek metabolik. Seperti diuretik tiazid, diuretik juga

dapat menimbulkan efek samping metabolit berupa

hiperurisemia, hiperglikemia, peningkatan kolesterol LDL dan

trigliserida, serta penurunan HDL.

Page 20: BAB II

Reaksi alergi. Reaksi alergi umumnya berkaitan dengan

struktur molekul yang meyerupai sulfonamid. Diuretik kuat dan

diuretik tiazid dikontraindikasi pada pasien dengan riwayat

alergi sulfonamid . Asam etakrinat merupakan satu-satunya

diuretik kuat yang tidak termasuk golongan sulfonamid, dan

dapat digunakan khususnya untuk pasien yang alergi terhadap

sulfonamid.

Nefritis interstialis alergik. Furosamid dan tiazid diduga

dapat menyebakan nefritis interstialis alergik yang

menyebabkan gagal ginjal reversibel. Berdasarkan efeknya pada

janin hewan dicoba, mka diuretik ini tidak dianjurkan pada

wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan.

Toksisitas

Alkalosis metabolic hipokalemik. Diuretika ansa

meningkatkan penghantaran garam dan air ke duktus pengumpul

dan karenanya meningkatkan sekresi K+ dan H+ ginjal, yang

mengakibatkan alkalosis metabolic hipokalemik. Toksisitas

tersebut merupakan suatu fungsi dari pembesaran efek diuretic

dan dapat dihentikan dengan penggantian K+ dan koreksi

hipovolemia.

Ototoksisitas. Diuretika dapat mengakibatkan hilangnya

pendengaran yang berkaitan dengan dosis dan lazimnya bersifat

reversible. Hilangnya pendengaran tersebut lazimnya terjadi

pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal atau pada pasien

yang juga mendapat agen ototoksik lain seperti antibiotika

aminiglycoside.

Hiperurikemia. Diuretika ansa dapat menyebabkan

hiperurikemia dan memicu serangan pirai. Keadaan tersebut

disebabkan oleh peningkatan reabsorpsi uric acid pada tubulus

proksimal yang dihubungkan dengan hipovolemia. Keadaan

Page 21: BAB II

tersebut dapat dihindari dengan pemberian diuretika dosis

rendah.

Hipomagnesemia. Deplesi magnesium merupakan

konsekuensi yang dapat diperkirakan dari penggunaan kronis

agen ansa dan terjadi pada pasien dengan defisiensi diet

magnesium. Keadaan tersebut dapat diperbaiki secara cepat

dengan pemberian sediaan magnesium oral.

Toksisitas lain. Lebih daripada diuretika lain, diuretika

ansa dapat menyebabkan dehidrasi berat. Hiponatremia kurang

lazim terjadi bila dibandingkan dengan thiazide karena agen

ansa menurunkan kemampuan pengonsentrasian maksimal.

2.4.3.Thiazide

Mekanisme Kerja

Efek farmakodinamika tiazid yang utama ialah

meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek

natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan

reabsorbsielektrolit pada hulu tubuli distal. Pada penderita

hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena

efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap

arteriolsehingga terjadi vasodilatasi.

Bekerja pada tubulus distal untuk menurunkan reabsorpsi

Na+ dengan menghambat kotransporter Na+/Cl- pada membran

lumen.

Indikasi

Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan udem

akibat payah jantung ringansampai sedang. Ada baiknya bila

dikombinasi dengan diuretik hemat kalium pada penderitayang

juga mendapat pengobatan digitalis unruk mencegah timbulnya

hipokalemia yangmemudahkan terjadinya intoksikasi digitalis.

Page 22: BAB II

Merupakan salah satu obat penting pada pengobatan

hipertensi, baik sebagai obat tunggalatau dalam kombinasi

dengan obat hipertensi lain.

Pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat

nefrogen dan hiperkalsiuria padapenderita dengan batu kalsium

pada saluran kemih.

Hiperkasiura. Pasien dengan batu kalisum pada saluran

kemih mendapat manfaat dari pengobatan tiazid, karena obat ini

dapat mengurangi eksresi kalsium ke selaruan kemih sehingga

mengurangi risiko pembentukan batu.

Kontraindikasi

Penggunan diuretika berlebihan berbahaya pada sirosis

hati, gagal ginjal atau gagal jantung kongestif.

Dosis

Efek Samping

Page 23: BAB II

Gangguan elektrolit meliputi hipokalemia, hipovolemia,

hiponatremia, hipokloremia, hipomagnesemia. Hipokalemi

mempermudah terjadinya aritmia terutama pada pasien yang

juga mendapat digitalis atau antiaritmia lain. Pemberian diuretik

pada pasien sirosis dengan asites perlu ilakukan dengan hati-

hati, gangguan pembentukan H+ menyebabkan amoniak tidak

dapat diubah menjadi ion amonium dan memasuki darah, ini

merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya depresi mental

dan koma pada pasien sirosis hepatis.

Gejala insufisiensi ginjal dapat diperberat oleh tiazid,

mungkin karena tiazid langsung mengurangi aliran dara ginjal.

Suatu reaksi idiosinkrasi yang jarang sekali timbul seperti

hepatitis kolestatik, telah dilaporkan.

Hiperkalsemia. Tendensi hiperkalsemia pada emberian

tiazid jangka panjang merupakan efek samping yang

menguntungkan terutama untuk orang tua dengan resiko

ostoporosis, karena dapat mengurangi risiko fraktur.

Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol

dan trigliserida palsma dengan mekanisme yang tidak diketahui,

trtapi tidak jelas apakah ini meningkatkan resiko terjadinya

aterosklerosis.

Gangguan fungsi seksual kadang-kadang dapat terjadi

akibat pemakaian diuretik. Mekanisme efek samping ini tidak

diketahui dengan jelas.

Toksisitas

Alkalosis metabolic hipokalemik dan hiperurikemia.

Toksisitas tersebut menyerupai yang teramati pada diuretika

ansa.

Page 24: BAB II

Hiperlipidemia. Thiazide menyebabkan peningkatan 5-

15% kolesterol serum dan menurunkan lipoprotein dengan

kepadatan rendah (LDL).

Hiponatremia. Merupakan efek tidak diinginkan yang

penting dari diuretika thiazide dan dapat mengancam jiwa

walupun jarang terjadi.

Reaksi alergi. Thiazide adalah sulfonamide dan

mempunyai reaktivitas silang dengan anggota lain dari

kelompoknya. Sensitifitas terhadap cahaya atau dermatitis

menyeluruh jarang terjadi. Reaksi serius alergi sangat jarang

tetapi termasuk anemia hemolitik, trobositopenia, dan

pancreatitis nekrotik akut.

Toksisitas lain. Kelemahan, kelelahan, dan parestesi

dapat menyerupai penghambat carbonic anhydrase lain.

Impotensi telah dlaporkan tetapi diduga berkaitan dengan

deplesi volume.

2.4.4.Diuretika hemat-kalium

Mekanisme Kerja

Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal

dan duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat

reabsorpsi natrium dan sekresi kalium dengan jalan antagonisme

kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung (triamteren dan

amilorida).

Indikasi

Agen hemat-kalium walaupun tidak digunakan sebagai

terapi seperti diuretic hemat-kalium, agen ini mengantagonis

efek aldosterone dengan mempengaruhi sekresinya dan

seringnya dihubungkan dengan hiperkalemia. Agen tersebut

paling bermanfaat pada kondisi-kondisi mineralocorticoid yang

Page 25: BAB II

berlebihan, baik yang disebabkan hipersekresi primer (sindroma

Conn, produksi ACTH ektopik) atau aldosteronisme sekunder.

Aldosteronisme sekunder disebabkan oleh gagal jantung

kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dan kondisi lain yang

dihubungkan dengan retensi garam ginjal dan penurunan volume

intravascular efektif. Penggunaan diuretic lain, seperti thiazide

dan agen ansa, dapat menyebabkan kontraksi volume dan

kemudian mengintensifikasikan aldosterone sekunder. Pada

kondisi peningkatan sekresi mineralocorticoid dan penghantaran

Na + yang berkelanjutan pada situs nefron distal, terjadi

pembuangan K+ dari ginjal. Keadaan tersebut disebabkan oleh

sekresi K+ pada tubulus pengumpul. Diuretika hemat-K+ jenis

apapun dapat digunakan pada tatanan tersebut untuk

menumpulkan respons sekresi K+ dan mencegah deplesi

penyimpanan K+ intraseluler.

Kontraindikasi

Agen tersebut dapat menyebabkan hiperkalemia parah

bahkan fatal pada pasien tertentu. Pemberian oral K+

seyogyanya dihentikan pada penggunaan antagonis aldosterone.

Pasien dengan insufisiensi ginjal kronis yang khusus berbahaya

dan jarang dirawat dengan antagonis aldosterone. Penggunaan

secara bersamaan agen lain yang menumpulkan system

angiostensin-renin (penyakat beta/penghambat ACE) meningkat

kecenderungan terjadinya hiperkalemia. Pasien dengan penyakit

hati diduga mempunyai hambatan metabolism triamterene dan

spironolactone, dan karenanya dosis harus disesuaikan secara

hati-hati.

Page 26: BAB II

Dosis

Nama dagang Agen hemat-kalium Hydrochlorothiazide Frekuensi dosis

Aldactazide Spironolactone 25 mg 25 mg 1-4 kali sehari

Aldactone Spironolactone 25 mg … 1-4 kali sehari

Dyazide Triamterene 50 mg 25 mg 1-4 kali sehari

Dyrenium Triamterene 50 mg … 1-3 kali sehari

Maxzide Triamterene 75 mg 50 mg Sekali sehari

Maxzide-25 mg Triamterene 27,5 mg 25 mg Sekali sehari

Mildamor Amiloride 5 mg … Sekali sehari

moduretic Amiloride 5 mg 50 mg Sekali/dua kali sehari

Efek samping

Ginekomasti. Steroid sintesis dapat menyebakan

abnormalitas endokrin yang disebakan oleh efek reseptor steroid

lain. Ginekomasti dan efek tidak diingikan yang lain (impotensi,

hyperplasia prostat) telah dilaporkan sehubungan dengan

penggunaan spironolactone.

Gagal ginjal akut. Kombinasi triamterene dan

indomethacin telah dilaporkan menjadi penyebab gagal ginjal

akut. Kejadian tersebut nelum pernah dilaporkan terjadi

berkaitan dengan pengguna agen hemat-kalium lain.

Batu ginjal. Triamterene bersifat kurang larut sehingga

dapat mengendap di urine dan menyebabkan batu ginjal.

Toksisitas

Hiperkalemia. Tidak seperti diuretika lain, agen-agen ini

dapat menyebabkan hiperkalemia ringan, sedang, atau bahkan

yang mengancam keselamatan jiwa. Risiko dari komplikasi ini

sangat meningkat pada penyakit ginjal atau dengan kehadiran

obat lain yang dapat menurunkan rennin (penghambat ACE,

Page 27: BAB II

penghambat reseptor angiostensin). Karena sebagian

besardiuretika lain menimbulkan terjadinya kehilangan K+,

hiperkalemia lebih lazim terjadi pada pengguna antagonis

aldosterone sebagai agen diuretic tunggal, khususnya pada

pasien dengan insufisiensi ginjal. Dengan kombinasi dosis tetap

dari diuretic hemat-kalium dan thiazide, dengan jumlah yang

cukup seimbang, sehingga baik hipokalemia dan alkalosis

metabolic yang berkaitan dengan thiazide diringankan oleh

antagonis aldosterone. Sehubungan dengan variasi

bioavailabilitas dari komponen beberapa bentuk dosis tetap, efek

tidak diinginkan yang dikaitkan dengan penggunaan thiazide

diduga menjadi dominan (misalnya, alkalosis metabolic,

hiponatremia). Untuk alas an tersebut secara umu lebih disukai

untuk menyesuaikan dosis kedua obat tersebut secara terpisah.

Asidosis metabolic hiperkloremik. Dengan menghambat

sekresi H+ yang parallel dengan sekresi K+, diuretika hemat-

kalium dapat menyebabkan asidosis yang sama dengan yang

terjadi pada asidosis tubuler ginjal tipe IV.

Secara tidak langsung (mengubah komposisi dari filtrate)

2.4.5.Diuretic Osmotik

Mekanisme Kerja

Istilah diuretic osmotic biasanya dipakai untuk zat bukan

elektrolit yang mudah dan cepat dieksresi oleh ginjal. Suatu zat

dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila memenuhi 4

syarat : (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus; (2) tidak atau

hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal; (3) secara

farmakologis merupakan zat yang inert; dan (4) umumnya

resisten terhadap perubahan metabolic.

Dengan sifat-sifat ini, maka diuretic osmotic dapat

diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan

Page 28: BAB II

derajat osmolaritas plasma, filtrate glomerulus dan cairan tubuli.

Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin,

isosorbid. Adanya zat tersebut dalam lumen tubuli,

meningkatkan tekanan osmotic, sehingga jumlah air dan

elektrolit yang diekskresi bertambah besar. Tetapi untuk

menimbulkan diuresis yang cukup besar, diperlukan dosis

diuretik osmotik yang tinggi.

Indikasi

Manitol antara lain digunakan untuk :

Profilaksis gagal ginjal akut (GGA). GGA dapat timbul

oleh sebab prarenal (syok hipovolemik, operasi jantung, luka

traumatic berat atau tindakan operatif lain, pada pasien yang

juga menderita iketrus berat), sebab postrenal (obstruksi) atau

sebab intra renal (misalnya keracunan). Nekrosis tubulus akut

(NTA) merupakan kejadian yang paling sering pada GGA. Pada

hewan, manitol bermanfaat mengurangu kejadian NTA. Namun

data klinis tidak menunjukan kelebihan manitol dibanding

dengan pemeberian diuretic kuat dan hidrasi yang cukup;

Menurunkan tekanan maupun volume cairan intraocular;

Menurunkan tekanan atau volume cairan serebrospinal.

Dengan meninggikan tekanan osmotic plasma, maka air dari

cairan bola mata atau dari cairan otak akan berdifusi kembali ke

plasma dan ke dalam ruangan ekstrasel;

Pengobatan sindrom disekuilibrium pada hemodialisis.

Pada proses dialysis dapat terjadi penarikan cairan dan elektrolit

yang berlebihan sehingga menurunkan osmolaritas cairan

ekstrasel. Akibatnya terjadi perpindahan cairan ke dalam sel

yang selanjutnya menyebabkan hipovolemia dengan gejala

hipotensi dan gejala-gejala neurologis (sakit kepala, mual, kram

otot, gelisah, depresi, kejang). Diuretic osmotic meningkatkan

Page 29: BAB II

osmolalitas cairan ektrasel dan kembali menarik cairan dari

dalam sel.

Kontraindikasi

Manitol dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan

anuria atau pada keadaan oliguria yang tidak responsif dengan

dosis percobaan; kongesti atau edema paru yang berat, dehidrasi

hebat dan perdarahan intracranial kecuali bila akan dilakukan

kraniotomi. Infus manitol harus segera dihentikan bila terdapat

tanda-tanda gangguan fungsi ginjal yang progresif, payah

jantung atau kongesti paru.

Urea tidak boleh diberikan pada gangguan fungsi hati

berat karena ada resiko terjadinya peningkatan kadaramoniak.

Manitol dan urea dikontraiindikasikan pada perdarahan serebral

aktif.

Dosis

Manitol. Untuk infus intravena digunakan larutan 20%.

Dosis dewasa berkisar antara 50-100 g (250-500) dengan

kecepatan infus 30-50 mL/jam. Untuk mengurangi edema otak

diberikan 0,25-2 g/kgBB selama 30-60 menit. Untuk edema dan

asites dan untuk mengatasi GGA pada keracunan digunakan

dosis 500 mL dalam 6 jam.

Efek Samping

Manitol didistribusi ke cairan ekstrasel, oleh karena itu

pemberian larutan manitol hipertonis akan meningkatkan

osmolaritas cairan ekstrasel. Hal ini tentu berbahaya bagi pasien

payah jantung. kadang-kadang manitol juga dapat menibulkan

reaksi hipersensitif.

Page 30: BAB II

Toksisitas

Ekspansi Cairan Ekstraseluler. Manitol secara cepat

didistribusikan ke ruangan Ekstraseluler dan mengeluarkan air

dari ruang Intraseluler. Awalnya, hal ini akan menyebabkan

ekspansi cairan ektraseluler dan hiponatremia. Efek ini dapat

menimbulkan komplikasi gagal jantung kongestif dan akan

menimbulkan edema paru. Sakit kepala, mual, dan muntah

ditemukan pada penderita yang mendapatkan diuretic ini.

Dehidrasi Dan Hipernatremia. Penggunaan Manitol

berlebihan tanpa disertai pergantian air yang cukup dapat

menimbulkan dehidrasi berat, kehilangan air dan hipernatremia.

Komplikasi ini dapat dihindari dengan memperhatikan ion

serum dan keseimbangan cairan.

Peningkatan TIK kembali pasca pemberian Manitol.

Meskipun osmotic ini telah lama dipertimbangkan

memnyebabkan resiko balik, dengan Tekanan Intra cranial

kem,bali tinggi. Atau menjadi lebih tinggi dari tekanan awal

penanganan, fenomena seperti ini sekaran dipertayakan kembali.

Bebarapa peneliti percaya bahwa resiko ini harusnya tidak

terjadi bila pembarian obat dilakukan dengan tepat. Karena

alasan ini pembarian manitol harus hati-hati, tepat dan

pengawasan atau monitoring respon klien yang benar dan

adekuat.

Page 31: BAB II

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diuretikaadalahzat-zat yang dapatmemperbanyakpengeluarankemih

(diuresis)

melaluikerjalangsungterhadapginjal

.Fungsiutamadiuretikadalahuntukmemobilisasicairanudem yang

berartimengubahkeseimbangancairansedemikianrupasehingga volume

cairanekstraselmenjadi normal.Penyebab diuretic antaralainDiabetes Insipidus,

glukosuria, batuginjal, gagalginjal, nefritis, albuminuria.

Fungsiutamaginjaladalahmengekskresikanzat-zatsisametabolisme yang

mengandung nitrogen misalnyaammonia.Ginjalterdiridaritigabagianutamayaitu:

korteks (bagianluar)

medulla (sumsumginjal)

pelvis renalis (ronggaginjal)

FungsiGinjal :

Menyaringdarahsehinggamenghasilkan urine

Membuangzat / sisametabolisme yang membahayakantubuh (urea,

asamurat)

Mempertahankantekanan osmosis cairanekstraseluler

Mempertahankankeseimbanganasam&basa

Fungsiendokrin

Di dalamginjalterjadirangkaian proses filtrasi, reabsorbsi, danaugmentasi.

Berdasarkanaspekmekanismekerjanya, diuretic dibagimenjadiduayaitu:

Secaralangsung (aksilangsungpadasel di nefronginjal)

PenghambatKarbonikAnhydrase

Diuretikaansa

Page 32: BAB II

Thiazide

Diuretikahemat-kalium

Secaratidaklangsung (mengubahkomposisidari filtrate)

Diuretic Osmotik

3.2 Saran

Mengingatmasihbanyakmasyarakat yang

belumpahamtentangpenggunaanobatdiuretika di

harapkanmahasiswafarmasidapatpahambetultentangpenggunaanobatdiuretikaini.

DAFTAR PUSTAKA

FakultasKedokteranUniversitas Indonesia.2007.Farmakologi

danTerapi.BalaiPenerbitFKUI : Jakarta.

Page 33: BAB II

GanGunawan, Sulistia.2009. FarmakologidanTerapi.Jakarta : FKUI

Katzung, Bertam G.2001.Farmakologi DasardanKlinik.SalembaMedika :

Jakarta