BAB II

39
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ANATOMI Otak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar-agar dan terletak di dalam ruangan yang tertutup yang disebut cranium atau tulang tengkorak, yang secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa. Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung mulai dari permukaan luar adalah rambut, kulit kepala tulang tengkorak, lapisan meningen dan cairan serebro spinalis. A. Kulit Kepala Kulit kepala terdiri atas 5 lapisan, yang mana 3 lapisan pertama terikat kuat dan bergerak sebagai satu unit. Adapun 5 lapisan penyusun kulit kepala ataupun yang disingkat menjadi SCALP terdiri atas : 1. Skin atau kulit tebal yang terdapat rambut- rambut dan mengandung banyak kelenjar sebasea 2. Connective Tissue atau jaringan ikat yang terletak di bawah kulit, yang terdiri atas jaringan fibrosa dan jaringan lemak. Jaringan ikat menyatukan kulit ke aponeurosis otot occipitofrontalis. Sebagian arteri dan vena 2

description

khoijoihu

Transcript of BAB II

28

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMIOtak merupakan jaringan yang konsistensinya kenyal menyerupai agar-agar dan terletak di dalam ruangan yang tertutup yang disebut cranium atau tulang tengkorak, yang secara absolut tidak dapat bertambah volumenya, terutama pada orang dewasa. Jaringan otak dilindungi oleh beberapa pelindung mulai dari permukaan luar adalah rambut, kulit kepala tulang tengkorak, lapisan meningen dan cairan serebro spinalis.A. Kulit KepalaKulit kepala terdiri atas 5 lapisan, yang mana 3 lapisan pertama terikat kuat dan bergerak sebagai satu unit. Adapun 5 lapisan penyusun kulit kepala ataupun yang disingkat menjadi SCALP terdiri atas :1. Skin atau kulit tebal yang terdapat rambut-rambut dan mengandung banyak kelenjar sebasea2. Connective Tissue atau jaringan ikat yang terletak di bawah kulit, yang terdiri atas jaringan fibrosa dan jaringan lemak. Jaringan ikat menyatukan kulit ke aponeurosis otot occipitofrontalis. Sebagian arteri dan vena ditemukan pada lapisan ini. Arteri-arteri tersebut berasal dari cabang arteri karotis interna dan eksterna.3. Aponeurosis atau galea aponeurotika merupakan lapisan jaringan ikat tipis yang berhubungan langsung dengan tengkorak.4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar yang berisi ruang subaponeurotik dan menghubungkan aponeurosis epikranial ke periosteum tengkorak5. Pericranium merupakan periosteum yang menutupi permukaan luar tulang tengkorak.

Gambar 1. Lapisan Pelindung Otak

B. Tulang TengkorakTulang tengkorak terdiri atas beberapa tulang yang dihubungkan oleh sendi yang tak dapat bergerak (sutura). Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai dasar tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang supaya dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah. Cranium terdiri atas os frontalis, os parietal, os oksipital, os temporal, os sfenoid, dan os ethmoid. Tulang-tulag fasialis terdiri atas os zygomaticus, os maxilla, os nasal, os lacrimal, vomer, os palatina, konka inferior, dan os mandibula.

Gambar 2. Tulang tengkorak

Gambar 3. Basis Kranii

C. MeningesMeninges merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang. Fungsi meninges yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan atau getaran terdiri atas 3 lapisan, yaitu :1. Durameter (Lapisan sebelah luar)Durameter ialah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat, di bagian tengkorak terdiri dari selaput tulang tengkorak dan dura meter propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis kedua lapisan ini terpisah. Durameter pada tempat tertentu mengandung rongga yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak.Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).

2. Selaput Arakhnoid (Lapisan tengah)Selaput arakhnoid merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan piameter yang membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi seluruh susunan saraf sentral.

3. Piameter (Lapisan sebelah dalam)Piameter merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak, piameter berhubungan dengan arakhnoid melalui struktur-struktur jaringan ikat yang disebut trebekel. Tepi falks serebri membentuk sinus longitudinal inferior dan sinus sagitalis inferior yang mengeluarkan darah dari flaks serebri. Tentorium memisahkan cerebrum dengan cerebellum.

Gambar 4. Lapisan Meninges

D. OtakOtak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 1300 gram. Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.

Gambar 5. Potongan Sagital Otak dan Medula spinalis1. Otak besarOtak besar merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur mengisi penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Masing-masing disebut fosa kranialis anterior atas dan fosa kranialis media. Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri yang mengendalikan tubuh bagian kanan, dan belahan kanan yang mengendalikan tubuh bagian kiri. Otak mempunyai 2 permukaan, permukaan atas dan permukaan bawah. Kedua lapisan ini dilapisi oleh lapisan kelabu (zat kelabu) yaitu pada pada bagian korteks serebral dan zat putih yang terdapat pada bagian dalam yang mengandung serabut saraf. Fungsi otak besar yaitu sebagai pusat berpikir (kepandaian), kecerdasan dan kehendak. Selain itu otak besar juga mengendalikan semua kegiatan yang disadari seperti bergerak, mendengar, melihat, berbicara, berpikir dan lain sebagainya.2. Otak KecilOtak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan yang dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan pada kedua belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur keseimbangan tubuh serta mengkoordinasikan kerja otot ketika bergerak.3. Batang OtakBatang otak terdiri dari :a. Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat diantara serebellum dengan mensepalon, kumpulan dari sel saraf yang terdapat dibagian depan lobus temporalis terdapat kapsula interna dengan sudut menghadap kesamping. Diensefalon ini berfungsi sebagai vasokonstriksi (memperkecil pembuluh darah), respiratori (membantu proses pernafasan), mengontrol kegiatan reflex, dan membantu pekerjaan jantung.b. MensefalonAtap dari mensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol ke atas, dua di sebelah atas disebut korpus kuadrigeminus superior dan dua disebelah bawah disebut korpus kuadrigeminus inferior. Mensefalon ini berfungsi untuk sebagai pusat pergerakan mata, mengangkat kelopak mata, dan memutar mata.c. Pons varolli, merupakan bagian tengah batang otak dan arena itu memiliki jalur lintas naik dan turun seperti otak tengah. Selain itu terdapat banyak serabut yang berjalan menyilang menghubungkan kedua lobus cerebellum dan menghubungkan cerebellum dengan korteks serebri

E. Cairan SerebrospinalisCairan cerebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini bersifat alkali, bening mirip plasma dengan tekanan 60-140 mmHg. Volume total cairan serebrospinal adalah sebesar 80-150 ml pada orangd dewasa. Sirkulasi cairan cerebrospinal yaitu cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam ventrikel-ventrikel yang ada di dalam otak. Cairan itu masuk ke dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan juga ke dalam ruang subarakhnoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel keempat. Setelah itu cairan ini dapat melintasi ruangan di atas seluruh permukaan otak dan sumsum tulang belakang hingga akhirnya kembali ke sirkulasi vena melalui granulasi arakhnoid pada sinus sagitalis superior.Oleh karena susunan ini maka bagian saraf otak dan sumsum tulang belakang yang sangat halus terletak diantara dua lapisan cairan. Dengan adanya kedua bantalan air ini maka sistem persarafan terlindungi dengan baik. Cairan cerebrospinal ini berfungsi sebagai buffer, melindungi otak dan sumsum tulang belakang dan menghantarkan makanan ke jaringan sistem persarafan pusat. Cairan serebrospinalis bersirkulasi terus menerus di dalam kavitas pada otak dan medula spinalis dan di sekitar otak dan medula spinalis di ruang subarakhnoid (antara lapisan arachnoid dan pia mater). Cairan serebrospinal mengisi 4 kavitas pada otak yang disebut sebagai ventrikel. Ventrikel lateral terletak di masing-masing hemisfer serebri dan dipisahkan oleh membran tipis yakni septum pelucidum. Ventrikel ketiga adalah kavitas sempit di sepanjang sisi superomedial hipotalamus dan diantara pertengahan talamus. Ventrikel keempat terletak batang otak dan serebelum.

Gambar 6. Ventrikel Otak

Lokasi pembentukan produksi cairan serebrospinalis adalah pleksus koroid, suatu kumpulan kapiler pembuluh darah pada dinding ventrikel. Kapiler ini dilapisi oleh sel ependimal yang membentuk cairan serebrospialis dari plasma darah dengan proses filtrasi dan sekresi. Karena sel ependimal terikat kuat satu sama lain, materi-materi yang telah masuk ke cairan serebrospinalis melalui kapiler koroid tidak dapat menembus sel-sel ini, kecuali materi ini masuk melalui sel ependimal. Cairan serebrospinalis yang terbentuk di pleksus koroid pada masing-masing ventrikel lateral akan mengalir masuk ke ventrikel ketiga melalui dua foramina interventricular. Selain itu, cairan serebrospinal juga diproduksi oleh pleksus koroid pada bagian superior ventrikel ketiga. Cairan tersebut mengalir ke cerebral aqueduct, yang akan melewati otak tengah, dan masuk ke ventrikel keempat. Pleksus koroideus di ventrikel keempat juga memproduksi cairan serebrospinal. Cairan serebrospinalis masuk ke ruang subarakhnoid melalui 3 foramen di atap ventrikel keempat yakni apertura medial dan sepasang apertura lateral. Cairan serebrospinalis bersirkulasi di kanalis sentralis medula spinalis dan ruang subarakhnoid di sekitar permukaan otak dan medula spinalis. Cairan serebrospinalis direabsorpsi masuk ke pembuluh darah melalui vili arakhnoid dengan kecepatan yang sama dengan pembentukan cairan serebrospinalis yakni 20 ml/jam.

Gambar 7. Pembentukan dan Sirkulasi Cairan Serebrospinal

F. Vaskularisasi OtakOtak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri vertebralis bersatu dan membentuk arteri basilaris. Arteri basilar dan karotis membentuk sirkulus willisi di bawah hipotalamus. Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

Gambar 8. a. Vaskularisasi kepala; b. Vaskularisasi otak (circle of willis)

2.2. ASPEK FISIOLOGIS a. Tekanan IntrakranialDalam keadaan normal, TIK ditentukan oleh dua faktor. Pertama, hubungan antara tingkat pembentukan CSS dan tahanan aliran antara vena serebral. Kedua, tekanan sinus venosus dural, yang dalam kenyataannya merupakan tekanan untuk membuka sistem aliran. Karenanya:Tekanan CSS = (tingkat pembentukan x tahanan aliran) + tekanan sinus venosusBiasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari normal. Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial.b. Hukum Monro-KellieTeori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (bila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal. Volume intrakranial adalah tetap karena sifat dasar dari tulang tengkorak yang tidak elastik. Volume intrakranial (Vic) adalah sama dengan jumlah total volume komponen-komponennya yaitu volume jaringan otak (V br), volume cairan serebrospinal (V csf) dan volume darah (Vbl).

Gambar 9. Hukum Monro-Kellie

c. Tekanan Perfusi OtakAdalah selisih antara mean arterial pressure (MAP) dan tekanan intarkranial (ICP). Pada seseorang yang dalam kondisi normal, aliran darah otak akan bersifat konstan selama MAP berkisar 50-150 mmHg. Hal ini dapat terjadi akibat adannya autoregulasi dari arteriol yang akan mengalami vasokonstriksi atau vasodilatasi dalam upaya menjaga agar aliran darah ke otak berlangsung konstan.

d. Aliran Darah Otak (ADO)ADO normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak permenit. Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit maka aktivitas EEG akan menghilang. Apabila ADO sebesar 5ml/100 gr/menit maka sel-sel otak akan mengalami kematian dan kerusakan yang menetap (American college of surgeon, 1997).

2.3. CEDERA KEPALAa. DefinisiCedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen. Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

b. PatofisiologiPada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala (Gennarelli, 1996 dalam Israr dkk, 2009 ).Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut lesi kontusio coup, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi, sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio countercoup. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Mekanisme terjadinya lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countrecoup (Mardjono dan Sidharta, 2008).Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countrecoup) (Hickey, 2003 dalam Israr dkk,2009).Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak (Lombardo, 2003).

c. KlasifikasiBerdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme, beratnya cedera, dan morfologi.1. Mekanisme Cedera KepalaCedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul. Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.2. Beratnya Cedera KepalaGlasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15, sementara pada penderita yang keseluruhan otot ekstrimitasnya flaksid dan tidak membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS 9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15 dikategorikan sebagai cedera otak ringan. Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari Traumatic Brain Injury yaitu :Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain InjuryDerajat keparahanTanda tanda

RinganKehilangan kesadaran < 20 menitAmnesia post traumatik < 24 jamGCS = 13 15

SedangKehilangan kesadaran 20 menit dan 36 jamAmnesia post traumatik 24 jam dan 7 hariGCS = 9 - 12

BeratKehilangan kesadaran > 36 jamAmnesia post traumatik > 7 hariGCS = 3 8

(Sumber : Brain Injury Association of Michigan, 2005)3. Morfologia. Fraktur KraniumFraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan teknik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi cukup berat.Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut;1) Gambaran fraktur, dibedakan atas :a. Linierb. Diastasec. Comminuted d. Depressed2) Lokasi Anatomis, dibedakan atas :a. Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )b. Basis cranii ( dasar tengkorak )3) Keadaan luka, dibedakan atas :a. Terbuka b. Tertutupb. Lesi Intra Kranial1) Cedera otak difusMulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan mungkin mengalami amnesia retro/anterograd. Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT scan sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran edema dengan batas area putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal istilah Cedera Aksonal Difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya.

Gambar 10. Gambaran CT scan Cedera Aksonal Difus2) Perdarahan EpiduralHematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.

Gambar 11. Gambaran CT scan Perdarahan Epidural3) Perdarahan SubduralPerdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan ini terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.

Gambar 12. Gambaran CT scan Perdarahan Subdural4) Kontusio dan perdarahan intraserebralKontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intra serebral yang membutuhkan tindakan operasi

Gambar 13. Gambaran CT scan pada perdarahan intraserebral

d. Pemeriksaan Fisik pada Cedera KepalaPemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara lain: 1. Pemeriksaan kesadaranPemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga pengukuran, yaitu : pembukaan mata, respon motorik, dan respon verbal. Skor dari masing-masing komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3 sedangkan nilai tertinggi adalah 15. Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi a) GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala beratb) GCS 9 13 : cedera kepala sedangc) GCS > 13 : cedera kepala ringanFungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk. Tabel 1. Glasgow Coma Scale

2. Pemeriksaan PupilPupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya. Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal. Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan akibat dari cedera kepala.

3. Pemeriksaan NeurologisPemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus, kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya harus dicatat

4. Pemeriksaan Scalp dan TengkorakScalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan, dan memar.

e. Pemeriksaan Penunjang1. X-ray TengkorakPeralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena CT scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan. X-Ray tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada (State of Colorado Department of Labor and Employment, 2006).Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus (tembak/tajam), adanya corpus alineum, deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran. Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dilakukan foto polos posisi AP/lateral dan oblique.

2. CT-ScanPenemuan awal computed tomography scanner (CT Scan) penting dalam memperkirakan prognosa cedera kepala berat (Alberico dkk, 1987 dalam Sastrodiningrat,2007). Suatu CT scan yang normal pada waktu masuk dirawat pada penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang lebih rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan penderita-penderita yang mempunyai CT scan abno rmal. Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT scan yang relatif normal akan menjadi lebih baik, selanjutnya mungkin terjadi peningkatan TIK dan dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita (Roberson dkk, 1997 dalam Sastrodiningrat, 2007). Di samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi di batang otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan dengan outcome yang buruk (Sastrodiningrat, 2007 ).Indikasi CT Scan adalah: 1) Nyeri kepala menetap atau muntah yang tidak menghilang setelah pemberian obatobatan analgesia/anti-emetik.2) Adanya kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi intrakranial dibandingkan dengan kejang general.3) Penurunan GCS lebih 1 poin dimana factor-faktor ekstrakranial telah disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock, febris, dll).4) Adanya lateralisasi.5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi temporal kanan tetapi terdapat hemiparese kanan.6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perbaikan dari GCS.8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 kali per menit).

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai prognosa. MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang sering luput pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada hemisfer, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan CT Scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik (Wilberger dkk., 1983 dalam Sastrodiningrat, 2007). Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah dimensi baru pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi Cedera Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala ringan sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih berat, pada pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan substantia alba. Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa cedera kepala berat masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini dapat menolong menjelaskan berlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera kepala ringan (Cecil dkk, 1998 dalam Sastrodiningrat, 2007)

f. PenatalaksanaanPenatalaksanaan awal penderita cedara kepala pada dasarnya bertujuan untuk memantau sedini mungkin dan mencegah cedera kepala sekunder serta memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit. Penatalaksanaan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahannya, berupa cedera kepala ringan, sedang, atau berat. Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure, yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala khususnya dengan cedera kepala berat survei primer sangatlah penting untuk mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak. Tidak semua pasien cedera kepala perlu di rawat inap di rumah sakit. Indikasi rawat antara lain:1. Amnesia posttraumatika jelas (lebih dari 1 jam)2. Riwayat kehilangan kesadaran (lebih dari 15 menit)3. Penurunan tingkat kesadaran4. Nyeri kepala sedang hingga berat5. Intoksikasi alkohol atau obat6. Fraktura tengkorak7. Kebocoran CSS, otorrhea atau rhinorrhea8. Cedera penyerta yang jelas9. Tidak punya orang serumah yang dapat dipertanggungjawabkan10. CT scan abnormal

Gambar 14. Algoritma penanganan Cedera Kepala Ringan

Gambar 15. Algoritma Penanganan pada Cedera Kepala Sedang

Gambar 16. Penanganan Cedera Kepala Berat

Terapi medikamentosa pada penderita cedera kepala dilakukan untuk memberikan suasana yang optimal untuk kesembuhan. Hal-hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena, hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemid, barbiturat dan antikonvulsan. Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala memerlukan tindakan operatif. Indikasi untuk tindakan operatif ditentukan oleh kondisi klinis pasien, temuan neuroradiologi dan patofisiologi dari lesi. Secara umum digunakan panduan sebagai berikut:1. Volume masa hematom mencapai lebih dari 40 ml di daerah supratentorial atau lebih2. Dari 20 cc di daerah infratentorial3. Kondisi pasien yang semula sadar semakin memburuk secara klinis, serta gejala dan tanda fokal neurologis semakin berat4. Terjadi gejala sakit kepala, mual, dan muntah yang semakin hebat5. Pendorongan garis tengah sampai lebih dari 3 mm6. Terjadi kenaikan tekanan intrakranial lebih dari 25 mmHg.7. Terjadi penambahan ukuran hematom pada pemeriksaan CT scan8. Terjadi gejala akan terjadi herniasi otak9. Terjadi kompresi / obliterasi sisterna basalis

Tindakan Operatif1. CraniotomyTrepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitif. Epidural Hematoma (EDH) adalah suatu perdarahan yang terjadi di antara tulang dan lapisan duramater. Subdural hematoma (SDH) adalah suatu perdarahan yang terdapat pada rongga diantara lapisan duramater dengan araknoidea2. Craniectomi DekompresiMerupakan operasi pembedahan dengan membuka tulang kepala, dengan terlebih dahulu membuat beberapa lubang bor pada tulang kepala, kemudian antara lubang gergaji, fragmen tulang dapat disimpan atau dibuang apabila dinilai tidak vital.Craniectomi dekompresi dapat dilakukan dengan cara mengevakuasi sebagian jaringan otak yang contusio. Secara histopatologi pada otak yang contusio didapati adanya dua komponen yaitu daerah pusat perdarahan dan kerusakan neuron yang ireversibel, yang dapat dilihat dengan mikroskop biasa maupun mikroskop electron.Dengan cara-cara tersebut diharapkan membuat ruangan intra cranial menjadi lebih luas, sehingga sesuai dengna hokum Monro-Kellie maka diharapkan tidak terjadi peningkatan TIK yang diakibatkan oleh contusion cerebri.

g. PrognosisBerdasarkan penelitian yang dilakukan oleh MRC CRASH Trial Collaborators (2008), Umur yang tua, Glasgow Coma Scale yang rendah, pupil tidak reaktif, dan terdapatnya cedera ekstrakranial mayor merupakan prediksi buruknya prognosis. Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihan yang baik. Penderita yang berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih rendah untuk pemulihan dari cedera kepala. Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma juga sangat mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita.

2