BAB I.doc

8
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU ORANGTUA TERHADAP KELAINAN REFRAKSI (MIOPIA) PADA ANAK ABSTRAK Latar Belakang : Sepuluh persen dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) di Indonesia mengalami kelainan refraksi dan angka pemakaian kaca mata koreksi sampai saat ini masih rendah yaitu 12,5% dari kebutuhan. Jika kondisi ini tidak ditangani sungguh-sungguh akan berdampak negatif pada perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajaran yang selanjutnya akan mempengaruhi mutu, kreativitas dan produktivitas angkatan kerja. Pada akhirnya permasalahan ini dapat berdampak buruk bagi laju pembangunan ekonomi nasional. Miopia sering terjadi pada populasi usia sekolah. Berdasarkan penelitian pada berbagai populasi di berbagai negara, distribusi miopia pada siswa bervariasi. Prevalensi miopia bervariasi pada negara dan kelompok etnik, yang meningkat tinggi sampai kira-kira 70-90% pada beberapa populasi di Asia. Miopia, terutama pada anak- anak akan berefek pada karir, sosial ekonomi, pendidikan bahkan juga pada prestasi. Dan peran ibu dalam menjaga kesehatan mata anak dapat mempengaruhi kualitas hidup anaknya dan masa depannya, karena besarnya peran ibu dalam melahirkan kehidupan dan memelihara kehidupan yang dilahirkannya. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan orangtua dengan sikap orangtua tentang kelainan refraksi pada anak. Metode : Hasil :

Transcript of BAB I.doc

Page 1: BAB I.doc

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU ORANGTUA

TERHADAP KELAINAN REFRAKSI (MIOPIA) PADA ANAK

ABSTRAK

Latar Belakang :

Sepuluh persen dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) di Indonesia mengalami kelainan

refraksi dan angka pemakaian kaca mata koreksi sampai saat ini masih rendah yaitu 12,5% dari

kebutuhan. Jika kondisi ini tidak ditangani sungguh-sungguh akan berdampak negatif pada

perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajaran yang selanjutnya akan mempengaruhi

mutu, kreativitas dan produktivitas angkatan kerja. Pada akhirnya permasalahan ini dapat

berdampak buruk bagi laju pembangunan ekonomi nasional. Miopia sering terjadi pada populasi

usia sekolah. Berdasarkan penelitian pada berbagai populasi di berbagai negara, distribusi miopia

pada siswa bervariasi. Prevalensi miopia bervariasi pada negara dan kelompok etnik, yang

meningkat tinggi sampai kira-kira 70-90% pada beberapa populasi di Asia. Miopia, terutama pada

anak-anak akan berefek pada karir, sosial ekonomi, pendidikan bahkan juga pada prestasi. Dan

peran ibu dalam menjaga kesehatan mata anak dapat mempengaruhi kualitas hidup anaknya dan

masa depannya, karena besarnya peran ibu dalam melahirkan kehidupan dan memelihara kehidupan

yang dilahirkannya.

Tujuan :

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan orangtua dengan sikap

orangtua tentang kelainan refraksi pada anak.

Metode :

Hasil :

Page 2: BAB I.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama Low Vision di

dunia. Data dari Vision 2020, suatu program kerjasama antara International Agency for the

Prevention of Blindess (IAPB) dan WHO, menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan

153 juta penduduk dunia mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak

terkoreksi. Dari 152 juta orang tersebut, sedikitnya 13 juta diantaranya adalah anak-anak

usia 5-15 tahun dimana prevalensi tertinggi terjadi di Asia Tenggara (WHO, 2008).

Terdapat 314 juta orang di dunia yang hidup dengan gangguan penglihatan dan 45

juta dari mereka buta berdasarkan data WHO. Resiko untuk gangguan penglihatan ini

meliputi usia, jenis kelamin dan letak geografis. Dua belas juta anak di dunia yang berusia 5

sampai 15 tahun mengalami gangguan penglihatan karena kelainan refraksi yang tidak

dikoreksi; suatu kondisi yang sebenarnya dapat didiagnosis dengan mudah dan dikoreksi

dengan kacamata, lensa kontak atau dengan tindakan bedah. Banyak studi juga

menunjukkan bahwa wanita secara signifikan memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya

kelainan refraksi dibanding dengan laki-laki. Sedangkan berdasarkan letak geografis, 87%

orang dengan gangguan penglihatan tinggal di negara berkembang (WHO, 2013).

Kelainan refraktif yang sering terjadi pada populasi usia sekolah adalah miopia.

Berdasarkan penelitian pada berbagai populasi di berbagai negara, distribusi miopia pada

siswa bevariasi. Beberapa studi menunjukkan bahwa prevalensi miopia meningkat pada

tingkat pembelajaran (WHO, 2013).

Sepuluh persen dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) di Indonesia mengalami

kelainan refraksi dan angka pemakaian kaca mata koreksi sampai saat ini masih rendah yaitu

12,5% dari kebutuhan. Jika kondisi ini tidak ditangani sungguh-sungguh akan berdampak

negatif pada perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajaran yang selanjutnya akan

mempengaruhi mutu, kreativitas dan produktivitas angkatan kerja. Pada akhirnya

permasalahan ini dapat berdampak buruk bagi laju pembangunan ekonomi nasional (Depkes

RI, 2007).

Miopia merupakan salah satu gangguan penglihatan yang memiliki prevalensi

tertinggi di dunia. Penelitian di Nepal, persentase miopia berkisar antara 10,9% pada usia 10

tahun, 16,5% usia 12 tahun, dan 27,3% usia 15 tahun pada anak-anak yang tinggal diwilayah

perkotaan, sedangkan <3% umur 5-15 tahun anak di pedesaan. Di Singapura, persentase

miopia adalah 29,0% di usia 7 tahun, 34,7% usia 8 tahun, 53,1 % usia 9 tahun dan 81,0%

Page 3: BAB I.doc

pada usia 16-18 tahun, persentase miopia pada tahun 1983, 1986, dan 1990 sekitar 74-75%.

namun, persentasenya meningkat pada tahun 1995 – 2000 menjadi 84% (Chen-Wei Pan,

2011).

Miopia sering terjadi pada populasi usia sekolah. Berdasarkan penelitian pada

berbagai populasi di berbagai negara, distribusi miopia pada siswa bervariasi. Prevalensi

miopia bervariasi pada negara dan kelompok etnik, yang meningkat tinggi sampai kira-kira

70-90% pada bebera3pa populasi di Asia (Wong et al, 2000).

Suatu penelitian yang melibatkan 300 anak-anak sekolah di perkotaan, 15% di

antaranya mengalami kelainan refraksi (Mangunkusumo, 2005).

Sedangkan penelitian yang dilakukan pada komunitas nelayan Hong Kong

menunjukkan bahwa miopia lebih sering terjadi pada subjek yang bersekolah, dengan resiko

terbesar pada anak-anak yang lebih banyak menghabiskan waktunya pada membaca dan

menulis (Wong, 1992).

Di Indonesia, prevalensi miopia mencapai 70 – 80% dan angka rata-ratanya

meningkat diseluruh kelompok etnik. Prevalensi pada anak dengan riwayat kedua orangtua

miopia sebesar 32,9%, 8,2% salah satu orangtua miopia dan 6,3% dengan anak dengan

orangtua tanpa miopia (widodo, 2007).

Peneliti di Singapura mengamati bahwa anak yang menghabiskan waktunya untuk

membaca, menonton TV, bermain video game dan menggunakan komputer lebih banyak

mengalami miopia (Guggenheim, 2007).

Banyak kasus yang dapat digunakan untuk memperlihatkan bahwa kelainan refraksi

ditentukan secara genetik. Anak dengan orang tua yang miopia cenderung mengalami

miopia (P= 0,001). Hal ini cenderung mengikuti pola dose-dependent pattern. Prevalensi

miopia pada anak dengan kedua orang tua miopia adalah 32,9% berkurang sampai 18,2%

pada anak dengan salah satu orang tua yang miopia dan kurang dari 6,3% pada anak dengan

orang tua tanpa miopia (Iwan, 2009).

Miopia, terutama pada anak-anak akan berefek pada karir, sosial ekonomi,

pendidikan bahkan juga pada prestasi. Seiring dengan perjalanan penyakit ini, semakin

bertambah miopia pada anak juga akan meningkatkan berbagai risiko komplikasi kebutaan,

seperti glukoma dan ablasi retina. Usia sekolah dasar adalah usia yang penting dalam

perkembangan miopia, dimana pada usia ini banyak dijumpai kasus miopia yang baru (Iwan,

2009).

Deteksi miopia pada anak-anak biasanya berlangsung dengan melihat perilakunya,

misalnya anak kalau nonton televisi maunya ke depan terus, protes kalau disuruh menjauh.

Bisa juga terlihat anak selalu menyipitkan mata atau memiringkan kepalanya setiap nonton

Page 4: BAB I.doc

televisi. Sedangkan pada anak usia sekolah, gejala miopia dapat terlihat dari seringnya anak

berjalan mendekati papan tulis atau sering kedapatan salah menyalin (Iwan, 2009).

Teknologi yang berkembang pesat dan tingginya minat anak untuk belajar serta

membaca dapat mempengaruhi kesehatan mata anak. Di sinilah peran orang tua, khususnya

ibu adalah mengasuh, mendidik, dan menjaga kesehatan anak-anaknya, termasuk kesehatan

mata anak. Peran ibu dalam menjaga kesehatan mata anak dapat mempengaruhi kualitas

hidup anaknya dan masa depannya, karena besarnya peran ibu dalam melahirkan kehidupan

dan memelihara kehidupan yang dilahirkannya (Iwan, 2009).

Kelainan refraksi pada anak merupakan suatu permasalahan yang harus segera

ditanggulangi. Keterlambatan melakukan koreksi refraksi terutama pada anak usia sekolah

akan sangat mempengaruhi kemampuan menyerap materi pembelajaran dan berkurangnya

potensi untuk meningkatkan kecerdasan karena 30% informasi diserap dengan melihat dan

mendengar (Aravind Eye Hospital and Postgraduate Institute of Ophthalmology, 2003).

Anak-anak yang mengalami kelainan refraksi sering tidak mengeluhkan gangguan

penglihatan. Mereka hanya menunjukkan gejala-gejala yang menandakan adanya gangguan

penglihatan melalui perilaku mereka sehari-hari. Sebagai sosok yang dianggap paling dekat

dengan anak, orangtua dituntut untuk memiliki kemampuan deteksi dini kelainan refraksi

dan pencarian bantuan yang tepat. Dengan perilaku tersebut diharapkan koreksi refraksi

dapat segera dilakukan untuk menghasilkan visus optimal (Aravind Eye Hospital and

Postgraduate Institute of Ophthalmology, 2003).

Kemampuan deteksi dini dan pencarian bantuan yang tepat tentu saja dapat dimiliki

orangtua bila mereka memiliki pengetahuan dan sikap yang benar. Pengetahuan tentang arti,

gejala dan cara mendeteksi dini anak yang mengalami kelainan refraksi akan membentuk

sikap yang mendukung penanganan kelainan refraksi bila terjadi pada anaknya (Lighthouse

International, 2009).

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua terhadap kelainan

refraksi pada anak?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku

orangtua terhadap kelainan refraksi pada anak.

Page 5: BAB I.doc

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui tingkat pengetahuan orangtua terhadap kelainan refraksi pada anak yang

bersekolah di SMP Negeri 16 Palembang.

2. Mengetahui tingkat sikap orangtua murid kelas 1 dan 2 SMP Negeri 16 Palembang

tentang kelainan refraksi pada anak

3. Mengetahui tingkat perilaku orangtua murid kelas 1 dan 2 SMP Negeri 16 Palembang

tentang kelainan refraksi pada anak

4. Mengetahui karakteristik orangtua murid kelas 1 dan 2 SMP Negeri 16 Palembang

meliputi sosiodemografi

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti tentang

hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua terhadap kelainan refraksi mata pada

anak.

1.4.2 Manfaat Bagi Institusi

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya mengenai

hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua terhadap kelainan refraksi pada anak.

1.4.3 Manfaat Bagi Masyarakat

1. Memberikan gambaran informasi dan pengetahuan mengenai kelainan refraksi pada

anak.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat , terutama orangtua, mengenai kelainan refraksi

sehingga dapat memperbaiki sikap dan perilaku orangtua dalam memelihara kesehatan

mata.

3. Sebagai bahan masukan untuk intervensi atau penyuluhan bagi orangtua murid kelas 1

dan 2 SMP Negeri 16 oleh pemberi pelayanan kesehatan mengenai kesehatan mata.

4. Meningkatkan derajat kesehatan Ibu dan Anak.