BAB I - Universitas Pasundanrepository.unpas.ac.id/32067/3/BAB VI-27 feb revisi.doc · Web viewHal...
Transcript of BAB I - Universitas Pasundanrepository.unpas.ac.id/32067/3/BAB VI-27 feb revisi.doc · Web viewHal...
BAB VI
HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN
6.1 Kalibrasi Model
Proses kalibrasi dilakukan dengan menggunakan data kualitas air tahun 2001.
Dimana karakteristik hidrolik Sungai Citarum tahun 2001 sama dengan karakteristik
hidrolik sungai pada tahun 2005, karena trase (normalisasi) Sungai Citarum sudah selesai
pada tahun 2001.
6.1.1 Debit Sungai
Pada proses kalibrasi perhitungan debit dilakukan selama simulasi pemodelan
dengan menggunakan Modqual. Hasil perhitungan untuk debit Sungai Citarum Hulu
tahun 2001 dapat dilihat pada Gambar 6.1.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00Jarak (Km)
Q (m
3/s)
Q ModelQ Aktual
Gambar 6.1 Kalibrasi Model Debit Sungai Citarum Hulu Tahun 2001.
VI-1
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-2
Keakuratan hasil perhitungan debit sangat berpengaruh terhadap proses kalibrasi
kualitas air selanjutnya. Hal ini sesuai dengan hukum keseimbangan massa untuk model
kualitas air sungai, dimana besarnya konsentrasi suatu unsur di dalam sungai sangat
dipengaruhi oleh debit sungai itu sendiri, yaitu debit aliran yang masuk ke dalam sungai
dari satu sumber (point sources) ataupun dari banyak sumber (non point sources), dan
debit aliran yang keluar dari sungai tersebut (abstraction).
6.1.2 Biochemical Oxygen Demand (Kebutuhan Oksigen Secara Biokimia)
Kalibrasi BOD sungai dilakukan sampai mencapai nilai koefisien determinasi ≥
50% atau nilai Mean Relative Error (MRE) sekecil mungkin. Berdasarkan hasil analisa
statistik diperoleh nilai Mean Relative Error dari kalibrasi model BOD sebesar 0,5232
(lihat lampiran). Hasil simulasi BOD yang telah dikalibrasi dapat dilihat pada Gambar
6.2. Kalibrasi BOD dilakukan dengan mengubah-ubah koefisen urai, pengendapan BOD
dan kebutuhan oksigen sedimen dasar sungai (KSOD), karena ketiga koefisien ini sangat
mempengaruhi konsentrasi BOD di dalam sungai (lihat Gambar 6.2, dan Gambar 6.3).
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Jarak (Km)
BOD
(m
g/L
)
BOD ModelBOD Aktual
Gambar 6.2 Kalibrasi Model BOD Sungai Citarum Hulu Tahun 2001.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-3
0
3
6
9
12
15
18
21
24
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 Jarak (Km)
(1/h
ari)
Koef. Urai BOD Koef. Settling BOD Koef. O2 Sedimen Dasar
Wangisagara(0.00 - 3.00)
Majalaya(3.00 - 9.00)
Koyod(9.00 - 12.00)
Sapan(12.00 - 15.30)
Cipamokolan(15.30 - 21.00)
Cijeruk(21.00 - 24.90)
Dayeuhkolot(24.90 - 27.30)
Cisirung(27.30 - 30.90)
Margahayu(30.90 - 36.30)
Nanjung(42.60 - 45.60)
Daraulin(36.90 - 42.60)
Gambar 6.3 Nilai Koefisien Urai dan Pengendapan BOD, serta KSOD.
Berdasarkan Gambar 6.2, terlihat dengan jelas ada beberapa titik yang tidak
mendekati konsentrasi BOD di lapangan. Hal ini dikarenakan ada beberapa koefisien
parameter kinetik lain yang belum teridentifikasi oleh Modqual, seperti koefisien laju
reaksi lambat CBOD, laju reaksi cepat CBOD, kebutuhan oksigen sedimen dasar sungai
akibat reaksi Methane, dan parameter kinetik lainnya seperti yang terdapat pada
QUAL2K (Chapra, 2003).
Konsentrasi BOD maksimum berada pada jarak 12 Km, tepatnya di daerah Sapan
sebesar 43,85 mg/L. Hal ini disebabkan karena nilai koefisien urai BOD di ruas Sapan
lebih kecil dari nilai koefisien pengendapan BOD dan KSOD (lihat Gambar 6.3). Selain
itu juga, karena Sapan termasuk salah satu daerah padat penduduk yang sangat berpotensi
meningkatkan konsentrasi BOD sungai. Sedangkan konstentrasi BOD minimum terdapat
pada ruas Wangisagara yang merupakan hulu sungai pemodelan kualitas air, yaitu sebesar
2,6 mg/L. Beban pencemaran BOD di ruas Wangisagara masih relatif kecil, sehingga
konsentrasi BODnya kecil. Selain itu juga di ruas Wangisagara koefisien urai BODnya
lebih besar dari koefisien pengendapan BOD dan KSOD (lihat Gambar 6.3).
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-4
Koefisien urai BOD dipengaruhi oleh jenis zat pencemar, temperatur dan tingkat
pengolahan limbahnya. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu bahwa untuk Sungai
Citarum Hulu yang didominasi oleh limbah penduduk yang tidak diolah dan limbah
industri yang diolah melalui primary treatment, maka koefisien urai BOD diperkirakan
akan tinggi untuk kondisi temperatur diatas 25ºC. Pada studi pemodelan ini kondisi
desain temperaturnya sebesar 25ºC, maka koefisien urai BOD untuk Sungai Citarum
Hulu pada studi pemodelan ini berkisar antara 0,1 – 0,95 hari -1 (lihat Gambar 6.3). Nilai
maksimum koefisien urai BOD sebesar 0,95 hari-1 berada pada ruas Majalaya yang
didominasi oleh limbah penduduk dan limbah industri, dan nilai minimum 0,03 hari -1
yang berada pada ruas Cipamokolan (lihat Gambar 6.3). Pada ruas Cipamokolan banyak
anak sungai yang masuk Sungai Citarum Hulu, sehingga dapat membantu menguraikan
kadar BOD Sungai Citarum Hulu pada ruas Cipamokolan (lihat Gambar 5.1).
Koefisien pengendapan BOD berdasarkan literatur pada umumnya sangat
tergantung dari proses pengendapan sedimen tersuspensi yang terkandung dalam airnya.
Dengan kecepatan aliran air ≤ 0,3 m/s memungkinkan terjadinya pengendapan.
Kecepatan sedimentasi dipengaruhi oleh diameter butiran dan berat jenisnya (Yusuf,
2000). Koefisien pengendapan BOD untuk Sungai Citarum Hulu pada studi pemodelan
ini berkisar antara 0,1 – 4,75 hari-1 (lihat Gambar 6.3). Nilai maksimum koefisien
pengendapan sebesar 4,75 hari-1 berada pada ruas Dayeuhkolot, karena kandungan zat
tersuspensi pada ruas tersebut sangat tinggi (lihat lampiran), walaupun kecepatan aliran
air sungai pada ruas tersebut cukup besar yaitu > 0,3 m/s (lihat Gambar 6.4). Dan nilai
minimum sebesar 0,01 hari-1 berada pada ruas Cijeruk, karena kadar zat tersuspensi pada
ruas Cijeruk tidak begitu tinggi walaupun kecepatan aliran air sungai pada ruas tersebut
berada di bawah 0,3 m/s (lihat Gambar 6.4).
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-5
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.00 3.00 6.00 9.00 12.00 15.00 18.00 21.00 24.00 27.00 30.00 33.00 36.00 39.00 42.00 45.00 48.00 Jarak (Km)
V (m
/s)
Wangisagara(0.00 - 3.00)
Majalaya(3.00 - 9.00)
Koyod(9.00 - 12.00)
Sapan(12.00 - 15.30)
Cipamokolan(15.30 - 21.00)
Cijeruk(21.00 - 24.90)
Dayeuhkolot(24.90 - 27.30)
Margahayu(30.90 - 36.30)
Nanjung(42.60 - 45.60)
Cisirung(27.30 - 30.90)
Daraulin(36.90 - 42.60)
Gambar 6.4 Kecepatan Aliran Air Sungai Citarum Hulu Tahun 2001.
Sedangkan nilai koefisien KSOD (Kebutuhan Oksigen Sedimen Dasar) pada
penelitian ini berkisar antara 0,0 – 21 hari-1 (lihat Gambar 6.3). Nilai KSOD membesar di
ruas Dayeuhkolot karena daerah tersebut padat penduduk dan sangat berpotensi dalam
menyebabkan pencemaran air karena bakteri koli. Dan mulai dari ruas Cisirung –
Nanjung nilai KSOD menjadi nol, karena kecepatan aliran air pada ruas tersebut cukup
tinggi, yaitu > 0,3 m/s. Kebutuhan oksigen dasar sungai sangat dipengaruhi oleh bakteri
dan jenis mikroorganisme yang hidup dalam perairan tersebut. Limbah penduduk
mengandung bakteri koli yang sangat tinggi bahkan ada yang sampai mencapai kelipatan
106. Tetapi untuk keadaan normal, sungai dengan laju aliran > 0,3 m/s, nilai KSOD
hampir tidak bermakna adanya, namun untuk sungai yang menggenang sampai waduk
atau juga danau menjadi semakin bermakna adanya (Yusuf, 2003).
6.1.3 Chemical Oxygen Demand (Kebutuhan Oksigen Secara Kimia)
Berdasarkan hasil analisa statistik diperoleh nilai Mean Relative Error dari
kalibrasi model COD sebesar 0,2227 (lihat lampiran). Hasil simulasi COD Sungai
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-6
Citarum Hulu dapat dilihat pada Gambar 6.5. Kalibrasi COD dilakukan dengan
mengubah koefisien urai COD dan koefisien pengendapan COD.
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Jarak (Km)
COD
(mg/
L)
COD ModelCOD Aktual
Gambar 6.5 Kalibrasi Model COD Sungai Citarum Hulu Tahun 2001.
Pada kalibrasi COD terdapat beberapa titik yang tidak mendekati konsentrasi
COD di lapangan (lihat Gambar 6.5). Hal ini dikarenakan ada beberapa koefisien
parameter kinetik lain yang belum teridentifikasi oleh Modqual, seperti koefisien laju
reaksi lambat CBOD, laju reaksi cepat CBOD, dan parameter kinetik lainnya seperti yang
terdapat pada QUAL2K (Chapra, 2003).
Konsentrasi COD maksimum berada pada titik 12 Km, tepatnya di daerah Sapan
sebesar 101,56 mg/L sedangkan konstentrasi COD minimum terdapat pada ruas
Wangisagara yang merupakan hulu sungai pemodelan kualitas air, yaitu sebesar 10 mg/L.
Berdasarkan literatur, rentang nilai koefisien urai COD berkisar antara 0,05 –
0,85 hari-1. Sedangkan koefisien pengendapan COD berkisar antara 0,0 – 1,5 hari-1
(Smits, 1987). Koefisien pengendapan COD sangat tergantung pada proses pengendapan
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-7
sedimen suspensi yang terkandung dalam air sungai. Dengan kecepatan ≤ 0,3 m/s
memungkinkan terjadinya pengendapan yang secara umum rentang nilai koefisien
pengendapan CODnya antara 0,05 – 0,6 hari-1. Karena hal ini terlihat masih mempunyai
fungsi relatif linier dan tidak akan mempengaruhi hasil akhir yang cukup berarti (Yusuf,
2003).
Dalam studi pemodelan ini nilai koefisien urai COD sama dengan koefisien
pengendapan COD yaitu 0,2 hari-1. Perubahan nilai koefisien urai COD dan koefisien
pengendapan COD tidak signifikan terhadap hasil simulasi model.
6.1.4 Dissolved Oxygen (Oksigen Terlarut)
Hasil simulasi oksigen terlarut yang telah dikalibrasi dapat dilihat pada Gambar
6.6. Berdasarkan hasil analisa statistik diperoleh nilai Mean Relative Error dari kalibrasi
model oksigen terlarut mencapai 0,8396 (lihat lampiran).
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Jarak (Km)
DO
(mg/
L)
DO ModelDO Aktual
Gambar 6.6 Kalibrasi Model Oksigen Terlarut Sungai Citarum Hulu Tahun 2001.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-8
Proses kalibrasi oksigen terlarut dilakukan dengan cara mengubah nilai koefisien
urai dan pengendapan BOD, koefisien urai dan pengendapan COD, koefisien reaerasi,
KSOD, laju nitrifikasi dan denitrifikasi. Selain itu juga, kadar DO dalam air dipengaruhi
oleh respirasi dan fotosintesis phytoplankton dan algae.
Koefisien reaerasi dipengaruhi oleh kedalaman, kecepatan aliran, kondisi
permukaan dan temperatur air. Berdasarkan data sekunder tahun 2001 dan simulasi
QUAL2K, diperoleh kecepatan aliran Sungai Citarum Hulu pada bulan Agustus tahun
2001 berkisar antara 0,2 – 0,62 m/s dengan kedalaman air berada diantara 0,26 – 2,67 m
(lihat Gambar 6.4 dan Gambar 6.7).
Berikut ini Gambar 6.7 yang menunjukkan kedalaman air Sungai Citarum Hulu
pada bulan Agustus tahun 2001.
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 Jarak (Km)
keda
lam
an a
ir su
ngai
(m)
Wangisagara(0.0 - 3.0)
Majalaya(3.0 - 9.0)
Koyod(9.0 - 12.0)
Sapan(12.0 - 15.3)
Cipamokolan(15.3 - 21.0)
Cijeruk(21.0 - 24.9)
Dayeuhkolot(24.9 - 27.3)
Cisirung(27.3 - 30.9)
Daraulin(36.9 - 42.6)
Nanjung(42.6 - 45.6)
Margahayu(30.9 - 36.3)
Gambar 6.7 Kedalaman Air Sungai Citarum Hulu Tahun 2001.
Berdasarkan kedalaman air Sungai Citarum Hulu dan penelitian terdahulu,
formula reaerasi yang digunakan untuk pemodelan Sungai Citarum Hulu adalah formula
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-9
O’Connor & Dobbins. Adapun nilai koefisien reaerasi pada penelitian ini berkisar antara
0,49 – 23,03 hari-1 (lihat Gambar 6.8). Berikut ini Gambar 6.8 yang menunjukkan nilai
koefisien reaerasi Sungai Citarum Hulu pada bulan Agustus tahun 2001.
0
5
10
15
20
25
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 Jarak (Km)
ka (/
hari)
Wangisagara(0.0 - 3.0)
Majalaya(3.0 - 9.0)
Koyod(9.0 - 12.0)
Sapan(12.0 - 15.3)
Cipamokolan(15.3 - 21.0)
Cijeruk(21.0 - 24.9)
Dayeuhkolot(24.9 - 27.3)
Cisirung(27.3 - 30.9)
Daraulin(36.9 - 42.6)
Nanjung(42.6 - 45.6)
Margahayu(30.9 - 36.3)
Gambar 6.8 Nilai Koefisien Reaerasi Sungai Citarum Hulu.
Proses nitrifikasi dalam Modqual terdiri dari dua langkah, yaitu nitrifikasi
ammonium dan nitrifikasi nitrit. Nitrifikasi ammonium adalah proses oksidasi ammonium
menjadi nitrit oleh bakteri nitrosomonas. Sedangkan nitrifikasi nitrit adalah proses
oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrobakter. Proses nitrifikasi dipengaruhi oleh
kecepatan aliran air sungai. Berdasarkan simulasi QUAL2K, kecepatan aliran air Sungai
Citarum Hulu untuk bulan Agustus tahun 2001 cukup besar, sehingga ada kemungkinan
tidak terjadi proses nitrifikasi dan denitrifikasi, namun untuk beberapa ruas sungai masih
dapat terjadi proses nitrifikasi dan denitrifikasi.
Berdasarkan hasil kalibrasi model DO, diperoleh nilai koefisien nitrifikasi
ammonium dan nitrit berkisar antara 0,0 – 1,5 hari-1, sedangkan laju denitrifikasi berkisar
antara 0,0 – 3,3 hari-1 (lihat Gambar 6.9). Laju nitrifikasi maksimum berada pada ruas
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-10
Dayeuhkolot sebesar 1,5 hari-1. Hal ini menunjukkan bahwa di ruas Dayeuhkolot masih
memiliki kadar DO yang cukup untuk melakukan proses nitrifikasi ammonium.
Sedangkan laju nitrifikasi nitrit maksimum berada pada ruas Koyod, dimana
kadar DO di ruas tersebut masih cukup tinggi, sehingga di ruas tersebut dapat
berlangsung nitrifikasi nitrit. Dan laju denitrifikasi maksimum berada pada ruas Cisirung
(27,3 – 30,9 Km), karena kadar DO di ruas tersebut sedikit dan kecepatan aliran air
sungainya cukup tinggi yaitu > 3 m/s. Berikut ini Gambar 6.9 yang menunjukkan nilai
koefisien laju nitrifikasi dan denitrifikasi untuk Sungai Citarum Hulu.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 Jarak (Km)
(1/h
ari)
Koef. Nitrifikasi NH4 Koef. Nitrifikasi NO2 Koef. Denitrifikasi
Wangisagara(0.00 - 3.00)
Majalaya(3.00 - 9.00)
Koyod(9.00 - 12.00)
Sapan(12.00 - 15.30)
Cipamokolan(15.30 - 21.00)
Cijeruk(21.00 - 24.90)
Dayeuhkolot(24.90 - 27.30)
Cisirung(27.30 - 30.90)
Margahayu(30.90 - 36.30)
Nanjung(42.60 - 45.60)
Daraulin(36.90 - 42.60)
Gambar 6.9 Nilai Koefisien Nitrifikasi dan Denitrifikasi Sungai Citarum Hulu.
Selain itu juga, kadar DO dipengaruhi juga oleh pertumbuhan dan kematian
phytoplankton. Kandungan phytoplankton dalam air Sungai Citarum Hulu di ruas
Wangisagara cukup tinggi, sehingga kadar DO di ruas Wangisagara cukup besar yaitu 7,5
mg/l, dan kadar DO mulai turun ke arah hilir, selain karena kadar BOD dan COD yang
semakin tinggi, juga disebabkan oleh kandungan phytoplankton dalam air sungai semakin
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-11
berkurang. Hal ini disebabkan karena laju rearasi yang semakin kecil dan konsentrasi
BOD dan COD yang semakin tinggi akibat beban yang masuk dari anak-anak Sungai
Citarum Hulu yang mengakibatkan berkurangnya phytoplankton dalam air sungai.
Berikut ini Gambar 6.10 yang menunjukkan kandungan phytoplankton dalam air Sungai
Citarum Hulu untuk tahun 2001.
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
7.0
8.0
9.0
10.0
11.0
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48 Jarak (Km)
phyt
opla
nkto
n (m
g/L)
Wangisagara(0.0 - 3.0)
Nanjung(42.6 - 45.6)
Majalaya(3.0 - 9.0)
Koyod(9.0 - 12.0)
Cipamokolan(15.3 - 21.0)
Margahayu(30.9 - 36.3)
Dayeuhkolot(24.9 - 27.3)
Sapan(12.0 - 15.3) Cijeruk
(21.0 - 24.9) Cisirung(27.3 - 30.9)
Daraulin(36.9 - 42.6)
Gambar 6.10 Kandungan Algae Sungai Citarum Hulu.
6.2 Validasi Model
Data kualitas air yang digunakan dalam proses validasi model diantaranya adalah
data musim peralihan pada bulan Mei dan November tahun 2002, musim kemarau pada
bulan Agustus tahun 2002 dan 2003, dan musim hujan pada bulan Januari 2004.
Penggunaan beberapa sheet data ini dilakukan untuk memperoleh hasil validasi yang
paling baik. Selain itu untuk membuktikan bahwa model yang telah dikalibrasi ini dapat
digunakan secara tepat untuk berbagai kondisi fluktuasi dari suatu kondisi.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-12
6.2.1 Debit Sungai
Untuk proses debit sungai dihitung dengan menggunakan data kualitas air tahun
2002 – 2003, dan data DRDDKA yang diasumsikan sebagai debit sungai tahun 2004.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metode statistik Chi Kuadrat (x2) didapat
nilai x2 dari validasi debit sungai dari masing-masing tahun (Tabel 6.1) :
Tabel 6.1 Nilai x2 Dari Validasi Debit SungaiRegression Statistics
Mei 2002
Agustus 2002
November 2002 Agustus 2003 Januari 2004
x2 9,203 10,991 91,677 18,902 0,662x2
0,95 (n – 1)
(Grafik x2) 14,067 12,592 12,592 12,592 9,488
Jumlah Data 8 7 7 7 5
Keterangan Valid, karena x2
0,95 (n – 1) > x2Valid, karena x2
0,95 (n – 1) > x2
Tidak valid, karenax2
0,95 (n – 1) < x2
Tidak valid, karena x2
0,95 (n – 1) < x2
Valid, karena x2
0,95 (n – 1) > x2
Sumber : Hasil Perhitungan.
Dari Tabel 6.1 terlihat nilai x2 yang paling kecil dicapai oleh data kualitas air
musim peralihan bulan Mei 2002 sebesar 9,203 dan musim hujan bulan Januari 2004
sebesar 0,662. Hasil validasi model debit sungai dapat dilihat pada Gambar 6.11 dan
Gambar 6.12.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00J arak (Km)
Q ModelQ Aktual
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-13
Gambar 6.11 Validasi Model Debit Sungai Citarum Hulu (Mei 2002).
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00J arak (Km)
Q ModelQ Aktual
Gambar 6.12 Validasi Model Debit Sungai Citarum Hulu (Januari 2004).
Proses validasi debit sungai sangat sulit dilakukan, karena model ini tidak dapat
digunakan pada saat debit di hulu sungai dalam keadaan 0 m3/s. Oleh karena itu validasi
debit sungai ini dilakukan dengan menggunakan beberapa data kualitas air yang berbeda
musimnya. Selain itu validasi debit sungai ini memerlukan data aktual sesuai dengan
travel time untuk Sungai Citarum Hulu. Debit yang terukur pada tahun 2002 – 2003
adalah debit Sungai Citarum Hulu yang diambil secara bulanan oleh BPLHD dan
dilakukan tidak sesuai dengan travel time yang berlaku.
Sedangkan debit pada tahun 2004 adalah DRDDKA yang telah dihitung
berdasarkan data hidrologi tahun 1973 – 2000, dimana DRDDKA menunjukkan
kemampuan suatu sumber air dalam menerima perlakuan untuk dimanfaatkan
semaksimal mungkin dengan tidak mengurangi fungsi peruntukkannya. Maksudnya
adalah debit ini menunjukkan debit tahunan dan musiman yang dimiliki oleh Sungai
Citarum Hulu, sehingga debit pada bulan Januari dianggap sama dengan debit sungai
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-14
pada musim hujan, karena musim hujan berdasarkan hasil penelitian PUSAIR terdahulu
berada pada bulan Januari – April (lihat Lampiran).
6.2.2 Parameter Kualitas Air Sungai
Parameter kualitas air yang divalidasi diantaranya adalah BOD, COD, DO dan
debit sungai. Untuk parameter BOD, COD, dan DO divalidasi dengan menggunakan data
kualitas air tahun 2002 – 2004.
Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan metode statistik Chi Kuadrat (x2)
didapat nilai x2 terkecil dari validasi model BOD dicapai saat menggunakan data kualitas
air musim peralihan bulan November tahun 2002 sebesar 6,339. Sedangkan nilai x2
terkecil dari validasi model DO diperoleh saat menggunakan data kualitas air musim
peralihan bulan Januari 2004 sebesar 0,235. Dan untuk parameter COD, nilai x2 terkecil
diperoleh saat menggunakan data kualitas air musim peralihan bulan Agustus 2002
sebesar 6,562 (lihat Gambar di lampiran).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model hidrolik, BOD, COD, dan DO
ini masih valid dan dapat digunakan untuk memprediksi kualitas air Sungai Citarum Hulu
untuk tahun 2005 dan 2010.
6.3 Prediksi Kualitas Air Sungai Tahun 2001, 2005, dan 2010 & Analisa
6.3.1 BOD, COD, dan DO
Pada penelitian ini, tidak dilakukan prediksi kualitas air Sungai Citarum Hulu
untuk musim kemarau, karena seperti yang terlihat pada data DRDDKA Sungai Citarum
Hulu (lihat Tabel 5.20), debit pada saat musim kemarau untuk hulu Wangisagara adalah 0
m3/s dan model ini tidak dapat digunakan untuk debit hulu sungai sebesar 0 m3/s.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-15
Berdasarkan hasil simulasi Modqual, kualitas air Sungai Citarum Hulu dari mulai
tahun 2001 – 2010 cenderung terus menurun. Seperti yang terlihat pada Gambar 6.16,
untuk tahun 2001, konsentrasi BOD dari mulai ruas Wangisagara – Majalaya (0,00 – 3,00
Km) masih memenuhi Stream Standar SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 tahun 2000
golongan B, C, D sebesar sebesar 6 mg/l. Karena beban pencemaran yang berasal dari
sektor penduduk, industri, pertanian, dan peternakan di ruas Wangisagara – Majalaya
(0,00 – 3,00 Km) masih kecil (lihat lampiran).
Sedangkan dari mulai ruas Majalaya – Nanjung (3,30 – 45,60 Km) sudah
melebihi Stream Standar, karena konsentrasinya sudah melebihi batas konsentrasi BOD
pada SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 tahun 2000 golongan B, C, D sebesar sebesar 6
mg/l. Hal ini disebabkan karena beban pencemaran di ruas Majalaya – Nanjung (3,30 –
45,60 Km) yang berasal dari sektor penduduk, industri, pertanian, dan peternakan cukup
tinggi, termasuk yang berasal dari anak-anak sungainya maupun dari saluran air buangan
IPAL Domestik Bojongsoang dan IPAL Cisirung.
Konsentrasi BOD untuk tahun 2005 dan 2010 dari mulai ruas Wangisagara –
Nanjung (0,00 – 45,06 Km) untuk musim peralihan sudah tercemar. Ini terlihat dari
konsentrasi BOD dari mulai Hulu Wangisagara (0,00 Km) sampai dengan Nanjung
(45,06 Km) sudah tidak Stream Standar SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 tahun 2000
golongan B, C, D sebesar sebesar 6 mg/l. Sedangkan pada musim hujan tahun 2005, dari
mulai ruas Wangisagara – Jolok (0,00 – 9,00 Km) dapat memenuhi Stream Standar,
karena konsentrasi BODnya di bawah 6 mg/L. Akan tetapi mulai ruas Jolok – Nanjung
(9,30 – 45,06 Km) masih belum memenuhi Stream Standar.
Musim Hujan tahun 2010, konsentrasi BOD dari ruas Wangisagara – Talun (0,00
– 1,20 Km) lebih dari 6 mg/L. Pada tahun 2010 di Wangisagara mengalami pencemaran,
ini dikarenakan jumlah penduduk pada tahun 2010 di Wangisagara bertambah. Akan
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-16
tetapi mulai dari ruas Talun – Jolok (1,50 – 9,00 Km) konsentrasi BOD sungai dapat
memenuhi Stream Standar, karena konsentrasi BODnya di bawah 6 mg/L. Pada saat
musim hujan di ruas Talun – Jolok, beban pencemaran BOD baik yang berasal dari sektor
penduduk, industri, dan peternakan mengalami penurunan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 6.13 berikut ini.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00
Jarak (Km)
BOD
(mg/
L)
BOD 2001 (M. Kemarau)
BOD 2005 (M. Peralihan)
BOD 2010 (M. Peralihan)
BOD 2005 (M. Hujan)
BOD 2010 (M. Hujan)
Gol (B,C,D)
Gambar 6.13 Konsentrasi BOD Sungai Citarum Hulu.
Dengan melihat Gambar 6.13, dapat diketahui tingkat pencemaran BOD yang
terjadi di Sungai Citarum Hulu. Tingkat pencemaran BOD paling parah berada pada
daerah Sapan pada jarak 12 Km untuk tahun 2001, dan jarak 12,30 Km pada musim
peralihan untuk tahun 2005 dan 2010. Pencemaran ini terjadi karena daerah Sapan
merupakan salah satu daerah penyebaran penduduk dan industri yang cukup tinggi
dibandingkan dengan daerah sebelum Sapan. Beban pencemaran yang masuk Sungai
Citarum Hulu berasal dari sektor penduduk, industri, peternakan dan pertanian. Berikut
ini Gambar 6.14 yang menunjukkan beban pencemaran yang masuk Sungai Citarum Hulu
yang berasal dari anak-anak Sungai Citarum Hulu.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-17
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
180.00
200.00
P enduduk 158.58 169.718 181.68Industri 113.8287265 127.867 147.8730517P eternakan 16.030 17.370 19.207
2001 2005 2010
Gambar 6.14 Beban Pencemaran BOD Sungai Citarum Hulu
Beban pencemaran BOD dari ketiga sektor, yaitu penduduk, industri, dan
peternakan dari tahun 2001 – 2010 semakin meningkat, khususnya beban pencemaran
BOD yang berasal dari sektor penduduk sampai mencapai 181,68 ton BOD/hari. Beban
pencemaran BOD dari sektor penduduk dan peternakan terus meningkat sesuai dengan
laju pertumbuhan penduduk dan masing-masing hewan ternak seperti sapi, kerbau, kuda,
kambing, domba, ayam dan itik setiap tahunnya (lihat Bab IV, V dan lampiran). Dan
beban pencemaran dari sektor industri meningkat sebesar 2,95% per tahun, sehingga
untuk tahun 2010 beban pencemaran BOD dari industri meningkat sebesar 147,87 ton
BOD/hari.
Sedangkan untuk beban pencemaran BOD, total Nitrogen dan total Phosphor dari
sektor pertanian dianggap sama dengan beban pencemaran pada tahun 2000 seperti yang
terlihat pada Gambar 6.15 berikut ini.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-18
0.00010.00020.00030.00040.00050.00060.00070.00080.00090.000
100.000
BOD 49.689Total N 92.016Total P 46.010
Beban Pencemaran Pertanian
Gambar 6.15 Beban Pencemaran Sektor Pertanian Sungai Citarum Hulu.
Berdasarkan hasil simulasi, konsentrasi COD tidak begitu memprihatinkan
seperti konsentrasi BOD. Seperti yang terlihat pada Gambar 6.16, konsentrasi COD dari
mulai tahun 2001 – 2005 mengalami penurunan sebesar 35,16%, dan dari tahun 2005 –
2010 mengalami kenaikan konsentrasi CODnya sebesar 1,42% (lihat lampiran). Hal ini
disebabkan karena beban pencemaran COD dalam model ini hanya berasal dari sektor
penduduk saja. Beban pencemaran COD yang berasal dari sektor industri dianggap tidak
begitu tinggi, selain itu juga karena emisi beban pencemaran COD dari sektor industri,
sektor pertanian, dan sektor peternakan belum diketahui besarannya, sehingga beban
pencemaran COD dari limbah pertanian dan peternakan dianggap tidak ada.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-19
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00Jarak (Km)
BOD
(mg/
L)
COD 2005 (M. Peralihan)
COD 2010 (M. Peralihan)
COD 2005 (M. Hujan)
COD 2010 (M. Hujan)
Gol (B,C,D)
Gambar 6.16 Konsentrasi COD Sungai Citarum Hulu.
Berdasarkan Gambar 6.16, dapat diketahui konsentrasi COD untuk tahun 2001
hampir semuanya berada dalam Stream Standar, namun mulai dari ruas Jolok – Cibisoro
(9,90 – 17,70 Km) mengalami pencemaran. Ini terlihat dari konsentrasi COD yang
meelebihi Stream Standar SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 tahun 2000 golongan B, C, D
sebesar sebesar 50 mg/l. Daerah Jolok – Cibisoro merupakan salah satu daerah padat
penduduk yang berpotensi menimbulkan beban pencemaran COD yang cukup tinggi.
Akan tetapi pada saat musim hujan tahun 2005 dan 2010, konsentrasi COD sungai dapat
memenuhi Stream Standar. Ini membuktikan bahwa air hujan mempu mempurifikasi zat
pencemar dalam air sungai.
Konsentrasi DO Sungai Citarum Hulu tidak dapat diprediksi secara tepat namun
kadarnya dapat dilihat dari segi kualitas BOD dan CODnya. Prediksi konsentrasi DO
dalam Sungai Citarum Hulu tidak dapat diprediksi secara tepat, karena emisi beban
pencemaran untuk DO tidak ada, selain itu parameter oksigen terlarut (DO) merupakan
parameter yang menunjukkan perubahan kesegaran air sebagai akibat dari pencemaran
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-20
organik. Berdasarkan hasil simulasi diatas yang menunjukkan kadar BOD dan COD
Sungai Citarum Hulu dari mulai tahun 2001 – 2010 yang semakin tercemar, maka dapat
disimpulkan kadar DO dalam air Sungai Citarum Hulu tersebut tidak jauh berbeda
dengan kadar DO pada tahun 2001 (lihat Gambar 6.17). Berikut ini Gambar 6.17 yang
menunjukkan konsentrasi DO Sungai Citarum Hulu.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
40.00
45.00
50.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00J arak (Km)
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
BOD 2001 DO 2001
Gambar 6.17 Perbandingan Konsentrasi BOD dengan DO Sungai Citarum Hulu.
Tingkat kesegaran Sungai Citarum Hulu dari mulai ruas Wangisagara – Majalaya
(0,00 – 3,60 Km) masih baik, yaitu antara 6,01 – 7,50 mg/l, hal ini menunjukkan pada
ruas daerah tersebut belum mengalami pencemaran air. Ruas Majalaya – Jolok (3,90 –
9,30 Km) sudah mulai menurun dari 5,77 – 3,00 mg/l, karena sudah mulai tercemar oleh
limbah penduduk dan industri. Dan dari mulai ruas Jolok (9,60 – 45,60 Km), kesegaran
airnya semakin terancam dan semakin memburuk ke arah hilir Nanjung, walaupun pada
beberapa titik mengalami perbaikan kualitas DO sungai, namun tidak sebaik di daerah
hulu Wangisagara kualitas DOnya. Karena dari ruas Jolok – Nanjung sudah banyak sekali
beban pencemaran yang masuk Sungai Citarum Hulu yang berasal dari anak-anak Sungai
Citarum Hulu (lihat Gambar 6.14 & 6.15).
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-21
6.4 Strategi Pengendalian Pencemaran Air Tahun 2010
Berdasarkan hasil simulasi tahun 2001 – 2010, maka dapat disimpulkan bahwa
parameter kualitas air yang paling mengkhwatirkan kondisinya adalah kadar BOD. Beban
pencemaran BOD yang masuk Sungai Citarum Hulu sangat besar khususnya yang berasal
dari sektor penduduk dan industri. Oleh karena itu, sebagai salah satu upaya untuk
mengendalikan pencemaran BOD yang terjadi di Sungai Citarum Hulu, maka peneliti
mencoba membuat skenario pengembangan wilayah DAS Citarum Hulu untuk tahun
2010 dengan 3 skenario yang berbeda (lihat Bab IV dan Bab V).
Dari hasil simulasi Modqual dengan menggunakan 3 skenario yang berbeda,
maka konsentrasi BOD Sungai Citarum Hulu untuk ruas Jolok – Nanjung belum dapat
memenuhi Stream Standar SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 tahun 2000 golongan B, C,
D sebesar 12 mg/l baik pada saat musim peralihan maupun hujan. Pada saat musim hujan
sebagian daerah dapat memenuhi Golongan B, C, dan D pada SK. Gubernur No. 39 tahun
2000 sebesar 6 mg/l. Ruas daerah tersebut dimulai dari Wangisagara (0,0 Km) sampai
Jolok (9,30 Km), Sapan (15,90 Km) sampai Cibisoro (17,40).
Berdasarkan skenario 1, pada ruas Nanjung konsentrasi BOD sungai masih di
atas golongan B, C, dan D SK. Gubernur No. 39 tahun 2000. Hal ini disebabkan karena
semua ruas sungai masih memiliki beban pencemaran yang masih cukup tinggi yang
berasal dari sektor penduduk (lihat lampiran).
Sedangkan untuk skenario 2 dan 3, nampak jelas terlihat konsentrasi BOD sungai
dapat memenuhi Stream Standar SK. Gubernur No. 29 tahun 2000 golongan B, C, dan D
untuk beberapa ruas daerah, sedangkan untuk sebagian daerah lainnya belum dapat
memenuhi Stream Standar. Faktor utama yang menyebabkan pencemaran yang cukup
parah ini adalah limbah penduduk masih yang tinggi. Satu-satunya cara untuk memenuhi
Stream Standar adalah dengan mengolah seluruh limbah domestik (penduduk) sebelum
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-22
dibuang ke sungai, namun hal ini sulit dilakukan. Karena seperti yang kita ketahui
mengatur masyarakat untuk perduli terhadap lingkungan sekitar sangatlah sulit. Berikut
ini Gambar 6.18 yang menunjukkan konsentrasi BOD Sungai Citarum Hulu pada saat
musim peralihan.
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00Jarak (Km)
BOD
(mg/
L)
BOD 2010
BOD 2010 (Skenario I)
BOD 2010 (Skenario II)
BOD 2010 (Skenario III)
Gol (B,C,D)
Gambar 6.18 Konsentrasi BOD Sungai Citarum Hulu Musim Peralihan.
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00Jarak (Km)
BO
D (m
g/L)
BOD TanpaSkenario
BOD Skenario 1
BOD Skenario 2
BOD Skenario 3
Gol (B,C,D)
Gambar 6.19 Konsentrasi BOD Sungai Citarum Hulu Musim Hujan.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-23
Dari Gambar 6.19 terlihat dengan jelas bahwa skenario 2 lebih baik dari skenario
3. Karena beban pencemaran incremen untuk beberapa ruas dan yang berasal dari anak-
anak sungainya dan saluran buangan IPAL Domestik Bojongsoang dan IPAL Cisirung
dalam skenario 2 lebih kecil dari beban pencemaran incremen untuk beberapa ruas dan
yang berasal dari anak-anak sungainya dan saluran buangan IPAL Domestik
Bojongsoang dan IPAL Cisirung pada skenario 3.
Dari Gambar 6.18 dan Gambar 6.19, terlihat dengan jelas konsentrasi BOD di
Sungai Citarum Hulu untuk beberapa ruas sungai dapat diturunkan pada saat musim
hujan. Hal ini menunjukkan bahwa air hujan mampu mempurifikasi kualitas air sungai
dengan cukup baik. Namun untuk musim peralihan dan kemarau, Sungai Citarum Hulu
sendiri yang sudah tidak dapat melakukan proses purifikasi, dengan kata lain bahwa
Sungai Citarum Hulu sudah tidak mampu menampung beban pencemaran yang masuk ke
dalamnya. Karena beban pencemarannya sudah melebihi beban pencemaran daya
tampung Sungai Citarum Hulu.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan oleh PUSAIR dan instansi-
instansi pengairan lainnya, debit ketersediaan air lingkungan dan kebutuhan air pengencer
alami Sungai Citarum Hulu sangat diperlukan dalam mempurifikasi kualitas air sungai,
oleh karena itu agar supaya sungai mampu mempurifikasi beban pencemaran yang masuk
sungai, maka perlu dilakukannya relokasi melalui konservasi lahan, namun hal ini
memerlukan waktu yang panjang sehingga perlu dibuat suatu konsep strategi
pengendalian pencemaran air jangka panjang yang berupa action plan yang harus
dilaksanakan oleh berbagai instansi lingkungan dengan suatu komitmen yang tinggi untuk
menuju “ Citarum Bersih Geulis Lestari “.
Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya lain yang dapat membantu
mengendalikan pencemaran air yang terjadi di Sungai Citarum Hulu dengan cara
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-24
menyusun strategi pengendalian pencemaran air Sungai Citarum Hulu seperti yang telah
dirancang oleh BPLHD – PUSAIR pada Tabel 6.2 berikut ini.
Tabel 6.2 Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Citarum Hulu.No. Ruas Sungai Strategi Kegiatan
1 Majalaya - Cijeruk Meningkatkan pengendalian pencemaran limbah penduduk dan industri
Pengolahan limbah penduduk Kota Majalaya, Ciparay, Cicalengka, Rancaekek, Cileunyi, Komplek Perguruan Tinggi, Bandung Timur dan Komplek Perumahan.
Pengolahan air limbah gabungan setelah IPAL industri di Majalaya, Rancaekek dan Gegebage.
Pengolahan sampah dan reuse sampah untuk pupuk, industri plastik, industri kertas dll.
Memperketat baku mutu limbah cair
Meningkatkan efisiensi pengolahan air limbah di daerah Majalaya, Rancaekek dan Gedebage.
Melaksanakan Reuse/Recycling air limbah untuk proses produksi.
Mengevaluasi secara berkala baku mutu limbah cair.
Meningkatkan pengawasan Pengendalian Pencemaran air
Tidak memberikan ijin pembangunan industri baru, perluasa dan penambahan unit produksi yang menghasilkan air limbah.
Memperketat ijin pengambilan air (air tanah, air permukaan) dan ijin pembuangan limbah cair.
Melaksanakan pengawasan harian terhadap industri oleh Pemerintah Kab. Bandung, Sumedang dan Kota Bandung.
2 Cijeruk - Daraulin Meningkatkan pengendalian pencemaran limbah penduduk dan industri
Pengolahan limbah penduduk Kota Bandung, Banjaran dan Komplek Perumahan.
Pengolahan air limbah gabungan setelah IPAL industri di daerah Banjaran, Katapang, dan Bandung Barat.
Pengolahan sampah dan reuse sampah untuk pupuk, industri plastik, industri kertas dll.
Memperketat baku mutu limbah cair
Meningkatkan efisiensi pengolahan air limbah di daerah Banjaran, Katapang dan Bandung Barat.
Melaksanakan Reuse/Recycling air limbah untuk proses produksi.
Mengevaluasi secara berkala baku mutu limbah cair.
Meningkatkan pengawasan Tidak memberikan ijin pembangunan
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Lanjutan Tabel 6.5 Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Citarum Hulu.
Besambung…
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-25
No. Ruas Sungai Strategi Kegiatan
Pengendalian Pencemaran air industri baru, perluasa dan penambahan unit produksi yang menghasilkan air limbah.
Memperketat ijin pengambilan air (air tanah, air permukaan) dan ijin pembuangan limbah cair.
Melaksanakan pengawasan harian terhadap industri oleh Pemerintah Kab. Bandung, Sumedang dan Kota Bandung.
3 Daraulin - Nanjung Meningkatkan pengendalian pencemaran limbah penduduk dan industri
Pengolahan limbah penduduk Kota Cimahi, Soreang dan Komplek Perumahan.
Pengolahan air limbah industri di daerah industri Cimahi Selatan.
Pengolahan sampah dan reuse sampah untuk pupuk, industri plastik, industri kertas dll.
Memperketat baku mutu limbah cair
Tidak memberikan ijin pembangunan industri baru, perluasa dan penambahan unit produksi yang menghasilkan air limbah.
Memperketat ijin pengambilan air (air tanah, air permukaan) dan ijin pembuangan limbah cair.
Melaksanakan pengawasan harian terhadap industri oleh Pemerintah Kab. Bandung dan Kota Cimahi.
Meningkatkan pengawasan Pengendalian Pencemaran air
Tidak memberikan ijin pembangunan industri baru, perluasa dan penambahan unit produksi yang menghasilkan air limbah.
Memperketat ijin pengambilan air (air tanah, air permukaan) dan ijin pembuangan limbah cair.
Melaksanakan pengawasan harian terhadap industri oleh Pemerintah Kab. Bandung dan Kota Cimahi.
Sumber : BPLHD, 2001.
Berdasarkan tabel 6.2 di atas, khusus untuk point “ memperketat baku mutu
limbah cair “, sebaiknya pemerintah tidak hanya memperketat baku mutu limbah cairnya
saja akan tetapi pengawasan secara ketat terhadap pembuangan limbah cair industri
setelah diolah pun harus dilakukan. Karena memperketat peraturan saja tidaklah cukup
untuk bisa mengurangi beban pencemaran yang masuk Sungai Citarum Hulu.
Berdasarkan hasil penelitian ini, walaupun telah dilakukan pengolahan terlebih
dahulu terhadap limbah penduduk dengan menggunakan tangki septik dan IPAL
Laporan Tugas Akhir TL Unpas
Hasil Simulasi Modqual & Pembahasan VI-26
Domestik untuk beberapa ruas daerah, hasilnya tidak dapat memenuhi Stream Standar
SK. Gubernur Jawa Barat No. 39 Tahun 2000. Karena beban pencemaran yang berasal
dari sektor penduduk di daerah aliran Sungai Citarum Hulu masih cukup tinggi.
Laporan Tugas Akhir TL Unpas