BAB I tht.docx

23
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk kepentingan klinis faring dibagi menjadi 3 bagian utama: nasofaring, orofaring dan laringofaring atau hipofaring. Nasofaring, bagian dari faring yang terletak di atas palatum mole, orofaring yaitu bagian yang terletak diantara palatum mole dan tulang hyoid dan laryngofaring yang meluas dari tulang hyoid sampai ke batas bawah kartilago krikoid. Orofaring termasuk cincin jaringan limfoid yang sirkumferensial disebut cincin Waldeyer. Termasuk didalamnya adenoid (tonsila faringeal), tonsila palatine atau fausial, tonsila lingual, dan tonsil tuba (gerlach’s tonsil). Semuanya mempunyai struktur dasar yang sama: massa limfoid ditunjang oleh kerangka retinakulum jaringan penyambung. Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting dalam cincin waldeyer dari jaringan limfoid, yang mengelilingi faring. Unsur lain yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan kelenjar- kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa rosanmuller, dibawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius (tonsil gerlach’s). Cincin Waldeyer ikut berperan dalam reaksi imunologi dalam tubuh (tidak berhubungan dengan timus, atau dikenal sebagai sel B). Hubungan tersebut sangat penting

Transcript of BAB I tht.docx

Page 1: BAB I tht.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk kepentingan klinis faring dibagi menjadi 3 bagian utama: nasofaring, orofaring dan

laringofaring atau hipofaring. Nasofaring, bagian dari faring yang terletak di atas palatum

mole, orofaring yaitu bagian yang terletak diantara palatum mole dan tulang hyoid dan

laryngofaring yang meluas dari tulang hyoid sampai ke batas bawah kartilago krikoid.

Orofaring termasuk cincin jaringan limfoid yang sirkumferensial disebut cincin

Waldeyer. Termasuk didalamnya adenoid (tonsila faringeal), tonsila palatine atau fausial,

tonsila lingual, dan tonsil tuba (gerlach’s tonsil). Semuanya mempunyai struktur dasar

yang sama: massa limfoid ditunjang oleh kerangka retinakulum jaringan penyambung.

Tonsil dan adenoid merupakan bagian terpenting dalam cincin waldeyer dari jaringan

limfoid, yang mengelilingi faring. Unsur lain yaitu tonsil lingual, pita lateral faring dan

kelenjar- kelenjar limfoid yang tersebar dalam fossa rosanmuller, dibawah mukosa

dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius (tonsil gerlach’s). Cincin

Waldeyer ikut berperan dalam reaksi imunologi dalam tubuh (tidak berhubungan dengan

timus, atau dikenal sebagai sel B). Hubungan tersebut sangat penting dalam beberapa

tahun pertama kehidupan. Tonsil juga merupakan bagian dari MALT (Mucosa

Associated Lympoid Tissue), sekurang-kurangnya 50% dari seluruh limfosit jaringan

berhubungan dengan permukaan mukosa, menekankan bahwa ini adalah tempat utama

masuknya benda asing. Agregat limfoid tampak menonjol pada lokasi yang rawan ini

(tonsil dan adenoid).

AdenoTonsilo Kronik (ATK) cukup sering terjadi terutama pada kelompok usia antara 5

sampai 10 tahun. Pembesaran adenoid meningkat secara cepat setelah lahir dan mencapai

ukuran maksimum pada saat usia 4 – 6 tahun kemudian menetap sampai usia 8 sampai 9

tahun dan setelah usia 14 tahun bertahap mengalami involusi / regresi.

Page 2: BAB I tht.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Tonsil

A. Tonsil Palatina

Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada

dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa

dan permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannya tampak

berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam “Cryptae Tonsillares” yang berjumlah 6-

20 kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil

dalam. Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut

“Capsula” tonsilla palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis.

Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah :

1. Anterior : arcus palatoglossus

2. Posterior : arcus palatopharyngeus

3. Superior : palatum mole

4. Inferior : 1/3 posterior lidah

5. Medial : ruang orofaring

6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh jaringan areolar.

Arteri carotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsila.

Vaskularisasi tonsil diperoleh Arteri terutama masuk melalui polus caudalis, tapi juga

bisa melalui polus cranialis. Melalui polus caudalis : rr. tonsillaris a. dorsalis linguae, a.

Page 3: BAB I tht.docx

palatina ascendens dan a. facialis. Melalui polus cranialis : rr. tonsillaris a. pharyngica

ascendens dan a. palatina minor. Semua cabang-cabang tersebut merupakan cabang dari

a. carotis eksterna. Darah venous dari tonsil terutama dibawa oleh r. tonsillaris v.

lingualis dan di sekitar kapsula tonsillaris membentuk pleksus venosus yang mempunyai

hubungan dengan pleksus pharyngealis. Vena paratonsillaris dari palatum mole menuju

ke bawah lewat pada bagian atas tonsillar bed untuk menuangkan isinya ke dalam pleksus

pharyngealis.

Cairan limfe dituangkan ke lnn. submaxillaris, lnn. cervicalis superficialis dan sebagian

besar ke lnn. cervicalis profundus superior terutama pada limfonodi yang terdapat di

dorsal

angulus mandibular (lnn. tonsillaris). Nodus paling penting pada kelompok ini adalah

nodus jugulodigastricus yang terletak di bawah dan belakang angulus mandibulae.

Gambar Anatomi Tonsil Palatina

B. Adenoid

Adenoid / tonsila faringea adalah jaringan limfoepitelial berbentuk triangular yang

terletak pada aspek posterior nasofaring. Adenoid terletak pada dinding posterior

nasofaring, berbatasan dengan kavum nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior,

kompleks tuba eustachius-telinga tengah-kavum mastoid pada bagain lateral. Adenoid

tidak memiliki kriptus.

Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal, beberapa

cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis. Inervasi sensible merupakan

cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. Anatomi mikro dan makroskopik dari adenoid

menggambarkan fungsinya dan perbedaannya dengan tonsila palatine. Adenoid adalah

organ limfoid yang mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang dalam, hanya terdiri

beberapa kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki jumlah kripte lebih

banyak.

Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan

Page 4: BAB I tht.docx

mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.

Gambar anatomi adenoid

C. Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa initerdapat foramen sekum

pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata.Gambar anatomi tonsil

lingual

Page 5: BAB I tht.docx

D. Tonsil Tuba Eusthacius

Tonsil ini terletak dekat dengan torus tubarius sehingga dinamakan tonsil tuba. Gambar

anatomi tonsil

2.2 Fisiologi

Tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran napas dan saluran

Page 6: BAB I tht.docx

pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Tonsil merupakan organ limfatik

sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah

disensitisasi. Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan

bahan asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel

limfosit T dengan antigen spesifik . Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap

bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi

sistem imun untuk memproduksi antibodi untuk membantu melawan infeksi. Tonsil tidak

selalu mengisi seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai

fossa supratonsilar. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang di dalamnya terdapat sel

limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada

orang dewasa. Proporsi limfosit B danT padatonsil adalah 50%:50%, sedangkan di darah

55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat system imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel

membran), makrofag, sel dendrit dan antigen presenting cells) yang berperan dalam

proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi APCs (sintesis

immunoglobulin spesifik). Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel

pembawa Ig G.

2.3 Histologi

A. Tonsil Palatina

Permukaan tonsila palatina yang dilapisi mukosa terdiri dari epitel berlapis pipih yang

mempunyai daya tahan yang lebih baik daripada jenis epitel yang lain dimana mukosa

tonsila palatina ini selalu mendapat gesekan dalam tubuh sehingga memerlukan

perlindungan yang lebih baik agar lebih tahan terhadap trauma.Kripte pada tonsila

palatina dalam dan bercabang-cabang dan terdapat kripte dalam jumlah yang banyak.

Pada kripte ini bermuara kelenjar-kelenjar submukosa yang terdapat di sekitar tonsil.

B. Adenoid

Secara histologis, adenoid tersusun atas 3 jenis epitel pada permukaannya: epitel

kolumnar bertingkat dengan silia, epitel berlapis skuamous dan epitel transisional. Infeksi

kronik atau pembesaran adenoid cenderung akibat peningkatan proporsi epitel berlapis

Page 7: BAB I tht.docx

skuamous (aktif untuk proses antigen) dan berkurangnya epitel respirasi (aktif untuk

klirens mukosilier).

2.4 Definisi Adenotonsilitis

Adenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan adenoid.

Ciri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik.

Adenoiditis adalah kondisi medis dimana terjadi peradangan pada adenoid yang biasanya

disebabkan sering terpapar kuman akibat infeksi kronis atau rekuren pada saluran

pernafasan atas karena letak adenoid tepat di dinding belakang nasofaring. Adenoiditis

berulang akan menyebabkan hipertrofi adenoid.

Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya menahun.

Tonsilitis kronis dapat berasal dari tonsilitis akut yang dibiarkan saja atau karena

pengobatan yang tidak sempurna, dapat juga karena penyebaran infeksi dari tempat lain,

misalnya karena adanya sekret dari infeksi di sinus dan di hidung (sinusistis kronis dan

rhinitis kronik), atau karies gigi. Tonsilitis kronis secara umum diartikan sebagai infeksi

atau inflamasi pada tonsil palatina lebih dari tiga bulan.

Page 8: BAB I tht.docx

2.5 Etiologi Adenotonsilitis Kronis

Etiologi pembesaran adenoid dapat di ringkas menjadi dua yaitu secara fisiologis dan

faktor infeksi. Secara fisiologis adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya

yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menimbulkan

gejala.

Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis yang berulang kali antara usia 4-14 tahun.

Risiko terjangkitnya adenoiditis meningkat bila menderita infeksi hidung dan infeksi

tenggorokan. Penyebab adenoiditis adalah infeksi virus dan infeksi bakteri.

Etiologi untuk tonsillitis kronis dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis

akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat

terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada

umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling banyak

ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus β hemolyticus. Beberapa jenis

bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus

influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob. Meskipun tonsilitis kronis dapat disebabkan

berbagai bakteri namun streptococcus β hemolyticus group A perlu mendapatkan

perhatian yang lebih besar karena dapat menyebabkan komplikasi yang serius

diantaranya demam rematik, penyakit jantung rematik, penyakit sendi rematik dan

glomerulonefritis

2.6 Patogenesis Adenotonsilitis

Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding posterior dan

nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh, dalam hal ini

apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju ke nasofaring. Apabila sering

terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama akan membesar karena sebagai

kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi adenoid. Faktor predisposisi untuk

adenoiditis kronik adalah sering terjadinya infeksi saluran nafas bagian atas, yang dapat

menimbulkan sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius.

Page 9: BAB I tht.docx

Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus atau antigen makanan

memasuki nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen adenoid

pertama sebagai barier imunologis. Kemudian akan diabsorbsi secara selektif oleh

makrofag, sel HLA dan sel M dari tepi adenoid. Antigen selanjutnya diangkut dan

dipresentasikan ke sel T pada area ekstra folikuler dan ke sel B pada sentrum

germinativum oleh follicular dendritic cells (FDC).

Pada tonsillitis kronis karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan

limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid terkikis, sehingga

pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti jaringan parut. Jaringan ini akan

mengerut

sehingga kripte pada tonsil akan melebar. Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh

detritus (epitel mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa

eksudat berwarna kekuning-kuningan). Prosis ini meluas hingga menembus kapsul dan

akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsil. Pada anak proses ini

dapat terjadi disertai pembesaran kelenjar submandibular. Faktor predisposisi timbulnya

tonsillitis kronis adalah rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,

hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsiltis akut

yang tidak adekuat.

Infeksi virus dengan infeksi sekunder bakteri merupakan salah satu mekanisme terjadinya

ATK. Adenoid dan tonsil dapat mengalami pembesaran yang disebebkan karena proses

hipertrofi sel akibat respon terhadap infeksi tersebut. Faktor lain yang berpengaruh adalah

lingkungan, faktor inang (alergi), penggunaan antibiotika yang tidak adekuat,

pertimbangan ekologis, dan diet. Infeksi dan hilangnya keutuhan epitel kripte

menyebabkan kriptitis dan obstruksi kripte, lalu menimbulkan stasis debris kripte dan

persistensi antigen, bakteri pada tonsil dapat berlipat – lipat jumlahnya, menetap dan

menjadi infeksi kronik.

2.7 Manifestasi Klinik

Gejala dan tanda yang dapat terjadi sebagai gambaran klinik ATK diantaranya adalah

Page 10: BAB I tht.docx

anak sering demam, terutama demam yang disertai pilek dan batuk, sering sakit kepala,

lesu, mudah mengantuk, tenggorok sering berdahak, tenggorok terasa kering, rasa mual

terutama waktu gosok gigi, suara sengau, “ngorok”, gangguan bernafas terutama waktu

tidur terlentang, nafas bau, sering “seret” bila makan, sering batuk, pendengaran terasa

tidak enak, nafsu makan berkurang, prestasi belajar menurun, fascies adenoid yaitu

apabila sumbatan berlangsung bertahun – tahun, akibat sumbatan koana, pasien akan

bernafas melalui mulut sehingga terjadi a) fasies adenoid yaitu hidung tampak kecil, gigi

insisivus ke depan, arkus faring tinggi yang menyebabkan kesan wajah pasien seperti

orang bodoh, b) faringitis dan bronkitis, c) gangguan ventilasi dan dreinase sinus

paranasal sehingga menimbulkan sinusitis kronik.

Pada pemeriksaan didapatkan bagian anterior hiperemis, tonsil membesar (hipertrofi),

kripte melebar, detritus (+) bila tonsil ditekan dan pembesaran kelenjar limfe subangulus

mandibula. Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan vellum

palatum mole pada waktu fonasi, pemeriksaan rinoskopi posterior, pemeriksaan digital

untuk meraba adanya adenoid dan pemeriksaan radiologik dengan membuat foto lateral

kepala.

Perbedaan Tonsilitis akut, eksaserbasi akut dan kronis.

1. Tonsilitis Akut

a. Hiperemis dan edema

b. Kripte tidak melebar

c. Detritus dapat ada

d. Tidak ada perlengketan

2. Tonsilitis kronis eksaserbasi akut

a. Hiperemis dan edema

b. Kripte melebar

c. Detritus (+)

d. Perlengketan (+)

3. Tonsillitis kronis

a. Membesar/mengecil namun tidak hiperemis

Page 11: BAB I tht.docx

b. Kripte melebar

c. Detritus tidak ada

d. Perlengketan (+)

Standar klasifikasi derajat pembesaran tonsil dibuatkan berdasarkan rasio tonsil terhadap

orofaring (dari sisi medial ke lateral) diantara pilar anterior, yaitu:

o T0:  tonsil sudah diangkat

o T1:  <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

o T2:  25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

o T3:  50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

o T4:  >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring

2.8 Diagnosis Adenotonsilitis Kronis

Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsilitis berulang berupa

nyeri tenggorok yang berulang atau menetap, rasa yang mengganjal pada tenggorok, rasa

kering pada tenggorok, napas berbau, iritasi pada tenggorok, dan obstruksi pada saluran

napas yang paling sering disebabkan oleh adenoid yang hipertrofi. Gejala-gejala

konstitusi dapat ditemukan seperti demam, namun tidak signifikan. Pada anak dapat

ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfa submandibular.

Pada pemeriksaan fisik adenoid dan tonsillitis dapat menggunakan pemeriksaan

Rinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya gerakan palatum mole pada waktu fonasi

dan pemeriksaan fenomena palatum untuk melihat pembesaran adenoid. Sedangkan

untuk

2.9 Diagnosis Banding

1. Tonsilitis difteriDisebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Tonsilitis difteri

sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi

pada usia 5 tahun. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan

suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, nyeri menelan dan

Page 12: BAB I tht.docx

pada pemeriksaan terdapat bercak putih kotor yang makin lama makin meluas pada

tonsil.

2. FaringitisFaringitis merupakan peradangan dinding laring yang dapat disebabkan

oleh virus, bakteri, alergi, trauma dan toksin. Gejala klinis secara umum berupa

demam, nyeri tenggorok, sulit menelan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan tampak

tonsil membesar, faring dan tonsil tampak hiperemis dan terdapat eksudat di

permukaannya, dan beberapa hari timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.

Terdapat pembesaran kelenjar limfa, kenyal dan nyeri tekan.tonsillitis dapat secara

inspeksi menggunakan tongue spatel, sehingga dapat melihat kondisi akut/kronis

serta derajat pembesaran tonsil.

3. Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseremembranosa)Penyebab penyakit ini

adalah bakteri spirochaeta atau triponema. Gejala klinis berupa demam, nyeri kepala,

badan lemah rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada

pemeriksaan tampak mukosa dan faring hiperemis, membrane putih keabuan diatas

tonsil, uvula, dinding faring, gusi srta prosesus alveolaris, mulut berbau, dan

pembesaran kelenjar submandibular.

2.10 Penatalaksanaan

Pada hipertrofi adenoid dilakukan tindakan bedah adenoidektomi dengan cara kuretase

memakai alat khusus (adenotom). Kontraindikasi operasi adalah celah palatum atau

insufisiensi palatum karena operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta.Indikasi

adenoidektomi:

1. Sumbatan: sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut, sleep apnea,

gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan gigi

(adenoid face ).

2. Infeksi: adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/kronik, otitis media

akut berulang.

3. Kecurigaan neoplasma jinak / ganas.

Page 13: BAB I tht.docx

Teknik adenoidektomi terbagi atas dua cara yaitu :

1. Eksisi melalui mulut

merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di keluarkan melalui

mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan suatu alat dan menarik langit-

langit mulut. Suatu cermin digunakan untuk melihat adenoid karena adenoid

terletak pada rongga hidung bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa

instrumen dapat dimasukkan.

a. Cold Surgical Technique:• Curette adenoid : Merupakan patokan dan metode

konvensional yang sukses dilakukan. Alat adenoid currete mempunyai sisi yang

tajam dan bengkok. Untuk mengangkat adenoid digunakan mata pisau yang tajam

setelah terlebih dahulu memposisikan nasofaring. Perdarahan dapat dikontrol

dengan elektrocauter. • Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan

menggunakan satu instrumen bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan di

atas adenoid kumudian celah itu ditutup dan pisau bedah mengangkat adenoid.•

Magill Forceps : Adalah suatu instrumen yang berbentuk bengkok yang

digunakan untuk mencabut jaringan sisa pada adenoid.

b. Elektrocauter dengan suction bovie : Teknik kedua dengan menggunakan

elektrocauter dengan suatu suction bovie yang berfungsi untuk mencabut jaringan

adenoid.

c. Surgical microdebrider : Ahli bedah lain sudah menggunakan metode

microdebrider, sebagian orang menganggapnya lebih efektif. Perdarahan pasti

terjadi pada pengangkatan tetapi sebagian besar dilaporkan perdarahan

denganmenggunakan tradisional currete. Mikrodebrider memindahkan

jaringanadenoid yang sulit di jangkau oleh teknik lain.

2. Eksisi melalui hidung.

Satu-salunya teknik bermanfaat untuk memindahkan adenoid melalui rongga

hidung dengan menggunakan alat mikrodebrider. Dengan prosedur ini, jika terjadi

perdarahan dikontrol dengan menggunakan cauter suction.

Tonsilektomi merupakan suatu prosedur pembedahan yang diusulkan oleh Celsus dalam

De Medicina. Indikasi tonsilektomi menurut The America Academy of Otolaryngology,

Page 14: BAB I tht.docx

Head and Neck Surgery adalah:

1.Indikasi Absolut

a. Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia

menetap, gangguan tidur atau komplikasi kardiopulmoner

b. Abses peritonsil yang tidak respon terhadapat pengobatan medis

c. Tonsillitis yang menimbulkan febrisd. Biopsi untuk curiga keganasan

2. Indikasi relative

a. Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun

meskipun denganterapi adekuat

b. Bau mulut atau bau nafas yang menetap

c. Tonsillitis kronis atau rekuren yang disebabkan oleh streptococcus yang resisten

terhadapantibiotic beta lactamase

d. Pembesaran tonsil unilateral cuirga neoplasma

Kontra indikasi

. diskrasia darah-

. usia dibawah 2 tahun bila tim anestesi dan bedah tidak mempunyai pengalaman

khusus

. infeksi saluran nafas berulang

. perdarahan atau pasien dengan peyakit sistemik tak terkontrol

. celah pada palatum

Teknik tonsilektomi tersering dilakukan di Indonesia adalah teknik Guillotine dan

diseksi. Teknik Guillotine dilakukan dengan mengangkat tonsil dan memotong uvula

yang edematosa atau elongasi dengan menggunakan tonsilotom atau guillotine. Teknik

ini merupakan teknik tonsilektomi tertua dan aman.

11. Komplikasi

Beragam komplikasi dapat terjadi akibat ATK, diantaranya adalah komplikasi adenoid

Page 15: BAB I tht.docx

dan tonsil tersebut menjadi fokus infeksi, sumbatan jalan nafas dan / atau makan serta

disfungsi tuba eustachius. Adenoiditis kronik dapat menimbulkan disfungsi tuba akibat

penutupan ostium faringeum tuba secara langsung oleh pembesaran adenoid (adenoiditis

kronik hipertrofi) atau akibat penekanan pada lumen tuba oleh jaringan limfe perituba /

limfadenitis perituba.

Tonsilitis kronis dapat menimbulkan komplikasi perkontinuitatum atau secara hematogen

dan limfogen. Komplikasi perkontinuitatum dapat berupa rhinitis kronis, sinusitis, atau

otitis media, sementara penyebaran secara hematogen dan limfogen antara lain dapat

berupa miokarditis, endokarditis, dan glomerulonephritis.

Komplikasi tindakan adenoidektomi adalah perdarahan apabila pengerokan adenoid

kurang bersih. Bila terlalu dalam menguretnya akan terjadi kerusakan dinding belakang

faring, bila kuretase terlalau ke lateral maka tobus tubarius akan rusak dan dapat

mengakibatkan oklusi tuba Eustachius dan akan timbul tuli konduktif.

12. Prognosis

Adenotonsillektomi merupakan suatu tindakan yang kuratif pada kebanyakan individu.

Jika pasien ditangani dengan baik diharapkan dapat sembuh sempurna.

Page 16: BAB I tht.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Supardi, E.A., Iskandar, N, Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung

Tenggorok Kepala Leher, ed. 6, Balai FKUI, Jakarta, 2007, hal : 221.

2. Anonim. 2008. Adenotonsilitis kronis .  www.klinikindonesia.com  

3. Hatmansjah. 1993.Tonsilektomi. Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung

Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura. Jayapur