Bab I Skripsi
-
Upload
arief-budiman-telukbetung -
Category
Documents
-
view
96 -
download
3
description
Transcript of Bab I Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan investasi yang amat besar bagi
keluarga dan juga bagi bangsa. Anak-anak kita adalah generasi penerus keluarga dan
sekaligus penerus bangsa. Betapa bahagianya orangtua yang melihat anak-anaknya
berhasil, baik dalam pendidikan, dalam berkeluarga, dalam masyarakat, maupun dalam
karir. Pentingnya pendidikan anak usia dini tidak perlu diragukan lagi. Para ahli
maupun masyarakat umum lazimnya sudah mengakui betapa esensial dan pentingnya
pendidikan yang diberikan kepada anak-anak usia dini. 1
Di dalam ajaran Islam juga didapati pernyataan yang sesuai dengan pentingnya
pendidikan anak itu. Firman Allah SWT dalam Surat At Tahrim ayat 6:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, dan yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At Tahrim :6).
Ayat ini memerintahkan kepada setiap orang tua untuk mendidik anak-anaknya
kearah yang baik dengan jalan membiasakan atau melatih mereka untuk melakukan
_________________________________1 Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Hikayat, Yogyakarta, 2005, Cet. ke-1,
hlm. 114.
1
perbuatan-perbuatan yang baik, sehingga kelak ia menjadi manusia yang bermanfaat
bagi dirinya maupun orang lain, sehingga ia kelak menjadi manusia yang bermanfaat
bagi dirinya maupun orang lain.
Pendidikan dalam keluarga (rumah) dilanjutkan dengan pendidikan yang
berlangsung di luar rumah (sekolah dan lingkungan). Kedua hal di luar rumah ini
memiliki pengaruh yang banyak bagi pembentukan kepribadian anak.
Pendidikan anak usia dini pada hakekatnya adalah pendidikan yang
diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan
seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu, pendidikan anak usia dini perlu
menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek
perkembangan yang meliputi motorik, fisik, bahasa, kognitif, dan sosial-emosional. 2
Proses pendidikan bagi Anak Usia Dini, yang dalam pendidikan formal berupa
Taman Kank-kanak (TK) berbeda dengan pendidikan bagi orang dewasa. Pendidikan
yang dilakukan hendaknya berupa pembelajaran yang mengacu pada dunia anak.
Pembelajaran bagi anak usia dini ini memiliki kekhasan tersendiri. Kegiatan
pembelajaran anak usia dini mengutamakan bermain sambil belajar dan belajar sambil
bermain. Secara alamiah bermain memotivasi anak untuk mengetahui sesuatu lebih
mendalam, dan secara spontan anak mengembangkan kemampuannya.
_________________________________2 Pusat Kurikulum, Standar dan Bahan Ajar PAUD Formal , Balitbang Depdiknas, 2007, Cet. ke-
1, hlm. 5.
2
Pada hakekatnya semua anak suka bermain, hanya anak-anak yang sedang
tidak enak badan (sakit) yang tidak suka bermain. Mereka menggunakan sebagian
besar waktunya untuk bermain, baik sendiri, dengan teman sebayanya, maupun
dengan orang yang lebih dewasa. Bentuk permainannya pun juga beragam.
Berdasarkan fenomena tersebut para ahli Pendidikan Anak Usia Dini menentukan
bahwa bermain merupakan faktor penting dalam kegiatan pembelajaran dan esensi
bermain harus menjadi jiwa dari setiap kegiatan pembelajaran anak usia dini. 3
Bermain merupakan kegiatan yang menyatu dengan diri anak. Bermain dapat
mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara optimal, seperti
perkembangan fisik & motorik, agama/moral, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional.
Bermain merupakan suatu fenomena yang sangat menarik perhatian para
pendidik, psikolog, ahli filsafat, dan banyak orang lagi sejak beberapa dekade yang
lalu. Mereka tertantang untuk lebih memahami arti bermain dikaitkan dengan tingkah
laku manusia. Bermain benar-benar merupakan pengertian yang sulit dipahami karena
muncul dalam beraneka ragam bentuk. Bermain itu sendiri bukan hanya tampak pada
tingkah laku anak tetapi pada usia dewasa, bahkan bukan hanya pada manusia (Spodek,
1991 dalam Patmonodewo). 4
Salah satu aspek perkembangan anak yang penting adalah perkembangan
bahasa, adalah kemampuan membaca. Sebenarnya, seberapa pentingkah anak untuk
________________________________3 Slamet Suyanto, Loc. Cit, hlm. 114.4 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra sekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, Cet. ke-2,
hlm. 102.
3
dapat diajar membaca? Jawabannya tentulah kita sepakat semuanya bahwa hal itu
“penting”, karena kemampuan membaca memiliki peran yang sangat menentukan
dalam kehidupan manusia, dengan membaca kita bisa membuka jendela pengetahuan
dan dunia, dan ini akan menjadi bekal bagi keberhasilan setiap anak (individu) baik itu
di sekolah dan dalam bermasyarakat. Dengan membaca anak juga dapat mempelajari
bidang-bidang ilmu dan keterampilan yang lainnya. Hampir semua bidang ilmu dan
keterampilan membutuhkan kemampuan membaca. 5
Banyak hal yang harus dipersiapkan untuk mengajarkan anak membaca,
karena kemampuan membaca tidaklah muncul begitu saja pada diri seseorang, tetapi
harus mengikuti suatu proses yang panjang.
Mengajarkan membaca di Taman Kanak-Kanak dapat dilaksanakan selama
dilaksanakan sesuai dengan esensi dasar dan kaidah-kaidah yang ada dalam pendidikan
anak usia dini.
Banyak ahli yang telah mencoba mengembangkan teori dan cara bagaimana
mengajarkan anak-anak dalam membaca, salah satunya adalah Glenn Doman, dia
menjadi pelopor dalam pengembangan metode belajar membaca dan matematika bagi
anak-anak usia dini. Dalam peneletian dan penerapannya Glenn Doman
mengembangkan mengembangkan metode belajar bagi anak-anak menggunakan media
kartu huruf, yang disebut juga flash cards. Dengan menggunakan media kartu huruf ini
Glenn Doman berhasil mengajarkan anak-anak membaca. 6
________________________________5 M. Aulia, Mengajarkan Balita Anda Membaca, Intan Media, Yogyakarta, 2011, Cet. ke-1, hlm.
20.
4
Para ahli sendiri memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang pengertian
media pembelajaran, Gagne (1970) dalam Asyhar menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah berbagai jenis komponen pada lingkungan belajar yang
membantu pembelajar untuk belajar. Sedangkan Schramm menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk
keperluan pendidikan. Selain itu masih banyak pengertian yang lainnya dari para ahli.
Meskipun para ahli belum bersepakat tentang pengertian media pembelajaran itu,
termasuk klasifikasi atau pengelompokkannya, secara garis besar terdapat empat
kelompok besar, media pembelajaran, yaitu media visual, media audio, dan media
audio visual, dan multimedia. 7
Media kartu huruf (flash card) yang digunakan oleh Glenn Doman adalah salah
satu media visual. Media pembelajaran menggunakan kartu huruf ini sebenarnya bisa
dimodifikasi lagi agar dapat lebih mudah digunakan oleh berbagai tipe anak, terutama
anak Taman Kanak-kanak. Salah satu modifikasi yang akan digunakan adalah
menggunakan kartu huruf bergambar.
Di TK Garden Kids, Sukajawa, Bandar Lampung anak-anak mengalami
kesulitan didalam pembelajaran membaca permulaan, jika dilakukan dengan metode
dan cara-cara konvensional yang cenderung kaku. Pembelajaran membaca dengan
________________________________6 M. Aulia, Ibid, hlm. 23.7 Rayandra Ashar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran, Gaung Persada Press, Jakarta,
2011, Cet. ke-1, hlm. 7
5
metode konvensional/lama, yang hanya menggunakan ceramah klasikal, mendikte,
mengeja tulisan yang dicontohkan guru di papan tulis/buku, atau menghafal huruf
alfabet yang abstrak bagi anak-anak.
Media yang digunakan dengan metode lama ini antara lain catatan di papan
tulis menggunakan kapur/spidol, contoh tulisan/alfabet di buku, dan buku cetak
pelajaran mengeja. Metode ini sebenarnya lebih layak untuk mengajar anak usia 7
tahun ke atas (jenjang SD). Sehingga tingkat kemampuan membaca anak didik di TK
Garden Kids tersebut masih tergolong kurang baik.
Dari data prasurvei anak-anak di Kelas B1 TK Garden Kids yang dilakukan
pada tanggal 1-7 Desember 2011, diperoleh informasi sebagai berikut:
Tabel 1 Kemampuan Membaca anak sesuai umur 5-6 tahun di TK Garden Kids
Kemampuan Membaca Kemampuan Yang Dicapai Jumlah murid
Baik Cukup Kurang1. Membedakan kata-kata yang mempunyai
suku kata awal dan akhir yang sama 6 4 10 202. Menghubungkan tulisan sederhana
dengan simbol yang melambangkannya 5 6 9 20
3. Mengelompokkan kata-kata yang sejenis 5 6 9 204. Membaca nama sendiri dengan lengkap 6 4 10 205. Menulis nama sendiri dengan lengkap 5 4 11 206. Membaca buku cerita bergambar yang
memiliki kalimat sederhana dengan menunjuk beberapa kata yang dikenalnya
2 4 16 20
Kemudian dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca
anak-anak di Kelas B1 TK Garden Kids, Bandar Lampung masih tergolong kurang
baik. Sehingga untuk meningkatkan kemampuan membaca anak-anak di Kelas B1 TK
6
Garden Kids penulis ingin menerapkan penggunaan media permainan kartu huruf
bergambar dalam proses pembelajaran membaca yang dilakukan.
Pemilihan media permainan kartu huruf bergambar sediri dilakukan sebagai
media dalam penelitian, sebab mudah diperoleh, efektif dan lebih menarik. Kartu
huruf bergambar bisa dibuat sendiri atau menggunakan gambar produksi
percetakan/pabrik. Biaya pembuatan kartu huruf bergambar tidak mahal jika dibuat
sendiri. Efektif, digunakan karena lebih sesuai dengan esensi belajar anak dengan
metode bermain, serta lebih menarik karena menambah motivasi dan gairah belajar
anak-anak.
Dengan demikian, penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian tentang
upaya pengajaran membaca ini dan membahasnya dalam bentuk skripsi yang berjudul
”Penerapan Media Permainan Kartu Huruf Bergambar dalam Meningkatkan
Kemampuan Membaca Anak di TK Garden Kids Bandar Lampung.”
B. Rumusan Masalah
Dengan adanya latar belakang masalah dimuka, maka permasalahan yang
dapat penulis rumuskan adalah sebagai berikut:
Apakah penerapan media permainan kartu huruf bergambar dapat
meningkatkan kemampuan membaca anak-anak di TK Garden Kids Bandar
Lampung?”
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
7
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah penerapan media permainan
kartu huruf bergambar dapat meningkatkan kemampuan membaca anak-anak di TK
Garden Kids Bandar Lampung.
2. Kegunaan Penelitian
a. Menambah wawasan bagi para guru agar dapat mengetahui manfaat penerapan
media permainan kartu huruf bergambar dalam meningkatkan kemampuan
membaca anak-anak di Taman Kanak-kanak.
b. Memberi kemudahan belajar dan meningkatkan kemampuan membaca bagi
anak-anak TK Garden Kids Bandar Lampung.
c. Memberikan sumbangsih pemikiran untuk kemajuan dunia pendidikan,
khususnya di bidang pendidikan anak usia dini (PAUD).
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Penerapan media permainan kartu huruf
bergambar dapat meningkatkan kemampuan membaca anak-anak di TK Garden Kids
Bandar Lampung.
E. Metode Penelitian
8
Metode merupakan aspek yang penting dalam melakukan penelitian pada
bagian yang akan dijelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan metode yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Jenis dan Model Penelitian (Klasifikasi Penelitian)
a. Jenis Penelitian
Dilihat dari tempatnya, penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif
tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu
kelompok sosial, individu, dan lembaga masyarakat.” 8
Dalam prosesnya, penelitian ini mengangkat data dan permasalahan yang ada di
lapangan, yang dalam hal ini adalah kemampuan membaca anak-anak kelas B1
di TK Garden Kids Bandar Lampung.
b. Model Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK), karena
sesuai dengan prinsip-prinsip penelitian tindakan. PTK ini dilaksanakan oleh
guru di kelasnya sendiri, dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan
(3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan
_________________________________8 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, Cet. ke-1,
hlm. 144.
9
memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat
meningkat. 9
Penelitian Tindakan Kelas atau Classroom Action Research (CAR)
adalah bagian dari Penelitian Tindakan secara umum. Penelitian Tindakan
bertujuan untuk menyelesaikan masalah yang telah lama dialami oleh peneliti.
Dengan demikian penelitian tindakan selalu berupaya mengambil cara baru
yang berbeda dari yang lama, dengan harapan jika cara yang dilakukannya baik,
maka hasilnya akan baik pula. 10 Penelitian Tindakan merupakan penelitian
eksperimen berkesinambungan dan berkelanjutan. Alasan dilakukannya
berkelanjutan karena penelitian tindakan bermaksud menguji proses, sehingga
‘kenyamanan’ dan ‘kelancaran’ proses tersebut dirasakan oleh siswa sebagai
pembelajaran yang menyenangkan dan isinya enak ditangkap. Penelitian ini
mengutamakan proses, bukan materi ayang diajarkan. 11
Penelitian Tindakan termasuk penelitian kualitatif walaupun data yang
dikumpulkan bias saja bersifat kuatitatif. 12
c. Rancangan atau Desain Penelitian
Pada prinsipnya, penerapan PTK atau Classroom Action Research
_________________________________9 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan kelas, Indeks, Jakarta,
2011, Cet. ke-4, hlm. 9.10 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Ibid, hlm. 9.11 Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan , Aditya Media, Yogyakarta, 2010, Cet. ke-4, hlm. 33.
10
(CAR) dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan yang terdapat di dalam
kelas. Sebagai salah satu penelitian yang bertujuan untuk mengatasi
permasalahan yang terdapat di dalam kelas, menyebabkan terdapat beberapa
model atau desain yang dapat diterapkan. Model atau desain itu diantaranya:
1). Model Kurt Lewin2). Model Kemmis & Mc Taggart3). Model Dave Ebbut3). Model John Elliott4). Model Hopkins5). Model Mc Kernan, dan masih banyak yang lainnya. 13
Dalam penelitian ini sendiri penulis akan menggunakan model
Kemmis & Mc Taggart, karena prinsipnya yang sederhana dan mudah dalam
pelaksanaannya, tetapi dapat dikembangkan lebih lanjut. Model Kemmis & Mc
Taggart ini sebenarnya merupakan modifikasi atau varian dari model Kurt
Lewin. Dalam desain penelitian ini, penulis hanya akan melakukannya dalam
dua siklus, mengingat waktu dan biaya penelitian yang terbatas, serta
pelaksanaan yang lebih mudah.
Dalam melaksanakan PTK ini ada beberapa langkah penelitian ini yang
akan penulis lakukan sesuai dengan model desain penelitian yang dipilih,
sebagaimana dikemukakan Kusumah dan Dwitagama.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan
_________________________________12 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 9.13 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Ibid., hlm. 19.
11
prosedur PTK sebagaimana yang diungkapkan Kusumah dan Dwitagama14 dan
Arikunto. 15 Langkah-langkahnya antara lain:
1. Adanya Ide Awal
Sesorang yang hendak melukan penelitian, pasti didahului oleh ide
awal atau gagasan yang hendak dilaksanakan. Di dalam bagian yang terdahulu
Pendahuluan ini telah dibahas mengenai ide awal penelitian sampai dengan
rumusan masalahnya.
2. Prasurvei
Prasurvei dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang
terdapat di kelas yang akan diteliti. Biasanya PTK dilakukan oleh guru atau
dosen yang menangani kelas itu, dan karena penulis adalah guru di kelas itu
maka penulis sudah memahami secara detail bagaimana keadaan siswa serta
metode dan sarana belajar yang ada. Tetapi secara formal prasurvei sudah
dilakukan pada tanggal 1 – 7 Desember 2011.
3. Diagnosis
Diagnosis dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di kelas
tersebut. Oleh karena itu diagnosis tidak diperlukan bagi guru yang melakukan
PTK dikelasnya sendiri termasuk penulis.
_________________________________14 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 38.15 Suharsimi Arikunto, Op. Cit , hlm. 107.
12
SIKLUS – 1
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini peneliti membuat persiapan tentang apa yang akan
dilakukan dalam tahap pelaksanaan. Perencanaan ini biasanya dimasukkan ke
dalam Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) atau Satuan Kegiatan
Harian/Mingguan.16 Perencanaan yang dilakukan ini baru dilakukan untuk satu
siklus saja.17
Adapun uraian yang perlu dan harus dikemukakan adalah menyusun
sebuah rencana kegiatan, siswanya akan diapakan. Peneliti atau guru membuat
semacam panduan (a) apa yang harus dilakukan oleh siswa, (b) kapan dan
berapa lama dilakukan, (c) dimana dilakukan, (d) jika diperlukan peralatan atau
sarana, wujudnya apa, (e) jika sudah selesai, apa tindakan lanjutannya. 18
2. Tahap Pelaksanaan
Tahap Pelaksanaan/Tindakan adalah implementasi dari perencanaan
yang sudah dibuat. Dalam pelaksanaan ini peneliti akan memperhatikan
beberapa hal (a) apakah ada kesesuaian antara pelaksanaan dengan
perencanaan, (b) apakah proses tindakan yang dilakukan siswa/anak-anak
berjalan cukup lancar, (b) bagaimanakah situasi proses tindakan, (d) apakah
siswa-siswa melaksanakan dengan bersemangat, (e) bagaimanakah hasil
keseluruhan dari tindakan itu.19
13
14
Pelaksanaan
Perencanaan
Refleksi
Pengamatan
Pelaksanaan
Perencanaan
Refleksi
Pengamatan
Pelaksanaan
Perencanaan
Refleksi
Pengamatan
SIKLUS 1SIKLUS 1
SIKLUS 3SIKLUS 3
SIKLUS 2SIKLUS 2
Gambar 1Desain PTK
Model Kemmis & Mc Taggart
3. Tahap Pelaksanaan
Tahap Pelaksanaan/Tindakan adalah implementasi dari perencanaan
yang sudah dibuat. Dalam pelaksanaan ini peneliti akan memperhatikan
beberapa hal (a) apakah ada kesesuaian antara pelaksanaan dengan
perencanaan, (b) apakah proses tindakan yang dilakukan siswa/anak-anak
berjalan cukup lancar, (b) bagaimanakah situasi proses tindakan, (d) apakah
siswa-siswa melaksanakan dengan bersemangat, (e) bagaimanakah hasil
keseluruhan dari tindakan itu.
4. Tahap Pengamatan
Pengamatan/observasi/monitoring adalah proses mencermati jalannya
pelaksanaan tindakan. Hal-hal yang diamati adalah hal-hal yang sudah
disebutkan dalam pelaksanaan. Antara pelaksanaan dengan pengamatan
sebetulnya bukan merupakan urutan karenaa waktu atau saat terjadinya
bersamaan. Dalam PTK, pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan
format pengamatan. 19
Ada dua kemungkinan pengamatan yang bisa dilakukan oleh peneliti:
(a) pengamatan yang dilakukan oleh orang lain, yaitu pengamat yang diminta
_________________________________16 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 39.17 Suharsimi Arikunto, Op. Cit , hlm. 107.18 Suharsimi Arikunto, Ibid , hlm. 107.19 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 40.
15
oleh peneliti untuk mengamati proses pelaksanaan tindakan, yaitu mengamati
apa yang dilakukan oleh peneliti/guru, siswa/anak-anak, maupun peristiwanya.
(b) pengamatan yang dilakukan sendiri oleh peneliti/guru, tetapi guru harus
bersikap obyektif dalam hal ini. 20
5. Tahap Refleksi
Refleksi/perenungan adalah merenung atau memikirkan kembali
kegiatan yang sudah lampau yang dilakukan oleh peneliti/guru dan siswa.
Dalam perenungan ini peneliti membayangkan kembali peristiwa yang sudah
lampau, yaitu ketika tindakan berlangsung. 21 Refleksi ini dilakukan dengan
kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di
kelas penelitian. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan
(replanning/perencanaan kembali) dilakukan dalam siklus berikutnya. 22
SIKLUS – 2
1. Tahap Perencanaan 2
Pada tahap ini peneliti membuat persiapan tentang apa yang akan
dilakukan dalam tahap pelaksanaan berdasarkan analisis dan refleksi selama
berlangsungnya Siklus 1. Uraian perbedaan antara Tahap Perencanaan di
________________________________20 Suharsimi Arikunto, Op. Cit , hlm. 19.21 Suharsimi Arikunto, Ibid , hlm. 19.22 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 40.
16
Siklus 1 dan Tahap Perencanaan di Siklus 2 akan lebih nampak nanti di dalam
pembahasan Bab Metodologi Penelitian dan Hasil Penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan 2
Pada Tahap Pelaksanaan 2/Tindakan 2 ini dilakukan implementasi hal-
hal yang belum terselesaikan di dalam Tahap Pelaksanaan 1/Tindakan 1 yang
dilakukan dalam Siklus 1. Oleh karena itu Tahap Pelaksanaan 2/Tindakan 2 ini
memang sangat tergantung dari bagaimana implementasi dalam siklus
pertama.23
3. Tahap Pengamatan 2
Pada Tahap ini kembali dilakukan pengamatan terhadap Tahap
Pelaksanaan 2/Tahap Observasi 2 yang dilakukan dalam Siklus 2. Tahap
Observasi selalu dilakukan jika ada pengulangan siklus. Jika dalam setiap
pertemuan dalam kegaiatan belajar mengajar di kelas Tahap Perencanaan tidak
selalu diulang bentuknya, maka dalam Tahap Pelaksanaan/Tindakan dan Tahap
Pengamatan/Observasi selalu diulang dalam setiap siklus.24
4. Tahap Refleksi 2
Refleksi merupakan tahap terakhir dalam sebuah siklus. Tahap Refleksi
yang merupakan tahap perenungan terhadap peristiwa yang telah berlalu ini
selalu dilakukan dengan pengecekan terhadap 3 hal:
17
(a) what – apa yang direfleksikan? (b) who – siapa yang dilibatkan dalam
refleksi?, dan (c) how bagaimana jalannya refleksi.25 Demikianlah tahap-tahap
penelitian dalam Siklus 1 dan Siklus 2 berlangsung.
d. Data dan sumber data/Populasi dan sampel Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa catatan-catatan,
rencana persiapan mengajar, lembar pengamatan, hasil observasi terhadap
kegiatan pembelajaran , hasil tugas atau pekerjaan siswa, dan sebagainya. 26
Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan
siswa kelompok B1 Taman Kanak-Kanak Garden Kids Bandar Lampung yang
berjumlah 20 anak. Jumlah tersebut terdiri atas 15 siswa laki-laki dan 5 siswa
perempuan. Seluruh siswa B1 di TK Garden Kids Bandar Lampung ini juga
sekaligus merupakan populasi dalam penelitian ini. Alasan penulis
mengambil populasi hanya kelas B1 karena usia anak di kelas B1 rata-rata 5
s.d 6 tahun, sehingga lebih mudah mengikuti agenda kegiatan penelitian.
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dalam
menentukan besarnya sampel yang diambil dalam suatu populasi, jika
subyeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua sebagai sampel, sehingga
________________________________23 Suharsimi Arikunto, Op. Cit , hlm. 107.24 Suharsimi Arikunto, Ibid , hlm. 111.25 Suharsimi Arikunto, Op. Cit , hlm. 112.26 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 64.
18
penelitiannya berupa penelitian populasi, tetapi jika subyeknya lebih dari 100
maka diambil sampel 10-15% atau 20-25% atau lebih. Jadi menurut pendapat
di atas sistem pengambilan sampelnya dengan menggunakan populasi. Dengan
adanya pendapat SuharsimiArikunto tersebut, maka penelitian yang penulis
lakukan adalah penelitian populasi. 26 Untuk memperolah data yang akurat
dilakukan triaguliasi Kepala TK, peneliti dan guru selama berlangsungnya
penelitian.
e. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian tindakan ini adalah TK Garden Kids, Kelurahan Sukajawa,
Kecamatan Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung. Adapun pertimbangan
pemilihan lokasi ini karena TK ini merupakan tempat penulis ditugaskan
sebagai guru Taman Kanak-Kanak, sehingga memudahkan dalam pelaksanaan
penelitian ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Observasi (pengamatan)
Jenis observasi yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
observasi partisipan, 27 yaitu peneliti adalah bagian dari keadaan alamiah
tempat dilakukannya observasi. Hal-hal yang diselidiki atau diobservasi adalah
________________________________26 Suharsimi Arikunto, Op. Cit , hlm. 200.27 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 71.
19
tentang kondisi objek penelitian, aktifitas guru dan murid serta sarana dan
prasarana TK Garden Kids Bandar Lampung.
b. Metode Interview (wawancara)
Teknik interview/wawancara yang dipakai dalam penelitian ini adalah interview
bebas terpimpin, yaitu proses kemajuan pertanyaan yang dilakukan secara
bebas tetapi isi pertanyaannya berpedoman kepada pokok-pokok yang
ditetapkan terlebih dahulu. Interview ini ditujukan kepada sebagian guru &
murid mengenai aspek perkembangan kemampuan dasar anak, khususnya
bahasa (membaca). 28
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan,
RPP, buku sumber, hasil tes siswa, foto, transkrip, buku, surat kabar, majalah,
notulen rapat, dan sebaginya.28 Jadi metode dokumentasi adalah suatu cara
memproleh data atau keterangan-keterangan melalui dokumen-dokumen, dimana
data atau keterangan yang diperlukan tidak biasa ada orang yang mengetahui lagi
pada waktu peristiwa itu terjadi.
________________________________28 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 77.29 Suharsimi Arikunto, Op. Cit , hlm. 177.
20
3. Metode Analisis Data
Dari semua data yang sudah diperoleh dalam penelitian, tidak akan ada apa-
apanya kalau belum dilakukan pengolahan atau analisis data, sehingga nantinya
akan mendapatkan kesimpulan sesuai dengan apa yang diharapkan dari penelitian
yang telah dilakukan.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dicatat dalam lembar pengamatan
dan lembar catatan penelitian yang lainnya. Memperhatikan jenis data yang
dikumpulkan, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
analisis kualitatif. 29 Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang diperoleh dari
hasil pengamatan terhadap aktivitas siswa dan hal-hal lain yang nampak selama
berlangsungnya penelitian.
Bagaimana teknik analisis data dalam PTK sangat tergantung pada data
yang terkumpul. Seperti halnya penelitian jenis lain, data dalam PTK dapat
dikumpulkan dengan menggunakan berbagai instrumen penelitian (alat monitoring),
seperti: catatan harian, lapangan, berkala, lembar observasi; pedoman wawancara;
lembar angket/kuesioner, soal prestasi; lembar masukan peserta didik (refleksi
tindakan); tugas portofolio; dokumen; lembar penilaian unjuk kerja, instrumen
perekam gambar/suara (video); dan lain-lain. Semua instrumen tersebut harus
dipersiapkan secara baik dan matang sebelum kita mulai melakukan PTK.
Pada umumnya analisis kualitatif terhadap data PTK dapat dilakukan
dengan tahap-tahap: menyeleksi, menyederhanakan, mengklasifikasi,
memfokuskan, mengorganisasi (mengaitkan gejala secara sistematis dan logis),
21
membuat abstraksi atas kesimpulan makna hasil analisis. Model analisis kualitatif
yang terkenal adalah model Miles & Hubberman (1992) yang meliputi:
(a) reduksi data (memilah data penting, relevan, dan bermakna dari data yang tidak
berguna), hanya data-data yang berkaitan langsung dengan penelitian saja yang
dilaporkan.
(b) sajian deskriptif (narasi, visual gambar, tabel) dengan alur sajian yang sistematis
dan logis, agar data yang ada dapat dipahami oleh orang lain, maka data tersebut
harus disajikan. Bentuk penyajian datanya adalah teks naratif (pengungkakapan
secara tertulis), sehingga dapat mendeskripsikan jalannya peristiwa, dengan
demikian peneliti mudah mengambil kesimpulan.
(c) penyimpulan dari hasil yang disajikan (dampak PTK dan efektivitasnya). Data
yang sudahdisusun ini kemudian disimpulkan, dan selalu diverifikasi selama
penelitian berlangsung, sehingga dapat diperbaiki. 29
Model analisis ini dapat digambarkan sebagai berikut:
________________________________29 Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, Op. Cit., hlm. 9.30 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, 2008, hlm. 183.
22
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data
Verifikasi/Penarikan Kesimpulan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perkembangan Kemampuan Membaca
Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi setiap manusia. Demikian juga
halnya juga bagi anak-anak. Oleh karena itu bahasa sangat penting peranannya dalam
mengungkapkan berbagai keinginan dan kebutuhan anak tersebut. Anak-anak yang
memiliki kemampuan yang berbahasa yang baik pada umumnya memiliki pemikiran,
perasaan serta tindakan interaktif dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa ini
tidak selalu didominasi oleh kemampuan membaca saja tetapi juga terdapat sub potensi
lainnya yang memiliki peranan yang lebih besar seperti penguasaan kosa kata,
kemampuan mendengar dan menyimak, menulis, serta keterampilan berkomunikasi
lainnya.
Menurut Cochrane Efal dalam Nurbiana Dhieni (2005), perkembangan dasar
kemampuan membaca pada anak usia 4–6 tahun berlangsung dalam lima tahap yakni8:
(1) Fantasi
Tahap ini orang tua harus jeli, karena tahap ini adalah tahap anak mulai belajar
menggunakan buku. Anak mulai berfikir bahwa buku itu penting, ini bisa dilihat
ketika anak mempunyai ketertarikan dengan membolak-balik buku.
________________________________8 M. Aulia, Mengajarkan Balita Anda Membaca, Intan Media, Yogyakarta, 2011, Cet. ke-1, hlm.
20.
23
Kadang-kadang anak juga suka membawa-bawa buku kesukaannya. Pada tahap ini
orang tua hendaknya memberikan model atau contoh akan pentingnya membaca
dengan metode membacakan sesuatu untuk anak, atau membicarakan tentang buku
bersama anak.
(2) Pembentukan Konsep Diri
Anak-anak sudah memposisikan dirinya sebagai pembaca dan mulai menyibukkan
dirinya dalam kegiatan membaca, ”ia pura-pura membaca buku.” Orang tua atau
orang dewasa perlu memberikan rangsangan dengan jalan membacakan buku pada
anak. Langkah sederhana yang dapat dilakukan pada tahap ini adalah dengan
memberikan akses pada anak-anak memperoleh buku-buku kesukaannya.
(3) Membaca Gambar
Anak mulai menyadari tulisan yang tampak dan mulai dapat menemukan kata yang
sudah dikenal. Pada tahap ini orang tua sudah harus membacakan sesuatu kepada
anak, serta menghadirkan berbagai kosa kata pada anak seperti melalui nyanyian
atau puisi dan yang penting berikan kesempatan kepada anak untuk membaca
sesering mungkin.
(4) Pengenalan Bacaan
Tahap ini anak sudah menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic, semantic, dan
syntactic) secara bersama-sama. Anak-anak mulai tertarik pada bacaan dan mulai
24
membaca tanda-tanda yang ada dilingkungan sepertimembaca tanda-tanda yang
ada di lingkungan seperti membaca tulisan yang tertera pada ”cemilan mereka”
kardus susu, tulisan di dinding dan lain-lain. Pada tahap ini orang tua tetap harus
membacakan sesuatu pada anak, namun jangan paksa anak untuk membaca huruf
demi huruf dengan sempurna.
(5) Membaca Lancar
Nah pada tahap ini sudah dapat membaca berbagai jenis buku secara bebas. Dan
yang sangat penting bahwa orang tua dan guru tetap harus membacakan buku pada
anak. Tindakan tersebut dimaksudkan dapat mendorong anak untuk memperbaiki
bacaannya. Dan orang tua sudah mengarahkan anak untuk memilih bacaan yang
sesuai untuknya.
B. Peranan Bermain bagi Anak Usia Dini
1. Pengertian Bermain
Secara umum pengertian bermain adalah suatu kegiatan atau tingkah laku yang
dilakukan anak secara sendirian atau berkelompok dengan menggunakan alat atau tidak
untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan bermain bagi anak-anak lebih sederhana
daripada tujuan bermain bagi para pendidik. Bermain itu bukan bekerja, sebab bermain
itu pura-pura sedang bekerja berkaitan dengan hasil. Khusus bagi orang dewasa selalu
berhubungan dengan uang. Jadi bermain bukan sesuatu yang sungguh-sungguh. Anak
25
yang sedang bermain dapat membentuk dunianya, sehingga sering dianggap nyata. Ini
menurut pandangan anak yang bermain. 9
Selain itu menurut Wang dalam Foster (1984) menyebutkan bermain adalah
suatu kegiatan alamiah yang dilakukan oleh anak atas keinginan sendiri dalam rangka
mengungkapkan konflik dirinya yang tidak disadari guna memperoleh kesenangan dan
kepuasan. 10
Dari pengertian bermain itu dapat disimpulkan bahwa bermain merupakan
suatu proses alamiah yang dengan sendirinya akan dilakukan oleh semua anak-anak.
Anak-anak tidak perlu disuruh ataupun dilarang untuk bermain. Namun secara
naluriah anak-anak akan melakukan aktivitas bermain. Melalui bermain anak-anak
akan mengeksplorasi semua perasaan. Anak-anak juga akan berlatih menyelesaikan
konflik yang dialaminya, misalnya konflik dengan teman sebayanya. 11
Dari pendapat beberapa pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa bermain
merupakan sesuatu yang dibutuhkan anak-anak dalam masa perkembangannya, baik itu
perkembangan fisik-motoriknya, perkembangan kognitif/intelektual, perkembangan
moral, perkembangan sosial-emosional, maupun perkembangan bahasa.
________________________________9 Soegeng Santoso, Pendidikan Anak Usia Dini, Citra Pendidikan, Jakarta, 2002, Cet. ke-1, hlm.
46.10 RaniYulianty Iskandar, Permainan Yang Meningkatkan Kecerdasan Anak, Laskar Aksara,
Jakarta, Cet. ke-1, 2011, hlm. 7.11 RaniYulianty Iskandar, Ibid, hlm. 8.
26
2. Esensi Bermain
Meskipun bentuk permainan anak-anak di seluruh dunia dari waktu ke waktu
berbeda-beda, tetapi tampaknya esensinya tetap sama. Esensi bermain antara lain:
a. Aktif
Pada hampir semua jenis permainan anak aktif, baik secara fisik maupun psikis.
Anak melakukan eksplorasi, investigasi, eksperimentasi, dan ingin tahu tentang
orang, benda, ataupun kejadian. Anak menggunakan berbagai benda untuk
bermain. Mereka juga mampu menggunakan suatu bendadan memainkannya
menjadi benda lain. Misalnya, sebuah balok kayu bisa menjadi mobil. Anak
berpura-pura menggerakkan balok kayu tersebut seperti gerakan mobil sambil
menirukan suara mobil. Anak juga senang bermain dengan berbagai gerakan,
seperti berlari, mengejar, menangkap, dan melompat. Jadi, saat bermain anak aktif
melakukan berbagai kegiatan, baik fisik maupun psikis. 12
b. Menyenangkan
Kegiatan bermain tampak sebagai kegiatan yang bertujuan untuk bersenang-
senang. Meskipun tidak jarang pada saat bermain menimbulkan tangis diantara
anak yang terlibat, tetapi anak-anak menikmati permainannya. Mereka bernyanyi,
tertawa, berteriak lepas, dan ceria seakan, tidak memiliki beban hidup. 13
_________________________________12 Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Hikayat, Yogyakarta, 2005, Cet. ke-
1, hlm. 117.13 Slamet Suyanto, Ibid, hlm. 118.
27
c. Motivasi Internal
Anak ikut dalam suatu kegiatan permainan secara sukarela. Mereka termotivasi dari
dalam dirinya (motivasi internal) untuk ikut bermain. Bentuk permainannya juga
dipilih dan ditentukan bersama. Begitupula peran tiap-tiap anak ditentukan secara
adil sesuai aturan yang berlaku oleh mereka. 14
d. Memiliki Aturan
Setiap permainan ada aturannya. Untuk bermain petak umpet misalnya, ada
aturannya, baik untuk menentukan anak yang akan berperan sebagai pencari
maupun yang dicari. Aturan tersebut misalnya dengan “ping sut” atau “hom pim
pa”, dan sebagainya. Demikianlah anak-anak bermain dengan membuat aturannya
masing-masing sesuai kebutuhan mereka. 15
e. Simbolis dan Berarti
Pada saat bermain anak menghubungkan antara pengalaman lampaunya yang
tersimpan dalam memori otaknya dengan kenyataan yang ada. Pada saat bermain
anak bisa berpura-pura menjadi orang lain dan menirukan. Ia bisa menjadi seorang
guru, polisi, ayah, ibu, atau menjadi bayi. Jadi, bermain memungkinkan anak
_________________________________14 Slamet Suyanto, Ibid, hlm. 118.15 Slamet Suyanto, Ibid, hlm. 118.
28
menggunakan berbagai obyek sebagai simbol dari benda atau orang lain sehingga
bermain disebut simbolis. Banyak anak-anak yang sejak kecil suka berpura-pura
berperan sebagai dokter, ternyata ketika dewasa menjadi dokter sungguhan. Hal itu
bukan hal yang kebetulan, tetapi apa yang dimainkan anak memiliki arti bagi
dirinya. 16
3. Fungsi Bermain
Seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, bermain memiliki fungsi yang
penting dalam proses perkembangan anak, pada hampir semua bidang perkembangan
anak. Ada beberapa bidang yang berkembang dengan bermain:
a. Bermain mengembangkan Kemampuan Motorik
Pada saat bermain anak berlatih menyesuaikan anatara pikiran dan gerakan menjadi
suatu keseimbangan. Melalui bermain anak belajar mengontrol gerakannya menjadi
gerakan terkoordinasi.
b. Bermain mengembangkan Kemampuan Kognitif
Bermain memberikan peran yang sangat penting dalam mengembangkan
kemampuan anak untuk berfikir logis, imajinatif, dan kreatif.
_________________________________16 Slamet Suyanto, Ibid, hlm. 119.
29
c. Bermain mengembangkan Kemampuan Afektif
Setiap permainan memiliki aturan. Dengan bermain anak-anak belajar mematuhi
aturan bermain. Ini menjadi dasar untuk perkembangan moral (afeksi) si anak.
d. Bermain mengembangkan Kemampuan Sosial
Pada saat bermain anak berinteraksi dengan anak yang lain. Interaksi tersebut
mengajarkan anak cara merespons, memberi dan menerima, menolak atau setuju
dengan ide dan perilaku anak yang lain.
e. Bermain mengembangkan Kemampuan Bahasa
Pada saat bermain anak menggunakan bahasa, baik untuk berkomunikasi dengan
temannya maupun sekedar menyatakan pikirannya (thinking alaoud). Sering kita
menjumpai anak kecil bermain sendiri sambil mengucapkan kata-kata seakan-akan
ia bercakap-cakap dengan diri sendiri. Ia sebenarnya sedang “membahasakan” apa
yang ada di dalam pikirannya. Ketika anak bermain dengan temannya mereka juga
saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa anak, dan itu berarti secara tidak
langsung anak belajar bahasa. 17
________________________________17 Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Pra sekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 2003, Cet. ke-2,
hlm. 104.
30
4. Berbagai Bentuk Bermain
Bentuk permainan anak sangat bervariasi. Antardaerah, antaretnis, dan antarbangsa
berbeda-beda. Dari berbagai jenis permainan itu pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
a. Bermain Sosial
Parten (1932) dalam Brewer (1992) menjelaskan perkembangan bermain pada
anak yang menggambarkan pula perkembangan sosial anak. Ada lima
tingkatan dalam bermain sosial:
(1) Bermain Seorang Diri (Soliter Play)(2) Bermain dengan Melihat Cara Temannya Bermain (Onlooker Play)(3) Bermain Secara Pararel dengan Temannya (Parallel Play)(4) Bermain dengan Aturan (Asosatif Play)(5) Bermain Secara Bersama-sama dengan Temannya (Cooperatif Play) 18
b. Bermain dengan Benda
Piaget (1962) mengemukakan bahwa ada beberapa tipe bermain dengan
objek/benda yang meliputi:
(1) Bermain praktis(2) Bermain simbolik(3) Bermain dengan peraturan-peraturanContoh: pada penggunaan alat permainan kartu kwartet. Bila anak masih pada
tahapan bermain praktis, kartu-kartu hanya dilihat-lihat saja. Kalau anak sudah
pada tahapan bermain simbolik, kartu-kartu dapat digunakannya sebagai pagar-
pagar atau dinding ruangan dalam rumah-rumahan. Kalau anak sudah pada
________________________________18 Soemiarti Patmonodewo, Ibid, hlm. 106.
31
tahapan bermain dengan peraturan, maka anak sudah dapat bermain kwartet
yang disertai atau sesuai dengan peraturan-peraturan tertentu. 19
c. Bermain Sosio-dramatik
Bermain sosiodramatik banyak diminati oleh para peneliti Smilansky (1972)
dalam Brewer (1992), mengamati bahwa bermain sosio-dramatik memiliki
beberapa elemen:
(1) Bermain dengan melakukan imitasi. Misalnya anak berpura-pura menjadi ibu, ayah, dan orang lain disekitarnya.
(2) Bermain berpura-pura seperti suatu objek. Misalnya anak berpura-pura menirukan suara mobil.
(3) Bermain peran dengan menirukan gerakan. Misalnya anak menirukan pembicaraan guru dan murid.
(4) Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya 10 menit.
(5) Interaksi. Paling sedikit ada 2 orang dalam satu adegan.(6) Komunikasi verbal. Pada saat adegan ada interaksi verbal antar anak yang
bermain. 20
C. Media Kartu Huruf Bergambar
Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat membawa
informasi atau pesan dalam interaksi proses pembelajaran. Penggunaan sumber belajar
dan media pembelajaran merupakan suatu strategi dalam pembelajaran. 21
________________________________19 Soemiarti Patmonodewo, Ibid, hlm. 107.20 Soemiarti Patmonodewo, Ibid, hlm. 107.21 Rayandra Ashar, Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran, Gaung Persada Press, Jakarta,
2011, Cet. ke-1, hlm. 25
32
Secara umum, ada empat jenis media pembelajaran, yakni media visual,
media audio, media audio-visual, dan multimedia. Dalam penelitian ini akan
digunakan mediakartu huruf bergambar. Media kartu huruf bergambar merupakan
salah satu jenis media visual.
Media visual, yaitu media yang digunakan hanya mengandalkan indera
penglihatan peserta didik semata-mata, sehingga pengalaman belajar yang diterima
peserta didik sangat tergantung pada kemampuan penglihatannya seperti buku, jurnal,
poster, kartu, globe bumi, peta, foto, dan sebagainya. 22
Media kartu huruf pertama kali dikenalkan oleh Glenn Doman, seorang dokter
bedah otak, pada tahun 1961. Glenn Doman merupakan pendiri Institute for the
Achievement of Human Potential (IAHP) di Amerika Serikat. Glenn Doman terkenal
dengan konsep pengajaran berdasarkan tingkat perkembangan otak anak yang masih
terbatas. Dia juga menjadi pelopor dalam pengembangan metode belajar membaca
dan matematika bagi anak-anak usia dini. 23
Dalam mengajar anak-anak ini Glenn Doman menyakini bahwa metode
pengajaran konvensional sangat mengeksploitasi gairah anak untuk memiliki
kemampuan pengetahuan dan keterampilan lain. Berdasarkan usia, anak memang
masih memiliki keterbatasan yang tak dapat dipaksakan. Seperti, jika orang dewasa
berkata dengan berbisik, maka anak usia 18 bulan tak akan memberi respons karena
________________________________22 Rayandra Ashar, Ibid, hlm. 7723 Didinkaem. ”Mengajar Bayi Membaca Metode Glenn Doman”.
http://dranak.blogspot.com/2006/06/mengajar-bayi-anda-membaca-metode.html. (Diakses 15 April 2012). Hlm.1-4.
33
pendengaran belum cukup berkembang untuk menangkap bisikan itu atau anak tak
bisa membaca jelas karena kemampuan visualnya belum sempurna untuk melihat huruf
yang kecil. Sebaiknya anak disajikan gambar yang besar dengan warna terang.
Metode ini dijalankan dengan menggunakan flashcards yang disertai petunjuk, ideal
dilakukan bagi anak usia 10-18 bulan. 24
1) Cara Kerja Metode Glenn Doman
Metode ini dilakukan secara bertahap, yaitu dengan menggunakan beberapa
alat media berupa flash card (kata yang ditulis pada karton putih dengan ukuran huruf
tinggi: 12.5 cm dan lebar: 10 cm, huruf ditulis dengan warna merah dan menggunakan
huruf kapital) dan dot card (jumlah angka yang ditulis pada karton putih dengan
ukuran 28 x 28 cm dengan menggunakan titik bulat berbentuk bola berwarna merah.
Ini digunakan untuk mengajar berhitung). Pengajaran membaca pada anak ini perlu
dilakukan dalam beberapa tahap. 25
Pertama yaitu dengan mengenalkan kata maksimal tiga kali sehari dengan
jumlah lima kata. Hal itu dilakukan dengan duduk berhadapan antara ibu dan anak
dengan jarak 1 sampai dengan 1.5 meter, dalam mengajarkan anak dalam keadaaan
rileks dan mau bermain flashcard, ibu menyiapkan 5 atau 10 kartu dari kelompok yang
sama misalnya kelompok ”buah”, apabila diperlukan dapat memberikan anak
________________________________24 Hamiseno. ”Mengajar Anak Membaca dengan Metode Glenn Doman”.
http://hamiseno.blogspot.com. (Diakses 17 Desember 2011). hlm. 1-2
34
kartu yang bergambar, anak tidak boleh mengikuti apa yang diucapkan oleh ibu, saat
mem-flash dengan kecepatan tidak lebih dari 1 detik untuk tiap tulisan dan gambar
karena dengan kartu yang yang cepat ini akan memicu otak kanan untuk bekerja
menerima informasi yang ada di flashcard, apabila sudah selesai maka tunjukkan rasa
senang ibu dengan memuji, memeluk dan mencium anak, mem-flash dilakukan setiap
hari selama satu minggu, kemudian setelah satu minggu diganti dengan kata lain yang
berbeda, begitu pula selanjutnya.
Orangtua ataupun terapis terjun di dalam pengajaran tersebut. Tanpa ada
tekanan ataupun pemaksaan pada anak. Pengajaran dilakukan dengan sambil bermain
agar anak dapat merespon dengan baik apa yang telah diajarkan pada anak tersebut.
Dalam mengajar dengan menggunakan metode Glenn Doman terdapat beberapa
tahapan yaitu: 26
1. Tahap satu – Words (kata)a. Membuat 15 kata dibagi dalam 3 set yaitu: set A, set B dan set C
b. Angkat salah satu kata, misalnya ”mama” dan katakan pada anak ”ini dibaca
mama.” Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Memberikan tidak lebih dari satu detik2) Mengambil kartu dari belakang3) Wajah anak pun perlu diperhatikan dengan baik dan serius, karena sang
ibu atau terapis dapat mengetahui kata mana yang disukai oleh anak.4) Tidak boleh meminta anak mengulang kata-kata yang ibu atau terapis/peneliti
bacakan.
________________________________25 M. Aulia, Op Cit., hlm. 62.26 M. Aulia, Ibid., hlm. 67.
35
5) Setelah membaca lima kata, sang ibu atau terapis berhenti untuk memberikata kembali, lalu peluk anak dengan hangat, hal ini menunjukan kebahagiaan dan kegembiraan sang ibu atau terapis dengan nyata dan luar biasa, sehingga anak dapat memahami dan merasakan bahwa kegiatan tersebut membuat sang ibu atau terapis gembira.
c. Hari pertama set A sebanyak tiga kali.
d. Hari kedua set A sebanyak tiga kali dan ditambah set B tiga kali
e. Hari ketiga set A sebanyak tiga kali, set B sebanyak tiga kali dan set C
sebanyak 3 kali juga
f. Hari keempat sampai hari ke enam sama seperti hari ketiga
2. Tahap dua – Couplets (untaian kata)
a. Tahap ini merupakan tahap jembatan antara kata pada susunan kata
b. Menambahkan beberapa kata lainnya. Misalnya: nama warna, beberapa lawan
kata dan sebagainya
c. Dilakukan seperti tahap pertama, dibaca setiap set 5 couplets diulang dengan
jumlah yang sama.
3. Tahap tiga – Phrases (susunan kata)
a. Tahapan ini merupakan tahapan jembatan antara untaian kata pada susunan
kata, yang nantinya akan membentuk kalimat
b. Tambahkan beberapa kata dan membuat kalimat pendek. Misalnya: “mama
memotong manga”
36
c. Dilakukan seperti tahap kedua, tiap set dibaca lima susunan kata.
4. Tahap empat – Sentences (kalimat)
a. Membuat tambahan kata seperti ”sebuah”
b. Membuat kata tambahan objek
c. Membuat kalimat seperti: mama memotong sebuah mangga harumanis.
d. Kumpulan kata-kata yang pernah dibaca, dikumpulkan kembali, lalu meminta
anak untuk menyusun sendiri kalimat mereka
5. Tahap lima – Buku
Setelah anak menguasai 50 sampai dengan 150 kata. Maka anak mulai belajar
membaca dengan buku ataupun sebuah cerita yang dibuat berhubungan denga kata
yang telah dikuasai. Sejak itu diharapkan anak mulai dapat benar-benar membaca.
2) Faktor Penting dalam Mengajar Metode Glenn Doman
Terdapat dua faktor dalam mengajar anak menurut Glenn Doman yaitu27:
1. Sikap dan Pendekatan Orangtua. Yaitu bahwa antara orangtua dan anak harus
memiliki pendekatan yang menyenangkan. Karena belajar membaca merupakan
suatu permainan yang bagus sekali. Yang harus dperhatikan, belajar membaca ini
adalah:
a) Hadiah bukan hukumanb) Permainan yang paling menggairahkan bukan bekerjac) Bersenang-senang, bukan bersusah payahd) Suatu kehormatan, bukan kehinaan.
37
2. Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini, sehingga dilakukan dengan secara
singkat dan tidak lupa menghentikan permainan sebelum anak mengajukan
permintaan.
3. Jangan pernah memaksa anak untuk belajar membaca, tanpa kemauan anak sendiri.
Belajar membaca hendaknya dilakukan dengan adanya motivasi internal, dan
kegembiraan dari anak itu sendiri.
3) Kartu Huruf Bergambar
Gambar memiliki kekuatan besar dalam merespon otak anak. Oleh karena itu
dilakukanlah modifikasi terhadap media kartu huruf yang dicontohkan dalam metode
Glenn Doman, dengan cara menambahkan gambar dalam kartu ini. Jika pada anak
usia 10-18 bulan metode Glenn Doman ini terbukti efektif, maka jika dimodifikasi
untuk anak-anak yang berusia lebih besar, usia 5-6 tahun, diharapkan dapat lebih
mudah lagi permain belajar membaca ini terlaksana. Tambahan gambar dalam kartu
huruf juga diharapkan menarik minat dan memudahkan si anak dalam belajar
membaca. 28
Dengan adanya media kartu huruf yang bergambar, selain anak menangkap
bunyi lafal dari suatu huruf atau nama tertentu, ia juga dapat mengingat bentuk dari
________________________________25 M. Aulia, Ibid, hlm. 72.26 M. Aulia, Ibid, hlm. 84.
38
nama-nama benda tersebut. Alhasil, anak-anak diharapkan mampu mencerna apa yang
diajarkan secara lebih menyenangkan.
Kartu huruf bergambar dapat dibuat dengan manual/menggunakan tangan dan
spidol warna atau dapat menggunakan bantuan perangkat lunak komputer. Selanjutnya
kartu huruf bergambar tersebut diprintout dan dilapisi dengan karton sesuai dengan
petunjuk pembuatan flashcard dalam metode Glenn Doman.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dilihat dari tempatnya, penelitian ini adalah penelitian lapangan (field
research), yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang
latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuatu kelompok sosial,
individu, dan lembaga masyarakat.” 8
Dalam prosesnya, penelitian ini mengangkat data dan permasalahan yang ada
di lapangan, yang dalam hal ini adalah kemampuan membaca anak-anak kelas B1 di
TK Garden Kids Bandar Lampung.
40