Bab i - Vi Skripsi
-
Upload
faddillah-candra -
Category
Documents
-
view
62 -
download
0
description
Transcript of Bab i - Vi Skripsi
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku
tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah
satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan
barang dan jasa antar Negara, hal tersebut harus dipenuhi oleh seluruh
negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi serta
mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia, telah ditetapkan
Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa
depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas kerja.1
Kesehatan dan keselamatan kerja bersasaran disegala tempat kerja,
baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara.
Tempat-tempat kerja demikian tersebar pada segenap kegiatan ekonomi,
seperti pertanian, industri, pertambangan, perhubungan, perdagangan, jasa
dan lain-lain.2
Organisasi Buruh Internasional (ILO) memasukkan Indonesia sebagai
negara dengan angka kecelakaan kerja terbesar kedua di dunia. Itu
didasarkan pada survei terhadap 53 negara. Tahun 2005, sesuai data ILO,
terjadi 65.474 ribu kecelakaan kerja di Indonesia. Di antara jumlah itu, 1.451
orang tenaga kerja meninggal dunia. Selain itu, 5.326 pekerja cacat tetap dan
58.697 sembuh tanpa cacat. Akibat kecelakaan kerja tersebut, jumlah jam
kerja yang hilang tinggi dan produktivitas kerja menjadi rendah. Pada tahun
2006 tercatat lebih dari 95 ribu kasus dan pada tahun 2007 turun menjadi
65.474 kasus.3
-
2
Setiap hari 5 pekerja peserta Jamsostek meninggal karena kecelakaan
kerja dan 40 pekerja meninggal setiap hari di luar kecelakaan kerja. Angka
tersebut adalah angka pekerja yang menjadi peserta Jamsostek, sementara
jika disertai dengan angka di luar peserta Jamsostek maka diperkirakan
jumlahnya akan lebih besar lagi. Saat ini terdata sekitar 24,5 juta pekerja
yang menjadi peserta program Jamsostek, dan hanya 8,1 juta diantaranya
yang aktif. Jumlah pekerja di sektor formal sekitar 30 juta lebih dan sekitar 90
juta bekerja di sektor informal. Selama semester pertama 2007 terdapat
37.845 kasus kecelakaan kerja. Dari angka tersebut, 34.060 kasus
kecelakaan kerja yang pekerjanya sembuh, cacat 3.007 kasus (20 pekerja
perhari), meninggal 778 kasus (lima pekerja perhari). Sementara jumlah
pekerja yang meninggal di luar jam kerja terdapat 5.970 kasus atau rata-rata
perhari 40 pekerja yang meninggal.4
Kecelakaan dalam industri merupakan hal yang selalu dihindari, oleh
sebab itu potensi bahaya tidak hanya ada pada manusia namun bisa juga
dari sisi ekonomi dan lingkungan. Proses Risk Assessment meliputi informasi
tentang risiko dalam pengambilan keputusan terkait dengan produktivitas,
kualitas dan keamanan suatu proses.
Secara sekilas ada potensi-potensi bahaya yang timbul dalam suatu
proses yang menyebabkan kematian, kerugian, bencana, kehilangan
produksi, menurunnya kualitas produk, dan bahaya bagi lingkungan. Pada
proses awal dari Risk Assesment adalah mengidentifikasi dari bahaya atau
Hazard dan efek dari Hazard tersebut serta siapa/ apa yang akan terkena
dampaknya. Langkah selanjutnya menentukan besarnya frekuensi atau
probabilitas dari kejadian, karena risiko adalah kombinasi dari Consequency
dan Probability.5
Pelabuhan bongkar muat barang merupakan satu-satunya yang ada di
Kecamatan Sukamara sehingga menjadikan sentral perekonomian yang
penting bagi masyarakat di Kabupaten Sukamara. Bongkar muat barang
dilakukan oleh para pekerja buruh angkut kapal yang bekerja disektor
informal. Dalam hal ini penilaian tentang risiko terjadinya kecelakaan kerja
terhadap buruh angkut kapal belum pernah dilaksanakan baik dari Dinas
Tenaga Kerja maupun Dinas Kesehatan.
-
3
Dari survei awal yang dilakukan pada bulan Desember 2008 terdapat 72
orang para pekerja buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara. Risk
Assement yang dapat dilakukan adalah mulai dari karakteristik pekerja, alat/
mesin yang digunakan, bahan-bahan yang diangkut, proses kerjanya,
lingkungan kerja serta limbah/ sisa buangan dari bahan yang tidak terangkut.
Risiko terjadinya kecelakaan kerja pada buruh angkut kapal di
Kecamatan Sukamara dimulai dari saat para pekerja mengangkut barang dari
kapal kegudang/ langsung kemobil angkut menggunakan alat bantu seperti
katrol slang dan gerobak maupun yang tidak menggunakan alat bantu atau
secara manual. Pekerja tidak memperhatikan beban yang diangkut serta
ketidak tahuan pekerja cara mengangkut barang yang benar sehingga
memungkinkan pekerja mengalami gangguan muskuloskeletal seperti cedera
punggung, dislokasi/ keseleo, regang otot, hernia dan luka-luka. Barang yang
diangkut mulai dari sembako, pupuk sampai alat-alat bangunan. Berat yang
diangkut masing-masing bervariasi, jalan yang dilalui terlalu kecil dan sempit
serta licin yang memungkinkan pekerja dapat tergelincir serta terjatuh.
Berhubungan dengan risiko-risiko tersebut peneliti merasa perlu
melakukan Assesment risiko kecelakaan kerja terhadap buruh angkut kapal
di Kecamatan Sukamara.
B. Rumusan Masalah
Risiko kecelakaan kerja pada pekerja buruh angkut kapal di Kecamatan
Sukamara terdapat pada proses kerja yang dilakukan oleh buruh, mulai dari
saat pekerja mengangkut barang dari kapal kegudang/ langsung kemobil
angkut menggunakan alat bantu seperti katrol slang dan gerobak maupun
yang tidak menggunakan alat bantu atau secara manual. Pekerja tidak
memperhatikan beban yang diangkut serta ketidak tahuan pekerja cara
mengangkut barang yang benar sehingga memungkinkan pekerja mengalami
gangguan muskuloskeletal seperti cedera punggung, dislokasi/ keseleo,
regang otot, hernia dan luka-luka. Barang yang diangkut mulai dari sembako,
pupuk sampai alat-alat bangunan. Berat yang diangkut masing-masing
bervariasi, jalan yang dilalui terlalu kecil dan sempit serta licin yang
memungkinkan pekerja dapat tergelincir serta terjatuh.
-
4
Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat dirumuskan masalah
Bagaimana Assesment risiko kecelakaan kerja pada pekerja buruh angkut
kapal di Kecamatan Sukamara?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan risiko kecelakaan kerja pada pekerja buruh angkut kapal
di Kecamatan Sukamara.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan lokasi dan pekerjaan di Pelabuhan Sukamara.
b. Mendeskripsikan masing-masing risiko ditinjau dari pekerja, alat kerja,
bahan, proses kerja, lingkungan kerja, tumpahan limbah.
c. Mendeskripsikan dan menganalisis tingkat risiko dari para pekerja
buruh angkut kapal dilihat dari segi pekerja, alat, bahan, proses kerja,
lingkungan kerja dan tumpahan limbah.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman kepada peneliti dalam mengkaji suatu
permasalahan Kesehatan dan Keselamatan Kerja khususnya Risk
Assessment kecelakaan kerja pada pekerja buruh angkut kapal di
Kecamatan Sukamara.
2. Bagi Pekerja
Memberi masukan mengenai berbagai risiko kecelakaan kerja sebagai
upaya penanggulangan kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja kepada
para pekerja buruh angkut kapal.
3. Bagi Instansi Terkait
Sebagai masukan informasi tentang risiko kecelakaan kerja dan aspek-
aspek keselamatan dan kesehatan kerja sekaligus sebagai bahan
pertimbangan dalam upaya perbaikan dan peningkatan efisiensi di tempat
kerja.
-
5
4. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Sebagai media penghubung bagi dunia pendidikan dalam memahami
kesenjangan yang muncul dari teori dan terapan di lapangan khususnya
peminat Kesehatan dan keselamatan kerja.
-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Risiko
Risiko adalah kemungkinan bahaya yang timbul dalam suatu proses
yang bisa menyebabkan kematian, kerugian, bencana, kehilangan produksi,
menurunnya kualitas produk dan bahaya bagi lingkungan. Langkah awal dari
Risk Assesment adalah mengidentifikasi dari bahaya atau Hazard dan efek
dari Hazard tersebut serta siapa/ apa yang akan terkena dampaknya.
Langkah selanjutnya menentukan besarnya frekuensi atau probabilitas dari
kejadian, karena Risk adalah kombinasi dari Consequency dan Probability.
Dari identifikasi awal akan teridentifikasi bahaya yang timbul kemudian
dibandingkan batasan kriteria yang diinginkan, jika Risk sudah diambang
toleransi batas yang ditentukan maka perlu adanya pencegahan untuk
mengurangi risiko yang akan terjadi.6
Menurut A.M Sugeng Budiono, risiko adalah manifestasi/ perwujudan
potensi bahaya (Hazard Event) yang mengakibatkan kemungkinan kerugian
menjadi lebih besar. Tergantung dari cara pengelolaannya, tingkat risiko
mungkin berbeda dari yang paling ringan atau rendah sampai ketahap yang
paling berat atau tinggi, diupayakan tindakan minimalisasi atau pengendalian
agar tidak terjadi bencana atau kerugian lainnya.7
B. Analisis Risiko
Analisis Risiko merupakan kegiatan analisa suatu risiko dengan cara
menentukan besarnya kemungkinan/ probability dan tingkat keparahan dari
akibat/ consequences suatu risiko. Peluang (Probability) merupakan
kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan/ kerugian ketika terpapar dengan
suatu bahaya, seperti: peluang orang jatuh karena melewati jalan licin,
peluang untuk tertusuk jarum, peluang tersengat listrik, peluang supir
menabrak. Sedangkan akibat (Consequences) merupakan tingkat keparahan/
kerugian yang mungkin terjadi dari suatu kecelakaan/ Loss akibat bahaya
yang ada. Hal ini bisa terkait dengan manusia, properti, lingkungan, dll
Contoh: Fatality atau kematian, Cacat, Perawatan medis, P3K.8
-
7
C. Manajemen Risiko
Menurut James A.F. Stoner, Manajemen merupakan suatu proses untuk
mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Proses-proses tersebut terdiri dari
kegiatan-kegiatan, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan.9
Manajemen risiko adalah proses pengukuran atau penilaian risiko serta
pengembangan strategi pengelolaannya. Strategi yang dapat diambil antara
lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko,
mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua
konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada
risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam
atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum). Dalam Keselamatan dan
Kesehatan kerja, manajemen risiko meliputi seluruh prosedur yang
berhubungan dengan identifikasi Hazard, Assesment risiko, kebijaksanaan
untuk mengendalikan risiko dan mengkaji ulang hasil yang dicapai.10
D. Penilaian Risiko (Risk Assesment)
Penilaian risiko hakikatnya merupakan proses untuk menentukan
pengaruh atau akibat pemaparan potensi bahaya yang dilaksanakan melalui
tahap atau langkah yang berkelanjutan.11
Penilaian risiko atau Risk Assessment adalah proses evaluasi Hazard
untuk dapat menentukan tingkatan tindakan yang dibutuhkan untuk
mengurangi risiko sehingga pada tingkat yang diterima. Ketika evaluasi risiko
harus dilakukan terhadap hazard seseorang harus mempertimbangkan dua
hal sekaligus, Likelihood dan Consequences kejadian yang terjadi.
Likelihood didefinisikan sebagai kesempatan akan terjadinya sesuatu
benar-benar terjadi, sedangkan Consequences adalah ukuran kedahsyatan
atau kekejaman yang diderita jika terjadi kecelakaan yang dapat dibedakan
pula dalam akibat terhadap manusia, masyarakat, lingkungan atau peralatan
produksi lain.10
E. Pengendalian Risiko
Salah satu proses penting manajemen risiko, setelah mengenal pasti
risiko adalah mengendalikan risiko. Metode yang digunakan dalam
-
8
pengendalian risiko yaitu melalui hirarki pengendalian. Hirarki pengendalian
merupakan urutan yang harus dipertimbangkan ketika memilih metode untuk
mengurangi atau menurunkan risiko. Adapun urutan atau prioritas dari hirarki
pengendalian, yaitu:12
1. Eliminasi
Metode yang paling memuaskan mengatasi Hazard adalah
melenyapkan/ menghilangkan. Sekali Hazard dihilangkan sekaligus
potensi kerugian dapat dicegah.
2. Subtitusi
Metode ini adalah menggantikan proses berbahaya dengan yang tidak
berbahaya. Memang cara ini tidak sesempurna eliminasi sebab masih
ada risikonya.
3. Isolasi
Memisahkan atau mengisolasi Hazard dari orang. Metode ini
mempunyai masalah sebab Hazard tidak dihilangkan. Perlindungan atau
alat pemisah selalu mengandung risiko dicabut/ ditarik.
4. Pengendalian secara teknis
Metode untuk mengurangi risiko dengan mendesain peralatan agar
risiko dapat dikurangi.
5. Pengendalian Administrasi
Pemecahan masalah dengan administrasi biasanya meliputi modifikasi
Likelihood kecelakaan terjadi. Ini dilakukan dengan mengurangi jumlah
orang yang terancam bahaya dan menyelenggarakan pelatihan kepada
orang-orang yang terancam bahaya.
6. Alat Pelindung diri
Penggunaan pelindung diri sebaiknya dipertimbangkan jika semua
metode lain sudah tidak praktis, atau menambah pengendalian jika
hirarki risiko meningkat.
F. Metode HIRA (Hazard Identification and Risk Assesment)13
Langkah-langkah Metode HIRA meliputi :
1. Klasifikasi aktivitas kerja (Step Of Work)
2. Identifikasi potensi bahaya (Hazard)
3. Identifikasi efek potensi bahaya (Hazard Effect)
-
9
4. Penilaian resiko
Dibagi menjadi 2 yaitu : C = Concequences (Keparahan)
L = Likelyhood (Kemungkinan)
Tabel 2.1 Menilai Keparahan Resiko (C)
Ranking Risk Factor by Consequence
Fatality Menyebabkan kematian atau kecacatan permanen Mayor Injury luka-luka/ cacat Minor Injury Luka-luka/ mangakibatkan hari kerja hilang First Aid Bantuan pertama perawatan medis Negligible Memerlukan perawatan ringan (First Aid)
Tabel 2.2 Menilai Kemungkinan Resiko (L)
Ranking Risk Factor by Likelihood
Very likely Hampir pasti terjadi Likely Sering terjadi Possible Mungkin terjadi sewaktu-waktu Unlikely Bisa terjadi, tetapi jarang Highly Unlikely Hanya terjadi pada kondisi sangat khusus
5. Evaluasi resiko
Dari hasil penilaian resiko kemudian dilakukan evaluasi resiko dengan
ketentuan:
Table 2.3 Matrik Penilaian Risiko
Consequence (Keparahan)
Likelihood (Kemungkinan) Very likely
Likely Possible Unlikely Highly unlikely
Fatality E H H H M Mayor Injury H H H M M Minor Injury H M M M M
First Aid M M M L L Negligible M M L L L
Keterangan : Low : Tidak perlu tindakan khusus/ hanya berupa
pemantauan saja
Medium : Pengendalian sesuai dan perlu dilakukan
High : Pengendaliannya mulai dari upaya menurunkan risiko
hingga tindakan praktis yang mungkin dilakukan (As
Low Practicable).
Ekstrim : Perlu dilakukan perbaikan waktu itu juga
-
10
6. Hirarki Pengendalian Risiko
Table 2.4 Hirarki Pengendalian Risiko
Hirarki Pengendalian Risiko
Eliminasi Melenyapkan/ menghilangkan bahaya Substitusi Menggantikan proses berbahaya dengan yang tidak
berbahaya Isolasi Memisahkan atau mengisolasi Hazard dari orang Pengendalian Secara Teknis
Metode untuk mengurangi risiko dengan mendesain peralatan agar risiko dapat dikurangi
Pengendalian Administrasi
Pemecahan masalah dengan administrasi biasanya meliputi modifikasi Likelihood kecelakaan terjadi
Penggunaan APD Penggunaan pelindung diri sebaiknya dipertimbangkan jika semua metode lain sudah tidak praktis
G. Kecelakaan Kerja
1. Defenisi
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan, tidak terduga dikarenakan dibelakang peristiwa tidak ada
unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Maka dari itu
peristiwa sabotase atau tindak kriminal diluar ruang lingkup kecelakaan
kerja yang sebenarnya. Tidak diharapkan oleh karena peristiwa
kecelakaan disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang
paling ringan sampai kepada yang paling berat.
Sedangkan arti dari kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang
tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian harta benda dan
atau karena manusia.
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni
faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu kecelakaan kerja juga
merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah
kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja.
Sumber lain mengatakan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu
kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan.
Hubungan kerja disini berarti kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau
pada waktu melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat
kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni:
a. Kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan
b. Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
-
11
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini
diperluas lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja
yang terjadi pada saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja.
Dengan kata lain kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja
dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau dalam rangka
menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja.14
Menurut Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 tentang jaminan
pemeliharaan sosial tenaga kerja disebutkan bahwa pengertian
kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan
hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,
demikian juga kecelakaan kerja yang terjadi dalam perjalanan berangkat
dari rumah menuju tempat kerja dan pulang kerumah melalui jalan yang
biasa atau wajar dilalui.
Setiap kecelakaan menimbulkan penderitaan bagi si korban
sekaligus bagi keluarganya disamping mengakibatkan kerugian uang
maupun waktu. Timbulnya kecelakaan kerja mengakibatkan berbagai
kerugian, baik langsung maupun tidak langsung. Kerugian langsung
adalah kerugian yang segera tampak akibat suatu kecelakaan.
Sedangkan kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak segera
tampak, misalnya hilangnya waktu kerja, penurunan hasil produksi,
hilangnya tenaga terampil dan sebagainya.
Kecelakaan merupakan kejadian yang datang secara mendadak
yang tidak diharapkan dan tidak menimbulkan cedera (Injury) pada
seseorang. Meskipun kejadian kecelakaan umumnya mendadak namun
sebenarnya dapat diperkirakan atau diramalkan sehingga dapat dicegah
atau ditekan angka kejadiannya.
2. Kategori Penilaian Kecelakaan Kerja15
Tingkat risiko bisa diukur dari kemungkinan peluang (Probability) dan
akibat (Consequensy) munculnya suatu kejadian berbahaya. Didalam
matrik penilaian risiko PTBA, kemungkinan peluang terbagi kedalam 4
kelas, yaitu:
a. Kemungkinan munculnya peluang sangat kecil, berarti secara praktis
kemungkinan terjadinya kecelakaan sangat kecil. Bisa jadi kejadian
-
12
itu hanya terjadi sekali dalam kehidupan sebuah industri, pabrik atau
tambang.
b. Kemungkinan peluang terjadinya jarang. Berarti kejadian ini hanya
pernah terjadi di industri namun tidak sering. Kemungkinan
terjadinya peluang seperti ini hanya terjadi sekali dalam 20 tahun,
dan kemungkinan bisa saja terjadi suatu saat.
c. Kemungkinan peluang kadang-kadang. Ini terjadi rata-rata sekali
dalam 3 tahun.
d. Kemungkinan peluang yang sering terjadi, rata-rata terjadi sekali
dalam 1 tahun.
Kemungkinan akibat yang ditimbulkan dari peluang tadi juga terbagi
dalam 4 kelas, yaitu:
a. Akibat dapat diabaikan
Ketegori ini berarti kejadian tersebut hanya menimbulkan kecelakaan
ringan, yang hanya perlu pertolongan ringan saja (Cedera First Aid).
Dalam kategori ini kerugian harta benda diperkirakan hanya sampai
Rp. 100.000 ,-
b. Kategori Sedang
Terjadi cedera ringan dengan nilai kerugian harta benda lebih besar
dari Rp. 100.000 ,- tetapi tidak lebih dari Rp. 100.000.000 ,-
c. Kategori besar
Terjadi cedera berat hingga menimbulkan kelumpuhan pada salah
satu anggota tubuh (Permanent Disabling Injury). Dihitung dari
nilainya kecelakaan ini menimbulkan kerugian harta benda lebih dari
Rp. 100.000.000 ,- hingga 10 milliar.
d. Katastropik
Yaitu satu atau lebih kecelakaan fatal yang menimbulkan kerugian
harta benda lebih besar dari 10 milliar.
Dari matrik peluang dan akibat, maka setiap kotak memiliki ranking
penilaian risiko masing-masing. Semakin kecil rankingnya maka prioritas
perbaikan semakin rendah.
Ada 9 ranking yang disusun oleh departemen K3, yang terbagi kedalam
tiga kelompok besar prioritas, yaitu:
-
13
a. Ranking 1 dan 2 termasuk dalam prioritas rendah.
Normalnya bisa dianggap sebagai risiko yang dapat diterima.
Tindakan pengendaliannya hanya berupa pemantauan saja.
b. Ranking 3 sampai 6 termasuk dalam prioritas sedang atau
menengah (Medium).
Kalau kejadian tertentu masuk kedalam ranking ini maka sudah
harus dilakukan perhatian secara serius, setidaknya dari kepala
satuan kerja lapis pertama. Dikategori ini tindakan yang perlu diambil
adalah pengendalian yang sesuai dan perlu dilakukan.
c. Ranking 7 sampai 9 termasuk prioritas sangat tinggi.
Tindakan ini perlu segera dilakukan, tidak bisa ditunda lagi. Bahkan
perlu meminta perhatian dari manajemen tingkat tinggi. Tingkat
pengendaliannya mulai dari upaya menurunkan risiko hingga
tindakan praktis yang mungkin dilakukan (As Low Practicable).
3. Teori-teori penyebab kecelakaan kerja16
Kecelakaan kerja biasanya disebabkan oleh banyak faktor yang meliputi:
a. Faktor lingkungan kerja, terdiri dari:
1) Fisik, seperti bising, radiasi, penerangan, getaran, suhu maupun
kelembaban
2) Faktor kimia
3) Faktor manusia terdiri dari umur, pengalaman, jenis kepribadian,
tingkat keterampilan dan kelelahan
b. Faktor pekerjaan terdiri dari jam kerja dan pergeseran waktu.
c. Faktor manusia terdiri dari umur, pengalaman, jenis kepribadian,
tingkat keterampilan dan kelelahan.
Adapun teori tentang penyebab terjadinya kecelakaan banyak
ditemukan, antara lain:
a. Teori kebetulan umum (Pure Chance Theory), yang menyampaikan
bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan sehingga tidaka
ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya. Karena itu
kecelakaan terjadi karena kebetulan.
b. Teori kecenderungan (Accident Prone Theory), pada pekerja tertentu
lebih sering tertimpa kecelakaan karena sifat-sifat pribadinya yang
cenderung untuk alami kecelakaan.
-
14
c. Teori tiga faktor utama (Three Main Factor Theory), menyebutkan
bahwa penyebab suatu kecelakaan adalah peralatan, lingkungan
dan faktor manusia pekerja itu sendiri.
d. Teori dua faktor (Two Factor Theory), kecelakaan disebabkan oleh
kondisi berbahaya (Unsafe Act).
e. Teori faktor manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa
akhirnya semua kecelakaan kerja langsung atau tidak langsung
disebabkan karena kesalahan manusia.
Oleh HW. Henrich dikembangkan teori tentang terjadinya
kecelakaan kerja yang sebenarnya merupakan rangkaian yang berkaitan
satu sama lain. Mekanisme terjadinya kecelakaan kerja dinamakan
dengan Domino Sguence berupa:17
a. Keturunan (Harediter), misalnya pada orang yang keras kepala dan
pengetahuan lingkungan yang jelek. Karena hal tersebut akhirnya
kurang hati-hati dan akibatnya akan terjadi kecelakaan.
b. Kesalahan Manusia. Kelemahan sifat perseorangan yang
menunjang terjadinya kecelakaan, misalnya kurang pendidikan,
angkuh dan cacat fisik atau mental. Karena sifat ini timbul
kecenderungan kesalahan dalam kerja yang akhirnya
mengakibatkan kecelakaan.
c. Perbuatan salah karena kondisi bahaya (tak aman). Misalnya,
secara fisik/ mekanik meninggalkan alat pengaman, pencahayaan
tidak memadai, mesin sudah tua dan mesin tak ada pelindungnya.
d. Kesalahan (Accident). Misalnya, akan menimpa pekerja dan
mengakibatkan kecelakaan orang lain (termasuk keluarganya).
e. Dampak kerugian. Misalnya, pekerja: luka, cacat, tidak mampu
bekerja atau meninggal dunia, Supervisor: kerugian biaya langsung
dan tidak langsung, Konsumen: pesanan tertunda dan barang
menjadi langka.
Berdasarkan pendekatan epidemiologi, timbulnya kecelakaan
disebabkan oleh 3 faktor yaitu:18
a. Host, yaitu tenaga kerja yang melakukan pekerjaan.
b. Agent, yaitu pekerjaan yang meliputi jenis pekerjaan, beban kerja
dan jam kerja.
-
15
c. Environment, yaitu lingkungan yang terdapat ditempat kerja yang
meliputi lingkungan fisik, kimia dan biologi.
Menurut teori tiga faktor utama (Three Main Factor Thory)
disebutkan bahwa ada 3 faktor yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja ketiga faktor tersebut dapat diuraikan menjadi:
a. Faktor manusia, meliputi:
1) Umur
Umur memiliki pengaruh yang penting terhadap kejadian
kecelakaan kerja. Golongan umur yang lebih tinggi mempunyai
kecenderungan lebih tinggi mengalami kecelakaan kerja
dibandingkan dengan golongan umur muda karena golongan
umur muda mempunyai kecepatan reaksi yang lebih tinggi. Pada
umumnya kapasitas fisik manusia seperti penglihatan,
pendengaran dan kecepatan reaksi akan berkurang pada usia 30
tahun atau lebih. Sehingga untuk golongan umur tersebut
biasanya banyak mengalami kecelakaan yang sifatnya berat
bahkan meninggal. Namun sisi positifnya yang dapat diambil dari
tenaga kerja dengan umur lebih dari itu tenaga kerja akan lebih
berhati-hati dan lebih menyadari adanya bahaya dibandingkan
tenaga kerja yang masih muda.19
Biasanya umur sesorang dapat menunjukkan tingkat
pengalaman orang tersebut seperti halnya tenaga kerja muda
yang mempunyai tingkat absensi tinggi adalah bukan karena
penyakit tetapi adanya kesukaran adaptasi terhadap lingkungan
kerja, tingkat ketelitian yang kurang, ketidak seriusan dan tenaga
kerja muda juga mempunyai faktor emosi yang tinggi. Pada usia
tua syaraf seperti tremor pada tenaga kerja menurunkan
produktifitas dan kecenderungan untuk terjadi kecelakaan kerja,
tenaga kerja usia tua mempunyai ketelitian yang berkurang.20
2) Masa kerja
Pengaruh masa kerja dan pengalaman terhadap tingkat
kecelakaan sangat sulit untuk menarik kesimpulan, karena faktor
yang berbeda-beda yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan.
Tenaga kerja yang berpengalaman dan sudah lama menggeluti
-
16
pekerjaanya akan lebih mudah dalam pengenalan lingkungan,
akan tetapi karena kenal dengan risiko bahaya menyebabkan
kurang hati-hati. Sementara untuk tenaga kerja yang baru akan
sebaliknya. Lama kerja berkaitan dengan pengalaman kerja,
berdasarkan penelitian tenaga kerja yang lamanya bekerja lebih
dari 5 tahun mempunyai produktivitas lebih tinggi, lalu akan
menurun pada masa kerja 8 tahun tetapi setelah tahun
kedelapan produktivitas kerja secara perlahan akan meningkat
lagi. Selain itu tenaga kerja yang telah lama bekerja mempunyai
dorongan hadir lebih besar dan berpengalaman sehingga
mempunyai keuntungan kesenioritasannya. Ini berarti bantuan
yang diberikan kepada seorang tenaga kerja bukan dalam
bentuk fisik saja, melainkan harus juga dalam bentuk mental.20
3) Jenis kelamin
Ukuran dan daya tahan tubuh laki-laki dengan wanita
berbeda, laki-laki sanggup menyelesaikan pekerjaan berat yang
biasanya tidak sekalipun dikerjakan wanita. Laki-laki lebih
dibutuhkan pada industri yang membutuhkan tenaga dan fikiran
yang berat dibandingkan wanita, oleh karena itu jenis kelamin
sangat berpengaruh terhadap pekerjaan yang ada pada
perusahaan.17
Laki-laki dan wanita pada umumnya memiliki perbedaan
kemampuan fisik dan kekuatan kerja ototnya. Jenis kelamin
merupakan faktor penting dalam analisis terjadinya kecelakaan
kerja. Meskipun daya tahan, postur tubuh wanita dan laki-laki
berbeda, tetapi bila tenaga kerja tersebut ditempatkan pada
bidang pekerjaan dan jam kerja yang sesuai maka kecelakaan
kerja dapat lebih diperkecil. Hal ini dapat ditunjukkan pada
adanya peraturan jam kerja yang tidak diperbolehkan untuk
tenaga kerja wanita. Berdasarkan studi yang telah ada
menunjukkan bahwa wanita memiliki waktu kerja yang lebih
pendek dibandingkan laki-laki. Jika dalam bekerja tidak
dibedakan jam kerja antara laki-laki dan wanita tentu akan
menyebabkan banyak terjadi kecelakaan kerja.21
-
17
4) Tingkat pengetahuan atau pendidikan
Tingkat pengetahuan seseorang tentang segala sesuatu
yang dihadapi tidak lepas dari status pendidikannya, dimana
seseorang mempunyai pengaruh dalam sejarah berfikir dan
bertindak dalam menghadapi pekerjaannya, tenaga kerja dengan
dasar pendidikan dan pengetahuan yang sangat terbatas serta
kondisi kesehatan yang buruk cenderung akan mempengaruhi
produktivitas kerja. Keberhasilan tenaga kerja dalam melakukan
pekerjaan yang dibebankan kepadanya ditentukan oleh tingkat
pengetahuan dan pendidikan tenaga kerja yang sangat
ditentukan oleh latihan yang diperolehnya.11
5) Status kesehatan
Kaitan timbal balik pekerjaan yang dilakukan oleh kesehatan
pekerja semakin banyak dipelajari dan terus berkembang sejak
terjadinya revolusi industri. Pekerjaan mungkin berdampak
negatif bagi kesehatan akan tetapi sebaliknya pekerjaan dapat
pula memperbaiki tingkat kesehatan dan kesejahteraan pekerja
bila dikelola dengan baik. Demikian pula status kesehatan
pekerja sangat mempengaruhi kecelakaan kerja serta
produktivitas kerja. Pekerja yang sehat dapat memungkinkan
kecilnya kejadian kecelakaan kerja, sehingga tercapainya hasil
kerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan pekerja yang
terganggu kesehatannya.11
6) Ergonomi22
Adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau
sebaliknya yang tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi
yang setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia
seoptimal-optimalnya.
Ergonomi adalah komponen kegiatan dalam ruang lingkup
Hiperkes yang antara lain meliputi penyerasian pekerjaan
terhadap tenaga kerja secara timbal-balik untuk efisiensi dan
kenyamanan kerja.
-
18
7) Kelelahan
Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar
tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga secara
sentra oleh otak. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi
berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara
pada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta
ketahanan tubuh. Kelelahan diklasifikasikan dalam 2 jenis yaitu
kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot adalah
merupakan tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot.
Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan
berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh
karena monotomi, intensitas dan lamanya kerja fisik, status
kesehatan dan keadaan gizi.27
Terdapat keterkaitan yang erat antara kelelahan yang
dialami tenaga kerja dengan kinerja perusahaan. Lebih jelasnya,
apabila tingkat produktifitas seseorang tenaga kerja terganggu
yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka
akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan
berupa penurunan produktifitas perusahaan. Tenaga kerja
sebagai aset perusahaan perlu dikelola dengan baik dan benar,
antara lain dengan memperhatikan faktor-faktor kemungkinan
timbulnya kelelahan. 11
b. Faktor lingkungan, meliputi:
1) Waktu Kerja
Waktu kerja bagi seorang tenaga kerja menentukan efisiensi
dan produktivitasnya segi terpenting bagi persoalan waktu kerja
meliputi: lamanya seseorang mampu kerja secara baik,
hubungan antara bekerja dengan istirahat, waktu diantara sehari
menurut periode yang melalui siang dan malam. Sisa dari jam
kerja dipergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan
masyarakat, istirahat serta tidur. Memperpanjang waktu kerja
lebih dari kemampuan akan terlihat penurunan produktivitas
serta kecenderungan untuk timbul kelelahan, penyakit dan
kecelakaan dalam bekerja.19
-
19
Waktu kerja selama 8 jam perhari, diusahakan sedapat
mungkin tidak dilampaui. Apabila hal ini tidak dapat dihindari,
perlu diusahakan grup di kerja baru atau pengadaan kerja gilir
(Shift Work). Kerja lembur sedapat mungkin ditiadakan, karena
beberapa penelitian menunjukkan bahwa kerja lembur dapat
menurunkan efisiensi dan produktifitas kerja serta meningkatkan
angka kecelakaan kerja.23
Waktu sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan
kerja. Waktu yang digunakan bagi tenaga kerja yang baik adalah
40 jam dalam seminggu, yang berarti 6-8 jam perharinya. Waktu
kerja biasanya dibagi kedalam shift kerja dalam 24 jam sehari.
Pekerja dibagi dalam beberapa kelompok, dimana masing-
masing bergiliran dan masa kerjanya sesuai dengan hasil bagi
24 jam dengan banyaknya kelompok kerja. Pergeseran waktu
kerja pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya
peningkatan kejadian kecelakaan kerja.24
2) Beban Kerja
Beban kerja adalah pekerjaan yang dibebankan kepada
tenaga kerja baik berupa beban fisik maupun beban mental yang
menjadi tanggung jawabnya, dalam hal ini kesinambungan
antara beban kerja dengan kemampuan individu agar tidak
terjadi hambatan dalam pekerjaannya.20
3) Kebisingan
Kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki. Frekwensi
suara yang dapat didengar oleh telinga manusia secara umum
adalah 20-20.000 Hz.17
Kebisingan dapat mempengaruhi konsentrasi dan dapat
membantu terjadinya kecelakaan. Kebisingan yang lebih dari 85
dB (A) dapat mempengaruhi daya dengar dan menimbulkan
ketulian. Pencegahan terhadap kebisingan harus dimulai sejak
perencanaan mesin dan dilanjutkan dengan memasang bahan-
bahan yang dapat menyerap kebisingan.25
Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah dapat
mengurangi kenyamanan dalam bekerja, tidak semua tenaga
-
20
kerja yang terganggu kebisingan yang ada. Ini disebabkan
mereka sudah sangat terbiasa oleh kondisi yang ada dalam
jangka waktu cukup lama, selain itu dapat mengganggu
komunikasi antar pekerja, mengurangi konsentrasi, menurunkan
daya dengar, tuli akibat kebisingan.11
Efek kebisingan terhadap pekerjaan yaitu mengganggu
perhatian yang terus-menerus sehingga dapat membuat
kesalahan-kesalahan dalam pekerjaan akibat terganggu
konsentrasi. Bagi orang-orang yang sangat peka terhadap
kebsingan terutama pada nada tinggi dapat menyebabkan
masalah psikologis. Mungkin pula kebisingan meningkatkan
kelelahan.
4) Iklim dan cuaca kerja
Suhu yang tinggi dapat menyebabkan Heat Cramps, Heat
Exhaustion dan Heat Stroke. Dapat juga terjadi gangguan
perilaku dan performa kerja seperti terjadinya kelelahan, sering
melakukan istirahat curian dan lain-lain.11
Iklim kerja panas merupakan mikro meteorology dari
lingkungan kerja. Iklim ini sangat berkaitan erat dengan suhu,
udara, kelembaban, kecepatan gerakan udara dan panas radiasi.
Dibawah ini beberapa contoh tempat kerja dengan iklim kerja
panas, yaitu:11
a) Proses produksi yang menggunakan panas, seperti
peleburan, pengeringan dan pemanasan.
b) Tempat kerja yang terkena langsung sinar matahari, seperti
pekerjaan jalan raya, bongkar muat barang, nelayan dan
petani.
c) Tempat kerja dengan ventilasi udara kurang memadai.
Udara yang panas adalah sebab dari kelelahan dan
kurangnya konsentrasi. Mungkin suhu udara yang tepat ditempat
kerja adalah sekitar 24-260C suhu kering.26
Tempat kerja yang nyaman merupakan salah satu faktor
penunjang gairah kerja. Lingkungan kerja yang panas dan
-
21
lembab akan menurunkan produktivitas kerja, juga akan
berdampak negatif terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.11
Pengendalian iklim kerja dapat dilakukan dengan cara
pengendalian secara fisik, administratif, dan pemakaian alat
pelindung diri (APD). Pengendalian iklim kerja secara teknik
dapat dilakukan dengan cara isolasi sumber panas, shielding,
pendinginan setempat, dan ventilasi umum. Sedangkan
pengendalian iklim kerja secara administratif dapat dilakukan
dengan pengaturan waktu kerja dan istirahat, pengadaan air
minum, aklimatisasi, pemeriksaan kesehatan dan seleksi tenaga
kerja (sehat, segar, dan telah beradaptasi).17
5) Penerangan
Penerangan ditempat kerja adalah salah satu sumber
cahaya yang menerangi benda-benda ditempat kerja.
Penerangan dapat berasal dari cahaya alami dan cahaya buatan.
Penerangan merupakan suatu aspek lingkungan fisik
penting bagi keselamatan kerja. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa penerangan dan ketidakefisienan yang
minimal. Dalam hubungan kelelahan sebagai sebab kecelakaan,
penerangan yang baik merupakan usaha preventif. Pengalaman
menunjukkan bahwa penerangan yang tidak memadai maka
akan disertai dengan tingkat kecelakaan yang tinggi.23
Penerangan yang baik adalah penerangan yang
memungkinkan seorang tenaga kerja melihat pekerjaannya
dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, serta
membantu menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan
menyenangkan.
Sifat-sifat dari penerangan yang baik ditentukan oleh:
a) Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan
b) Pencegahan kesilauan
c) Arah sinar
d) Warna dan panas penerangan terhadap keadaan lingkungan
-
22
Akibat-akibat penerangan buruk:
a) Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi
kerja
b) Kelelahan mental
c) Keluhan-keluhan pegal didaerah mata dan sakit kepala
disekitar mata
d) Kerusakan alat penglihatan
e) Meningkatnya kecelakaan
6) Lokasi dan tempat
Lokasi atau tempat kerja mempengaruhi terjadinya
kecelakaan kerja. Bagi tenaga kerja yang bekerja diadministrasi
akan cenderung kecil mengalami kecelakaan kerja. Sedangkan
bagi tenaga kerja yang ada pada bagian produksi dan lapangan
akan cenderung mengalami kecelakaan kerja.
Disamping itu kecelakaan lalu lintas yang terjadi pada saat
tenaga kerja berangkat dan pulang untuk tujuan melaksanakan
pekerjaan dan melewati jalan yang biasa dilalui sering terjadi
juga. Hal itu masih termasuk dalam kecelakaan kerja.
7) Bau-bauan ditempat kerja
Bau-bauan adalah suatu jenis pencemaran udara, yang tidak
hanya penting ditinjau dari penciuman, tetapi juga segi hygine
pada umumnya. Bau yang tidak disukai sekurang-kurangnya
mengganggu rasa kesehatan setinggi-tingginya, sedangkan bau-
bauan tertentu adalah petunjuk dari pencemaran yang bersifat
racun dalam udara.25
Cara terbaik pengukuran bau-bauan dewasa ini masih tetap
cara subjektif dengan alat penciuman, walaupun telah dicoba
beberapa cara untuk pengambilan contoh udara dan
pemeriksaannya, baik terhadap bahan-bahan kimia, biologis dan
radioaktif. 25
c. Faktor teknis
Meliputi peralatan atau mesin yang digunakan, bahan-bahan
yang berbahaya, alat-alat yang tidak sesuai, peralatan yang
dibiarkan tidak ada pelindung dan kurangnya pengamanan alat.
-
23
4. Klasifikasi Kecelakaan Kerja27
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan
akibat kerja ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan,
yakni :
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan:
1) Terjatuh
2) Tertimpa benda
3) Tertumbuk atau terkena benda-benda
4) Terjepit oleh benda
5) Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
6) Pengaruh suhu tinggi
7) Terkena arus listrik
8) Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
b. Klasifikasi menurut penyebab :
1) Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin
penggergajian kayu, dan sebagainya.
2) Alat angkut, alat angkut darat, udara dan air.
3) Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi
pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya.
4) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas,
zat-zat kimia, dan sebagainya.
5) Lingkungan kerja (diluar bangunan, didalam bangunan dan
dibawah tanah).
6) Penyebab lain yang belum masuk tersebut diatas.
c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :
1) Patah tulang
2) Dislokasi (keseleo)
3) Regang otot (urat)
4) Memar dan luka dalam yang lain
5) Amputasi
6) Luka di permukaan
7) Geger dan remuk
8) Luka bakar
9) Keracunan-keracunan mendadak
-
24
10) Pengaruh radiasi
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :
1) Kepala
2) Leher
3) Badan
4) Anggota atas
5) Anggota bawah
6) Banyak tempat
7) Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.
Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak karena pada kenyataannya
kecelakaan akibat kerja biasanya tidak hanya 1 faktor tetapi banyak
faktor.
5. Klasifikasi Akibat Kecelakaan Kerja28
a. Perawatan Ringan (First Aid)
Perawatan ringan merupakan suatu tindakan/ perawatan terhadap
luka kecilberikut observasinya, yang tidak memerlukan perawatan
medis (Medical Treatment) walaupun pertolongan pertama itu
dilakukan oleh dokter atau paramedis. Perawatan ringan ini juga
merupakan perawatan dengan kondisi luka ringan, bukan tindakan
perawatan darurat dengan luka yang serius dan hanya satu kali
perawatan dengan observasi berikutnya.
b. Perawatan Medis
Perawatan medis merupakan perawatan dengan tindakan untuk
perawatan luka yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis
profesional seperti dokter ataupun paramedis. Yang dapat
dikategorikan perawatan medis bila hanya dapat dilakukan oleh
tenaga medis yang profesional: terganggunya fungsi tubuh seperti
jantung, hati, penurunan fungsi ginjal dan sebagainya; berkaitan
rusaknya struktur fisik dan berakibat kompilasi luka yang
memerlukan perawatan medis lanjutan.
c. Hari kerja yang hilang (Lost Work Days)
Hari kerja yang hilang ialah setiap hari kerja dimana seseorang
pekerja yang tidak dapat mengerjakan seluruh tugas rutinnya karena
-
25
mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang
dideritanya. Hari kerja hilang ini dapat dibagi menjadi 2 macam:
1) Jumlah hari tidak bekerja (Days Away From Work), yaitu semua
hari kerja dimana seseorang pekerja tidak dapat mengerjakan
setiap fungsi pekerjaannya karena kecelakaan kerja atau sakit
akibat pekerjaan yang dideritanya.
2) Jumlah hari kerja dengan aktivitas terbatas (Daysof Restricted
Activities), yaitu semua kerja dimana seorang pekerja karena
mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang
dideritanya, dialihkan sementara kepekerjaan lain atau pekerja
tetap bekerja pada tempatnya tetapi tidak dapat mengerjakan
secara normal seluruh tugasnya.
d. Kematian (Fatality)
Dalam hal ini kematian yang terjadi tanpa memandang waktu
yang sudah berlalu antara saat terjadinya kecelakaan kerja ataupun
sakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dideritanya dan saat
sikorban meninggal.
6. Kerugian yang ditimbulkan karena Kecelakaan Kerja29
Kerugian-Kerugian yang disebabkan Kecelakaan Akibat Kerja
Kecelakaan menyebabkan lima jenis kerugian, antara lain:
a. Kerusakan: Kerusakan karena kecelakaan kerja antara lain bagian
mesin, pesawat alat kerja, bahan, proses, tempat, & lingkungan
kerja.
b. Kekacauan Organisasi: Dari kerusakan kecelakaan itu, terjadilah
kekacauan dai dalam organisasi dalam proses produksi.
c. Keluhan & Kesedihan: Orang yang tertimpa kecelakaan itu akan
mengeluh & menderita, sedangkan kelurga & kawan-kawan sekerja
akan bersedih.
d. Kelainan & Cacat: Selain akan mengakibatkan kesedihan hati,
kecelakaan juga akan mengakibatkan luka-luka, kelainan tubuh
bahkan cacat.
e. Kematian: Kecelakaan juga akan sangat mungkin merenggut nyawa
orang & berakibat kematian.
-
26
7. Pencegahan kecelakaan kerja30
a. Rentan kejadian kecelakaan kerja
Pencegahan kecelakaan adalah ilmu dan seni, karena
menyangkut masalah sikap dan perilaku manusia, masalah teknis
seperti peralatan dan mesin dan masalah lingkungan.
Pengawasan diartikan sebagai petunjuk atau usaha yang bersifat
koreksi terhadap permasalahan tersebut. Usaha pencegahan
kecelakaan adalah faktor penting dalam setiap tempat kerja untuk
menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dan mencegah adanya
kerugian.
b. Metode pencegahan kecelakaan
Pencegahan kecelakaan adalah merupakan program terpadu
koordinasi dari berbagai aktivitas, pengawasan yang terarah yang
didasarkan atas sikap, pengetahuan dan kemampuan.
Ada beberapa ahli yang mengembangkan teori pencegahan
kecelakaan yang tetap didasarkan pada konsep pencegahan
kecelakaan sebagai berikut:
1) Organisasi K3
Dalam era industrialisasi dengan kompleksitas
permasalahan dan penerapan prinsif manajemen modern,
masalah usaha pencegahan kecelakaan tidak mungkin dilakukan
oleh orang perorang atau secara pribadi tapi memerlukan
keterlibatan banyak orang, berbagai jenjang dalam organisasi
yang memadai.
Organisasi ini dapat terbentuk struktural seperti Safety
Departmen (Departemen K3), fungsional seperti Safety Committe
(Panitia Pembina K3). Agar organisasi K3 ini berjalan dengan
baik maka harus didukung adanya:
a) Seorang pimpinan (Safety Director)
b) Seorang atau lebih teknisi (Safety Engineer)
c) Adanya dukungan manajemen
d) Prossedur yang sistematis, kreativitas dan pemeliharaan
motivasi dan moral pekerja.
-
27
2) Menemukan fakta atau masalah
Dalam kegiatan menemukan fakta atau masalah dapat
dilakukan melalui survey, inspeksi, observasi, investigasi dan
Review Of Record.
3) Analisis
Pada tahap analisis adalah proses bagaimana fakta atau
masalah yang ditemukan dapat dipecahkan. Pada tahap analisis
pada umumnya harus dapat dikenali berbagai hal antara lain:
a) Sebab utama masalah tersebut
b) Tingkat kekerapannya
c) Lokasi
d) Kaitannya dengan manusia maupun kondisi
Dari hasil analisis suatu masalah dapat saja dihasilkan satu atau
lebih alternatif pemecahan masalah.
4) Pemilihan/ penetapan alternatif/ pemecahan
Dari berbagai alternatif pemecahan perlu diadakan seleksi
untuk ditetapkan satu pemecahan masalah yang benar-benar
efektif dan efisien serta dapat dipertanggung jawabkan.
5) Pelaksanaan
Apabila sudah dapat ditetapkan alternatif pemecahannya
maka harus diikuti dengan tindakan atau pelaksanaan dari
keputusan penetapan tersebut.
Dalam proses pelaksanaan diperlukan adanya kegiatan
pengawasan agar tidak terjadi penyimpangan.
Atas dasar tahapan metoda pencegahan kecelakaan tersebut
para ahli banyak mengembangkan berdasarkan pada aplikasi
dan sudut pandang masing-masing, sebagai contoh: metoda
pencegahan kecelakaan yang dikembangkan oleh Johnson,
MORT dalam bentuk The Performance Cycle Model.
-
28
Gambar 2.1 (The Performance Cycle Model)
Pada dasarnya tahapan kegiatan usaha pencegahan dari
Johnson, MORT lebih sederhana dengan tidak terlihat adanya
organisasi.31
c. Menurut International Labour Organization (ILO) langkah-langkah
yang dapat ditempuh untuk mencegah kecelakaan kerja antara lain:
1) Peraturan perundang-undangan
a) Adanya ketentuan dan syarat-syarat K3 yang selalu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan
teknologi (Up To Date).
b) Penerapan semua ketentuan dan persyaratan keselamatan
dan kesehatan kerja sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku sejak tahap rekayasa.
c) Penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan
pelaksanaan K3 melalui pemeriksaan-pemeriksaan langsung
ditempat kerja.
2) Standarisasi
Standarisasi merupakan suatu ukuran terhadap besaran atau
nilai. Dengan adanya standar K3 yang maju akan menentukan
tingkat kemajuan K3, karena pada dasarnya baik buruknya K3
ditempat kerja diketahui melalui pemenuhan standar K3.
3) Inspeksi
Pada dasarnya merupakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dalam rangka pemeriksaan dan pengujian terhadap tempat kerja,
mesin, pesawat, alat dan instalasi, sejauh mana masalah-
masalah ini masih memenuhi ketentuan dan persyaratan K3.
Decision
Action Analysis
Problem
Measurement
-
29
4) Riset (teknis, medis, psikologis dan statistik)
Riset yang dilakukan dapat meliputi antara lain: teknis, medis,
psikologi dan statistik dimaksudkan antara lain untuk menunjang
tingkat kemajuan bidang K3 sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknik dan teknologi.
5) Pendidikan dan latihan
Sangat penting untuk meningkatkan kesadaran akan arti
pentingnya K3, disamping untuk meningkatkan kualitas
pengetahuan dan keterampilan K3.
6) Persuasi
Merupakan suatu cara pendekatan K3 secara pribadi dengan
tidak menerapkan dan memaksakan melalui sanksi-sanksi.
7) Asuransi
Dapat ditetapkan dengan pembayaran premi yang lebih rendah
terhadap perusahaan yang memenuhi syarat K3 dan mempunyai
tingkat kekerapan dan keparahan kecelakaan yang kecil
diperusahaannya.
8) Penerapan K3 ditempat kerja
Langka-langkah tersebut harus dapat diaplikasikan ditempat
kerja dalam upaya memenuhi syarat-syarat K3 ditempat
kerjanya.
H. Alat Pelindung Diri (APD)
1. Definisi
Secara sederhana yang dimaksud dengan penggunaan APD adalah
seperngakat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian
atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja.
APD tidaklah secara sempurna dapat melindungi tubuhnya, akan tetapi
dapat mengurangi tingkat keparahan yang mungkin dapat terjadi.
Pencegahan kecelakaan kerja dengan menggunakan APD masih
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
a. Kemampuan perlindungan tidak sempurna karena kesalahan dalam
pemilihan APD.
-
30
b. Kemampuan perlindungan tidak sempurna karena cara penggunaan
atau pemakaian yang salah.
c. Kemampuan perlindungan tidak sempurna karena APD rusak/ tidak
memenuhi spesifikasi yang ditentukan.
d. Kegagalan perlindungan karena APD dipakai pada saat rusak.
Alat pelindung diri disarankan digunakan bersamaan dengan
penggunaan alat pengendali lainnya. Dalam hal ini, perlu ditekankan
bahwa peraturan 7 dari COSHH secara khusus menyatakan bahwa
pengendalian harus dilakukan melalui upaya-upaya selain penyediaan
alat pelindung diri, tetapi jika upaya lain tidak dapat melindungi atau
memberikan pengendalian yang cukup, disamping upaya itu, harus
disediakan alat pelindung diri yang sesuai secara memadai untuk
mengendalikan pemajanan. Dengan demikian perlindungan keamanan
dan kesehatan personel akan lebih efektif.
2. Macam-macam APD
a. Alat Pelindung Kepala
Tujuan dari alat pelindung kepala selain untuk mencegah rambut
pekerja terjerat oleh esin yang berputar, juga untuk melindungi kepala
dari:
1) Bahaya terbentur oleh benda tajam atau keras yang dapat
menyebabkan luka gores, potong atau tusuk.
2) Bahaya kejatuhan benda-benda atau terpukul oleh benda-benda
yang melayang atau meluncur di udara.
3) Panas radiasi, api dan percikan bahan-bahan kimia korosif.
Alat pelindung kepala menurut bentuknya dapat dibedakan menjadi:
1) Safety helmet (hard hat), digunakan untuk melindungi kepala dari
bahaya kejatuhan, terbentur dan terpukul oleh benda-benda keras
atau tajam.
2) Hood, digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya bahan-
bahan kimia (Chemical Hazard), api dan panas radiasi yang tinggi.
3) Hair cap (Hair Guard), digunakan untuk melindungi kepala dari
kotoran/debu (Dirt) dan melindungi rambut dari bahaya terjerat
oleh mesin-mesin yang berputar.
-
31
b. Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata, yang biasanya berupa kacamata pengaman
berfungsi untuk:
1) Melindungi mata dari percikan bahan-bahan korosif, kemasukan
debu-debu atau partikel-partikel kecil yang melayang di udara.
2) Pemaparan gas-gas atua uap-uap yang dapat menyebabkan
iritasi pada mata, radiasi gelombang elektronik baik yang mengion
maupun yang tidak mengion serta benturan atau pukulan benda-
benda keras atau tajam.
Menurut bentuknya alat pelindung mata dapat digolongkan menjadi:
1) Kacamata (Spectacles) dengan atau tanpa pelindung samping
(Side Shields)
2) Gogges (Cup Type/ Box Type)
3) Tameng muka (Face Shield/ Face Screen)
Goggles pada umumnya kurang disenangi oleh pemakainya karena
selain tidak nyaman juga menutupi mata dengan ketat, yang akan
menyebabkan tidak terjadi pertukaran udara di dalamnya sehingga
akan menyebabkan lensa goggles mudah mengembun. Untuk
mencegah terjadinya pengembunan ini, lensa goggles dapat dilapisi
suatu bahan hidrofil atau goggles dilengkapi lubang-lubang ventilasi.
c. Alat Pelindung Telinga
Alat pelindung telinga bekerja sebagai penghalang antara sumber
bising dan telinga bagian dalam. Selain berfungsi untuk melindungi
telinga dari ketulian akibat kebisingan (Noise Induced Hearing Loss),
tetapi juga untuk melindungi telinga dari percikan api atau logam-
logam yang panas, misalnya pada pengelasan. Secara umum alat
pelindung telinga dalam industri dapat dibedakan menjadi:
1) Sumbat telinga (Ear Plug)
Ear plug harus dipilih sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan ukuran dan bentuk dari saluran telinga pemakainya
karena:
a) Ukuran dan bentuk saluran telinga masing-masing individu
berbeda, bahkan antara telinga kiri dan kanan juga berbeda
-
32
b) Diameter salurantelinga berkisar 3-14 mm dan umumnya
berukuran 5-11 mm sedangakan liang telinga umunya
berbentuk lonjong namun dapat pula berbentuk bulat.
c) Saluran telinga manusia umumnya tidak lurus walaupun
sebagian kecil dari saluran tersebut dapat pula berbentuk lurus
Ear plug dapat dibuat dar kapas, malam, (Wax), yang hanya
digunakan untuk sekali pakai saja, serta plastik, karet alami dan
sintetik.
2) Tutup telinga (Ear Muf)
Alat pelindung telinga ini terdiri dari 2 buah tutup telinga (Cup)
dan sebuah Head Band. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan
atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara yang
frekuensinya tinggi. Pada pemaian dalam waktu yang lama,
efektifitas dari Ear Muff dapat menurun karena bantalan Ear Muf
menjadi keras dan mengkerut sebagai akibat dari reaksi bantalan
(Cushion) dengan minyak dan keringat yang terapat pada
permukaan kult. Reaksi yang serupa dapat pula terjadi pada ear
plug sehingga pemilihan ear plug, disaranan agar memilih alat
pelindung ini yang berukuran agak besar.
d. Alat Pelindung Pernafasan
Alat pelindung pernafasan berfungsi untuk melindungi saluran
pernafasan dari paparan gas, uap, debu atau udara yang
terkontaminan. Jenis dan macam APD ini banyak sekali, mulai dari
masker debu sekali pakai sampai alat pernafasan isi sendiri (Self-
Contained Breathing Apparatus). Dalam penggunaannya sering
terjadi kebingungan tentang kapan dan jenis yang harus dipakai,
sebab jika salah dalam memilih alat pelindung pernafasan ini bisa
berakibat fatal pada pemakainya.
Alat pelindung pernafasan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan
menjadi:
1) Air purifying respirators
Berfungsi untuk melindungi pemakainya dari paparan
(inhalasi) debu, gas, uap, mist, fumes, asap dan fog. Digunakan
apabila toksisitas zat kimia yang terpapar dan kadarnya dalam
-
33
udara tempat kerja rendah. Respirator tipe ini membersihkan
udara yang terkontaminasi dengan cara filtrasi, adsorpsi, atau
absorpsi.
2) Air supplying (air-supplied) respirators
Alat pelindung pernafasan ini tidak dilengkapi dengan
absorben. Alat ini bisa digunakan untuk melindungi pemakainya
dari paparan zat-zat kimia sangat toksik atau dari bahaya
kekurangan oksigen (Oxygen Deficiency).
e. Alat Pelindung Tangan
Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang paling banyak
digunakan, hal ini disebabkan seringnya disebabkan seringnya terjadi
kecelakaan pada tangan. Untuk memilih sarung tangan yang tepat,
perlu dipertimbangkan faktor-faktor di bawah ini:
1) Bahaya yang terpapar, apakah berbentuk bahan-bahan kimia
korosif, benda-benda panas/ dingin, tajam/ kasar.
2) Daya tahannya terhadap bahan-bahan kimia, misalnya sarung
tangn dari karet alami (Natural Rubber) tidak tepat bila digunakan
pada pemaparan pelarut-pelarut organik (Organic Solvents)
karena karet alami larut dalam solvent.
3) Kepekaan yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan,
misalnya pada pekerjaan yang harus membedakan barang-barang
halus, sarung tangan yang tipis akan memberikan kepekaan yang
lebih besar daripada sarung tangan yang tebal.
4) Bagian tangan yang harus dilindungi, apakah bagian tangan saja
atau tangan dan lengan bawah.
Menurut bentuknya, sarung tangan yang biasa dikenakan dapat
dibedakan menjadi:
1) Gloves, adalah sarung tangan biasa
2) Gauntlets, adalah sarung tangan yang dilapisi plat logam
3) Mitts, adalah sarung tangan dimana keempat jari pemakainya
dibungkus menjadi satu kecuali ibu jari (seperti sarung tangan
tinju)
-
34
f. Alat Pelindung Kaki (Safety Shoes)
Berfungsi untuk melindungi kaki dari bahaya kejatuhan benda-
benda berat, percikan/tumpahan cairan/larutan asam (alkali), korosif,
cairan panas, dan tertusuk benda-benda tajam.
g. Pakaian Pelindung
Berfungsi untuk melindungi pemakainya dari bahaya percikan
atau tumpahan bahan-bahan kimia dan pengaruh cuaca ekstrim
(sangat dingin/ panas). Pakaian pelindung dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu:
1) Apron, yaitu pakaian pelindung yang menutup sebagian tubuh dari
dada sampai kaki.
2) Overalls, yaitu pakaian pelindung yang melindungi seluruh bagian
tubuh.
I. Buruh Sektor Informal
1. Definisi
Buruh Sektor Informal adalah segala jenis pekerjaan di luar
perlindungan Negara dan atas usaha tersebut tidak dikenakan pajak.
Definisi lain mengatakan Buruh Sektor Informal adalah segala jenis
pekerjaan yang tidak menghasilkan pendapatan yang tetap dan tidak
adanya keamanan kerja (Job Security) atau tidak ada status permanen
atas pekerjaannya. Intinya buruh informal ialah yang bekerja di unit usaha
atau lembaga yang tak berbadan hukum.3
2. Mengangkut dan Mengangkat 22
Kegiatan mengangkut dan mengangkat banyak terdapat dalam
lingkungan pabrik, pelabuhan-pelabuhan, perhubungan darat, pertanian,
perkebunan, kehutanan dan sektor kegiatan ekonomi yang lain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi:
a. Beban yang diperkenankan, jarak angkut dan intensitas pembebanan.
b. Kondisi lingkungan kerja yaitu keadaan medan yang licin, kasar, naik
turun dan lain-lain.
c. Keterampilan bekerja.
d. Peralatan kerja beserta keamanannya.
-
35
Cara-cara mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi dua
prinsip kinetis, yaitu:
a. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan
sebanyak mungkin otot tulang belakang yang lebih lemah dibebaskan
pembebanan.
b. Momentum gerak badan dimanfaatkan untuk mengawali gerakan.
Untuk menerapkan kedua prinsip kinetis itu setiap kegiatan mengangkut
dan mengangkat harus dilakukan sebagai berikut:
a. Pegangan harus tepat. Memegang diusahakan dengan tangan penuh
dan memegang dengan hanya beberapa jari yang dapat
menyebabkan ketegangan statis lokal pada jari tersebut harus
dihindarkan.
b. Lengan harus berada sedekat-dekatnya pada badan dan dalam posisi
lurus. Fleksi pada lengan untuk mengangkut dan mengangkat
menyebabkan ketegangan otot statis yang melelahkan.
c. Punggung harus diluruskan.
d. Dagu ditarik setelah kepala bisa ditegakkan lagi seperti pada
permulaan gerakan. Dengan posisi kepala dan dagu yang tepat,
seluruh tulang belakang diluruskan.
e. Posisi kaki dibuat sedemikian rupa sehingga mampu untuk
mengimbangi momentum yang terjadi dalam posisi mengangkat. Satu
kaki ditempatkan kearah jurusan gerakan yang dituju, kaki kedua
ditempatkan sedemikian rupa sehingga membantu mendorong tubuh
pada gerakan pertama.
f. Berat badan dimanfaatkan untuk:
1) Menarik dan mendorong.
2) Gaya untuk gerakan dan perimbangan.
g. Beban diusahakan berada sedekat mungkin terhadap garis vertikal
yang melalui pusat gravitasi tubuh.
Teknik mengangkat dan membawa barang yang tepat akan
memungkinkan beban maksimum, karena beban tersebut tidak lagi
tergantung pada tulang unggung melainkan pada otot tubuh. Teknik ini
hanya dapat diterapkan melalui latihan. Beberapa pokok penting yang
harus diperhatikan adalah: 27
-
36
a. Kapasitas fisik karyawan;
b. Sifat beban;
c. Keadaan lingkungan;
d. Latihan mengangkat/ membawa yang dijalani karyawan.
Adapun cara mengangkat yang baik adalah sebagai berikut:
a. Perhitungkan keadaan beban. Jika ragu-ragu jangan mengangkat
sendiri.
b. Letak kaki harus mantap. Jarak antara kaki (20-30 cm) akan memberi
posisi seimbang.
c. Kaki harus dekat pada beban yang diangkat. Posisi ini akan
mengurangi beban otot punggung.
d. Tekukkan lutut lalu jongkok, jangan membungkuk. Tulang punggung
harus tegak.
e. Berdirilah dengan menekankan kaki agar beban diserap oleh otot
kaki. Beban harus didekap pada tubuh sewaktu berdiri.
f. Angkatlah beban pada posisi membawa yang dirasa enak. Jangan
sekali-kali membongkokkan tubuh. Gerakkan tubuh menurut
perubahan letak kaki.
g. Jika beban akan diletakkan diatas lantai jongkoklah dengan perlahan
dengan menekuk lutut.
Untuk mencegah timbulnya kecelakaan disarankan, agar beban yang
diangkat dan selanjutnya diangkut menurut keadaan mereka yang
melakukan pekerjaan, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:22
Tabel 2.5 Beban angkatan menurut keadaan tenaga kerja sebagai suatu pedoman atas dasar perhitungan 5/7 kg per kg berat badan
Dewasa Tenaga Kerja Muda
Laki-laki (Kg)
Perempuan (Kg)
Laki-laki (Kg)
Perempuan (Kg)
Hanya mengangkat sekali-sekali Terus-menerus
40
15-18
15
10
15
10-15
10-12
6-9
-
37
J. Kerangka Teori
Variabel yang akan diteliti
Gambar 2.2 (Kerangka Teori)11
Analisis risiko
Identifikasi potensi bahaya
Analisis akibat Analisis sebab
Penentuan risiko
Pemilahan risiko Mengurangi
Alternatif pengendalian
Input Manajemen Risiko
Mencegah
Evaluasi risiko
Pekerja Alat Bahan Lingkungan
Kerja
Proses
Kerja Tumpahan
Limbah
-
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 (Kerangka Kosep)
B. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan observasional cross-sectional melalui observasi langsung
terhadap obyek yang akan diteliti.32
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Karena menggunakan penelitian deskriptif sehingga populasi/ sampel
diambil sesuai dengan objek dari penelitian.
D. Definisi Operasional
No Variabel Penelitian Definisi Operasional
1 Umur Rentang umur kelahiran pekerja hingga saat penelitian dilakukan, didukung dengan data Kartu Tanda Penduduk (KTP) dalam satuan tahun.
Pengkajian terhadap:
1. Pekerja
Umur
Tingkat Pendidikan
Kelelahan
Ergonomi
Penggunaan APD
2. Alat
3. Bahan
4. Proses Kerja
5. Lingkungan Kerja
6. Tumpahan Limbah
Penentuan Tingkat Risiko
-
39
No Variabel Penelitian Definisi Operasional
2 Pendidikan Tingkat kelas sekolah yang diikuti responden hingga berhenti atau mendapatkan ijazah.
3 Kelelahan Kelelahan adalah mekanisme pertahanan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah pekerja melakukan istirahat dan adanya pengaturan waktu kerja.
4 Ergonomi Kesesuaian alat bantu kerja yang digunakan pekerja saat melekukan pekerjaan dan beban dari barang yang diangkut oleh pekerja buruh angkut kapal.
5 Penggunaan APD Seperangkat alat keselamatan diri yang digunakan oleh pekerja dalam proses mengangkat, mengangkut dan membawa barang. Yang berupa alat pelindung pernafasan, penglihatan dan seluruh anggota badan yang lain, seperti: masker, sarung tangan safety dan lainnya.
6 Alat Alat yang digunakan pekerja yang bekerja sebagai buruh angkut kapal di pelabuhan. Data alat diambil dengan cara mengobservasi alat katrol dan gerobak.
7 Bahan Adalah bahan yang diangkut para pekerja yang bekerja sebagai buruh angkut kapal di pelabuhan. Data bahan yang diangkut pekerja diambil dengan cara mengobservasi pupuk, alat bangunan, tabung gas dan sembako.
8 Proses Kerja
Adalah proses kerja para pekerja yang bekerja sebagai buruh angkut kapal di pelabuhan. Data proses kerja diambil dengan cara mengobservasi mulai dari pengangkutan barang dengan cara dipikul, pengangkutan barang dengan cara menggunakan alat katrol slang, pengangkutan barang dengan cara diangkat secara estapet dan menyusun barang digudang penyimpanan.
-
40
No Variabel Penelitian Definisi Operasional
9 Lingkungan Kerja
Adalah lingkungan kerja para pekerja yang bekerja sebagai buruh angkut kapal di pelabuhan. Data lingkungan kerja diambil dengan cara mengobservasi tempat kerja terbuka, tempat kerja tertutup dan jalur/ jalan yang dilewati terlalu tinggi, sempit dan licin.
10 Tumpahan Limbah Adalah tumpahan limbah atau sisa buangan dari bahan yang diangkut para pekerja buruh angkut kapal di pelabuhan. Data limbah diambil dengan cara mengobservasi sisa dari barang yang diangkut/ barang yang tidak terangkut yang mengakibatkan jalan menjadi licin.
11 Penentuan Tingkat Risiko
Adalah penentuan tingkat risiko yang dihitung berdasarkan evaluasi penilaian risiko dari masing-masing variabel. Variabel ini menggunakan Matrik penilaian tingkat risiko dengan kategori: 1: Ekstrim (Perlu dilakukan waktu itu juga). 2: High (Pengendaliannya mulai dari upaya
menurunkan risiko hingga tindakan praktis yang mungkin dilakukan).
3: Medium (Pengendalian yang sesuai dan perlu dilakukan).
4: Low (Tidak perlu tindakan khusus/ hanya berupa pemantauan saja).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Cheklist Hazard Identification and Risk Assesment sebagai pedoman
observasi langsung yang dilakukan oleh peneliti dan wawancara terhadap
ketua buruh angkut.
2. Alat bantu lain yang digunakan seperti alat tulis, alat perekam dan kamera
digital untuk pengambilan foto.
F. Pengumpulan Data
1. Data Primer
Pengamatan langsung (observasi) terhadap pekerja, alat, bahan, proses
kerja, lingkungan kerja dan tumpahan limbah/ sisa buangan dari bahan
-
41
yang diangkut dengan menggunakan lembar Cheklist Hazard
Identification and Rist Assesment serta wawancara terhadap ketua buruh
angkut dalam proses penilaian kondisi kerja.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang digunakan sebagai data penunjang
dan pelengkap dari data primer yang ada relevansinya dengan penelitian,
meliputi: keadaan tempat kerja dan keadaan geografis Kecamatan
Sukamara serta data-data yang berhubungan dengan penelitian yang
digunakan untuk melengkapi data primer.
G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang dihasilkan kemudian diolah melalui beberapa tahap
sebagai berikut:
a. Editing
Bertujuan untuk meneliti kelengkapan dan kebenaran data yang
diperoleh.
b. Coding
Dalam tahap ini dilakukan pemberian kode angka pada jawaban
angka untuk mempermudah dalam tahap pengolahan data.
c. Tabulating
Tabulasi dilakukan dengan menyajikan data kedalam bentuk tabel
sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Analisa Data
Analisis yang dilakukan adalah Analisis Deskriptif yang meliputi
pekerja, alat, bahan, proses kerja, lingkungan kerja dan tumpahan limbah,
hasil analisa akan dikaji dalam bentuk tabel dan gambar.
-
42
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi dan Pekerjaan di Pelabuhan Sukamara
Pelabuhan Sukamara merupakan pelabuhan yang berada dibantaran
Sungai Jelai yang ada di Kecamatan Sukamara yang menjadi pusat
perguliran ekanomi masyarakat di Kabupaten Sukamara. Selain Pelabuhan
Sukamara ada juga beberapa dermaga pribadi yang biasa digunakan
pengusaha untuk membongkar barang yang masuk di Kecamatan Sukamara.
Sedangkan kegiatan bongkar muat barang di Pelabuhan Sukamara dilakukan
mulai pukul 07.00 WIB sampai dengan selesai.
Seperti kebanyakan pelabuhan lainnya, pelabuhan yang ada di
Kecamatan Sukamara dimana pengelolaannya masih berada dibawah
wewenang Pemerintah Daerah khususnya Dinas Perhubungan. Namun untuk
ketenagaan yang bekerja sebagai buruh angkut di Pelabuhan berada
dibawah Dinas Tenaga Kerja dan Pemerintah Daerah Bagian Sosial.
Sedangkan untuk pelaksanaan teknis pengelolaannya dikelola oleh Kantor
Syahbandar yang ada di Kabupaten Sukamara khususnya Kecamatan
Sukamara yang terletak di Jalan Setia Yakin Kelurahan Mendawai
Kecamatan Sukamara. Selain pelabuhan yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah ada juga tempat yang digunakan untuk bongkar muat barang, seperti
dermaga-dermaga pribadi yang dikelola langsung oleh pengusaha yang
berada dibantaran Sungai Jelai di Kecamatan Sukamara.
Kecamatan Sukamara secara fisik adalah dataran rendah yang berawa,
dengan anak-anak sungai dari lintasan Sungai Jelai yang membujur dari arah
utara kearah selatan wilayah kecamatan sukamara. Sebagian besar daratan
masih berupa hutan dengan pola hutan tropis dan rawa-rawa serta
perkebunan sawit. Kecamatan Sukamara terletak pada:
1. 1110 090 00 1110 15 12.43 Bujur Timur
2. 020 340 00 020 43 45.40 Lintang Selatan
Dengan iklim setiap tahun:
1. Iklim hujan dengan curah hujan 1500 3200 m/m
2. Iklim kemarau dengan suhu rata-rata 300C 350C
-
43
B. Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan langsung dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi risiko
kecelakaan kerja yang mungkin terjadi di Pelabuhan Kecamatan Sukamara
Kabupaten Sukamara. Pengamatan dilakukan melalui pengamatan langsung
terhadap kegiatan yang dilakukan pada pekerja buruh angkut kapal mulai dari
pekerja itu sendiri, alat bantu yang digunakan, bahan yang diangkut, proses
dalam melakukan pekerjaan, lingkungan kerja dan limbah dari sisa buangan
bahan yang akan diangkut. Hasil pengamatan ini didokumentasikan
menggunakan kamera digital dan hasil pengamatan dituangkan dalam bentuk
foto kemudian hasil identifikasi risiko kecelakaan kerja dituangkan dalam
bentuk format Hazard Identification and Risk Assesment untuk selanjutnya
diidentifikasi lebih lanjut.
1. Risiko Kecelakaan Kerja di Pelabuhan Sukamara
Dari hasil observasi yang telah dilakukan di Pelabuhan Sukamara, risiko
kecelakaan kerja yang ada meliputi;
a. Pekerja
1) Umur
Pada saat dilakukan penelitian didapatkan bahwa pekerja
buruh angkut kapal yang ada di Kecamatan Sukamara yang
berumur diatas 30 tahun lebih adalah 60%. Umur pekerja buruh
angkut kapal di Kecamatan Sukamara dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara berdasarkan umur
Umur Pekerja Frekuensi Persentase (%)
> 30 Tahun 43 60,00 < 30 Tahun 29 40,00
Total 72 100,00
2) Tingkat pengetahuan dan pendidikan
Pada saat penelitian didapatkan bahwa pekerja buruh angkut
kapal yang ada di Kecamatan Sukamara tingkat pengetahuan dan
pendidikannya rata-rata masih rendah, sebagian besar pendidikan
pekerja buruh angkut kapal berpendidikan SD, yaitu 48%. Tingkat
pengetahuan dan pendidikan pekerja buruh angkut kapal di
Kecamatan Sukamara dapat dilihat ditabel dibawah ini:
-
44
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara berdasarkan pendidikan
Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Tidak Sekolah 3 4,00 Tidak Tamat Sekolah 16 22,00 SD 34 48,00 SMP 19 26,00
Total 72 100,00
3) Kelelahan
Pada saat penelitian terhadap pekerja buruh angkut kapal di
Kecamatan Sukamara didapati bahwa pekerja banyak melakukan
pekerjaan diruang terbuka dengan suhu yang tinggi sehingga
memungkinkan pekerja akan mudah mengalami kelelahan serta
waktu kerja yang melebihi dari kapasitas waktu kerja (8-10 jam)
sehingga akan mengalami gangguan konsentrasi dan penurunan
produktivitas. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.1
Gambar 4.1 Pekerja yang sedang melakukan istirahat untuk mengurangi tingkat kelelahannya, pekerja yang mengalami kelelahan berisiko terhadap terjadinya luka, cidera, patah tulang dan gangguan muskuloskeletal.
4) Ergonomi
Pada saat penelitian didapatkan barang yang diangkut
pekerja buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara melebihi dari
kapasitas tubuh dan alat bantu yang digunakan tidak ergonomi
seperti gerobak yang terlalu rendah dari posisi tubuh sehingga
pekerja saat menarik gerobak dalam posisi membungkuk,
-
45
sehingga kemungkinan pekerja akan mengalami gangguan
muskoluskeletal seperti nyeri punggung dan leher. Hal ini dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.2 Pekerja buruh angkut kapal saat mengangkut barang
tidak memperhatikan beban yang diangkut berisiko terjadinya nyeri punggung dan leher.
Gambar 4.3 Pekerja buruh angkut kapal saat menarik gerobak
dengan posisi tubuh terlalu membungkuk berisiko terjadinya nyeri punggung dan leher.
5) Penggunaan APD
Pada saat penelitian didapatkan APD yang digunakan para
pekerja buruh angkut kapal yang ada di Kecamatan Sukamara
hanya berupa masker saja, adapun masker yang digunakan tidak
memenuhi spesifikasi yang ditentukan bahkan sebagian pekerja
-
46
saat mengangkut pupuk dan semen banyak pekerja yang tidak
menggunakannya. Sehingga memudahkan pekerja terpapar dari
debu semen dan lainnya serta bau dari pupuk yang diangkut. Dari
hasil penelitian banyak pekerja yang mengeluh pada saat
mengangkut semen dan pupuk seperti gangguan saluran
pernafasan karena tidak menggunakan masker. Hal ini dapat
dilihat pada gambar dibawah:
Gambar 4.4 Pekerja buruh angkut kapal sebagian tidak
menggunakan masker saat mengangkut semen berisiko terjadinya gangguan saluran nafas.
Gambar 4.5 Pekerja buruh angkut kapal tidak menggunakan
masker saat mengangkut pupuk berisiko terjadinya gangguan saluran nafas.
-
47
b. Alat Kerja
1) Katrol slang pengangkut barang
Untuk memudahkan pekerjaan pekerja menggunakan katrol
slang yang digunakan untuk mengangkat barang dari kapal
kedermaga atau langsung kemobil angkut, namun dari hasil
observasi katrol yang digunakan jarang dilakukan pengecekan,
tidak terawat dan tanpa adanya pengamanan sehingga akan
mengakibatkan katrol tersebut putus serta tidak berfungsi dengan
baik sehingga kemungkinan putus, jatuh, terjepit yang mengenai
pekerja. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.6
Gambar 4.6 Pekerja dibantu alat katrol slang saat mengangkat semen berisiko menimbulkan tertimpa pengait katrol sehingga mengakibatkan luka ringan, patah tulang, trauma kepala dan kematian.
2) Gerobak
Alat bantu angkut gerobak digunakan untuk memudahkan
pekerja membawa barang dari dermaga ketempat penyimpanan
barang, pekerja saat menarik gerobak meggunakan alat bantu ban
untuk menambah kekuatan dalam menarik sehingga tidak
mungkin lepas dari tangan pekerja. Tinggi gerobak yang
digunakan rata-rata 60-70 cm dan panjang tempat pegangan
gerobak rata-rata 80-100 cm. Kalau dilihat maka alat yang
digunakan pekerja tidaklah ergonomi karena posisi pekerja
sewaktu menarik gerobak dalam keadaan membungkuk dan
pekerja akan mengalami gangguan muskuloskeletal. Hal ini dapat
dilihat pada gambar 4.7
-
48
Gambar 4.7 Pekerja buruh angkut menggunakan gerobak saat mengangkut barang berisiko menimbulkan gangguan muskuloskeletal seperti luka ringan, memar, lecet, perdarahan, nyeri punggung dan leher.
c. Bahan
1) Pupuk
Pupuk yang diangkut adalah jenis NPK 151564 dengan
kandungan N:15.00%, P: 5.00%, K: 6.00%, MgO: 4.00% dan
biasanya digunakan untuk Perusahaan Kelapa Sawit yang ada di
Kecamatan Sukamara. Dalam mengangkut pupuk tersebut
memerlukan waktu 2 sampai 3 minggu bahkan bisa lebih
walaupun jarak tempuh sewaktu mengangkut tidak jauh yaitu dari
kapal langsung diangkut kemobil angkut. Hal ini dapat dilihat pada
gambar 4.8
Gambar 4.8 Pekerja buruh angkut saat mengangkut pupuk di
Pelabuhan Sukamara berisiko terjadinya gangguan pernafasan, pusing, iritasi kulit dan mata, nyeri punggung dan leher.
-
49
2) Alat bangunan
Alat bangunan yang diangkut seperti semen, besi, asbes dan
lainnya akan mengakibatkan pekerja terpapar dari debu semen
dan asbes, gangguan muskuloskeletal dan tertusuk atau
kejatuhan besi sehingga berisiko terjadinya gangguan pernafasan,
nyeri punggung dan leher serta luka tertusuk besi dan memar. Hal
ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.9 Pekerja buruh angkut saat mengangkut asbes
yang akan mengakibatkan pekerja terpapar debu silika berisiko terjadinya gangguan saluran pernafasan.
Gambar 4.10 Pekerja buruh angkut saat mengangkut semen yang akan mengakibatkan pekerja terpapar debu semen sehingga berisiko terjadinya gangguan saluran pernafasan.
-
50
3) Tabung gas
Risiko hubungan tabung gas yang tidak diperhatikan dengan
serius akan mengakibatkan terjadinya ledakan sewaktu pekerja
mengangkat atau memindahkan tabung gas tersebut dari kapal
kegudang serta dapat terjadinya gangguan muskuloskeletal
sehingga berisiko terjadinya luka bakar, nyeri punggung dan leher.
4) Sembako
Pada saat penelitian, pekerja saat mengangkut barang,
seperti sembako dan barang lainnya pekerja buruh angkut kapal
yang ada di Kecamatan Sukamara kebanyakan tidak
memperhatikan beban yang diangkat angkut sehingga akan
mengakibatkan gangguan muskuloskeletal, terpapar debu dan
bau. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.11
Gambar 4.11 Pekerja buruh angkut saat mengangkut sembako
dan yang lainnya yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan muskuloskeletal.
d. Proses Kerja
1) Pengangkutan barang dengan cara dipikul
Pengangkutan barang terhadap buruh angkut kapal yang ada
di Kecamatan Sukamara mulai dari kapal kegudang atau kemobil
angkut dengan cara dipikul melalui jalan yang tinggi, licin dan
sempit akan mengakibatkan pekerja terjatuh, terpeleset dan
gangguan muskuloskeletal sehingga berisiko terjadinya luka,
memar, nyeri punggung dan leher, patah tulang dan cacat. Hal ini
dapat dilihat pada gambar 4.12
-
51
Gambar 4.12 Pekerja buruh angkut saat mengangkut barang
dengan cara dipikul dari kapal kemobil angkut sehingga berisiko terjadinya luka, memar, gangguan nyeri punggung dan leher, patah tulang dan cacat.
2) Pengangkutan barang dengan cara menggunakan alat katrol
slang
Pengangkutan barang dengan menggunankan alat katrol
slang digunakan pekerja untuk menurunkan barang baik barang
baik sembako, semen, dan yang lainnya dari kapal kedermaga
atau langsung kemobil angkut sehingga akan mengakibatkan
pekerja tertimpa barang yang diangkat atau tertimpa dari pengait
katrol yang putus sehingga mengakibatkan terjadinya luka,
memar, patah tulang, cacat dan bahkan kematian. Hal ini dapat
dilihat pada gambar 4.13
-
52
Gambar 4.13 Pekerja buruh angkut saat mengangkut barang
menggunakan katrol slang dari kapal kedermaga sehingga berisiko terjadinya luka, memar, patah tulang, cacat dan bahkan kematian.
3) Pengangkutan barang dengan cara diangkat secara estafet
Pengangkutan barang dari kapal kedermaga atau langsung
kemobil angkut para pekerja buruh angkut kapal yang ada di
Kecamatan Sukamara salah satunya adalah dengan cara diangkat
secara estapet yang akan mungkin mengakibatkan kesalahan
dalam posisi tubuh sehingga pekerja bisa tertimpa barang dan
gangguan muskuloskeletal sehingga terjadinya luka, memar,
terkilir, patah tulang, nyeri punggung dan leher. Hal ini dapat
dilihat pada gambar 4.14
Gambar 4.14 Pekerja buruh angkut saat mengangkut barang
dengan cara estafet sehingga akan mengakibatkan gangguan muskuloskeletal.
-
53
4) Menyusun barang digudang penyimpanan
Memasukkan barang kegudang dari kapal yang dilakukan
pekerja buruh angkut kapal di Kecamatan Sukamara dengan cara
menyusun ditempat penyimpanan sementara sebelum di
distribusikan/ disimpang digudang akan mengakibatkan pekerja
bisa tertimpa oleh barang yang disusunnya serta gangguan
muskuloskeletal sehingga terjadinya luka memar, terkilir, patah
tulang, gangguan saluran nafas, iritasi mata serta nyeri punggung
dan leher. Hal ini dapat dilihat pada gambar 4.15
Gambar 4.15 Pekerja buruh angkut saat mengangkut barang dan
memasukkan barang kegudang sehingga akan berisiko terjadinya luka memar, lecet, patah tulang, gangguan saluran nafas, iritasi mata, nyeri punggung dan leher.
e. Lingkungan Kerja
1) Tempat kerja terbuka
Lingkungan kerja yang terbuka/ tempat kerja terbuka pada
saat penelitian didapatkan temperatur/ suhu yang cukup tinggi
dengan rata-rata suhu di Kecamatan Sukamara mencapai 300-
350C, yang akan mengakibatkan pekerja terpapar langsung dari
radiasi sinar ultra violet sehingga berisiko terjadinya dehidrasi,
heat cramp, heat excaustion dan heat stroke. Hal ini dapat dilihat
pada gambar dibawah ini:
-
54
Gambar 4.16 Pekerja buruh angkut saat mengangkut pupuk di tempat kerja terbuka sehingga berisiko terjadinya dehidrasi, heat c