BAB I rev

download BAB I rev

of 64

Transcript of BAB I rev

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah Sistem komunikasi wireless menyediakan layanan komunikasi point-to-point

dan komunikasi point-to-mulipoint. Komunikasi point-to-mulitpoint dapat diartikan sebagai distribusi. Satu base station dapat melayani ratusan dari pelanggan yang berbeda-beda baik yang bersangkutan dengan bandwith dan layanan yang disediakan. Sedangkan komunikasi point-to-point biasanya digunakan ketika ada dua titik kepentingan dimana kondisi adalah satu titik pengirim dan satu titik sebagai penerima. Komunikasi point-to-point juga digunakan untuk proses media transportasi / melakukan proses tranportasi dari sumber data (data center, fasilitas colocation server, fiber POP, kantor pusat, dan lain lain) ke klien/pelanggan atau juga digunakan sebagai titik untuk distribusi dengan menggunakan metode arsitektur point-to-multipoint. Sebagai suatu arsitektur yang disebut dengan penyebaran/beam dengan terfokus diantara 2 rentang titik dan troughput dari point-to-point radio yang lebih besar daripada produk point-to-multipoint. Komunikasi point-to-point sangat cocok diaplikasikan pada komunikasi outdoor dengan jarak antar point yang cukup jauh, karena pada komunikasi point-topoint tidak membutuhkan beamwidth dari antena yang lebar sehingga dengan kata lain gain dari antena akan bisa semakin besar. Namun dengan beamwidth antena yang sempit antena akan semakin mudah terpengaruh oleh lingkungan disekitarnya seperti angin yang bertiup kencang. Instalasi antena outdoor yang tinggi akan lebih meningkatkan kemungkinan antena terguncang oleh angin disekelilingnya. Untuk mengatasi permasalahan diatas sudah pasti dibutuhkan antena dengan gain yang besar. Namun penggunaan antena dengan gain yang besar saja tidaklah cukup sebagai solusi dari permasalahan tersebut, karena ketika antena terguncang oleh angin maka direktivitas dari antena akan berubah dan tentu saja akan menurunkan kualitas dari antena.

Untuk memperbaiki direktivitas dari antena dapat dipasang beberapa antena dengan arah yang berbeda sehingga ketika antena terguncang oleh angin maka antena yang lain akan menggantikan arah direksi dari antena yang lain. Penggunaan beberapa antena dalam satu kondisi seperti diatas tidaklah efektif, karena beberapa antena yang dipasang dengan arah yang berbeda jelas akan menerima sinyal dengan gain yang berbeda-beda pula. Hal ini sudah pasti akan mempengaruhi kualitas dari sistem komunikasi yang dipasang. Pada tesis ini, difokuskan untuk mendesain sebuah sistem antena dimana ada beberapa antena microstrip patch array yang dipasang dengan arah direksi yang berbeda-beda dengan sebuah sistem kendali yang akan mensaklar satu buah antena dengan gain dan arah direksi yang paling baik sehingga keluaran yang dihasilkan akan lebih maksimum. Desain dari sistem antena ini diharapkan akan memperbaiki direktivitas dari antena yang berubah karena pengaruh angin yang bertiup kencang dengan memperhatikan keluaran sistem akan lebih baik dari pada memasang beberapa antena dalam satu kondisi. Dari uraian diatas, maka pokok bahasan yang paling utama dari riset ini dapat dibagi menjadi 5, yaitu: 1. Melakukan penelitian tentang karakteristik terhadap parameter-parameter antena pada frekuensi kerja wireless local area network (WLAN) yaitu 2,4 GHz dan korelasinya dengan menggunakan software simulasi 3D. Karakteristik yang dianalisa adalah gain, parameter S11, dan pola radiasi. 2. 3. Mendesain sensor power level yang mampu melihat sampling sinyal RF pada frekuensi 2,4 GHz dengan menggunakan software simulasi SPICE. Merealisasikan prototipe dari antena berdasarkan hasil simulasi yang telah dilakukan dan melakukan karakterisasi prototipe antena dengan melakukan pengukuran. 4. Merealisasikan prototipe dari desain sensor power level dari hasil simulasi yang telah dilakukan dan melakukan pengujian sehingga keluaran sensor dapat diamati dengan menggunakan voltmeter.

5.

Merancang prototipe sistem kendali berdasarkan keluaran sensor power level yang telah dibuat.

1.2

Tujuan Dengan memperhatikan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian

ini adalah sebagai berikut : 1. 2. Mendesain dan merealisasikan antena patch array 4x4 pada frekuensi 2,4 Ghz untuk komunikasi WLAN. Mendesain dan merealisasikan sensor power level yang mampu mengkonversikan tegangan keluaran dari antena sehingga dapat dibaca dengan menggunakan ADC ataupun voltmeter biasa. 3. Mendesain dan merealisasikan sistem kendali berbasis mikrokontroler yang dapat menerjemahkan keluaran sensor power level dan arah direksi yang paling baik. 4. Melakukan pengukuran sistem secara keseluruhan dan menganalisa hasil pengukuran. dan dapat melakukan pemilihan dan pensaklaran satu antena yang memiliki gain

1.3

Batasan Masalah Sistem antena yang dibuat memiliki 2 (dua) permasalahan pokok, yaitu:

sistem kendali dan sistem penginderaan dari antena. Bahasan utama pada penelitian ini adalah tentang penginderaan daya sinyal RF yang berasal dari antena beserta aplikasinya untuk melakukan pemilihan pensaklaran (RF switching) antena. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. 2. Antena yang dibuat adalah antena microstrip patch array 4x4. Yang bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. Jumlah keseluruhan antena adalah 4 buah dengan karakteristik tiap-tiap antena yang hampir sama, 1 (satu) buah antena difungsikan sebagai pemancar yang terhubung ke signal generator dan 3 (tiga) buah antena

lainnya dipasang sebagai penerima membentuk huruf U dengan perbedaan sudut tiap-tiap antena sekitar 15 derajat. 3. 4. Antena didesain dan disimulasikan menggunakan software simulasi 3D. Rangkaian sensor power level didesain dan disimulasikan menggunakan software simulasi SPICE, sedangkan PCB dan saluran transmisi pada sensor tidak disimulasikan (dianggap ideal). 5. Pengujian dan pengukuran sistem secara keseluruhan dilakukan di laboratorium.

1.4

Sistematika Penulisan Secara umum tipe riset yang dilakukan akan mengacu pada tipe Applied-

Quantitative-Empirical riset. Sehingga riset yang akan dilakukan ini bersifat riset terapan yaitu rancang bangun sebuah model dengan bantuan perangkat lunak, direalisasikan dengan membuat prototipe (pabrikasi), untuk kemudian dikarakterisasi melalui data pengukuran (quantitave) dan empiris. Metode yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian di atas, adalah sebagai berikut: 1. Tahap studi literatur Pada tahap ini penulis mencari literatur-literatur yang yang berkaitan dengan sistem antena, penguat operasional, filter, sistem kendali. . Literatur-literatur yang penulis pergunakan antara lain paper IEEE, jurnal-jurnal bidang antenna dan gelombang mikro yang berkaitan dengan antena, Tugas Akhir, Tesis, dan buku-buku cetak dengan topik berkaitan dengan antena dan sistem instrumentasi yang penulis temukan di internet dan perpustakaan. 2. Tahap desain, simulasi, dan analisis Pada tahap ini penulis mendesain antena microstrip patch array 4x4 dengan menggunakan bantuan simulator 3D. Karakteristik antena dari desain tersebut digunakan sebagai patokan dalam mendesain sensor power level beserta sistem kendali lainnya.

3. Tahap pabrikasi / realisasi Fabrikasi merupakan tahap setelah proses desain dan simulasi telah dilakukan. Proses fabrikasi antena dilakukan dengan mencetak PCB (proses etching) sesuai dengan hasil desain dan simulasi. Sistem kendali dan sensor dibuat dengan memanfaatkan komponen-komponen elektronika yang banyak ditemui dipasaran. 4. Tahap Pengukuran dan analisis/pembahasan Pada tahap ini dilakukan pengukuran untuk mengetahui kinerja sistem antena. Pengujian dan pengukuran sistem dilakukan dalam skala laboratorium. Untuk menggantikan angin yang berhembus adalah dengan memutar antena per 2 (dua) derajat arah kanan dan kiri sampai mencapai sudut 20 (dua puluh) derajat arah kanan dan arah kiri. Asumsi ini digunakan untuk mengetahui perpindahan pensaklaran antena, respon dan kinerja dari sistem antena yang dibuat. 5. Tahap penyusunan laporan

BAB II TEORI DASAR

2.1

Antena Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk

memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara atau sebaliknya dari udara ke media kabel. Karena merupakan perangkat perantara antara media kabel dan udara, maka antena harus mempunyai sifat yang sesuai (match) dengan media kabel pencatunya. Prinsip ini diterangkan dalam saluran transmisi. Dalam perancangan suatu antena, baberapa hal yang harus diperhatikan adalah : VSWR, bentuk dan arah radiasi yang diinginkan, polarisasi yang dimiliki, frekuensi kerja, lebar band (bandwidth), dan impedansi input yang dimiliki.

Untuk antena yang bekerja pada band VLF, LF, HF, VHF dan UHF bawah, jenis antena kawat (wire antenna) dalam prakteknya sering digunakan, seperti halnya antena dipole 1/2 , antena monopole dengan ground plane, antena loop, antena Yagi, antena log periodik dan sebagainya. Antena-antena jenis ini, dimensi fisiknya disesuaikan dengan panjang gelombang dimana sistem bekerja. Semakin tinggi frekuensi kerja, maka semakin pendek panjang gelombangnya, sehingga semakin pendek panjang fisik suatu antena. 2.1.1 Antena Microstrip Antena microstrip adalah suatu konduktor metal yang menempel diatas ground plane yang diantaranya terdapat bahan dielektrik seperti tampak pada gambar 2.1. Antena microstrip merupakan antena yang memiliki massa ringan, mudah untuk

difabrikasi, dengan sifatnya yang konformal sehingga dapat ditempatkan pada hampir semua jenis permukaan dan ukurannya kecil dibandingkan dengan antena jenis lain. Karena sifat yang dimilikinya, antena microstrip sangat sesuai dengan kebutuhan saat ini sehingga dapat di-integrasikan dengan peralatan telekomunikasi lain yang berukuran kecil, akan tetapi antenna microstrip juga memiliki beberapa kekurangan yaitu: bandwidth yang sempit, gain dan directivity yang kecil, serta efisiensi rendah.

Gambar 2.1 Struktur Antena Microstrip Bentuk konduktor bisa bermacam-macam tetapi yang pada umumnya digunakan berbentuk empat persegi panjang dan lingkaran karena bisa lebih mudah dianalisis. Adapun jenis-jenis antena microstrip terlihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Jenis jenis Antena Microstrip Antena microstrip adalah salah satu jenis antena wireless yang paling popular digunakan saat ini. Ada beberapa alasan kenapa antena microstrip sangat terkenal: a. b. c. d. e. Sangat mudah difabrikasi. Selaras dengan permukaan nonplanar. Sangat murah karena hanya dengan menggunakan papan cetak sirkuit. Fleksibel sehingga menghasilkan berbagai macam pola dan polarisasi yang berbeda. Strukturnya sangat kuat.

2.1.2 Parameter Umum Antena Microstrip Untuk dapat melihat kerja dari antena microstrip, maka perlu diamati parameter parameter pada microstrip. Beberapa parameter umum dijelaskan sebagai berikut. a. Dimensi Antena Untuk mencari dimensi antena microstrip (W dan L), harus diketahui terlebih dahulu parameter bahan yang digunakan yaitu tebal dielektrik (h), konstanta dielektrik (r), tebal konduktor (t) dan rugi rugi bahan. Panjang antena microstrip harus disesuaikan, karena apabila terlalu pendek maka bandwidth akan sempit

sedangkan apabila terlalu panjang bandwidth akan menjadi lebih lebar tetapi efisiensi radiasi akan menjadi kecil. Dengan mengatur lebar dari antena microstrip (W) impedansi input juga akan berubah. Pendekatan yang digunakan untuk mencari panjang dan lebar antena microstrip dapat menggunakan persamaan :W=c2f0(r+1)2

(2.1)

Dimana : W = lebar konduktor r c = konstanta dielektrik = kecepatan cahaya di ruang bebas ( 3x108)

f0 = frekuensi kerja antena

Sedangkan untuk menentukan panjang patch (L) diperlukan parameter L yang merupakan pertambahan panjang dari L akibat adanya fringing effect. Pertambahan panjang dari L (L) tersebut dirumuskan denganL=0,412hreff+0,3(wh+0,264)reff-0,258(Wh+0,8)

(2.2)

Dimana h merupakan tinggi substrat atau tebal substrat, dan reff adalah konstanta dielektrik relatif yang dirumuskan sebagai berikut.reff= r+12+r-1211+12h/w

(2.3) (2.4) (2.5)

Dengan panjang patch (L) dirumuskan oleh:L= Leff-2L

Dimana Leff merupakan panjang patch efektif yang dapat dirumuskan dengan:Leff= c2f0reff

b.

Pola Radiasi Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena adalah pernyataan grafis yang

menggambarkan sifat radiasi suatu antena pada medan jauh sebagai fungsi arah. Pola radiasi dapat disebut sebagai pola medan (field pattern) apabila yang digambarkan adalah kuat medan dan disebut pola daya (power pattern) apabila yang digambarkan poynting vektor. Untuk dapat menggambarkan pola radiasi ini, terlebih dahulu harus ditemukan potensial.

Ada dua jenis pola radiasi, yaitu: a. Mutlak Pola radiasi mutlak ditampilkan dalam satuan satuan mutlak kekuatan atau daya medan. b. Relatif Pola radiasi relatif merujuk pada satuan satuan relatif kekuatan atau daya medan. Kebanyakan ukuran pola radiasi relatif kepada antena isotropic dan metode transfer gain dipergunakan untuk menentukan gain mutlak antena. Pola radiasi di daerah dekat antena tidaklah sama seperti pola radiasi pada jarak jauh. Istilah medan dekat merujuk pada pola medan yang berada dekat antena, sedangkan istilah medan jauh merujuk pada pola medan yang berada di jarak jauh. Medan jauh juga disebut sebagai medan radiasi, dan merupakan hal yang diinginkan. Biasanya, daya yang dipancarkan adalah yang kita inginkan, dan oleh karena itu pola antena biasanya diukur didaerah medan jauh. Untuk pengukuran pola sangatlah penting untuk memiliki jarak yang cukup besar untuk berada di medan jauhm jauh di luar medan dekat. Jarak dekat minimum yang diperbolehkan bergantung pada dimensi antena berkaitan dengan panjang gelombang. c. VSWR (Voltage Standing Wave Ratio) Bila impedansi saluran transmisi tidak sesuai dengan transceiver maka akan timbul daya refleksi (reflected power) pada saluran yang berinterferensi dengan daya maju (forward power). Interferensi ini menghasilkan gelombang berdiri (standing wave) yang besarnya bergantung pada besarnya daya refleksi.VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri (standing wave) maksimum Vmax dengan minimum |V|min. Pada saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan yang dikirimkan (V0+) dan tegangan yang direfleksikan (V0-). Perbandingan antara tegangan yang direfleksikan dengan tegangan yang dikirimkan tersebut sebagai koefisien refleksi tegangan ():= V0-V0+=Zi- ZoZi+ Zo

(2.6)

Dimana Zi adalah impedansi beban (load) dan Zo adalah impedansi saluran lossless. Koefisien refleksi tegangan () memiliki nilai kompleks, yang mempresentasikan besarnya magnitudo dan fasa dari refleksi. Untuk beberapa kasus yang sederhana, ketika bagian imajiner dari adalah nol, maka:=-1 =0

: refleksi negatif maksimum, ketika saluran terhubung singkat. : tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan matched sempurna. : refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam rangkaian terbuka.

=+1

Sedangkan rumus untuk mencari nilai VSWR adalah:S=|V|max|V|min

(2.7)

d.

Return Loss Return loss adalah perbandingan antara amplitudo dari gelombang yang

direfleksikan terhadap amplitudo gelombang yang dikirimkan. Return Loss digambarkan sebagai peningkatan amplitudo dari gelombang yang direfleksikan(V0-) dibanding dengan gelombang yang dikirim(V0+). Return Loss dapat terjadi

akibat adanya diskontinuitas diantara saluran transmisi dengan impedansi masukan beban (antena). Pada rangkaian gelombang mikro yang memiliki diskontinuitas (mismatched), besarnya return loss bervariasi tergantung pada frekuensi.= V0-V0+=Zi-Z0Zi+ Z0

(2.8)

e.

Gain Gain adalah perbandingan antara rapat daya per satuan unit antena terhadap

rapat daya antena referensi dalam arah dan daya masukan yang sama. Gain suatu antena berlainan dengan gain kutub empat, gain diperhatikan daya masukan ke terminal antena. Gain didapat dengan menggunakan persamaann:G= x D

(2.9)

Ada dua jenis parameter penguatan (Gain) yaitu absolute gain dan relative gain. Absolute gain pada sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan antara intensitas pada arah tertentu dengan intensitas radiasi yang diperoleh jika daya yang diterima oleh antena teradiasi secara isotropik. Intensitas radiasi yang berhubungan

dengan daya yang diradiasikan secara tropik sama dengan daya yang diterima oleh antena (Pin) dibagi 4. Absolute gain ini dapat dihitung dengan rumus:gain=4U(,)Pin

(2.10)

Selain absoulute gain juga ada relative gain. Relative gain didifeinisikan sebagai perbandingan antara perolehan daya pada sebuah arah dengan perolehan daya pada antena referensi pada arah yang direferensikan juga. Daya mauskan harus sama di antara kedua antena itu. Akan tetapi, antena referensi merupakan sumber isotropik yang lossles (Pin(lossles)). Secara rumus dapat dihubungkan sebagai berikut:gain=4U(,)Pin(lossless)

(2.11)

f.

Keterarahan (Directivity) Pengarahan (directivity) adalah sebagai perbandingan antara rapat daya

maksimum pada berkas utama terhadap rapat daya rata rata yang diradiasikan.D=UmaxU0

(2.12)

Intensitas radiasi rata rata sama dengan jumlah daya yang diradiasikan oleh antena dibagi dengan 4. Jika arah tidak ditentukan, arah intensitas radiasi maksimum merupakan arah yang dimaksud. Directivity ini dapat dirumuskan sebagai berikut:D= UU0=4UPrad

(2.13)

dimana: D D0 U Umax U0 Prad g. = keterarahan (Directivity) = keteraharan maksimum = intensitas radiasi = intensitas radiasi maksimum = intensitas radiasi pada sumber isotropik = daya total radiasi

Bandwidth Bandwidth suatu antena didefinisikan sebagai rentang frekuensi dimana kerja

yang berhubungan dengan berapa karakteristik (seperti impedansi masukan, pola, beamwidth, polarisasi, gain, efisiensi,VSWR, return loss, axial ratio) memenuhi spesifikasi standar.

Gambar 2.3 Rentang bandwidth Dengan melihat Gambar 2.3 bandwidth dapat dicari dengan menggunakan rumus berikut ini:BW= f2-f1fcx100%

(2.14)

dimana : f2 = frerkunsi tertinggi f1 = frekuensi terendah fc = frekuensi tengah Ada beberapa jenis bandwidth diantaranya:

1

a.

Impedance bandwidth, yaitu rentang frekuensi di mana patch antena berada pada keadaan matching dengan saluran pencatu. hal ini terjadi karena impedansi dari elemen antena bervariasi nilainya tergantung dari nilai frekuensi. Nilai matching ini dapat dilihat dari return loss dan VSWR. Nilai return loss dan VSWR yang masih dianggap baik adalah kurang dari -9,54 dB dan 2, secara berurutan.

b.

Pattern bandwidth, yaitu rentang frekuensi dimana beamwidth, sidebole atau gain, yang bervariasi menurut frekuensi memenuhi nilai tertentu. Nilai tersebut harus ditentukan pada awal perancangan antena agar nilai bandwidth dapat dicari.

c.

Polarization atau axial ratio adalah rentang frekuensi dimana polarisasi (linier atau melingkar) masih terjadi. Nilai axial ratio untuk polarisasi melingkar adalah kurang dari 3 dB.

h.

Polarisasi Polarisasi antena adalah polarisasi dari gelombang yang ditransmisikan oleh

antena. Jika arah tidak ditentukan maka polarisasi merupakan polarisasi pada arah gain maksimum. Pada praktiknya, polarisasi dari energi yang teradiasi bervariasi dengan arah dari tengah antena, sehingga bagian lain dari pola radiasi mempunyai polarisasi yang berbeda. Polarisasi dari gelombang yang teradiasi didefinisikan sebagai suatu keadaan gelombang elektromagnet yang menggambarkan arah dan magnitudo vektor medan elektrik yang bervariasi menurut waktu. Selain itu, polarisasi juga dapa didefinisikan sebagai gelombang yang diradiasikan dan diterima oleh antena pada suatu arah tertentu. Polarisasi dapat diklasifikasikan sebagai linear (linier), circular (melingkar), atau elliptical (elips). Polarisasi linier (Gambar 2.4) terjadi jika suatu gelombang yang berubah menurut waktu pada suatu titik di ruang memiliki vektor medan elektrik (magnet) pada titik tersebut selalu berorientasi pada garis lurus yang sama pada setiap waktu. Hal ini dapat terjadi jika vektor (elektrik maupun magnet) memenuhi :

3

a. b.

Hanya ada satu komponen 2 (dua) komponen yang saling tegak lurus secara linier yang berada pada perbedaan fasa waktu atau 1800 atau kelipatannya.

Gambar 2.4 Polarisasi linier Polarisasi melingkar (Gambar 2.5) terjadi jika suatu gelombang yang berubah menurut waktu pada suatu titik memiliki vektor medan elektrik (magnet) pada titik tersebut berada pada jalur lingkaran sebagai fungsi waktu. Kondisi yang harus dipenuhi untuk mencapai jenis polarisasi ini adalah : a. b. c. medan harus mempunyai 2 komponen yang saling tegak lurus linier kedua komponen tersebut harus mempunyai magnitudo yang sama kedua komponen tersebut harus memiliki perbedaan fasa waktu pada kelipatan ganjil 900. Polarisasi melingkar bagi menjadi dua, yaitu Left Hand Circular Polarization (LHCP) dan Right Hand Circular Polarization (RHCP). LHCP terjadi ketika =+/2, sebaliknya =-/2.

1

Gambar 2.5 Polarisasi Melingkar Polarisasi elips (Gambar 2.6) terjadi ketika gelombang yang berubah menurut waktu memiliki vektor medan (elektrik atau magnet) berada pada jalur kedudukan elips pada ruang. Kondisi yang harus dipenuhi untuk mendapatkan polarisasi ini adalah : a. b. c. Medan harus mempunyai dua komponen linier ortogonal Kedua komponen tersebut harus beada pada magnitudo yang sama atau berbeda Jika kedua komponen tersebut tidak berada pada magnitudo yang sama perbedaan fasa waktu antara kedua komponen tersebut harus tidak bernilai 00 atau kelipatan 1800 (karena akan menjadi linier). Jika kedua komponen berada pada magnitudo yang sama makan perbedaan fasa diantara kedua komponen tersebut harus tidak merupakan kelipatan ganjil dari 900 (karena akan menjadi lingkaran).

1

Gambar 2.6 Polarisasi Elips 2.1.3 Teknik Pencatuan Antena microstrip dapat dicatu dengan beberapa metode. Metode-metode ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu terhubung (contacting) dan tidak terhubung (non-contacting). Pada metode terhubung, daya RF dicatukan secara langsung ke patch radiator dengan menggunakan elemen penghubung. Pada metode tidak terhubung, dilakukan pengkopelan medan elektromagnetik untuk menyalurkan daya di antena saluran microstrip dengan patch. Beberapa teknik pencatuan yang sering digunakan, yaitu : teknik microstrip line, coaxial probe, aperture coupling dan proximity coupling. Dalam hal ini perancangan dilakukan dengan teknik pencatu microstrip line. 2.1.4 Lebar Pencatu (Feed Point) Setelah menghitung panjang dan lebar dari patch untuk substrate yang telah diberikan, langkah selanjutnya adalah menentukan lebar pencatu, panjang pencatu dimana dalam perancangan ini besarnya panjang pencatu sangat mempengaruhi nilai VSWR dan besarnya lebar (W) sangat mempengaruhi nilai panjang pencatu dapat dituliskan dalam persamaan:yf=W2

(2.15)

1

Dan untuk lebar pencatu sangat dipengaruhi dengan tinggi bahan substrate dan jenis bahan substrate yang digunakan. Dapat dituliskan dalam persamaan;Wf=8hexp(A)exp2A-2

(2.16) (2.17) (2.18) (2.19)

DimanaA= Z060Er+121/2+Er-1Er+10,23+0,11r

Untuk mencari dimana letak posisi pencatu dapat dicari dengan rumus:xf=L2re(L)

DimanareL=r+12+r-1211+12h/L

2.2

WLAN (Wireless Local Area Network) Pada akhir 1970-an IBM mengeluarkan hasil percobaan mereka dalam

merancang WLAN dengan teknologi IR, perusahaan lain seperti Hewlett-Packard (HP) menguji WLAN dengan RF. Kedua perusahaan tersebut hanya mencapai data rate 100 Kbps. Karena tidak memenuhi standar IEEE 802 untuk LAN yaitu 1 Mbps maka produknya tidak dipasarkan. Baru pada tahun 1985, (FCC) menetapkan pita Industrial, Scientific and Medical (ISM band) yaitu 902-928 MHz, 2400-2483.5 MHz dan 5725-5850 MHz yang bersifat tidak terlisensi, sehingga pengembangan WLAN secara komersial memasuki tahapan serius. Barulah pada tahun 1990 WLAN dapat dipasarkan dengan produk yang menggunakan teknik spread spectrum (SS) pada pita ISM, frekuensi terlisensi 18- 19 GHz dan teknologi IR dengan data rate >1 Mbps. Pada tahun 1997, sebuah lembaga independen bernama IEEE membuat spesifikasi/standar WLAN pertama yang diberi kode 802.11. Peralatan yang sesuai standar 802.11 dapat bekerja pada frekuensi 2,4GHz, dan kecepatan transfer data (throughput) teoritis maksimal 2Mbps. Pada bulan Juli 1999, IEEE kembali mengeluarkan spesifikasi baru bernama 802.11b. Kecepatan transfer data teoritis maksimal yang dapat dicapai adalah 11 Mbps. Kecepatan tranfer data sebesar ini sebanding dengan Ethernet tradisional (IEEE 802.3 10Mbps atau 10Base-T). Peralatan yang menggunakan standar 802.11b

3

juga bekerja pada frekuensi 2,4Ghz. Salah satu kekurangan peralatan wireless yang bekerja pada frekuensi ini adalah kemungkinan terjadinya interferensi dengan cordless phone, microwave oven, atau peralatan lain yang menggunakan gelombang radio pada frekuensi sama. Pada saat hampir bersamaan, IEEE membuat spesifikasi 802.11a yang menggunakan teknik berbeda. Frekuensi yang digunakan 5Ghz, dan mendukung kecepatan transfer data teoritis maksimal sampai 54Mbps. Gelombang radio yang dipancarkan oleh peralatan 802.11a relatif sukar menembus dinding atau penghalang lainnya. Jarak jangkau gelombang radio relatif lebih pendek dibandingkan 802.11b. Secara teknis, 802.11b tidak kompatibel dengan 802.11a. Namun saat ini cukup banyak pabrik hardware yang membuat peralatan yang mendukung kedua standar tersebut. Pada tahun 2002, IEEE membuat spesifikasi baru yang dapat menggabungkan kelebihan 802.11b dan 802.11a. Spesifikasi yang diberi kode 802.11g ini bekerja pada frekuensi 2,4Ghz dengan kecepatan transfer data teoritis maksimal 54Mbps. Peralatan 802.11g kompatibel dengan 802.11b, sehingga dapat saling dipertukarkan. Misalkan saja sebuah komputer yang menggunakan kartu jaringan 802.11g dapat memanfaatkan access point 802.11b, dan sebaliknya. Pada tahun 2006, 802.11n dikembangkan dengan menggabungkan teknologi 802.11b, 802.11g. Teknologi yang diusung dikenal dengan istilah MIMO (Multiple Input Multiple Output) merupakan teknologi Wi-Fi terbaru. MIMO dibuat berdasarkan spesifikasi Pre-802.11n. Kata Pre- menyatakan Prestandard versions of 802.11n. MIMO menawarkan peningkatan throughput, keunggulan reabilitas, dan peningkatan jumlah klien yg terkoneksi. Daya tembus MIMO terhadap penghalang lebih baik, selain itu jangkauannya lebih luas sehingga Anda dapat menempatkan laptop atau klien Wi-Fi sesuka hati. Access Point MIMO dapat menjangkau berbagai perlatan Wi-Fi yg ada disetiap sudut ruangan. Secara teknis MIMO lebih unggul dibandingkan saudara tuanya 802.11a/b/g. Access Point MIMO dapat mengenali

2

gelombang radio yang dipancarkan oleh adapter Wi-Fi 802.11a/b/g. MIMO mendukung kompatibilitas mundur dengan 802.11 a/b/g. Peralatan Wi-Fi MIMO dapat menghasilkan kecepatan transfer data sebesar 108Mbps.Wireless Local Area Network (WLAN) adalah suatu jaringan area lokal nirkabel yang digunakan gelombang radio sebagai media transmisinya dan untuk memberi sebuah koneksi jaringan ke seluruh pengguna dalam area sekitar. Area dapat berjarak dari ruangan tunggal ke seluruh kampus.[4] WLAN adalah suatu jaringan nirkabel yang menggunakan frekuensi radio untuk komunikasi antara perangkat komputer dan akhirnya titik akses yang merupakan dasar dari transceiver radio dua arah yang tipikalnya bekerja di bandwidth 2,4 GHz ( 802.11b, 802.11g). Kebanyakan peralatan mempuanyai kualifikasi Wi-Fi(wireless fidelity) dan menawarkan beberapa level keamanan seperti WEP dan WPA. 2.3 Penguat Operasional (Op Amp) Penguat operasional (Op Amp) adalah suatu rangkaian terintegrasi yang berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat diferensial. Penguat operasional memilki dua masukan dan satu keluaran serta memiliki penguatan DC yang tinggi. Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional memerlukan tegangan catu yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif (+V) dan tegangan yang berharga negatif (-V) terhadap tanah (ground). Berikut ini adalah simbol dari penguat operasional:

3

Gambar 2.7 Simbol penguat Op-Amp. 2.3.1 Karakteristik Ideal Penguat Operasional Penguat operasional banyak digunakan dalam berbagai aplikasi karena beberapa keunggulan yang dimilikinya, seperti penguatan yang tinggi, impedansi masukan yang tinggi, impedansi keluaran yang rendah dan lain sebagainya. Berikut ini adalah karakteristik dari Op Amp ideal: Penguatan tegangan lingkar terbuka (open-loop voltage gain) AVOL = Tegangan ofset keluaran (output offset voltage) VOO = 0 Hambatan masukan (input resistance) RI = Hambatan keluaran (output resistance) RO = 0 Lebar pita (band width) BW = Waktu tanggapan (respon time) = 0 detik Karakteristik tidak berubah dengan suhu

Kondisi ideal tersebut hanya merupakan kondisi teoritis tidak mungkun dapat dicapai dalam kondisi praktis. Tetapi para pembuat Op Amp berusaha untuk1

membuat Op Amp yang memiliki karakteristik mendekati kondisi-kondisi di atas. Karena itu sebuah Op Amp yang baik harus memiliki karakteristik yang mendekati kondisi ideal. a. Penguatan Tegangan Lingkar Terbuka Penguatan tegangan lingkar terbuka (open loop voltage gain) adalah penguatan diferensial Op Amp pada kondisi dimana tidak terdapat umpan balik (feedback) yang diterapkan padanya seberti yang terlihat pada gambar 2.7. Secara ideal, penguatan tegangan lingkar terbuka adalah: AVOL=V0Vid= - AVOL=V0V1-V2= - (2.20) (2.21)

Tanda negatif menandakan bahwa tegangan keluaran VO berbeda fasa dengan tegangan masukan Vid. Konsep tentang penguatan tegangan tak berhingga tersebut sukar untuk divisualisasikan dan tidak mungkin untuk diwujudkan. Suatu hal yang perlu untuk dimengerti adalah bahwa tegangan keluaran VO jauh lebih besar daripada tegangan masukan Vid. Dalam kondisi praktis, harga AVOL adalah antara 5000 (sekitar 74 dB) hingga 100000 (sekitar 100 dB). Tetapi dalam penerapannya tegangan keluaran VO tidak lebih dari tegangan catu yang diberikan pada Op Amp. Karena itu Op Amp baik digunakan untuk menguatkan sinyal yang amplitudonya sangat kecil. b. Tegangan Offset Keluaran Tegangan ofset keluaran (output offset voltage) VOO adalah harga tegangan keluaran dari Op Amp terhadap tanah (ground) pada kondisi tegangan masukan Vid = 0. Secara ideal, harga VOO = 0 V. Op Amp yang dapat memenuhi harga tersebut disebut sebagai Op Amp dengan CMR (common mode rejection) ideal. Tetapi dalam kondisi praktis, akibat adanya ketidakseimbangan dan ketidakidentikan dalam penguat diferensial dalam Op Amp tersebut, maka tegangan ofset VOO biasanya berharga sedikit di atas 0 V. Apalagi apabila tidak digunakan umpan balik maka harga VOO akan menjadi cukup besar untuk menimbulkan saturasi pada keluaran. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu diterapakan tegangan koreksi2

pada Op Amp. Hal ini dilakukan agar pada saat tegangan masukan Vid = 0, tegangan keluaran VO juga = 0. c. Hambatan Masukan Hambatan masukan (input resistance) Ri dari Op Amp adalah besar hambatan di antara kedua masukan Op Amp. Secara ideal hambatan masukan Op Amp adalah tak berhingga. Tetapi dalam kondisi praktis, harga hambatan masukan Op Amp adalah antara 5 k hingga 20 M , tergantung pada tipe Op Amp. Harga ini biasanya diukur pada kondisi Op Amp tanpa umpan balik. Apabila suatu umpan balik negatif (negative feedback) diterapkan pada Op Amp, maka hambatan masukan Op Amp akan meningkat. Dalam suatu penguat, hambatan masukan yang besar adalah suatu hal yang diharapkan. Semakin besar hambatan masukan suatu penguat, semakin baik penguat tersebut dalam menguatkan sinyal yang amplitudonya sangat kecil. Dengan hambatan masukan yang besar, maka sumber sinyal masukan tidak terbebani terlalu besar. d. Hambatan Keluaran Hambatan Keluaran (output resistance) RO dari Op Amp adalah besarnya hambatan dalam yang timbul pada saat Op Amp bekerja sebagai pembangkit sinyal. Secara ideal harga hambatan keluaran RO Op Amp adalah = 0. Apabula hal ini tercapai, maka seluruh tegangan keluaran Op Amp akan timbul pada beban keluaran (RL), sehingga dalam suatu penguat, hambatan keluaran yang kecil sangat diharapkan. Dalam kondisi praktis harga hambatan keluaran Op Amp adalah antara beberapa ohm hingga ratusan ohm pada kondisi tanpa umpan balik. Dengan diterapkannya umpan balik, maka harga hambatan keluaran akan menurun hingga mendekati kondisi ideal.

e.

Lebar Pita

3

Lebar pita (band width) BW dari Op Amp adalah lebar frekuensi tertentu dimana tegangan keluaran tidak jatuh lebih dari 0,707 dari harga tegangan maksimum pada saat amplitudo tegangan masukan konstan. Secara ideal, Op Amp memiliki lebar pita yang tak terhingga. Tetapi dalam penerapannya, hal ini jauh dari kenyataan. Sebagian besar Op Amp serba guan memiliki lebar pita hingga 1 MHz dan biasanya diterapkan pada sinyal dengan frekuensi beberapa kiloHertz. Tetapi ada juga Op Amp yang khusus dirancang untuk bekerja pada frekuensi beberapa MegaHertz. Op Amp jenis ini juga harus didukung komponen eksternal yang dapat mengkompensasi frekuensi tinggi agar dapat bekerja dengan baik. f. Waktu Tanggapan Waktu tanggapan (respon time) dari Op Amp adalah waktu yang diperlukan oleh keluaran untuk berubah setelah masukan berubah. Secara ideal harga waktu respon Op Amp adalah = 0 detik, yaitu keluaran harus berubah langsung pada saat masukan berubah. Tetapi dalam prakteknya, waktu tanggapan dari Op Amp memang cepat tetapi tidak langsung berubah sesuai masukan. Waktu tanggapan Op Amp umumnya adalah beberapa mikro detik hal ini disebut juga slew rate. Perubahan keluaran yang hanya beberapa mikrodetik setelah perubahan masukan tersebut umumnya disertai dengan oveshoot yaitu lonjakan yang melebihi kondisi steady state. Tetapi pada penerapan biasa, hal ini dapat diabaikan. g. Karakteristik Terhadap Suhu Sebagai mana diketahui, suatu bahan semikonduktor yang akan berubah karakteristiknya apabila terjadi perubahan suhu yang cukup besar. Pada Op Amp yang ideal, karakteristiknya tidak berubah terhadap perubahan suhu. Tetapi dalam prakteknya, karakteristik sebuah Op Amp pada umumnya sedikit berubah, walaupun pada penerapan biasa, perubahan tersebut dapat diabaikan.

2.3.2

Penguat Inverting

5

Inverting amplifier ini, input dengan outputnya berlawanan polaritas. Jadi ada tanda minus pada rumus penguatannya. Penguatan inverting amplifier adalah bisa lebih kecil nilai besaran dari 1, misalnya -0.2 , -0.5 , -0.7 , dst dan selalu negatif. Rumus nya:V0=RfRiVi

(2.22)

Gambar 2.8 Rangkaian penguat inverting 2.3.3 Penguat Non-Inverting Rangkaian non inverting ini hampir sama dengan rangkaian inverting hanya perbedaannya adalah terletak pada tegangan inputnya dari masukan noninverting. Rumusnya seperti berikut :V0=Rf+RiRiVi

Hasil tegangan output noninverting ini akan lebih dari satu dan selalu positif. Rangkaian nya adalah seperti pada gambar berikut ini :

7

Gambar 2.9 Rangkaian penguat non-inverting 2.3.4 Buffer Rangkaian buffer adalah rangkaian yang inputnya sama dengan hasil outputnya. Dalam hal ini seperti rangkaian common colektor yaitu berpenguatan = 1. Rangkaiannya seperti pada gambar berikut ini

Gambar 2.10 Rangkaian penguat buffer Nilai R yang terpasang gunanya untuk membatasi arus yang di keluarkan. Besar nilainya tergantung dari indikasi dari komponennya, biasanya tidak dipasang alias arus dimaksimalkan sesuai dengan kemampuan op-ampnya.

1

2.4 2.4.1

Teori Dasar Mikrokontroler Arsitektur Mikrokontroler AT89S51 AT89S51 merupakan salah satu produk mikrokontroler yang dikeluarkan

oleh Atmel. Mikrokontroler AT89S51 terbentuk dari perpaduan arsitektur perangkat keras keluarga mikrokontroler MCS 51 dari Intel dan tambahan teknologi Flash Memory, sehingga AT89S51 terbentuk sebagai mikrokontroler dengan fasilitas timer, port serial, 32 kaki I/O, RAM dan Flash Memory yang digunakan untuk keperluan penyimpanan program. Dengan demikian, desain elektronika menjadi ringkas, praktis dan ekonomis karena dimungkinkan untuk membuat suatu sistem hanya dalam satu single chip saja. Gambar 2.11 merupakan konfigurasi pin mikrokontroler AT89S51.

Gambar 2.11 Konfigurasi Pin AT89S51 Mikrokontroler AT89S51 terdiri dari beberapa bagian yang berfungsi untuk mendukung pengendaliannya, bagian-bagian tersebut adalah :1. Kapasitas memori internal 4 Kbyte (Flash 4 Kbytes) 2. 8 x 128 byte RAM (Random Acces Memory)

3. 32 jalur I / O yang dapat diprogram4. 2 buah (6-bit pewaktu / pencacah (timer / counter) 3

5. Serial Port Full Dupleks6. Chip oscillator dan clock

7. 6 buah sumber interupsi Diagram blok arsitektur AT89S51 dapat dilihat pada gambar 2.12. Pada diagram blok tersebut dijelaskan bahwa untuk aplikasi yang tidak membutuhkan adanya RAM dan atau ROM dengan skala besar, maka AT89S51 telah dapat dipergunakan dalam konfigurasi single chip. Fasilitas Parallel Port yang dimiliki dapat dipergunakan untuk mengendalikan peralatan eksternal atau memasukkan data yang diperlukan. Port Serial dapat dipergunakan untuk mengakses sistem komunikasi data dengan dunia luar. Timer / counter yang ada dapat dipergunakan untuk mencacah pulsa, menghitung lama pulsa atau sebagai pewaktu umum. Sedangkan sistem interrupt membuat AT89S51 dapat dipakai pada aplikasi-aplikasi yang mendekati sistem dengan proses real-time.

1

Gambar 2.12 Diagram Blok Arsitektur AT89S51 2.4.2 Deskripsi Pin AT89S51 Suplai tegangan2. Ground (pin 20)

1. Vcc (pin 40)

Pentanahan 3. Port 0.0 0.7 (pin 32 39) Port 0 dapat berfungsi sebagai I/O biasa, dan dapat menerima kode byte pada saat Flash Programming. Sebagai port output, port ini dapat memberikan output sink ke delapan buah TTL input. Pada saat logika 1 dialamatkan pada kaki-kaki Port 0, maka Port 0 dapat digunakan sebagai masukan berimpedansi tinggi. Port 0 yang merupakan saluran I/O 8 bit open collector dapat juga digunakan sebagai multipleks bus alamat rendah dan bus1

data selama adanya akses ke memori program eksternal. Saat proses pemrograman dan verifikasi, Port 0 digunakan sebagai saluran data. Pull up eksternal diperlukan selama proses verifikasi. 4. Port 1.0 1.7 (pin 1 8) Port 1 berfungsi sebagai I/O biasa atau menerima low order address bytes selama Flash Programming. Port ini memiliki internal pull up dan dapat berfungsi sebagai input dengan memberikan logika 1 yang dialamatkan pada kaki-kaki Port 1. Sehingga output port ini dapat memberikan output sink ke empat buah input TTL. Port ini juga dapat digunakan sebagai saluran alamat saat pemrograman dan verifikasi. Port 1 dipetakan pada alamat 90H dan dapat berfungsi sebagai berikut.

Tabel 2.1. Fungsi Alternatif Port 1 AT89S51 Pin Port P1.0 P1.1 P1.2 P1.3 P1.4 P1.5 P1.6 P1.7 Fungsi Alternatif TI2 (Timer / Counter 2 eksternal input) TO2 (Timer / Counter 2 eksternal output) T2EA (Timer / Counter 2 Capsture Reload Trigger) SSI (Slave Port Slave Input) SSO (Slave Port Slave Output) MOSI (Master Data Output, slave data input pin untuk SPI) MISO (Master Data Input, slave data output pin untuk SPI) SCK (Master Clock Input, slave data input pin untuk SPI)

5. Port 2.0 2.7 ( Pin 21 28)

2

Port 2 berfungsi sebagai I/O biasa atau high order address, saat mengakses memori secara 16 bit (Movx @DPTR). Sebagai output, port ini dapat memberikan output sink pada ke empat buah input TTL, sedangkan untuk memfungsikan sebagai port input dilakukan dengan memberikan logika 1 yang dialamatkan pada kaki-kaki Port 2. Port ini memiliki internal pull up. 6. Port 3.0 3.7 (pin 10 17) Memiliki sifat yang sama dengan Port 1 dan Port 2 yaitu sebagai port I/O 8 bit dengan internal pull up yang memiliki fungsi pengganti. Bila fungsi pengganti tidak dipakai maka dapat digunakan sebagai port paralel 8 bit serba guna. Selain itu, sebagian Port 3 dapat berfungsi sebagai sinyal kontrol saat proses pemrograman dan verifikasi. Adapun fungsi dari Port 3 adalah sebagai berikut.

Tabel 2.2. Fungsi Alternatif Port 3 AT89S51 Pin Port P3.0 P3.1 P3.2 P3.3 P3.4 P3.5 P3.6 P3.7 7. Reset (Pin 9) Reset input. Reset akan aktif dengan memberikan input high selama 2 cycle. Pulsa transisi dari rendah ke tinggi akan mereset mikrokontroler. 8. ALE (Pin 30)1

Fungsi Alternatif RDX (Port untuk masukan serial) TDX (Port untuk keluaran serial) INT0 (untuk melayani interupsi eksternal 0) INT1 (untuk melayani interupsi eksternal 1) T0 (untuk masukan eksternal timer 1) T1 (untuk masukan eksternal timer 0) WR (Eksternal Data Memory Write Strobe) RD (Eksternal Data Memory Read Strobe)

Pin ini berfungsi sebagai Address Latch Enable (ALE) yang me-latch low byte address pada saat mengakses memori eksternal. ALE hanya akan aktif saat mengakses memori eksternal (movx dan movc). 1. PSEN (Pin29) Program Store Enable (PSEN), pin ini berfungsi pada saat mengakses program yang terletak pada memori eksternal. 2. EA (Pin 31) External Access Enable (EA) merupakan sinyal kontrol untuk pembacaan memori program. Pada kondisi low pin ini akan berfungsi sebagai EA yaitu mikrokontroler akan menjalankan program yang ada pada memori eksternal setelah sistem direset. Sedangkan jika berkondisi high, pin akan berfungsi menjalankan program yang ada pada memori internal pada saat Flash Programming, pin ini akan mendapat tegangan 12 volt. 3. XTAL 1 (Pin 19) Input osilator. 4. XTAL 2 (Pin18) Output osilator. 2.4.3. Struktur Memori Mikrokontroler AT89S51 Mikrokontroler AT89S51 memiliki struktur memori sebagai berikut : 1. RAM internal Memiliki alamat dari 00H hingga 7FH dengan memori sebesar 128 byte yang biasanya digunakan untuk menyimpan data. RAM internal terdiri atas:a. Register Banks yang berjumlah 8 buah dari R0 hingga R7, yang terletak

pada alamat 00H hingga 07H pada setiap kali sistem mengalami reset.b. Bit Addressale RAM yang terletak pada alamat 20H hingga 2FH yang

dapat diakses dengan pengalamatan bit.

3

c. RAM keperluan umum yang dimulai dari alamat 30H hingga 7FH dan memiliki sifat dapat diakses dengan pengalamatan langsung maupun tak langsung. 1. Special Function Register SFR merupakan memori yang berisi register-register yang memiliki fungsi-fungsi lain sebagainya. 2.4.3.1 Register Fungsi Khusus SFR (Register Fungsi Khusus) merupakan memori yang berisi registerregister yang memiliki fungsi-fungsi khusus yang merupakan fasilitas yang disediakan oleh mikrokontroler tersebut, mencakup port-port, pewaktu (timer), kontrol peripheral dan lain sebagainya. Sementara SFR terdiri dari : a. Akumulator ACC menempati alamat E0H dan digunakan untuk menyimpan data sementara dari hampir semua operasi aritmatik dan operasi logika. Instruksinya sendiri mengacu pada register A. b. Register B Register ini menempati lokasi F0H digunakan selama operasi perkalian dan pembagian walaupun juga dapat difungsikan sebagai register biasa. Pengalamatanya sendiri dapat dilakukan dengan bit addressable.c. Program Status Word (PSW)

khusus

yang

merupakan

fasilitas

yang

disediakan

mikrokontroler tersebut meliputi port-port, pewaktu, control peripheral dan

Register PSW (D0H) mengandung infomasi status program yang berkaitan dengan CPU pada saat itu. Status yang tersimpan pada PSW meliputi :1.

Flag Carry berfungsi mendeteksi apabila terjadi aksi lebih pada proses penjumlahan / aksi pinjam pada pengurangan. Bit carry juga berfungsi sebagai akumulator pada operasi Boolean sebesar 1 bit.

2.

Bit RSO dan RSI berfungsi untuk memilih satu dari 4 bank register.

1

3. 4.

Flag Overflow akan diset bila pada operasi aritmatik menghasilkan bilangan yang lebih besar dari 128 atau lebih kecil dari -128. Bit paritas berfungsi untuk menentukan cacah logika 1 dalam akumulator. Jika cacah logika 1 ganjil maka bit paritasnya sama dengan 1 (P=1) dan sebaliknya. Bit paritas ini juga dapat digunakan untuk proses yang berhubungan dengan serial port yaitu sebagai check sum.

a. Stack Pointer Register SP (lokasi 81 H) merupakan register dengan panjang 8 bit. Isi dari SP sendiri merupakan data yang disimpan distack. Proses yang berhubungan dengan stack ini biasa dilakukan dengan instruksi-instruksi Push, Pop, acall, lcall.b. Data pointer

DPTR merupakan register 16 bit dan terletak pada alamat 82 H untuk 1 DPL (byte rendah) dan 83 H untuk DPH (byte tinggi). DPTR ini biasanya digunakan untuk mengakses source code ataupun data yang tersimpan pada memori eksternal. c. Port AT89S51 memiliki 4 buah port, yaitu Port 0, Port 1, Port 2, Port 3 yang menempati alamat 80H, 90H, A0H, B0H. Namun jika digunakan eksternal memori ataupun fungsi-fugsi spesial, seperti External Interrupt, Serial ataupun External Timer, Port 0, Port 1, Port 2, Port 3 tidak dapat digunakan sebagai port dengan fungsi umum. Semua Port ini dapat diakses dengan pengalamatan secara bit sehingga dapat dilakukan perubahan output pada tiap-tiap pin dari port ini tanpa mempengaruhi pin-pin lainnya. d. Register Port Serial

1

AT89S51 mempunyai sebuah on chip serial port yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan peralatan lain yang menggunakan serial port seperti modem, shift register dan lain-lain. Buffer (penyangga) untuk proses pengiriman maupun pengambilan data terletak pada Register SBUF, yaitu pada alamat 99H. Sedangkan untuk mengatur mode serial dapat dilakukan dengan mengubah isi dari SCON yang terletak pada alamat 98H.e. Register Timer

AT89S51 mempunyai dua buah 16 bit Timer / counter, yaitu Timer 0 dan Timer 1. Timer 0 terletak dialamat 8AH untuk TL0 dan 8CH untuk TH0 dan Timer 1 terletak dialamat 8BH untuk TL1 dan 8DH untuk TH1. f. Register Interrupt AT89S51 mempunyai lima buah interupsi dengan dua level prioritas interupsi. Interupsi akan selalu nonaktif setiap kali sistem direset. Registerregister yang terhubung dengan interrupt adalah Interrupt Enable Register (IE) atau Register keaktifan tiap-tiap interupsi dan Interrupt Priority Register (IP) atau Register Prioritas Interupsi pada alamat B8H. g. Register Control Power Register ini terdiri atas SMOD yang digunakan untuk melipat dua baud rate dari port serial, dua buah bit untuk flag fungsi umum pada bit ketiga dan bit kedua, Power Down (PD) bit dan Idle (IDL) bit. 2.4.3.2 Flash PEROM Mikrokontroler AT89S51 memiliki 4 Kb Flash PEROM (Programable and Erasabele Memory) yaitu ROM yang dapat ditulis ulang atau dihapus menggunakan sebuah alat pemrogram. Jenis Flash yang digunakan adalah Atmels High-Density Non Volatile Technology yang memiliki kemampuan untuk ditulis ulang hingga 1000 kali dan berisi fungsi standar MCS 51.

3

Mikrokontroler AT89S51 memiliki kode pengalamatan yang sama dengan mikrokontroler MCS 51. Mode pengalamatan ini berkaitan erat dengan operand dalam pemrograman mikrokontroler. Operand sendiri merupakan data yang tersimpan didalam memori, register, dan I/O. Operand-operand ini dijalankan melalui instruksi-instruksi. Dibawah ini merupakan mode-mode pegalamatan MCS 51 / AT89S51 : a. Mode Pengalamatan Register Pengalamatan yang melibatkan register R0R7 bisa diseleksi dengan register PSW, ada dimana register R0R7 berada. Instruksi pengalamatan yang melibatkan register ini sangat efisien, karena opcode seperti perintah. b. Mode Pengalamatan langsung Pengalamatan langsung melibatkan register, port dan akumulator A yang berada dalam chip (tidak dapat mengakses memori diluar chip). c. Mode Pengalamatan tidak langsung Pengalamatan tidak langsung ditandai dengan tanda @, artinya disitu terdapat data alamat yang harus dibaca datanya lebih dahulu. d. Mode Pengalamatan segera Menyangkut operasi-operasi dengan suatu nilai konstanta (yang sudah tetap), perintah ini ditandai dengan tanda #. e. Pengalamatan Relatif Pengalamatan relatif ada pada instruksi sjmp (short jump). Karena besar lompat relatif (dari tempat semula), hanya 8 bit (total 256 langkah), maka sjmp hanya dapat lompat kedelapan sejauh +127 langkah (lokasi memori) atau mundur -128 langkah. f. Pengalamatan berindek Pengalamatan berindek menggunakan register 16 bit program counter (PC) atau data pointer (DPTR) sebagai tempat informasi alamat, untuk mengakses hingga 64 K lokasi memori.

3

BAB III DESAIN, SIMULASI DAN ANALISIS

Sistem antena yang dibangun memiliki beberapa bagian diantaranya adalah satu buah antena pemancar, tiga buah antena penerima, sensor power level, ADC, mikrokontroler, dan RF switch (relay). Gambar 3.1 dibawah ini menggambarkan blok diagram sistem antena secara keseluruhan.

Pembangkit12dB Antena Penguat Sinyal Pemancar 0dB

Anten a1

Anten a2

Anten a3 Port keluar an

3 buah RF Switch

3 buah Sensor Power Level Mikrokontroler

3

ADC

Gambar 3.1 Blok diagram sistem antena Sebelum dipancarkan melalui antena pemancar, sinyal RF yang dibangkitkan oleh pembangkit sinyal generator dikuatkan terlebih dahulu sebesar 12 dB. Hal ini agar daya pancar yang dikeluarkan mendekati level daya access point (AP) yang banyak dipasaran. Daya keluaran access point biasanya sekitar 20 dB (untuk acess point indoor) dan 40 dB (untuk acess point outdoor). Namun karena keterbatasan alat yang ada di laboratorium maka digunakan penguat sebesar 12 dB. Tiga buah antena penerima terhubung langsung ke tiga buah relay (RF Switch) yang pensaklarannya diatur oleh mikrokontroler. Pin normally open (NO) pada relay, akan menghubungkan antena ke satu buah port yang digunakan sebagai keluaran sistem. Kondisi normally closed (NC) pada relay, menghubungkan antena penerima ke sensor power level. Mikrokontroler akan membaca besarnya tegangan keluaran antena penerima yang terlebih dahulu telah melalui sensor power level dan analog to digital converter (ADC) secara bergantian. Dari ketiga data yang didapat kemudian dipilih data yang paling besar dan dilakukan pensaklaran pada antena yang tersebut, sehingga antena tersebut terhubung ke port keluaran sistem. 3.1 Desain dan Hasil Simulasi Antena Microstrip Patch Array 4x4 Antena didesain dan disimulasikan dengan menggunakan bantuan software simulator 3D. Penentuan ukuran panjang dan lebar konduktor masih menggunakan perhitungan manual berdasarkan rumus yang didapatkan dari literatur. 3.1.1 Desain Antena Microstrip Patch Array 4x4

1

Untuk mendapatkan antena patch array 4x4 hal pertama yang perlu dilakukan adalah dengan mensimulasikan 1 (satu) buah antena dengan ketebalan konduktor 0,035 mm berbentuk rectangular diatas ground plane dengan ketebalan 0,035 mm dan dielektrik dengan bahan FR4-epoxy yang memiliki nilai konstanta dielektrik sebesar 4,4 dan ketebalan 1,6 mm. Lebar (W) dan panjang (L) konduktor ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.1 dan 2.4. Pada frekuensi 2,4 GHz didapatkan lebar (W) konduktor adalah = 28,5 mm dan panjang (L) konduktor adalah = 32 mm seperti yang ditunjukan pada gambar 3.1.

L = 32 mm

substrat

konduktor

W = 28,5 mm3

Feed line

Ground plane

50 Ohm SMA Connector

Gambar 3.1 Tampak atas dari desain satu buah antena microstrip. Berdasarkan panjang dan lebar dari satu buah konduktor tersebut kemudian didesain antena microstrip patch array 4x4. Gambar 3.2 menunjukan desain dari antena microstrip patch array 4x4.

3

24 cm

Feed line 50 Ohm SMA konektor

konduktor

50

70

100 26 cm

Gambar 3.2 Tampak atas dari desain antena microstrip patch array 4x4.

Enambelas buah konduktor yang disusun dalam matrik 4x4 saling terhubung dengan saluran transmisi (feed line). Saluran transmisi yang menghubungkan antar konduktor memiliki impedansi sebesar 100, sehingga titik tengah pada percabangannya akan memiliki impedansi sebesar 50. Dari nilai impedansi 50 dibutuhkan balun 70 agar didapat saluran transmisi pada ujung yg lain sebesar 100. SMA konektor 50 Ohm diletakan tidak tepat pada titik tengah antena, hal ini sebagai upaya agar arah polarisasi antena ke sumbu 00.

1

3.1.2 Hasil Simulasi Antena Microstrip Patch Array 4x4 Hasil simulasi untuk kurva S11 menunjukkan bahwa antena bekerja dengan baik pada frekuensi resonansi 2,4GHz seperti yang terlihat pada gambar 3.3 dibawah ini. Gambar 3.3 Kurva S11 antena microstrip patch array 4x4 hasil simulasi dengan software simulator 3D. Pola radiasi antena microstrip patch dengan susunan 4x4 ditunjukkan pada gambar 3.4. Pola radiasi dengan main lobe mengerucut pada sumbu z, walaupun timbul 4 (empat) buah side lobe pada sisi-sisi x dan y namun side lobe yang ditimbulkan sangat kecil.

Gambar 3.4 Pola Radiasi 3D microstrip patch antena 4x4 Gambar 3.5 Gain antena microstrip patch array 4x4 hasil simulasi dengan software simulator 3D.

3

Hasil simulasi menunjukkan bahwa gain dari antena microstrip patch array 4x4 adalah sebesar 12,03 dB seperti yang terlihat pada gambar 3.5 diatas. Dengan hasil ini apabila sumber sinyal RF yang dibangkitkan memiliki daya sebesar 0 dB maka daya pancar yang dikirimkan oleh pemancar dengan menggunakan antena ini adalah sebesar 12,03 dB. Jika antena yang sama digunakan sebagai penerima maka total seluruh penguatan adalah sebesar 24,06 dB. Diumpamakan loss daya di udara adalah sekitar -30 dB maka daya yang diterima adalah sekitar -6 dB. Besar daya tersebut belum dikurangi dengan loss dari kabel. Asumsi ini digunakan sebagai langkah dalam mendesain sensor power level. 3.2 Desain Sensor Power Level Melihat sampling sinyal RF pada domain waktu biasanya menggunakan osiloscop, namun penggunaan osiloscop biasa yang ditemui di laboratorium tentu saja akan terbatas pada frekuensi di bawah 20100 MHz, tergantung pada bandwidth osiloscop. Osiloscop dengan bandwidth sampai dengan 1020 GHz dan sampling 20 50 Gs/s sangat sulit dicari karena alasan harga yang sangat mahal. Cara termudah dan termurah untuk melihat sinyal RF dalam orde GHz adalah dengan merubah ke tegangan DC yang setara. Salah satu cara yang termudah untuk mengubah tegangan AC (sinyal RF) adalah dengan menggunakan dioda sebagai penyearah. Tentu saja dioda yang digunakan juga dioda khusus yang mampu bekerja sangat cepat dan memiliki kapasitansi yang sangat kecil, untuk menjaga induktansi sekecil mungkin. Dioda merupakan komponen unlinier, dimana ketika sinyal AC sangat kecil pasti akan ada sinyal DC yang dikeluarkan. Pada square low region (daerah dibawah tegangan ambang) dioda akan menunjukan resistansi yang berbeda pada arah maju dan mundurnya. Walaupun tidak seperti nilai diatas ambangnya namun dioda akan memberikan perubahan yang serupa/sama. Jika diimplementasikan dengan sinyal RF hasilnya adalah tegangan DC yang sebanding dengan kekuatan sinyal, yakni

3

sebanding dengan akar kuadrat dari tegang puncak sinyal. Pada daerah linier, dioda akan mengkonduksi pada setengah gelombang positif dan melakukan isolasi pada setengah gelombang negatif. Salah satu tipe dioda yang dapat bekerja cepat dan memiliki nilai kapasitansi yang kecil, dapat kita temui dari dioda schottky buatan alpha industri yaitu SMS7630. Dioda ini merupakan dioda yang umum digunakan sebagai demodulasi amplitudo dan detektor pada nirkabel dan RF lainnya dan prosesor sinyal microwave. Tabel 3.1 merupakan parameter model SPICE untuk dioda SMS7630. Tabel 3.1 Parameter SPICE dioda SMS7630 Parameter IS RS N TT Cjo Vj M EG XTI KF AF FC Bv IBV ISR Saturation current Series resistance Emission coefficient Transit time Zero-bias junction capacitance Junction potential Grading coefficient Energy gap Saturation Current temperature exponent Flicker noise coefficient Flicker noice exponent Forward bias depletion capacitance coefficient Reverse breakdown voltage Current at reverse breakdown voltage Recombination current parameter Deskripsi Unit 5.10-6 A 30 1,05 10-11 S 1,4.10-13 F 0,34 V 0,4 0,69 Ev 2 0 1 0,5 0,5 10-4 A 0

1

NR IKF NBV IBVL NBVL TNOM FFE

Emission coefficient for ISR High injection knee current Reverse breakdown ideality factor Low-level reverse breakdown knee current Low-level reverse breakdown ideality factor Nominal ambient temperature at which these model parameters were derived Flicker-noise frequency exponent

2 Infinity 1 0 1 27 0C 1

Sistem antena memanfaatkan dioda SMS7630 sebagai sensor power level. Desain rangkaian penyearah RF (sensor power level) dapat dilihat pada gambar 3.5.

S

M

A 1

C

o

n

n

e

c t o R 3 1 8

r D D 5 I O 1 D E S C 1 C 0 1 H p C 1 O 0 2 T 0 T K C p 2 Y 3 . 2 R n2 7 6 0 V G o r o u u t n d

R 5

6

1

R 0 6

2

2

0

R 8

2

4

R 9 1

2

k

Gambar 3.5 Rangkaian sensor power level Lima buah resistor pada input digunakan untuk membatasi sinyal RF dan kapasitor digunakan untuk mengatur frekuensi kerja dari sensor. Ground vias sangat penting untuk respon frekuensi yang konstan, lebih banyak lebih baik. Oleh karena itu, disekitar net (jalur) PCB untuk sensor power level dibuat obstacle pada sisi yang terbuka dan difungsikan sebagai ground. Gambar 3.6 dibawah ini menunjukan tegangan keluaran dari sensor power level hasil simulasi dengan menggunakan software SPICE.

2

Gambar 3.6 Tegangan keluaran hasil simulasi SPICE dari sensor power level. Hasil simulasi SPICE menunjukan bahwa gelombang sinus dengan frekuensi 2,4GHz mampu disearahkan menjadi tegangan DC. Dari gambar 3.6 dapat dilihat bahwa respon sensor cukup memadai dengan respon kurang dari 60s untuk mencapai nilai saturasinya. 3.3 Desain Op-amp dan Mikrokontroler Tegangan keluaran dari sensor power level adalah dalam orde V sampai mV, agar dapat dibaca oleh ADC maka diperlukan penguat operasional (op-amp). Op-amp yang digunakan dalam sitem ini adalah LM358 yang memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. 2. 3. Besar gain untuk tegangan DC : 100dB. Lebar bandwidth : 1 MHz. Dua tipe tegangan sumber: Single supply : 3 VDC sampai 32 VDC.1

4. 5. 6. 7. 8.

Dual Supply : +1,5 VDC sampai +16VDC.

Input common-mode voltage range termasuk ground. Output voltage swing besar : 0V DC sampai VCC-1.5V DC. Power drain cocok untuk dioperasikan dengan baterai. Input tegangan offset dan arus offset rendah. Rentang differential input voltage sebanding dengan tegangan power supply.

Dari karakteristik tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa LM358 mampu diaplikasikan untuk menguatkan tegangan keluaran dari sensor power level. Desain dari rangkaian op-amp dapat dilihat pada gambar 3.7 dibawah ini.

R 4 V I +In f from n r o m

2 , 7 k C C O h m 1 0

R

4 0 k O h m

sensor n K o4 , 7 u F

d

u

k

t o 3

r +

A

n

V+

t e n a U 2 A O U 1 T 5 + O 8 1 0 u F R 3 k O L 6 M h m 3 5 8 U U 3 A 7 T O u t t o A D C

R

1 0 O

4 , 7

u F

1 0

hL mM

3

4

V5

2

-

8

I Gnd from n f r o m

G

r o

u

n d

A

n t e

n a

1

sensor

Gambar 3.7 Rangkaian penguat operasional. Dua buah penguat operasional diatas adalah penguat non-inverting. Besarnya penguatan untuk penguat operasional yang pertama adalah sebesar 48 kali, sedangkan penguat kedua adalah 100 kali. Total penguatan dari penguat operasional yang

1

didesain adalah sebesar 4800 kali. Sehingga apabila ada masukan dari sensor sebesar 1 mV keluaran yang diterima oleh ADC adalah sebesar 4,8 V. Mikrokontroler menggunakan AT89S52 yang merupakan 8 bit mikrokontroler dari keluarga MCS51 buatan Atmel. Mikrokontroler ini bekerja bersama dengan sistem minimumnya yang terdiri dari Xtal, kapasitor dan resistor. Gambar 3.8 menunjukan rangkaian sistem minimum dari mikrokontroler AT89S52.V U 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 3 4 5 6 7 8 9 8 7 6 5 4 3 2 P P P P P P P P P P P P P P P P 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 . . . . . . . . . . . . . . . . 0 1 2 3 4 5 6 7 0 1 2 3 4 5 6 7 1 2 G N D P / / / / / / / / C C

40

A A A A A A A A

D D D D D D D D

P0 P1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7

2 2 2 2 2 2

2 2

. . . . . .

. 0 . 1 2 3 4 5 6 7

/ / / / / /

2 /2 A /2 A A 2 A 2 A 2 A 2 A 2 A

1 2 8 3 9 41 0 51 1 61 2 71 3 81 4 1 5

VC C

V C 1 0

C

C 1 1 ,0 5 9 2 M H z

u

1 0 P 3 . 0 / R 1 1X D P 3 . 1 / T1 X2 D P 3 . 2 / I 1 3T O N P 3 . 3 / I 1N 4 T 1 P 3 . 4 / 1T 5O P 3 . 5 /1 T 6 1 P 3 . 6 / W 7 R 1 P 3 . 7 / R D P A P 5 2 L E S / P E 2 9 N 3 0 R O G

R 1 0

V k

C

C

1 9 1 8 X T A L X T A L 9 R S T 3 1 A E A T 8 / V 9

S

Gambar 3.8 Sistem minimum mikrokontroler AT89S52. Mikrokontroler AT89S52 belum dilengkapi dengan Analog to Digital Converter (ADC) sehingga membutuhkan eksternal ADC. ADC yang digunakan adalah ADC0804 yang merupakan ADC 8 bit. Gambar 3.9 menunjukan rangkaian dari ADC0804.

2

20

A 1 2 3 5 1 1 1 2 I n / O u t u C 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 C R W

D S D

C

0 8 0 V C C L K L K R 7 6 5 4 V 3 2A R G V G E N i n i n N

4 2 0 C 1 9 R 4 I N

V

C

C

1 0 0 k

O

h

m

R C T B B B B B B

1 0 0

p F

I N D D D D D D D D

6 7 8 9 F

+ D / 2

+ I n G n d

f r o f r o

m m

O O

p A p A

m m

p p

B V1 B 0D

1 0 D

Gambar 3.9 Rangkaian ADC0804 Pin DB7 sampai pin DB0 (pin 11 sampai pin 18) adalah output ADC yang merupakan 8 bit digital output dimana sifat tegangannya adalah TTL (transistortransistor logic). Sedangkan inputnya adalah pada pin 6 dan pin 7 yang bersifat analog input, dengan rangkaian seperti pada gambar 3.9 maka range tegangan yang mampu dikonversikan adalah dari 0 V sampai dengan 5 V. Pin 2, 3 dan 5 dihubungkan dengan mikrokontroler sebagai proses baca/tulis dan interupt dari ADC. 3.4 Desain Software Software digunakan sebagai logika pemrograman mikrokontroler sehingga mikrokontroler dapat melakukan pembacaan data keluaran dari tiap-tiap antena penerima dan mengolah data tersebut sehingga dapat dilakukan pemilihan data dengan nilai terbesar dan melakukan pensaklaran berdasarkan nilai tersebut sehingga antena dengan nilai terbesar akan menjadi output sistem. Desain software ini menggunakan aplikasi 8051 IDE yang merupakan compiler dari bahasa assembler untuk keluarga 8051. Rutin program yang dibangun dapat dilihat pada diagram alir dibawah ini.

1

START Inisialisasi port dan ADC

Apakah relay 1 aktif?

Ambil data sensor 2 Ambil data

Apakah relay2 aktif? Ambil data sensor 1 Ambil data Apakah relay3 aktif? Ambil data sensor 1 Ambil data Ambil data sensor 1 Ambil data sensor 2 Pilih data yang paling besar Aktifkan relay antena END

3

Gambar 3.10 Diagram alir sistem antenna Mikrokontroler akan melakukan pengecekan pada masing-masing relay. Pada kondisi awal (ketiga relay belum aktif) semua sensor akan dilakukan pengecekan dan perbandingan data sebagai patokan pensaklaran awal. Ketika salah satu relay aktif maka sensor pada relay tersebut tidak akan dilakukan pengecekan data sensor. Data sensor sebelumnya pada relay tersebut akan disimpan pada register mikrokontroler, kemudian akan dilakukan perbandingan dengan data terbaru pada sensor yang lainnya. Perubahan data pada sensor yang lain akan dijadikan tolak ukur pensaklaran relay.

1

BAB IV PENGUJIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Sistem kendali antena terdiri dari satu buah antena yang digunakan sebagai pemancar dan tiga buah antena yang digunakan sebagai penerima yang dilengkapi beberapa rangkaian elektronik yang terhubung ke semua antena penerima. Rangkaian elektronik ini digunakan untuk mendeteksi besarnya daya yang diterima oleh antena penerima dan melakukan pemilihan (pensaklaran) terhadap antena dengan daya yang paling besar. Daya dari antena yang paling besar diartikan memiliki gain yang paling besar, medan yang direktif dan nilai S11 yang paling kecil. 4.1 Karakterisasi Antena Microstrip Patch Array 4x4 Antena microstrip patch array 4x4 yang telah dipabrikasi kemudian dilakukan karakterisasi. Empat buah antena yang dibuat diasumsikan identik dengan ukuran, desain dan bahan yang sama serta mempunyai frekuensi resonansi yang sama. Untuk mengetahui bahwa antena identik dan bekerja pada frekuensi 2,4 GHz dilakukan pengukuran S11 dan SWR dari tiga buah antena yang digunakan sebagai antena penerima. Gambar 4.1 menunjukan hasil pengukuran S11 dari ketiga antena microstrip patch array 4x4, sedangkan hasil pengukuran SWR ketiga antena dapat dilihat pada gambar 4.2. 4.1.1 S11 Antena Microstrip Patch Array 4x4 Hasil pengukuran dan karakteristik S11 ditunjukkan pada gambar 4.1 seperti dibawah ini. (a) S11 antena pertama (b) S11 antena kedua

1

(c) S11 antena ketiga Gambar 4.1 S11 dari tiga buah antena microstrip patch array 4x4. Dari gambar 4.1 terlihat bahwa ketiga buah antena memiliki karakteristik yang mirip, dimana frekuensi resonansi terjadi pada multiband, yaitu pada frekuensi 1,28 GHz, 2,36 GHz dan 2,80 GHz. Hal ini menunjukkan bahwa antena microstrip patch array 4x4 ini dapat digunakan untuk aplikasi yang menggunakan kanal frekuensi diatas. Tetapi dalam penulisan tesis ini, pokok bahasa utama adalah aplikasi antenna untuk digunakan pada frekuensi wireless LAN, yaitu 2,4 GHz. Sehingga bila melihat karakteristik diatas, frekuensi 2,36 GHz dapat dijadikan acuan untuk digunakan pada penelitian tesis ini. Rancangan awal antenna berdasarkan teori dan studi literatur antena sebenarnya dirancang untuk dapat bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. Dari hasil simulasi software 3D HFSS, frekuensi resonansi yang terjadi sudah sesuai dengan teori yaitu 2,4 GHz. Akan tetapi dengan melihat hasil pengukuran frekuensi tersebut mengalami pergeresan sekitar 40 MHz, menjadi 2,36 GHz. Bila melihat grafik diatas, pada frekuensi 2,4 GHz, nilai S11 adalah sekitar 11,84 yang berarti antenna masih dapat digunakan untuk memancarkan atau menerima gelombang elektromagnetik (EM) dengan baik tanpa kehilangan banyak energi. Dari pengalaman dan studi literatur, bila hasil pengukuran S11 antena masih dibawah 10, berarti antena tersebut masih dapat digunakan dengan baik. Sehingga frekuensi resonansi 2,4 GHz digunakan sebagai acuan dalam pengukuran untuk menentukan daya terima dan pola radiasi antena. 4.1.2 SWR Antena Microstrip Patch Array 4x4

3

Hasil pengukuran SWR dari ketiga antena microstrip ditunjukkan pada gambar 4.2. (a) SWR antena pertama (b) SWR antena kedua

(c) SWR antena ketiga Gambar 4.2 SWR dari 3 (tiga) buah antena microstrip patch array 4x4. SWR atau standing wave ratio adalah suatu ukuran perbandingan daya yang dipancarkan dengan daya yang dipantulkan kembali menjadi rugi-rugi antena dalam rentang medan dekat. SWR antena dikatakan baik, bila hasil pengukuran nilainya dibawah 2. Gambar 4.2 menunjukan karakteristik SWR untuk 3 (tiga) buah antena yang menjadi antena penerima. Pengukuran dilakukan pada rentang frekuensi 1 sampai 3 GHz. Hasil pengukuran menunjukan bahwa dihampir semua frekuensi nilai SWR dibawah 2, kecuali untuk daerah sekitar frekuensi 1,8 GHz SWR diatas 2. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah karena pokok bahasan disini adalah untuk frekuensi kerja pada 2,4 GHz, dimana nilai SWR masih sangat jauh dibawah 2, yang berarti ketiga antena ini dapat digunakan dan bekerja baik pada frekuensi resonansi 2,4 GHz. Maka berdasarkan hasil pada gambar 4.1 dan 4.2 dapat ditarik kesimpulan bahwa prototipe antena microstrip patch array 4x4 masih dapat bekerja dan dipakai dengan baik untuk frekuensi 2,4 GHz. 4.1.3 Pola Radiasi Antena Microstrip Patch Array 4x4 Pola radiasi adalah grafik 3 dimensi yang menggambarkan amplituda medan listrik sebagai fungsi dari sudut dan pada jarak sejauh r konstan yang berada di

3

daerah medan jauh. Penggambaran medan listrik dalam bentuk 3 dimensi secara praktek sulit untuk direalisasikan. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam pengukuran, pola radiasi direpresentasikan dalam 3 bidang ortogonal yaitu bidang elevasi ( = 00, = 900), dan bidang azimut ( = 900). Pola radiasi antena dapat memberikan informasi mengenai bentuk pola radiasi antena, gain antena, direktivitas antena dan beamwidth antena.

(a) Pola radiasi antena pada bidang E. (b) Pola radiasi antena pada bidang H. Gambar 4.3 Pola Radiasi Antena Microstrip patch 4x4 Pola radiasi antena bidang E hasil pengukuan ditunjukkan pada gambar 4.3. Dari gambar terlihat bahwa main lobe mengarah direktif tegak lurus pada sudut =0 0. Masih ada side lobe dan back lobe tetapi dengan direktifitas yang kecil, sehingga antena masih dapat dikatakan memancarkan dan menerima dengan baik sinyal RF. Beamwitdh yang terjadi adalah sekitar 500 mengarah pada main lobe nya. Sedangkan pada pola radiasi bidang H, grafik menunjukkan bahwa pola radiasi mempunyai side lobe yang agak lebar kearah 700 sebelah kiri dengan side lobe kanan dan back lobe juga muncul dengan kuat medan yang hampir sama, tetapi masih dibawah side lobe sebelah kiri. Tetapi bila diperhatikan kembali main lobe yang terjadi pada arah =100 masih mempunyai direktivitas yang paling tinggi diantara semua lobe yang terjadi sehingga antena dapat dianggap valid dalam mewakili arah polarisasi yang diinginkan. 4.2 Pengujian dan Pengukuran Sensor Power Level Pengujian dan pengukuran dilakukan dengan memasang 1 (satu) buah antena microstrip patch array 4x4 sebagai pemancar yang terhubung ke signal generator yang telah ditambahkan penguat sebesar 12dB. Pada gambar 4.4 dapat dilihat bahwa

2

3 (tiga) buah antena microstrip patch array 4x4 yang lainnya dipasang membentuk seperempat lingkaran dengan sudut tiap-tiap antena sekitar 15 derajat.

Antena penerima

Antena pemancar

Gambar 4.4 Setup pemasangan antena. Sensor power level yang dibutuhkan adalah sebanyak antena penerima yaitu 3 (tiga) buah. Sehingga tiap-tiap antena penerima akan terhubung langsung ke sensor power level. Gambar 4.5 adalah tampak atas dan bawah dari 5 (lima) buah sensor power level yang dibuat. Dalam sistem antena ini yang akan dipakai adalah sebanyak 3 (tiga) buah sensor power level.

2

1

Gambar 4.5 Tampak atas dan bawah dari prototipe sensor power level. Pengujian dari prototipe sensor power level dilakukan dengan menghubungkan rangkaian secara langsung ke pembangkit sinyal kemudian keluarannya dihubungkan langsung ke mikrokontroler yang telah diprogram sebelumnya, sehingga dapat diamati dengan melihat nyala LED yang digunakan sebagai indikator kuat sinyal. Tabel 4.1 merupakan hasil pengujian sensor power level berdasarkan indikator LED terhadap level daya masukan dari sinyal generator. Tabel 4.1 Hasil pengujian sensor power level Jumlah Nyala LED 1 2 3 Sensor Kiri (dBm) -12,4 -12 -11,6 Sensor Tengah (dBm) -16,3 -15,2 -14,4 Sensor Kanan (dBm) -11,2 -10,6 -9,9

Besar daya pada tabel diatas belum dikurangi redaman dari kabel sebesar -4,85 dBm untuk kabel antena pemancar dan -5,74 dBm untuk kabel antena penerima. Tiga buah sensor power level yang digunakan memiliki respon terhadap level daya masukan sinyal RF yang berbeda-beda. Namun hasil ini tidak akan merubah kinerja sistem secara umum, karena arah direksi dari antena sudah pasti akan memberikan pengaruh yang lebih besar sehingga kuat daya dari ketiga antena akan berbeda cukup jauh. Gambar 4.5 menunjukan proses pengujian sensor power level dengan melihat indikator pada lampu LED.

1

1

Gambar 4.5 Proses pengujian sensor power level. 4.3 Pengujian dan Pengukuran Sistem Antena Pengujian sistem antena dimaksudkan untuk mengetahui kestabilan sistem dalam memilih antena yang bekerja dan memberikan daya yang paling besar.Sudut (derajat) Antena Tengah Keluaran Sistem Kiri Kanan dBm

Antena Kiri Kanan (derajat) Tengah Vout Sudut (mV )

Gambar 4.6 Grafik daya terima tiga sensor power level hasil pengukuran Daya keluaran sistem jauh dibawah daya dari antena yang aktif, hal ini karena adanya redaman pada saluran transmisi yang ada pada sensor power level. Besarnya nilai redaman saluran transmisi pada sensor power level dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.Antena Kanan AKtif Antena Tengah AKtif Antena Kiri AKtif

Tabel 4.2 Redaman saluran transmisi pada sensor power level. Posisi Saluran Transmisi Sensor kanan Sensor tengah Sensor kiri Redaman (dBm) -14,06 -16,46 -13,06

Redaman saluran transmisi pada sensor power level tergolong sangat besar. Saluran transmisi pada sensor power level tidak disimulasikan, prototipe dari saluran1

transmisi sensor power level dibuat dengan memperhitungkan lebar saluran transmisi, ketebalan substrat, dan bahan PCB (FR4-epoxy). Gambar 4.6 menunjukkan daya terima tiap sensor power level yang merepresentasikan tiap antena dalam sistem antena. Sensor power level sebelah kanan berarti sensor tersebut mendapatkan input daya dari hasil penerimaan sinyal RF dari antena pertama, yang tengah adalah antena kedua dan begitu pula seterusnya. Sumbu x menunjukkan besarnya sudut pergeseran dari sistem tiga antena mulai dari 0 0 (sejajar) sampai dengan 200 kesebelah kiri dan kanan dari arah pemancar, sedangkan sumbu y adalah besar daya medan listrik yang diterima oleh masing-masing antena. Dari hasil grafik hasil pengukuran didapatkan bahwa nilai daya terbesar untuk masing-masing sensor dari sebelah kanan, tengah dan kiri adalah 5,29 mV, 8,98 mV dan 8,05 mV. Bila diperhatikan antena tengah secara gradual akan mengalami penurunan dikedua arah dan bertransisi dayanya menjadi lebih kecil dari daya yang diterima baik oleh antena kanan maupun kirinya pada sekitar arah 100 dari arah pemancar. Hal ini ditunjukkan oleh adanya perpotongan garis grafik dari besar daya yang diterima oleh antena tengah oleh kedua antena disamping kanan dan kirinya. Perpotongan garis tersebut menunjukkan bahwa penerimaan daya sinyal RF oleh antena tengah mulai lebih kecil dari daya yang diterima oleh antena kiri maupun kanannya. Karena penerimaan antena kanan dan kiri lebih besar maka antena tengah akan tidak aktif dan antena kanan atau kiri akan bekerja aktif oleh pensaklaran yang dikontrol oleh mikrokontroler. Dan ketika itu terjadi maka yang bekerja dalam melakukan penerimaan sinyal RF adalah antena kanan atau kiri. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa rentang ukur antena tengah akan bekerja optimal menerima atau menangkap sinyal RF pada rentang sekitar 100 ke kanan dan ke kiri atau total sekitar 200. Diluar rentang tersebut sensor power level akan mendeteksi penerimaan sinyal yang lebih kuat akan didapat oleh antena sebelah kanan atau kiri tergantung arah putar sistem antena dan melakukan switch (pensaklaran) untuk mengaktifkan salah satu antena tersebut, kanan atau kiri

2

tergantung arah sinyal yang lebih besar atau perputaran sistem antena yang diinginkan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Sistem kendali pada sistem antena mampu membaca besarnya tegangan keluaran yang dihasilkan oleh masing-masing sensor power level pada tiap-tiap antena penerima dan mampu memilih data yang paling besar serta melakukan pensaklaran terhadap antena dengan data terbesar sehingga antena tersebut akan menjadi keluaran dari sistem. Dari hasil simulasi dan pengujian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan dari sistem antena yang dibangun sebagai berikut: 1. Sampling sinyal RF yang diterima antena pada frekuensi 2,4 GHz dapat dilihat dengan cara menyearahkan gelombang menjadi tegangan DC, besar tegangan yang dihasilkan adalah sebanding dengan daya pancar yang diterima oleh antena.

2

2. Perubahan arah direktivitas antena pada sistem akan memberikan pengaruh yang besar pada tegangan keluaran sensor power level, walaupun kemampuan tiap-tiap sensor yang digunakan berbeda-beda. 3. Dalam arah direksi antena 0 (nol) derajat, daya keluaran sistem antena tidak sebaik daya keluaran langsung dari antena. Namun keluaran sistem antena lebih stabil untuk semua sudut pergeseran dari pengujian. 4. Sistem antena yang dibangun mampu mengantisipasi perubahan direktivitas antena lebih dari 18 derajat arah kiri dan kanan.

5.2

Saran Sistem antena yang dibangun masih dalam tahap prototipe, masih banyak

kekurangan yang harus diperbaiki, hal ini dikarenakan keterbatasan dana dan waktu. Beberapa hal yang menjadi saran penulis untuk pengembangan kedepan adalah sebagai berikut : 1. Antena dibuat dengan gain yang lebih besar. Semakin besar gain antena maka daya pancar yang diterima oleh sensor power level akan semakin baik, sehingga akurasi dari sensor power level akan lebih baik. 2. Antena yang dibuat lebih banyak, hal ini agar sistem antena mampu mengantisipasi direktivitas yang lebih luas. 3. Penguat operasional LM358 masih kurang optimal untuk diaplikasikan pada sistem antena yang dibangun karena input offset voltage dari penguat operasional tergolong besar yakni sebesar 2 mV.

1

4. Saluran transmisi pada sensor power level yang menghubungkan antara antena dengan keluaran sistem dilakukan desain dan simulasi untuk mengurangi besarnya redaman yang terjadi. 5. Pensaklaran pada antena tidak hanya dilakukan untuk bagian konduktor saja namun juga pada bagian ground antena, sehingga masing-masing antena penerima akan terhubung ke-2 (dua) buah RF switch. Hal ini perlu dilakukan agar keluaran sistem tidak terganggu noise dari rangkaian elektronik pada sistem kendali.

1