BAB I PENDAHULUAN - Repository Homerepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/908/Skripsi...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - Repository Homerepository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/908/Skripsi...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek atau alat dipersamakan dengan itu. Dalam
perekonomian suatu negara tabungan merupakan salah satu indikator
yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi, maka diperlukan
dana yang besar untuk mencapainya. Sumber dana dalam negeri yang
digunakan untuk pengerahan modal dalam negeri terdiri dari tabungan
nasional (tabungan domestik) yang terdiri dari tabungan masyarakat dan
pemerintah.
Perlunya tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-
invesment gap yang semakin melebar dari tahun ke tahun yang
menandakan bahwa pertumbuhan investasi domestik melebihi
kemampuan dalam mengakumulasi tabungan nasional. Secara umum,
usaha pengerahan modal dari masyarakat dapat berupa pengerahan
modal dalam negeri maupun luar negeri. Pengklasifikasian ini didasarkan
pada sumber modal yang dapat digunakan dalam pembangunan.
Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri berasal dari 3
sumber utama (Sadono Sukirno 2006), yaitu; pertama, tabungan sukarela
masyarakat. Kedua, tabungan pemerintah. Dan ketiga, tabungan paksa
(forced saving or involuntary saving). Sedangkan modal yang berasal dari
2
luar negeri yaitu melalui pinjaman resmi pemerintah kepada lembaga-
lembaga keuangan internasional seperti International Monetary Fund
(IMF), Asian Development Bank (ADB), Word Bank, maupun pinjaman
resmi bilateral dan multilateral, juga melalui foreign direct investment
(FDI). Diantara sumber-sumber pembiayaan dari dalam negeri tabungan
masyarakat merupakan salah satu faktor yang cukup penting untuk
membiayai pembangunan, dan diharapkan peranannya akan semakin
meningkat dimasa-masa mendatang. Hal ini karena tabungan masyarakat
merupakan sumber dana pembangunan strategis, dan selain itu
peningkatan tabungan masyarakat secara tidak langsung mencerminkan
peningkatan taraf perekonomian serta peningkatan partisipasi masyarakat
terhadap pembangunan nasional.
Tabungan masyarakat, pada dasarnya adalah bagian dari
pendapatan yang diterima masyarakat yang tidak digunakan untuk
konsumsi atau dengan kata lain tabungan masyarakat merupakan selisih
antara pendapatan masyarakat dikurangi dengan konsumsi masyarakat.
Mengingat pentingnya peranan tabungan masyarakat dalam menopang
pembiayaan pembangunan maka ahli-ahli ekonomi pembangunan telah
berupaya menemukan dan merumuskan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi serta mendorong tingkat tabungan masyarakat.
Beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi tingkat
tabungan masyarakat adalah tingkat perkembangan lembaga keuangan,
serta pandangan masyarakat terhadap tabungan itu sendiri. Kemampuan
masyarakat menabung ditentukan oleh tingkat pendapatan masyarakat
setelah dikurangi pajak serta tingkat pengeluaran konsumsinya. Kemauan
3
untuk menabung juga ditentukan oleh faktor-faktor budaya, sosial,
ekonomi, dan politik. Faktor ekonomi, yaitu tingkat balas jasa tabungan
atau tingkat suku bunga tabungan juga menjadi faktor penting. Faktor-
faktor inilah yang harus diperhatikan dalam mengkaji permasalahan
tabungan masyarakat disuatu negara ataupun disuatu daerah.
Menurut Keynes, tingkat konsumsi di tentukan oleh besarnya
tingkat pendapatan. Ini berarti belanja konsumsi itu merupakan bagian
dari pendapatan (Nopirin, 1993). Dimana besarnya keinginan menabung
ditunjukkan dengan selisih antara pendapatan dan konsumsi. Menurut
Samuelson dan Nordhaus (1996), tabungan merupakan sebagian dari
pendapatan yang tidak dikonsumsi atau tabungan sama dengan
pendapatan dikurangi dengan konsumsi.
Dalam pembahasan disini, masyarakat di bagi menjadi dua yakni
masyarakat elit dan nonelit, untuk lebih jauh akan dibahas mengenai apa
yang mempengaruhi masyarakat elit dan nonelit dalam menabung.
Menurut Samuelson (1996) bahwa orang kaya lebih banyak menabung
dari pada orang miskin tidak hanya dalam jumlah absolutnya saja, tetapi
juga dalam presentase dari seluruh pendapatannya. Mereka bahkan
membelanjakan uangnya lebih banyak dari pada yang mereka peroleh
dari pendapatannya.
Perkembangan jumlah tabungan masyarakat di kota Makassar
terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk di kota Makassar. Peningkatan jumlah tabungan masyarakat
kota Makassar yang terus terjadi setiap tahun merupakan titik cerah untuk
pengerahan tabungan sebagai modal pembiayaan guna meningkatkan
4
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan khususnya maupun
pembangunan nasional pada umumnya.
Mengingat pentingnya sumbangan masyarakat kota Makassar
dalam penghimpunan tabungan di kota Makassar, maka menjadi sangat
penting dan menarik untuk mengetahui faktor-faktor apa yang
mempengaruhi tingkat tabungan masyarakat elit maupun nonelit di kota
Makassar. Hal-hal tersebut diatas menjadi alasan kuat dan dasar dalam
penulisan skripsi dengan judul : Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat tabungan masyarakat elit dan nonelit di kota makassar.
1.2. Rumusan masalah
“Apakah faktor konsumsi, pendapatan, jenis pekerjaan,
jumlah anggota keluarga, dan lokasi tempat tinggal, tingkat
pendidikan, pendapatan bunga berpengaruh signifikan terhadap
tingkat tabungan masyarakat, baik yang elit maupun nonelit di kota
Makassar”.
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat tabungan
masyarakat elit maupun nonelit di kota Makassar.
5
1.3.2. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat tentang hal-hal
yang berhubungan dengan tingkat tabungan masyarakat
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
2. Sebagai bahan pertimbangan, pembanding, serta bahan
pustaka bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
1.4. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mengarahkan penelitian ini, maka penelitian ini
dibagi menjadi sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Merupakan bab yang berisi uraian latar belakang masalah,
rumusan masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian,
serta sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Merupakan yang berisi uraian secara ringkas teori-teori yang
menjelaskan tentang permasalahan yang akan diteliti. Dalam
hal ini permasalahan yang diuraikan yaitu tinjauan umum
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tabungan.
6
Bab III : Metode Penelitian
Merupakan bab yang berisi penjelasan secara rinci mengenai
semua unsur metode dalam penelitian ini, yaitu penjelasan
mengenai lokasi penelitian, jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data, model analisis data serta batasan
variabel.
Bab IV : Pembahasan dan Hasil Penelitian
Merupakan bab yang berisi pembahasan dari hasil penelitian,
berupa kondisi wilayah dan penduduk, perkembangan
tabungan di kota Makassar, hasil empiris, serta pengujian
hipotesis dan pembahasan.
Bab V : Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pembahasan,dan saran
yang dapat disampaikan dalam penulisan skripsi ini.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tabungan
Menurut Undang- undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
pokok-pokok perbankan dijelaskan sebagai berikut :
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya
dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan / atau alat lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
Tabungan merupakan bagian dari pendapatan yang tidak
dikonsumsi atau sama dengan jumlah pendapatan yang dikurangi dengan
jumlah konsumsi, menurut Paul A. Samuelson & William D. Nordhaus
(1997).
Tabungan diartikan sebagai kemampuan dan kesediaan
menahan nafsu konsumsi selama beberapa waktu agar di masa depan
terbuka kemungkinan konsumsi yang lebih memuaskan, menurut Prof.
Sumitro Djojohadikusumo (Kasmir, 2002).
Tabungan adalah bagian pendapatan dari seseorang (tabungan
pribadi), sebuah perusahaan atau lembaga (laba ditahan) yang tidak
dibelanjakan atau dikeluarkan untuk dikonsumsi sekarang, menurut
Christopher Pass & Bryan Lowes (1994).
8
Tabungan adalah bagian pendapatan yang diterima
masyarakat yang secara sukarela tidak digunakan untuk konsumsi.
Masyarakat menggunakan bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsi
tersebut untuk beberapa tujuan : disimpan saja tanpa digunakan,
disimpan atau ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, dipinjamkan
kepada anggota masyarakat lainnya, serta digunakan untuk penanaman
modal yang produktif ; menurut Sadono Sukirno (2000).
Dalam mempersoalkan masalah tabungan masyarakat, perlulah
dibedakan pada dua pengertian berikut :
Kesanggupan menabung (ability to save) adalah kemampuan
suatu masyarakat untuk mengerahkan tabungan dalam negeri. Hal ini
terutama tergantung kepada seperti yang dijelaskan diatas, tingkat
pendapatan perkapita dan lain-lain. Dengan demikian kesanggupan
menabung disebut juga sebagai tingkat tabungan potensil.
Kemauan menabung (willingness to save) adalah besarnya
tabungan yang sebenarnya diciptakan oleh suatu masyarakat, dengan
demikian kemauan untuk menabung merupakan tingkat tabungan rill dari
suatu masyarakat. Kemauan untuk menabung ditentukan oleh tingkat
perkembangan lembaga keuangan yang ada atau tingkat bungan yang
dibayar oleh lembaga keuangan atas tabungan yang dilakukan oleh
masyarakat. (Sadono Sukirno, 1985).
9
Berdasarkan kepada sumber dana yang dapat digunakan untuk
pembangunan, maka jenis atau jumlah tabungan yang tersedia di suatu
negara secara sederhana adalah Tabungan Domestik dan Tabungan
Asing/Luar Negeri.
Tabungan pemerintah terutama sekali terdiri dari tabungan
anggaran yang diperoleh dari kelebihan penerimaan pemerintah atas
konsumsinya, dimana konsumsi pemerintah didefenisikan sebagai semua
pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang ditambah semua aliran
modal keluar misalnya untuk pembelian peralatan-peralatan militer,
pengeluaran-pengeluaran untuk subsidi, gaji pegawai negeri dan
angkatan bersenjata, dan perbaikan jalan-jalan dan pembuatan jembatan
serta cicilan hutang plus bunga. Selain itu, di beberapa negara, tabungan
perusahaan-perusahaan milik pemerintah juga mempunyai kontribusi
terhadap tabungan pemerintah.
Tabungan swasta juga diperoleh dari dua sumber yakni
tabungan perusahaan dan tabungan rumah tangga. Tabungan
perusahaan didefenisikan sebagai laba yang ditahan oleh perusahaan-
perusahaan (pendapatan perusahaan setelah pajak dikurangi dividen
yang dibayarkan kepada para pemegang saham). Tabungan rumah
tangga adalah bagian dari pendapatan rumah tangga yang tidak
dibelanjakan.
Tabungan swasta terdiri atas dua tabungan, yaitu tabungan
perusahaan (corporate saving) dan tabungan rumah tangga (household
saving). Di negara-negara berkembang, tabungan swasta domestik
mempunyai peranan yang besar dalam mendukung pembentukan modal,
10
dimana komponen utamanya berasal dari tabungan rumah tangga, selain
dari tabungan perusahaan. Tabungan perusahaan pada umumnya
mempunyai peranan lebih kecil di negara berkembang dibandingkan
tabungan rumah tangga. Hal ini karena di negara berkembang tersebut
mempunyai hambatan seperti pasar modal yang belum berkembang
ditambah hukum yang lemah sehingga tidak kondusif untuk dunia usaha
(Gillin,1987)
Jenis tabungan yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah
tabungan domestik dan lebih khusus lagi tentang tabungan masyarakat
elit dan nonelit.
2.2. Pengaruh Konsumsi Terhadap Tabungan
Konsumsi adalah barang atau jasa yang dibeli oleh rumah tangga
konsumsi terdiri dari barang tidak tahan lama (Non Durable Goods)
adalah barang yang habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan
dan pakaian. Kedua adalah barang tahan lama (Durable Goods) adalah
barang yang memiliki usia panjang seperti mobil, televisi, alat-alat
elektronik, ponsel hdan lainnya. Ketiga, jasa (services) meliputi pekerjaan
yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan seperti
potong rambut dan berobat ke dokter (Mankiw, 2000).
Konsumsi adalah bagian dari pendapatan yang dibelanjakan untuk
pembelian barang-barang dan jasa-jasa guna mendapatkan kepuasan
dan memenuhi kebutuhan. (Deliarnov,1995)
11
Konsumsi adalah pengeluaran untuk pembelian barang-barang
dan jasa akhir guna mendapatkan kepuasan ataupun memenuhi
kebutuhannya. (Samuelson & Nordhaus, 1997).
Konsumsi terbagi 2, yakni konsumsi rutin dan konsumsi
sementara. Konsumsi rutin adalah pengeluaran untuk pembelian barang-
barang dan jasa yang secara terus menerus dikeluarkan selama
beberapa tahun. Konsumsi sementara adalah setiap tambahan yang tidak
terduga terhadap konsumsi rutin. (Diulio, 1993).
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang
dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhannya
dalam satu tahun tertentu. Pendapatan yang diterima oleh rumah tangga
akan digunakan untuk membeli makanan, pakaian, biaya jasa
pengangkutan, membayar pendidikan anak, membayar sewa rumah dan
membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhannya (Sukirno, 1996).
Keputusan konsumsi rumah tangga dipengaruhi keseluruhan
perilaku baik jangka panjang maupun jangka pendek. Keputusan
konsumsi rumah tangga untuk jangka panjang adalah penting karena
peranannya dalam pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk analisa
jangka pendek peranannya penting dalam menentukan permintaan
aggregate. Semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula
konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga, namun pertambahan
konsumsi yang terjadi, lebih rendah dari pada pertambahan pendapatan
yang berlaku. Akan tetapi, pada tingkat pendapatan yang sangat rendah,
bisa saja seluruh pendapatan digunakan untuk konsumsi sehingga
12
tabungan adalah nol. Bahkan terpaksa konsumsi dibiayai dari kekayaan
atau pendapatan masa lalu. Kondisi ini disebut dissaving atau mengorek
tabungan.
2.3. Pengaruh Pendapatan Terhadap Tabungan
Menurut Samuelson (1996) bahwa orang kaya lebih banyak
menabung daripada orang miskin tidak hanya dalam jumlah absolutnya
saja, tetapi juga dalam presentase dari seluruh pendapatannya. Orang
yang terlalu miskin jelas tidak akan mampu menabung sama sekali.
Mereka bahkan membelanjakan uangnya lebih banyak daripada yang
mereka peroleh dari pendapatannya. Kekurangannya akan tertutupi dari
hutang atau mengambil tabungan yang telah ada sebelumnya.
Dari pendapat Samuelson ini dapat dikatakan bahwa tingkat tabungan
juga dipengaruhi oleh distribusi pendapatan, karena makin kurang orang
miskin maka jumlah orang yang akan menabung akan semakin banyak.
Konsep tabungan selanjutnya menurut Duesemberry, yaitu
pendapatan relatiflah yang menentukan konsumsi suatu negara (Ackley
Gardner, 1991). Dengan turunnya pendapatan maka mereka berusaha
melakukan pengeluaran konsumsi yang sedikit mungkin apabila selama
periode kepulihan (recovery) berikutnya, pendapatan akan naik ke arah
yang sama dengan tingkat yang tertinggi yang pernah dicapainya dalam
periode terdahulu, maka gerak naiknya konsumsi pun berlangsung
13
perlahan-lahan dan kenaikan itu sebagian besar digunakan untuk
kepulihan tingkat tabungan.
Konsep tabungan selanjutnya menurut Keynes yaitu bahwa
tabungan yang akan dilakukan oleh rumah tangga tergantung besar
kecilnya tingkat pendapatan rumah tangga itu. Makin besar jumlah
pendapatan rumah tangga, maka tingkat tabungan rumah tangga akan
makin besar.
Dari hubungan pendapatan dan tingkat konsumsi maka Keynes
mengemukakan suatu hukum yang dikenal dengan “Psycohological law of
Consumption”, yang hukum ini dikenal dengan membahas tingkah laku
masyarakat mengenai konsumsi bila mana dihubungkan dengan
pendapatan. Hukum ini menyatakan bahwa : 1) Bilamana pendapatan
naik, konsumsi pun naik tetapi tidak sebanyak atau sebanding dengan
kenaikan pendapatan. 2) Setiap kenaikan pendapatan digunakan untuk
konsumsi dan tabungan.3) Setiap kenaikan pendapatan jarang
menurunkan konsumsi dan tabungan.
Menurut Keynes, tingkat konsumsi ditentukan oleh besarnya
tingkat pendapatan. Ini berarti belanja konsumsi itu merupakan bagian
dari pendapatan (Nopirin, 1993). Bagian pendapatan yang tidak
dikonsumsikan itu akan turun bila pendapatan turun. Konsep ini disebut
“fungsi konsumsi” yang berarti bahwa setiap tingkat pendapatan
masyarakat akan cenderung untuk membelanjakan bagian tetap tertentu
dari pendapatan atas konsumsi tersebut. Dimana besarnya keinginan
menabung ditunjukkan dengan selisih antara pendapatan dan konsumsi
14
(S = Y – C). Ini berarti bahwa tabungan merupakan fungsi dari
pendapatan, besarnya tabungan masyarakat secara grafis ditentukan
oleh kurva “Marginal Propensity to Save (MPS)”.
2.4. Pengaruh Jenis Pekerjaan Terhadap Tabungan
Dalam melakukan suatu pekerjaan atau aktivitas sangat
membutuhkan energi atau tenaga, energi tersebut berasal dari makanan
yang dikonsumsi. Energi dalam jumlah besar terutama diperlukan untuk
kerja otot. Misalnya orang yang bekerja dengan mengandalkan kekuatan
otot. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin sedikit kepala
keluarga yang bekerja pada kelompok pekerjaan yang tidak terampil atau
dengan kata lain pendidikan berbanding terbalik dengan kelompok jenis
pekerjaan yang tidak terlalu memerlukan keterampilan. Sedangkan untuk
kelompok jenis pekerjaan terampil terlihat bahwa, semakin tinggi tingkat
pendidikan maka semakin banyak kepala keluarga yang bekerja pada
kelompok jenis pekerjaan ini atau dengan kata lain pendidikan berbanding
lurus dengan kelompok jenis pekerjaan yang membutuhkan keterampilan.
(Akmal,2003)
Rahmatia (2004) menjelaskan bahwa jenis pekerjaan
mempengaruhi tingkat konsumsi individu. Jenis pekerjaan yang jauh dari
rumah akan berpengaruh positif terhadap konsumsi diluar seseorang.
Sebaliknya makin dekat tempat kerja dengan rumah maka akan
berpengaruh negatif terhadap konsumsi rumah tangga. Artinya, semakin
jauh seseorang dari rumah untuk bekerja maka jumlah pengeluarannya
15
untuk konsumsi diluar rumah akan semakin besar. Demikian sebaliknya,
semakin dekat orang dari rumah untuk bekerja maka pengeluaran untuk
konsumsi akan semakin kecil. Apabila pengeluaran konsumsi semakin
besar maka bagian dari pendapatan yang tidak dikonsumsi akan semakin
berkurang, atau jumlah tabungan semakin berkurang.
2.5. Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga Terhadap
Tabungan
Variabel rumah tangga selanjutnya yang berpengaruh terhadap
tingkat tabungan rumah tangga adalah Jumlah Anggota Keluarga.
Anggota rumah tangga adalah semua orang yang biasanya bertempat
tinggal di suatu rumah tangga, baik berada di rumah pada saat
pencacahan maupun sementara tidak ada. Anggota rumah tangga yang
telah bepergian 6 bulan atau lebih, dan anggota rumah tangga yang
bepergian kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan pindah atau akan
meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih, tidak dianggap anggota rumah
tangga. Orang yang telah tinggal di suatu rumah tangga 6 bulan atau
lebih, atau yang telah tinggal di suatu rumah tangga kurang dari 6 bulan
tetapi berniatmenetap di rumah tangga tersebut, dianggap sebagai
anggota rumah tangga (BPS, 2004).
Hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 1990 membuktikan bahwa
semakin besar jumlah anggota keluarga semakin besar proporsi
pengeluaran untuk makanan daripada non pangan. Ini berarti semakin
16
kecil jumlah anggota keluarga semakin kecil pula bagian pendapatan
untuk kebutuhan makanan (Sumarwan,1993). Sebaliknya keluarga akan
mengalokasikan sisa pendapatanya untuk konsumsi bukan makanan.
Tingkat pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga terhadap
barang dan jasa dipengaruhi langsung oleh banyaknya anggota keluarga
atau orang yang ditanggung oleh kepala rumah tangga. Semakin tinggi
Jumlah Anggota Keluarga maka tingkat konsumsi akan semakin besar,
dan jumlah tabungan atau selisih pendapatan dan konsumsi akan
berkurang.
2.6. Pengaruh Lokasi Elit dan Non Elit Terhadap Tabungan
Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang
Perumahan dan Permukiman di Indonesia :
Rumah Adalah merupakan tempat awal pengembangan
kehidupan dan penghidupan keluarga dalam lingkungan yang sehat,
aman, serasi, teratur dan indah serta mempunyai fungsi penting terhadap
kesejahteraan dan pertumbuhan serta perkembangan anggota keluarga.
Perumahan adalah sekelompok/ sekumpulan rumah yang
berfungsi sebagai lingkungan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan
prasarana umum tertentu.
Tempat Tinggal adalah suatu bangunan, tempat seseorang/
beberapa orang tinggal secara menetap dalam jangka waktu tertentu, di
suatu tempat tertentu.
17
Domisili adalah lokasi/ alamat tempat tinggal/ rumah seseorang/
sekelompok orang yang berada di dalam suatu lokasi/ daerah tertentu.
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun
pedesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan bagi masyarakat tertentu.
Menurut Bintarto (1983), kota adalah suatu sistem jaringan
kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang
tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen dan kehidupan materealistis.
Kota juga dapat diartikan sebagai sebuah bentang budaya yang
ditimbulkan oleh unsur-unsuralami dan non alami dengan gejala-gejala
pemusatan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan yang
bersifat heterogen dan materealistis dibandingkan dengan daerah
belakangnya.
Menurut Ernes W. Burgess dalam Hadi Sabari Yunus (2004)
mengemukakan teori memusat atau konsentris yang menyatakan bahwa
daerah perkotaan dapat dibagi dalam enam zona, yaitu ;
Zona pusat daerah kegiatan (Central Business District), yang
merupakan pusat pertokoan besar, gedung perkantoran yang bertingkat,
bank, museum, hotel restoran dan sebagainya.
Zona peralihan, merupakan daerah kegiatan. Penduduk zona
ini tidak stabil, baik dilihat dari tempat tinggal maupun sosial ekonomi.
18
Daerah ini sering ditemui kawasan permukiman kumuh yang disebut slum
karena zona ini dihuni penduduk miskin. Namun demikian sebenarnya
zona ini merupakan zona pengembangan industri sekaligus
menghubungkan antara pusat kota dengan daerah di luarnya.
Zona permukiman kelas proletar, perumahannya sedikit lebih
baik karena dihuni oleh para pekerja yang berpenghasilan kecil atau
buruh dan karyawan kelas bawah, ditandai oleh adanya rumah-rumah
kecil yang kurang menarik dan rumah-rumah susun sederhana yang
dihuni oleh keluarga besar.
Zona permukiman kelas menengah (residential zone),
merupakan kompleks perumahan para karyawan kelas menengah yang
memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih baik dibandingkan
kelas proletar.
Wilayah tempat tinggal masyarakat berpenghasilan tinggi.
Ditandai dengan adanya kawasan elit, perumahan dan halaman yang
luas. Sebagian penduduk merupakan kaum eksekutif, pengusaha besar,
dan pejabat tinggi.
Zona penglaju (commuters), merupakan daerah yang yang
memasuki daerah belakang (hinterland) atau merupakan batas desa-kota.
Penduduknya bekerja di kota dan tinggal di pinggiran.
Masalah perumahan tidak sekedar tempat tinggal atau tempat
tidur tetapi sudah saling kait mengkait dengan sarana dan prasarana
seperti tempat kerja, pasar, sekolah, transportasi dan lain-lain. Padahal
19
dalam sejarah kota dikenal adanya perkampungan atau permukiman
kaum elit. Perkampungan kaum berpenghasilan rendah dari penduduk
asli kota yang bersangkutan (Marbun, 1994).
Perkembangan kemajuan pembangunan perumahan di kota-
kota Indonesia, bagi penduduk kelompok bawah seperti penduduk asli
dan pendatang, tumbuh agak liar dan tanpa rencana, bahkan sekitar 80%
dari kelompok perumahan ini tidak mempunyai IMB (Izin Mendirikan
Bangunan) serta tidak mengikutu pola tata kota secara konsekuen sampai
saat ini pun ruang kota dan perumahan yang teratur berikut sarana dan
prasarana yang mencukupi, baru dinikmati oleh segelintir kecil warga kota
yang terdiri warga elit (pegawai negeri pejabat pemerintahan) orang kaya
dan orang asing (yang menyewa rumah-rumah mewah). Ini berarti hampir
60% tanah atau tapak permanen kota didiami hanya sekitar 20% warga
diatas ini, sementara 80% warga kota mendiami sekitar 20% tapak
perumahan atau yang disebut perkampungan kumuh/slum atau tinggal di
gang-gang kecil yang sempit dan sumpek (Marbun,1994).
Vilfredo Pareto menyatakan bahwa ada dua kelas yang
senantiasa berbeda setiap waktu yaitu golongan Elite dan golongan Non
Elite. Menurut dia pangkal dari pada perbedaan itu karena ada orang-
orang yang memiliki kecakapan, watak, keahlian dan kapasitas yang
berbeda-beda.
Pengertian Kawasan Elit dan Non Elit (Rahmatia, 2004).
Kawasan Elit Kota Lama(kategori Sampel 1) adalah pengelompokan
(kategori) daerah/kawasan domisili rumah tangga (responden) dengan
20
indikator adalah terletak di kawasan pusat kota (lama) yang termasuk
dalam radius jangkauan pusat kegiatan pertokoan (bisnis), perkantoran
dan jalan utama (poros) serta memiliki pendapatan rumah tangga
(tetap/utama) rata-rata di atas Rp 3 juta per bulan.
Kawasan Non-elit Kota Lama (kategori Sampel 2) adalah
pengelompokan (kategori) daerah/kawasan domisili rumah tangga
(responden) dengan indikator adalah terletak di kawasan pusat kota
(lama) yang termasuk dalam lingkungan pemukiman bagian dalam
(Lorong), relatif tidak beraturan dengan kepadatan tinggi dan
sarana/prasarana publik terbatas serta memiliki pendapatan rumah
tangga (tetap/utama) rata-rata di bawah Rp 3 juta per bulan.
Kawasan Elit Kota Baru/Pengembangan (kategori Sampel
3) adalah pengelompokan (kategori) daerah/kawasan domisili rumah
tangga (responden) dengan indikator adalah terletak di kawasan kota
baru (pengembangan kota) termasuk pada kawasan perumahan dalam
radius jangkauan pusat kegiatan pertokoan (bisnis), perkantoran dan jalan
utama (poros) serta memiliki pendapatan rumah tangga (tetap/utama)
rata-rata di atas Rp 3 juta per bulan dengan memiliki kondisi rumah Tipe
70 atau dengan nilai (taksiran responden) rumah (bangunan dan tanah) di
atas rata-rata harga Rp. 50 juta.
Kawasan Non-elit Kota Baru/Pengembangan (Kategori
Sampel 4) adalah pengelompokan (kategori) daerah/kawasan domisili
rumah tangga (responden) dengan indikator adalah terletak di kawasan
kota baru (pengembangan kota) yang termasuk pada kawasan
21
perumahan (penduduk) padat dengan sarana/prasarana publik terbatas
(fasilitas jalan kurang/lorong) serta memiliki pendapatan rumah tangga
(tetap/utama) rata-rata di bawah Rp 3 juta per bulan.
2.7. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tabungan
Variabel pendidikan sebagai Human capital merupakan salah satu
variabel lingkungan yang diharapkan akan memberikan efek terhadap
jumlah tabungan. Variabel pendidikan ini akan mempengaruhi
produktifitas dari faktor produksi dengan mempengaruhi efisiensi relatif
dari faktor produksi dan kemudian akan merubah real income suatu
induvidu. Rumah tangga yang pada akhirnya memberi suatu efek
pendapatan dan efek subtitusi. (Rahmatia, 2004).
Michael (1972,1973) dan Becker (1993) secara teoritis telah
memperlihatkan efek pendidikan (scholling) terhadap produktifitas suatu
rumah tangga. Meningkatnya produktifitas dalam suatu rumah tangga
menurunkan shadow price dari semua aktifitas sehingga berarti
meningkatkan pula pendapatan riil rumah tangga. Meskipun tidak
diinginkan terjadi pengaruh yang sama untuk semua aktifitas agar dapat
memberi suatu efek terhadap harga relatif. Kemudian hal ini tentu dapat
memberikan suatu efek perbedaan produktifitas atas penggunaan input
barang dan waktu.
Becker (1993) mendefenisikan bahwa human capital sebagai hasil
dari keterampilan, pengetahuan, dan pelatihan yang dimiliki seseorang,
termasuk akumulasi investasi meliputi aktivitas pendidikan, job training,
22
dan migrasi. Lebih jauh, Echrenberg dan Smith (1994), melihat bahwa
pekerja dengan sepatuh waktu akan memperoleh lebih sedikit human
capital. Hal ini disebabkan karena sedikit jam kerja dan pengalaman kerja.
Kemudian ditambahkan oleh Jacobsen (1998) bahwa dengan
meningkatnya pengalaman kerja akan meningkatkan penerimaan dimasa
akan datang (Rahmatia, 2004).
2.8. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Tabungan
Ketertarikan masyarakat untuk menabung didorong pula oleh
besarnya tingkat suku bunga bank. Tingkat suku bunga merupakan salah
satu sasaran kebijaksanaan moneter yang berpengaruh besar, dimana
jika penentu tingkat suku bunga yang tidak cermat maka akan
menghambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dipihak lain juga dapat
mempengaruhi mobilisasi dana perbankan sehingga dapat menimbulkan
kesenjangan antara tabungan dan investasi.
Menurut kaum klasik, suku bunga menentukan besarnya tabungan
maupun investasi yang akan dilakukan oleh perekonomian, yang
menyebabkan tabungan tercipta pada penggunaan tenaga kerja penuh
akan selalu sama dengan investasi yang dilakukan oleh para pengusaha.
Tabungan menurut teori klasik adalah fungsi dari suku bunga,
dengan hubungan positif. Salah satu tokoh kaum klasik yang
mengembangkan teori ini adalah Wicksell, yang menyatakan bahwa
tingginya minat masyarakat untuk menabung dipengaruhi oleh tinggi
rendahnya tingkat bunga. Makin tinggi suku bunga, makin tinggi pula
23
keinginan masyarakat untuk menabung. Artinya pada suku bunga lebih
tinggi, masyarakat akan lebih terdorong untuk mengorbankan atau
mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan.
(Anwar Nasution, 1991).
Menurut klasik adanya tabungan masyarakat tidaklah berarti dana
hilang dari peredaran tetapi dipinjamkan atau dipakai oleh para
pengusaha untuk membiayai investasi. Penabung mendapatkan bunga
atas tabungannya, sedang pengusaha bersedia membayar bunga
tersebut selama harapan keuntungan yang diperoleh dari investasi lebih
besar dari bunga tersebut. Adanya kesamaan antara tabungan dengan
investasi adalah sebagai akibat bekerjanya mekanisme suku bunga. Suku
bunga akan berfluktuasi sehingga keinginan masyarakat menabung akan
sama dengan keinginan investasi oleh pengusaha.
Maka dapat disimpulkan dalam teori Klasik bahwa suku bunga
merupakan penentu utama untuk mempengaruhi perkembangan investasi
maupun tabungan. Apabila tabungan akan ditingkatkan maka suku bunga
harus dinaikkan atau investasi ingin dinaikkan maka suku bunga harus
diturunkan.
Dalam teori Leonable Funds, tingkat suku bunga ditentukan oleh
besarnya permintaan dan penawaran akan Leonable Funds (Anwar
Nasution, 1991). Teori ini merupakan cabang dari teori ekonomi klasik.
Komponen penawaran Lonable Funds terdiri atas tabungan nasional,
surplus pembayaran luar negeri, serta tambahan kredit dalam negeri
otoritas moneter. Permintaan akan Lonable Funds terdiri atas permintaan
masyarakat untuk keperluan investasi maupun untuk menahan uang
24
tunai. Dengan demikian semakin besar tambahan kredit dalam negeri
otoritas moneter serta surplus neraca pembayaran luar negeri, semakin
besar tambahan Lonable Funds sehingga dapat menurunkan tingkat suku
bunga.
Pendapat klasik tentang hubungan yang positif dan signifikan
antara tabungan dan tingkat bunga ini diragukan oleh ahli ekonomi
setelah klasik. Menurut kaum klasik, apabila seseorang menabung untuk
mendapatkan sejumlah pendapatan pada waktu yang akan datang,
dengan tingkat bunga yang tinggi maka tabungan saat ini dapat dikurangi
dan tetap memperoleh pendapatan yang tinggi pada waktu yang akan
datang. Tingkat bunga yang tinggi akan menghasilkan penerimaan yang
tinggi sehingga jumlah konsumsi menjadi lebih tinggi. Apabila masyarakat
mengutamakan pendapatan yang akan diterima dari tabungan, dengan
naiknya tingkat bunga maka akan mengurangi tabungan dan
meningkatkan konsumsi.
Teori Keynes tentang suku bunga bahwa suku bunga ditentukan
interaksi antara sektor rill dan sektor moneter. Teori Keynes membedakan
permintaan akan uang menurut motivasi masyarakat untuk menahannya.
Keynes membagi tiga motivasi masyarakat menahan uang yaitu untuk
keperluan transaksi, berjaga-jaga, dan untuk keperluan spekulasi.
Selanjutnya Keynes mengemukakan bahwa perekonomian belum
mencapai full employment. Oleh karena itu produksi masih dapat
ditingkatkan tanpa mengubah tingkat upah maupun tingkat harga-harga.
Dengan demikian setidaknya untuk jangka pendek, kebijaksanaan
moneter dalam teori Keynes berperan dalam meningkatkan produksi
25
nasional. Setelah perekonomian berada dalam keadaan full employment
barulah kebijaksanaan moneter tidak dapat berperan untuk meningkatkan
Produksi Nasional (Anwar Nasution, 1991).
Keynes menganjurkan untuk meningkatkan tingkat suku bunga
serendah mungkin agar dapat merangsang peningkatan investasi. Pada
gilirannya, peningkatan investasi dapat meningkatkan produksi nasional
dan menciptakan lapangan kerja. Kelemahan pokok dari semua teori ini
adalah bahwa tidak satupun diantaranya yang dapat memberikan
petunjuk seberapa besar tingkat suku bunga yang paling optimal (Anwar
Nasution, 1991).
Jadi secara umum tabungan itu selain dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan, juga ditentukan oleh tingkat bunga. Sama seperi yang
dikemukakan oleh J. Hicks bahwa tabungan ditentukan oleh pendapatan
dan tingkat suku bunga. Sementara tingkat suku bunga itu sendiri terbagi
atas dua yaitu : (1) tingkat bunga nominal, yang merupakan tingkat bunga
yang berlaku menurut kekuatan penawaran dan permintaan uang atau
yang ditentukan oleh pemerintah suatu negara atau daerah untuk
diberlakukan secara umum dalam masyarakat, dan (2) tingkat suku bunga
rill, yang merupakan selisih antara tingkat bunga nominal dan tingkat
inflasi dalam suatu negara atau daerah.
Konsep tabungan menurut John R. Hicks merupakan gabungan
antara Keynes dan Klasik yaitu besar kecilnya tabungan ditentukan oleh
tinggi rendahnya tingkat suku bunga dan besar kecilnya pendapatan atau
S = f (Y,I). Jadi semakin tinggi tingkat suku bunga masyarakat cenderung
menabung sehingga jumlah tabungan lebih besar. Sebaliknya bila tingkat
26
suku bunga rendah, masyarakat mengurangi tabungan di bank, dan
bahkan mereka maninjau kredit dari bank untuk menanam investasi atau
usaha produktif lainnya.
2.9. Kerangka Konsepsional
Menabung adalah salah satu kegiatan yang penting untuk
dilakukan setiap orang, karena hasil tabungan tersebut dapat
dimanfaatkan untuk menanggulangi berbagai kebutuhan mendesak.
Tabungan yang dilakukan oleh perseorangan tidak hanya bermanfaaat
bagi penabung, tetapi juga bermanfaat bagi negara dan masyarakat,
karena tabungan tersebut dapat dijadikan modal usaha dan investasi
pinjaman oleh orang lain.
Dalam penulisan ini variabel-variabel yang mempengaruhi
tabungan masyarakat elit dan nonelit yang digunakan adalah pendapatan,
jenis pekerjaan, tingkat suku bunga, jumlah anggota keluarga, dan lokasi
tempat tinggal karena faktor-faktor ini merupakan faktor yang diyakini
penulis selalu berpengaruh terhadap peningkatan tabungan masyarakat.
27
Gambar 1
Kerangka Konsepsional
Lokasi Tempat Tinggal Elit dan Non Elit
Konsumsi
Pendapatan
Jenis Pekerjaan
Jumlah Anggota Keluarga
Tingkat Pendidikan
Pendapatan Bunga
TABUNGAN
28
2.10. Studi Empiris
Saleh (2003) membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat tabungan masyarakat di Kabupaten Bone. Hasil penelitiannya
menyatakan bahwa variabel jumlah anggota keluarga berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap tabungan masyarakat.
Rahmatia (2004) mengamati pola konsumsi wanita pekerja Sulsel
pada umumnya dan Kota Makassar pada khususnya memperoleh hasil
bahwa pola konsumsi wanita pekerja SULSEL pada umumnya adalah
barang kebutuhan pokok baik barang kebutuhan sehari-hari maupun
barang tahan lama yang seharusnya barang Lux.
Djamil (2005) membahas tentang pengaruh pendapatan dan
tingkat suku bunga terhadap tabungan masyarakat di kota makassar.
Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ternyata variabel pendapatan dan
tingkat suku bunga memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
perubahan jumlah tabungan.
Mitha (2008) membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah tabungan makassar di Makassar periode 1988-2007. Hasil
penelitiannya menyatakan bahwa tingkat suku bunga, PDRB, dan inflasi
memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap peningkatan
jumlah tabungan masyarakat di kota Makassar.
29
2.11. Hipotesa
Sehubungan dengan permasalahan diatas maka hipotesa atau
jawaban sementara terhadap objek yang akan dibuktikan dalam
penelitian ini adalah :
Diduga bahwa pendapatan, tingkat suku bunga, tingkat
pendidikan, dan lokasi tempat tinggal berpengaruh positif dan signifikan
terhadap tabungan masyarakat elit dan nonelit di kota Makassar.
Diduga bahwa jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga, dan
tingkat konsumsi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap tabungan
masyarakat elit dan nonelit di kota Makassar.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di kota Makassar
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data Primer
Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan
kuisioner pada masyarakat yang bertempat tinggal di kota Makassar.
Penarikan sampel dengan model penentuan sampel Sloving dan
diperoleh sebanyak 100 responden.
Dengan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
Accidental Sampling yaitu teknik pengambilan sampel berdasarkan
kebetulan bertemu dengan peneliti dan dianggap cocok sebagai sumber
data yang akan menjadi sampel penelitian (Sugiono,2001). Penentuan
jumlah sampel Berdasarkan pada rumus sloving sebagai berikut:
31
n= N/1+Ne2
Dimana:
1= konstanta
n = ukuran sampel
N = Ukuran Populasi
e2= kelonggaran atau ketidaktelitian karena kesalahan pengubah sampel
yang dapat ditolerir yakni 1% dengan tingkat kepercayaan 99% .
=1.272.349
1 + 1.272.349 (0,01)
=99,9921
3.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
Studi kepustakaan (Library Research), yaitu teknik pengumpulan
data dari berbagai literature guna memperoleh peralatan dasar teori-teori
seperti buku-buku, jurnal-jurnal, serta bacaan lain yang relevan dengan
masalah yang diteliti.
Studi Lapangan Objek (Field Research), yaitu pengamatan
langsung terhadap objek yang diteliti dengan penelitian lapangan
maksudnya adalah melakukan penelitian dan pencatatan melalui
32
wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner tentang
hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
3.4. Model Analisis
Tabungan masyarakat merupakan fungsi dari pendapatan dan
tingkat bunga yang dinyatakan sebagai berikut :
S = f (K, PD, JP, JAK,LOK, TP, i)...................................................... (1)
Atau dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi Cobb-Douglas sebagai berikut :
S = α0 Kβ1 Pdβ2 JAKβ4 TPβ6 iβ7 e(β3JP+β5LOK+µ) ........................... (1a)
Dimana :
S = Tabungan
K = Konsumsi
PD = Pendapatan
JP = Jenis Pekerjaan
JAK = Jumlah Anggota Keluarga
LOK = Lokasi Tempat Tinggal
TP = Tingkat Pendidikan
i = Pendapatan Bunga
α0 = Konstanta
β1-β7 = Parameter yang akan diestimasi
e = Bilangan eksponensial
µ = Error term
33
Berdasarkan fungsi persamaan (1a) diatas maka akan
dikembangkan kedalam bentuk regresi berganda dan linear (Ordinary
Least Squere) dengan mentransferkan persamaan (1a) dalam bentuk ln
(logaritma natural) guna menghitung nilai elastisitas dari masing-masing
variabel bebas terhadap variabel terikat, maka diperoleh persamaan
estimasi sebagai berikut :
In S = β0 - β1In K + β2In PD - β3JP - β4 In JAK + β5LOK + β6ln TP +
β7ln i + µ ....(2)
Persamaan (2) diatas inilah yang akan diregresi dengan OLS
(Ordinary Least Square). Dimana β0 = In α0 dan β1 sampai dengan β6
adalah elastis, sedangkan β7 dapat dijadikan elastisitas yaitu β7 (rata-rata
tingkat bunga sampel/rata-rata tabungan sampel).
Untuk mengetahui tingkat signifikansi dari masing-masing
koefisien regresi variabel bebas terhadap variabel terikat maka akan
digunakan uji statistik sebagai berikut :
1. Uji statistik t
Untuk mengetahui tingkat signifikansi variabel bebas secara
mandiri terhadap variabel terikat dengan menggunakan tingkat
signifikansi 5%.
34
2. Uji statistik F
Untuk mengetahui tingkat signifikansi antara variabel-variabel
terikat secara menyeluruh terhadap variabel bebas dengan
menggunakan tingkat signifikansi 5%.
3. Uji statistik R dan R2
Nilai pangkat dua dari R disebut koefisien yang akan menunjukkan
presentase dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh semua variabel
bebas yang digunakan dalam model.
3.5. Batasan Variabel
Agar supaya tidak menimbulkan pemahaman yang saling berbeda
terhadap variabel-variabel yang dipergunakan dalam pnelitian ini, maka
penulis memberikan batasan pengertian variabel sebagai berikut :
1. Tabungan (S) adalah bagian dari pendapatan yang diterima
masyarakat secara sukarela tidak digunakan untuk konsumsi tetapi
disimpan atau ditabung pada lembaga-lembaga keuangan.
(Rp/bulan)
2. Tingkat Konsumsi (K) adalah jumlah pengeluaran konsumsi rumah
tangga responden, terdiri dari kebutuhan makanan dan pakaian
(Rp/bulan).
35
3. Pendapatan (PD) adalah pendapatan keluarga yang diperoleh dari
pekerjaan utama (Rp/bulan).
4. Jenis Pekerjaan (JP) adalah terdiri dari berpendapatan tetap dan
tidak tetap.
5. Jumlah Anggota Keluarga (JAK) adalah besarnya jumlah orang
yang menjadi tanggungan kepala keluarga/responden (jiwa).
6. Lokasi Tempat Tinggal (LOK), dibagi menjadi dua yaitu;
Lokasi Tempat Tinggal Elit adalah suatu kawasan di mana
terdapat beberapa/sekelompok orang yang tinggal menetap dalam
jangka waktu tertentu, pada radius jalan utama (poros), ditandai
dengan perumahan dengan sarana dan prasarana publik yang
memadai, pendapatan rumah tangga (tetap/utama) rata-rata
diatas 5 juta/bulan, dengan kondisi rumah minimal tipe 70,
pendidikan kepala keluarga rata-rata sarjana.
Lokasi Tempat Tinggal Non elit adalah suatu kawasan di
mana terdapat beberapa/sekelompok orang yang tinggal menetap
dalam jangka waktu tertentu, pada radius jalan lorong (fasilitas
jalan kurang) dengan sarana dan prasarana publik yang terbatas,
memiliki pendapatan rumah tangga (tetap/utama) rata-rata
dibawah 5 juta/bulan.
7. Tingkat Pendidikan (TP) adalah jenjang pendidikan yang dicapai.
8. Pendapatan Bunga (i) adalah diukur dengan rata-rata pendapatan
responden yang ditabung dalam satu tahun terakhir (Rp/bulan).
36
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL
4.1. Kondisi Wilayah dan Penduduk
Kota Makassar berada di pulau Sulawesi, lebih tepatnya berada di
bagiab barat provinsi Sulawesi Selatan. Kota Makassar berbatasan
Sebelah utara dengan Kabupaten Pangkep, Sebelah Timur Kabupaten
Maros, Sebelah Selatan Kabupaten Gowa, dan Sebelah Barat adalah Selat
makassar. Luas Wilayah Kota Makassar tercatat 175,77 Km2 yang meliputi
14 Kecamatan, 143 Kelurahan.
Berdasarkan pencatatan Stasiun Meteorologi Maritim Paotere,
secara rata-rata kelembaban udara sekitar 77 persen, temperatur udara
sekitar 26,20 - 29,30 celcius, dan rata-rata kecepatan angin 5,2 knot. Dapat
dilihat keadaan penduduk Kota Makassar yang dirinci menurut kecamatan
sebagai berikut :
37
Tabel 1 : Penduduk Makassar yang Dirinci Menurut Kecamatan
No Kecamatan Luas Wilayah (Km2)
Penduduk 2008 (Jiwa)
Penduduk 2009 (Jiwa)
Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
1 Mariso 1,82 54.616 55.431 0,93
2 Mamajang 2,25 60.394 61.294 0,45
3 Tamalate 20,21 152.197 154.464 2,08
4 Rappocini 9,23 142.958 145.090 1,62
5 Makassar 2,25 82.907 84.143 0,54
6 Ujung Pandang
2,63 28.637 29.064 0,51
7 Wajo 1,99 35.011 35.533 0,45
8 Bontoala 2,10 61.809 62.731 1,09
9 Ujung Tanah 5,94 48.382 49.103 1,21
10 Tallo 5,83 135.315 137.333 1,94
11 Panakukang 17,05 134.548 136.555 1,09
12 Manggala 24,14 99.008 100.484 2,98
13 Biringkanaya 48,22 128.731 130.651 3,57
14 Tamalanrea 31,84 89.143 90.473 1,15
Makassar 175,77 1.253.656 1.272.349 1,63
Sumber; Badan Pusat Statistik Kota Makassar, 2010
Penduduk Kota Makassar Tahun 2009 tercatat sebanyak
1.272.349 jiwa yang terdiri dari 610.270 laki-laki dan 662.079 perempuan.
Sementara itu jumlah penduduk Kota Makassar tahun 2008 tercatat
sebanyak 1.253.656 jiwa.
38
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat ditunjukkan
dengan rasio jenis kelamin penduduk Kota Makassar yaitu sekitar 92,17
persen, yang berarti setiap 100 penduduk wanita terdapat 92 penduduk
laki-laki.
Penyebaran penduduk Kota Makassar dirinci menurut Kecamatan,
menunjukkan bahwa penduduk masih terkonsentrasi diwilayah Kecamatan
Tamalate, yaitu sebanyak 154.464 atau sekitar 12,14 persen dari total
penduduk, disusul Kecamatan Rappocini sebanyak 145.090 jiwa (11,40
persen). Kecamatan Panakukang sebanyak 136.555 jiwa (10,73 persen),
dan yang terendah adalah Kecamatan Ujung Pandang sebanyak 29.064
jiwa (2,28 persen).
Ditinjau dari kepadatan penduduk kecamatan Makassar adalah
terpadat yaitu 33.390 jiwa per Km2, disusul Kecamatan Mariso (30.457 jiwa
per Km2), Kecamatan Bontoala (29.872 jiwa per Km2). Sedang kecamatan
Biringkanaya merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk
terendah yaitu sekitar 2.709 jiwa per Km2, kemudian Kecamatan
Tamalanrea (2.841 jiwa per Km2), Manggala (4.163 jiwa per Km2),
Kecamatan Ujung Tanah (8.266 jiwa per Km2), Kecamatan Panakukang
8.009 jiwa per Km2.
Wilayah-wilayah yang kepadatan penduduknya masih rendah
tersebut masih memungkinkan untuk pengembangan daerah pemukiman
terutama di 3 (tiga) kecamatan yaitu Biringkanaya, Tamalanrea, Manggala.
Jumlah penduduk Kota Makassar tentu saja terus akan tumbuh
seiring dengan perkembangan Kota Makassar itu sendiri, sebagai pusat
perdagangan, pendidikan, dan kebudayaan di Kawasan Timur Indonesia.
39
Dan pesatnya pertumbuhan penduduk tersebut dipengaruhi oleh kelahiran
dan urbanisasi yang cukup besar. Implikasi pertumbuhan penduduk yang
cukup pesat tersebut tentu saja menimbulkan masalah-masalah sosial
ekonomi di perkotaan dan memberikan pekerjaan yang besar bagi
pemerintah daerah kota Makassar untuk pengelolaannya, seperti masalah
pengelolaan sarana dan prasarana ekonomi perdagangan masyarakat
kota.
Dengan jumlah penduduk yang cukup besar tersebut, maka kota
Makassar juga telah ditetapkan sebagai kota metropolitan, sejajar dengan
kota-kota besar lainnya di Indonesia. Hal ini sangat memungkinkan karena
kota Makassar telah dilengkapi berbagai prasarana dan sarana
infrastruktur yang berstandar internasional, seperti pelabuhan dan bandar
udara. Demikian pula pengembangan pemukiman-pemukiman dengan
berbagai pilihan telah tersedia, sebagaimana layaknya dengan kota-kota
besar lainnya.
Kota Makassar sebagai salah satu kota dengan kepadatan
penduduk terbesar di Indonesia dan merupakan kota metropolitan
mempunyai prospek yang potensial untuk pengerahan tabungan sebagai
modal pembiayaan guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sulawesi
Selatan khususnya maupun pembangunan nasional pada umumnya.
40
4.2. Perkembangan Tabungan Masyarakat di Kota
Makassar
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai jumlah dana yang
dihimpun dari masyarakat oleh Bank Pemerintah dan Bank Swasta, dapat
dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun.
Tabel 2 : Tabungan dari masyarakat oleh Bank Pemerintah dan
Swasta di Kota Makassar tahun 2005-2009
Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa)
Jumlah Tabungan (Juta Rupiah)
Pertumbuhan Tabungan (Persen)
2005 1.202.161 4.163.505 -
2006 1.223.540 5.111.711 18,54
2007 1.235.239 7.416.873 31,07
2008 1.253.656 7.588.840 2,26
2009 1.272.349 9.970.632 23,88
Sumber: Badan Pusat Statistik, data diolah. 2010.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Makassar, jumlah
tabungan masyarakat di Bank Pemerintah Dan Bank Swasta terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada persentase perkembangan
tabungan terjadi penurunan di tahun 2008, kemudian meningkat kembali
di tahun 2009.
41
Tabel 3 : Penghimpunan Dana dari Masyarakat oleh Bank
Pemerintah/Swasta di Kota Makassar Tahun 2009 (Juta Rupiah)
Jenis Dana Bank Pemerintah Bank Swasta Jumlah
Giro 2.441.666 1.378.558 3.820.224
Deposito 2.865.706 5.669.819 8.535.525
Tabungan 5.116.435 4.854.197 9.970.632
Sumber; Badan Pusat Statistik, Makassar 2010
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah dana yang
disimpan masyarakat di Bank Pemerintah dan Bank Swasta 22.326.381
juta rupiah dengan rincian giro sebesar 3.820.224 juta rupiah, deposito
sebesar 8.535.525 juta rupiah, dan tabungan sebesar 9.970.632 juta
rupiah. Dapat dilihat bahwa jumlah dana yang dihimpun melalui giro dan
deposito lebih kecil dibandingkan jumlah dana yang dihimpun melalui
tabungan.
4.3. Hasil Empiris
Sesuai dengan permasalahan dan perumusan model yang telah
dikemukakan, serta kepentingan pengujian hipotesis, maka teknik analisis
yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan
analisis verifikatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh
kejelasan mengenai ciri-ciri variabel yang diteliti atau untuk
42
menggambarkan perilaku variabel-variabel yang diamati berdasarkan
data-data statistik yang diperoleh. Sedangkan verifikatif dilakukan untuk
menguji hipotesis dengan menggunakan alat uji statistik yaitu model
regresi linier berganda dengan bantuan komputer melalui program
Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 16.
4.3.1 Deskripsi dan Tanggapan Responden
1. Konsumsi
Tingkat konsumsi (K) adalah jumlah pengeluaran konsumsi rumah
tangga responden, terdiri dari kebutuhan primer dan sekunder, khususnya
makanan dan pakaian (Rp/bulan). Berdasarkan hasil tabulasi data
responden dalam penelitian ini, maka persentase Konsumsi akan
digambarkan pada tabel 4.
Tabel 4
Deskripsi Tingkat Konsumsi Responden terhadap Tabungan Masyarakat
Elit dan Non Elit di Kota Makassar
Tingkat Konsumsi
Tabungan (Rp) Total Jiwa/ (%)
Rata-Rata Tabungan
(Rp) < 1 jt <2 jt <4 jt 4jt-8 jt >8jt
Rendah 5 1 1 0 0 7
714.285,71 71,42% 14,28% 14,28%
Menengah 26 17 17 14 3 77
2.230.000,00 33,76% 22,07% 22,07% 18,18% 3,89%
Tinggi 0 0 8 6 2 16
4.843.750,00 50% 37,5% 12,5%
Jumlah 31 18 26 20 5 100 2.542.700,00
Sumber; Hasil Olahan Data Primer , Juni 2011
43
Sumber ; data diolah, 2011
Dari tabel 4 dapat dsimak tingkat tabungan rata-rata dan distribusi
tabungan berdasarkan tingkat konsumsi masyarakat elit dan non elit.
Tingkat tabungan responden untuk semua tingkat konsumsi adalah Rp
2.542.100,00 perbulan, di mana tingkat tabungan rata-rata tertinggi ada
pada tingkat konsumsi tinggi yaitu Rp 4.843.750,00 perbulan. Dan yang
terendah ada pada tingkat konsumsi rendah yaitu sebesar Rp 714.285,71.
Proporsi jumlah penabung terbesar untuk semua tingkat konsumsi
adalah ( < Rp 1000.000) perbulan sebanyak 31%/responden. Dan proporsi
terendah untuk jumlah penabung atas total penabung ( > Rp 8000.000)
perbulan adalah 5%/responden. Persentase konsumsi dari masyarakat elit
dan non elit di kota Makassar yang paling besar berada pada Tingkat
Konsumsi Menengah yaitu 77%.
7%
77%
16%
Persentase Konsumsi
Rendah (Rp.< 1 Juta)
Menengah ( Rp. 1 Juta - 4 Juta)
Tinggi ( Rp. > 4 Juta)
44
2. Pendapatan
Pendapatan (PD) adalah pendapatan keluarga yang diperoleh
dari pekerjaan utama (Rp/bulan). Berdasarkan hasil tabulasi data
responden dalam penelitian ini, maka persentase pendapatan akan
digambarkan pada tabel 5.
Tabel 5.
Deskripsi Tingkat Pendapatan Responden terhadap Tabungan Masyarakat
Elit dan Non Elit di Kota Makassar
Tingkat Pendapatan
Tabungan (Rp) Total Jiwa/ (%)
Rata-Rata Tabungan
(Rp) < 1 jt <2 jt <4 jt 4jt-8 jt >8jt
Rendah 0 2
100%
0 0 0 2 250.000,00
Menengah 0 0 18
45%
22
55%
0 40 630.000,00
Tinggi 0 0 0 18
31,03%
40
68,96%
58 3.939.872,58
Jumlah 0 2 18 40 40 100 2.542.100,00
Sumber; Hasil Olahan Data Primer , Juni 2011
45
Sumber; Data diolah, 2011
Dari tabel 5 disajikan deskripsi tabungan masyarakat elit dan non
elit di kota Makassar menurut Tingkat Pendapatan. Rata-rata tingkat
tabungan responden adalah sebesar Rp 2.542.100,00 perbulan, dimana
tingkat tabungan rata-rata tertinggi ada pada tingkat pendapatan tinggi
yaitu Rp 3.939.872,58 perbulan dan yang terendah ada pada tingkat
pendapatan rendah yaitu Rp 250.000,00 perbulan.
Persentase pendapatan dari masyarakat elit dan non elit di kota
Makassar yang paling besar berada pada Tingkat Pendapatan Tinggi (> Rp
5000.000) perbulan, yaitu 58%/responden.
3. Jenis Pekerjaan
Berdasarkan hasil tabulasi data responden dalam penelitian ini,
dilihat dari jenis pekerjaan responden, maka di golongkan dalam jenis
pekerjaan tetap dan jenis pekerjaan tidak tetap.
3%
39%
58%
Persentase Pendapatan
Rendah (Rp. < 2 juta)
Menengah (Rp. 2 juta - 5 Juta)
Tinggi ( Rp. 5 Juta)
46
Tabel 6
Deskripsi Jenis Pekerjaan Responden terhadap Tabungan Masyarakat
Elit dan Non Elit di Kota Makassar
Jenis Pekerjaan
Tabungan (Rp) Total Jiwa/ (%)
Rata-Rata Tabungan
(Rp) < 1 jt <2 jt <4 jt 4jt-8 jt >8jt
Buruh &
Angkutan
0 1
100%
0 0 0 1 -
Pedagang &
Pengusaha
15
27,77
%
8
14,81
%
17
31,48%
11
20,37%
3
5,55%
54 2.738.888,88
PNS, TNI,
POLRI
6
26%
2
8,69%
7
30,43%
6
26,08%
2
8,69%
23 3.152.608,69
Pensiunan 2 1 1 0 0 4
900.000,00 50% 25% 25%
Peg. Swasta
8 6 1 3 0 18 1.622.222,22 44,44
%
33,33
%
5,55% 16,66%
Jumlah 31 18 26 20 5 100 2.542.100,00
Sumber; Hasil Olahan Data Primer , Juni 2011
Sumber; Data diolah, 2011
44%
56%
Persentase Jenis Pekerjaan
Tetap
Tidak Tetap
47
Pada tabel 6 dapat dilihat deskripsi tabungan masyarakat elit dan
non elit menurut jenis pekerjaannya. Rata-rata tingkat tabungan tertinggi
ada pada jenis pekerjaan PNS,TNI, dan POLRI yaitu sebesar Rp
3.152.608,69 perbulan, dan yang terendah ada pada jenis pekerjaan
kategori Pensiunan yaitu sebesar Rp 900.000,00 perbulan. Dapat pula
dilihat bahwa jumlah responden terbanyak berada pada jenis pekerjaan
Pedagang dan Pengusaha yaitu sebanyak 54 jiwa dan yang terkecil yaitu
berada pada jenis pekerjaan Buruh dan Angkutan yaitu sebanyak 1 jiwa.
Pada diagram, jenis pekerjaan dibagi menjadi 2 yaitu Jenis
Pekerjaan Tetap dan Tidak Tetap. Jenis pekerjaan Tetap adalah sebesar
56% dari total responden, dan yang berada pada jenis pekerjaan Tidak
Tetap sebesar 44% dari total responden.
4. Jumlah Anggota Keluarga
Berdasarkan hasil tabulasi data responden dalam penelitian ini,
diperoleh persentase jumlah anggota keluarga.menjadi tanggungan
kepala keluarga. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah orang yang
dapat digambarkan dalam tabel 7.
48
Tabel 7
Deskripsi Jumlah Anggota Keluarga Responden terhadap Tabungan
Masyarakat Elit dan Non Elit di Kota Makassar
Jumlah Anggota Keluarga
(jiwa)
Tabungan (Rp) Total Jiwa/ (%)
Rata-Rata Tabungan
(Rp) < 1 jt <2 jt <4 jt 4jt-8 jt >8jt
Dua 6 3 3 0 0 12
6.400.000,00 50% 25% 25%
Tiga 10 2 6 11 1 30
2.997.000,00 33,33% 0,66% 20% 36,66% 3,33%
Empat
8 6 7 4 2 27 2.501.851,85 29,62% 22,22
%
25,92
%
14,81% 7,41%
Lima 2 6 6 5 1 20
3.022.500,00 10% 30% 30% 25% 5%
Enam
4 1 2 1 1 9 2.266.666,66 44,44% 11,11
%
22,22
%
11,11% 11,11
%
Tujuh 0 0 1
100%
0 0 1 -
Delapan 1
100%
0 0 0 0 1 -
Jumlah 31 18 25 21 5 100 2.542.100,00
Sumber; Hasil Olahan Data Primer , Juni 2011
49
Sumber; Data diolah, 2011
Tabel 7 menyajikan distribusi tabungan rata-rata responden
menurut jumlah anggota keluarga pada masyarakat elit dan non elit di kota
Makassar. Tabungan rata-rata tertinggi ada pada responden yang memiliki
jumlah anggota keluarga sebanyak 2 orang yaitu Rp 6.400.000,00 perbulan
dan tabungan rata-rata terendah ada pada responden yang memiliki jumlah
anggota keluarga sebanyak 6 orang yaitu Rp 2.266.666,66 perbulan.
Pada diagram ditunjukkan persentase responden terbanyak
berada pada responden dengan jumlah anggota keluarga 3 orang yaitu
sebesar 30 % dari total responden.
12%
30%
27%
20%
9%
1% 1%
Persentase Jumlah Anggota Keluarga
Dua orang
Tiga orang
Empat orang
Lima orang
Enam orang
Tujuh orang
Delapan orang
50
5. Lokasi Tempat Tinggal
Berdasarkan data yang diperoleh dari responden, lokasi tempat
tinggal di golongkan ke dalam lokasi elit dan non elit.
Tabel 8
Deskripsi Lokasi Tempat Tinggal Responden terhadap Tabungan
Masyarakat Elit dan Non Elit di Kota Makassar
Lokasi Tempat Tinggal
Tabungan (Rp) Total Jiwa/ (%)
Rata-Rata Tabungan
(Rp) < 1 jt <2 jt <4 jt 4jt-8 jt >8jt
Elit 30 14 5 1 0 50
4.290.200,00 60% 28% 10% 2%
Non Elit 1 4 21 19 5 50
794.000,00 2% 8% 42% 38% 10%
Jumlah 31 18 26 20 5 100 2.542.100,00
Sumber; Hasil Olahan Data Primer , Juni 2011
Sumber; Data diolah, 2011
50%50%
Lokasi Tempat Tinggal
Elit
Non Elit
51
Dari tabel 8 dideskripsikan tabungan masyarakat elit dan non elit
di kota Makassar menurut lokasi tempat tinggalnya. Tabel tersebut
menyajikan tingkat tabungan rata-rata masyarakat yang berada pada lokasi
tempat tinggal elit yaitu Rp 4.290.200,00 perbulan dan tingkat tabungan
rata-rata masyarakat yang berada pada lokasi tempat tinggal non elit yaitu
Rp 794.000,00 perbulan.
Total sampel yang berada pada lokasi elit sebanyak 50 responden
dan yang berada pada lokasi non elit sebanyak 50 responden, yang dapat
dilihat pada diagram diatas.
6. Tingkat Pendidikan
Merupakan jenjang pendidikan yang dicapai oleh kepala keluarga
masyarakat elit dan non elit yang menjadi sampel penelitian.
Berdasarkan hasil tabulasi data responden dalam penelitian ini, diperoleh
persentase tingkat pendidikan yang digambarkan pada tabel 9.
52
Tabel 9.
Deskripsi Tingkat Pendidikan Responden terhadap Tabungan
Masyarakat Elit dan Non Elit di Kota Makassar
Tingkat Pendidik
an
Tabungan (Rp) Total Jiwa/ (%)
Rata-Rata Tabungan
(Rp) < 1 jt <2 jt <4 jt 4jt-8 jt >8jt
SMP 1 1 1 0 0 3
1500.000,00 33,33% 33,33% 33,33%
SMA 18 7 3 1 0 29
770.689,65 62,07% 24,13% 10,34% 3,45%
Diploma/
Akademi
3 0 0 0 0 3 566.666,66
100%
S1 8 8 21 12 5 54
3.378.703,70 14,81% 14,81% 38,89 22,22% 9,26%
S2 0 2 1 5 1 9 4.333.333,33
22,22% 11,11% 55,55% 11,11%
S3 1 0 0 1 0 2
2.105.000,00 50% 50%
Jumlah 31 18 26 19 6 100 2.542.100,00
Sumber; Hasil Olahan Data Primer , Juni 2011
Sumber; Data diolah, 2011
0% 3%
29%3%
54%
9% 2%
Persentase Tingkat Pendidikan
SD
SMP
SMA
Diploma/ Akademi
S1
S2
S3
53
Berikutnya adalah gambaran tabungan masyarakat elit dan non
elit di kota Makassar menurut tingkat pendidikan. Dapat dilihat pada tabel 9
bahwa tingkat tabungan rata-rata tertinggi ada pada tingkat pendidikan S2
yaitu sebesar Rp 4.333.333,33 perbulan dan yang terendah ada pada
tingkat pendidikan Diploma/Akademi yaitu sebesar Rp 566.666,66
perbulan. Pada diagram ditunjukkan persentase responden terbanyak
berada pada tingkat pendidikan S1 sebesar 54% dari total responden.
7. Pendapatan Bunga
Berdasarkan hasil tabulasi data responden dalam penelitian ini,
diperoleh persentase pendapatan bunga sebagai berikut.
Tabel 10
Deskripsi Tingkat Bunga Responden terhadap Tabungan Masyarakat
Elit dan Non Elit di Kota Makassar
Tingkat Bunga
Tabungan (Rp) Total Jiwa/ (%)
Rata-Rata Tabungan
(Rp) < 1 jt <2 jt <4 jt 4jt-8 jt >8jt
1,5% 18 0 0 0 0 18
206.111,11 100%
2% 13 18 26 6 0 63
1.912.698,41 20,63% 28,57% 41,26% 9,52%
2,25% 0 0 0 14 0 14
5.857.142,85 100%
2,5% 0 0 0 0 5 5
9.600.000,00 100%
Jumlah 31 18 26 20 5 100 2.542.100,00
Sumber; Hasil Olahan Data Primer , Juni 2011
54
Sumber; Data diolah, 2011
Yang terakhir adalah deskripsi tabungan masyarakat elit dan non
elit di kota Makassar menurut pendapatan bunga berdasarkan tingkat
bunga yang diperoleh responden sesuai dengan jumlah tabungannya
perbulan. Dapat disimak pada tabel 10 dan pada diagram bahwa jumlah
responden terbanyak berada pada tingkat bunga 2% yaitu sebanyak 63%
dari total responden. Pada tabel ditunjukkan tingkat tabungan rata-rata
tertinggi ada pada tingkat bunga 2,5% yaitu Rp 9.600.000,00 perbulan.
18%
63%
14%
5%
Persentase Pendapatan Bunga
Tingkat Bunga 1,5%
Tingkat Bunga 2%
Tingkat Bunga 2,25%
Tingkat Bunga 2,5 %
55
4.3.2. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan pengolahan data diperoleh nilai minimum,
maksimum, rata – rata (mean), dan standar deviasi (standard deviation)
dari masing-masing variabel penelitian.
Tabel 11. Statistik Deskriptif
(Tabungan sebagai Variabel Dependen)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Tabungan (S) 100 100000.00 10000000.00 2542100.0000 2512789.22452
K 100 600000.00 7550000.00 2692200.0000 1412086.41393
PD 100 1500000.00 30000000.00 8465000.0000 5729110.05482
JP 100 .00 1.00 .8900 .31447
JAK
LOK
TP
I
100
100
100
100
2.00
.00
2.00
1500.00
8.00
1.00
7.00
250000.00
3.9100
.5000
4.4300
55106.5000
1.26407
.50252
1.14816
60401.95021
Valid N
(listwise) 100
Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa dengan N = 100
responden, variabel dependen Tabungan (S) mempunyai nilai minimum
100.000 Rupiah dan nilai maksimum 10.000.000 Rupiah. Sementara nilai
standar deviasi (standard deviation) sebesar 2.512.789 Rupiah dan nilai
rata - rata (mean) sebesar 2.542.100 Rupiah. Nilai rata - rata (mean) yang
56
lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation)
menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan baik.
Dari hasil analisis diatas, Konsumsi (K) mempunyai nilai minimum
600.000 Rupiah dan nilai maximum 7.550.000 Rupiah. Sementara nilai
standar deviasi (standard deviation) sebesar 1.412.086 Rupiah dan nilai
rata - rata (mean) sebesar 2.692.200 Rupiah. Nilai rata - rata (mean) yang
lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation)
menunjukkan bahwa data terdistribusi dengan baik.
Pendapatan (PD) mempunyai nilai minimum 1.500.000 Rupiah
dan Nilai Maximum 30.000.000 Rupiah. Sementara nilai standar deviasi
(standard deviation) sebesar 5.729.110 Rupiah dan nilai rata rata (mean)
sebesar 8.465.000 Rupiah. Nilai rata - rata (mean) yang lebih besar
dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation) menunjukkan
bahwa data terdistribusi dengan baik.
Jenis Pekerjaan (JP) adalah dummy variabel, mempunyai nilai
minimum 0 dan nilai maximum adalah 1. Sementara nilai standar deviasi
(standard deviation) sebesar 0,31447 dan nilai rata-rata (Mean) sebesar
0,8900. Nilai rata-rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai standar
deviasi (standard deviation) menunjukkan data terdistribusi dengan baik.
Jumlah Anggota Keluarga (JAK) memiliki nilai minimum 2 orang
dan nilai maximum adalah 8 orang. Sementara nilai standar deviasi
(standard deviation) sebesar 1,26407 dan nilai rata-rata (Mean) sebesar
3,9100. Nilai rata-rata (mean) yang lebih besar dibandingkan nilai standar
deviasi (standard deviation) menunjukkan data terdistribusi dengan baik.
57
Lokasi Tempat Tinggal (LOK) adalah dummy variabel, memiliki
nilai minimum 0 dan maximum 1. Sementara nilai standar deviasi
(standard deviation) sebesar 0,50252 dan nilai rata-rata (Mean) sebesar
0,5000.
Tingkat Pendidikan (TP) memiliki nilai minimum 2 dan nilai
maximum 7. Sementara nilai standar deviasi (standard deviation) sebesar
1,14816 dan nilai rata-rata (Mean) sebesar 4,4300. Nilai rata-rata (mean)
yang lebih besar dibandingkan nilai standar deviasi (standard deviation)
menunjukkan data terdistribusi dengan baik.
Pendapatan Bunga (i) mempunyai nilai minimum 1.500 Rupiah
dan Nilai maximum 250.000 Rupiah. Sementara nilai standar deviasi
(standard deviation) sebesar 60.401 Rupiah dan nilai rata rata (mean)
sebesar 55.106 Rupiah.
Dari hasil analisis deskriptif statistik diatas, dapat kita lihat bahwa
antara variabel tabungan, konsumsi, pendapatan, jumlah anggota
keluarga, tingkat pendidikan, pendapatan bunga, jenis pekerjaan, dan
lokasi tempat tinggal memiliki gap yang besar dan menimbulkan
permasalahan dalam pengolahan data. Oleh karena itu, dalam
pengolahan data ini dibentuk model regresi semi log dengan
mentransformasikan nilai tabungan, konsumsi, pendapatan, jumlah
anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan pendapatan bunga ke
Logaritma Natural (LN), dan dari penggunaan Logaritma Natural maka
diperoleh hasil seperti tabel 12. berikut:
58
Tabel 12. Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
LnS 100 11.51 16.12 14.1415 1.25269 1.569
LnK 100 13.30 15.84 14.6521 .58533 .343
LnPD 100 14.22 17.22 15.7327 .67594 .457
JP 100 .00 1.00 .8900 .31447 .099
LnJAK 100 .69 2.08 1.3105 .33246 .111
LOK 100 .00 1.00 .5000 .50252 .253
LnTP 100 .69 1.95 1.4503 .28827 .083
Ln i 100 7.31 12.43 10.2052 1.37416 1.888
Valid N (listwise)
100
Setelah mentransformasikan nilai tabungan, konsumsi,
pendapatan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan
pendapatan bunga ke dalam Logaritma Natural (LN) maka dapat dilihat
tidak terdapat gap yang besar dari tiap distribusi data sehingga dapat
mempermudah dalam pengolahan data.
4.4. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Hasil analisis dan pengujian hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Uji - F
Berdasarkan Uji - F diperoleh pengaruh secara bersama - sama
Tujuh variabel independen yaitu, konsumsi, pendapatan, jenis pekerjaan,
jumlah anggota keluarga, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan
59
pendapatan bunga terhadap variable dependen Tabungan sebagai
berikut.
Tabel 13. Hasil Uji – F
ANOVAb
Model Sum of Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 155.067 7 22.152 7133.329 .000a
Residual .286 92 .003
Total 155.353 99
a. Predictors: (Constant), Ln i, LnJAK, JP, LnTP, LnK, LOK, LnPD
b. Dependent Variable: LnS
Berdasarkan Uji - F diperoleh hasil bahwa nilai F hitung sebesar
7.133,329 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Karena tingkat
signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi variabel dependen Tabungan atau secara bersama -
sama variabel independen konsumsi, pendapatan, jenis pekerjaan, jumlah
anggota keluarga, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan
pendapatan bunga berpengaruh terhadap variable dependen Tabungan.
2. Adjusted R2
Berdasarkan tampilan SPSS model summary diperoleh hasil
bahwa nilai adjusted R2 sebesar 0,990, hal ini berarti 99% variasi
Tabungan dapat dijelaskan oleh variasi dari keTujuh variabel independen.
Sedangkan sisanya sebesar 1% dijelaskan oleh sebab - sebab lain diluar
model.
60
Tabel 14. Adjusted R2
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
1 .999a .998 .998 .05573
a. Predictors: (Constant), Ln i, LnJAK, JP, LnTP, LnK, LOK, LnPD
b. Dependent Variable: LnS
3. Uji - t
Sementara itu secara parsial pengaruh dari tujuh variabel
independen tersebut terhadap Tabungan dipaparkan pada tabel berikut.
Tabel 15.
Hasil Regresi Faktor Yang Mempengaruhi Tabungan Masyarakat Elit dan Non Elit di Kota Makassar
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.892 .271 18.050 .000
LnK -.010 .018 -.001 -.538 .592
LnPD .026 .022 .014 11.199 .234
JP -.003 .021 -.001 -.148 .882
LnJAK LOK LnTP Ln i
-.030 .083
-.013 .882
.019
.025
.029
.008
-.008 .033
-.003 .967
-.1.621 3.395 -.451
105.463
.108
.001
.653
.000 a. Dependent Variable: LnS
61
Dari tabel 15 dapat disusun persamaan regresi linier berganda sebagai
berikut :
S = a + b1 K + b2 PD + b3 JP+ b4 JAK + b5 LOK + b6 TP + b7 i + e
lnS = a + b1lnK + b2lnPD + b3 JP + b4lnJAK + b5 LOK + b6lnTP + b7ln i + µ
LnY = 4.892 - 0.010LnK + 0.026LnPD – 0.003JP – 0.030LnJAK +
0.083LnLOK – 0.013LnTP + 0.882Ln i
(-0.538) (11.199) (-0.148) (-1.621) (3.395) (-0.451) (105.762)
Angka yang terdapat dalam kurung adalah nilai t hitung.
Adj. R2 = 0,998
R-Square = 0,998
F- Test = 7133,329
N = 100
Nilai koefisien untuk konsumsi (K) adalah -0,010 artinya apabila
konsumsi meningkat sebesar 1% maka jumlah tabungan mengalami
penurunan sebesar 0,010%, dengan asumsi pendapatan, jenis pekerjaan,
jumlah anggota keluarga, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan
pendapatan bunga tetap (konstan). Hubungan variabel tersebut adalah
tidak signifikan dengan nilai t = - 0,538 dimana nilai t tabel dengan tingkat
signifikansi 5% pada derajat kebebasan (df=92) adalah 1,662. Jadi t
hitung mempunyai nilai yang lebih kecil dari t tabel, sehingga dapat
dikatakan bahwa konsumsi mempunyai hubungan yang negatif dan tidak
signifikan terhadap jumlah tabungan masyarakat elit dan non elit di kota
62
Makassar. Artinya variabel konsumsi mempunyai pengaruh tidak nyata
terhadap tabungan jika dilakukan penambahan terhadap konsumsi.
Konsumsi berkorelasi negatif terhadap tingkat tabungan
masyarakat elit dan non elit di kota Makassar, menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat konsumsi maka akan menurunkan tingkat tabungan.
Namun ketika dikatakan konsumsi tidak signifikan dengan tabungan, ini
menunjukkan bahwa tingginya konsumsi masyarakat elit dan non elit di
kota Makassar tidak nyata pengaruhnya dalam menurunkan tabungan.
Disebabkan karena rata-rata responden sudah menyisihkan bagian
pendapatannya untuk ditabung.
Nilai koefisien untuk Pendapatan (PD) adalah 0,026 artinya
apabila pendapatan meningkat sebesar 1% maka jumlah tabungan
meningkat sebesar 0,026%, dengan asumsi konsumsi, jenis pekerjaan,
jumlah anggota keluarga, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan
pendapatan bunga tetap. Hubungan variabel tersebut adalah tidak
signifikan dengan nilai t = 11,199 dimana nilai t tabel dengan tingkat
signifikansi 5% pada derajat kebebasan (df=92) adalah 1,662. Jadi t
hitung mempunyai nilai yang lebih besar dari t tabel, sehingga dapat
dikatakan bahwa konsumsi mempunyai hubungan yang positif dan tidak
signifikan terhadap jumlah tabungan masyarakat elit dan non elit di kota
Makassar. Artinya variabel pendapatan mempunyai pengaruh tidak nyata
terhadap tabungan jika terjadi penambahan terhadap pendapatan.
Pendapatan berkorelasi positif dengan tingkat tabungan
menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan masyarakat elit dan non
63
elit di kota Makassar maka semakin besar bagian pendapatan yang dapat
ditabung. Namun ketika dikatakan pendapatan tidak signifikan dengan
tingkat tabungan, ini menunjukkan bahwa walaupun terjadi peningkatan
pendapatan, tidak serta merta dapat meningkatkan tabungan sebab ada
pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan
tersier/mewah.
Nilai koefisien untuk jenis pekerjaan adalah -0,003 artinya apabila
jenis pekerjaan meningkat sebesar 1% maka jumlah tabungan menurun
sebesar 0,003%, dengan asumsi konsumsi, pendapatan, jumlah anggota
keluarga, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan pendapatan bunga
tetap. Hubungan variabel tersebut adalah tidak signifikan dengan nilai t = -
0,148 dimana nilai t tabel dengan tingkat signifikansi 5% pada derajat
kebebasan (df=92) adalah 1,662. Jadi t hitung mempunyai nilai yang lebih
kecil dari t tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa jenis pekerjaan
mempunyai hubungan yang negatif dan tidak signifikan terhadap jumlah
tabungan masyarakat elit dan non elit di kota Makassar. Artinya variabel
jenis pekerjaan mempunyai pengaruh tidak nyata terhadap tabungan jika
terjadi peningkatan terhadap jenis pekerjaan.
Jenis pekerjaan berkorelasi negatif terhadap tingkat tabungan
masyarakat elit dan non elit di kota Makassar, yang mana berarti semakin
tinggi status pekerjaan responden maka penggunaan penghasilan untuk
konsumsi di luar rumah akan semakin besar dan kemudian akan
menurunkan tabungan. Jenis pekerjaan dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua yaitu jenis pekerjaan tetap (1) dan jenis pekerjaan tidak tetap (0). Jadi,
64
semakin responden berada pada jenis pekerjaan tidak tetap maka ia akan
lebih meningkatkan jumlah tabungannya karena mengantisipasi keadaan
yang akan datang, apabila tidak memperoleh pendapatan atau apabila
pendapatannya menurun. Namun ketika dikatakan jenis pekerjaan tidak
signifikan dengan tingkat tabungan, ini menunjukkan bahwa jenis pekerjaan
berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat tabungan, ini menunjukkan
bahwa masyarakat didorong kemauan menabung akibat dari faktor-faktor
lain seperti fasilitas perbankan dan espektasi ekonominya.
Nilai koefisien untuk jumlah anggota keluarga adalah -0,030
artinya apabila jumlah anggota keluarga meningkat sebesar 1% maka
jumlah tabungan menurun sebesar 0,030%, dengan asumsi konsumsi,
pendapatan, jenis pekerjaan, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan
pendapatan bunga tetap. Hubungan variabel tersebut adalah tidak
signifikan dengan nilai t = -1,621 dimana nilai t tabel dengan tingkat
signifikansi 5% pada derajat kebebasan (df=92) adalah 1,662. Jadi t
hitung mempunyai nilai yang lebih kecil dari t tabel, sehingga dapat
dikatakan bahwa jumlah anggota keluarga mempunyai hubungan yang
negatif dan tidak signifikan terhadap jumlah tabungan masyarakat elit dan
non elit di kota Makassar. Artinya variabel jumlah anggota keluarga
mempunyai pengaruh tidak nyata terhadap tabungan jika terjadi
penambahan terhadap jumlah anggota keluarga.
Jumlah anggota keluarga berkorelasi negatif terhadap tingkat
tabungan masyarakat elit dan non elit di kota Makassar, menunjukkan
bahwa semakin besar jumlah anggota keluarga responden maka akan
65
menurunkan tingkat tabungannya. Namun ketika dikatakan jumlah anggota
keluarga tidak signifikan dengan tingkat tabungan, ini menunjukkan bahwa
walaupun terjadi peningkatan jumlah anggota keluarga pengaruhnya tidak
nyata terhadap penurunan jumlah tabungan sebab masyarakat sudah
memperhitungkan jumlah/bagian pendapatan yang akan dikonsumsi dalam
memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.
Nilai koefisien untuk lokasi tempat tinggal adalah 0,083 artinya
apabila lokasi tempat tinggal meningkat sebesar 1% maka jumlah tabungan
meningkat sebesar 0,083%, dengan asumsi konsumsi, pendapatan, jenis
pekerjaan, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, dan pendapatan
bunga tetap. Hubungan variabel tersebut adalah signifikan dengan nilai t =
3,395 dimana nilai t tabel dengan tingkat signifikansi 5% pada derajat
kebebasan (df=92) adalah 1,662. Jadi t hitung mempunyai nilai yang lebih
besar dari t tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa lokasi tempat tinggal
mempunyai hubungan yang positif dan signifikan terhadap jumlah
tabungan masyarakat elit dan non elit di kota Makassar.
Lokasi tempat tinggal dibagi menjadi 2 kategori yaitu lokasi elit (1)
dan non elit (0). Lokasi tempat tinggal berkorelasi positif dan signifikan
dengan tingkat tabungan, menunjukkan bahwa semakin masyarakat
berada pada lokasi elit maka peningkatan tabungannya akan lebih besar
dibanding masyarakat yang berada pada lokasi non elit. Hal ini disebabkan
karena fasilitas, sarana dan prasarana publik yang memadai, khususnya
kemudahan akses dan keamanan perbankan.
66
Nilai koefisien untuk tingkat pendidikan adalah -0,013 artinya
apabila tingkat pendidikan meningkat sebesar 1% maka jumlah tabungan
menurun sebesar 0,013%, dengan asumsi konsumsi, pendapatan, jenis
pekerjaan, jumlah anggota keluarga, lokasi tempat tinggal, dan pendapatan
bunga tetap. Hubungan variabel tersebut adalah tidak signifikan dengan
nilai t = -0,451 dimana nilai t tabel dengan tingkat signifikansi 5% pada
derajat kebebasan (df=92) adalah 1,662. Jadi t hitung mempunyai nilai
yang lebih kecil dari t tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat
pendidikan mempunyai hubungan yang negatif dan tidak signifikan
terhadap jumlah tabungan masyarakat elit dan non elit di kota Makassar.
Artinya variabel tingkat pendidikan mempunyai pengaruh tidak nyata
terhadap tabungan jika dilakukan penambahan terhadap tingkat
pendidikan.
Tingkat pendidikan berkorelasi negatif terhadap tingkat tabungan,
hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya oleh Irawan Saleh (2003)
yang mengatakan bahwa tingkat pendidikan berkorelasi positif terhadap
tabungan masyarakat di Kabupaten Bone. Maka hipotesis ditolak. Tingkat
pendidikan berkorelasi negatif terhadap tingkat tabungan masyarakat elit
dan non elit di kota makassar, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan responden maka akan menurunkan tabungannya. Semakin
tinggi pendidikan responden maka ia akan lebih banyak mengeluarkan
biaya untuk pendidikan keluarganya sehingga dapat mengurangi
tabungannya.
Namun dikatakan tingkat pendidikan dikatakan tidak signifikan, ini
menunjukkan bahwa walaupun tingkat pendidikan tinggi, belum tentu
67
menurunkan tabungan masyarakat. Hal ini dikarenakan masyarakat telah
menyisihkan bagian pendapatan yang ditabungnya.
Nilai koefisien untuk pendapatan bunga adalah 0,882 artinya
apabila pendapatan bunga meningkat sebesar 1% maka jumlah tabungan
meningkat sebesar 0,882%, dengan asumsi konsumsi, pendapatan, jenis
pekerjaan, jumlah anggota keluarga, lokasi tempat tinggal, dan tingkat
pendidikan tetap (konstan). Hubungan variabel tersebut adalah signifikan
dengan nilai t = 105,762 dimana nilai t tabel dengan tingkat signifikansi
5% pada derajat kebebasan (df=92) adalah 1,662. Jadi t hitung
mempunyai nilai yang lebih besar dari t tabel, sehingga dapat dikatakan
bahwa pendapatan bunga mempunyai hubungan yang positif dan
signifikan terhadap jumlah tabungan masyarakat elit dan non elit di kota
Makassar. Artinya variabel pendapatan bunga mempunyai pengaruh nyata
terhadap tabungan masyarakat elit dan non elit di kota Makassar.
Pendapatan bunga berkorelasi positif dan signifikan terhadap
tingkat tabungan masyarakat elit dan non elit di kota Makassar,
menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan bunga yang diperoleh
responden maka akan meningkatkan jumlah tabungannya. Hal ini
disebabkan karena masyarakat lebih tertarik untuk menabung jika tingkat
bunga yang diperolehnya lebih tinggi.
68
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Konsumsi, pendapatan, jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga
lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan pendapatan bunga
mempengaruhi tingkat tabungan masyarakat elit dan non elit di Kota
Makassar. Namun, yang berpengaruh signifikan adalah lokasi tempat
tinggal dan pendapatan bunga.
5.2 Saran
Karena tabungan masyarakat merupakan salah satu sumber
pembiayaan negara atau untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
suatu negara, maka untuk mengoptimalkan peningkatan tabungan
masyarakat, hendaknya dilakukan penyebaran informasi melalui media-
media cetak dan elektronik tentang manfaat menabung untuk seluruh
lapisan masyarakat.
Dan juga sangat diharapkan pelayanan yang optimal dari pihak
perbankan baik fasilitas, keamanan dan kemudahan aksesnya guna
menghimpun dana dari masyarakat.