BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana...
��
�
BAB I
PENDAHULUAN
B. Latar Belakang Masalah
Sejarah Notaris di Indonesia dimulai pada zaman permulaan abad
ke 17 yaitu didirikannya “Oost Ind. Compagnie”yang mengangkat
Melchior Kelchen seorang sekertaris College van Schenpenen sebagai
notaris pertama di Indonesia pada tanggal 27 Agustus 1620. Kemudian
pada tanggal 16 Juni 1625 dibuat sebuah peraturan yang menetapkan
bahwa seorang notaris wajib merahasiakan semua informasi yang
diberikan kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta milik
kliennya. Peraturan ini disebut “Instruksi untuk Para Notaris” yang terdiri
atas 10 Pasal.1
Praktik kenotariatan di Indonesia tidak lepas dari pengaruh
Belanda sebagai negara penjajah, dimana sebagai negara yang menganut
sistem hukum civil law Belanda telah banyak menanamkan doktrin-
doktrin mengenai sistem hukum ini. Sehingga meskipun telah lama
merdeka Indonesia tetap menggunakan sistem hukum civil law danterus
berlaku hingga saat ini.
Praktik kenotariatan di Indonesia semakin diakui dengan
dikeluarkannya Peraturan Tentang Jabatan Notaris (PJN) yang mengacu
pada notariswet yang ada di Belanda pada 26 Januari 1860. Selanjutnya
������������������������������������������������������������1Ira Koesoemawati dan Yunirman Rijan, Ke Notaris, Jakarta: Raih Asa Sukses, 2009, h
27.�
��
�
PJN dijadikan dasar pedoman bagi praktik kenotariatan yang berlaku di
Indonesia hingga disahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris.2
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris (UUJN), Notaris adalah pejabat
umummewakiliPemerintah yang bertindak untuk dan atas nama Negara
dalam hal menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang
dibutuhkan pelaku hukum terhadap sebuah alat bukti tertulis yang bersifat
otentik. Didalam membuat alat bukti yang bersifat otentik terhadap sesuatu
objek hukum,Notaris wajib membuatkan alat bukti yang isinya
berdasarkan atas permintaan pihak berkepentingan. Alat bukti tersebut
disebut biasanya dikenal dengan sebutan Akta Notaris (Akta Otentik).
Akta otentiksendiri memiliki peranan penting dalam pembuktian Gugatan
Perdata.
Didalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
terdapat 2 macam jenis Akta, yaitu Akta Otentik serta Akta di Bawah
Tangan.Dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Akta Otentik, yaitu merupakan sebuah dokumen yang dibuat dihadapan Notaris, yang secara sah dan dapat menjadi alat bukti yang sempurna. Sempurna sendiri berarti hakim menganggap semua yang tertera dalam akta merupakan hal yang benar, kecuali ada akta lain yang dapat membuktikan isi akta pertama tersebut salah. 3 Ada beberapa alasan yang menunjang kekuatan hukum dari sebuah akta otentik, yaitu akta otentik dibuat dihadapan seorang pejabat umum negara sehingga legalitasnya dapat dipastikan, ditambah lagi bahwaseorang pejabat umum negara
������������������������������������������������������������2Ibid, h 28.�3Ibid, h 83�
��
�
tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta. Hal lain yang membuat akta otentik memiliki kekuatan hukum yaitu karena akta otentik memiliki minuta akta yang disimpan oleh negara melalui Notaris, sehingga akan sanggat kecil kemungkinan akta tersebut hilang. Selain itu jika seseorang melakukan penyangkalan atas akta tersebut maka kebenarannya dapat segera dibuktikan.4
2. Akta di Bawah Tangan, yaitu akta yang dibuat bukan dihadapan notaris. Biasanya akta ini dibuat karena para pembuat perjanjian tidak mau repot dan saling memiliki kepercayaan satu sama lain. Pada akta dibawah tangan notaris tidak ikut bertanggung jawab terhadap isi kesepakatan atau perjanjian yang ada didalamnya. Notaris hanya bertugas melakukan legalisasi dan pencatatan dari akta bawah tangan yang dibawa ke hadapan notaris.5
Sedangkan dalam praktik Kenotariatan, Akta Notaris dibagi
menjadi dua yaitu, sebagai berikut :
1. Akta Partij (Partij Acte) atau Akta Pihak, akta yang berisi suatu keterangan dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain dihadapan notaris, artinya diterangkan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Akta yang seperti itu dinamakan akta yang dibuat dihadapan notaris. Contohnya : perjanjian hibah, wasiat, kuasa, dan lain sebagainya.
2. Akta Relaas (Ambtelijke Acte) atau Akta Pejabat, Akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan suatu akta yang memuat “relaas” atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris sendiri, didalam menjalankan jabatannya sebagai notaris. Dengan kata lain, akta yang dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat oleh notaris. Contohnya : berita acara rapat para pemegang saham dalam perseroan terbatas.6
�������������������������������������������������������������Ibid, h 85�5Ibid, h 86��Tobing, G.H.S, Lumban, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, 1992, h. 46�
��
�
Pada akta partij selalu terdapat kekuatan bukti materiil sehingga
dianggap merupakan alat bukti sempurna, hal ini di sebabkan dalam akta
partij kebenaran dari isi akta tersebut ditentukan dan diakui oleh pihak-
pihak dan pejabat yang menerangkan seperti apa yang dilihat,
diketahuinya dari para pihak itu. Sebaliknya dalam akta relaas tidak selalu
terdapat kekuatan bukti materiil artinya setiap orang dapat menyangkal
kebenaran isi akta otentik itu asal dapat membuktikannya, sebab apa yang
dilihat dan dilakukan oleh pejabat itu hanya berdasarkan pada apa yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan.7Dari dua jenis akta tersebut pula,
dapat pula dilihat bahwa baik akta partij maupun akta relaas memiliki
persamaan bahwa dalam pembuatannya tidak menujukan bahwa notaris
ikut serta dalam melakukan perbuatan hukumsebab terlihat bahwa isi dari
kedua jenis akta tersebut merupakan apa yang diinginkan oleh para pihak
yang terkait. Dengan demikian,secara teori Notaris dalam pembuatan akta
otentik hanya memiliki peran sebagai pihak yang menjamin bahwa isi dari
akta tersebut merupakan hal yang disampaikan pihak yang terkait
kepadanya.
Berdasarkan penjelasan sebelumya, apabila notaris dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa pembuatan akta otentik
telah berlaku sesuai dengan aturan hukum yang adamaka notaris tidak
dapat dikatakan sebagai pihak yang dianggap turut serta melakukan atau
membantu para pihak dalam kualifikasi hukum Pidana ataupun sebagai
Tergugat atau turut Tergugat dalam perkara Perdata.Namun meski
�������������������������������������������������������������Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1992, h. 136.�
��
�
dalammenjalankan tugas kewenangan dan tanggungjawabnya berlaku
ketentuan yang demikian, tetapi masih saja dapat ditemukan kejadian
bahwa notaris dihadapkan dalam sebuah permasalahan hukum dimana
menyebabkannotaris yang bersangkutan dilaporkan telah melakukan
tindak Pidana.
Adjie berpendapat adapun tindak pidana yang dapat dikaitkan
dengan profesi Notaris adalah terkait prosedur pembuatan Akta otentik
apabila memenuhi unsur sebagai berikut :
1. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP)
2. Melakukan pemalsuan terhadap akta otentik (Pasal 264 KUHP) 3. Menyuruh mencantumkan keterangan palsu dalam akta otentik
(Pasal 266 KUHP) 4. Melakukan, menyuruh melakukan, turut serta melakukan (Pasal
55 jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) KUHP atau Pasal 264 atau Pasal 266 KUHP)
5. Membantu membuat surat palsu/atau yang dipalsukan dan atau menggunakan surat palsu/yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau Pasal 266 KUHP.8
Menurut Chazawi, terdapat perbedaan prinsip antara membuat
surat palsu dengan memalsukan surat, yaitu :9
1. Membuat Surat Palsu Sebelum perbuatan dilakukan maka belum ada suatu surat. Kemudian dibuat surat yang isinya sebagian atau seluruhnya tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran.
2. Memalsukan Surat Sebelum perbuatan ini dilakukan, sudah terdapat sepucuk surat yang disebut surat asli. Kemudian pada surat asli, terhadap isinya (termasuk tanda tangan dan nama si pembuat asli) dilakukan perbuatan memalsukandan akibatnya surat yang semula benar menjadi surat yang sebagian atau seluruh isinya tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran.
������������������������������������������������������������Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsiran Tematik Terhadap UU No.30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris), PT.Refika Aditama, 2008, h 76�Adami Chazawi, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2001, hal 99�
��
�
Dengan demikian pemidanaan terhadap Notaris dapat terjadi
apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :10
1. Adanya tindakan hukum dari Notaris terhadap aspek-aspek formal akta yang dengan sengaja dan penuh kesadaran serta keinsyafan dan direncanakan bahwa akta yang dibuat dihadapan dan oleh Notaris bersama-sama dengan penghadap (sepakat) untuk dijadikan dasar untuk melakukan suatu tindak pidana;
2. Ada tindakan hukum dari Notaris dalam membuat akta dihadapan atau oleh Notaris yang dapat diukur berdasarkan UUJN dirasakan tidak sesuai; dan
3. Tindakan Notaris tersebut tidak sesuai menurut instansi yang berwenang (untuk menilai tindakan Notaris, dalam hal ini Majelis Pengawas Notaris).
Jadi apabila hendak mempidanakan notaris namun tanpa
melakukan pembuktian yang sangat mendalam hingga menemukan unsur
kesalahan atau kesengajaan yang dapat dikaitkan dengan notaris, itu
merupakan suatu tindakan tanpa dasar hukum dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.11
Sebagai contoh sebuah tindak pidana memalsukan akta otentik
yang menyebutkanbahwa Notaris bersangkutan sebagai pelaku Pemalsuan
Surat (Akta Otentik),Penulis mengkaji permasalahan hukum yangterjadi di
Surakarta dengan hasil Putusan PengadilanPerkara Tindak Pidana Nomor
Perkara : 141/Pid.B/2009/PN.Ska jo No.167/Pid/2010/PT.Smg jo 1860
K/PID/2010.
��������������������������������������������������������������Habib Adjie, Op.Cit, h 30�11 Herlien Budiono,Pertanggungjawaban Notaris Berdasarkan Undang-Undang No.30
Tahun 2004(Dilema Notaris Diantara Negar, Masyarakat, Pasar)” Renvoi, No.4.28.III.3 September 2005, h 37�
��
�
Mulanya perkara ini merupakan sebuahgugatan dengan Pengugat
bernama Agus Sutanto dengan Nomor Perkara No.10/Pdt.G/2006/PN.Ska
jo No.35/Pdt/2007/PT.Smg jo No.617 K/Pdt/2008, dimana Tjondro
Santoso, S.H (selaku Notaris pembuat akta yang menimbulkan sengketa)
sebagai salah satu Tergugatnya yang menghasilkan putusan
berupaMenolak Gugatan atas nama Penggugat Agus Sutanto. Putusan ini
telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
Kemudian oleh Pengugat diajukan kembali sebagai Perkara Pidana,dimana
setelah melalui tiga tahap persidangan menghasilkan Putusan berbeda.Pada
Tingkat Pengadilan Negeri dinyatakan bersalah dengan Pidana Penjara
selama 2 (dua) tahun, pada Tingkat Pengadilan Tinggi dengan putusan
yang sama yaitu bersalah dengan hukuman Pidana Penjara selama 1 (satu)
tahun dan 6 (enam) bulan namun pada Tingkat Kasasi Pengadilan
memberikanPutusan Akhir adalah membebaskan Terdakawa Tjondro
Santoso, S.H dari segala tuntutan hukum.
Pada kasus ini dijelaskan secara singkat, kejadian bermulaatas
laporan dari seorang bernama Agus Sutanto (Pelapor) kepada pihak
kepolisian POLDA Jawa Tengah No.Pol : LP/98/VII/2006 tertanggal 19
Juli 2006, tentang dugaan adanya persekongkolan dalam pemalsuan
sebuah akta dan kemudian berdasarkan laporan tersebut Penyidik POLDA
Jawa Tengah menetapkan3 orang Tersangka, yaitu : Anne Patricia Sutanto,
Yunita Koeswoyo dan Notaris Tjondro Santoso, S.H.. Dengan kronologi
kejadian sebagai berikut, pada tanggal 6 Januari 2006 Notaris Tjondro
Santoso, S.H bertempat dikantor Notaris Jl.Mr.Muh Yamin No.114
�
�
Surakarta, ditemui oleh dua orang wanita dalam kurun waktu berbeda
namun memiliki keinginan sama yaitu meminta untuk dibuatkan Akta.
Pukul 11.30 WIB, Yunita Koeswoyo (Pemohon) datang menemui Notaris
Tjondro Santoso, S.H., meminta dibuatkan sebuah aktamengenai
PernyataanKeputusanRapat (PKR) PT.Indo Veneer Utama penyesuaian
Anggaran Dasardan Anggaran Rumah Tanggadengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun1995 tentang Peseroan Terbatas.Kemudian oleh Notaris
dibuatkan Akta No.2 tanggal 6 Januari 2006 tentang Perubahan Anggaran
Dasar PT. Indo Veneer Utama penyesuaian terhadap Undang-Undang
Nomor1 tahun1995 tentang Peseroan Terbatas. Kemudian padaPukul
14.30 WIB datang Anne Patricia Sutanto (Pemohon) dari perusahaan yang
sama dengan pemohon sebelumnyaPT.Indo Veneer Utama, menemui
Notaris Tjondro Santoso, S.Hdan meminta untuk dibuatkan sebuah Akta
tentang Hasil Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT.
Indo Veneer Utama. Dengan alasan tersebut Notaris Tjondro Santoso,
S.H., membuatkan Akta No. 3 tanggal 6 Januari 2006 tentang Pernyataan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. Indo Veneer
Utama. Kemudian oleh Notaris Tjondro Santoso, S.H., salinan Akta No.3
tanggal 6 Januari 2006 diserahkan kepada Anne Patricia Sutanto pada
tanggal 7 Januari 2006 namun karena ada perbaikan pada bagian promise
(sebelum pokok akta) Akta No.3 tanggal 6 Januari 2006 ditarik kembali
dan dikembalikan pada tanggal 13 Januari 2006. Dengan adanya salinan
tersebut dipergunakan oleh penghadap dalam merubah speciment tanda
tanggan di Bank Mandiri Cabang Jakarta, menguasai aset dan mengambil
�
�
alih jabatan Direktur PT. Indo Veneer Utama Surakarta. Dengan alasan
tersebut Pelapor yang semula merupakan pemegang saham merangkap
Komisaris PT. Indo Veneer Utama merasa dirugikan baik secara materiil
maupun hak lainnya sebagai Komisaris PT.Indo Veneer Utama yang juga
telah dirubah secara sepihak oleh Pengurus yang baru, dan melaporkan
kepada yang berwajib guna pengusutan lebih lanjut.
Dengan adanya laporan tersebut kemudian ketiga
Tersangkadiproses sesuai hukum yang berlaku. Kepada Tersangka Anne
Patricia Sutanto, setelah berkas perkaranya oleh Penyidik dilimpahkan
pada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan oleh Jaksa pada Kejaksaan
Tinggi Jawa Tengah ditetapkan sebagai Terdakwa dengan Nomor Perkara
No. 343/Pid.B/2007/PN.Ska. Yang dalam perkara tersebut Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Surakarta memutuskan Terdakwa Tidak Bersalah dan
dibebaskan dari segala dakwaan Jaksa Penuntut Umun yang dikuatkan
dengan Putusan Mahkamah Agung R.I No. 914 K/Pid/2008. Dan dengan
adanya putusan bebas atas nama Terdakwa Anne Patricia Sutanto dan
mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) kemudian
terhadap Tersangka Yunita Koeswoyo oleh POLDA Jawa Tengah
berdasarkan Surat DIRESKRIM POLDA JATENG No. Pol : B/115 b/ XII/
2008/RESKRIM tanggal 15 Desember 2008 menerbitkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP.3). Sementara disisi lain berkas perkara
dengan Tersangka Notaris Tjondro Santoso, S.H yang oleh Penyidik
dilimpahkan pada Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dan oleh Jaksa
dinyatakan P.21 (berkas lengkap) dan menjadikan Notaris Tjondro
���
�
Santoso, S.H sebagai Terdakwa pada tanggal 17 September 2008 yang
dianggap sebagai Pelaku Tunggal oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU)
dengan isi dakwaan Memalsukan Akta Otentik. Dengan pertimbangan :
bahwa Notaris Tjondro Santoso, S.H dalam membuat kedua akta telah memasukan keterangan palsu atau keterangan yang tidak benar yang mana dalam akta No.2 tanggal 6 Januari 2006 oleh Notaris Tjondro Santoso, S.H telah dicantumkan kalimat / kata-kata telah mendapatkan pengesahan dari pihak berwajib, padahal yang sebenarnya akta No.2 tanggal 6 Januari 2006 tersebut belum mendapat pengesahan dari pihak yang berwajib dan belum jadi, baru mendapat pengesahan pada tanggal 16 Maret 200612
Sementara yang sebenarnya Akta No.2 tanggal 06 Januari 2006 baru
mendapatkan pengesahan pada tanggal 16 Maret 2006.Berdasarkan
pertimbangan tersebut kemudian JPU mendakwa Tjondro Santoso sebagai
pelaku tunggal dalam kasus ini.
Dalam perkara iniMajelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta
menghasilkan Putusan dengan Nomor Perkara141/Pid.B/2009/PN.Ska,
menyatakan bahwa Terdakwa yang bernama Tjondro Santoso memenuhi
unsur pada Pasal 264 ayat (1) ke – 1 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) sehingga
dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana Memalsukan AktaOtentik
dan menghukum Terdakwa dengan Pidana Penjara selama 2 (dua) tahun.
Kemudian pendapat yang sama dinyatakan dalam Putusan Majelis Hakim
Pengadilan Tinggi Semarang dengan Nomor Perkara167/Pid/2010/PT.Smg
dimana menyatakan bahwa Terdakwa yang bernama Tjondro Santoso,
bersalah melakukan tindak pidana Memalsukan AktaOtentik dan
menghukum Terdakwa dengan Pidana Penjara selama 1 (satu) tahun dan 6
(enam) bulan. Namun pendapat berbeda disampaikan dalam Putusan
������������������������������������������������������������12 Putusan No. 141/Pid.B/2009/PN.Ska, h 4�
���
�
Majelis Hakim tingkat Kasasi dengan Nomor Perkara No.1860 K/Pid/2010
Terdakwa yang bernama Tjondro Santosodinyatakan Tidak Bersalah dan
Dibebaskan dari seluruh dakwaan dengan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut :13
1. Bahwa sebagaimana tersebut dalam Undang-Undang Jabatan Notaris No.30 tahun 2004 dalam Pasal 15 ayat (1), maka akta yang dibuat oleh Notaris, adalah berdasarkan kemauan para penghadap, sehingga dalam pembuatan akta tersebut seorang Notaris sama sekali tidak mempunyai kepentingan apapun terhadap isi dari akta dibuatnya, oleh karena semua isi dan materi dari akta tersebut adalah menjadi tanggungjawab dari pada penghadap;
2. Bahwa terhadap kasus a quo dimana Terdakwa sebagai Notaris yang telah membuat akta No. 3 tanggal 6 Januari 2006 yang para pihaknya adalah Ny. Anne Patricia Sutanto dan Tuan Andi Sutanto telah membuat akta tentang Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT. Indo Veneer Utama, yang dalam ketentuan/syaratnya ditentukan secara tegas bahwa “PT. Indo Veneer Utama yang berkedudukan di Surakarta yang Anggaran Dasarnya telah memperoleh pengesahan dari pihak yang berwajib” (halaman 4 akta No. 2 tanggal 6 Januari 2006 dan Isi akta halaman 3 akta No.3). Jadi yang dicantumkan oleh Terdakwa sebagai Notaris yang telah mendapatkan pengesahan dari pihak yang berwajib adalah Akta Pendirian yang merupakan Anggaran Dasar PT. Indo Veneer Utama yang dibuat oleh Notaris secara lengkap termuat dalam akta Notaris yang dibuat oleh Terdakwa, jadi bukan mengenai akta No.2 atau No. 3 yang telah mendapatkan pengesahan dari pihak yang berwajib, seperti yang uraian dakwaan JPU;
3. Bahwa dengan demikian pada kasus a quo tidak terbukti bersalah adanya kesalahan dari Terdakwa, sebab yang terjadi adalah salah penafsiran tentang pengesahan dari akta itu sendiri yang terbit tanggal 16 Maret 2006 (akta No. 2), namun yang dimaksud dalam akta No. 3 adalah tentang Akta Pendirian yang merupakan Anggaran Dasar PT Indo Veneer Utama, karenanya Terdakwa tidak terdapat unsure kesalahannya, untuk itu harus dibebaskan (Glen Straff Zonder Schuld).
C. Rumusan Masalah
������������������������������������������������������������13 Putusan Mahkamah Agung No. 1860 K/Pid/2010, H 50-51.�
���
�
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut, maka rumasan masalah
yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
Apakah notaris dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dalam
menjalankan tugas tanggungjawab dan kewenangan profesi ?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada tujuan penelitian yang ingin
diungkapkan adalah sebagai berikut :
Ingin mengetahui kemungkinan dalam menjalankan tugasnya
Notaris dapat dipertanggungjawaban menurut hukum Pidana.
E. Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini diharapkan dapat berguna dalam hal-hal sebagai
berikut, yaitu :
1. Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk memberikan
sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum serta sebagai
tambahan referensi dalam penelitian lain yang sejenis dengandasar
permasalahan yang sama,sehingga berguna bagi perkembangan Ilmu
Hukum dikemudian hari khususnya yang berkaitan profesi hukum
bidang Kenotariatan.
2. Praktis
���
�
Diharapkan dengan adanya skipsi ini dapat menjadi dasar
acuan atau pedoman atau pertimbangan atau masukan yang
berguna bagi :
a. Mahasiswa, yang hendak melakukan penelitian terhadap
topik mengenai pertanggungjawaban pidana terhadap
Notaris.
b. Penegak Hukum, dalam proses penyelesaian perkara
hukum terhadap Notaris terkait pertanggungjawaban
pidana atas akta yang dibuatnya.
c. Pemerintah serta pembuat Undang-Undang, dalam
menetapkan dasar aturan serta sanksi terkait
pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh
Notaris.
F. Metode Penelitian
Metodelogi penelitian merupakan proses-proses yang menjadi syarat
utama bagi kegiatan penulisan ilmiah sebagai bentuk upaya untuk
menghasilkan jawaban yang tepat atas rumusan masalah yang menjadi dasar
penelitian.
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini Penulis menggunakan pendekatan Yuridis
Normatif yang mengacu pada norma-norma hukum yang
terdapat dalam Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan-
���
�
Putusan Pengadilan serta norma-norma hukum yang berlaku
didalam lingkungan masyarakat.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang menggunakan
Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan Teori-
Teori Hukum yang menjadi objek penelitian. Demikian juga
hukum dalam pelaksanaannya didalam lingkup masyarakat yang
berkenaan dengan objek penelitian.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini Penulis menggunakan Data Sekunder
dengan maksud yaitu data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek
penelitian. Dalam penelitian ini data sekunder yang penulis
gunakan dibagi dua, yaitu :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer adalah bahan-bahan hukum
yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan objek penelitian. Dalam hal ini, bahan
hukum primer yang Penulis gunakan adalah :
1) Undang�Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang
Jabatan Notaris
2) Kitab Undang�Undang Hukum Pidana
���
�
3) Kitab Undang�Undang Hukum Perdata
4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang
Peseroan Terbatas.
5) Putusan Pengadilan Negeri SurakartaNomor Perkara
141/Pid.B/2009/PN.Ska.
6) Putusan Pengadilan Tinggi SemarangNomor Perkara
161/Pid/2010/PT.Smg.
7) Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor Perkara
1860K/Pid/2010.
b. Bahan Sekunder
Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu serta
menganalisis. :
1) Buku�buku Hukum
2) Kamus�kamus Hukum
3) Copyan Akte Notaris No.2 tanggal 6 Januari 2006
4) Copyan Akte Notaris No.3 tanggal 6 Januari 2006
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini Penulis menggunakan metode penelitian
kepustakaan dengan data yang diperoleh melalui penelitian
kepustakaan yang bersumber dari Peraturan Perundangan, buku,
dokumen resmi, publikasi dan hasil penelitian.
���
�
G. Unit Amatan dan Analisa
1. Unit Amatan
Yang menjadi unit amatan pada penelitian ini adalah :
a. Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor Perkara
141/Pid.B/2009/PN.Ska
b. Putusan Pengadilan Tinggi SemarangNomor Perkara
161/Pid/2010/PT.Smg.
c. Putusan Mahkamah Agung R.I Nomor Perkara 1860
K/Pid/2010.
d. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris.
e. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Unit Analisa
Yang menjadi unit analisa pada penelitian ini adalah pertimbangan
Hakim berkaitan dengan pertanggungjawaban Pidana Notaris
didalam Putusan Perkara No.141/Pid.B/2009/PN.Ska jo
No.167/Pid/2010/PT.Smg jo No.1860 K/Pid/2010.
�