BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, RAPAT UMUM … TESIS... · para notaris adalah pegawai VOC...
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, RAPAT UMUM … TESIS... · para notaris adalah pegawai VOC...
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG NOTARIS, RAPAT UMUM PEMEGANG
SAHAM, DAN TELEKONFERENSI
2.1. NOTARIS
2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Notaris
Munculnya lembaga notaris dilandasi kebutuhan akan suatu alat bukti yang
mengikat selain alat bukti saksi. Pertanyaan dari mana asalnya notariat dahulu, hingga
sekarang belum dapat terjawab baik oleh para ahli sejarah maupun oleh para sarjana
lainnya. Dalam banyak literatur seringkali dicatat, bahwa ketika Kaisar Yustisianus
(Romawi) berkuasa, mulai dipikirkan tentang adanya alat bukti lain yang mengikat,
mengikat alat bukti saksi kurang memadai lagi sebab sesuai dengan perkembangan
masyarakat perjanjian-perjanjian yang dilaksanakan anggota masyarakat semakin rumit
dan kompleks. Suatu perjanjian bisa saja dibuat dengan waktu yang sangat panjang dan
melebihi umur pihak (manusia) yang melakukan perjanjian. Untuk menutupi kelemahan
alat bukti saksi ini maka diadakan suatu alat bukti tertulis.1
Kata notaris berasal dari kata nota literaria yang artinya menyatakan suatu
perkataan yaitu tanda tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk menuliskan atau
menggambarkan ungkapan kalimat yang disampaikan nara sumber.2 Tanda atau
karakter yang dimaksud adalah tanda yang dipakai dalam penulisan cepat. Pada awalnya
jabatan notaris hakikatnya adalah sebagai pejabat umum yang ditugaskan oleh
kekuasaan umum untuk melayani kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang
1Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal. 7
2Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal. 8
41
memberikan kepastian hubungan hukum keperdataan. Jadi, sepanjang alat bukti autentik
tetap diperlukan oleh sistem hukum negara maka jabatan notaris akan tetap diperlukan
eksistensinya di tengah masyarakat.3
Sejarah dari lembaga Notaris berasal dari Italia Utara pada abad ke 11 atau 12
sebelum masehi, yang pada saat itu Italia Utara merupakan pusat perdagangan yang
sangat berkuasa. Daerah inilah yang merupakan tempat asal dari lembaga Notariat yang
kemudian dikenal dengan nama “Latijnse Notariaat” dan karakteristik ataupun ciri-ciri
dari lembaga ini yang kemudian tercermin dalam diri Notaris saat ini yakni :
1) diangkat oleh penguasa umum;
2) untuk kepentingan masyarakat umum dan;
3) menerima uang jasanya (honorarium) dari masyarakat umum.4
Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul dari
kebutuhan dalam pergaulan masyarakat berkenaan dengan hubungan hukum
keperdataan antara sesama individu yang membutuhkan suatu alat bukti diantara
mereka. Para pengabdi dari lembaga ini ditugaskan oleh kekuasaan umum (openbaar
gezaag) bilamana masyarakat menghendaki atau bila undang-undang mengharuskan
untuk membuat alat bukti tertulis yang mempunyai kekuatan otentik.
Keberadaan jabatan Notaris pertama kali di Indonesia pada tanggal 27 Agustus
1620 dengan diangkatnya seorang Belanda bernama Melchior Kerchem (Kerchem)
yang merupakan seorang sekretaris dari “College van Schepenen” di Jacatra, beberapa
3G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta,
hal. 41 4Ibid, hal. 3
bulan setelah Jacatra dijadikan sebagai Ibukota (tanggal 4 Maret 1621 dinamakan
Batamelalui media). Kerchem ditugaskan untuk kepentingan publik khususnya
berkaitan dengan pendaftaran semua dokumen dan akta yang telah dibuatnya. Awalnya,
para notaris adalah pegawai VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) sehingga
tidak memiliki kebebasan dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum yang
melayani masyarakat. Baru sesudah tahun 1650 Notaris benar-benar diberikan
kebebasan dalam menjalankan tugasnya dan melarang para prokureur mencampuri
pekerjaan kenotariatan.
Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 pemerintah tidak segera
mengembangkan konsep peraturan baru terkait keberadaan Notaris di Indonesia.
Keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal 2 Aturan
Peralihan (AP) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu “segala peraturan perundang-
undangan yang masih ada tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini”. Berdasarkan ketentuan dalam ketentuan Pasal 2 Aturan
Peralihan (AP) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, Reglement op Het Notaris Arnbt
in Nederlands Indie (Stbl. 1860 : 3) tetap diberlakukan, sehingga Peraturan Jabatan
Notaris yang berlaku sejak tahun 1860 terus dipakai sebagai satu-satunya undang-
undang yang mengatur kenotariatan di Indonesia sampai tahun 2004. Sejak tahun 1948
kewenangan pengangkatan Notaris dilakukan oleh Menteri Kehakiman (sekarang
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia), berdasarkan Peraturan Pemerintah Tahun
1948 Nomor 60, tanggal 30 Oktober 1948 Tentang Lapangan Pekerjaan, Susunan,
Pimpinan, dan Tugas Kewajiban Kementrian Kehakiman.
Perubahan terhadap Peraturan Jabatan Notaris baru dapat terlaksana sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004, tentang Jabatan Notaris pada
tanggal 6 Oktober 2004 yang berlaku secara serta merta maka Peraturan Jabatan Notaris
di Indonesia berdasarkan ord.stbl 1860 Nomor 3 yang berlaku sejak tanggal 1 juli 1860
sudah tidak berlaku lagi. Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN), pada tanggal 6 Oktober 2004
tersebut maka berdasarkan ketentuan dalam Pasal 91 UUJN telah mencabut dan
menyatakan tidak berlaku lagi :
1) Reglement op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah
terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945 Nomor 101;
2) Ordonantie 16 September 1931 Tentang Honorarium Notaris;
3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1954 Tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris
Sementara (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 700);
4) Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4379); dan
5) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 Tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.
Ditegaskan dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN), bahwa Undang-Undang Jabatan
Notaris merupakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara menyeluruh dalam
satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris sehingga dapat tercipta
suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk di wilayah Negara Republik
Indonesia. UUJN menjadi satu-satunya undang-undang yang mengatur tentang Jabatan
Notaris di Indonesia sejak diundangkan pada tanggal 6 Oktober 2004. Menurut
ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUJN menyatakan bahwa : “bahwa
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.”
Notaris dalam UUJN dikualifikasikan sebagai pejabat umum, tapi kualifikasi
Notaris sebagai Pejabat Umum, tidak hanya untuk Notaris saja, karena sekarang ini
seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga diberi kualifikasi sebagai Pejabat
Umum dan Pejabat Lelang. Pemberian kualifikasi sebagai pejabat umum kepada pejabat
lain selain kepada Notaris, bertolak belakang dengan makna dari Pejabat Umum itu
sendiri, karena seperti PPAT hanya membuat akta-akta tertentu saja yang berkaitan
dengan pertanahan dengan jenis akta yang sudah ditentukan, dan Pejabat Lelang hanya
untuk lelang saja.5
Istilah pejabat umum merupakan terjemahan dari istilah openbare Ambtenaren
yang terdapat dalam ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan:
Eene authentieke acte is de zoodanige welke in de wettelijken vorn is verleden, door of
ten overstaan van openbare ambtenaren die daartoe bevoegd zijn ter plaatse alwaar
zuiks is geschied.
(Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-
undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu
dibuat).
5Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 13
Openbare Ambtenaren yang diterjemahkan sebagai Pejabat Umum diartikan
sebagai pejabat yang diserahi tugas untuk membuat akta otentik yang melayani
kepentingan publik, dan kualifikasi seperti itu diberikan kepada Notaris. Maka
berdasarkan ketentuan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut,
untuk dapat membuat suatu akta otentik seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai
pejabat umum. Namun dalam Pasal 1868 itu tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai
siapa yang dimaksud sebagai pejabat umum tersebut.
Menurut kamus hukum salah satu arti dari Ambtenaren adalah Pejabat. Dengan
demikian Openbare Ambtenaren adalah pejabat yang mempunyai tugas yang bertalian
dengan kepentingan publik, sehingga tepat jika Openbare Ambtenaren diartikan sebagai
Pejabat Publik. Khusus berkaitan dengan Openbare Ambtenaren yang diterjemahkan
sebagai Pejabat Umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi tugas untuk membuat
akta otentik yang melayani kepentingan publik, dan kualifikasi seperti itu diberikan
kepada Notaris.6
Menurut Matome M. Ratiba dalam bukunya Convecaying Law for Paralegals
and Law Students menyebutkan : “Notary is a qualified attorneys which is admitted by
the court and is an officer of the court in both his office as notary and attorney and as
notary he enjoys special privileges.”7 Terjemahannya yaitu Notaris adalah pengacara
yang berkualifikasi yang diakui oleh pengadilan dan petugas pengadilan baik di kantor
sebagai notaris dan pengacara dan sebagai notaris ia menikmati hak-hak istimewa.
6Habib Adjie, 2009, Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia, Mandar Maju,
Bandung, (selanjutnya disebut Habib Adjie II) hal. 16 7Matome M. Ratiba, 2013, Convecaying Law For Paralegals And Law
Students, bookboon, USA, page. 28
Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa
hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi
tercapainya kepastian hukum. Beberapa ketentuan dalam UUJN sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu dilakukan
perubahan, oleh karena itu pemerintah kemudian mengesahkan perubahan UUJN
melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN
Perubahan). Pengertian mengenai Notaris dalam Pasal 1 angka 1 yaitu : “Notaris adalah
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-
undang lainnya.” Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki
untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan
aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang
pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan
kepada pejabat atau orang lain.8
Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara.
Menempatkan Notaris sebagai Jabatan merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas
yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu
(kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu lingkungan
8Habib Adjie I, Loc.Cit, hal. 21
pekerjaan tetap. Sebagai pejabat umum, notaris : (a) berjiwa pancasila; (b) taat kepada
hukum, sumpah jabatan, Kode Etik Notaris; (c) berbahasa Indonesia yang baik.9
Sehingga segala tingkah laku notaris baik di dalam ataupun di luar menjalankan
jabatannya harus selalu memperhatikan peraturan hukum yang berlaku, dan yang tidak
kalah penting juga Kode Etik Notaris.
1.1.1 Kewajiban, Kewenangan Notaris dan Larangan Notaris
Notaris sebagai Jabatan dan Profesi yang terhormat Notaris mempunyai
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan baik berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang khusus mengatur mengenai Notaris, yaitu Undang-Undang Jabatan
Notaris maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang harus ditaati oleh Notaris,
misalnya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Notaris
diangkat oleh penguasa untuk kepentingan publik. Wewenang dari Notaris diberikan
oleh undang-undang untuk kepentingan publik bukan untuk kepentingan diri Notaris
sendiri. Oleh karena itu kewajiban-kewajiban Notaris adalah kewajiban jabatan.
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang Notaris sebagaimana tercantum
dalam ketentuan Pasal 16 UUJN Perubahan yaitu:
(1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib:
a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan
pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari
Protokol Notaris;
c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta;
d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
9Abdulkadir Muhammad, 2006, Etika Profesi Hukum, cet 3, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 89
e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada
alasan untuk menolaknya;
f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-
undang menentukan lain;
g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak
lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu
buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah
Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat
berharga;
i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan
Akta setiap bulan;
j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang
berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari
pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;
k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan
pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua)
orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah
tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan
n. menerima magang calon Notaris. (2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in
originali.
Diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 16 A
sehingga berbunyi sebagai berikut:
(1) Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a.
(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Notaris juga wajib
merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan Akta.”
Dasar pelaksanaan jabatan Notaris tidak bisa dilepaskan dari ketentuan dasar
dalam Pasal-Pasal tersebut diatas yang mengatur mengenai kewenangan dan jabatan
Notaris. Bila hal tersebut tidak diterapkan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya,
maka sudah dapat dipastikan Notaris tersebut sangat rawan dan dekat dengan
pelanggaran jabatan dan dapat berakibat pada keabsahan ataupun keotentikan dari akta
yang dibuatnya maupun pada dirinya sendiri yang dapat dikenakan sanksi akibat
perbuatannya tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi dari kata wewenang adalah
hak dan kekuasaan untuk bertindak. Sedangkan definisi dari kata kewenangan adalah
hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.10
Wewenang notaris pada
prinsipnya merupakan wewenang yang bersifat umum, artinya wewenang ini meliputi
pembuatan segala jenis akta kecuali yang dikecualikan tidak dibuat oleh notaris. Dengan
kata lain, pejabat-pejabat lain selain notaris hanya mempunyai kewenangan membuat
akta tertentu saja dan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya.
Notaris mendapatkan kewenangannya secara atribusi atau bersifat atributif,
karena diperoleh berdasarkan undang-undang, dalam hal ini UUJN, bukan berasal dari
lembaga lain, seperti Departemen Hukum dan Hak asasi Manusia. Mengenai
kewenangan notaris berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Pasal 15 UUJN
Perubahan dinyatakan bahwa :
(1) Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse,
salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
10
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, hal. 1128
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula:
a. mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat Akta risalah lelang.
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Wewenang Notaris sebagaimana tersebut diatas merupakan wewenang umum,
sepanjang tidak dikecualikan kepada pejabat lain menurut Undang-Undang Jabatan
Notaris dapat membuat akta yang bersangkutan. Kewenangan notaris dalam pembuatan
akta otentik ini, adalah dalam arti “verleijden”, yaitu menyusun, membacakan dan
menandatangani. Bukan semata-mata hanya “opmaken” yang berarti membuat. Oleh
karena itu kewenangan notaris dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN Perubahan haruslah
dihubungkan dengan Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
1. Akta harus dibuat oleh (door) atau dihadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum:
2. Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
3. Pejabat Umum oleh/atau dihadapan siapa akta dibuat harus mempunyai wewenang
untuk membuat akta yang bersangkutan.11
Larangan notaris merupakan suatu tindakan yang dilarang untuk dilakukan
oleh notaris. Larangan bagi Notaris diatur dalam ketentuan Pasal 17 UUJN Perubahan
yang menyatakan bahwa :
(1) Notaris dilarang:
a. menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
11
Habib Adjie 2009, Meneropong Khazanah Notaris dan PPAT Indonesia
(Kumpulan Tulisan Tentang Notaris dan PPAT), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
(selanjutnya disebut Habib Adjie III), hal. 14
b. meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa
alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai negeri;
d. merangkap jabatan sebagai pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai advokat;
f. merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan
usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas
II di luar tempat kedudukan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau
kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.
(2) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai
sanksi berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat.”
Dalam hal ini, ada suatu tindakan yang perlu ditegaskan mengenai
substansi Pasal 17 huruf b, yaitu meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari tujuh hari
berturut-turut tanpa alasan yang sah. Menurut Pasal 18 UUJN Perubahan notaris
mempunyai wilayah jabatan satu provinsi dan mempunyai tempat kedudukan pada satu
kota atau kabupaten pada provinsi tersebut, yang sebenarnya dilarang adalah
meninggalkan wilayah jabatannya (provinsi) lebih dari tujuh hari kerja.12
Dengan
demikian, maka dapat ditafsirkan bahwa notaris tidak dilarang untuk meninggalkan
wilayah kedudukan notaris (kota/kabupaten) lebih dari tujuh hari kerja.
1.1.2 Pengertian dan Jenis-jenis Akta Notaris
Hukum pembuktian mengenal adanya alat bukti berupa surat sebagai alat bukti
tertulis. Surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan
untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.
12
Habib Adjie I, Op.Cit, hal. 91
Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta dan
surat-surat yang bukan akta. Sedangkan akta dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik
dan akta dibawah tangan. Membuat akta otentik inilah merupakan pekerjaan pokok
sekaligus wewenang notaris.13
Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan,
keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan
yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Berdasarkan bentuknya akta
terbagi menjadi atas akta otentik dan akta dibawah tangan. Dasar hukumnya adalah
Pasal 1867 KUHPerdata yaitu pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-
tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.
1. Akta otentik
Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk
itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan
maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan, yang mencatat apa yang dimintakan
untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik terutama memuat
keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat di
hadapannya. Dalam Pasal 165 HIR dan 285 Rbg, akta otentik adalah suatu akta yang
dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti
yang lengkap antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat hak
daripadanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan sebagai pemberitahuan
belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu berhubungan dengan
13
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal. 17
perihal pada akta itu. Pejabat yang dimaksudkan antara lain ialah Notaris, Panitera,
Jurusita, Pegawai Pencatat Sipil, Hakim dan sebagainya. Menurut C.A Kraan
sebagaimana dikutip oleh Herlien Soerojo, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti
dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh
pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya
ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.
b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang
berwenang.
c. Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut
mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan
mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan atau
jabatan pejabat yang membuatnya)
d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang
mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya.
e. Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah hubungan hukum
di dalam bidang hukum privat.14
2. Akta Dibawah Tangan
Dalam Pasal 1874 KUHPerdata, menyatakan bahwa yang dianggap sebagai
tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar,
14
Herlien Soerojo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia,
Arkola, Surabaya, hal. 148
surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantara
seorang pejabat umum. Adapun yang termasuk akta dibawah tangan adalah :
a. Legalisasi, yaitu akta dibawah tangan yang belum ditandatangani, diberikan pada
Notaris dan dihadapan Notaris ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan,
setelah isi akta dijelaskan oleh Notaris kepada mereka. Pada legalisasi, tanda tangannya
dilakukan dihadapan yang melegalisasi.
b. Waarmerken, yaitu akta dibawah tangan yang didaftarkan untuk memberikan tanggal
yang pasti. Akta yang sudah ditandatangani diberikan kepada Notaris untuk didaftarkan
dan beri tanggal yang pasti. Pada waarmerken tidak menjelaskan mengenai siapa yang
menandatangani dan apakah penandatangan memahami isi akta. Hanya mempunyai
kepastian tanggal saja dan tidak ada kepastian tanda tangan.
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 7 UUJN Perubahan
menyatakan bahwa : “Akta Notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta autentik
yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan
oleh undang-undang ini.” Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1 angka 8 UUJN
Perubahan menyatakan bahwa : “Minuta akta adalah asli akta yang mencantumkan
tandatangan para penghadap, saksi dan Notaris yang disimpan sebagai bagian dari
Protokol Notaris.” Akta-akta yang dibuat oleh notaris dapat merupakan :
(1) Akta Relaas
suatu akta yang memuat ”relaas” atau yang menguraikan secara otentik suatu tindakan
yang dilakukan ataupun suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh notaris itu
sendiri dalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris. Akta yang dibuat sedemikian
dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan
Akta yang dibuat “oleh” (door) Notaris (sebagai pejabat umum).15
Termasuk dalam
“Akta Relaas” antara lain Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham dalam perseroan
terbatas, akta pencatatan budel, dan akta-akta lainnya yang berkenaan dengan “Akta
Relaas”.
(2) Akta Partij
Sedangkan terkait dengan “Akta Partij” termasuk akta yang memuat perjanjian hibah,
jual-beli, akta pernyataan keputusan rapat (tidak termasuk penjualan dimuka umum atau
lelang), kemauan terakhir dari penghadap (wasiat), kuasa dan lain sebagainya.
Pembuatan akta Notaris baik “Akta Relaas” atau “akta pejabat“ maupun “Akta Partij”,
pada hakekatnya yang menjadi dasar dalam pembuatan akta notaris adalah keinginan
atau kehendak (wilsvorming) dan permintaan dari para pihak, jika keinginan dan
permintaan dari para pihak tidak ada, maka notaris tidak akan membuat akta yang
dimaksud.
Akta Notaris adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris menurut
KUH Perdata Pasal 1870 dan HIR Pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan
pembuktian mutlak dan mengikat. Akta Notaris merupakan bukti yang sempurna
sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lain selama ketidakbenarannya
tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan KUH Perdata Pasal 1866 dan HIR 165, akta notaris
merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian yang utama sehingga dokumen ini
15
G.H.S Lumban Tobing, Op.Cit,hal. 51
merupakan alat bukti persidangan yang memiliki kedudukan yang sangat penting.
Akta-akta yang boleh dibuat oleh Notaris:
(1) Pendirian Perseroan Terbatas (PT), perubahan juga Risalah Rapat Umum Pemegang
Saham.
(2) Pendirian Yayasan
(3) Pendirian Badan Usaha - Badan Usaha lainnya
(4) Kuasa untuk Menjual
(5) Perjanjian Sewa Menyewa, Perjanjian Jual Beli
(6) Keterangan Hak Waris
(7) Wasiat
(8) Pendirian CV termasuk perubahannya
(9) Pengakuan Utang, Perjanjian Kredit dan Pemberian Hak Tanggungan
(10) Perjanjian Kerjasama, Kontrak Kerja
(11) Segala bentuk perjanjian yang tidak dikecualikan kepada pejabat lain.16
Pekerjan notaris untuk mengkonstatir maksud dan kehendak para pihak harus
berangkat dari pengertian dan definisi yang disepakati para pihak agar tidak
menimbulkan norma yang kabur atau makna berganda atau bahkan saling bertentangan
antara isi dari satu pasal dengan pasal lainya dalam akta otentik tersebut. Salah satu
fungsi notaris, walaupun bukan sebagai aparat penegak hukum mempunyai kedudukan
yang sangat berperan dan strategis dalam bidang hukum perdata yaitu membantu
mempercepat tugas hakim dalam mencari kebenaran formil (formel warheid). Dengan
16
Wikipedia Ensiklopedi Bebas, Akta Notaris,
http://id.wikipedia.org/wiki/Akta_Notaris, diunduh pada 25 Maret 2015
isi/materi yang jelas (tidak bertentangan, tidak kabur) dalam suatu akta otentik, maka
hakim cukup menimbang bahwa terhadap suatu kasus apabila telah dipenuhi batas
minimal pembuktiannya dapatlah diambil suatu keputusan.17
Akta notaris menurut ketentuan yang diatur dalam UUJN terdiri atas (1) awal
akta atau kepala akta; (2) badan akta; (3) akhir atau penutup akta hal ini sebagaimana
tercantum dalam Pasal 38 ayat (1) UUJN Perubahan. Kemudian dalam ketentuan Pasal
38 ayat (2), (3) dan (4) UUJN Perubahan menyatakan bahwa :
(2) awal Akta atau kepala akta memuat:
a. judul akta;
b. nomor akta;
c. jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d. nama lengkap dan tempat kedudukan notaris.
(3) badan akta memuat:
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan,
kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan /atau orang yang mereka wakili;
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c. isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak yang berkepentingan;
dan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan dan tempat
tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4) akhir atau penutup akta memuat:
a. uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m
atau Pasal 16 ayat (7);
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan Akta
jika ada;
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat
tinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian
tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau
penggantian serta jumlah perubahannya.
17
Wawan Setiawan, Kedudukan dan Keberadaan Serta Fungsi dan Peranan
Notaris Sebagai Pejabat Umum dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Menurut Sistem
hukum di Indonesia, Ikatan Notaris Indonesia Daerah Jawa Timur, 22-23 Mei 1998, hal.
29
1.2 RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM
1.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Perseroan Terbatas (PT) tidak dapat dilepaskan dari saham, karena modal PT
tersebut berasal dari saham yang dimiliki/dikeluarkan oleh PT tersebut. Saham PT yang
dimiliki oleh PT ataupun pihak lain menentukan persentase suara dalam Rapat Umum
Pemegang Suara. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam Undang-undang
Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diatur dalam Bab VI Pasal 75-91.
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 angka 4 UUPT menyatakan bahwa “Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang
yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang
ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau anggaran dasar.” Berdasarkan pengertian
RUPS tersebut, dapat diketahui bahwa Direksi maupun Dewan Komisaris bukan
merupakan organ tertinggi dalam sebuah PT melainkan RUPS. Di dalam PT, pemegang
saham bukan merupakan pemegang kedaulatan tertinggi tetapi seringkali pemegang
saham dapat mempengaruhi kebijakan yang akan dibuat oleh PT tersebut.
Pemegang saham baru memiliki kekuasaan atas PT ketika para pemegang
saham berada dalam RUPS. Hal ini berarti kehendak bersama para pemegang saham
merupakan kehendak RUPS. Hasil RUPS merupakan kehendak PT yang paling tinggi
dan tidak dapat ditentang oleh pihak manapun kecuali keputusan RUPS tersebut
melanggar undang-undang atau melanggar akta pendirian PT/anggaran dasar. Menurut
Misahardi Wilamarta, walaupun dalam struktur PT, RUPS mempunyai kekuasaan
tertinggi namun hal tersebut bukan berarti bahwa RUPS mempuyai jenjang tertinggi di
antara organ PT tetapi sekedar memiliki kekuasaan tertinggi bila wewenang tersebut
tidak dilimpahkan kepada organ perseroan lain jadi, masing-masing organ perseroan
memiliki tugas dan wewenang yang berdiri sendiri.18
RUPS adalah organ perusahaan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
Perseroan dan memegang segala kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi dan
Dewan Komisaris. RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang
saham untuk mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam
dalam perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan Anggaran Dasar dan peraturan
perundang-undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS didasari pada kepentingan
usaha Perseroan dalam jangka panjang. Pemegang saham berhak memperoleh
keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris,
sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dalam RUPS dan tidak bertentangan
dengan kepentingan Perseroan. Mata acara rapat lain-lain tidak berhak disetujui oleh
RUPS, kecuali semua pemegang saham yang hadir atau wakilnya menyetujui adanya
penambahan mata acara rapat.19
1.2.2 Para Pihak Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Mengingat perusahaan atau badan tidak dapat menjalankan perbuatan-
perbuatan hukum selayaknya manusia, maka ia diwakili oleh pengurus yang disebut
Direksi dan Dewan Komisaris. Hal ini secara jelas dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 2
18
Mishardi Wilamarta, 2002, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka
Good Corporate Governance, PPS FHUI, Jakarta, hal. 54
19
Hukum Perseroan Terbatas, Rapat Umum Pemegang Saham,
http://www.hukumperseroanterbatas.com/tag/rups/ diunduh pada 28 April 2015
UUPT yang menyebutkan bahwa organ perseroan adalah RUPS, Direksi dan Dewan
Komisaris. Direksi adalah salah satu organ perseroan yang memiliki tanggungjawab
penuh atas pengurusan perseroan sesuai kepentingan dan tujuan perseroan. Menurut
Pasal 92 ayat (1) UUPT, Direksi wajib menjalankan perusahaan sesuai dengan
kepentingan dan tujuan perseroan. Direksi adalah organ Perseroan yang berwenang dan
bertanggungjawab atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan sesuai
dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun
di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Menurut Pasal 1 ayat (6)
UUPT, Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar serta memberi
nasehat kepada Direksi.20
Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian dan
bertanggungjawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasehat kepada
Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan
dan dengan memerhatikan ketentuan mengenai larangan dan batasan yang diberikan
dalam undang-undang, khususnya UUPT dan Anggaran Dasar PT tersebut. Dalam
konteks hukum perdata subjek hukum bisa berupa manusia, bisa juga badan
hukum/perusahaan. Badan hukum ini mempunyai tanggungjawab yang sama
sebagaimana halnya dengan orang sehingga badan atau perusahaan disebut dengan
artificial person.21
20
Gunawan Widjaja, 2008, Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris, &
Pemilik PT, Forum Sahabat, Jakarta, hal. 78 21
Ibid, hal. 78-79
RUPS adalah organ perseroan yang mewakili kepentingan seluruh pemegang
saham dalam PT tersebut. Pemegang saham ialah mereka yang ikut serta dalam modal
perseroan dengan membeli satu atau lebih saham-saham.22
Keputusan RUPS adalah sah
jika persyaratan penyelenggaraan telah dipenuhi dan dihadiri oleh para pemegang
saham dengan memenuhi ketentuan kuorum serta jumlah pemegang saham yang
ditentukan UUPT dan anggaran dasar perseroan.23
Mengenai ketentuan kuorum dalam
penyelenggaraan RUPS diatur dalam ketentuan Pasal 86 UUPT, yaitu RUPS dapat
dilangsungkan jika dalam RUPS lebih dari ½ bagian dari jumlah seluruh saham dengan
hak suara hadir atau diwakili, kecuali undang-undang dan/atau anggaran dasar
menentukan jumlah kuorum yang lebih besar. Bila ketentuan tersebut tidak tercapai,
maka dapat diadakan pemanggilan RUPS kedua.
Dalam pemanggilan RUPS kedua ini harus disebutkan bahwa RUPS pertama
telah dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum. RUPS kedua sah dan berhak
mengambil keputusan jika dalam RUPS paling sedikit 1/3 bagian dari jumlah seluruh
saham dengan hak suara hadir atau diwakili kecuali anggaran dasar menentukan jumlah
kuorum yang lebih besar. Namun jika dalam hal kuorum kedua tidak tercapai, perseroan
dapat memohon kepada ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan perseroan atas permohonan perseroan agar ditetapkan kuorum untuk RUPS
ketiga. Pemanggilan RUPS ketiga harus menyebutkan bahwa RUPS kedua telah
dilangsungkan dan tidak mencapai kuorum dan RUPS ketiga akan dilangsungkan
22
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2005, Hukum Perusahaan Indonesia
(Aspek Hukum Dalam Ekonomi), Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 98 23
Handri Raharjo, 2013, Hukum Perusahaan Step by Step Prosedur Pendirian
Perusahaan, Pustaka Yustisia, Yogjakarta, hal. 97
dengan kuorum yang telah ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri. Penetapan ketua
pengadilan negeri mengenai kuorum RUPS bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap. Pemanggilan RUPS kedua dan ketiga dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum RUPS kedua atau ketiga dilangsungkan. RUPS
kedua dan ketiga dilangsungkan dalam jangka waktu paling cepat 10 (sepuluh) hari dan
paling lambat 21 (dua puluh satu) hari setelah RUPS yang mendahuluinya
dilangsungkan. 24
Pada dasarnya, RUPS baru dapat mengambil suatu keputusan yang sah dan
mengikat Perseroan apabila dihadiri oleh seluruh Pemegang Saham atau wakilnya. Jadi,
apabila salah satu Pemegang Saham tidak hadir, yang bersangkutan bisa memberikan
kuasa kepada Pemegang Saham lainnya untuk mengeluarkan suara dalam rapat. Kuasa
tersebut bisa diberikan kepada siapa saja, asalkan dia bukan Direksi atau Dewan
Komisaris PT. Secara umum RUPS harus dilaksanakan dalam bentuk konvensional,
yaitu seluruh Pemegang Saham hadir secara fisik dan berkumpul dalam suatu tempat.
1.2.3 Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum. Dalam hukum
publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan. Kekuasaan memiliki makna yang sama
dengan wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu
Negara dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya,
24
Ibid, hal. 98-99
yaitu: a) hukum; b) kewenangan (wewenang); c) keadilan; d) kejujuran; e)
kebijakbestarian; dan f) kebajikan. Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum
yang ada (konstitusi), sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah.
Dengan demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh
sumber kewenangan tersebut.
Menurut pendapat Hardjian Rusli RUPS memiliki dua wewenang apabila
ditinjau dari pengertian dari RUPS itu sendiri yaitu:
1. Kekuasaan tertinggi dalam perseroan,
2. wewenang yang tidak diserahkan pada direksi atau komisaris.25
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki beberapa kewenangan
sebagaimana diatur dalam UUPT yaitu:
1. Pasal 19 ayat (1) UUPT tentang Perubahan anggaran dasar ditetapkan oleh RUPS.
2. Pasal 38 UUPT tentang pembelian kembali saham atau pengalihannya hanya boleh
dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
3. Pasal 41 ayat (1) UUPT tentang penambahan modal perseroan dilakukan berdasarkan
persetujuan RUPS.
4. Pasal 44 UUPT tentang pengurangan modal perseroan
5. Pasal 64 UUPT tentang memberikan persetujuan laporan tahunan dan pengesahan
laporan keuangan atau perhitungan tahunan.
25
Hardjian Rusli, 2002, Perseroan Terbatas dan Aspek Hukumnya, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, hal. 114
6. Pasal 69 ayat (1) UUPT tentang persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan
laporan keuangan serta laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris dilakukan oleh
RUPS.
7. Pasal 71 ayat (1) UUPT tentang penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah
penyisihan untuk cadangan diputuskan oleh RUPS.
8. Pasal 105 UUPT tentang penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan
9. Pasal 123 UUPT tentang penetapan pembubaran perseroan.26
RUPS juga memiliki batasan dan ruang lingkup kewenangan yang dapat
dilakukan dalam PT. Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan
oleh RUPS dalam suatu PT antara lain:
1. RUPS tidak dapat mengambil keputusan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku
dan ketentuan dalam anggaran dasar (meskipun anggaran dasar dapat dibuah dalam
RUPS asal memenuhi syarat untuk itu);
2. RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang bertentangan dengan kepentingan yang ,
oleh hukum yaitu kepentingan stake holders, seperti pemegang saham minoritas,
karyawan, kreditor, masyarakat sekitar dan lain sebagainya;
3. RUPS tidak boleh mengambil keputusan yang merupakan kewenangan dari Direksi dan
Dewan Komisaris, sejauh kedua organ perusahaan tersebut tidak menyalahgunakan
kewenagannya.27
26
Handri Rahardjo, Op.Cit, hal. 92-93 27
Munir Fuady, 2005, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, CV. Utomo,
Bandung, hal. 126-127
RUPS merupakan organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak dapat
diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
Undang-undang ini dan/anggaran dasar. Dapat disimpulkan bahwa RUPS merupakan
organ tertinggi dalam sebuah PT karena dalam RUPS inilah dibahas mengenai
perkembangan/kemajuan sebuah PT.
1.3 TELEKONFERENSI DALAM RUPS
1.3.1 Pengertian Telekonferensi
Kemajuan teknologi akhir-akhir ini menimbulkan banyak kemajuan di segala
bidang, termasuk dalam kontak seseorang dengan pihak lainnya. Aktivitas dunia maya
merupakan salah satu contoh dari perkembangan teknologi yang sedemikian pesat.
Sebenarnya aktivitas dunia maya sangat luas mencakup banyak hal dan di berbagai
bidang. Melalui media elektronik masyarakat memasuki dunia maya yang bersifat
abstrak, universal, lepas dari keadaan, tempat dan waktu.28
Disadari atau tidak kemajuan
teknologi yang merupakan hasil dari proses pembangunan telah membawa fenomena
baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia, dan tidak dapat
dipungkiri bahwa revolusi terbesar yang mengubah nasib jutaan manusia dan kehidupan
modern dewasa ini adalah ditemukannya komputer, yang segera disusul oleh
28
Efa Laela Fakhriah, 2009, Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian
Perdata, Alumni, Bandung, hal. 4
berkembang pesatnya teknologi informasi yang dapat dilihat dari hadirnya teknologi
informasi melalui internet (interconnection network).29
Hakikat terminologi telekomunikasi adalah “komunikasi jarak jauh”.
Komunikasi sendiri bersumber dari bahasa latin communis yang berarti sama. Jadi jika
kita berkomunikasi itu berarti kita mengadakan kesamaan, dalam hal ini kesamaan
pengertian atau makna. Seorang sarjana Amerika Carl I Hovland, mengemukakan
bahwa komunikasi adalah: “the process by which an induviduals (the communicator)
transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behavior of other individuals
(communicatees)”30
Proses dalam melakukan penyampaian maksud dan tujuan untuk
menyamakan kehendak itu dapat dilakukan secara langsung (face to face) atau
menggunakan sarana. Alat bantu (teknologi) dimanfaatkan sebagai sarana untuk
komunikasi jarak jauh Sarana itu dimulai dengan cara yang sederhana, seperti media
asap sampai dengan teknologi canggih yang dapat berbentuk suara, gambar, tanda,
kode, signal, atau intelegensi, baik yang melalui kabel, tanpa kabel atau sistem
elektronik lainnya.
Telekomunikasi memberikan akses mengenai pengiriman, pemancaran dan
atau penerimaan tanda-tanda, signal, tulisan, gambar dan suara atau informasi melalui
kawat (kabel), radio, optik atau sistem elektromagnetik lainnya. Perkembangan dunia
telekomunikasi mengalami perluasaan wilayah dengan dipergunakan internet sebagai
29
Tim Penelitian Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan
HAM RI, 2007, Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Data Digital, Pengayoman,
Jakarta, hal. 1 30
Carl I Hovland, 2008, Source of Communication, Yale University Publicity,
London, page 24
sarana komunikasi. Percepatan inovasi sekarang dimungkinkan karena terintegrasinya
seluruh kemampuan berpikir dan daya imajinasi manusia ke dalam sebuah jaringan
internet. Jaringan internet menjadi semacam jembatan penghubung telepatis dari
manusia ke manusia lainnya dengan kecepatan cahaya menembus batas waktu dan batas
negara.31
Penjelasan atas UU ITE dapat diketahui bahwa pemanfaatan Teknologi
Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun
peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain
memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban
manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. Saat ini telah
lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.
Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang
terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula,
hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum
telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan
adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat
kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik
31
Rachmadi Usman, 2004, Dimensi Hukum Perseroan Terbatas, Alumni,
Bandung, hal. 48
dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi
informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat
dilihat secara virtual.
Dewasa ini, perusahaan-perusahaan dan industri-industri diseluruh dunia
tengah berlomba-lomba untuk menguasai dan mengeksplorasi berbagai potensi yang
dimiliki oleh internet, karena internet memiliki sifat jangkau keseluruh dunia (global),
para pelaku perdagangan online menjadi memiliki kesempatan yang lebih besar dan
lebih cepat dibandingkan dengan sebelumnya. Pada saat sekarang ini kembali teknologi
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk berkomunikasi yaitu melalui
telekonferensi. Sebelumnya masyarakat hanya dapat berbicara atau mendengar suara
dari seseorang yang jauh keberadaannya secara langsung melalui telepon saja. Tetapi
dengan teknologi audio visual (telekonferensi) ini masyarakat tidak hanya mendengar
suara orang lain yang jauh tempatnya untuk berkomunikasi, tetapi juga menyajikan
gambar secara virtual (menyajikan gambar orang yang diajak berkomunikasi pada saat
itu juga) sehingga seolah-olah sedang berhadapan dengan lawan bicara walaupun
sebenarnya keberadaan lawan bicara berada di tempat yang jauh.
Teknologi virtual telekonferensi ini sudah dikenal di Indonesia sejak era 90-an
pada saat kepemimpinan Presiden Soeharto. Beliau sering mengadakan acara “Tele
Wicara” yang disiarkan langsung oleh TVRI secara rutin tiap bulannya. Dalam acara
tersebut Presiden Soeharto menggunakan media televisi dan telepon (pihak TVRI
bekerjasama dengan Telkom) untuk dapat langsung berbicara dengan rakyatnya yang
tersebar di belahan lain nusantara, dengan media telekonferensi ini seolah-olah rakyat
berbicara dan bertatap muka secara lansung dengan Presidennya. Telekonferensi
menurut kamus istilah teknologi informasi adalah : “pertemuan yang dilakukan oleh 2
(dua) orang atau lebih yang dilakukan melalui telefon atau koneksi jaringan. Pertemuan
tersebut dapat hanya menggunakan suara (audio conference) atau menggunakan video
(video conference) yang memungkinkan peserta konferensi saling melihat”.32
Dalam
konferensi juga dimungkinkan menggunakan whiteboard yang sama dan setiap peserta
mempunyai kontrol terhadapnya, juga berbagi aplikasi. Produk yang mendukung
telekonferensi pertama melalui internet adalah NetMeeting yang dikeluarkan oleh
Microsoft.
Telekonferensi adalah komunikasi antara orang-orang (pihak-pihak) yang
berjauhan meliputi komunikasi suara dan gambar. Telekonferensi dapat dipakai sebagai
alat komunikasi bagi dua pihak pada tempat yang berbeda memakai komputer yang
telah tersambung dengan internet menggunakan modem yang terhubung dengan satelit.
Selain itu pada kedua tempat tersebut terdapat kamera yang akan merekam gambar yang
ada di kedua tempat dan rekaman gambar dihubungkan dengan komputer. Kedua
komputer tersebut akan memakai jaringan ISDN (Integrated Service Digital Network).
Telekonferensi berbasis ISDN ini adalah layanan telekonferensi yang menggunakan
jaringan Integrated Service Digital Network sebagai media komunikasinya sesuai
dengan standar H.320.33
ISDN (Integrated Service Digital Network) diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia menjadi Jaringan Digital Pelayanan Terpadu (JDPT),
32
Fathul Wahid, 2002, Kamus Istilah teknologi Informasi, Andi Offet,
Yogjakarta, hal. 347 33
Agung Sutanto, Videoconferencing (Dari ISDN ke IP), www.telkom.com,
diunduh pada 01 April 2015
berdasarkan Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi
KM.92/Pr.301/MPPT-95 tentang Tarif Jasa Jaringan Pelayanan Terpadu Dalam Negeri,
menyatakan bahwa “Jasa Jaringan Digital Terpadu (JDPT) yang dalam bahasa Inggris
disebut Integrated Service Digital network (ISDN) adalah jasa telekomunikasi suara dan
secara terpadu yang dilakukan melalui jaringan telekomunikasi berbasis teknologi
digital.”
Ciri spesifik telekonferensi yang memiliki nuansa hukum yaitu pertemuan
dimaksud harus memiliki dampak atau akibat hukum misalkan pertemuan tersebut
merupakan suatu rapat untuk memutuskan sesuatu, atau telekonferensi yang dilakukan
dalam rangka memberikan suatu keterangan atau kesaksian (misalkan dalam perkara
pidana). Adanya dampak inilah yang membedakan telekonferensi biasa dengan
telekonferensi memiliki dampak atau nuansa hukum.34
1.3.2 Mekanisme Telekonferensi
Di dalam sebuah perseroan, jabatan pemegang saham bukanlah pemegang
kekuasaan tertinggi dan mutlak dalam sebuah perseroan. Hanya terkadang jabatan
tersebut dapat dipakai untuk mempengaruhi kebijakan sebuah perseroan. Para
pemegang saham baru mempunyai kekuasaan atas perseroan jika mereka atau para
pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik pemiliknya sendiri maupun dengan
kuasa tertulis berada di dalam sebuah forum atau pertemuan yang bernama Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun
34
C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, 2001, Hukum Perusahaan Indonesia,
Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 27
2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) merupakan sebuah kemajuan dalam aturan
hukum yang merespon kemajuan teknologi informasi dan komunikasi dengan
dicantumkannya media telekonferensi dan video conference dalam ketentuan undang-
undang tersebut.
Sebelum penyelenggaraan RUPS Direksi wajib melakukan pemanggilan
kepada pemegang saham. Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling
lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak
memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS. Pemanggilan RUPS
dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar. Dalam
panggilan RUPS dicantumkan :
- Tanggal
- Waktu
- Tempat, dan
- Mata acara rapat
Selain hal di atas juga disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan
dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS
sampai dengan tanggal RUPS diadakan. Menurut Pasal 83 UUPT, bagi Perseroan
Terbuka, sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman
mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal.
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 76 UUPT mekanisme
penyelenggaraan RUPS, ditentukan bahwa :
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan melakukan
kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar.
(2) RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa di mana saham
Perseroan dicatatkan.
(3) Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus terletak di
wilayah Negara Republik Indonesia.
(4) Jika dalam RUPS hadir dan/atau diwakili semua pemegang saham dan semua pemegang
saham menyetujui diadakannya RUPS dengan agenda tertentu, RUPS dapat diadakan di
manapun dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) RUPS sebagainama dimaksud pada ayat (4) dapat mengambil keputusan jika keputusan
tersebut disetujui dengan suara bulat.
RUPS yang dahulu dilakukan di dalam satu ruangan yang sama dan tertutup untuk
mempertemukan para pemegang saham secara langsung atau face to face kini RUPS
dapat dilakukan dengan tidak mempertemukan para pemegang saham di dalam satu
ruangan yang sama tetapi dapat dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu
yang sama dengan memanfaatkan media telekonferensi selama para pemegang saham
masih berada di dalam wilayah geografis Negara Republik Indonesia.
Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 UUPT Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan
melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya
yang memungkinkan semua peserta RUPS melihat dan mendengar serta secara langsung
berpartisipasi dalam rapat. Berdasarkan aturan tersebut bahwa selain RUPS yang
konvensional, RUPS juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan media seperti
telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Media-media
yang akan digunakan dalam RUPS berdasarkan Pasal 77 UUPT tersebut bersifat
alternatif, dalam arti tergantung pihak yang berkompeten dalam memilih media yang
digunakan dalam RUPS tersebut.35
Pilihan media yang dimaksud di atas, harus memenuhi minimal 3 (tiga) syarat
yang bersifat kumulatif, yaitu :
a. peserta harus saling melihat secara langsung;
b. peserta harus saling mendengar secara langsung;
c. peserta berpartisipasi dalam rapat.
Hal ini berarti apabila salah satu syarat tidak terpenuhi maka media yang dimaksud
tidak memenuhi syarat untuk dijadikan media dalam pelaksanaan RUPS.36
RUPS tersebut hanya dapat dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia.
Namun apabila pemegang saham tidak dapat hadir secara langsung dalam RUPS,
mereka dapat menggunakan media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media
elekronik lainnya baik dari dalam maupun dari luar wilayah negara Republik Indonesia.
Hasil RUPS dimaksud dibuatkan risalahnya dengan disetujui dan ditandatangani oleh
semua peserta RUPS baik secara fisik atau secara elektronik. Ketentuan UUPT yang
dimaksud seakan membuka jalan untuk diakuinya dokumen elektronik sebagai alat
pembuktian di depan hakim.
Ketentuan UU PT mensyarakatkan bahwa setiap perubahan yang berhubungan
dengan anggaran dasar dari PT itu harus dibuatkan risalah rapat yang harus dituangkan
dalam akta otentik, yaitu akta Notaris. Dalam Pasal 77 ayat (4) UUPT secara jelas
35
Ahmadi Miru, 2011, Cyber Notary Dari Sudut Pandang Sistem Hukum
Indonesia dan Pemberlakuan Cyber Notary di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang
Jabatan Notaris, FH UNHAS, Makassar, hal. 11 36
Ibid, hal. 11-12
disebutkan bahwa setiap RUPS yang dilakukan melalui media telekonferensi, video
konferensi, atau sarana media elektronik lainnya harus dibuatkan risalah rapat yang
disetujui dan ditanda-tangani oleh semua peserta RUPS.
Ketentuan mengenai RUPS PT melalui video konferensi seperti telekonferensi
atau video konferensi seperti yang dimaksud dalam Pasal 77 UUPT benar-benar dapat
diterapkan dalam dunia bisnis di Indonesia, meskipun RUPS melalui video konferensi
ini masih rawan terhadap pemalsuan oleh karena sampai saat tesis ini dibuat belum ada
Peraturan Pemerintah yang mengatur dengan tegas mengenai tanda tangan elektronik
yang harus dibubuhkan/diterakan oleh peserta RUPS pada Notulen/Risalah RUPS
melalui video konferensi tersebut. Pada ketentuan Pasal 77 UUPT sudah secara jelas
menyatakan bahwa ketentuan mengenai RUPS melalui video konferensi seperti
telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya sangat berbeda
dengan ketentuan-ketentuan untuk mengadakan RUPS secara konvensional yang
dimaksud dalam Pasal 76 UUPT. RUPS melalui video konferensi dapat dilakukan
dengan mengabaikan ketentuan-ketentuan yang diterapkan dalam pelaksanaan RUPS
secara konvensional. Adapun perbedaan yang dimaksud yaitu apabila RUPS melaui
video konferensi dapat dilakukan tanpa kehadiran fisik para pemegang saham sebagai
peserta RUPS serta persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan
dihitung berdasarkan keikutsertaan peserta RUPS, dalam hal ini pemegang saham tidak
diperkenankan untuk menguasakan keikutsertaannya dalam RUPS kepada orang lain.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diketahui bahwa mekanisme pelaksanaan
RUPS melalui telekonferensi yaitu sebagai berikut:
1) RUPS diawali dengan panggilan rapat oleh Direksi seperti pada RUPS biasa atau secara
konvensional, hanya saja dalam hal ini panggilan dimungkinkan melalui pesan atau mail
ke alamat email masing-masing pemegang saham dengan mencantumkan: Tanggal,
Waktu, Tempat, dan Mata acara rapat.
2) Pada hari dan jam yang telah ditentukan, para pemegang saham yang berkehendak hadir
atau mengikuti rapat langsung menyambung ataupun mengakses ke alamat web yang
telah ditentukan oleh Direksi untuk memberi konfirmasi akan keikutsertaannya dalam
RUPS tersebut.
3) Dalam rapat ini juga ada Notulen dan ada Notaris. Keberadaan Notaris dalam hal ini
dibutuhkan untuk membuat akta Notaris pengesahan RUPS yang dilaksanakan secara
telekonferensi.
4) Setelah dipastikan seluruh anggota rapat telah terhubung, maka rapat dapat
dilangsungkan sama seperti protokoler biasa jika RUPS dilaksanakan secara langsung
tanpa melalui media.
2.3.3 Legalisasi RUPS Dengan Telekonferensi
Telekonferensi dalam telekomunikasi merupakan pertemuan berbasis
elektronik secara langsung (live) di antara dua atau lebih partisipan manusia atau mesin
yang dihubungkan dengan suatu sistem telekomunikasi yang biasanya berupa saluran
telepon. Penggunaan telekonferensi memiliki kelebihan efektivitas biaya dan waktu.
Telekonferensi dapat berbentuk konferensi audio atau konferensi video. Konferensi
audio merupakan salah satu jenis telekonferensi dimana seseorang dapat melakukan
percakapan interaktif didalamnya. Dengan audio-konferensi ini, seseorang dapat
berbicara dengan lebih dari satu orang melalui speaker. Dalam konferensi video, para
partisipannya dapat saling melihat gambar (video) dan saling mendengar, melalui
peralatan kamera, monitor, atau pengeras suara masing masing.
Dalam hal pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik menuntut
adanya asas kepastian hukum, manfaat, kehatihatian, itikad baik, dan kebebasan
memilih teknologi atau netral teknologi.
1. “Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan teknologi informasi
dan transaksi elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya
yang mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
2. “Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi
elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. “Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus
memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi
dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi
elektronik.
4. “Asas itikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan transaksi
elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.
5. “Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan
teknologi informasi dan transaksi elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi
tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.37
Kelima asas sebagaimana dikemukakan diatas tentunya berpenaruh juga dalam
pelaksanaan RUPS yang dilakukan secara telekonferensi. Dengan memanfaatkan media
teknologi elektronik, walaupun para pihak tidak berada didalam suatu ruangan namun
mereka tetap dapat saling mendengar apa yang dibicarakan dalam RUPS tersebut
sehingga penyelenggaraannya mendapat kepastian hukum. Pemanfaatan media
teknologi dalam RUPS harus selalu berhati-hati agar tidak mendatangkan kerugian.
Pelaksanaannya juga tidak berlawanan dengan hukum dilaksanakan dengan itikad baik
dan para pihak juga bebas memilih teknologi elektronik apa yang akan dipergunakan
dalam melakukan RUPS tersebut.
Dalam hal nantinya terbit Peraturan Pemerintah sebagai peraturan pelaksana
Pasal 11 UU ITE, maka hal penting lain yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
RUPS melalui media Telekonferensi agar terpenuhi syarat sahnya suatu tandatangan
elektronis terhadap keputusan RUPS yaitu pemegang saham (subjek hukum yang
berhak) yaitu pemegang saham ketika melakukan RUPS melalui media telekonferensi
memang benar-benar berada dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 76 ayat (3) dan
ayat (4) UUPT). Syarat ini perlu dikemukakan dengan beberapa alasan yaitu:
1. UU ITE mengizinkan penerapan yurisdiksi “meluas” hingga keluar wilayah Indonesia
(Pasal 2 UU ITE), jadi jika dibuktikan berdasarkan UU ITE maka RUPS melalui media
37
Assafa Endeshaw, 2007, Hukum E-Commerce dan Internet, Pustaka Pelajar,
Yogjakarta, hal. 76
telekonferensi yang dilakukan oleh pemegang saham yang berada diluar wilayah RI
disertai tanda tangan elektronik adalah sah.
2. UUPT membatasi penyeenggaraan RUPS yang mengharuskan dilaksanakan di
Indonesia.38
Apabila tercipta suatu kondisi, pada saat RUPS dilaksanakan melalui media
telekonferensi, salah satu atau beberapa pemegang saham ternyata berada di luar
wilayah Indonesia, maka apabila berdasarkan hukum acara perdata berhasil dibuktikan
(tentunya harus didukung oleh keterangan saksi ahli dari para I.T. yang membuktikan
bahwa salah satu pemegang saham memberikan tanda-tangan elektronik di luar wilayah
Republik Indonesia) maka RUPS dimaksud akan berakibat batal demi hukum.39
Berdasarkan uraian diatas maka setiap risalah rapat yang dibuat dalam RUPS
dengan menggunakan media elektronik (telekonferensi lalu penandatanganan secara
elektronik) berlaku pula UU ITE ini, karena perbuatan hukum yang dilakukan
berhubungan dengan suatu perseroan terbatas yang berkedudukan di wilayah Indonesia
dan dari perbuatan hukum tersebut mempunyai akibat hukum di wilayah Indonesia.40
Fungsi dari tanda tangan digital ini sama dengan tanda tangan konvensional.
Tanda tangan digital sebenarnya dapat memberikan jaminan keamanan yang lebih
terhadap keamanan dokumen dibanding dengan tanda tangan konvensional. Penerima
dokumen elektronik yang dibubuhi tanda tangan digital dapat memeriksa apakah
38
Agus Budiarto, 2006, Kedudukan dan Tanggungjawab Pendiri Perseroan
Terbatas, Ghalia Indonesia, Bogor, hal. 59 39
Munir Fuady, 2002, Doktrin-Doktrin Dalam Corporate Law dan
Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23 40
Nondyo Pramono, 2006, Bunga Rampai Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 107-108
dokumen itu benar – benar datang dari si pengirim dan apakah dokumen itu telah diubah
setelah ditandatangani, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Lagi pula pada
tanda tangan digital yang aman tidak dapat diingkari oleh penanda tangan dibelakang
hari dengan alasan tanda tangannya telah dipalsukan (hal ini sering terjadi pada
dokumen konvensional yang berupa akta biasa/tidak otentik). Dengan kata lain, tanda
tangan digital dapat memberikan jaminan keaslian dokumen yang dikirimkan secara
digital, baik jaminan identitas pengirim dan kebenaran dari dokumen tersebut.
Agar penyelenggaraan RUPS melalui media elektronik sah harus memenuhi
beberapa syarat dan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 77 UUPT yang
menentukan bahwa RUPS melalui media elektronik bisa atau boleh diselenggarakan
melalui :
1. Media telekonferensi
2. Media video konferensi
3. Sarana media elektronik lainnya.
Persyaratan formil yang harus dipenuhi agar suatu RUPS melalui media
elektronik dapat dibenarkan adalah media tersebut harus memungkinkan peserta RUPS :
1. Dapat melihat serta mendengar secara langsung
2. Dapat berpartisipasi langsung dalam rapat.41
.
RUPS adalah sah apabila dihadiri oleh pemegang saham yang mewakili lebih dari ½
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan keputusan Rapat
Umum Pemegang Saham adalah sah apabila disetujui oleh lebih dari ½ bagian dari
41
M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 312
jumlah seluruh suara yang dikeluarkan. Keabsahan suatu RUPS yang dilaksanakan
melalui media elektronik, maka haruslah dibuatkan suatu risalah rapat yang disepakati
dan ditandatangani secara fisik atau secara elektronik oleh semua peserta RUPS.
Sebelum adanya kata sepakat diantara pihak, pada umumnya diantara para
pihak akan terlebih dahulu dilakukan negoisasi. Dalam negoisasi tersebut salah satu atau
lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan menyampaikan terlebih dahulu suatu bentuk
pernyataan mengenai hal-hal yang yang dikehendaki oleh pihak tersebut dengan segala
macam persyaratan yang mungkin dan diperkenankan oleh hukum untuk disepakati oleh
para pihak, pernyataan yang disampaikan tersebut dikenal dengan nama penawaran.
Jadi, penawaran itu berisikan kehendak dari salah satu pihak atau lebih dalam perjanjian
yang disampaikan oleh lawan pihaknya untuk memperoleh kesepakatan dari lawan
pihaknya tersebut yang kemudian akan terwujud sebagai perjanjian yang mengikat
kedua belah pihak. Pihak lawan dari pihak yang melakukan penawaran selanjutnya
harus menentukan apakah ia akan menerima penawaran yang disampaikan oleh oleh
yang melakukan penawaran dalam hal pihak lawan dari pihak yang melakukan
penawaran, menerima penawaran yang diberikan, maka tercapailah kesepakatan
tersebut.42
Persiapan para pemegang saham untuk melakukan penawaran di dalam RUPS
merupakan salah satu unsur di dalam tercapainya sebuah kesepakatan. Kesepakatan ini
dibentuk oleh dua unsur yaitu usur penawaran dan penerimaan. Penawaran aanbod,
offerte, offer diartikan sebagai pernyataan kehendak yang mengandung usul untuk
42
Sjaifurrachman, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan
Akta, Mandar Maju, Bandung, hal. 134-135
mengadakan perjanjian. Usul ini mengandung esensialia, (yaitu unsur yang mutlak
harus ada di dalam suatu perjanjian) perjanjian yang akan ditutup. Sedangkan
penerimaan,aanvarding, acceptatie, acceptance merupakan pernyataan setuju dari pihak
lain yang ditawari.
Kesepakatan diantara para pemegang saham yang melakukan RUPS secara
mudah dapat diketahui jika para pemegang saham yang melakukan penawaran dan
permintaan bertemu secara fisik di dalam RUPS, sehingga masing-masing pihak
pemegang saham dapat mengetahui secara pasti kapan penawaran yang disampaikan
olehnya telah diterima dan disetujui oleh pihak lawannya yang juga pemegang saham.
Kesepakatan diantara para pemegang saham yang melakukan kegiatan RUPS terjadi
jika terjadi pernyataan kehendak para pemegang saham telah disetujui oleh seluruh
peserta RUPS.
RUPS seringkali dilakukan tidak melalui hubungan kontak pembicaraan secara
langsung atau secara fisik melainkan melalui media elektronik yang memungkinkan
para pemegang saham perseroan atau semua peserta RUPS dapat saling melihat dan
mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat. Konstruksi dan
konsekuensi hukum yang demikian, yang menjadi permasalahan mengenai pernyataan
kehendak untuk menerima penawaran atau penerimaan pernyataan di dalam agenda
RUPS dikarenakan pada RUPS Telekonferensi atau Video Konferensi para pemegang
saham yang hadir di dalam RUPS beberapa diantaranya tidak bertemu secara fisik. Bila
kembali kepada konsep awal mengenai kesepakatan dikatakan bahwa suatu kesepakatan
dianggap terjadi pada saat lawan pihak mengemukakan penerimaannya atas penawaran
yang disampaikan oleh lawan pihaknya, maka tentunya akan sampai pada kesimpulan,
bahwa kesepakatan terjadi pada saat pernyataan kehendak disampaikan oleh pihak yang
melakukan penerimaan.43
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Telekonferensi atau Video
Konferensi, para pemegang saham melakukan kesepakatan mengenai segala sesuatu
yang berhubungan dengan perjanjian yang mereka buat dan akan mereka laksanakan
tersebut setelah dibuatkan risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua
peserta RUPS sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 77 ayat (4) UUPT. Kesepakatan
para pemegang saham tersebut mengenai hal-hal yang mereka kehendaki untuk
dilaksanakan, mengenai cara melaksanakannya, mengenai saat pelaksanaan dan
mengenai pihak yang berkewajiban melaksanakan hal-hal yang telah disepakati
tersebut. Pernyataan kehendak diantara para pemegang saham kemudian akan dibuatkan
berita acara rapat oleh Notaris yang ditunjuk atau dipercayakan oleh pihak perseroan
atau pernyataan kehendak para pemegang saham akan dinyatakan kembali di hadapan
Notaris yang kemudian risalah rapat tersebut akan dituangkan ke dalam bentuk Akta
Notaris. Pembuatan risalah RUPS Telekonferensi atau Video Konferensi ke dalam
bentuk akta notaris jika di dalam agenda RUPS Telekonferensi atau Video Konferensi
membahas mengenai perubahan anggaran dasar perseroan. Perubahan anggaran dasar
yang dimaksudkan diatur di dalam Pasal 21 ayat (2) UUPT dan diwajibkan dimuat atau
dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 21 ayat (4) UUPT.
43
Ibid, hal. 136
Perjanjian yang dihasilkan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
merupakan sebuah perjanjian yang dimana para pihak yang akan melakukan sebuah
perjanjian, dalam hal ini para pemegang saham perseroan akan membahas mengenai
kebutuhan atau kepentingan perseroan ke depan. untuk itu, dalam setiap pembahasan
dan hasil dari RUPS dibutuhkan sebuah dokumen tertulis dalam bentuk surat yang
memuat pernyataan-pernyataan tertulis para pemegang saham dengan maksud dapat
digunakan sebagai alat bukti dalam proses hukum.
Di dalam RUPS melalui media Telekonferensi atau Video Konferensi,
kesepakatan baru terjadi dan baru ada pada saat dokumen tertulis dalam bentuk surat
yang memuat pernyataan-pernyataan tertulis para pemegang saham telah dipenuhi,
dikarenakan UUPT Pasal 77 ayat (4) mengatur mengenai setiap penyelenggaraan RUPS
melalui media Telekonferensi atau Video Konferensi harus dibuatkan risalah rapat
yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS. Dengan demikian, maka
kesepakatan lisan saja yang dihasilkan dari RUPS yang diselenggarakan melalui
Telekonferensi atau Video Konferensi mengenai pokok perjanjian yang terwujud dalam
bentuk penerimaan oleh salah satu pihak dalam perjanjian, serta penawaran yang
ditawarkan oleh lawan pihaknya belum menerbitkan perikatan. Perikatan yang lahir
pada saat terjadinya kesepakatan baru ada ketika pernyataan-pernyataan para pihak
pemegang saham peseroan telah dituangkan ke dalam bentuk risalah rapat.