BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/41755/2/BAB I.pdfTindak pidana...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahscholar.unand.ac.id/41755/2/BAB I.pdfTindak pidana...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup mengikuti dengan perkembangan zaman, dan membawa
masyarakat pada satu tatanan hidup yang serba cepat dan praktis. Setiap manusia
memiliki hak untuk hidup dan tumbuh di dunia ini. Hak tersebut dilindungi oleh
hukum dan konstitusi di Indonesia. Bahwa Indonesia sebagai negara hukum
dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, yakni Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Disamping
itu, Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang menjelaskan, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Keberhasilan yang dicapai dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
tentu saja membawa suatu negara pada kesejahteraan dan kemakmuran bagi
rakyatnya. Namun tidak dapat dipungkiri kemajuan di bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan dapat diiringi dengan meningkatnya penyimpangan dan kejahatan
dibidang ekonomi dan sosial. Ini dapat dilihat di negara maju ataupun dinegara
yang sedang berkembang, jenis penyimpangan dan kejahatan semakin banyak
ragamnya. Semakin tinggi peradaban suatu bangsa maka semakin maju pula ilmu
pengetahuan yang berkembang dalam bangsa tersebut. Apabila kemajuan ilmu
pengetahuan tidak diimbangi dengan semangat kemanusiaan, maka berpengaruh
pada akses yang negatif. Munculnya tindak pidana baru pada bidang ilmu
pengetahuan yang berkembang tersebut yang menimbulkan gangguan
ketentraman, ketenangan dan sering kali menimbulkan kerugian materil maupun
immateril masyarakat.
Tindak pidana merupakan suatu bentuk perilaku penyimpangan yang ada
dalam masyarakat. Yang artinya tindak pidana akan selalu ada selama manusia
masih ada dimuka bumi ini. Dalam ruang lingkup hukum pidana, suatu perbuatan
dikatakan tindak pidana apabila memenuhi semua unsur yang telah ditentukan
secara limitatif dalam suatu aturan perundang-undangan pidana. Hal ini sesuai
dengan Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyebutkan bahwa tiada suatu perbuatan
yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan
perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan itu dilakukan, nullum
delictumnoella poena sine praevia lege poenali (tidak ada delik, tidak ada pidana
tanpa peraturan terlebih dahulu).
Ilmu kesehatan adalah salah satu bidang ilmu yang memahami
perkembangan paling cepat saat ini. Begitu pula dengan perkembangan tindak
pidana dibidang ilmu kesehatan. Adapun tindak pidana yang terjadi dibidang ilmu
kesehatan antara lain: malpraktek, pemalsuan obat, mengedarkan obat tanpa izin
dan transplantasi organ manusia.
Masalah kesehatan merupakan keprihatinan serius disetiap negara, baik
negara maju maupun sedang berkembang. Karena kesehatan merupakan salah satu
faktor yang menentukan kemajuan suatu negara dan merupakan hak asasi
manusia. Negara memiliki kewajiban kepada rakyatnya untuk menyediakan
layanan kesehatan dan menetapkan aturan-aturan hukum yang terkait dengan
kepentingan kesehatan.
Secara awam kesehatan dapat diartikan ketiadaan penyakit. Menurut
WHO, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi1. Dapat
disimpulkan kesehatan itu sangat penting dalam kelangsungan hidup masyarakat.
Sehingga masyarakat dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik.
Berbicara tentang kesehatan, maka terdapat dua aspek dari kesehatan,
yaitu aspek upaya kesehatan dan aspek sumber daya kesehatan. Aspek upaya
kesehatan salah satunya adalah pemeliharaan kesehatan, yang dibagi menjadi
pemeliharaan kesehatan masyarakat dan pemeliharaan kesehatan individu.
Pemeliharaan individu dikenal sebagai pemeliharaan kedokteran. Sementara aspek
sumber daya kesehatan terdiri dari prasarana kesehatan antara lain: rumah sakit,
puskesmas, balai pengobatan, tempat praktek dokter dan tenaga kesehatan antara
lain: dokter, perawat, bidang, apoteker. Seluruh kegiatan pelaksanaan upaya
kesehatan dilakukan oleh sumber daya kesehatan selalu diatur oleh kaidah-kaidah
medik, hukum dan moral, kesopanan, kesusilaan.2
Kata “kesehatan” muncul pada Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia setelah amandemen, Pasal 28 huruf H dan Pasal 34 ayat (3). Pasal 28
huruf H dijelaskan, Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya, setiap anak berhak kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang; setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, demi meningkatkan kualitas hidupnya, setiap
orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan sehat serta
1 Titon Slamet Kurnia, Hak Atas Drajat Kesehatan Optimal Sebagai HAM di
Indonesia,Bandung, 2007, hlm 13.
2Wila Chandrawila Supriadi, Hukum Kedokteran, Manda Maju, Jakarta, 2001, hlm 25.
berhak mem-peroleh pelayanan kesehatan; negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Sedangkan dalam Pasal 34 ayat (3)
Perubahan Keempat UUD 1945 berbunyi, Negara bertanggungjawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak.
Sebelum dilakukan tindakan penyidikan, terlebih dahulu dilakukan
tindakan penyelidikan oleh Pejabat penyelidik. Penyelidik merupakan salah satu
cara atau metode dari pada fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain
seperti penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemerikasaan surat,
pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas kepada penuntut
umum. Penyelidikan dilakukan sebagai usaha mencari dan menemukan jejak
berupa keterangan dan bukti-bukti sesuatu peristiwa yang diduga merupakan
tindak pidana.3 Terkait dengan tindak pidana peredaran obat ilegal yang akan di
bahas, upaya pemerintah untuk melindungi konsumen adalah melalui
pembentukan lembaga yang bertugas untuk mengawasi pada suatu produk serta
memberikan perlindungan kepada konsumen.
Di Indonesia telah dibentuk suatu badan yang bertugas untuk mengawasi
peredaran obat dan makanan, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
seterusnya disebut dengan (BPOM). Berdasarkan keputusan presiden (Keppres)
nomor 166 tahun 2000 jo Keppres nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
3 M Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan KUHAP Penyidikan dan Penuntutan,
Jakarta, Sinar Grafika, 2001, hlm 20.
Pemerintah Non Departemen (LPND) yang mengatur mengenai pembentukan
lembaga-lembaga pemerintah nondepartemen. LPND adalah lembaga pemerintah
pusat yang dibentuk untuk menjalankan tugas pemerintah tertentu dari presiden
serta bertanggungjawab langsung kepada presiden. Tetapi lembaga yang bertugas
mengawasi belum optimal dalam melakukan tugasnya, ini terbukti dengan masih
banyaknya ditemui obat dan makanan yang tidak sesuai standar kesehatan masih
beredar di masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki system fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
Dan dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1963
tentang Farmasi Pasal 2, Obat adalah obat yang dibuat dari bahan-bahan yang
berasal dari binatang, tumbuh-tumbuhan, mineral, dan obat synthesis. Mencapai
kesembuhan jasmani dan rohani dari suatu penyakit, tidak bisa lepas dari suatu
pengobatan optimal dan benar. Namun apabila obat yang diedarkan oleh pihak
yang ditunjuk oleh Undang-undang berhak mengedarkan obat, mengedarkan obat
dengan melakukan penyimpangan sudah tentu obat tersebut tidak dapat digunakan
dalam proses penyembuhan. Karena mungkin saja obat tersebut tidak memenuhi
standar racikan obat, kadaluarsa, dan aturan pakai. Obat seperti ini apabila
digunakan dapat menimbulkan penyakit baru bagi penggunanya bahkan
menimbulkan kematian.
Kebutuhan masyarakat atas perlindungan kesehatan merupakan hal yang
tidak bisa ditawar lagi. Karna langsung menyerang kebutuhan masyarakat yang
primer. Upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya
pada mulanya berupa upaya penyembuhan penyakit, kemudian secara berangsur-
angsur berkembang kearah keterpaduan upaya kesehatan untuk seluruh
masyarakat dengan mengikutsertakan masyarakat secara luas yang mencakup
upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat menyeluruh
terpadu dan berkesinambungan. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk
menegakkan aturan perundang-undangan yang ada untuk menanggulangi
permasalahan yang semakin kompleks dalam hukum kesehatan ini. Selain itu,
sudut pandang para pengambil kebijakan juga masih belum menganggap
kesehatan sebagai suatu kebutuhan utama dan investasi berharga didalam
menjalankan pembangunan sehingga alokasi dana kesehatan hingga kini masih
tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara lain.
Pengamanan dan pengawasan diperlukan karena hingga saat ini tingkat
kesadaran masyarakat ternyata masih rendah terhadap resiko pemakaian obat dan
bahan-bahan makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan atau tidak memenuhi
standar kesehatan untuk dikonsumsi. Masyarakat umum, utamanya kalangan
menengah ke bawah, cenderung mengkonsumsi obat-obatan yang dijual di
warung dan toko-toko diluar apotik.
Dari maraknya kasus tentang peredaran obat tanpa izin edar yang terjadi
Indonesia, pada tahun 2016 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan
Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) menemukan lima gudang produksi dan
distribusi obat ilegal di Banten Yaitu Blok E-19, F-36, H-16, H-24, dan 1-19.
Lima gudang tersebut berada di Kompleks Pergudangan Surya Balaraja, Jalan
Raya Serang, Banten. Peredaran obat ini terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dari
Aceh hingga Papua.
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 7 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, produk
yang ditemukan tim penyidik termasuk dalam obat yang bisa menyebabkan
ketergantungan dan memengaruhi mental, seperti: Carnophen dan Somadryl yang
mengandung bahan aktif Carisoprodol sudah dibatalkan izin edarnya sejak 2013.
Bahan Carisoprodol mengakibatkan efek halusinasi. Selain obat diatas, Obat yang
ditemukan di antaranya adalah Tryhexyphanydyl, Heximer dan obat analgetik
(pereda sakit) Tramadol. Tim juga menemukan obat tradisional merek Pa'e,
African Black Ant, New Anrant, Gemuk Sehat dan Nangen Zenghangsu dalam
jumlah besar, produk ruahan, alat-alat produksi obat ilegal seperti mixer, mesin
pencetak tablet, mesin penyalut, bahan kemasan maupun produk jadi obat yang
diperkirakan bernilai sekitar Rp 30 Milyar. Produk tersebut tidak berizin edar dan
mencantumkan nomor izin edar fiktif. BPOM telah memasukkannya dalam daftar
public warning.
Dalam Pasal 1 Ayat (2) menjelaskan penyidikan adalah serangkaian
tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017, BPOM
adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. BPOM berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan dalam Peraturan Presiden Nomor
80 Tahun 2017 pasal 4 huruf b dijelaskan tentang kewenangan dari BPOM
”melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;“. Pada kasus ini
berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) sudah dilakukan pemeriksaan
terhadap 15 orang saksi. Barang bukti telah dilakukan penyitaan dan setelah
mendapat persetujuan pengadilan akan segera dilakukan pemusnahan.
Tindakan pelaku ini melanggar pasal 106 “Sediaan farmasi dan alat
kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapatkan izin edar” dan pasal 196
atau pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau
mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin
edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Larangan untuk
mengedarkan obat bagi pihak yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan ini
juga dapat kita lihat dalam ketentuan Pasal 98 ayat (2) Undang-undang Nomor 36
Tahun 2009 bahwa setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan
dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan
obat dan bahan yang berkhasiat obat. Dan juga dapat dikenakan sanksi UU Nomor
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana paling lama 5
tahun atau pidana denda paling banyak 2 miliar rupiah.
Berdasarkan uraian diatas mendorong keingintahuan penulis untuk
mengkaji lebih lanjut tentang peredaran obat tanpa izin edar, maka penulis tertarik
untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam suatu karya ilmiah dengan judul:
“Pelaksanaan Penyidikan oleh Penyidik Badan Pengawas Obat dan
Makanan Pusat Terhadap Tindak Pidana Peredaran Obat Tanpa Izin Edar
(Studi pada Badan Pemeriksa Obat dan Makanan Republik Indonesia
Pusat).”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis uraikan diatas, maka
rumusan masalah dari proposal penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pelaksanaan Penyidikan oleh Penyidik Badan Pengawas
Obat dan Makanan Pusat Terhadap Tindak Pidana Peredaran Obat Tanpa
Izin Edar?
2. Apakah kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Penyidikan oleh
Penyidik Badan Pengawas Obat dan Makanan Pusat Terhadap Tindak
Pidana Peredaran Obat Tanpa Izin Edar?
3. Apakah upaya mengatasi kendala dalam Pelaksanaan Penyidikan oleh
Penyidik Badan Pengawas Obat dan Makanan Pusat Terhadap Tindak
Pidana Peredaran Obat Tanpa Izin Edar?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab semua permasalahan yang
dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Penyidikan oleh Penyidik Badan
Pengawas Obat dan Makanan Pusat Terhadap Tindak Pidana Peredaran
Obat Tanpa Izin Edar.
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Penyidikan
oleh Penyidik Badan Pengawas Obat dan Makanan Pusat Terhadap Tindak
Pidana Peredaran Obat Tanpa Izin Edar.
3. Untuk mengetahui upaya mengatasi kendala dalam Pelaksanaan
Penyidikan oleh Penyidik Badan Pengawas Obat dan Makanan Pusat
Terhadap Tindak Pidana Peredaran Obat Tanpa Izin Edar.
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang telah penulis kemukakan diatas, maka
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang hukum pidana pada umumnya dan di bidang
hukum kesehatan khususnya terkait pelaksanaan penyidikan terhadap
Tindak Pidana Peredaran Obat Tanpa Izin Edar.
b. Menjadikan penelitian ini sebagai bahan perbandingan bagi peneliti
yang ingin mendalami masalah ini lebih lanjut.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk menjadi sarana pengetahuan umum kepada masyarakat yang
membutuhkan pengetahuan mengenai pelaksanaan penyidikan
terhadap Tindak Pidana Peredaran Obat Tanpa Izin Edar.
b. Untuk menjadi masukan bagi aparat penegak hukum sehingga bisa
dijadikan dasar berpikir dan bertindak bagi lembaga terkait mengenai
pelaksanaan penyidikan terhadap Tindak Pidana Peredaran ObatTanpa
Izin Edar.
c. Untuk mengembangkan penalaran dan pola pikir ilmiah sekaligus
untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang
diperoleh.
E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual
Penulisan ini menggunakan kerangka pemikiran yang bersifat teoritis dan
konseptual yang dapat dipakai dan dipergunakan sebagai dasar dalam penulisan
analisis terhadap masalah yang dihadapi.
1. Kerangka Teoritis
Teori ini sebenarnya merupakan suatu generalisasi yang dicapai,
setelah mengadakan pengujian dan hasilnya menyangkut ruang lingkup
fakta yang sangat luas.4
a. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum pada hakekatnya mengandung supremasi nilai
substansi yaitu keadilan.5 Hukum dibuat untuk dilaksanakan, hukum
tidak dapat dikatakan sebagai hukum apabila hukum tidak pernah
dilaksanakan. Oleh karena itu, hukum dapat disebut konsisten dengan
4Soejono Soekanto, Penelitian Hukum, Jakarta, UI Pers, 2014, hlm 126.
5 Sajipto Raharjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta, Genta
Blishing, 2009, hlm 9.
pengertian hukum sebagai suatu yang harus dilakukan.6 Pelaksanaan
hukum seperti itulah kemudian disebut dengan penegakan hukum.
Penegakan hukum adalah proses untuk mewujudkan keinginan hukum
menjadi kenyataan.
Penegakan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan
penanggulangan kejahatan (politik criminal).7 Kejahatan itu sendiri
merupakan salah satu bentuk dari pelaku menyimpang (deviant
behavior) yang selalu ada dan melekat (inherent) dalam masyarakat.8
Kebijakan untuk melakukan penanggulangan kejahatan termasuk
dalam “kebijakan kriminal”, yang mana kebijakan kriminal tidak lepas
dari kebijakan sosial yang terdiri dari upaya-upaya untuk
mensejahterakan sosial dan kebijakan bagi perlindungan masyarakat.9
Teori penegakan hukum yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto.
Secara konseptual inti dan arti penting penegakan hukum terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam
kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindakan sebagai rangkaian
penjabaran nilai untuk menciptakan, memelihara, dan
mempertahankan kedamaian dalam pergaulan hidup.10
Keberhasilan
penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunyai
6Ibid, hlm 1
7Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Universitas Diponegoro,
1995, hlm 8.
8Ibid
9Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam
Penanggulangan Kejahatan, Bandung, Citra Aditya Bakti, 2006, hlm 77.
10Soerjono Sukanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 1983, hlm 5.
arti yang netral, sehingga dampak negatif atau positif terletak pada isi
faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor ini mempunyai hubungan yang
saling berkaitan dengan eratnya yang merupakan esensi serta tolak
ukur dari efektivitas penegakan hukum. Faktor-faktor tersebut
adalah:11
1. Hukum (Undang-Undang);
2. Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum;
3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.
Dari uraian diatas, dapat ditangkap bahwa makna esensi dari penegakan
hukum adalah demi keadilan oleh aturan hukum itu sendiri, akan tetapi
sebaik-baiknya peraturan hukum akan menjadi lemah dan tidak berdaya
jika dipengaruhi oleh faktor yang buruk.
Sudarto berpendapat bahwa dalam kebijakan penegakan hukum dalam
rangka penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana harus diperhatikan hal-
hal sebagai berikut:12
1. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan
nasional yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila. Sehubungan dengan ini maka penggunaan hukum pidana
11Ibid
12Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Rineka Cipta, 1997, hlm 44-48.
bertujuan untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan
pengayoman masyarakat;
2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi dengan
hukum pidana terhadap perbuatan yang tidak dikehendak yaitu
perbuatan yang mendatangkan kerugian atas warga masyarakat;
3. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya
dan hasil;
4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas atau
kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum yaitu jangan
sampai ada kelampauan beban tugas (overvelasting). Penegakan
hukum merupakan ujung tombak agar terciptanya tatanan hukum yang
baik, guna melindungi kepentingan umum atau Negara, dan
kepentingan pribadi.13
Kepentingan tersebut terlindungi apabila
supremasi hukum benar-benar berjalan dengan baik.
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual merupakan kerangka yang dapat
menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau
akan diteliti. Suatu konsep bukan merupakan suatu abstraksi dari gejala
tersebut. Gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep
merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta
tersebut.14
Pada kerangka ini penulis akan memaparkan tentang beberapa
istilah yang ditemukan pada penulisan ini, yaitu:
13
Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung, Mandar Maju, 2013, hlm 123.
14Soerjono Sukanto, Op Cit, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hlm 132.
a. Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci,
implementasi biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap
siap. Secara sederhana pelaksanaan bisa diartikan penerapan. Majone
dan Wildavsky mengemukakan pelaksanaan sebagai evaluasi. Browne
dan Wildavsky mengemukakan bahwa Pelaksanaan adalah perluasan
aktivitas yang saling menyesuaikan.15
b. Penyidikan diatur dalam Pasal 1 butir (2) KUHAP, Penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangka.
c. Peredaran Dalam Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan, peredaran adalah setiap kegiatan atau
serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan sediaan farmasi dan
alat kesehatan baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan,
atau pemindahtanganan.
d. Obat diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009, obat adalah
bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.
15
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, hlm 70.
e. Izin edar diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan
Makanan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2013 Tentang
Pengawasan Pemasukan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah
Indonesia pengertian izin edar adalah bentuk persetujuan pendaftaran
obat dan makanan yang diberikan oleh Kepala Badan Pengawas Obat
Dan Makanan untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia.
f. Obat illegal adalah obat yang memiliki izin edar palsu, tidak memiliki
nomor registrasi, kandungannya tidak sesuai dengan tulisan yang
tercantum dalam kemasan, obat tradisional yang mengandung bahan
obat kimia (BOK), masuk secara tidak sah karena tidak berkoordinasi
dengan pihak BPOM dan tidak berlabel bahasa Indonesia.
g. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah lembaga
pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan. BPOM
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian sangat penting karena merupakan unsur muthlak yang
harus ada di dalam penelitian dan pengembangan suatu ilmu pengetahuan.16
Hal
yang perlu diperhatikan dalam penelitian ini adalah adanya kesesuaian antara
16 Soejono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia Press,
2004, hlm 7.
masalah dengan metode yang digunakan di dalam penelitian yang digunakan.
Adapun metode yang digunakan di dalam skripsi ini yaitu :
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis sosiologis
(empiris), yaitu pendekatan melalui penelitian hukum dengan melihat
ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dan dihubungkan dengan fakta
yang ada di lapangan sehubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif17
yaitu penelitian yang memberikan data
tentang suatu keadaan atau gejala-gejala sosial yang berkembang di tengah-
tengah masyarakat sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat
memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis tentang
objek yang akan diteliti.
3. Jenis Data dan Sumber Data
a. Jenis Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer
dan data sekunder, yaitu:
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh sacara langsung dari
lapangan untuk mendapatkan dan mengumpulkan data mengenai
permasalahan yang berhubungan dengan tulisan ini, dalam penulisan
ini peneliti melakukan wawancara dengan Penyidik BPOM Pusat.
17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI-Press, 2012, hlm 50.
Data tersebut berdasarkan pertanyaan yang penulis tanyakan pada
narasumber yang berkaitan dengan pelaksanaan penyidikan terhadap
tindak pidana peredaran obat tanpa izin edar.
2) Data Sekunder
Selain data primer yang penulis sebutkan diatas, penulis juga
berhasil mengumpulkan dokumen dan data lainnya yang berkaitan
dengan masalah dan tujuan penelitian, seperti data dari Penyidik
BPOM, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, maupun
sumber lainnya yang berkaitan dengan masalah dan tujuan
penelitian, yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu semua ketentuan yang ada
berkaitan dengan pokok pembahasan berbentuk undang-undang
dan peraturan-peraturan lainnya, seperti:
a) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
c) Undang-Undang 23 Tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
d) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan
e) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen
f) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes /Per
/XI/2008 tentang Registrasi Obat
g) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman
Pengelolaan Obat-obat Tertentu yang Sering
Disalahgunakan
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.18
Bahan
hukum sekunder dapat membantu dan menganalisa serta
memahami bahan hukum primer, seperti :
a) Buku-buku
b) Jurnal Penelitian
c) Teori-teori dan Karya Tulis dari kalangan hukum lain
c. Bahan Hukum tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer
maupun bahan hukum sekunder,19
seperti :
a) Kamus Hukum
b) Bahan-bahan Hukum yang didapatkan di internet
b. Sumber Data
18Ibid, hlm 114.
19Ibid, hlm 116.
Dalam penyusunan skripsi ini menggunakan sumber data sebagai
berikut:
1) Penelitian pustaka (library research)
Dalam penelitian pustaka ini akan mencoba mengumpulkan data
atau bahan-bahan dari berbagai literatur berupa buku, majalah, atau
jurnal ilmiah yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
2) Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara peneliti langsung turun
kelapangan dan mengamati secara langsung keadaan dilapangan,
serta melakukan wawancara dengan beberapa informasi untuk
mendapatkan data yang akurat.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah:
a. Wawancara (interview) langsung dengan Penyidik BPOM yang
menangani kasus ini. Sifat wawancara dalam penelitian yang
dilakukan peneliti adalah semi terstruktur, dimana peneliti membuat
daftar pertanyaan yang akan ditanyakan, namun tidak tertutup
kemungkinan di lapangan nanti penulis akan menanyakan pertanyaan
baru setelah melakukan wawancara dengan Penyidik BPOM Pusat.
b. Studi Dokumen (document study) Teknik pengumpulan data yang
tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian dalam rangka
memperoleh informasi terkait objek penelitian. Dalam studi
dokumentasi penelitian biasanya melakukan penelusuran data historis
objek penelitian serta melihat sejauhmana proses yang berjalan telah
terdokumentasikan dengan baik
c. Penelitian Pustaka (library research), Pengumpulan data pustaka
diperoleh dari berbagai data yang berhubungan dengan hal-hal yang
diteliti, berupa buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan
penelitian ini.
5. Pengolahan dan Analisis Data
a. Pengolahan Data
Sebelum melakukan analisis data, data diolah dengan
menggunakan metode editing. Editing merupakan proses memilih
kembali data yang diperoleh atau melakukan pengecekan ulang terhadap
hasil penelitian sehingga data yang dipergunakan relevan dengan judul
penelitian serta dapat menghasilkan suatu kesimpulan.
b. Analisis Data
Penganalisaan data dengan cara kualitatif yaitu upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting, dan apa yang dipelajari
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan dan dijelaskan kepada orang
lain. Hal yang dilakukan diantaranya dengan mengumpulkan data dari,
wawancara, catatan pengamatan, perekaman audio dan video, kemudian
mengkualifikasikan dan kemudian menghubungkan teori yang
berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk
menentukan hasil.
G. Sistematika Penulisan
Struktur penulisan yang akan dibuat ialah dengan menguraikan pokok-pokok
uraian dengan sistematikanya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis dan konseptual,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam tinjauan pustaka ini akan diuraikan tinjauan umum mengenai
Pengertian penyidik dan penyidikan, tugas dan wewenang BPOM, tindakan
BPOM dalam melaksanakan penyidikan, pengertian tindak pidana, unsur-unsur
tindak pidana, pengertian obat, dan tindak pidana peredaran obat tanpa izin edar.
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai pembahasan terhadap masalah yang
telah dikemukakan mengenai peranan penyidik terhadap kasus tindak pidana
peredaran obat tanpa izin edar.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan terhadap semua permasalahan yang telah
dibahas dan saran yang perlu untuk perbaikan mengenai permasalahan yang
diteliti.