BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan...

48
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul 1. Aktualitas Persaingan usaha yang semakin besar dituntut dengan kinerja perusahaan yang semakin besar pula, Setiap organisasi atau perusahaan pasti menginginkan usahanya terus berkembang dan bertahan di dalam masyarakat sehingga dalam bisnis apapun prioritas utama adalah keberlanjutan usaha, sedangkan keberlanjutan usaha tanpa ditopang kepedulian terhadap aspek lingkungan dan sosial ada potensi yang menimbulkan kendala-kendala baik berbentuk laten maupun manifest, yang tentunya akan menghambat pencapaian keuntungan suatu organisasi atau perusahaan. Hal tersebut terkait dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yakni pembangunan yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang.Bagaimanapun sebuah bisnis tidak akan berjalan optimal jika tidak mampu menjaga cadangan sumber daya alam (resource) yang meliputi aspek social dalam hal ini sumber daya manusia ( SDM ) dan aspek lingkungan atau sumber daya alam ( SDA ). Keberlanjutan sebuah perusahaan ditentukan oleh aspek social dan lingkungan, bukan lagi semata-mata demi keuntungan bisnis (profit) dikarenakan aspek sosial dan lingkungan merupakan parameter untuk mengetahui apakah ada dampak positif dan negatif dari kehadiran perusahaan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

1. Aktualitas

Persaingan usaha yang semakin besar dituntut dengan kinerja perusahaan

yang semakin besar pula, Setiap organisasi atau perusahaan pasti

menginginkan usahanya terus berkembang dan bertahan di dalam masyarakat

sehingga dalam bisnis apapun prioritas utama adalah keberlanjutan usaha,

sedangkan keberlanjutan usaha tanpa ditopang kepedulian terhadap aspek

lingkungan dan sosial ada potensi yang menimbulkan kendala-kendala baik

berbentuk laten maupun manifest, yang tentunya akan menghambat

pencapaian keuntungan suatu organisasi atau perusahaan. Hal tersebut terkait

dengan konsep pembangunan berkelanjutan, yakni pembangunan yang

diharapkan mampu memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa

mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang.Bagaimanapun sebuah

bisnis tidak akan berjalan optimal jika tidak mampu menjaga cadangan

sumber daya alam (resource) yang meliputi aspek social dalam hal ini sumber

daya manusia ( SDM ) dan aspek lingkungan atau sumber daya alam ( SDA ).

Keberlanjutan sebuah perusahaan ditentukan oleh aspek social dan

lingkungan, bukan lagi semata-mata demi keuntungan bisnis (profit)

dikarenakan aspek sosial dan lingkungan merupakan parameter untuk

mengetahui apakah ada dampak positif dan negatif dari kehadiran perusahaan

2

sebagai komunitas baru terhadap komunitas lokal ( masyarakat setempat ).

Selain itu juga perusahaan perlu mendapatkan izin lokal ( local license )

sebagai bentuk legalitas secara cultural jika keberadaannya diterima di dalam

masyarakat. Perusahaan terkadang sudah merasa cukup dengan hanya

mengandalkan operasional baik dari pemerintah pusat, provinsi,dan

kabupaten namun mengabaikan izin lokal dalam wujud kepeduliaan terhadap

masyarakat sekitar dan lingkungan.

Oleh sebab itu, hal ini dapat menjadi pengantar sebagai perubahan

paradigma kita semua untuk mengetahui tanggung jawab sosial perusahaan

yang biasa dikenal dengan corporate social responsibility ( CSR ). Dahulu

banyak perusahaan memaknai CSR atau istilah lain seperti community

development ( CD ) program kemitraan, program bina lingkungan itu sebagai

sebuah beban atau biaya resiko karena tidak menghasilkan timbal balik

terhadap keuntungan yang didapat perusahaan. Tapi seiring berkembangnya

isu tentang CSR yang di dalam masyarakat, perusahaan pun semakin

menyadari bahwa CSR bukan lagi beban, melainkan bagian dari modal sosial

dimana keberlanjutan sebuah perusahaan tidak dilihat dari profit

(keuntungan) tetapi juga daya dukug planet (lingkungan alam) dan people

(masyarakat). Tanggung jawab sosial dan lingkungan akan semakin besar

disandang jenis perusahaan pengelola sumber daya alam (ekstraktif)

perkebunan dan jenis perusahaan yang memiliki tingkat resiko tinggi terhadap

perubahan lingkungan alam dan sosial. Parameter keberlanjutan ditentukan

oleh sejauh mana perusahaan mampu mengelola hubungan dengan

masyarakat dan lingkungan melalui program CSR. Perkembangan CSR tidak

3

bisa terlepas dari konsep pembangunan berkelanjutan (sustainability

development) definisi pembangunan berkelanjutan menurut the world

commission on evirotmentand development yang lebih dikenal dengan The

brundtland comissiom adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan

manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang

dan memenuhi kebutuhan mereka.

2. Orisinalitas

Kegiatan CSR ( Corporate Sosial Resposibility ) Perusahaan merupakan

hal yang dibicarakan dalam penelitian ini. Penelitian yang mengkaji tentang

kegiatan CSR perusahaan pernah dilakukan oleh beberapa pihak.Penelitian

yang mengangkat tema Corporate Social Responsibility telah banyak

dilakukan, baik secara kulitatif ataupun kuantitatif. Tema yang saya angkat

yaitu CSR, tetapi yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang

lain adalah fokus yang mengarah dampak implementasi program CSR

masyarakat terkait program kemitraan oleh PT Krakatau Steel. Ada peneliti

yang meneliti keefektifan program CSR PT Krakatau Steel dengan fokus

pinjaman modal kepada masyarakat kecamatan Citangkil periode 2010-2011

yang dilakukan pada tahun 2012 oleh Marina, mahasiswi fakultas Ilmu Sosial

dan Politik, jurusan Ilmu Administrasi Negara, Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa.

Penulis belum menemui kajian yang sama dengan yang akan diteliti,

sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar tanpa adanya berbagai spekulasi

yang mengatas namakan penelitian orang lain.

4

Dari beberapa peneltian sebelumnya, persamaan dengan penelitian yang

hendak dilaksanakan adalah sama-sama terfokus pada bentuk pelaksanaan

CSR di sebuah perusahaan. Namun, pada penelitian yang sebelumnya lebih

fokus pada keefektifan pelaksanaan program CSR. Sedangakanpenelitian

yang dilaksanakan ini adalah mengkaji mengenai bagaimana proses

implementasi program CSR oleh perusahaan dengan kaitannya dalam

pengembangan ekonomi masyarakat serta bagaimana munculnya kendala

dalam proses implementasi program CSR PT Krakatau Steel.

3. Relevansi dengan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan

Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan ilmu yang

mempelajari tentang masyarakat. Mempelajari masyarakat ini termasuk

mempelajari kehidupan dan pola masyarakat, seperti hubungan antar

masyarakat dan pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat ini

meliputi segala tindakan manusia untuk menciptakan keseimbangan

hubungan antara kebutuhan (needs) dengan sumber daya (resources) demi

mendapatkan kesejahteraan mental,fisik, dan sosial masyarakat.

Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dalam konsentrasinya

memiliki 3 fokus keilmuan, diantaranya yaitu Social Policy, Community,

Development, dan Coorporate Social Responsibility. Dalamperkembangannya

community development memiliki kaitan dengan arah pembangunan yang

berkelanjutan yang ada dinegara kita. Pembangunan yang sekarang dilakukan

oleh negara kita lebih mengarah pada pemberdayaan dimana dalam proses

perwujudannya membutuhkan adanya partisipasi dari masyarakat dan

5

dikelola secara berkelanjutan. Masyarakat merupakan subjek dalam proses

pembangunan berbasis pemberdayaan. Masyarakat menjadi objek dalam

pemberdayaan agar terjadi pengembangan pada diri masyarakat sehingga

nantinya akan timbul masyarakat yang berdaya. Dam mandiri dan mampu

menghadapi masalah yang terjadi dalam perekonomian mereka sendiri.

B. Latar Belakang Masalah

Di masa era globalisasi seperti ini sering terjadi kecelakaan dan musibah yang

menimpa masyarakat, sehingga menimbulkan masalah bagi masyarakat, hal inilah

yang perlu disadari bersama perlunya kesadaran tentang CSR (corporate Social

Responsibility) demi dicapainya keseimbangan dunia usaha antara pelaku dan

masyarakat sekitar (stakeholders) yang tentunya menuntut para pelaku usaha

untuk menjalankan usahanya lebih bertanggung jawab. Banyak yang tidak sadar

dengan perubahan lingkungan yang sangat dinamis, baik yang dipicu oleh

kekuatan eksternal maupun internal telah memaksa para pelaku bisnis untuk tidak

semata meningkatkan laba dan kinerjanya, tetapi juga mesti peduli terhadap

problem sosial. Semakin besarnya kekuasaan para pelaku bisnis ternyata telah

membawa dampak yang signifikan terhadap kualitas kehidupan manusia, baik

individu,masyarakat dan sekitarnya. Fenomena inilah yang mendorong wacana

tentang CSR yang menekankan tanggung jawab social bukan lagi sekedar

aktivitas ekonomi belaka,(menciptakan profit untuk kelangsungan bisnis)

melainkan juga tanggung jawab social di dalam masyarakat( people ), dan

lingkungan(planet).

6

Secara umum CSR merupakan bentuk kontribusi yang nyata dan menyeluruh

dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan, dengan tentu saja

mempertimbangkan dampak ekonomi,sosial,dan lingkungan dari

kegiatannya.Penerapan CSR saat ini sedang berkembang pesat di Indonesia

sebagai respon untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari

pengelolaan resiko, menuju sustainability dari kegiatan usahanya.Jelas subtansi

yang dimaksud adalah kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan

lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal,

nasional, maupun global, seperti menurut ahliElkington (1997).Seperti yang beliau

katakan perusahaan yang menunjukkan tanggungjawab sosialnya akan

memberikan perhatian kepada peningkatan kualitas perusahaan(profit);

masyarakat, khususnya komunitas sekitar (people); serta lingkungan

hidup(planet). Ia berpendapat bahwa CSR merupakan aksi dari sebuah perusahaan

untuk menunjukkan tanggung jawab sosial di dalam masyarakat dengan cara

peningkatan kualitas perusahaan ( profit ) masyarakat sekitar ( people ) dan juga

lingkungan hidup ( planet ). Oleh sebab itu, ketika ingin mengkaji lagi lebih

dalam permasalahan sosial yang menyangkut tentang CSR perusahaan-perusahaan

yang ada di Indoenesia tidak akan ada habisnya karena pola pikir yang ada

dimasyarakat, merasa banyak pihak yang bertahan dengan kepentingannya

masing-masing, misalnya masyarakat disekitar tempat perusahaan beroperasi

merasa masih memiliki hak untuk menuntut lebih banyak padahal dari sisi

perusahaan merasa sudah berbuat banyak bahkan lebih dari cukup untuk semua

kalangan kepentingan, ada juga dari sisi birokrat merasa memiliki kewajiban

untuk memperjuangkan hak yang terdiri atas pajak, Penerimaan Negara Bukan

7

Pajak (PNBP) dan bahkan bagi hasil bea perolehan hak atas tanah dan bangunan

(BPHTB). Sehingga berbagai permasalahan pun bisa timbul diantaranya masalah

sosial walaupun hal tersebut bisa dikatakan permasalahan “antara ada dan tiada”

sebagai dampak sosio phsycologis dari kondisi tersebut, menimbulkan beberapa

masalah diantaranya adalah :

1. Masalah ketenagakerjaan yang sampai saat ini tuntutan proritas tenaga

kerja “ pribumi atau putra daerah yang terkadang harus dilakukan dengan

cara frontal untuk mendapat respon kepada pihak perusahaan maupun

mitra perusahaan. Hal yang wajar jika kemudian isu pribumi atau putra

daerah semakin menguat misalnya banyak kasus yang terjadi seperti

pemulangan paksa tenaga kerja yang berasal dari daerah lain.

2. Masalah pemberdayaan yang cenderung kadang “pilih kasih” bahkan

terkesan melupakan azas persaingan sehat dalam tender.

3. Amarah sosial yang menjadi hal yang rentan terjadi, dikarenakan mudah

terpicunya persoalan ekonomi yang sulit yang ada di masyarakat.

4. Hubungan yang harmonis antara pihak perusahaan dengan masyarakat

setempat seolah tidak berjalan, karena masyarakat memandang

perusahaan masih terlalu over protectif dikarenakan sifat “tertutup” dari

perusahaan. Sehingga menimbulkan rasa tidak memiliki yang kuat dalam

diri masyarakat terhadap perusahaan pada sisi lain perusahaan juga

menganggap masyarakat terlalu banyak menuntut (dengan banyaknya

permintaan bantuan yang masuk mengatasnamakan kepentingan

umum/masyarakat).

8

Kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dapat memberikan

keuntungan kepada perusahaan jika kegiatan dilakukan dengan baik sesuai dengan

kaidah-kaidah yang ada, dalam implementasinya masih banyak perusahaan hanya

untuk formalitas dan untuk mentaati undang-undang yang telah dibuat oleh

pemerintah dalam melakukan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR),

perusahaan hanya memikirkan keuntungan dan citra perusahaan tanpa

memperhatikan apa yang telah dirusak yaitu lingkungan dan masyarakat sekitar

yang dirugikan oleh perusahaan. Hal ini yang membuat pola pelaksanaan

Corporate Social Responsibility (CSR) tidak efektif.

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Sosial

Responsibility ( CSR ) yang termasuk dalam UU. No 25 tahun 2007 tentang

penanaman modal LNNo. 67 TLN No.4274, UU No.40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas dan keputusan menteri BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003

tentang program kemitraan dan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil

dan Program Bina Lingkungan (PKBL), muncul sebagai akibat adanya kenyataan

bahwa pada dasarnya karakter alami dari setiap perusahaan adalah mencari

keuntungan semaksimal mungkin tanpa memperdulikan kesejahteraan karyawan,

masyarakat dan lingkungan alam. Tapi seiring dengan meningkatnya kesadaran

dan kepekaan dari stakholder perusahaan, maka konsep tanggung jawab sosial

muncul dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kelangsungan hidup

perusahaan dimasa yang akan datang. Tanggung jawab sosial perusahaan dapat

didefinisikan secara sederhana sebagai suatu konsep yang mewajibkan perusahan

untuk memenuhi dan memperhatikan kepentingan para stakeholder dalam

kegiatan operasinya mencarikeuntungan.Stakeholder yang dimaksud diantaranya

9

adalah para shareholder , karyawan (buruh),customer, komunitas lokal, pemerintah,

lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lain sebagainya.

Demikian juga dengan perusahaan BUMN PT Krakatau Steel yang

memproduksi baja. Perusahaan sempat menjadi penghasil baja terbesar di Asia

saat tahun 90-an dan baja-baja yang dihasilkan banyak diekspor ke berbagai benua

karena memang kualitasnya sangat baik. Tidak heran kini kota Cilegon yang pada

awalnya adalah daerah pertanian, kini berubah menjadi daerah industri karena

banyak perusahaan atau pabrik yang berdiri hampir sejajar diujung barat pulau

Jawa.Sehingga saat ini tanggung jawab social perusahaan disebutdengan program

Krakatau Steel Peduli. Begitu juga kegiatan CSR juga dilakukan lewat beberapa

unit usaha: Baitul Maal Krakatau Steel Group, Yayasan Pendidikan Krakatau

Steel, Serikat Karyawan Krakatau Steel, dan Badan Pembina Olahraga dan Seni

Krakatau Steel. Selain sebagai kewajiban eksistensial Krakatau Steel, pelaksanaan

PKBL juga amanat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun

2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Berikut adalah 5 program CSR PT. Krakatau Steel:

a. Program Peduli Pendidikan

b. Program Peduli Kesehatan

c. Program Peduli Sarana dan Prasarana Umum

d. Program Peduli Usaha Kecil

e. Program Tanggap Bencana

10

Tabel 1.1Realisasi Program Bina Lingkungan Tahun 2011

Sumber: Buku CSR PT. Krakatau Steel. Hlm 47

Tabel 1.2Realisasi Program Kemitraan Tahun 2011

Sumber: Buku CSR PT. Krakatau Steel. Hlm 46

11

Tabel I.3Daerah Penerima Program PT. Krakatau Steel

Sumber: Buku CSR PT. Krakatau Steel Hlm. 47

Dari data ini dapat dilihat berapa banyak dana CSR yang keluarkan oleh

perusahaan PT Krakatau Steel di tahun 2011 dan yang paling banyak ada disektor

perdagangan dalam wujud pinjaman modal bagi masyarakat sekitar. Dengan

begitu program CSR yang berjalan tentu saja sangat membantu masyarakat, tapi

pertanyaannya apakah semua dana yang dikeluarkan itu bisa merata ke dalam

masyarakat dan apakah masyarakat telah berdaya dan bisa hidup mandiri dalam

artian masyarakat sudah sejahtera.

Wujud implementasi dari program CSR di PT Krakatau Steel adalah

merupakan bentuk kontribusi nyata CSR perusahaan dalam mengembangkan dan

melakukan pemberdayaan ekonomi masyrakat, komitmen perusahaan untuk

melakukan program CSR nya tidak perlu diragukan lagi. Tapi hal ini juga lagi-lagi

12

bisa menimbulkan pertanyaan, dalam rangka pembangunan yang berkelanjutan,

dimasa yang akan datang apakah bisa diketahui implementasi program CSR

perusahaan PT Krakatau Steel telah berhasil memberdayakan masyarakat

disekitarnya, tanpa kita mengetahui proses penerapan dan tata kelola dari program

CSR itu sendiri, tentunya bentuk CSR perusahaan yang baik adalah yang mampu

memegang kuat prinsip “3P” prinsip pembangunan berkelanjutan serta

berkomitmen dalam hal penerapan sistem manajemen dan tata kelola CSR di

dalam perusahaannya. Dengan menerapkan sistem dan tata kelola CSR yang baik,

maka tentunya perusahaan mampu mengedentifikasi serta mengembangkan

program PKBL berdasarkan prioritas dari kebutuhan masyarakat pada saat itu,

dengan kata lain perusahaan dengan sendirinya mampu meningkatkan kinerja

perusahaannya melalui bentuk CSR perusahaan serta mampu menaikan image

perusahaan dimata masyarakat.

Pada kenyataannya, walaupun perusahaan telah melaksanakan program CSR

sesuai dengan prosedur yang sudah ada masih ada kendala-kendala yang

ditemukan dalam keberlangsungan kegiatan untuk mensukseskan program secara

keberlanjutan, karena program berbasis Community Development tentunya

melibatkan masyarakat dari tahap perencanaan sampai pada tahap evaluasi, karena

dengan terlibatnya masyarakat dalam program PKBL akan sangat membantu

untuk mensukseskan keberlanjutan program dan sukses memberdayakan

masyarakat setempat jadi lebih mandiri dan sejahtera.

Dalam proses impelementasi program CSR yang baik tentunya

perusahaanharus melibatkan masyarakat, semisal dengan hadirnya perusahaan

dalam forum rembuk desa untuk membahas hal-hal yang akan dijadikan

13

rekomendasi untuk implementasi progran CSR di suatu tempat. Penglibatan ini

juga dapat dilihat dari sejauh mana perusahan memanfaatkan exsisting forum yang

telah ada di dalam masyarakat sejak lama, seperti Forum PKK, Karang Taruna,

Forum Masyarakat dan lainnya.Selain itu perusahaan juga dituntut untuk

membuat sebuah perencanaan matang untuk menjalan program CSR-nya.

Walaupun demikian, tata kelola CSR yang fleksibel juga harus didukung oleh

ketersediaan struktur dan tujuan yang jelas dalam membantu pelaksanaan program

CSR yang dibuat oleh pihak perusahaan. Hal ini tidak kalah penting karena SDM

yang menjalankan program CSR harus didukung oleh ketersediaan pendidikan

dan pelatihan yang mumpuni dalam hal-hal yang bersifat praktis. Seperti

memposisikan SDM yang memiliki latar belakang pendidikan dan pelatihan

terkait Community Development dalam struktur CSR.

Dengan mengikuti perkembangan dan minat serta kebutuhan yang ada di

dalam masyarakat, perusahaan harus mengefektifkan program-program CSR dan

juga tentunya pihak perusahaan tidak mengeluarkan dana secara percuma hanya

untuk mengikuti aturan-aturan CSR yang wajib dilakukan sesuai yang ada dalam

undang-undang UU. No 25 tahun 2007 tentang penanaman modal LNNo. 67 TLN

No.4274, UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan keputusan

menteri BUMN Nomor : Kep-236/MBU/2003 tentang program kemitraan dan

Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (

PKBL).

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan adalah program CSR yang di

bentuk oleh divisi PKBL PT Krakatau Steel, yang sudah berjalan dari tahun 1992,

hingga kini dimana program ini bertujuan untuk membantu pemerintah dalam

14

memberdayakan masyarakat dengan melakukan pemberdayaan pada usaha-usaha

kecil yang ada di dalam masyarakat. Program kemitraan merupakan program yang

sudah berjalan dan mempunyai mitra binaan sebanyak 3783 unit. Mitra binaan

adalah masyarakat yang telah secara resmi sudah menjadi mitra

perusahaan,karena tidak semua usaha yang bisa menjadi mitra binaan perusahaan

ada beberapa kriteria yang harus diikuti untuk menjadi mitra binaan PT. Krakatau

Steel.

Dalam pelaksanaan CSR, terdapat kendala yang munculdi dalam proses

implementasi program pengembangan usaha kecil dan menengah oleh PT

krakatau Steel. Kendala tersebut adalah terjadinyakemacetan dana bergulir di

dalam masyarakat. Kemacetan yang dimaksud adalah ketika mitra binaan tidak

mampu mengembalikan pinjaman modal yang telah didapat dari perusahaan,

sehingga perusahaan harus menagih kepada mitra binaan tersebut. karena

mengingat dana yang telah dikeluarkan oleh perusahaan PT. Krakatau Steel tidak

sedikit, setiap tahun tahun selalu bertambah ditahun 2013 ini ada sekitar 35 milyar

dana yang telah disiapkan untuk program kemitraan, tapi sampai saat ini hanya

sekitar 8 milyar dana yang baru keluar dimasyarakat, sehingga ini juga perlu

dijadikan perhatian dari pihak perusahaan. Dan kadang masyarakat harus

mengajukan proposal baru kepada pihak perusahaan untuk mendapatkan bantuan

baru untuk usahanya, dan tidak sesuainya pengajuan dana proposal pinjaman

diawal dengan yang didapatkan. Sebenarnya selagi masyarakat atau penerima

bantuan dana ingin maju, pihak perusahaan akan tetap membantu dengan bantuan

dan perjanjian yang baru antara perusahaan dan pengembangan usaha. tapi yang

menjadi pertanyaan dsini apa yang menyebabkan permasalahan kemacetan dana

15

bergulir yang ada di dalam masyarakat? Banyak hal yang bisa terjadi, bisa dari

segi proses implementasi program CSR yang kurang cocok ataukah kondisi

masyarakatnya yang belum mampu menyesuaikan. Karena di dalam proses

implementasi program CSR dalam bentuk pengembangan ekonomi masyarakat,

seringkali mengalami kendala-kendala seperti kurangnya pendampingan dan

kurangnya waktu pelatihan softskill dan management kepada mitra binaan

setempat, karena mengingat sebagian besar mitra binaan tidak mengerti apa-apa

mengenai bagaimana menjalankan sebuah usaha dan cara mendapatkan profit,

atau kurangnya pengawasan yang berkelanjutan dari pihak perusahaan bisa juga

menjadi salah satu pemicu terjadi permasalahan yang akan kita cari tahu

nantinya.Hal ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi pihak perusahaan agar

tidak terus menjadi kendala dan menimbulkan permasalah baru nantinya. (Sumber:

Buku CSR PT. Krakatau Steel. Hlm 42.

Dalam proses implementasi program CSR yang baik, kita harusmengetahui

dulu akar masalah yang terjadi dilapangan, jumlah dana yang macet dari para

mitra binaan PT Krakatau Steel berkisar sampai Rp 491.443.911,00 itu baru pada

satu wliayah kecamatan saja yaitu pada daerah Cibeber, sedangkan jumlah total

dana yang macet pada dalam program kemitraan telah mencapai 11 M, ini juga

menjadi alasan kenapa peneliti ingin melakukan penelitian dalam proses

implementasi sebuah program CSR di PT. Krakatau Steel karena diketahui setiap

perusahaan sudah menjalankan CSR-nya namun mengapa masih ada saja kendala

yang terjadi, banyak yang mempengaruhi hal tersebut, Apakah dari sebuah proses

implementasi yang berjalan yang belum maksimal ataukah memang ada kendala

yang terjadi di dalam intern perusahaan sendiri. sehingga dengan demikian

nantinya diharapkan penelitian mampu memberikan sebuah solusi ketika

16

mendapat kendala ditengah-tengah jalannya program kemitraan.Bisa

jugamelakukan sebuah perbaikan sistem yang lebih fleksibel yang akan

memberikan hasil yang maksimal terhadap program CSR yang dilaksanakan oleh

perusahaan. dengan melakukan sebuah transformasi terhadap sistem management

CSR yang diaplikasikan, misalnya seperti melibatkan masyarakat dari proses

perencanaan sampai tahap evaluasi, melakukan pendampingan dan pengawasan

serta memberikan pelatihan softskill dan management yang lebih intens terhadap

mitra binaan terhadap usaha yang dijalankannya, atau juga melakukan promosi

hasil usaha masyarakat, adalah beberapa bentuk transformasi sistem management

CSR yang bisa memberikan dampak besar terhadap program CSR sehingga

nantinya akan memberikan efek positif dari program CSR yang dilaksanakan oleh

perusahaan.

C. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana proses implementasi Program Kemitraan Divisi PKBLdan

penyebab kemacetan dana bergulir yang dihadapi mitra binaan PT Kratakau Steel

di kota Cilegon, Banten?

D. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui proses implementasi program kemitraan divisi PKBL dan

kendala kemacetan dana bergulir yang dihadapi mitra binaan PT Krakatau Steel di

kota Cilegon, Banten.

17

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Bagi Perusahaan : dapat dijadikan bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan untuk program CSR

dalam bidang pengembangan usaha kecil dan menengah ( UKM )

kedepannya sesuai dengan peraturan dan Undang-Undang yang

mengatur tentang CSR dalam sebuah Perusahaan.

2. Manfaat Bagi divisi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

:dapat dijadikan bahan evaluasi dari program-program yang telah

berjalan.

3. Manfaat Bagi Mitra Binaan ( UKM ) setempat:dapat membantu

memberikan masukan kepada perusahaan ketika menghadapi kendala

ketika menjalankan usahanya.

4. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya: mendapatkan pengetahuan yang

mendalam mengenai konsep CSR yang diimplementasikan

diperusahaan-perusahaan dalam meningkatkan pengembangan

ekonomi masyarakat.

18

F. TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Corporate Social Responsibility ( CSR )

Ada banyak definisi konsep tentang CSR yang selama ini dikenal, dulu konsep

CSR hanya sebagai bentuk derma ( charity ) dan sebelum orang mengenal konsep

CSR pada tahun 1970-an yang sekarang ini, ternyata sebelumnya telah ada yang

mengemukakan konsep CSR yang dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada

tahun 1953 ( Carrol, 1999: 270 ) dalam karyanya “ Social Resposibilities of the

businessman”. dan ternyata konsep CSR sudah lama ada, tapi dengan konsep

berbeda dari yang sekarang berkembangoleh karena itu untuk menghormatinya,

Carrol menyebut Bowen sebagai “ the father ‘s of corporate Social responsibility

“ yang merumuskan konsep tanggung jawab social sebagai the obligations of the

businessman to pursue those police, to make those decisions, or to follow those

lines of action which are desirable in term of the objectives and values of our

society “ Steiner and Steiner ( 1994: 105 110 ).ia menyebutkan tanggung jawab

Dengan memandang rumusan Bowen mengenai tanggung jawab social yang

dilakukan oleh pelaku bisnis, adalah sebagai kelanjutan dari pelaksanaan berbagai

kegiatan derma (charity ) sebagai wujud kecintaan manusia terhadap sesama

manusia ( philantrophy) yang banyak dilakukan oleh para pengusaha ternama

pada akhir abad ke 19 sampai periode tahun 1930-an. Tapi seiring waktu konsep

CSR sendiri telah banyak mengalami perubahan baik dari segi tujuan dan

keberlangsungan usaha di dalam perusahaan. Karena banyaknya konsep-konsep

baru yang bermunculan tentang CSR sehingga menjadikan CSR lebih fleksibel

dimata masyarakat.Konsep awal CSR yang pertama adalah merupakan kegiatan

19

derma untuk sesama manusia yang berkembang hingga menjadikan konsep CSR

sebagai bentuk tanggung jawab oleh sekelompok komunitas atau perusahaan.

Maiganan and Farel ( 2004 ) dalam Susanto ( 2007 )hal.7Corporate Social

Responsibility (CSR) sebagai “ a business act in sociallyresponsible manner when

its decision and action account for and balance diversestakeholder

interests”.Definisi inilebih menekankan bahwa perlunya memberikan perhatian

secara seimbang terhadap kepentingan sebagai stakeholder yang beragam dalam

setiap keputusan dan tindakan yang diambil oleh para pelaku bisnis melalui

perilaku yang secara bertanggung jawab. Definisi CSR sangatlah beragam,

tergantung dari visi dan misi perusahaan yang disesuaikan dengan “ need, desire,

wants dan interest “ masyarakat.Menurut (Wahyudi dan Azheri 2008:37) Berikut

merupakan beberapa definisi CSR dalam Rahman (2009b),yaitu:

1. Melakukan tindakan sosial termasuk kepedulian terhadap

lingkungan hidup, lebih dari batas-batas yang dituntut peraturan

undang-undang (Chambers dalam Irantara, 2004:49)

2. Komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara

legal dan berkontribusi untuk meningkatkan ekonomi bersamaan

dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,

komunitas lokal dan masyarakat yang lebih luas (Trinidads dan

Tobacco Bureau of Standards).

3. Komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan

ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan,

keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (local)

dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan

20

kualitas hidup (The World BusinessCouncil for Sustainable

Development).

CSR yang telah banyak berubah dari sebelumnya hanya sebuah kegiatan

derma berkembang menjadi sebuah kewajiban yang harus dilakukan oleh

sekelompok komunitas atau perusahaan dalam menjalakan bisnisnya. Perusahaan

akan tetap melakukan usaha bisnis, akan tetapi masyarakat juga perlu sebuah

bentuk “ giving back “ dari perusahaan agar keharmonisan antara perusahaan dan

masyarakat tetap terjaga dan akan terus berlanjut kedepannya, karena jelas tujuan

dari dibentuknya CSR di perusahaan adalah karena inginnya tiap perusahaan

dengan bisnis apapun menginginkan keberlanjutan dan kestabilan usaha, karena

keberlanjutanakan mendatangkan keuntungan sebesar-sebesarnya bagi

perusahaan. Setidaknya ada 3 alasan penting mengapa kalangan dunia usaha wajib

merespon CSR agar sejalan dengan jaminan keberlanjutan operasional

perusahaannya, seperti yang di kemukakan oleh Wibisono ( 2007:06 ).

1. Pertama, perusahaan adalah bagian dari masyarakat dan oleh

karena itu wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan

masyarakat. Perusahaan mestinya menyadari bahwa mereka

beroperasi dalam satu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan

social ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya timbal balik

atas penguasaan saham yang bersifat ekpansif atau eksploratif, di

samping sebagai kompensasi social karena timbul

ketidaknyamanan pada masyarakat.

2. Kedua, kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki

hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme untuk

21

mendapatkan dukungan dari masyarakat, sehingga bisa tercipta

harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan

performa perusahaan.

3. Ketiga, kegiatan CSR merupakan salah satu cara untuk meredam

atau bahkan menghindari konflik social. Potensi konflik itu

berasal akibat dari dampak operasional perusahaan akibat

kesenjangan structural dan ekonomis yang timbul antara

masyarakat dengan komponen masyarakat.

Dengan adanya konsep baru tentang CSR maka perusahaan jelas akan

mempertimbangkan atau setidaknya merespon demi keberlangsungan usahanya

kedepan. Karena masyarakat dan perusahaan bagaimanapun juga akan saling

membutuhkan baik dari segi finansial dan sosial. Meskipun banyak definisi,

secara esensial CSR merupakan wujud dari giving back dari perusahaan kepada

masyarakat. Perihal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan dan menghasilkan

bisnis berdasarkan pada niat tulus guna memberi kontribusi yang paling positif

pada komunitas (stakeholders). Di Indonesia, CSR secara gencar dikampanyekan

oleh Indonesia Business Link (IBL).

Aktivitas CSR tidak hanya memperhatikan satu fokus saja ( profit ) akan tetapi

juga melihat dari berbagai aspek-aspek yang saling berkaitan satu sama lain untuk

mendukung perusahaan. misalnya mampu menciptakan SDM yang handal dan

juga mampu memberdayakan masyarakat sekitarnya, dengan begitu keharmonisan

antara masyarakat dan perusahaan akan tetap terjaga dan akan mengurangi resiko

konflik bagi perusahaan tentunya. Dengan munculnya konsep management

modern saat ini yang sangat membantu baik dalam lingkup internal perusahaan

22

maupun didepan publik, karena perusahaan disini dipandang sebagai agen moral

dimana perusahaan yang seharusnya dengan atau tanpa ada aturan hukum pun,

perusahaan akan menjunjung tinggi moralitas dalam melakukan usaha bisnisnya.

Karena bagaimanapun juga Perusahaan harus bertanggung jawab secara etis. Ini

berarti sebuah perusahaan berkewajiban mempraktikkan hal-hal yang baik dan

benar sesuai dengan nilai-nilai etis. Oleh karena itu, nilai-nilai dan norma-norma

masyarakat harus menjadi rujukan bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan

bisnisnya sehari-hari. Lebih dari itu, perusahaan juga mempunyai tanggung jawab

filantropis yang mensyaratkan agar perusahaan dapat memberikan kontribusi

kepada masyarakat, agar kualitas hidup masyarakat meningkat sejalan dengan

operasi bisnis sebuah perusahaan.

Seperti yang ada dalam buku yang dipopulerkan oleh John Elkington pada

tahun (1997 hal. 23)“ cannibals with Forksm the triple Bottom Line of Twentieth

Century Bussiness”, Elkington memperkenalkan istilah “ Triple Bottom Line”

untuk pertama kalinya, dengan konsep Triple Bottom Line di antaranya ada

pengembangan konsep Economic Prosperity, Environmental quality, dan Social

justice( Wibisiono,2007: 08) pandangan Elkington bahwa perusahaan yang ingin

berkelanjutan haruslah memperhatikan “3P” karena selain mengejar profit,

perusahaan juga memperhatikan dan terlibat dalam pemenuhan kesejahteraan

masyarakat (people) dan turut berkontributif dalam menjaga kelestarian

lingkungan ( planet). Adapun aspek-aspek yang terdapat dalam Triple Bottom

Line, diantaranya :

23

1. Profit

Merupakan unsur terpenting dan menjadi tujuan utama dari setiap

kegiatan usaha. Tak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam

perusahaan dalam adalah mengejar profit atau mendongkrak harga

saham setinggi-tingginya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Profit sendiri pada hakikatnya merupakan tambahan pendapatan yang

dapat digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.

Sedangkan aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit

antara lain dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi

biaya, sehingga perusahaan mempunyai keunggulan kompetitif yang

dapat memberikan nilai tambah semaksimal mungkin.

2. People

Menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan merupakan salah satu

stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan masyarakat

sekitar sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan hidup dan

perkembangan perusahaan, maka sebagai bagian yang tak terpisahkan

dengan masyarakat lingkungan, perusahaan perlu berkomitmen untuk

berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat

Selain itu juga perlu disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi

memberikan dampak kepada masyarakat sekitar. Karenanya pula

perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang menyentuh

kebutuhan masyarakat. Intinya, jika ingin eksis dan akseptabel

perusahaan harus menyertakan pula tanggung jawab yang bersifat sosial.

3. Planet

Jika perusahaan ingin tetap eksis maka harus disertakan pula tanggung

jawab kepada lingkungan. Lingkungan adalah sesuatu yang terkait

dengan seluruh bidang kehidupan kita. Namun sayangnya, sebagian

24

besar dari kita masih kurang peduli dengan lingkungan sekitar. Hal ini

antara lain disebabkan karena tidak ada keuntungan langsung di

dalamnya. Keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu

merupakan hal yang wajar. Maka, kita melihat banyak pelaku industri

yang hanya mementingkan bagaimana menghasilkan uang sebanyak-

banyaknya tanpa melakukan upaya untuk melestarikan lingkungan.

Padahal dengan melestarikan lingkungan, mereka justru akan

memperoleh keuntungan yang lebih,terutama dari sisi kesehatan,

kenyamanan, disamping ketersediaan sumberdaya yang lebih

terjaminkelangsungannya.

Dengan mengacu dari konsep “Tripple Bottom Line”akan terlihat perusahaan

yang ingin usahanya tetap berlanjut,dengan menggunakan konsep 3P karena akan

mengalami banyak perubahan baik dari sisi profit yang didapatnya dan juga

“image” dimata masyarakat dan juga secara hukum dan undang-undang

melakukan pemeliharaan lingkungan untuk masa akan datang yang akan

digunakan oleh anak cucu kita nanti.Sehingga dengan konsep seperti ini jelas akan

mengurangi resiko negative terhadap perusahaan itu sendiri dan tentunya malah

mendapat keberlanjutan usaha kedepannya. Maka dari itu perusahaan tidak lagi

dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu

aspek ekonomi yang direfleksikan dalam kondisi finansial-nya saja, namun juga

memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Profit (keuntungan) merupakan

unsur penting dan menjadi rujukan utama setiap kegiatan usaha. Maka tidak heran

fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan adalah menjadi profit atau

mendongkrak harga saham setinggi-tingginya, baik secara langsung ataupun tidak

langsung. People (masyarakat) menyadari bahwa masyarakat sekitar perusahaan

25

merupakan salah satu stakeholder penting bagi perusahaan, karena dukungan

masyarakat sekitar sangat diperlukan bagi keberadaannya, kelangsungan hidup

dan perkembangan perusahaan, maka perusahaan perlu berkomitmen untuk

berupaya memberikan manfaat sebesar mungkin kepada masyarakat. Planet

(lingkungan) jika perusahaan ingin eksis dan akseptabel maka harus disertakan

pada tanggung jawab kepada lingkungan. Hubungan masyarakat dengan

lingkungan adalah hubungan yang sebab akibat, dimana jika merawat lingkungan,

maka lingkungan pun akan memberikan manfaat kepada kita, begitu juga

sebaliknya.Dalam perkembangannya CSR tentu saja menjadikan perusahaan-

perusahaan bersaing secara sehat untuk menjadikan perusahaannya menjadi lebih

baik.Bersaing untuk mendapatkan “ image” yang baik di mata masyarakat akan

sangat membantu perusahaan dalam mengembangkan bisnis yang mereka

jalankan.

Emirzon (2006) Vol.4 hal. 8 diera pasar bebas, dalam kaitan bisnis yang

kemudian dituntut untuk mengembangkan, menerapkan sistem, dan paradigma

baru dalam pengelolan bisnis yaitu dengan melakukan prinsip-prinsip tata kelola

Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance, disingkat GCG).Menurut

Emirzon diera pasar,bisnis yang baik adalah metode yang telah menggunakan

paradigma baru dan sistem yang baru, dengan menjalankan prinsip-prinsip tata

kelola perusahaan yang baik Good Corporate Governance ( GCG ).Konsep dasar

dan pengertian Good Corporate Governance yaitu sebagai sistem yang digunakan

untuk mengarahkan dan mengelola kegiatan perusahaan. Definisi Good Corporate

Governance yang disampaikan diatas, memiliki kesamaan makna yang

menekankan pada bagaimana mengatur hubungan antara pihak yang

26

berkepentingan dengan perusahaan yang diwujudkan dalam satu sistem

pengendalian perusahaan. Terdapat lima prinsip dalam GCG dalam Emirzon

(2006)Vol.4. Hal. 8 Yaitu :

1. Transparancy, sebagai keterbukaan informasi, baik dalam proses

pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi

material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Accountability, kejelasan fungsi, struktur, sistem dan

pertanggung-jawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan

perusahaan terlaksana secara efektif.

3. Responsibility, kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan

perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan

perundangan yang berlaku.

4. Independency, suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara

professional tanpa benturan kepentingan manapun yang tidak

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Fairness, perlakuan adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak

stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan

perundang-undangan yangberlaku.

Selain adanya hubungan antara konsep CSR, perusahaan juga membutuhkan

suatu sistem yang baik untuk mengendalikan dan mengelola perusahaan antara

pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan sehingga akan memberikan

kesesuaian dan keseimbangan yang mampu menjaga image perusahaan di dalam

masyarakat dan juga dari perusahaan lainnya.Dengan adanya prinsip-prinsip

27

dalam mengelola perusahaan tentunya akan menjadikan perusahaan-perusahaan

untuk bersaing dalam mengembangkan perusahaan mereka dalam artian akan

menjadikan perusahaan menjadi lebih baik.

2. UKM ( usaha kecil dan menengah )

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menurut Sumodiningrat 2007

(http://www.ekonomirakyat.org/edisi_13/artikel_2.htm diakses pada 20 Juni

2013), mempunyai ciri utama: (1) pada umumnya dalam berusaha tidak

memisahkan kedudukan pemilik dengan managerial; (2) menggunakan tenaga

kerja sendiri; (3) (unbankable) mengandalkan modal sendiri, (4) sebagian tidak

berbadan hukum dan memiliki tingkat kewirausahaan yang relatif rendah. Kriteria

lain menurut Bank Indonesia adalah: (1) kepemilikan oleh individu atau keluarga;

(2) memanfaatkan teknologi sederhana dan padat karya; (3) rata-rata tingkat

pendidikan dan keterampilan tergolong rendah; (4) sebagian tidak terdaftar secara

resmi dan atau belum berbadan hukum serta; (5) tidak membayar pajak.Ada dua

definisi usaha kecil yang dikenal di Indonesia. Pertama, definisi usaha kecil

menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan

ekonomi rakyat yang memiliki hasil penjualan tahunan maksimal Rp 1 milyar dan

memiliki kekayaan bersih, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha,

paling banyak Rp 200 juta. Kedua, menurut kategori Badan Pusat Statistik (BPS),

usaha kecil identik dengan industri kecil dan industri rumah tangga. BPS

mengklasifikasikan industri berdasarkan jumlah pekerjanya, yaitu: (1) industri

rumah tangga dengan pekerja 1-4 orang; (2) industri kecil dengan pekerja 5-19

orang; (3) industri menengah dengan pekerja 20-99 orang; dan (4) industri besar

dengan pekerja 100 orang atau lebih. Usaha Mikro (Menurut Keputusan Menkeu

28

No. 40/KMK.06/2003, tentang Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil) antara

lain adalah Usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara

Indonesia serta memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun.

Usaha Kecil (Menurut UU No. 9/1995, tentang Usaha Kecil):

1. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan usaha

orang orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau

badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;

2. Bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,

dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung, dengan

Usaha Menengah atau Besar;

3. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta, tidak termasuk tanah

dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan paling banyak

Rp. 100 juta per tahun.

Berdasarkan Kepmenkeu 571/KMK 03/2003 maka pengusaha kecil adalah

pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan barang kena pajak

dan atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran brutto dan atau penerimaan

brutto tak lebih dari 600 juta. Usaha Menengah menurut Inpres No. 10/1999,

tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah:

a. Usaha produktif milik Warga Negara Indonesia, yang berbentuk badan

usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau

badan usaha berbadan hukum termasuk koperasi;

b. Berdiri sendiri, dan bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi, baik langsung

maupun tidak langsung, dengan Usaha Besar;

29

c. Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp. 200 juta, sampai dengan

Rp. 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

memiliki hasil penjualan paling banyak Rp. 100 juta per tahun;

Usaha Produktif (Menurut Keputusan Menkeu No. 40/KMK.06/2003, tentang

Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil): Usaha pada semua sektor ekonomi

yang dimaksudkan untuk dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan

pendapatan usaha. Ada beberapa acuan definisi yang digunakan oleh berbagai

instansi di Indonesia, yaitu:

1). UU No.9 tahun 1995 tentang usaha kecil mengatur kriteria usaha kecil

berdasarkan nilai aset tetap (diluar tanah dan bangunan) paling besar Rp

200 juta dengan omzet per tahun maksimal Rp 1 milyar. Sementara itu

berdasarkan Inpres No.10 tahun 1999 tentang usaha menengah, batasan

aset tetap (diluar tanah dan bangunan) untuk usaha menengah adalah Rp

200 juta hingga Rp 10 milyar.

2). BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM menggolongkan suatu usaha

sebagai usaha kecil jika memiliki omset kurang dari Rp 1 milyar per tahun.

Untuk usaha menengah, batasannya adalah usaha yang memiliki omset

antara Rp 1 sampai dengan Rp 50 milyar per tahun. Berdasarkan definisi

tersebut, data BPS dan Kementrian Koperasi dan UKM pada tahun 2002

menunjukkan populasi usaha kecil mencapai sekitar 41,3 juta unit atau

sekitar 99,85 persen dari seluruh jumlah usaha di Indonesia; sedangkan

usaha menengah berjumlah sekitar 61,1 ribu unit atau 0,15 persen dari

seluruh usaha di Indonesia. Sementara itu persebaran UKM paling banyak

berada di sektor pertanian (60 persen) dan perdagangan (22persen) dengan

30

total penyerapan tenaga kerja dikedua sektor tersebut sekitar 53 juta orang

(68 persen penyerapan tenaga kerja secara total).

3). Departemen Perindustrian dan Perdagangan menetapkan bahwa industri

kecil dan menengah adalah industri yang memiliki nilai investasi sampai

dengan Rp. 5 milyar.Sementara itu, usaha kecil dibidang perdagangan dan

industri juga dikategorikan sebagai usaha yang memiliki aset tetap kurang

dari Rp. 200 juta dan omzet per tahun kurang dari Rp. 1 miliar (sesuai UU

No. 9 tahun 1995).

4). Bank Indonesia menggolongkan UK dengan merujuk pada UU No. 9/1995,

sedangkan untuk usaha menengah, BI menentukan sendiri kriteria aset

tetapnya dengan besaran yang dibedakan antara industri manufaktur (Rp.

200 juta s/d Rp. 5 miliar) dan non manufaktur (Rp. 200 – 600 juta).

5). Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan suatu usaha berdasarkan

jumlah tenaga kerja. Usaha kecil adalah usaha yang memiliki pekerja 1-19

orang; usaha menengah memiliki pekerja 20-99 orang; dan usaha besar

memiliki pekerja sekurang-kurangnya 100 orang. Pada umumnya, usaha

kecil mempunyai ciri antara lain sebagai berikut:

a). Biasanya berbentuk usaha perorangan dan belum berbadan

hukum perusahaan

b). Aspek legalitas usaha lemah

c). Struktur organisasi bersifat sederhana dengan pembagian kerja

yang tidak baku

31

d). Kebanyakan tidak mempunyai laporan keuangan dan tidak

melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dengan kekayaan

perusahaan

e). Kualitas manajemen rendah dan jarang yang memiliki rencana

usaha

f). Sumber Daya Manusia (SDM) terbatas

h). Pemilik memiliki ikatan batin yang kuat dengan perusahaan,

sehingga seluruh kewajiban perusahaan juga menjadi kewajiban

pemilik.

Usaha Kecil dan Menengah memiliki peran yang sangat besar terhadap

perekonomian nasional. Adapun fungsi dan peran UKM diantaranya adalah

sebagai : penyedia barang dan jasa, penyerap tenaga kerja, pemerataan

pendapatan, nilai tambah bagi produk daerah, peningkatan taraf hidup melihat

perannya yang begitu besar maka pembinaan dan pengembangan industri kecil

bukan saja penting sebagai jalur kearah pemerataan hasil-hasil pembangunan,

tetapi juga sebagai unsur pokok dari seluruh struktur industri di Indonesia, karena

dengan investasi yang kecil dapat berproduksi secara efektif dan dapat menyerap

tenaga kerja.Dengan adanya UKM di indonesia, tentunya akan sangat membantu

peran pemerintah dalam mengelola perekonomian negara, karena dengan adanya

UKM bisa menyerap tenaga kerja yang banyak dan tentu saja sebagai penyedia

barang didaerah-daerah yang masih pelosok. Dengan begitu semuanya akan

merata keseluruh masyarakat, tidak ada lagi ketimpangan yang terjadi dari segi

perkenomian karena harapannya nanti bisa membuat masyarakat lebih sejahtera

dan lebih mandiri ketika menghadapi masalah perekonomian yang berat.

32

Hubungan UKM dalam penelitian ini adalah bagaimana sebenarnya sebuah

UKM dalam mengelola usaha yang dijalaninya, apakah UKM yang dimaksud

merupakan sebuah UKM yang memang termasuk kategori dalam usaha kecil,

ataukah semua bentuk usaha yang menjadi mitra binaan tidak melihat dari

persektif kategori usaha kecil.

3. Program Kemitraan CSR sebagai Alternatif Pengembangan UKM

Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Namun demikian, semua strategi dan

program tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kementerian Koperasi dan

UKM secara khusus dan pemerintah pada umumnya mulai dari pusat sampai

Provinsi dan Kabupaten/Kota. Peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi

termasuk para pelaku bisnis dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting.

Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh

sumberdaya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Tanpa

adakemauan dari para pelaku bisnis untuk melakukan perbaikan, bagaimanapun

besarnya sumberdaya yang dialokasikan akan sia-sia saja. Jadi sinergitas di dalam

pemberdayaan UMKM menjadi kunci penentu dalam rangka membangun UMKM

yang tangguh dan berdaya saing tinggi dimasa depan (Dipta, 2008). Vol. 26

hal.62-75,Iajuga menyebutkan salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan

diluar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UMKM dengan usaha

besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip

saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan kita kenal

33

dengan “win-win solution”. Melalui pola kemitraan ini, diharapkan terjadinya alih

teknologi dan manajemen dari perusahaan besar kepada yang lebih

kecil.Disamping itu, pola kemitraan akan mendorong adanya peningkatan daya

saing UMKM. Kemitraan akan membangun adanya kepastian pasokan produk,

karena semuanya diatur dalam kesepakatan dalam bentuk kontrak. Selain

kemitraan yang didasarkan pada inter-relasi atau keterkaitan usaha, dibanyak

negara juga dikembangkan program kemitraan yang didorong karena kepedulian

perusahaan besar untuk membina perusahaan kecil, khususnya usaha mikro dan

kecil. Pola kepedulian perusahaan besar dalam bentuk sosial seperti ini yang

sering disebut CSR telah banyak dikembangkan.

CSR sebagai salah satu solusi kemitraan dapat memperkuat daya saing

UMKM.Kemitraan antara UMKM dengan perusahaan yang kuat akan mendorong

UMKM menjadi kuat juga. Dalam kaitan ini, kepedulian perusahaan besar akan

memberi manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka

pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial

antara sikaya semakin kaya dan simiskin semakin miskin. Pengembangan

programkemitraan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola,

seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan

perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Secara spesifik menyebutkan

bahwa CSR bisa diarahkan agar UMKM bisa dibantu dalam inovasi packaging,

inovasi branding, inovasi produk, serta penampilan produk. Selain hal-hal

tersebut, bentuk program CSR lainnya yang juga bisa dilakukan adalah

pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan

untuk pengembangan UMKM Ali, (2007) hal. 8. ia juga mengatakan bahwa dalam

34

setiap bisnis harus ada inovasi baik dalam segi produk dan penampilan, sehingga

barang atau produk itu nantinya dapat bersaing di dalam pasar.

4. Implementasi Corporate Social Responsibility

Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam tahap implementasi program

CSR yaitu identifikasi masalah,menyusun perencanaan, pelaksanaan, hingga tahap

evaluasi adalah hal yang mutlakada. Terdapat perbedaan penyusunaan program

CSR antara perusahaan nirlaba dengan lembaga bisnis. Menurut DeMartinis

dalam Rahman (2009b: 54 ) menyebutkan beberapa langkah yang dilakukan oleh

perusahaan non-profit dalam menyusun program CSR, yaitu:

1. Merumuskan Komunitas Organisasi

Yaitu dengan melakukan penyusunan pembatasan kategori masyarakat lokal,

mengidentifikasi norma, adat, nilai dan hukum setempat, mengidentifikasi

pemuka pendapat yang berpengaruh dan memiliki komunitas primer dan

sekunder.

2. Menentukan tujuan

Menentukan tujuan dapat dilakukan dengan menemukan data yang terdapat

dilapangan kemudian diformulasikan menjadi tujuan program CSR, atau dapat

juga diarahkan dalam upaya aplikasi dari visi dan misi organisasi yang

bersangkutan.

3. Menyusun pesan yang hendak disampaikan.

Program CSR mengandung sejumlah isu yang menjadi fokus kegiatannya,

maka perlu disampaikan kepada masyarakat. Kesuksesan program CSR sangat

ditentukan oleh pemilihan isu yang tepat.

35

4. Memilih metode yang paling baik dalam penyampaian pesan

Pemilihan metode merupakan sebuah tahap eksekusi dari mekanisme

pemilihan pesan. Eksekusi dalam hal ini, berkaitan dengan pemilihan apakah akan

menggunakan media atau tidak (mediated communication/non

mediatedcommunication), maupun penggabungannya dan metode komunikasi

seperti apa yang digunakan. Cara penyampaian pesan harus selaras dengan

kemampuan audiens dalam memahami pesan.

5. Realisasi program

Realisasi dari sejumlah perencanaan yang dilakukan merupakan tahapan

berikutnya. Menjalankan sejumlah aktivitas dan isu yang telah disepakati,

merupakan hal wajib dilakukan.

6. Analisis hasil/evaluasi

Evaluasi harus dilakuan, untuk mengetahui efektifitas dan tingkat keberhasilan

program CSR yang dijalankan.

Dalam tahap menyusun program CSR yang dilakukan oleh perusahaan non-

profit lebih kepada maksud dan tujuan program CSR itu dibuat dan disesuaikan

dengan visi dan misi perusahaan, dan juga melakukan pemilihan metode

penyampaian pesan dalam tahap eksekusi dari mekanisme pemilihan pesan yang

akan disampaikan apakah melalui media ataupun penggabungan dengan metode

komunikasi tergantung audiens dalam memahami pesan. Pesan akan disesuaikan

dengan tingkat pemahaman yang dimiliki oleh audiens sehingga nantinya program

CSR tersebut tidak mengalami miss understanding dalam pelaksanaannya.Setelah

itu baru masuk dalam pelaksanaan program atau realiasi program yang sudah

36

direncanakan sebelumnya, hasil dari penyusunan program tidak kalah pentingnya

dalam pelaksanaan program karena pelaksanaan program yang menentukan

apakah program berhasil atau tidak dan hasilnya nanti akan ditindaklanjuti dengan

analisis/evaluasi program.

Sementara itu Brown(Iriantara 2004:88 dalam Rahman 2009b) menunjukkan

langkah-langkah yang dilakukan perusahaan bisnis dalam menyusun program

CSR sebagai berikut:

a. Segmentasi

Segmentasi merupakan mekanisme penggolongan berdasarkan sejumlah

faktor tertentu yang membedakan karakter audiens. Faktor yang dapat

digunakan antara lain faktor demografi, psikografi dan geografi.

b. Skala prioritas

Penentuan skala prioritas mengkategorikan audiens dalam kelompok

primer, sekunder dan tersier. Kelompok primer merupakan kelompok yang

menjadi sasaran utama dari aktivitas CSR, disusul kelompok sekunder dan

kelompok tersier. Kelompok tersier bisa jadi hanya terpaan (exposure)

karena perannya yang sangat kecil. kelompok “tetangga” yang mempunyai

relevansi dengan kelompok primer.

c. Penelitian tentang need, desire, wants dan interest komunitas

Tahap ini merupakan langkah yang mutlak dilakukan guna mendapatkan

data tentang komunitas yang nantinya digunakan sebagai dasar

pertimbangan penyusunan program CSR.

d. Dialog dengan opinion leader dalam komunitas

37

Salah satu metode yang dapat ditempuh untuk mendapatkan data asli

tentang komunitas. Selain pengumpulan data dengan dialog langsung

dengan anggota masyarakat, dialog dengan pemuka pendapat juga

dianggap representative untuk mewakili aspirasi komunitas.

e. Penyelarasan

Sinkronisasi jenis program dengan target, pilihan pesan/isu, pemilihan

media dan metode komunikasi yang digunakan dalam CSR dilakukan guna

meningkatkan efektivitas program CSR yang diselenggarakan.

Dalam tahap penyusunan program CSR yang dilakukan oleh perusahaan bisnis

juga mempunyai cara yang berbeda, perusahaan bisnis sebelumnya

mengkategorikan golongan karakter audiens yang nanti menjadi objek program

CSR setelah itu baru melakukan penggolongan audiens menjadi kelompok

primer,sekunder, dan tersier. Dan yang menjadi fokus utama program CSR

perusahaan adalah kelompok primer, setelah itu baru sekunder lalu tersier, tersier

disini bisa hanya sebuah terpaan karena perannya yang sangat kecil. Perusahaan

bisnis juga dalam tahap ini melakukan dialog dengan komunitas setempat, tapi

disini lebih kepada opini leader seperti pemuka yang dapat mewakili aspirasi dari

masyarakatnya. Setelah itu perusahaan baru membedakan target, pemilihan

program, dan juga pemilihan media yang dipakai dalam menyampaikan pesan

kepada masyarakat.

Dalam Wibisono (2007: 37) juga menyatakan ada empat tahapan yang

dilakukan oleh suatu perusahaan dalam melaksanakan program CSR, yaitu:

38

1) Tahap perencanaan

Tahap ini terdiri dari tiga langkah utama yaitu Awareness Building, CSR

Assesment, dan CSR Manual Building. Awareness Building merupakan

langkah awal untuk membangun kesadaran perusahaan mengenai arti

penting CSR dan komitmen manajemen. CSR Assesment merupakan

upaya untuk memetakan kondisi perusahaan dan mengidentifikasi aspek-

aspek yang perlu mendapatkan prioritas perhatian dan langkah-langkah

yang tepat untuk membangun struktur perusahaan yang kondusif bagi

penerapan CSR secara efektif. Pada tahap membangun CSR manual,

perencanaan merupakan inti dalam memberikan petunjuk pelaksanaan

CSR bagi konsumen perusahaan. Pedoman ini diharapkan mampu

memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh

elemen perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu,

efektif dan efisien.

2) Tahap implementasi

Tahap ini terdapat beberapa poin yang harus diperhatikan seperti

pengorganisasian, penyusunan untuk menempatkan orang sesuai dengan

jenis tugas, pengarahan, pengawasan, pelaksanaan pekerjaan sesuai

dengan rencana, serta penilaian untuk mengetahui tingkat pencapaian

tujuan. Tahap implementasi terdiri dari tiga langkah utama yaitu

sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi.

39

3) Tahap evaluasi

Tahap ini perlu dilakukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk

mengukur sejauhmana efektivitas penerapan CSR.

4) Pelaporan

Pelaporan perlu dilakukan untuk membangun sistem informasi, baik untuk

keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan

informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

Seperti yang dijelaskan oleh Wibisono (2007)dalam pelaksanaan program

CSR ada 4 tahapan yang harus diperhatikan, tahapan-tahapan ini jelas akan sangat

mempengaruhi pelaksanaan program, dalam tahap perencanaan perusahaan

melakukan CSR assesment untuk memetakan masyarakat yang dijadikan prioritas

atau biasa juga disebut dengan ( social mapping ).Setelah mengetahui apa

kebutuhan dan siapa saja yang dijadikan prioritas oleh perusahaan maka

perusahaan baru menentukan langkah-langkah yang yang akan digunakan dalam

pelaksanaan program CSR. Setelah itu baru melaksanakan tahap implementasi

dimana dalam tahap ini ada 3 langkah yang harus diperhatikan yaitu

sosialisasi,pelaksanaan, dan internalisasi.Sosialisasi adalah bagaimana perusahaan

mampu mensosialisasikan program CSR nya kemasyarakat agar masyarakat

paham akan kegunaan program CSR tersebut, karena tidak banyak juga

masyarakat belum mengerti dengan program CSR mereka hanya mengerti

perusahaan memberikan dana setelah itu selesai.Ada baiknya perusahaan

memberikan sosialisasi program sebelum melaksanakan program CSR kedalam

masyarakat sehingga masyarakat sudah mengerti akan kewajiban dan hak-

haknya.Setelah program CSR berjalan di dalam masyarakat, bukan berarti tugas

40

perusahaan telah selesai, langkah berikutnya perusahaan melakukan tahapan

evaluasi. Mengevaluasi program CSR sangat penting demi keberlanjutan program

CSR, apa yang menjadi kendala dan kekurangan dalam program tersebut ketika

mengalami masalah dan juga untuk mempertahankan program tetap berjalan dan

berlanjut. Setelah itu baru mulai membuat laporan dari hasil program CSR sebagai

bentuk “ keterbukaan “ didepan masyarakat dan pemerintah, dan juga untuk

mengetahui dana yang dikeluarkan oleh perusahaan digunakan untuk apa,

sehingga tidak timbul kecurigaan yang berlebihan dari pihak pemerintah maupun

masyarakat nantinya.

Dalam tahap implementasi yang efektif dengan prioritas perhatian

perusahaan dan untuk mempermudah implementasi program dalam Soemanto

(2007 : 63 ), pemilihan dampak dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

a) Ring 1 yaitu daerah yang menerima dampak paling besar. Daerah yang

menjadi prioritas pertama ini tidak selalu berada dekat dengan perusahaan.

misalnya, daerah yang jauh dari aktivitas produksi perusahaan, tetapi

menjadi daerah pelintasan truk membawa bahan mentah. Tidak bisa

dipungkiri bahwa aktivitas pengangkutan bahan mentah menimbulkan

debu yang merugikan masyarakat.

b) Ring 2 yaitu daerah yang menjadi tempat pembanguan infrastruktur

pendukung perusahaan seperti pipa air atau sarana lainnya. Adanya

pemabangunan infrastruktur ini menimbulkan dampak fisik maupun

psikologi.

c) Ring 3 yaitu wilayah yang menerima dampak paling kecil atau sama sekali

tidak ada dampak negatif. Selain ketiga ring tersebut, perusahaan juga

41

memiliki komitmen untuk membantu masyarakat diberbagai daerah

Indonesia. Dalam pelaksanaan CSR harus mengetahui daerah-daerah yang

akan diberikan suatu program agar program yang diberikan sesuai dengan

apa yang dialami oleh masyarakat setempat. Terdapat tiga pilar utama

yang harus diperhatikan dalam Mapisangka (2009), yaitu pertama, format

CSR yang sesuai dengan nilai lokal masyarakat; kedua, kemapuan diri

perusahaan tekait dengan kapasitas SDM dan institusi dan ketiga, adalah

peraturan dan kode etik dalam dunia usaha.

Tahap implementasi yang dikemukakan dalam Soemanto ( 2007) sebenarnya

lebih kepada untuk mempermudah perusahaan untuk menentukan perhatian

program CSRnya yang menjadi prioritas, sehingga nantinya program CSR akan

lebih efektif dan efesien. Pembagian ring 1 sampai 3 berlaku “fleksibel”

tergantung perusahaan dimana beroperasi, karena ada juga perusahaan yang

melaksanakan program CSR nya jauh dari perusahaan tempat mereka beroperasi.

Demi kenyamanan dan tidak timbulnya kecemburuan sosial di dalam masyarakat,

perusahaan harus lebih siap memanagement program CSR yang menjadi

kebutuhan masyarakat, karena dengan program CSR yang memang dibutuhkan

oleh masyarakat yang akan tidak menimbulkan kecemburuan sosial,Maka

perusahaan harus bisa cepat tanggap dengan keadaan yang ada disekitarnya,

dengan adanya program CSR dan pelaksanaan yang baik maka perusahaan akan

tetap aman dan bisa melanjutkan operasi bisnisnya tanpa mengalami resiko yang

tinggi.

42

5. Implementasi dalam Sebuah Program atau Kebijakan

Implementasi program adalah salah satu hal yang terpenting dalam

pembuatan kebijakan publik. Suatu program kebijakan harus diimplementasikan

agar mempunyai tujuan dan dampak yang jelas diinginkan.Jika ingin sebuah

program berhasil maka harus mempunyai tujuan yang jelas dan tentu saja sesuai

dengan keinginan diawal.

Wahap dalam Setyadi (2005 : 23 ) mengutip pendapat para pakar yang

menyatakan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut

perilaku badan administratif yang bertanggungjawab untuk melaksanakan

program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, tetapi juga

menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang

langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku semua pihak yang

terlibat, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak negatif maupun positif,

dengan demikian dalam mencapai keberhasilan implemetasi, diperlukan kesamaan

pandangan tujuan yang hendak dicapai dan komitmen semua pihak untuk

memberikan dukungan.Keberhasilan implementasi dalam sebuah program atau

kebijakan, dapat diukur dengan melihat kesesuaian antara pelaksanaan atau

penerapan kebijakan dengan desain, tujuan dan sasaran kebijakan itu sendiri serta

memberikan dampak atau hasil positif bagi pemecahan permasalahan yang

dihadapi. Dalam implementasi juga memperhatikan dampak atau hasil positif

yang akan dibuat dalam pembuatan program, sehingga nantinya sebuah program

mempunyai sebuah tujuan dengan hasil yang memuaskan. Ketika dampak dari

program itu berhasil atau tidak maka yang jelas dampaknya yang pertama kali

dilihat dalam program tersebut seperti apa setelah itu baru melihat keberlanjutan

43

program itu.Apabila dampak dari program itu negatif maka perlu ditinjau ulang

kendala yang terjadi dan mencari titik permasalahannya setelah itu baru

pemecahan masalahnya.

Menurut Edward III (1980 :9-12) dan Emerson, Grindle, serta Mize dari

beberapa ahli ada 4 variabel yang harus diperhatikan dalam implementasi

program.Yaitu komunikasi atau kejelasan informasi, konsistensi informasi

(communications), ketersediaan sumberdaya dalam jumlah dan mutu tertentu

(resources ), sikap dan komintment dari pelaksana program atau kebijakan birokrat

( disposititon ), dan strukutur birokrasi atau standar operasi yang mengatur tata

laksana ( bureaucratic structure ).

Variabel-variabel tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai

tujuan implementasi kebijakan ;

1. Komunikasi (communications): berkenaan dengan bagaimana kebijakan

dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik, ketersediaan

sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari para

pelaku yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana

kebijakan. Komunikasi dibutuhkan oleh setiap pelaksana kebijakan untuk

mengetahui apa yang harus mereka lakukan.Bagi suatu organisasi,

komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide-ide

diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Keberhasilan komunikasi

ditentukan oleh 3 (tiga) indikator, yaitu penyaluran komunikasi,

konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi. Faktor komunikasi

44

dianggap penting, karena dalam proses kegiatan yang melibatkan unsur

manusia dan unsur sumber daya akan selalu berurusan dengan

permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”.

2. Ketersediaan sumberdaya (resources): berkenaan dengan sumber daya

pendukung untuk melaksanakan kebijakan yaitu :

a. Sumber daya manusia: merupakan aktor penting dalam pelaksanaan

suatu kebijakan dan merupakan potensi manusiawi yang melekat

keberadaannya pada seseorang meliputi fisik maupun non fisik berupa

kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar

belakang pengalaman, keahlian, keterampilan dan hubungan personal.

b. Informasi: merupakan sumberdaya kedua yang penting dalam

implementasi kebijakan atau program.Informasi yang disampaikan

atau diterima haruslah jelas sehingga dapat mempermudah atau

memperlancar pelaksanaan kebijakan atau program.

c. Kewenangan: hak untuk mengambil keputusan, hak untuk

mengarahkan pekerjaan orang lain dan hak untuk memberi perintah.

d. Sarana dan prasarana: merupakan alat pendukung dan pelaksana suatu

kegiatan.Sarana dan prasarana dapat juga disebut dengan perlengkapan

yang dimiliki oleh organisasi dalam membantu para pekerja di dalam

pelaksanaan kegiatan mereka.

e. Pendanaan: membiayai operasional implementasi kebijakan tersebut,

informasi yang relevan, dan yang mencukupi tentang bagaimana cara

mengimplementasikan suatu kebijakan atau program, dan kerelaan atau

kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi

45

kebijakan atau program tersebut.Hal ini dimaksud agar para

implementator tidak melakukan kesalahan dalam

mengimplementasikan kebijakan tersebut.

3. Sikap dan komitmen dari pelaksana program (disposition): berhubungan

dengan kesediaan dari para implementor untuk menyelesaikan kebijakan

publik tersebut.Kecakapan saja tidak mencukupi tanpa kesediaan dan

komitmen untuk melaksanakan kebijakan.Disposisi menjaga konsistensi

tujuan antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana

kebijakan.Kunci keberhasilan program atau implementasi kebijakan adalah

sikap pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan atau

dukungan yang telah ditetapkan.

4. Struktur birokrasi (bureaucratic strucuture): berkenaan dengan kesesuaian

organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implementasi kebijakan

publik.Struktur birokrasi menjelaskan susunan tugas dan para pelaksana

kebijakan,memecahkannya dalam rincian tugas serta menetapkan prosedur

standar operasi.

Dari variabel-variabel tersebut bisa dijelaskan bahwa proses implementasi

yang baik dan mempunyai tujuan yang jelas adalah melihat dari beberapa variabel

seperti komunikasi, sumberdaya,sikap dan komitmen. Dan sturuktur birokasi yang

jelas.Ketika variabel- variabel tersebut sudah ada dalam tahap implementasi maka

jelas implementasi program atau sebuah kebijakan itu akan berdampak baik dan

hasilnya positif, dan juga akan tetap memperhatikan keberlanjutan dari program

tersebut karena itu juga merupakan suatu hal yang diukur dalam melihat

implementasi dari sebuah program.

46

6. Kerangka Pemikiran Penelitian

Gambar 1.4

Kerangka Pemikiran

Proses Implementasi

= Fokus Penelitian

Dalam tahap implementasi program CSR,harus benar-benar diperhatikan

karena dalam pelaksanaannya akan sangat menentukan apakah program itu berhasil

atau tidak. Karena mengingat program CSR adalah sebuah strategi perusahaan agar

terciptanya sebuah hubungan yang harmonis antara masyarakat dan perusahaan, dan

juga nantinya perusahaan bisa tetap beroperasi sesuai rencana dan tetap

mendapatkan keuntungan tanpa menanggung resiko yang besar berada ditengah-

tengah masyarakat.Melihat secara netral baik pihak perusahaan ataupun masyarakat

diposisikan sama-sama mendapat keuntungan. Dari pihak perusahaan, ini adalah

sebuah image building atau pencitraan yang tentu saja sangat menguntungkan bagi

perusahaan.Sedangkan masyarakat diuntungkan karena mendapatkan berbagai

macam jenis bantuan dana ataupun barang, dan bisa merasakan fasilitas-fasilitas

yang disediakan perusahaan untuk kepentingan masyarakat.

PERUSAHAAN MASYARAKAT/ MITRA BINAAN

MITRA KERJA PROGRAM CSR

47

Dalam tahap impelementasi banyak langkah-langkah yang harus

diperhatikan sehingga nantinya kita bisa mengetahui hasil atau dampak dari

program CSR tersebut, ketika perusahaan mampu mengaplikasikan langkah-langkah

dalam tahap impelementasi CSR maka dampak dari program tersebut bagi

perusahaan harusnya bisa menjaga dan mempertahankan program CSR sehingga

nantinya akan berlanjut terus, ketika program CSR sudah berlanjut maka perusahaan

telah mampu mensejahterakan masyarakat dan juga memberdayakan menjadi lebih

mandiri dalam peningkatan perekonomian masyarakat, yang menjadi ukuran

suksesnya suatu program CSR adalah Proses implementasiprogram, dalam hal ini

indikator yang bisa kita lihat dari 4 variabel seperti yang dikatakan oleh beberapa

ahli Edward III (1980 :9-12) Emerson, Grindle, serta Mize yaitu komunikasi atau

kejelasan informasi, konsistensi informasi ( communications ), ketersediaan

sumberdaya dalam jumlah dan mutu tertentu ( resources ), sikap dan komitmen dari

pelaksana program atau kebijakan birokrat ( disposititon ), dan strukutur birokrasi

atau standar operasi yang mengatur tata laksana ( bureaucratic

structure).Sebenarnya yang menjadi fokus penelitian ini adalah bagaimana

kemacetan dana bergulir yang dihadapi mitra binaan dalam proses implementasi

program kemitraan divisi PKBL PT Krakatau Steel kota Cilegon, Banten.Sehingga

kita akan mengetahui dampak dari hasil program CSR yang berjalan.Apakah

perusahaan PT krakatau Steel mengimplementasikan program CSR yang

dijalankannya di dalam masyarakat dengan melihat variabel-variabel dari sebuah

proses implementasi program atau tidak, ketika perusahan sudah

mengimplementasikan sebuah program dan mempertahankan program CSR yang

buatnya tetap berjalan dan tidak mengalami kendala atau masalah, bahkan mampu

48

memberikan kontribusi yang lebih kepada masyarakat maka bisa dikatakan program

CSR nya berhasil memberdayakan masyarakat dan juga berhasil membantu

meningkatkan perekonomian masyarakat, Dan tentu saja program tersebut sudah

pasti berhasil meningkatkan image perusahaan dimata masyarakat.

Program CSR perusahaan PT Krakatau Steel didasarkan atas 5 bidang yaitu:

pendidikan, kesehatan,tanggap bencana, sarana dan prasarana, dan ekonomi.

Program yang dibuat pada setiap bidang dibentuk dengan memperhatikan kebutuhan

masyarakat.Oleh karena itu,suatu perusahan melakukan kolaborasi dengan

stakeholder lain seperti pemerintah, LSM, akademisi, dan masyarakat.Dengan

adanya kolaborasi dari tiap stakeholder ini diharapkan program yang terbentuk

sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan memberikan dampak yang baik bagi

perekonomian masyarakat.Implementasi program CSR melalui program

pengembangan usaha kecil dan menengah( UKM ) di kota Cilegon merupakan salah

satu bentuk program CSR yang dilakukan oleh divisi PKBL PT Krakatau Steel. Dan

UKM ini tidak hanya dijalankan oleh divisi PKBL sebagai pemrakarsa, tetapi juga

berkolaborasi dengan pihak lain seperti pemerintah, mitra, dan masyarakat.

Kolaborasi dengan pihak-pihak diluar perusahaan ini kemudian memberikan

bantuan modal, pelatihan teknis, pemasaran produk, pengawasan usaha ataupun

pelatihan manajemen kepada UKM yang ada. Dengan bantuan yang diberikan ini

diharapkan memberikan dampak yang baik kepada masyarakat yang terlibat dalam

program pengembangan UKM tersebut.Dampak ini dapat berupa kenaikan

pendapatan dari masyarakat yang terlibat program ataupun kemajuan usaha dari

masyarakat tersebut.Dampak tersebut pada akhirnya akan membuat usaha

masyarakat berkelanjutan.