BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

14
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini ditandai dengan munculnya berbagai produk teknologi seperti televisi, telepon genggam, komputer dan teknologi terbaru yang berupa internet sehingga menciptakan metode-metode baru dalam berkomunikasi seperti e-mail, blog, mailing list, facebook, twitter dan berbagai jejaring sosial yang kemudian melahirkan komunitas maya. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat, membuat arus informasi menjadi sangat cepat dan dinamis serta tidak lagi dibatasi oleh jarak. Perkembangan ini telah memungkinkan orang-orang untuk saling terhubung satu dengan yang lainnya secara global. Hal ini sejalan dengan konsep global village (desa global) yang telah dikemukakan oleh Marshall Mc. Luhan pada tahun 1960, di mana dunia dianalogikan sebagai satu desa yang sangat besar. Konsep global village mengacu pada pemikiran Mc. Luhan tentang perkembangan teknologi komunikasi yang memungkinkan begitu banyak orang diseluruh dunia dapat terhubung serta keterbukaan informasi yang dapat diakses oleh semua orang. Saat ini kita telah memasuki era persaingan global, salah satunya adalah ditandai dengan keterlibatan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai pada tahun 2015. Kondisi ini menutut masyarakat kita untuk dapat bersaing tidak hanya di tingkatan lokal dan nasional namun juga internasional. Untuk dapat bersaing tentunya masyarakat kita harus dapat menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), salah satu diantaranya adalah penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), di mana teknologi komunikasi dapat menghubungkan (konektivitas) satu dengan yang lainnya baik di tingkata lokal, nasional maupun global.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi mengalami

kemajuan yang sangat pesat, hal ini ditandai dengan munculnya berbagai produk

teknologi seperti televisi, telepon genggam, komputer dan teknologi terbaru yang

berupa internet sehingga menciptakan metode-metode baru dalam berkomunikasi

seperti e-mail, blog, mailing list, facebook, twitter dan berbagai jejaring sosial

yang kemudian melahirkan komunitas maya. Seiring dengan perkembangan

teknologi informasi dan komunikasi yang begitu cepat, membuat arus informasi

menjadi sangat cepat dan dinamis serta tidak lagi dibatasi oleh jarak.

Perkembangan ini telah memungkinkan orang-orang untuk saling terhubung satu

dengan yang lainnya secara global.

Hal ini sejalan dengan konsep global village (desa global) yang telah

dikemukakan oleh Marshall Mc. Luhan pada tahun 1960, di mana dunia

dianalogikan sebagai satu desa yang sangat besar. Konsep global village mengacu

pada pemikiran Mc. Luhan tentang perkembangan teknologi komunikasi yang

memungkinkan begitu banyak orang diseluruh dunia dapat terhubung serta

keterbukaan informasi yang dapat diakses oleh semua orang. Saat ini kita telah

memasuki era persaingan global, salah satunya adalah ditandai dengan

keterlibatan Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dimulai

pada tahun 2015.

Kondisi ini menutut masyarakat kita untuk dapat bersaing tidak hanya di

tingkatan lokal dan nasional namun juga internasional. Untuk dapat bersaing

tentunya masyarakat kita harus dapat menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK), salah satu diantaranya adalah penguasaan teknologi informasi dan

komunikasi (TIK), di mana teknologi komunikasi dapat menghubungkan

(konektivitas) satu dengan yang lainnya baik di tingkata lokal, nasional maupun

global.

2

Menurut (Roger 2004), teknologi informasi dan komunikasi merupakan

alat paling efektif digunakan sebagai alat pembangunan, menunjang strategi-

strategi pembangunan yang telah dilaksanakan ataupun program kerja yang

sedang dalam penyusunan. Indonesia harus siap menghadapi era persaingan

global dan siap berkompetisi dengan negara lainnya dalam perekonomian dunia.

Sejak tahun 1989 Indonesia telah bergabung dengan forum kerjasama ekonomi

APEC. Keanggotan dalam forum ekonomi dunia APEC dilandasi oleh prinsip

voluntary dan tidak mengikat, tujuannya adalah meliberalisasi pasar ekonomi

maju 2010 dan ekonomi berkembang 2020 sesuai dengan APEC “Bogor Goal”

yang disepakati pada tahun 1994 (Kominfo, 2013).

Menghadapi tahun 2020, dengan terbukanya pasar bebas dan tekanan kuat

persaingan global, teknologi dan iptek menjadi instrumen penting bagi penggerak

ekonomi bangsa. Dalam hal ini, TIK mempunyai peran dalam memperkokoh

kekuatan ekonomi, kekuatan intelektual, dan kekuatan sosial. Berbagai negara

telah menginvestasikan sumber dayanya ke dalam infrastruktur TIK untuk

meningkatkan kinerja perekonomiannya. Termasuk Indonesia, yang menempatkan

TIK sebagai sektor yang mempunyai peranan strategis dalam menunjang

pertumbuhan ekonomi dan peningkatan daya saing bangsa.

Pemanfaatan teknologi komunikasi dalam hal ini new media (Internet)

sebagai bagian dari strategi komunikasi pembangunan, dapat membuka

kesempatan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Oleh

karena itu, di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York baru-baru ini,

pendiri facebook Mark Zuckerberg dan Bono, aktivis sekaligus penyanyi group

musik U2 mencanangkan ‘Deklarasi Konektivitas’. Zuckerberg mengatakan,

“deklarasi ini mengakui bahwa akses internet merupakan pendukung penting hak

azasi manusia.” Deklarasi Konektivitas yang juga dinyatakan oleh sejumlah

organisasi, pemimpin dan tokoh dunia ini menekankan bahwa akses internet

mutlak diperlukan untuk mengentaskan kemiskinan dan mendorong

pembangunan, sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDG) yang baru

saja diadopsi oleh negara-negara PBB tahun 2015 (Widakuswara,2015) dalam

VOAindonesia.

3

Sustainable Development Goals (SDG) yang juga dikenal sebagai Tujuan

Pembangunan Berkelanjutan adalah serangkaian target dan strategi guna

mengakhiri kemiskinan, mengurangi ketimpangan ekonomi dan memelihara

lingkungan hidup. Sustainable Development Goals (SDG) merupakan rencana

jangka 15 tahun, meneruskan Millenium Development Goals atau MDG, yang

dicanangkan tahun 2000 dan habis masa berlakunya pada tahun 2015. Hingga

kini, akses internet secara global masih timpang, dengan penetrasi terbesar di

negara-negara kaya (Widakuswara,2015) dalam VOAindonesia.

Terkait dengan hal ini, dalam rangka mengatasi kesenjangan digital yang

terjadi di negara-negara berkembang, maka sejak tahun 2003 dan 2005

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bersama International Telecommunication

Union (ITU) memprakarsai sebuah konferensi tingkat tinggi dunia yang

membahas masyarakat Informasi (World Summit on the Information Society –

WSIS ). Dalam konferensi ini para pemimpin dunia melakukan pertemuan untuk

membahas isu-isu yang berhubungan dengan teknologi informasi dan komunikasi

(TIK) serta pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat di dunia. Pertemuan ini

menekankan bahwa betapa pentingnya peranan TIK sebagai pilar utama menuju

masyarakat informasi (Anonim, 2012).

Indonesia sebagai salah satu negara anggota PBB (Perserikatan Bangsa-

Bangsa) turut serta dalam mendukung kesepakatan mengenai masyarakat

informasi dunia. Terkait dengan hal ini, pemerintah melalui Kementrian

Komunikasi dan Informatika telah menargetkan pembangunan nasional dalam

jangka waktu 2012 sampai dengan 2014 difokuskan dalam rangka menuju

masyarakat informasi Indonesia. Upaya integrasi dan pemanfaatan sumber daya

secara optimal serta penerapan langkah-langkah yang efektif untuk menjangkau

dan menyediakan akses TIK dan meningkatkan adopsi TIK di wilayah Indonesia,

menjadi agenda penting dalam pembangunan TIK di Indonesia (Anonim, 2013).

4

Selanjutnya pemerintah Indonesia melalui pemenuhan Kewajiban

Pelayanan Universal/ Universal Service Obligation (KPU/USO) di sektor

telekomunikasi telah membangun fasilitas pelayanan telekomunikasi dan

informasi perdesaan. Kewajiban Pelayanan Universal (KPU) dituangkan di dalam

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor

48/PER/M.KOMINFO/11/2009 tentang Penyediaan Ke-wajiban Pelayanan

Universal Telekomunikasi dan tentang Penyediaan Jasa Akses Internet

Kecamatan Pada Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi Internet

Kecamatan, dalam bentuk antara lain : Fasilitas yang telah dan akan terus

dibangun menuju terwujudnya akses dan layanan telepon di 31.824 desa pada

Tahun 2009, internet di 4.218 kecamatan pada Tahun 2010, dan akses internet di

31.824 desa pada Tahun 2013 (Budiman, 2013).

Di tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejak tahun 2006 telah

dicanangkan program Jogjakarta Cyber Province dengan demikian “Pemerintah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah menyusun Blueprint Jogja Cyber

Province sebagai inisiatif yang dikembangkan guna mendorong pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi yang seluas-luasnya bagi masyarakat dan

pemerintah dalam rangka meningkatkan interaksi satu dengan yang lainnya, dan

selanjutnya diharapkan dapat berfungsi sebagai akselerator upaya peningkatan

taraf hidup dan daya saing untuk mewujudkan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta sebagai pusat pertumbuhan Jawa bagian selatan maupun sebagai

Economic Hub bagi Provinsi lainnya di Indonesia”. Hal tersebut sebagaimana

tercantum dalam Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

Nomor.42 tahun 2006 tentang Blueprint Jogja Cyber Province Pemerintah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Untuk mendukung langkah pemerintah tersebut tentu memerlukan peran

serta masyarakat, hal ini disambut baik oleh warga masyarakat RT.36 Taman,

Kelurahan Patehan, Kota Yogyakarta yang kemudian pada tahun 2008

mencanangkan program “Kampoeng Cyber RT.36 Taman”, sebagai masyarakat

yang mampu menghadirkan serta mengelola teknologi informasi dan komunikasi

secara kolektif dan mandiri.

5

Sebagai suatu komunitas, masyarakat RT36 Taman-Patehan, Yogyakarta

berhasil membangun citra sebagai “Kampoeng Cyber”. Hal ini ditandai dengan

dijadikannya “Kampoeng Cyber” sebagai tujuan tempat studi banding dari

berbagai Sekolah, Perguruan Tinggi dan instansi pemerintah dari berbagai daerah

dalam negri bahkan dari luar negri. Selain itu pada Tahun 2011 Pemerintah Kota

(Pemkot) Yogyakarta meraih penghargaan Information and Communication

Technologi (ICT) Pura Utama dari Kementerian Komunikasi dan Informasi

(KemenKomInfo) karena memiliki kampung Cyber (Sukadarisman, 2011).

Hal ini menjadi menarik, karena dengan ketersediaan akses teknologi

komunikasi berbasis internet secara kolektif/komunitas, tentunya “Kampoeng

Cyber” RT36 Taman-Kelurahan Patehan, Yogyakarta diharapkan dapat menjadi

model dalam upaya mengatasi kesenjangan digital bagi masyarakat yang tinggal

di daerah urban maupun desa. Namun tidak hanya itu saja ketersediaan akses new

media (internet) tentu perlu disikapi dengan bijak oleh masyarakat, karena selain

memiliki manfaat yang positif, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) juga

dapat menimbulkan dampak yang negatif.

Seperti yang diungkapkan oleh Mulyana (2004) bahwa “Teknologi sebagai

berkah, tetapi juga bisa sebagai laknat bagi kehidupan manusia, tergantung

bagaimana kita menyikapinya”. Selain itu Williams dalam Mulyana (2004) juga

berpendapat “Apakah kita tuan atau korban teknologi komunikasi bergantung

pada kemampuan kita sebagai kelompok untuk menggunakannya secara bijaksana

agar bermanfaat bagi manusia”.

Menurut Rogers (Romadlan, 2015) terdapat beberapa dampak dari

penggunaan teknologi komunikasi, yaitu: Pertama munculnya kelas sosial baru

dalam masyarakat. Kedua, dampak kesetaraan. Teknologi komunikasi akan

cenderung memperlebar perbedaan antara information-rich dan information-poor,

dan akan lebih berpengaruh pada audiens yang secara status sosial ekonominya

lebih baik, termasuk mereka yang information-rich. Selain itu, munculnya

teknologi komunikasi baru akan memicu adanya apa yang disebut information

overload, yakni situasi di mana seseorang mendapat informasi yang melebihi

kapasitas yang diharapkan yang menyebabkan seseorang mengalami tekanan.

6

Dampak lainnya adalah berkaitan dengan privasi seseorang yang tidak lagi

aman karena muncul kejahatan-kejahatan yang menggunakan teknologi

komunikasi, pembajakan hak cipta seperti plagiasi dan sebagainya. Ketersediaan

new media dalam hal ini internet, yang merupakan perkembangan teknologi

infomasi dan komunikasi telah memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk

mengakses berbagai macam informasi lewat layanan new media (internet), namun

juga menimbulkan konsekwensi bahwa, dengan begitu mudah masyarakat

mengakses dan memproduksi berbagai informasi lewat layanan new media

(internet) maka masyarakat juga dihadapkan dengan gelombang arus ‘tsunami’

informasi yang didalamnya berisi berbagai macam informasi yang tidak semua

dapat dipertanggungjawabkan.

Hal tersebut menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi masyarakat dalam

menghadapi perkembangan teknologi infomasi dan komunikasi, khususnya di

Indonesia. Masyarakat Indonesia cenderung lebih reaktif dalam menaggapi

informasi tanpa menelusuri dan menggali kebenaran informasi yang di peroleh

lewat new media (internet). Hal itu disebabkan karena rendahnya minat dan

budaya baca atau kesadaran literasi masyarakat Indonesia. Menurut UNESCO

(2012), minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001% artinya, dari 1000 orang

hanya ada satu orang yang membaca secara serius. Demikian juga hasil survei

yang dilakukan oleh World’s Most Literate Nations, Central Connectictut State

University (2003-2014), menepatkan tingkat literasi Indonesia pada peringkat ke-

60 dari 61 negara yang diteliti.

Kondisi tersebut menjadi tantangan dalam mendorong masyarakat untuk

melek new media (internet). Karena ketersediaan akses new media (internet)

selain memberikan manfaat yang positif bagi pembangunan, juga dapat menjadi

ancaman yang memicu berbagai persoalan dan perselisihan di masyarakat yang

pada akhirnya justru dapat menganggu dan menghambat pembangunan. Tidak

terkecuali di “Kampoeng Cyber” RT.36 Taman-Patehan, Yogyakarta.

Berdasarkan observasi awal, salah seorang warga mengungkapkan bahwa pernah

suatu waktu terjadi perselisihan antar warga karena status di media sosial (FB)

namun hal ini akhirnya bisa diselesaikan dengan baik, secara kekeluargaan.

7

Hal tersebut di atas menunjukkan bahwa perkembangan new media

(interenet) di Indonesia pada umumnya tidak diikuti dengan kecakapan dalam

menggunakan dan memanfaatkan new media (interenet) dengan bijak. Hal ini

tentu berpotensi memicu timbulnya berbagai fenomena dan persoalan dalam

masyarakat. Selain itu, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketersedian

infrastruktur teknologi komunikasi (new media/internet) tidak serta merta

manjawab permasalahan yang ada. Kehadiran teknologi komunikasi (new

media/internet) menuntut masyarakat untuk dapat menggunakan dan

memanfaatkannya dengan bijak.

Pentingnya kecakapan warga masyarakat dalam menggunakan dan

memanfaatkan new media (internet), tentunya sebagai alat pembangunan yang

akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kecakapan warga

masyarakat dalam mengunakan dan memanfaatkan new media (internet) ini,

selanjutnya disebut sebagai literasi new media (internet). Seperti yang

diungkapkan Mutmainnah (2012) bahwa kecakapan literasi media diperlukan

sebagai upaya menciptakan budaya baru dalam masyarakat untuk mengkonsumsi

media secara sehat. Selain itu, literasi media merupakan upaya melindungi

masyarakat (khususnya anak dan remaja) dari pengaruh negatif media. Begitu

banyak upaya literasi media yang semula difokuskan pada televisi, namun seiring

dengan bertambahnya media-media baru maka kegitan literasi media juga

menjangkau media-media baru, sehingga upaya literasi media baru juga mulai

banyak dijalankan.

Sebagai suatu wilayah yang telah mengaplikasikan new media (internet)

dalam kehidupan setiap hari baik secara individu maupun kelompok, warga

masyarakat “Kampoeng Cyber” RT.36 Taman-Patehan, Yogyakarta tentu tidak

terlepas dari dampak terpaan new media (internet) baik dampak positif maupun

dampak negatif. Karena itu, memiliki kemampuan literasi new media (internet)

pada warga masyarakat “Kampoeng Cyber” RT.36 Taman-Patehan, Yogyakarta

merupakan hal yang sangat penting.

8

Selanjutnya untuk mengembangkan dan memaksimalkan penggunaan dan

pemanfaan new media (internet) pada masyarakat “Kampoeng Cyber” RT.36

Taman-Patehan RT.36 ke arah yang lebih positif, maka menjadi hal yang sangat

penting untuk mengetahui tingkat literasi dan pemanfaatan new media (internet)

pada masyarakat “Kampoeng Cyber” RT.36 Taman-Patehan RT.36. Oleh karena

itu menarik untuk dikaji lewat penelitian ini adalah bagaimana “Tingkat

Kemampuan literasi new media (internet) masyarakat “Kampoeng Cyber” Rt.36

Taman-Patehan, Yogyakarta” dan bagaimana pemanfaatan new media (internet).

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah

1. Bagaimana tingkat kemampuan literasi new media (internet)

masyarakat “Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman-Patehan, Yogyakarta ?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi tingkat kemampuan new

media (internet) pada masyarakat “Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman-

Patehan, Yogyakarta ?

3. Apa saja tujuan pemanfaatan new media (internet) pada masyarakat

“Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman-Patehan, Yogyakarta ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis tingkat kemampuan literasi new media (internet)

masyarakat “Kampoeng Cyber” RT.36 Taman-Patehan, Yogyakarta.

2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat

kemampuan literasi new media (internet) pada masyarakat

“Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman-Patehan, Yogyakarta.

3. Mengidentifikasi tujuan pemanfaatan new media (internet)

berdasarkan tingkat literasi new media (internet) pada masyarakat

“Kampoeng Cyber” RT.36 Taman-Patehan, Yogyakarta.

9

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan 3

kegunaan yaitu:

1. Kegunaan akademis, diharapkan dapat memperkaya referensi

tentang literacy new media (internet) dalam konteks komunikasi

pembangunan.

2. Kegunaan strategis, diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan

tolak ukur dalam kebijakan pengembangan tingkat literacy new

media (internet), khususnya pada masyarakat “Kampoeng Cyber”

dan masyarakat di daerah-daerah lain pada umumnya.

3. Kegunaan Praktis, diharapkan dapat memberikan penambahan

pemahaman tentang tingkat ‘literacy new media (internet)’ dalam

konteks komunikasi pembangunan.

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian mengenai literasi media sudah cukup banyak

dilakukan oleh peneliti sebelumnya baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Berdasarkan Final report European Comission (2009), Individual Competence

Framework digunakan untuk mengukur kemampuan literasi media masyarakat di

27 negara Uni Eropa. Hasil penelitian tersebut menyatakan, bahwa tingkat literasi

media di 5 negara Eropa (Romania, Portugal, Greece, Bulgaria dan Cyprus) masih

berada pada level basic (Dasar), 15 negara Eropa (Spain, Slovenia, Slovekia,

Poland, Malta, Lithuania, Latvia, Italia, Ireland, Hungary, Germany, France,

Czech Republic, Belgium, Austria) berada pada level medium (Menengah), dan 7

negara Eropa (UK, Denmark, Estonia, Findland, Luxemburg, Netherland dan

Sweden) berada pada level advanced.

Di Indonesia penelitian yang mengukur tingkat literasi media dengan

menggunakan Individual Competence Framework telah dilakukan oleh beberapa

peniliti terdahulu diantaranya:

10

Penelitian yang dilakukan Lutvia (2011) dengan judul “Pengukuran

Tingkat Literasi Media Berbasis Individual Competence Framework : Studi Kasus

Mahasiswa Universitas Paramadina”, penelitian tersebut mengukur tingkat

kemampuan literasi media berdasarkan indikator-indikator yang berada dalam

Individual Competence Framework, menggunakan metode kuantitatif untuk

mengukur bobot penilaian tiap variabel sehingga dapat menentukan tingkat

kemampuan litarasi media, data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen

berupa kuesioner. Pertanyaan pada kuesioner dibuat berdasarkan Individual

Competence Framework, selanjutnya kuesioner diisi oleh responden untuk

kemudian dianalisis dan disimpulkan.

Penelitian yang dilakukan Santoso (2013), mengenai studi deskriptif

tentang Media literasi Siswa SMA yang menuju SNBI dalam penggunaan media

internet pada SMA AL-Hikmah Surabaya. Penelitian tersebut menggunakan

metode deskriptif kuantitatif, dengan tujuan menggambarkan kemampuan literasi

media siswa SMA AL-Hikmah berdasarkan kemampuan yang harus dimiliki

menurut European Commission, dengan hasil penelitian yakni kemampuan siswa

SMA AL-Hikmah jika dilihat dari personal competence yang terdiri dari technical

skills dan cricital understanding sudah berada pada tingkat advancedd sedangkan

dilihat dari communicative abilities untuk melihat kompetensi sosial masih berada

pada tingkat medium.

Penelitian Serupa dilanjutkan oleh Sholihuddin (2015), yang mengukur

pengaruh kompetensi indvidu (Individual Competence Framework) terhadap

literasi media internet di kalangan santri di Podok Pesantren Bahrul ‘Ulum

Jombang. Penelitan tersebut menggunakan pendekatan kuantitatif dengan tipe

penelitian ekplanatif dan metode penelitan yang digunakan adalah metode

penelitian survey. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Rijal (2015), tentang

tingkat literasi media baru mahasiswa Universitas Riau bertujuan untuk

mengetahui tingakat kemampuan literasi media baru mahasiswa Universitas Riau

yang mencakup Use Skills, Critical Understanding dan Communicative

Abbilities.

11

Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif

kuantitatif untuk mengetahui dan menjelas tingkat kemampuan literasi media baru

mahasiswa Universitas Riau berada pada tingkat basic, medium atau advanced.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan tabel distribusi frekwensi, masing-

masing indikator pada penelitian tingkat literasi media baru memiliki skor,

selanjutnya menganalisis hasil perhitungan kuesioner dengan menjumlahkan skor

masing-masing kriteria.

Dari beberapa penelitian yang diuraikan di atas, dapat dikatakan penelitian

yang pernah dilakukan sebelumnya berbeda dengan penelitian ini, antara lain

dalam hal:

1. Penelitian ini dilakukan di wilayah “Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman-

Patehan, Yogyakarta.

2. Objek penelitian adalah masyarakat “Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman-

Patehan, Yogyakarta.

3. Inti kajian adalah tingkat kemampuan literasi dan pemanfaatan new media

(internet) (Internet) masyarakat “Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman-Patehan,

Yogyakarta.

Selain beberapa perbedaan yang telah diuraikan di atas, penelitian yang

pernah dilakukan di lokasi yang sama dengan penlitian ini namun memiliki kajian

yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 1.1

12

Tabel 1. 1. Hasil Penelitian terdahulu pada masyarakat “Kampoeng Cyber” RT. 36 Taman-Patehan, Yogyakarta.

No Judul, Nama Peneliti dan Jenis Penelitian

Tujuan Penelitian dan Metode Penelitian Hasil Penelitian

1. Domestikasi Teknologi

Internet : Study di “Kampoeng

Cyber” Rt.36 Taman.

Yogyakarta. (A.Galih

Prasetyo; Prof.Tandjudin Nur.

E.) 2014. (Tesis).

Mengkaji proses domestikasi

teknologi yang dilakukan oleh

komunitas ketetanggaan di RT 36

Taman Yogyakarta. (Metode

Kualitatif).

Penelitian ini mengungkap proses domestikasi

teknologi internet yang dijalani oleh komunitas

ketetangaan RT 36 Taman “kampoeng Cyber”.

Melalui penyelidikan ini, dapat diketahui sejauh mana

warga telah berhasil dalam mengintegrasikan internet

sebagai bagian yang meresap dari kehidupan sehari-

hari

2. Kampoeng Cyber RT.36

Taman As The New

Alternative of Tourist

Attraction in Yogyakarta.

(Wuri Retno Martani;

Ms. Tri Nuraniwati) 2013.

(Tugas Akhir)

1. Membahas tentang Kampoeng Cyber,

sebuah kampung yang mempunyai

konsep teknologi, yakni internet.

2. Untuk menjelaskan tentang sejarah

berdirinya, misi dan visi, halangan

3. Mengetahui tantangan, serta

pengembangan yang dilakukan.

(Metode Deskriptif)

Kampoeng Cyber adalah sebuah kampung yang

didalamnya terdapat akses internet. Hampir semua

warga yang tinggal di kampung tersebut mempunyai

akses internet di rumahnya sendiri. Meskipun usaha

mereka termasuk swadaya, mereka tetap mampu

mengembangkan potensi kampung mereka dengan

kegotongroyongan.

3. Pemberdayaan masyarakat

berbasis Teknologi Inforamsi.

Study di “Kampoeng Cyber”

Rt.36 Taman. Yogyakarta.

(Faoziyah) 2013. (Skripsi).

1. Untuk mengetahui proses

pemberdayaan masyarakat yang ada

di “Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman.

Yogyakarta.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan

manfaat adanya Kampoeng “Cyber”

Pada masyarakat setempat. (Metode

Deskriptif Kualitatif).

Proses pemberdayaan masyarakat yang ada di

“Kampoeng Cyber” Rt.36 Taman. Yogyakarta terbagi

dalam beberapa tahapan yakni: Sosialisasi, Pemetaan

Wilayah, Pemetaan wilayah, Perencanaan, pelatihan.

Manfaat yang diperoleh: Tercibtanya ruang interaksi

baru, sumber informasi dan referensi, mempercepat

pekerjaan, membuka dan mengembangkan usaha

online, menambah teman dan sebagai ajang promosi.

13

Tabel 1.1. (Lanjutan) Hasil Penelitian terdahulu

No Judul, Nama Peneliti dan Jenis Penelitian Tujuan Penelitian dan Metode Penelitian Hasil Penelitian

4. Impact of Information and

communication

Technology on Improving

Samll And Medium

Enterprises Performance in

an Urban Kampung: Case

study of Kampoeng Cyber

Rt.36 Neighbourhood of

Patehan, Yogyakarta.

(Pahala Hamongan Lumban

Gaol; Jan Fransen, MA).

2012. (Tesis).

Mengidentifikasi hubungan antara

kinerja bisnis dengan Absorptive Capacity,

yang memiliki empat dimensi, yaitu

Akuisisi, Asimilasi, Transformasi dan

Eksploitasi. (Metode Studi Kasus

Deskriptif)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

1) Warga RT 36 mampu membangun sebuah jaringan

komputer-internet yang menyediakan akses internet

24 jam sehari. Jaringan ini dinamai “Kampoeng

Cyber”, yang memampukan UKM di RT tersebut

mengintegrasikan TIK ke dalam usaha mereka.

Hasilnya, sebagian besar UKM di RT 36 dapat

meningkatkan kinerja bisnisnya. Walau demikian,

beberapa kesenjangan dapat ditemukan. Beberapa

responden yang lebih luas menerapkan TIK justru

menunjukkan peningkatan kinerja yang lebih rendah

dibandingkan responden lain dengan penerapan TIK

yang lebih sedikit. Ini berarti TIK tidak dengan serta

merta meningkatkan kinerja UKM.

2) UKM yang mampu secara signifikan meningkatkan

kinerjanya adalah yang mampu menggabungkan

inovasi baru dengan pengetahuan lama, meletakkan

TIK pada konteks sistem kerjanya dan

menggabungkan secara tepat inovasi tersebut ke

dalam mekanisme yang ada.

3) Absorptive Capacity juga ternyata memiliki hubungan

erat dengan entrepreneurship, social capital dan

jejaring yang dimiliki UKM tersebut.

14

Dari uraian hasil penelitian terdahulu pada masyarakat “Kampoeng Cyber”

Rt.36 Taman-Patehan, Yogyakarta sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1.1

dan sejauh penelusuran peneliti diketahui bahwa penelitian tentang tingkat literasi

new media (internet) berdasarkan kompetensi indvidu (Individual Competence

Framework) belum pernah dilakukan pada masyarakat “Kampoeng Cyber” Rt.36

Taman-Patehan, Yogyakarta yang notaben-nya sudah memanfaatkan new media

(internet) dalam berbagai aktfitas, demikian juga dengan pemanfaatan new media

(internet) berdasrkan tingkat literasi new media.