BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

33
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Urban farming atau urban agriculture 1 , merupakan aksi bertani, mengolah, mendistribusikan bahan pangan di dalam wilayah batas kota. Aktivitas ini melibatkan masyarakat dalam memanfaatkan lahan terbengkalai di perkotaan untuk ditanami oleh tanaman-tanaman produktif (Lanarc, 2013). Berdasarkan sejarah dunia, urban farming muncul sebagai respon terhadap buruknya situasi dan kondisi ekonomi beberapa negara pada saat perang dunia. Sekitar 20 juta victory garden dibuat selama perang dunia kedua 2 . Victory garden diimplementasikan dengan membangun taman di sela-sela ruang yang tersisa. Hasil dari program tersebut membuat pemerintah Amerika Serikat mampu menyediakan 40% kebutuhan pangan warganya pada waktu itu. Victory garden- lah yang akhirnya menjadi awal mula kemunculan urban farming pada masa kini 3 . Selama ini, tendensi gerakan urban farming yang muncul di berbagai negara didasari atas masalah kerawanan pangan yang dialami negara tersebut. 1 Urban Agriculture sebenarnya tidak terbatas hanya pada aktivitas pertanian atau bercocok tanam saja, didalamnya juga termasuk aktivitas berternak, serta proses terkait lainnya seperti produksi dan distribusi, pemasaran dari hasil produknya yang masih dalam lingkup area perkotaan. Namun, dalam penelitian ini isu utama yang diangkat adalah salah satu subsitem dari urban agriculture yaitu urban farming. Untuk lebih lengkap lihat Rene Van Veenhuizen, Cities Farming for The Future: Urban Agriculture for Green and Production Cities, 2006. 2 Urban Farming; Land Use tersedia di http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/906081550?accountid=13771, diakses pada 14 Maret 2014 3 Urban Farming Sebuah Gaya Hidup, Lihat http://beritalingkungan.com/2012/02/urban-farming- sebuah-gaya-hidup.html, diakses pada 14 Maret 2014 Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung Berkebun INTAN ZAINAB BAUW Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Urban farming atau urban agriculture1

, merupakan aksi bertani,

mengolah, mendistribusikan bahan pangan di dalam wilayah batas kota. Aktivitas

ini melibatkan masyarakat dalam memanfaatkan lahan terbengkalai di perkotaan

untuk ditanami oleh tanaman-tanaman produktif (Lanarc, 2013). Berdasarkan

sejarah dunia, urban farming muncul sebagai respon terhadap buruknya situasi

dan kondisi ekonomi beberapa negara pada saat perang dunia. Sekitar 20 juta

victory garden dibuat selama perang dunia kedua2

. Victory garden

diimplementasikan dengan membangun taman di sela-sela ruang yang tersisa.

Hasil dari program tersebut membuat pemerintah Amerika Serikat mampu

menyediakan 40% kebutuhan pangan warganya pada waktu itu. Victory garden-

lah yang akhirnya menjadi awal mula kemunculan urban farming pada masa kini3.

Selama ini, tendensi gerakan urban farming yang muncul di berbagai

negara didasari atas masalah kerawanan pangan yang dialami negara tersebut.

1 Urban Agriculture sebenarnya tidak terbatas hanya pada aktivitas pertanian atau bercocok tanam

saja, didalamnya juga termasuk aktivitas berternak, serta proses terkait lainnya seperti produksi

dan distribusi, pemasaran dari hasil produknya yang masih dalam lingkup area perkotaan. Namun,

dalam penelitian ini isu utama yang diangkat adalah salah satu subsitem dari urban agriculture

yaitu urban farming. Untuk lebih lengkap lihat Rene Van Veenhuizen, Cities Farming for The

Future: Urban Agriculture for Green and Production Cities, 2006. 2 Urban Farming; Land Use tersedia di

http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/906081550?accountid=13771, diakses

pada 14 Maret 2014 3 Urban Farming Sebuah Gaya Hidup, Lihat http://beritalingkungan.com/2012/02/urban-farming-

sebuah-gaya-hidup.html, diakses pada 14 Maret 2014

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

2

Kerawanan pangan biasanya diakibatkan oleh beberapa hal, dalam konteks ini

contoh di beberapa wilayah menunjukan bahwa proses urbanisasi, kemiskinan

serta embargo dari negara lain menyebabkan semakin sulitnya akses terhadap

komoditas pangan. Havana, Kuba, merupakan salah satu kota yang dianggap

sukses dalam mengimplementasikan urban farming di wilayah mereka. Urban

farming yang diterapkan di Havana merupakan respon terhadap krisis makanan

akibat jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1990 serta embargo perdagangan terhadap

negara ini oleh Amerika Serikat4. Pada masa itu Kuba terpaksa harus menyusun

ulang sistem perdagangan, persediaan, dan sistem agrikultural mereka. Awalnya

masing-masing masyarakat mulai menanam kebutuhan pangan dasar mereka di

sudut-sudut kota, namun pada kelanjutannya implementasi urban farming tidak

hanya dilakukan oleh individu dan inisiasi dari komunitas masyarakat lokal tetapi

juga terintegrasi kedalam strategi pemerintah5.

Hampir serupa dengan Havana, implementasi urban farming di Detroit

Amerika merupakan salah satu respon terhadap permasalahan ekonomi yang

dihadapi oleh kota tersebut. Masyarakat Detroit bekerja sama melalui strategi

grass roots untuk meremajakan kembali kota mereka dengan urban farming.

Mereka membangun kebun sendiri di belakang rumah maupun kebun bersama di

lahan terbengkalai. Urban farming dianggap mampu memberikan semacam

harapan dan kebanggaan kepada masyarakat serta komunitas sekitar. Masyarakat

4 Organic Agriculture in Cuba, tersedia di

www.unep.org/greeneconomy/SuccesStories/OrganicAgricultureinCuba/tabid/29890/Default.aspx

diakses pada 15 Agustus 2014 5 Gonzalez Novo, Mario dan Catherine Murphy, Urban agriculture in the city of Havana dalam

Annotated Bibliography on Urban Agriculture prepared for Swedish International, 2000, Hlm. 61

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

3

kembali memiliki harapan untuk hidup lebih sehat serta akses yang lebih mudah

terhadap buah-buahan, dan sayuran segar 6.

Sementara itu, Widyawati (2013) menyebutkan bahwa urban farming di

Indonesia nampaknya belum menjadi prioritas utama bagi negara ini, sehingga

belum banyak pihak yang berkewajiban menangani perkembangannya. Setiawan

dan Rahmi (2004) mengemukakan bahwa sebagian besar pelaku urban farming

melihat kegiatan ini sebagai kegiatan sampingan, berdasarkan hasil dari penelitian

mereka hanya sekitar seperempat dari pelaku yang melakukannya sebagai

pekerjaan pokok. Adapun sebagian besar dari pelaku urban farming adalah

masyarakat miskin perkotaan, hanya sedikit pelaku yang berasal dari kelompok

penduduk yang berpenghasilan menengah ke atas7. Hal tersebut menunjukan

bahwa urban farming sebetulnya bukan merupakan sesuatu yang baru bagi

masyarakat perkotaan di Indonesia. Namun, aksi urban farming semakin massif

digalakkan dan mulai dikenal secara luas ketika diluncurkannya sebuah komunitas

yang fokus mengkampanyekan aksi ini yaitu Indonesia Berkebun. Pada

kelanjutannya, urban farming mulai menjelma menjadi suatu aksi kolektif

masyarakat beberapa kota di Indonesia.

Pencetus awal dari gerakan ini adalah Ridwan Kamil salah satu tokoh

kreatif asal Bandung yang kini juga menjabat sebagai walikota Bandung. Gerakan

6 Can Urban Farming Save the World? SBU Speaker to Share Progress He Sees in Detroit tersedia

di http://search.proquest.com.ezproxy.ugm.ac.id/docview/1050633527?accountid=13771, diakses

14 Maret 2014

7 B. Setiawan dan Dwita Hadi Rahmi, Ketahanan Pangan, Lapangan Kerja, dan Keberlanjutan

Kota: Studi Pertanian Kota di Enam Kota Indonesia, 2004, hlm.40

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

4

urban farming muncul pertama kali di Jakarta sekitar akhir tahun 20118. Jakarta

memang menjadi kota pertama yang meluncurkan komunitas Jakarta Berkebun

dengan kesiapannya melaksanakan tanam perdana di Spring Hill pada tanggal 20

Februari 2011. Beberapa bulan kemudian kemunculan komunitas-komunitas

berkebun di kota lain ikut menyusul, seperti Bandung, Semarang, Padang, Medan

dan Bogor. Akhirnya diputuskan untuk dibentuk payung besar bagi komunitas-

komunitas ini yaitu Indonesia Berkebun. Hingga saat ini, Indonesia Berkebun

telah menyebar di 33 kota dan 9 kampus di seluruh Indonesia.

Bandung merupkan salah kota pertama yang meluncurkan komunitas

berkebun sebelum terbentuknya Indonesia Berkebun. Hasil wawancara observasi

awal yang dilakukan peneliti, diketahui bahwa awal perumusan konsep gerakan

ini pertama kali tumbuh di kota Bandung. Kota ini sebetulnya sudah mulai

merumuskan konsep dan membentuk Bandung Berkebun pada 15 Februari 2011,

bahkan tanggal tersebut hingga kini diperingati sebagai hari kelahiran komunitas

ini. Namun, karena satu dua lain hal mereka baru melaksanakan tanam

perdananya pada tanggal 21 Mei 2011 di kebun Sukamulya, Bandung9. Mereka

8 http://indonesiaberkebun.org/background/, diakses pada 14 Maret 2014 awalnya gerakan ini

bergerak sekitar bulan Oktober 2010 melalui akun media sosial Twitter Ridwan Kamil, dibantu

insiasinya oleh penggiat lain seperti Shafiq Pontoh, Sigit Kusumawijaya, dll. Gerakan ini ternyata

mampu menarik minat masyarakat lainnya. Sehingga, pada tanggal 20 Februari 2011

diselenggarakanlah penanaman perdana di Springhill, sekaligus penetapan tanggal lahir dari

Indonesia Berkebun. 9 Komunitas Bandung Berkebun Gelar Hari Tanam Perdana, tersedia di

http://www.tribunnews.com/regional/2011/05/19/komunitas-bandung-berkebun-gelar-hari-tanam-

perdana diakses pada 10 Maret 2014.

Apabila dilihat dari proses perumusan konsep dapat dikatakan Bandung Berkebun lebih dulu lahir

dibandingkan Jakarta Berkebun bahkan Indonesia Berkebun. Namun, ada beberapa faktor yang

menyebabkan komunitas ini baru mendeklarasikan diri ke khalayak publik melalui tanam perdana

pada bulan Mei 2011. Pertama, lebih ke arah faktor teknis yaitu belum tersedianya lahan yang

akan dijadikan lokasi untuk aksi tanam perdana. Jakarta pada saat itu dikatakan lebih siap secara

teknis untuk segera melakukan tanam perdana. Kedua, adalah faktor perumusan konsep itu

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

5

mendeklarasikan diri kepada masyarakat dengan nama Bandung Berkebun.

Sedikit berbeda dengan gerakan urban farming di negara lain yang berangkat dari

isu kerawanan pangan yang sangat mendesak, dalam konteks gerakan yang

dipelopori oleh Bandung Berkebun secara khusus dan Indonesia Berkebun secara

umum, gerakan ini diawali oleh keprihatinan para inisiatornya akan banyaknya

ruang atau lahan kosong terbengkalai di perkotaan yang tidak termanfaatkan

secara optimal.

Mengapa lahan terbengkalai menjadi permasalahan mendasar bagi gerakan

ini? Lingkungan perkotaan di Indonesia cenderung dicirikan dengan banyaknya

tanah-tanah terbuka. Hal tersebut dikarenakan proses perkembangan kota yang

tidak terencana sehingga banyak lahan-lahan kosong diantara kawasan

pemukiman. Selain itu, kondisi tersebut diperparah dengan proses spekulasi tanah

yang tidak terkontrol, sehingga memicu terjadinya lahan-lahan terlantar di

perkotaan di Indonesia (Setiawan dan Rahmi, 2004). Terlebih lagi, ruang telah

menjadi komoditas ekonomi pasar di Indonesia, harga dasar tanah menjadi terlalu

tinggi, hajat hidup untuk khalayak ini dilemparkan ke sistem pasar bebas, tidak

dikendalikan dengan suatu sistem yang adil (Kamil, 2015). Di sisi lain, saat ini

telah terjadi degradasi keberadaan ruang terbuka hijau di perkotaan Indonesia,

begitu pula di kota Bandung. Gerakan urban farming muncul sebagai respon

terhadap isu awal mendasar berupa carut marut tata ruang perkotaan di Indonesia.

sendiri,berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan diketahui bahwa komunitas

Bandung Berkebun ingin mengimplementasikan suatu kegiatan urban farming yang tidak sekedar

mengangkat aktivitas berkebun semata, mereka ingin memasukan unsur-unsur nilai masyarakat

urban seperti misalnya fun serta edukatif

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

6

Serupa dengan komunitas berkebun di kota lainnya Bandung Berkebun

berupaya memanfaatkan lahan-lahan sisa dan terbengkalai di kota menjadi lahan

yang lebih produktif melalui aksi urban farming atau berkebun. Komunitas ini

menjadikan berkebun di perkotaan sebagai media untuk memperkenalkan gaya

hidup hijau kepada masyarakat melalui kegiatan yang mudah, fun, inovatif dan

edukatif. Bandung Berkebun mencoba menonjolkan inovasi dan kreativitas dalam

berkebun yang mereka sebut dengan Creatifarming10

. Selain itu dalam rangka

menyebar luaskan ide dan gagasan gerakan urban farming ke seluruh kota

Bandung, komunitas ini melakukan kolaborasi dengan banyak komunitas lain di

Bandung baik yang concern terhadap isu lingkungan maupun komunitas lainnya

yang memiliki visi serupa dengan Bandung Berkebun.

Usia pergerakan Bandung Berkebun saat ini baru menginjak tahun

keempat. Namun, komunitas ini telah mampu meraih pencapaian-pencapaian yang

tidak sedikit di usianya yang masih terbilang relatif singkat. Pada tahun 2011, di

usianya yang bahkan belum menginjak tahun pertama komunitas ini telah turut

serta menjadi bagian dalam event internasional Tunza International Children and

Youth Conference On the Environmental 2011 yang dihelat di kota Bandung.

Sebagai kelanjutan dari event Tunza, Bandung Berkebun menginisiasi dan

melaksanakan program Kampung Urban Farming di RW 4 Taman Sari dan RW 8

Babakan Siliwangi. Program ini merupakan aksi pengembangan masyarakat yang

mendorong warga sekitar untuk memanfaatkan lahan terbengkalai di sekitar

mereka melalui aksi urban farming khususnya menggunakan instalasi vertical

10

.BdgBerkebun FAQ (Frequently Ask Question) tersedia di

http://www.bdgberkebun.com/p/faq.html, diakses pada 14 Maret 2014

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

7

farming. Keberhasilan dari pelaksanaan program Kampung Urban Farming

bahkan menjadikan Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Pertanian dan

Ketahanan Pangan mengadopsi program ini menjadi salah satu program

pemerintah di tahun 2014, dimana Bandung Berkebun juga diikutsertakan sebagai

partner Dispertapa dalam pelaksanaan program ini di 151 kecamatan di seluruh

kota Bandung. Komunitas ini juga berhasil melakukan kolaborasi dengan berbagai

pihak baik itu komunitas, kampus, sekolah serta masayarakat dalam menyebarkan

gagasan serta ide-ide kreatif mereka terkait urban farming11

. Bandung Berkebun

melalui berbagai programnya telah mendorong terbentuknya kebiasaan berkebun

di masyarakat serta terciptanya komunitas-komunitas berkebun di wilayah kota

Bandung.

Hal tersebut menjadikan peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam apa

yang membuat komunitas ini mampu meraih pencapaian-pencapaian seperti itu.

Padahal sama seperti komunitas berkebun di kota lainnya, mereka berangkat dari

isu dan konsep yang serupa. Oleh karena itu, proses mobilisasi sumber daya yang

dilakukan oleh Bandung Berkebun dalam meraih pencapaian berupa kemampuan

merangkul berbagai pihak baik itu masyarakat, komunitas, swasta, dan pemerintah

untuk berkolaborasi mewujudkan ide dan gagasan yang mereka perjuangkan

menarik perhatian peneliti untuk ditelaah secara lebih mendalam. Peneliti ingin

mengkaji bagaimana mobilisasi sumber daya yang dilakukan oleh Bandung

Berkebun sebagai sebuah komunitas lokal dalam memperjuangkan visi

11

Untuk keterangan lebih jelas mengenai pihak mana saja yang pernah melakukan kolaborasi dengan Bandung Berkebun telah dilampirkan dalam Informasi Umum

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

8

memanfaatkan lahan terbengkalai melalui aksi urban farming atau dalam kalimat

sederhananya adalah impian masyarakat se-Bandung ngebon12

.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun pertanyaan pokok dari penelitian ini adalah bagaimana Bandung

Berkebun mampu meraih pencapaian seperti saat ini berupa kemampuan

merangkul berbagai pihak baik itu masyarakat, komunitas, kampus, swasta, serta

pemerintah untuk berkolaborasi mewujudkan ide dan gagasan pemanfaatan lahan

terbengkalai melalui urban farming dalam usia yang relatif singkat? Sementara itu

rumusan masalah dari penelitian ini adalah.

1. Bagaimana Bandung Berkebun mengakses sumber daya yang ada di

sekitarnya sehingga mereka dapat meraih pencapaian merangkul berbagai

pihak untuk berkolaborasi mewujudkan ide dan gagasan pemanfaatan

lahan terbengkalai melalui urban farming dalam usia yang relatif singkat?

2. Bagaimana Bandung Berkebun memobilisasi seluruh sumber daya yang

telah berhasil diaksesnya sehingga memungkinkan mereka mampu meraih

pencapaian merangkul berbagai pihak untuk berkolaborasi mewujudkan

ide dan gagasan pemanfaatan lahan terbengkalai melalui urban farming

dalam usia yang relatif singkat?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk memahami bagaimana mekanisme akses terhadap sumber daya

yang dilakukan oleh Bandung Berkebun sehingga mereka dapat meraih

12

Berkebun, Ibid dan hasil wawancara

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

9

pencapaian merangkul berbagai pihak untuk berkolaborasi mewujudkan

ide dan gagasan pemanfaatan lahan terbengkalai melalui urban farming

dalam usia yang relatif singkat.

2. Untuk memahami bagaimana proses mobilisasi sumber daya yang

dilakukan oleh Bandung Berkebun sehingga mereka dapat meraih

pencapaian merangkul berbagai pihak untuk berkolaborasi mewujudkan

ide dan gagasan yang diperjuangkannya.

1.4 Review Terhadap Kajian Terdahulu

Awalnya peneliti mengalami kesulitan dalam mencari kajian dan

penelitian ataupun studi khusus yang serupa dengan penelitian ini guna

mendapatkan referensi gambaran serta perbandingan studi semacam ini. Namun,

seiring berjalannya waktu peneliti menemukan beberapa penelitian yang

mengangkat isu urban farming serta menjadikan Bandung Berkebun sebagai

subjek penelitian mereka. Pertama, penelitian yang membahas tentang isu urban

farming dan Bandung Berkebun adalah penelitian yang dilakukan oleh Fandi

Puriandi dan Petrus N. Indrajati (2012). Mereka ingin mengkaji kegiatan urban

farming yang dilakukan oleh Bandung Berkebun dari aspek proses perencanaan

kebunnya. Dengan mengeksplorasi kegiatan pertanian kota yang dilakukan oleh

Bandung Berkebun, diharapkan dapat diketahui bagaimana kegiatan pertanian

kota yang dilakukan oleh komunitas tersebut, serta persoalan yang dihadapi

selama pelaksanaan kegiatan pertanian kota tersebut. Penelitian ini dilakukan

dengan fokus pada bidang perencanaan wilayah dan kota. Berdasarkan hasil

penelitian di lapangan, mereka mengemukakan bahwa kegiatan urban farming

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

10

yang dilakukan oleh Bandung Berkebun belum sepenuhnya memenuhi kriteria

proses perencanaan kegiatan berkebun.

Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Mariana Iftisan (2013) tentang

program Kampung Urban Farming yang dilakukan oleh Bandung Berkebun di

salah satu wilayah rukun warga kota Bandung. Penelitian ini menjadikan

masyarakat yang dijadikan target pelaksanaan program sebagai subjek penelitian.

Mariana (2013) membahas tentang persepsi masyarakat serta partisipasi

masyarakat dalam program Kampung Urban Farming di Kelurahan Taman Sari

Bandung yang dilakukan oleh Komunitas Bandung Berkebun. Mariana (2013)

melakukan penelitian kuantitatif dalam melihat persepsi serta partisipasi

masyarakat disana. Penelitian ini mengkaji tentang partisipasi masyarakat dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan, serta persepsi masyarakat dalam

pengetahuan, praktik dan sikap, serta keberlanjutan dari program urban farming

itu sendiri. Temuan penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat cukup

baik dalam program urban farming tersebut, namun partisipasi mereka belum

mencapai hasil yang maksimal karena tidak semua masyarakat di wilayah tersebut

ikut terlibat.

Penelitian selanjutnya tentang urban farming dan komunitas Bandung

Berkebun dilakukan oleh Cipta Vidyana (2014) yang berjudul “Community

Garden di Indonesia”. Vidyana meneliti tentang kegiatan urban agriculture dalam

skala kecil (komunitas) dilihat dari sudut pandang konsep community garden.

Penelitian yang dilakukannya mengambil komunitas Bandung Berkebun sebagai

kasus implementasi community garden di Indonesia.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

11

Terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh B. Setiawan dan Dwita

Hadi Rahmi (2004). Penelitian ini mengkaji implementasi urban farming di enam

kota di Indonesia yaitu Surabaya, Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Pacitan, dan

Salatiga. Penelitian ini melihat urban farming atau pertanian kota secara

komprehensif yang meliputi jenis pertanian, perikanan dan peternakan. Hasil

penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan bahwa sebagian besar pertanian

kota masih menggunakan model-model pertanian konvensional dan belum banyak

yang mempraktekan model-model pertanian alternatif. Sebagian besar pertanian

kota masuk dalam kelompok pertanian yang meliputi tanaman pangan, sayuran,

buah, toga dan tanaman hias. Lokasi pertanian kota dilaksanakan baik di daerah

pusat, tengah dan pinggiran kota, lahan yang digunakan umumnya lahan-lahan

terlantar dan tanah-tanah pekarangan. Sebagian besar pelakunya adalah

masyarakat miskin kota dan sebagian besar masih melihatnya sebagai pekerjaan

sampingan. Pertanian kota cenderung mempunyai dampak positif dalam konteks

pemanfaatan lahan terlantar, namun juga memberikan potensi pencemaran

lingkungan terutama karena penggunaan pestisida. Pertanian kota mempunyai

kendala baik dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Pada saat penelitian ini

berlangsung belum ada dukungan yang memadai dari pihak pemerintah dan non

pemerintah yang membantu pengembangan pertanian kota di Indonesia. Secara

umum, penelitian ini menyimpulkan bahwa praktek pertanian kota di Indonesia

berlangsung secara luas, namun belum dikembangkan secara optimal.

Berbeda dari kajian-kajian sebelumnya, penelitian ini lebih menekankan

pada Bandung Berkebun dilihat sebagai suatu bentuk organisasi gerakan sosial

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

12

yang berupaya mengakses dan memobilisasi sumber daya di sekitarnya dalam

rangka pencapaian tujuannya. Komunitas ini melakukan gerakan mengajak

masyarakat Bandung untuk memanfaatkan lahan terbengkalai di sekitar mereka

melalui urban farming. Peneliti ingin melihat proses di balik pencapaian-

pencapaian komunitas ini di usia pergerakannya yang baru menginjak empat

tahun. Faktor apa yang memberikan perbedaan antara komunitas berkebun di

Bandung dengan komunitas berkebun di kota lainnya, padahal mereka berangkat

dari isu dan konsep gerakan yang serupa. Kuncinya adalah dengan melihatnya

melalui sudut pandang pendekatan mobilisasi sumber daya yang dilakukan oleh

komunitas Bandung Berkebun.

1.5 Kerangka Teoritik

1.5.1 Gerakan Sosial

Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian diatas, peneliti

menggunakan teori gerakan sosial sebagai alat untuk membuat analisis yang

sistematis mengenai proses mobilisasi sumber daya yang dilakukan oleh Bandung

Berkebun dalam mencapai visi mereka. Gerakan sosial pada hakikatnya

merupakan hasil perilaku kolektif. Serupa dengan Giddens (1993:642) dalam

Suharko (2015:15), gerakan sosial adalah upaya kolektif untuk mengejar suatu

kepentingan bersama, atau mencapai tujuan bersama melalui tindakan kolektif di

luar lingkup lembaga-lembaga yang mapan. Keterkaitan antara aksi kolektif

dengan gerakan sosial bisa berlaku selama aksi kolektif tersebut merupakan

“suatu perlawanan terhadap perilaku atau legitimasi aktor politik maupun sosial

tertentu yang tidak ditujukan bagi masalah-masalah yang tidak disebabkan secara

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

13

langsung oleh manusia (non human cause)” (Triwibowo, 2006:6). Definisi

lainnya mengenai gerakan sosial datang dari Mc Carthy dan Zald (1977) dalam

Triwibowo (2006:13), mereka mengemukakan bahwa gerakan sosial adalah

“Seperangkat opini dan kepercayaan (opinion and beliefs) dalam satu

kelompok masyarakat yang mencerminkan preferensi bagi perubahan pada

sebagian elemen struktur sosial dan/ atau distribusi kemenfaatan (rewards)

dalam tatanan masyarakat yang lebih luas.”

Doug Mc Adam mengemukakan bahwa gerakan sosial memiliki suatu

siklus kehidupan, yaitu diciptakan, tumbuh, mencapai kesuksesan atau kegagalan,

terkadang bubar dan berhenti atau hilang eksistensinya. Para teoritisi gerakan

sosial dari berbagai perspektif memiliki semacam titik temu kesepahaman

mengenai faktor yang dapat menjelaskan siklus gerakan sosial tersebut. Pertama,

adanya kesempatan politik. Para teoritisi gerakan sosial menegaskan pentingnya

suatu sistem politik dalam menyediakan kesempatan bagi aksi-aksi kolektif.

Kedua, adanya struktur mobilisasi. Struktur ini dapat diartikan sebagai wahana-

wahana kolektif baik formal maupun nonformal yang digunakan oleh sekelompok

orang untuk memobilisasi dan melibatkan diri dalam aksi kolektif. Wahana-

wahana kolektif tersebut dapat berupa kelompok, organisasi serta jaringan

informal yang berada pada tingkat menengah. Ketiga, proses pembingkaian.

Proses ini menunjuk pada upaya strategis yang dilakukan secara sadar oleh

kelompok-kelompok orang untuk membentuk pemahaman bersama mengenai

dunia dan diri mereka sendiri yang melegalkan dan mendorong aksi kolektif

(Suharko dalam Putra dkk., 2006).

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

14

1.5.2 Pendekatan Mobilisasi Sumber Daya

Gerakan sosial yang dilakukan oleh Bandung Berkebun merupakan

gerakan yang berupaya untuk mendorong masyarakat Bandung memanfaatkan

lahan sisa, negatif, terbengkalai di sekitar mereka melalui urban farming.

Meskipun gagasan yang diusung adalah hal terkait konsep pertanian atau

cenderung berbau lingkungan, namun gerakan ini tidak didasari oleh suatu

permasalahan lingkungan yang krusial, bukan pula suatu gerakan yang

memperjuangkan perubahan struktur kesempatan bagi kelompok tertindas. Oleh

karena itu, peneliti menggunakan pendekatan teori mobilisasi sumber daya yang

dikemukakan oleh John D. Mc Carthy, Mayer N. Zald dan Bob Edwards dalam

upaya memahami lebih mendalam mengenai gerakan urban farming yang

diinisiasi oleh Bandung Berkebun sebagai sebuah gerakan sosial. Pendekatan ini

muncul di Amerika Serikat yang memiliki latar belakang sosial politik yang

berbeda dengan Eropa. Amerika Serikat tidak mempunyai tradisi yang kuat dalam

demokrasi sosial dan korporatisme serikat buruh, gerakan buruh pun bukan

merupakan kekuatan yang cukup signifikan disana (dibandingkan dengan di Eropa

Barat). Oleh karena itu, bagi intelekual Amerika, gerakan sosial kontemporer

tidak disebabkan oleh perubahan sosial yang mendasar, namun lebih karena

kemampuan dari kelompok-kelompok kepentingan untuk secara terus-menerus

memobilisasi sumber daya dan meraih representasi politik di dalam sistem.

Mereka tidak tertarik pada bagaimana mengungkap penyebab munculnya gerakan

sosial, karena mereka anggap sebagai sesuatu yang given/self evident, sehingga

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

15

fokus mereka lebih kepada mengungkapkan mengapa ada gerakan sosial yang

berhasil dan ada yang gagal.

Pendekatan mobilisasi sumber daya menekankan pada baik dukungan

masyarakat dan kendala dari fenomena gerakan sosial. Pendekatan ini mengkaji

berbagai sumber daya yang harus dimobilisasi, keterkaitan gerakan sosial kepada

kelompok lainnya, ketergantungan gerakan pada dukungan eksternal untuk

sukses, dan taktik yang digunakan oleh penguasa untuk mengontrol atau

menggabungkan gerakan (Mc Carthy dan Zald, 1977). Pendekatan ini dengan kata

lain lebih menekankan pada faktor teknis, ketimbang melihat penyebab

munculnya gerakan sosial. Teori mobilisasi sumber daya menjelaskan mengenai

betapa pentingnya pendayagunaan sumber daya secara efektif dalam menunjang

gerakan sosial, karena gerakan sosial yang berhasil memerlukan organisasi dan

tatktik yang efektif. Sementara itu, individu-indvidu yang terkait dalam gerakan

sosial dalam sudut pandang mobilisasi sumber daya terdiri dari (Crossley,

2004:86-87); adherent yaitu pihak-pihak yang mendukung atau percaya akan

tujuan dari gerakan; nonadherent adalah pihak yang tidak percaya atau tidak

sejalan dengan tujuan gerakan; konstituen yaitu adherent yang sekaligus

berkontribusi sumber daya secara langsung bagi gerakan; serta conscience

konstituen yaitu konstituen yang mendukung gerakan walaupun hal tersebuut

tidak memberikan manfaat kepadanya, khusus untuk tipe terakhir biasanya

digunakan dalam konteks-konteks gerakan yang memperjuangkan kaum-kaum

tertindas atau kaum disabilitas.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

16

Bandung Berkebun merupakan komunitas lokal yang melakukan aktivitas

gerakan dengan tujuan untuk mengajak dan meningkatkan kesadaran masyarakat

kota Bandung akan pentingnya kegiatan berkebun di perkotaan, kegiatan ini

awalnya muncul lebih dikarenakan kekhawatiran para inisiatornya terhadap

banyaknya ruang-ruang negatif atau lahan terbengkalai di perkotaan yang tidak

teroptimalkan dengan baik. Namun, pada kelanjutannya gerakan ini juga

diarahkan sebagai salah satu upaya solusi isu ketahanan dan kemanan pangan

tingkat lokal. Komunitas ini bisa diasumsikan sebagai sebuah wadah bagi

pergerakan para penggiat yang ada didalamnya. Seperti apa yang dikemukakan

oleh Canel (1997) dalam Triwibowo (2006:11), penggunaan pendekatan

mobilisasi sumber daya pada penelitian ini juga dilakukan dengan memusatkan

analisisnya pada seperangkat proses kontekstual (keputusan mengenai

pengelolaan sumber daya, dinamika organisasi serta perubahan politik) yang

memampukan Bandung Berkebun untuk mengoptimalkan potensi-potensi

struktural yang dimiliki guna mencapai tujuannya (visi).

1.5.2.1 Tipologi Sumber Daya Gerakan Sosial

Sumber daya yang penting bagi mobilisasi suatu gerakan sosial memiliki

banyak variasi. Dalam beberapa tahun terakhir, analis mobilisasi sumber daya

diuntungkan oleh perkembangan luas ilmu sosial. Mereka mendapatkan

keuntungan lebih dalam melakukan spesifikasi dan pembedaan diantara tipe-tipe

sumberdaya yang ada. Edwards dan Mc Charty dalam Snow (2004:125)

mengemukakan lima tipe sumber daya yang biasanya dimiliki oleh suatu

organisasi gerakan sosial.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

17

Sumber daya Moral (Moral Resources)

Sumber daya moral dapat berupa legitimasi, dukungan solidaritas,

dukungan simpati dan selebriti (Snow 1979; Cress and Snow 1996). Para

teoritikus neo-institusional organisasional membuat klaim yang kuat tentang

pentingnya legitimasi sebagai penghubung antara konteks makro kultural dan

proses organisasional meso dan level mikro. Oleh karena itu muncul klaim

bahwa aktor kolektif yang paling mampu mendekati kesesuaian (mimic)

dengan bentuk institusional yang terlegitimasi dalam melakukan jenis-jenis

usaha tertentu, maka mereka akan mendapatkan suatu keuntungan

dibandingkan dengan kelompok lain yang tidak mampu mencerminkan bentuk

tersebut.

Sumber daya moral cenderung berasal dari luar ruang lingkup gerakan

sosial atau organisasi gerakan sosial (OGS), dan secara umum dianugerahkan

(bestowed) oleh sumber-sumber eksternal yang memang dikenal memilikinya.

Kunci utama yang membedakannya disini adalah pihak luar (outsiders) yang

memiliki sumber daya ini akan mentransferkannya kepada suatu gerakan

sosial sekaligus juga mampu menarik kembali sumber daya tersebut. Oleh

karena itu, sumber daya moral yang dianugerahkan oleh pihak eksternal ini

bisa ditarik kembali, mereka juga cenderung sulit diakses dan hak kepemilikan

tinggi dibandingkan dengan sumber daya kultural yang ada di poin

selanjutnya.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

18

Sumber Daya Kultural (Cultural Resources)

Sumber daya kultural adalah artefak dan produk kultural seperti misalnya

sarana konseptual (conceptual tools) dan pengetahuan khusus yang menjadi

dikenal secara luas, meskipun belum tentu secara universal. Sumber daya ini

termasuk didalamnya adalah pengetahuan bersama yang dipahami tanpa

terkatakan (tacit knowledge), misalnya tentang bagaimana menyelesaikan

tugas-tugas spesifik seperti mengadakan sebuah konferensi pers, menjalankan

pertemuan (meeting), membentuk organisasi, menginisia si festival, atau

berselancar di dunia maya. Tidak setiap anggota dari masyarakat atau

kelompok memiliki kompetensi spesifik atau pengetahuan yang bisa menjadi

nilai bagi gerakan sosial atau OGS.

Kunci yang membedakan antara sumber daya kultural dan moral adalah

sumber daya kultural memiliki ketersediaan yang lebih luas, hak kepemilikan

rendah (less proprietary), dan mudah diakses untuk digunakan, terlepas dari

penilaian yang menguntungkan dari pihak –pihak yang berada di luar suatu

gerakan sosial atau OGS. Sumber daya kultural juga bisa berupa penerbitan

produksi-produksi yang relevan seperti misalnya musik, literatur, majalah,

koran, dan film atau video. Produk kultural semacam itu akan memfasilitasi

proses rekrutmen dan sosialisasi dari adherent baru dan membantu gerakan

memelihara kesiapan dan kapasitas mereka untuk aksi kolektif.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

19

Sumber Daya Sosial Organisasional (Social Organizational Resources)

Kategori sumber daya ini memiliki tiga bentuk umum yaitu infrastruktur,

jejaring sosial (network), dan organisasi. Tiga bentuk tersebut bervariasi dalam

formalitas organisasi, tapi yang menjadi penekanan disini adalah sejauh mana

akses terhadap mereka dapat dikendalikan. Infrastruktur adalah sumber daya

yang setara dengan barang-barang publik seperti pelayanan pos, sanitasi, atau

infrastruktur sipil seperti jalan, trotoar, lampu jalan yang memfasilitasi

kelancaran dari fungsi-fungsi kehidupan sehari-hari. Infrastruktur adalah

sumber daya sosial non-kepemilikan. Secara kontras, akses terhadap jejaring

sosial terutama kelompok-kelompok dan organisasi formal dan karenanya

sumber daya yang melekat di dalamnya dapat dikendalikan. Untuk

penggunaan sumber daya ini dalam berbagai tingkatan dapat dilakukan dengan

cara penolakan untuk pihak luar dan ditimbun untuk pihak dalam.

Manfaat utama dari penggunaan setiap bentuk sumber daya sosial

organisasional adalah untuk menyediakan akses terhadap bentuk sumber daya

lainnya, sehingga isu yang sering diangkat adalah akses yang tidak merata

terhadap sumber daya sosial organisasional diantara kawasan-kawasan potensi

munculnya gerakan sosial. Akses yang berbeda seperti ini menciptakan

kesenjangan lebih lanjut dalam kapasitasnya untuk mengakses sumber daya

krusial dari jenis lainnya.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

20

Sumber Daya Manusia (Human Resources)

Tipe sumber daya ini lebih nyata dan mudah diapresiasi dibandingkan tiga

jenis sumber daya sebelumnya. Kategori ini mencakup sumber daya seperti

tenaga kerja, pengalaman, keterampilan dan keahlian. Selain itu, kategori ini

juga menyertakan kepemimpinan, karena melibatkan kombinasi sumber daya

manusia lainnya disertakan disini. Sumber daya manusia yang dimaksud

disini adalah pada per individu ketimbang dalam suatu struktur sosial

organisasional atau budaya secara lebih umum. Individu biasanya memiliki

kontrol kepemilikan atas penggunaan tenaga mereka serta sumber daya

manusianya, kecuali dalam kasus-kasus ekstrim seperti kerja paksa atau

pemerasan. Melalui partisipasi mereka, individu membuat tenaga mereka

menjadi mudah diakses dan digunakan untuk gerakan tertentu atau OGS. OGS

dapat mengumpulkan dan menyebarkan individu yang notabene lebih mudah

diangkut secara nyata (portable), contohnya dibandingkan sumber daya sosial

organisasional. Namun, kapasitas gerakan untuk menyebarkan personelnya

dibatasi oleh kerja sama dari individu yang terlibat. Dan partisipasi mereka

pada gilirannya dibentuk oleh faktor spasial, faktor ekonomi, serta oleh

hubungan sosial, kewajiban bersaing, kendala arah hidup, dan komitmen

moral. Isu kuncinya adalah apakah ketersediaan individu terampil akan

meningkatkan mobilisasi gerakan bergantung pada bagaimana keahlian

mereka sesuai dengan kebutuhan gerakan atau OGS.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

21

Sumber Daya Material (Material Resources)

Kategori sumber daya material mengkombinasikan apa yang dikatakan

oleh ekonom sebagai finasial, modal fisik, termasuk sumber daya moneter,

properti, ruang kantor, peralatan dan persediannya. Edwards dalam Ritzer

(2007:3905) mengemukakan pentingnya sumber daya moneter dalam gerakan

sosial tidak bisa dipandang sebelah mata. Bagaimanapun juga, seberapa

banyak sumber daya bentuk lainnya yang dimobilisasi oleh suatu gerakan, hal

tersebut akan dikenakan biaya dan seseorang harus membayar tagihannya.

Sumber daya material menerima perhatian yang paling analitis, karena sumber

daya ini secara umum lebih nyata, hak kepemilikannya lebih tinggi, dan dalam

hal uang lebih dapat dipertukarkan (fungible). Dengan kata lain, uang dapat

dikonversi menjadi bentuk lain dari sumber daya, namun hal sebaliknya

kurang sering terjadi.

1.5.2.2 Mekanisme Akses Sumber Daya

Sebelum sumber daya yang hadir dalam konteks tertentu dapat

dimanfaatkan oleh aktor gerakan sosial, hal pertama yang paling penting adalah

bagaimana sumber daya tersebut dapat diakses terlebih dahulu. Berikut empat

mekanisme akses terhadap sumber daya yang dapat dilakukan oleh aktor gerakan

sosial (Mc Carthy dan Edwards dalam Snow 2004:131),

Produksi secara Mandiri (Self Production)

Jenis mekanisme ini mengacu pada cara-cara dimana OGS dan pemimpin

gerakan membuat atau menambah nilai sumber daya yang telah dikumpulkan,

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

22

terkooptasi atau telah disediakan oleh patron. Mekanisme paling dasar dimana

gerakan sosial mendapatkan akses pada sumber daya adalah dengan

menghasilkannya sendiri secara internal. Gerakan sosial menciptakan produk

kultural seperti bingkai aksi kolektif, taktik repertoar, musik, literatur, dan

template organisasi untuk membuat tipe tertentu dari kegiatan koletif atau isu

kampanye.

Gerakan membentuk OGS, membangun jejaring (networks), dan

membentuk koalisi. Gerakan juga menghasilkan sendiri sumber daya

manusianya melalui pelatihan aktivisnya untuk kepemimpinan, dan

mensosialisasikan anak-anak atau penerus mereka kepada nilai-nilai dan

praktek gerakan. Mereka juga memproduksi item-item tertentu untuk dijual,

seperti literatur, produk yang memiliki makna simbolis terkait gerakan seperti

T-Shirt, cangkir, poster, seni dll.

Agregasi

Agregasi mengacu pada mekanisme dimana sumber daya yang dimiliki

oleh individu tersebar dikonversi menjadi kolektif, untuk selanjutnya dapat

dialokasikan oleh aktor gerakan. Gerakan sosial mengagregasi sumber-sumber

yang dimiliki secara privat dari penerima manfaat (beneficiary) dan

conscience constituents dalam rangka untuk mencapai tujuan kolektif.

Kooptasi atau Apropriasi

Gerakan sosial seringkali memanfaatkan hubungan yang mereka miliki

dengan organisasi atau kelompok sosial yang sudah ada, dimana organisasi

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

23

tersebut tidak dibentuk untuk tujuan eksplisit dari gerakan yang bersangkutan.

Kooptasi dalam konteks ini mengacu pada transparansi, peminjaman berizin

dari sumber daya yang telah diagregasi oleh kelompok tersebut. Sementara itu

apropriasi (pengambilan untuk diri sendiri) mengacu pada pemanfaatan secara

rahasia atau ilegal (surreptitious) dari sumber daya yang telah dikumpulkan

sebelumnya oleh kelompok lain. Proses kooptasi, bersamanya, membawa

suatu transfer sejumlah kontrol kepemilikan atas sumber daya yang telah

terkooptasi tersebut. Besarnya kontrol kepemilikan sangat bervariasi

bergantung pada tipe sumber dayanya. Selain itu, kooptasi juga

mengimplikasikan beberapa bentuk hubungan timbal balik selanjutnya serta

pemahaman bahwa sumber daya akan digunakan untuk tujuan yang telah

disepakati bersama.

Patronase

Mekanisme terakhir ini mengacu pada penganugrahan (bestowed) sumber

daya pada sebuah OGS oleh seorang individu atau organisasi tertentu yang

seringkali menjadi patron. Dalam hubungan patronase moneter, patron

menjadi pihak eksternal dari gerakan atau OGS yang menyediakan sejumlah

besar dukungan finansial, namun biasanya mereka juga menjalankan sejumlah

kontrol kepemilikan atas bagaimana uang tersebut digunakan serta bahkan

mungkin berupaya untuk mengerahkan pengaruh mereka atas operasional

harian dan pembuatan keputusan kebijakan dalam gerakan atau OGS tersebut.

Hubungan patronase bisa juga melibatkan penyediaan sejumlah sumber daya

manusia, termasuk khususnya pinjaman personel untuk periode waktu

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

24

tertentu. Patronase semacam ini bisanya terjadi ketika ada koalisi beberapa

SMO dan event-event yang kompleks. Sementara itu, patronase dalam sumber

daya moral terjadi ketika individu atau organisasi yang dihormati secara luas

mengakui suatu OGS atas prestasi positifnya.

1.5.2.3 Proses Kunci Mobilisasi Sumber Daya

Mc Carthy dan Edwards dalam Snow (2004:136) mengemukakan bahwa

ketersediaan sumber daya bagi suatu gerakan maupun organisasi gerakan sosial

merupakan suatu keniscayaan. Pembentukan awal dari sebuah organisasi gerakan

sosial membutuhkan mobilisasi dan agregasi dari setidaknya sejumlah minimum

sumber daya, begitu pula pada saat proses pemeliharaannya. Saat organisasi

tersebut telah terbentuk, hampir serupa dengan jenis organisasi lainnya, organisasi

gerakan sosial dapat dipandang kurang lebih sebagai sekumpulan cara atau

mekanisme melakukan sesuatu yang dilaksanakan secara rutin. Pola umum dari

praktek-praktek yang telah terlembagakan tersebut juga tentang repertoar pilihan

dalam relasi pertukaran dan cara yang dipilih dalam mengakses sumber daya,

serta yang terpenting adalah menentukan tingkatan serta bentuk mobilisasi sumber

daya material dan aktivisme dalam setiap gerakan sosial. Praktek umum ini pada

kelanjutannya terbentuk oleh pola yang lebih luas dari lokasi dan stratifikasi sosial

sumber daya.

Membentuk organisasi dan membangun kapasitas organisasi

Pada tahap awal pembentukan organisasi gerakan sosial, dalam beberapa

contoh kasus, para arsiteknya membuat berbagai pilihan strategis tentang

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

25

tujuan, struktur, dan bentuk-bentuk aksi kolektif yang akan diwujudkan dalam

berbagai cara mereka melakukan sesuatu nantinya. Pada kelanjutannya ketika

organisasi gerakan sosial terus berproses dan beradaptasi, pilihan pola atau

bentuk yang telah diputuskan saat tahap pendirian awal seringkali akan sangat

sulit diubah begitu organisasi telah berdiri dan berjalan, karena hal tersebut

akan mempertaruhkan identitas publik yang telah mereka bangun, bahkan

dalam batas tertentu juga akan mempertaruhkan investasi uang, waktu dan

tenaga dari para konstituen dan adherent yang telah diberikan atas dasar

kesamaan pilihan dari pola yang telah dibangun sebelumnya.

Adopsi dari struktur organisasi gerakan sosial tertentu memiliki potensi dalam

menghambat penggunaan dan fasilitasi dari teknologi mobilisasi tertentu.

Sebagai contoh, organisasi profesional seperti Children’s Defense Fund

(Skocpol 1999 dalam Edwards dan Mc Carthy 2004) memilih untuk tidak

mendaftar individu anggotanya, menanggalkan sumber potensial berupa

dukungan keuangan yang stabil serta ikatan yang kuat pada konstituen, yang

berpotensi untuk dimobilisasi dalam aksi kolektif masa. Selain itu, contoh

lainnya adalah organisasi gerakan sosial lokal yang terasosiasi dengan

Industrial Areas Foundation (Warren 2001 dalam Edwards dan Mc Carthy

2004), mereka memilih untuk bergantung pada organisasi ketimbang pada

anggota individu, sehingga mereka berhasil dalam menstabilkan aliran

finansial yang cukup besar, yang dapat diarahkan pada upaya aksi kolektif

daripada ke arah pemeliharaan keanggotaan individu.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

26

Pilihan bentuk organisasi seperti itu dapat memberikan implikasi langsung

pada kemampuan dari kelangsungan organisasi gerakan sosial dalam

membangun kapasitas organisasi untuk beberapa tipe aksi kolektif. Pilihan

tentang bentuk organisasi seperti ini ditempuh untuk tujuan pembangunan

kapasitas organisasi, namun juga dapat membatasi jenis teknologi

mobilisasi13

yang lebih mudah diakses oleh para pememimpin organisasi

gerakan sosial.

Mobilisasi uang

Teknologi untuk memobilisasi uang dapat dibedakan menjadi pertama

narrowcast yaitu teknologi yang dirancang untuk menargetkan beberapa

(sejumlah kecil) sumber uang yang terkonsentrasi secara mendalam.

Kemudian kedua adalah broadcast, yaitu teknologi yang dirancang untuk

menargetkan banyak sumber keuangan yagn bersifat dangkal tapi lebih

tersebar luas. Pada kelanjutannya, teknologi yang dipilih oleh organisasi

gerakan sosial merupakan perpaduan dari keduanya. Ketergantungan pada

salah satu teknologi saja, secara umum dapat menyebabkan organisasi

gerakan sosial lebih rentan terhadap fluktuasi pendapatan jangka pendek.

Menciptakan sumber daya dan mobilisasi potensi melalui aksi kolektif

Dalam rangka mengeksplorasi peran sentral dari sumber daya manusia dan

material dalam menghasilkan aksi kolektif, perlu dibedakan antara teknologi

13

Oliver dan Marwell (1992 dalam Mc Carthy dan Edwards, 2004) mendefnisikan teknologi

mobilisasi adalah sekumpulan pengetahuan tentang bagaimana cara-cara mengakumulasi sumber

daya yang penting untuk teknologi produksi. Sementara itu teknologi produksi adalah sekumpulan

pengetahuan tentang cara-cara mencapai tujuan bersama.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

27

mobilisasi sumber daya dengan aksi kolektif dalam analisis statis. Namun,

tidak diragukan lagi, dalam situasi dinamis dari perkembangan gerakan sosial,

hal tersebut merupakan proses resiprokal. Ketika sumber daya manusia dan

sumber daya keuangan diagregasi untuk memfasilitasi aksi kolektif, pada

kelanjutannya aksi tersebut terkadang meningkatkan potensi berikutnya untuk

proses agregasi uang dan orang-orang, yang terkadang bahkan dapat terjadi

saat event aksi kolektif itu sendiri.

1.6 Metode Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, karena esensi

penelitian kualitatif yaitu untuk menyajikan suatu fakta berdasarkan sudut

pandang pelaku atau subjek. Bandung Berkebun merupakan komunitas yang

menjadi subjek dalam penelitian ini, dengan penggiat-penggiat aktif didalamnya

sebagai penyedia informasi yang dibutuhkan. Penelitian kualitatif mengenai

fenomena di kota Bandung ini adalah penelitian yang mencoba memahami

gerakan urban farming dalam setting dan konteks naturalnya, yaitu Bandung

Bekebun sebagai salah satu penggagas awal gerakan di kota Bandung ini (bukan

di dalam laboratorium). Peneliti tidak berusaha untuk memanipulasi fenomena

yang diamati, segala fakta dan hasil penelitian ditulis berdasarkan sudut pandang

subjek.

Metode penelitian kualitatif yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah model studi kasus. Model ini dipilih karena fokus studi kasus adalah

mengembangkan analisis yang mendalam dari suatu kasus atau fenomena

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

28

(Herdiansyah, 2012). Gerakan urban farming di kota Bandung menjadi

fenomena sentral yang menarik untuk diteliti. Gerakan pemenfaatan lahan

terbengkalai melalui urban farming yang digagas Bandung Berkebun dianggap

sebagai kasus khusus yang menarikbagi peneliti untuk dikaji lebih dalam lagi.

Peneliti menggunakan studi kasus karena ingin mengetahui secara intrinsik

bagaiamana mobilisasi sumber daya yang dilakukan oleh Bandung Berkebun dan

berkembang menjadi sebuah gerakan sosial yang mendorong masyarakat Bandung

untuk melakukan aksi memanfaatkan lahan terbengkalai melalui urban farming.

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan melihat kasus gerakan sosial yang

dilakukan oleh Bandung Berkebun. Komunitas ini dipilih karena proses

ditelurkannya ide dan gagasan tentang gerakan dan komunitas ini terjadi di

Bandung. Bandung Berkebun juga merupakan salah satu pioneer komunitas

berkebun yang telah dibentuk sebelum diluncurkannya Indonesia Berkebun.

Kemudian komunitas ini berada dalam situasi kota yang begitu kental akan unsur

kreatifitas serta kaya akan komunitas lokal. Hal tersebut menjadikan Bandung

Berkebun merangkul banyak elemen untuk berkolaborasi dalam memperjuangkan

gerakannya, dari mulai komunitas kreatif, masyarakat, pemerintah, universitas,

dan pihak swasta. Peneliti melihat latar belakang situasi tersebut sebagai hal

menarik sebagai setting untuk melihat mobilisasi sumber daya yang dilakukan

oleh Bandung Berkebun serta kolaborasi yang terjadi dengan komunitas kreatif di

sekitarnya.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

29

2. Pemilihan Informan

Informan dalam penelitian ini adalah beberapa konseptor dan penggiat

aktif dari gerakan Bandung Berkebun yang saat ini masih terlibat aktif maupun

pasif dalam berbagai aktivitas kegiatan komunitas Bandung Berkebun. Adapun

informan dari penelitian ini berjumlah 10 orang, dengan komposisi 3 orang

merupakan penggiat yang pernah memegang posisi koordinator, 2 orang pernah

menjadi wakil koordinator, 5 orang lainnya merupakan penggiat aktif Bandung

Berkebun saat ini. Lima orang pertama merupakan sosok yang pernah menjadi

koordinator dan wakil koordinator di Bandung Berkebun, dari kelima sosok ini

peneliti memperoleh mayoritas data dan informasi mengenai sumber daya kultural

dan moral terutama terkait dengan nilai-nilai yang dianut oleh komunitas Bandung

Berkebun, bagaimana awal mula pembentukan komunitas ini, serta urgensi dari

urban farming di kota Bandung. Sementara itu,dari lima orang selanjutnya peneliti

memperoleh data dan informasi terkait sumber daya manusia, material, sosial

organisasional, dan pelaksanaan teknis program serta kegiatan Bandung

Berkebun.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dalam rangka mengumpulkan informasi yang

dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan utama serta mencapai tujuan dari

penelitian mengenai gerakan urban farming ini. Dalam penelitian ini,

pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi ilmiah) proses gerakan

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

30

pemanfaatan lahan terbengkalai melalui urban farming yang dilakukan oleh

Bandung Berkebun di kota Bandung.

Berbagai macam sumber data diperoleh peneliti guna mendapatkan

informasi yang akurat mengenai kasus yang diteliti. Dengan banyaknya macam

sumber data, diharapkan peneliti memperoleh banyak informasi yang terkait

dengan topik penelitian yaitu mobilisasi sumber daya yang dilakukan oleh

Bandung Berkebun. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari: dokumen,

observasi langsung, dan wawancara.

a. Dokumen

Penggunaan dokumen dalam penelitian studi kasus digunakan sebagai

pendukung dan penambah bukti sumber-sumber data yang lainnya.

Dokumen-dokumen ini tentunya menyajikan informasi tentang suatu

keadaan, implementasi lapangan, program-program kegiatan, aksi kolektif

dan juga memberikan dukungan petunjuk tentang kondisi yang ada saat ini

terkait dengan keberadaan Bandung Berkebun serta gerakan urban farming

yang diperjuangkannya. Adapun beberapa dokumen yang peneliti gunakan

terkait dengan penelitian ini adalah dokumen pribadi milik Bandung

Berkebun, berikut:

Booklet Kampung Berkebun 2014

FAQ Bandung Berkebun

Informasi Umum Bandung Berkebun

Jurnal My School Goes Farming: “Petualangan di Negeri Sayur”

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

31

SMA Creatifarming The Journal

Naskah Bandung Berkebun untuk buku Urban Farming ala Indonesia

Berkebun

Urban Farming Bandung: “Demi Budaya Se-Bandung Ngebon

Kumpulan Chirpstory yang dibuat oleh Bandung Bandung Berkebun

mengenai laporan kegiatan dan program-program yang telah mereka

lakukan.

b. Observasi Langsung

Hasil amatan dari suatu observasi langsung dapat dijadikan sebagai

sumber data tambahan tentang topik yang sedang diteliti. Observasi yang

dilakukan dalam penelitian merupakan observasi pasrtisipan dengan

mengikuti segala kegiatan rutin dari mulai ngebon tiap hari minggu, rapat

mingguan, dan beberapa yang dilaksanakan Bandung Berkebun. Observasi

pada rapat mingguan Bandung Berkebun biasa dilakukan secara rutin pada

hari Kamis atau Rabu setiap minggunya. Sementara observasi yang

dilakukan peneliti pada kegiatan atau program yang pernah dilaksanakan

Bandung Berkebun hanya pada kegiatan Launching Udunan Ngebon ,

Program Bandung Kampung Urban Farming, dimana peneliti menjadi

relawan juga dalam program ini, serta pada salah satu event rangkaian

perayaan ulang tahun ke-4 Bandung Berkebun di Taman Bacaan Ujung

Berung.

c. Wawancara

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

32

Proses wawancara dalam penelitian ini dilakukan di sela-sela kegiatan

pertemuan rutin Bandung Berkebun. Selain itu, peneliti juga beberapa kali

melakukan pertemuan secara khusus dengan beberapa penggiat yang

menjadi informan dalam penelitian ini diluar waktu pertemuan rutin

mereka, tujuannya adalah guna mendapatkan informasi yang lebih jelas

terkait pertanyaan pokok penelitian ini. Berdasarkan penelitian di lapangan

didapat kecenderungan bahwa informasi mengenai konsep serta gagasan

awal terkait komunitas Bandung Berkebun didapatkan dari hasil

wawancara dengan penggiat awal yang merupakan orang yang terjun

langsung ketika proses perumusan awal komunitas ini. Sementara

dinamika organisasi serta teknis pelaksanaan segala kegiatan didapat dari

wawancara dengan penggiat aktif yang masih terjun di lapangan hingga

saat ini. Tahapan wawancara ini dilakukan dengan merujuk pada pedoman

wawancara yang telah disusun sedemikian rupa oleh peneliti sehingga

mampu menjawab masalah penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Penggunaan metode kualitatif dalam penelitian ini menggunakan teknik

analisis data yang diungkapkan oleh Miles dan Huberman dalam Pawito

(2007) bahwa terdapat tiga komponen dalam teknik analisis data: reduksi

data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan serta

pengujian kesimpulan (drawing and verifying conclucions). Berdasarkan

penjelasan di atas, peneliti akan melakukan penganalisisan data dengan

cara sebagai berikut:

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/84782/potongan/S2-2015-342716-introduction.pdf · Hasil wawancara observasi awal yang dilakukan peneliti,

33

a. Data yang diperoleh dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap

informan akan ditulis ke dalam bentuk transcript wawancara.

b. Data yang telah ditulis di dalam bentuk transcript, selanjutnya akan

diseleksi kemudian direduksi menjadi data mana yang sesuai dengan

rumusan masalah penelitian sehingga permasalahan dalam penelitian ini

dapat terjawab, karena tujuan akhir pada penelitian ini yakni menjawab

pertanyaan penelitian yang menjadi fokus penelitian. Data yang telah

dipilah-pilah dengan berpedoman pada rumusan masalah yang digunakan

memberikan gambaran yang jelas mengenai fenomena pada penelitian ini.

Data ditulis dalam bentuk teks narasi dan kemudian ditarik kesimpulan

dari data yang telah didapatkan dan dianalisis tersebut, dimana penarikan

kesimpulan yang dilakukan masih bersifat sementara. Kesimpulan

merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah ditetapkan sebagai

fokus penelitian.

Gerakan Urban Farming: Studi atas Mobilisasi Sumber Daya oleh Komunitas Bandung BerkebunINTAN ZAINAB BAUWUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/