BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

7
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kualitas (quality improvement) pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan mutlak diperlukan untuk menjamin keselamatan pasien (patient safety) dan meningkatkan kepuasan pasien (patient satisfaction). Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk meningkatkan status kesehatannya. Puskesmas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kementerian Kesehatan RI, 2014b). Pelayanan farmasi merupakan salah satu pelayanan UKP yang diberikan oleh Puskesmas. Pelayanan farmasi menjadi bagian yang penting dan tidak dapat dipisahkan dalam mendukung upaya kesehatan khususnya terkait pengobatan. Pelaksanaan pelayanan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian (Kementerian Kesehatan RI, 2014b). Pekerjaan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (Peraturan Pemerintah RI, 2009). Agar masyarakat mendapatkan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan standar, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, (2) menjamin kepastian hukum bagi tenaga farmasi, dan (3) melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi pengelolaan obat, bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan obat dan bahan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/114370/potongan/S2-2017... · Menjelaskan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas (quality improvement) pelayanan di fasilitas pelayanan

kesehatan mutlak diperlukan untuk menjamin keselamatan pasien (patient safety) dan

meningkatkan kepuasan pasien (patient satisfaction). Pusat Kesehatan Masyarakat

(Puskesmas) merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan

oleh masyarakat untuk meningkatkan status kesehatannya. Puskesmas

menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan

Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif

dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

di wilayah kerjanya (Kementerian Kesehatan RI, 2014b).

Pelayanan farmasi merupakan salah satu pelayanan UKP yang diberikan oleh

Puskesmas. Pelayanan farmasi menjadi bagian yang penting dan tidak dapat

dipisahkan dalam mendukung upaya kesehatan khususnya terkait pengobatan.

Pelaksanaan pelayanan farmasi harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian (Kementerian

Kesehatan RI, 2014b).

Pekerjaan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga kefarmasian yang terdiri atas

apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (Peraturan Pemerintah RI, 2009). Agar

masyarakat mendapatkan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan standar,

pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30

Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pengaturan

standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu

pelayanan kefarmasian, (2) menjamin kepastian hukum bagi tenaga farmasi, dan (3)

melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam

rangka keselamatan pasien (patient safety).

Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi pengelolaan obat, bahan

medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan obat dan bahan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/114370/potongan/S2-2017... · Menjelaskan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi

2

medis habis pakai meliputi perencanaan, permintaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pengendalian, pencatatan, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi

pengelolaan. Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian resep, penyerahan obat

dan pemberian informasi obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite pasien,

pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat, dan evaluasi

penggunaan obat. Pelayanan kefarmasian dapat mencapai standar yang diharapkan

jika didukung oleh sumber daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi

pada patient safety, dan standar prosedur operasional yang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan (Kementerian Kesehatan RI, 2014a).

Untuk memberikan pelayanan yang berkualitas bagi masyarakat, Puskesmas

perlu terus melakukan upaya peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas dapat dicapai

melalui berbagai upaya antara lain dengan pembakuan dan pengembangan sistem

manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja yang berkesinambungan. Untuk

menjamin upaya ini dilaksanakan, maka perlu dilakukan penilaian oleh pihak

eksternal dengan menggunakan standar yang ditetapkan yaitu melalui mekanisme

akreditasi (Kementerian Kesehatan RI, 2015b).

Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan yang diberikan oleh lembaga

independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi

standar akreditasi (Kementerian Kesehatan RI, 2014a). Menurut Permenkes nomor 46

tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri

Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi, pengaturan akreditasi Puskesmas

bertujuan untuk (1) meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, (2)

meningkatkan perlindungan bagi sumber daya kesehatan, masyarakat, dan

lingkungannya, serta Puskesmas sebagai institusi, dan (3) meningkatkan kinerja

Puskesmas dalam pelayanan kesehatan perseorangan dan masyarakat. Penelitian

Pomey et al., (2010) pada organisasi kesehatan di Kanada menunjukkan proses

akreditasi membantu memperkenalkan program peningkatan kualitas

berkesinambungan pada organisasi kesehatan yang baru terakreditasi atau yang belum

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/114370/potongan/S2-2017... · Menjelaskan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi

3

terakreditasi. Hasil studinya juga menemukan bahwa motivasi organisasi kesehatan

untuk memperkenalkan perubahan terkait akreditasi menurun dari waktu ke waktu.

Studi manfaat akreditasi pada fasilitas kesehatan primer oleh El-Jardali, et al.,

(2014) menyebutkan, akreditasi merupakan langkah awal yang penting dalam

meningkatkan kualitas layanan kesehatan untuk memberikan respon yang lebih baik

pada kebutuhan kesehatan masyarakat. Penelitian Irfianti (2011) menyimpulkan

bahwa menurut persepsi Rumah Sakit (RS), akreditasi mempunyai dampak terhadap

peningkatan mutu RS dan mampu mendorong keterlibatan staf dalam upaya

peningkatan mutu. Studi persepsi perawat mengenai dampak akreditasi pada kualitas

perawatan yang dilakukan oleh Yildiz & Kaya (2014) di Turki menyatakan bahwa

akreditasi memberikan dampak positif pada kualitas pelayanan yang diberikan kepada

pasien dan kepuasan pasien.

Laporan Akuntabilitas Kinerja (Lakip) Direktorat Bina Kefarmasian

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015 menyebutkan permasalahan

yang dihadapi terkait dengan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas

salah satunya adalah belum dilaksanakannya standar pelayanan kefarmasian secara

menyeluruh (Kementerian Kesehatan RI, 2015). Penelitian dari Wibowo (2013)

menyebutkan bahwa penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) ISO 9001:2008

yang diterapkan pada pelayanan kefarmasian Puskesmas di Kabupaten Sleman

berdasarkan kepatuhan prosedur tetap, rata-rata waktu penyiapan obat, rata-rata

waktu penyerahan obat, persentase kesesuaian resep dan obat, persentase

kelengkapan label obat, persentase pengetahuan pasien terhadap obat, dan kepuasan

pasien tidak mempengaruhi pelayanan kefarmasian secara signifikan. SMM ISO

9001:2008 hanya berpengaruh pada pengetahuan pasien terhadap obat, waktu

penyerahan obat, kelengkapan label obat, dan kepuasan pasien. SMM ISO 9001:2008

tidak berpengaruh pada waktu penyiapan obat, kesesuaian resep dan obat, dan

kepatuhan terhadap prosedur tetap.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman memiliki 25 Puskesmas yang terdiri dari

10 Puskesmas perawatan dan 15 Puskesmas non perawatan. Untuk meningkatkan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/114370/potongan/S2-2017... · Menjelaskan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi

4

mutu layanan Puskesmas dan memenuhi Permenkes nomor 71 tahun 2013 tentang

Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional yang menyebutkan bahwa

untuk bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) fasilitas

kesehatan tingkat pertama harus terakreditasi (Kementerian Kesehatan RI, 2013),

maka Puskesmas di Kabupaten Sleman mulai melakukan persiapan akreditasi pada

tahun 2014. Penilaian akreditasi Puskesmas di Kabupaten Sleman dilaksanakan pada

tahun 2015 dan 2016. Hasilnya 25 Puskesmas terakreditasi, dengan rincian 2

Puskesmas status akreditasi utama, 9 Puskesmas akreditasi madya, dan 14 Puskesmas

akreditasi dasar.

Hasil temuan oleh tim surveyor akreditasi Puskesmas di Kabupaten Sleman,

menunjukkan Standar Prosedur Operasional (SPO) pada bagian pelayanan obat di

beberapa Puskesmas ada yang belum disusun, kurang jelas dan belum semua

dilaksanakan dengan baik. Tim surveyor akreditasi memberikan rekomendasi untuk

menyediakan SPO yang belum ada, memperbaiki SPO yang belum sesuai, dan agar

melaksanakan kegiatan sesuai dengan SPO. Standar Prosedur Operasional merupakan

pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan

alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis,

administratif, dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja, dan sistem

kerja pada unit yang bersangkutan (Atmoko, 2011). Permenkes RI nomor 30 tahun

2014 menyebutkan, SPO dibuat secara tertulis, disusun oleh kepala ruang farmasi,

ditetapkan oleh kepala Puskesmas dan semua tenaga kefarmasian di Puskesmas

melaksanakan pelayanan kefarmasian berdasarkan SPO (Kementerian Kesehatan RI,

2014a). Manfaat prosedur tetap menurut Departemen Kesehatan RI (2008) adalah

untuk memastikan bahwa pelayanan yang diberikan bermutu, adanya pembagian

tugas dan wewenang, bahan informasi untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja di

Puskesmas, dapat digunakan sebagai panduan dalam melatih staf, dan membantu

proses audit.

Studi untuk mengetahui perilaku kepatuhan petugas kesehatan dalam

melaksanakan pedoman atau standar dilakukan, untuk mengetahui faktor-fakor yang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/114370/potongan/S2-2017... · Menjelaskan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi

5

berpengaruh terhadap kepatuhan dan merancang strategi untuk meningkatkan

kepatuhan pelaksanaan standar. Teori perilaku terencana (Theory of Planned

Behavior) digunakan untuk mengetahui kepatuhan petugas kesehatan dalam

melaksanakan pedoman. Teori perilaku terencana (Ajzen, 2010) menyebutkan bahwa

perilaku individu dipengaruhi oleh niat untuk berperilaku, sedangkan niat dipengaruhi

oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan kontrol perilaku yang dirasakan.

Studi kepatuhan perawat dalam menerapkan pedoman asuhan persalinan

normal yang dilakukan oleh Ralo (2010), menyebutkan bahwa norma subjektif dan

kontrol perilaku merupakan prediktor niat untuk menerapkan pedoman. Studi lainnya

yang dilakukan oleh Kortteisto et al., (2010) menyimpulkan bahwa secara umum

teori perilaku terencana adalah dasar teoritis yang sesuai digunakan untuk

menerapkan pedoman dalam praktek kesehatan tetapi strategi yang berbeda perlu

diterapkan pada kelompok profesi yang berbeda pula.

Hasil penelitian mengenai dampak akreditasi pada pusat pelayanan kesehatan

primer menyebutkan menurut responden, salah satu manfaat akreditasi adalah

menerjemahkan teori kualitas ke dalam tindakan misalnya, menerapkan standar,

kebijakan dan prosedur, aturan dan peraturan yang disediakan untuk menterjemahkan

visi, misi, dan nilai (El-Jardali, et al., 2014). Pelaksanaan kegiatan pelayanan

kefarmasian yang dilakukan harus sesuai dengan dengan SPO, karena jika kegiatan

tidak dilakukan sesuai SPO menyebabkan hasil pelayanan yang bervariasi dan

menjadi penyebab terjadinya masalah mutu pelayanan. Oleh karena itu, perlu

dilakukan penelitian untuk mengetahui perilaku ketaatan pelaksanaan SPO pelayanan

kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi di Kabupaten Sleman.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana perilaku ketaatan pelaksanaan SPO pelayanan

kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi di Kabupaten Sleman?

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/114370/potongan/S2-2017... · Menjelaskan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi

6

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menjaga mutu pelayanan

kefarmasian dengan meningkatkan ketaatan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian

pada Puskesmas terakreditasi di Kabupaten Sleman.

2. Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk menjelaskan perilaku ketaatan

pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi di

Kabupaten Sleman, melalui :

a. Menjelaskan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas

terakreditasi di Kabupaten Sleman.

b. Menjelaskan sikap, norma subjektif, kontrol perilaku, dan niat petugas pengelola

obat dalam melaksanakan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas

terakreditasi di Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi determinan sikap,

norma subjektif, dan kontrol perilaku ketaatan pelaksanaan SPO di Puskesmas.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijadikan bahan evaluasi pelaksanaan SPO pelayanan farmasi di

Puskesmas.

b. Dapat dijadikan sebagai masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan melalui

ketaatan pelaksanaan SPO.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/114370/potongan/S2-2017... · Menjelaskan pelaksanaan SPO pelayanan kefarmasian pada Puskesmas terakreditasi

7

E. Keaslian Penelitian

Penelitian terkait kapatuhan prosedur pernah dilakukan oleh Ningrum (2014),

Tioliana (2011), dan Ralo (2010), digambarkan dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Keaslian penelitian

No Keterangan Penelitian Sejenis

Penelitian Sejenis Penelitian ini

1. Ningrum (2014)

Judul

Analisis Tingkat Kepatuhan

Penggunaan Alat Pelindung Diri

(APD) di Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Pendidikan Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta

(RSGMP UMY)

Analisis Ketaatan

Pelaksanaan SPO

Pelayanan Kefarmasian :

Studi Pada Puskesmas

Terakreditasi di

Kabupaten Sleman

Metode Mixed Method Kualitatif

Rancangan Sequential explanatory Studi kasus

Subyek Mahasiswa klinik Petugas pengelola obat

Lokasi Yogyakarta Sleman, Yogyakarta

2. Tioliana (2011)

Judul

Evaluasi Kepatuhan Dokter

Umum Terhadap Standar

Pelayanan Medis Hipertensi

Setelah Pelaksanaan Audit Klinik

di Pertamedika Medical Center

Analisis Ketaatan

Pelaksanaan SPO

Pelayanan Kefarmasian :

Studi Pada Puskesmas

Terakreditasi di

Kabupaten Sleman

Metode Deskriptif Kualitatif

Rancangan Mixed method Studi kasus

Subyek Dokter umum Petugas pengelola obat

Lokasi Jakarta, Bogor, Depok,

Tanggerang, dan Bekasi

Sleman, Yogyakarta

3. Ralo (2010)

Judul

Kepatuhan Penerapan Asuhan

Persalinan Normal di Puskesmas

Rawat Inap di Kota Kupang

Provinsi Nusa Tenggara Timur

Dengan Pendekatan Teori

Perilaku Terencana

Analisis Ketaatan

Pelaksanaan SPO

Pelayanan Kefarmasian :

Studi Pada Puskesmas

Terakreditasi di

Kabupaten Sleman

Metode Observasional Kualitatif

Rancangan Cross sectional Studi kasus

Subyek Bidan Petugas pengelola obat

Lokasi Kupang, Nusa Tenggara Timur Sleman, Yogyakarta