BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...
-
Upload
truongdang -
Category
Documents
-
view
219 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses pembangunan dan ketahanan nasional bangsa memiliki suatu
permasalahan yang sangat penting yaitu tentang masalah pangan. Pangan
merupakan suatu komoditas strategis yang menyangkut kebutuhan dasar manusia
yang hidup di bumi. Sebagai komoditas yang strategis, penyediaan pangan tidak
dapat diabaikan. Tidak tersedianya pangan secara cukup, akan berdampak negatif
secara potensial yang berakibat goncangan ketahanan nasional. Sebaliknya,
penyediaan pangan yang sesuai dengan kebutuhan dan terjangkau oleh daya beli
masyarakat akan memberikan dukungan bagi terciptanya stabilitas ekonomi dan
politik karena dapat memberikan rasa aman pada masyarakat (Amara, 2006 dalam
Hermawati, 2015).
Keanekaragaman konsumsi pangan dalam konteks di negara Indonesia
sering diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh
penambahan konsumsi bahan pangan non beras. Upaya pemenuhan pangan
dengan mengganti bahan pangan pokok beras menjadi bahan pangan pokok non
beras atau yang disebut diversifikasi pangan dapat menjadikan solusi tepat dalam
menangani permasalahan pangan. Salah satu alasan pentingnya diversifikasi
pangan bahwa dalam lingkup nasional pengurangan konsumsi beras akan
memberikan dampak positif terhadap ketergantungan impor beras dari negara lain
(Suyastiri Y.P, 2008). Definisi pangan menurut UU No. 7 Tahun 1996 tentang
pangan adalah :
“Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman”.
2
Kebijakan pemerintah di bidang konsumi pangan salah satunya yaitu
meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan. Kebijakan ini ditujukan
untuk mengurangi ketergantungan pada beras, selain itu juga dimaksudkan untuk
mengubah pola konsumsi masyarakat agar mengkonsumsi bahan pangan yang
beranekaragam dan lebih baik gizinya. Pangan yang mengandung gizi banyak
terdapat di berbagai variasi bahan pangan terutama pada non beras.
Pola konsumsi masyarakat Indonesia masih didominasi oleh padi-padian
yang diindikasikan oleh tingginya starchy staple ratio atau rasio bahan pangan
pokok berupa tepung. Pada umumnya masyarakat mempunyai ketergantungan
yang tinggi terhadap beras sebagai sumber karbohidrat. Upaya untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat pada beras yaitu dengan menggali potensi lokal yang
berbasis non beras untuk memenuhi kebutuhan pangan (Suyastiri Y.P, 2008).
Diharapkan di masa yang akan datang akan terwujud pola konsumsi pangan
masyarakat yang bergizi, beragam dan berimbang berbasis potensi lokal yang
bermuara pada terwujudnya ketahanan pangan berkelanjutan. Sehingga
diversifikasi konsumsi bahan pangan potensi lokal menjadi suatu yang harus
diupayakan dengan segera.
Suhardjo et al, 1985 dalam Setyawati, 2013 menjabarkan 3 faktor utama
yang berpengaruh terhadap konsumsi pangan yaitu (1) pengetahuan gizi, (2)
tingkat pendapatan dan (3) jenis dan banyaknya pangan yang diproduksi dan
tersedia. Variasi bahan pangan banyak ditentukan oleh kondisi geografis wilayah
yang menjadikan sumberdaya alam sebagai kearifan lokal. Ekologi wilayah akan
menentukan pola pangan masyarakat Indonesia seperti adanya perubahan
lingkungan strategis yaitu pada globalisasi di bidang informasi dan pangan.
Setyawati (2013) menjelaskan bahwa pola pangan dipengaruhi oleh berbagai
faktor, tidak banyak didasarkan pada pertimbangan ekonomi seperti pendapatan
dan harga pangan tetapi juga didorong oleh berbagai penalaran dan perasaan
seperti kebutuhan, kepentingan, dan kepuasan yang bersifat pribadi maupun
sosial.
3
Kabupaten Sleman berlokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan
salah satu daerah yang memproduksi bahan pangan pokok berupa beras dan
terbesar diantara tiga kabupaten yaitu Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progo.
Sehingga diketahui bahwa di Kabupaten Sleman masih memiliki lahan yang
cukup luas untuk memproduksi beras yang notabene merupakan bahan pangan
pokok Indonesia. Namun hal tersebut tidak akan menjadikan upaya dalam hal
diversifikasi pangan untuk mengurangi kebiasaan mengkonsumsi beras sebagai
sumber karbohidrat apabila lahan yang cukup luas hanya ditanami satu komoditas
saja yaitu berupa padi.
Desa Tambakrejo menjadi lokasi penelitian berada di Kecamatan Tempel,
Kabupaten Sleman memiliki potensi lahan cukup luas untuk ditanami beraneka
ragam tanaman selain padi, yaitu dengan menanam jenis palawija. Kecamatan
Tempel merupakan daerah yang memiliki komoditas unggulan salak pondoh
selain yang ada di Kecamatan Turi. Desa Tambakrejo termasuk kedalam desa
yang memiliki komoditi unggulan yang sama, namun tidak secara keseluruhan
menanam salak pondoh akan tetapi menanam tanaman palawija seperti singkong,
jagung, dan lain sebagainya. Profil pertanian di Desa Tambakrejo dapat dilihat
dalam Tabel 1.1 dibawah ini.
Luas tanah sawah irigasi ½ teknis seluas 195 Ha, sedangkan untuk luas
tanam dan luas panen per tahun masing-masing 447 Ha da 450 Ha. Produksi padi
sebagai komoditi utama yang dihasilkan oleh petani Desa Tambakrejo pada tahun
2014 sebesar 2.993,4 ton dan rata-rata produksi per tahun 2014 yaitu 66,52 kw/ha.
Desa Tambakrejo memiliki kelompok tani yang tergabung dari beberapa dusun
serta terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan terbentuknya, yaitu tani pemula
atau yang belum lama terbentuk dan petani lanjut yang sudah terbentuk dan masih
aktif. Tidak didapatkan informasi ukuran yang pasti kelompok tani yang baru
terbentuk, acuan yang digunakan yaitu kelompok tani terbentuk kurang dari satu
tahun. Tani pemula terdapat 11 kelompok sedangkan petani lanjut terdapat 4
kelompok.
4
Tabel 1.1 Profil Pertanian Desa Tambakrejo
Luas Tanah Sawah Irigasi ½ Teknis (Ha) 195
Luas Tanam Per Tahun (Ha) 447
Luas Panen Per Tahun (Ha) 450
Rata-Rata Produksi Padi Per Tahun (Kw/Ha) 66,52
Produksi Padi Per Tahun (Ton) 2.993,4
Tani Pemula (Kelompok) 11
Petani Lanjut (Kelompok) 4
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Tempel Dalam Angka 2015
Topik yang mengangkat tentang kesejahteraan rumah tangga tani sangat
menarik untuk diteliti karena cukup banyak yang meneliti pemenuhan konsumsi
bahan pangan pokok pada rumah tangga tani yang juga sebagai pelaku utama
produsen bahan pangan pokok. Namun dengan kondisi perekonomian yang
berubah-ubah seiring dengan waktu dan lahan sawah sebagai media untuk
memproduksi hasil usaha tani kian menurun, sehingga perlu adanya penelitian
secara real time untuk mengetahui fenomena yang sedang terjadi. Studi
permasalahan tersebut dapat ditinjau dari dua ilmu geografi sosial, yaitu geografi
pertanian dan geografi ekonomi. Dalam geografi pertanian dijelaskan mengenai
kondisi pertanian khususnya pada petani yang menjadi subyek kajian dalam
penelitian ini serta pengaruhnya terhadap fenomena spasial yang
mempengaruhinya. Sedangkan untuk geografi ekonomi dapat ditinjau dari kondisi
penguasaan lahan dan pendapatan dari pekerjaan utama sebagai tani serta
pekerjaan sampingan. Pendekatan yang digunakan adalah kompleks wilayah yang
merupakan integrasi dari pendekatan keruangan dan kelingkungan. Integrasi
antara keruangan menggambarkan tentang eksistensi yang terdapat di lokasi
kajian seperti aktivitas petani. Sedangkan kelingkungan dapat meninjau
permasalahan penelitian dari segi sosial, demografi, dan kebudayaan yang ada
dalam mempengaruhi aktivitas tani maupun pola konsumsi khususnya pada
konsumsi beras sebagai makanan pokok dan konsumsi non beras sebagai bahan
tambahan maupun sebagai pangan pengganti.
5
1.2. Rumusan Masalah
Kondisi pemenuhan konsumsi bahan pangan di Desa Tambakrejo masih
tergolong kurang variatif seperti pada desa pada umumnya dan sangat sedikit
petani yang melakukan diversifikasi pangan guna memenuhi kebutuhan gizi yang
lebih baik, terutama pemenuhan karbohidrat yang terdapat pada beras. Padahal
menurut kondisi lapangan, petani Desa Tambakrejo mampu memproduksi padi
yang diselingi dengan tanaman palawija sesuai dengan kondisi iklim. Namun juga
terdapat pengaruh lain selain kebiasaan mengkonsumsi beras yang menyebabkan
kurangnya konsumsi bahan pangan yang bervariatif sesuai hasil alam kearifan
lokal. Tejasari (2003) mengemukakan teorinya bahwa konsumsi pangan yang
seimbang dalam jumlah maupun jenisnya dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi
lebih lengkap, oleh karena itu masyarakat direkomendasikan untuk
mengkonsumsi pangan yang beragam agar menjadi hidup sehat dan berkualitas.
Desa Tambakrejo secara administratif dilihat dari penggunaan lahan fisik
merupakan daerah perdesaan (rural area) yang dicirikan pada mata pencaharian
utama penduduk di desa tersebut adalah sebagai petani. Pengertian daerah
perdesaan menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 1992 Tentang Pemerintah
yaitu:
“Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya
alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi”.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana pemenuhan konsumsi bahan pangan rumah tangga tani Desa
Tambakrejo?
2. Bagaimana konsumsi pangan rumah tangga tani menurut karakteristik
sosial, demografi, dan ekonomi di Desa Tambakrejo?
3. Bagaimana strategi pemenuhan konsumsi bahan pangan rumah tangga tani
Desa Tambakrejo?
6
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini berdasarkan rumusan masalah diatas antara lain
sebagai berikut :
1. Mengetahui pemenuhan konsumsi bahan pangan rumah tangga tani Desa
Tambakrejo.
2. Mengetahui konsumsi pangan rumah tangga tani menurut karakteristik
sosial, demografi, dan ekonomi di Desa Tambakrejo.
3. Mengetahui strategi pemenuhan konsumsi bahan pangan rumah tangga
tani Desa Tambakrejo.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Memberikan sumbangan secara akademik dalam pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang kajian geografi pertanian dan
geografi ekonomi.
2. Dapat disebarluaskan dan digunakan kepada masyarakat yang
menggunakan hasil penelitian ini sebagai pustaka atau lainnya sesuai
kebutuhan.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Sebagai pemecah masalah mengenai pemenuhan konsumsi bahan
pangan rumah tangga tani sesuai kearifan lokal melalui pendekatan
konpleks wilayah.
2. Dapat digunakan sebagai kebijakan dalam pemenuhan konsumsi bahan
pangan rumah tangga tani dengan cara diversifikasi pangan.
1.5. Tinjauan Pustaka
1.5.1. Teori Kebutuhan
Maslow (1984) menyusun teori motivasi manusia, dimana variasi
kebutuhan manusia dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang.
Setiap jenjang kebutuhan dapat dipenuhi hanya jenjang sebelumnya telah (relatif)
terpuaskan. Jenjang motivasi bersifat mengikat, maksudnya ; kebutuhan pada
7
tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang menyadari atau
dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Maka kebutuhan
fisiologis harus terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman.
Sesudah kebutuhan fisiologis harus terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul
kebutuhan rasa aman. Sesudah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpuaskan,
baru muncul kebutuhan kasih sayang, begitu seterusnya sampai kebutuhan dasar
terpuaskan.
1.5.2. Teori Konsumsi
Widodo (2011) mengemukakan bahwa terdapat tiga asumsi dasar dari
teori konsumsi yaitu full knowledge, preference function, dan transitivity.
Pertama, full knowledge yaitu konsumen mempunyai pengetahuan yang sempurna
tentang barang dan jasa yang akan dikonsumsi yang terdiri dari beberapa asumsi
yaitu konsumen menyadari adanya barang dan jasa, konsumen mempunyai respon
atau tanggapan terhadap adanya barang dan jasa tersebut sehingga konsumen
lebih menyukai barang atau jasa tertentu daripada barang atau jasa lain, dan
konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu yang menyebabkan tanggapan atau
respon menjadi nyata di pasar. Kedua, preference function yang terdiri dari
asumsi : (a) urutan peringkat (ranking ordering), konsumen mempunyai daftar
uruta barang atau keolompok barang (market basket) mulai dari yang paling
disukai sampai yang tidak disukai, (b) dua macam barang atau kelompok barang
yaitu barang A dan B terdapat tiga kemungkinan yaitu : (1) A lebih disukai
daripada B, (2) B lebih disukai daripada A, dan (3) A indifference to B. Ketiga,
transitivity yaitu jika A lebih disukai daripada B, dan B lebih disukai daripada C,
maka A lebih disukai daripada C. Keempat, unsaturity yaitu kelompok barang
yang mempunyai jumlah barang tertentu yang lebih banyak akan lebih disukai.
1.5.3. Bahan Pangan
Menurut Prabowo (2014) bahan pangan pokok memegang peranan penting
dalam aspek ekonomi, sosial, bahkan politik; namun sampai saat ini pemerintah
masih belum memiliki daftar komoditi bahan pangan pokok atau disingkat bapok
yang konsisten. Prabowo (2014) juga menjelaskan jenis komoditi bapok diduga
8
mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh dinamika sosial-ekonomi
masyarakat. Kondisi sosial-ekonomi tersebut diantaranya peningkatan taraf hidup
dan pendapatan serta berkembangnya populasi penduduk kelas menengah. Faktor
lain yang juga dapat mempengaruhi keputusan pilihan pangan saat ini adalah
ketersediaan komoditi yang dikonsumsi dan keterjangkauannya.
Definisi pangan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (Setneg, 2002) dalam Prabowo (2014)
adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah
maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau
pembuatan makanan atau minuman. Penyelenggaraan Pangan dilakukan dengan
berdasarkan atas asas: (a) kedaulatan; (b) kemandirian; (c) ketahanan; (d).
keamanan; (e) manfaat; (f). pemerataan; (g) berkelanjutan; dan (h) keadilan.
1.5.4. Pola Konsumsi
Margareta dan Purwidiani (2014) menegaskan bahwa ketersediaan bahan
pangan di suatu daerah berpengaruh pada pola konsumsi makan masyarakat
setempat. Suatu daerah akan menggunakan hasil alamnya untuk mencukupi semua
kebutuhan masyarakatnya. Kebutuhan pangan masyarakat antara satu daerah
dengan daerah lain memiliki berbagai macam perbedaan. Konsumsi bahan
makanan yang dilakukan secara terus menerus dikatakan sebagai kebiasaan
makan yang akan membentuk suatu pola makan.
Menurut Sugiarto (2008) dalam Gultom (2014) menjelaskan tentang pola
konsumsi :
“…..pada umumnya konsumsi atau pengeluaran rumah tangga
berupa kebutuhan pangan dan non pangan yang dipengaruhi oleh
tingkat pendapatan, bisa terjadi apabila tingkat pendapatan relatif
rendah maka terlebih dahulu memprioritaskan pengeluaran untuk
bahan pangan dibanding bukan makanan”.
9
Seiring kondisi tersebut akan dapat terukur tingkat kesejahteraan
masyarakat berdasarkan pendapatan rumah tangga yang diterima dari mata
pencaharian sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan pangan saja atau dengan
kebutuhan non pangan. Selain itu, Prajoko (1992) dalam Banita dkk (2004) juga
sependapat dan menyatakan bahwa keragaman konsumsi masyarakat di desa dan
di kota berbeda, karena menyangkut perbedaan fasilitas dan aksesibilitas pada
suatu wilayah.
Pakpahan (2011) dalam Purwantini (2011) pendapatan dan pengeluaran
rumah tangga memiliki hubungan terbalik. Artinya makin rendah pendapatan
rumah tangga maka makin tinggi pengeluaran pangan. Rumah tangga akan terus
menambah konsumsi makannya sejalan dengan bertambahnya pendapatan, namun
sampai pada batas waktu tertentu penambahan pendapatan tidak lagi
menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi namun akan
mempertimbangkan kandungan gizi yang akan dkonsumsi pada bahan pangan.
1.5.5. Rumah Tangga
Rumah tangga yaitu kehidupan bersama yang memiliki urusan keluarga
yang permasalahannya dikerjakan secara bersama dibawah pimpinan kepala
keluarga yang ditetapkan menurut tradisi maupun budaya. Dalam ideology gender
konstruksi sosial menetapkan pimpinan keluarga dalam rumah tangga adalah
ayah. Akan tetapi pada beberapa daerah pedesaan di Jawa, semua keputusan yang
menyangkut hidup anggota keluarga, kepala keluarga akan mengajak ibu atau
anak-anak yang sudah dirasa mampu untuk diajak bermusyawarah (Murniati,
2004:203).
Dalam membangun kehidupan rumah tangga dalam keluarga agar berjalan
dengan baik, maka perlu dikembangkan pengelolaan manajemen rumah tangga.
Manajemen rumah tangga memiliki tiga unsur pokok, yaitu :
10
a) Perencanaan, yaitu menentukan lebih dahulu suatu tindakan yang akan
dikerjakan sesuai dengan tujuan dan sasaran anggotanya.
b) Pelaksanaan, yaitu suatu pengendalian untuk mengetahui terjadi
penyimpangan atau tidak dalam pelaksanaannya.
c) Evaluasi dan refleksi yang dilakukan secara periodik sesuai dengan
kesepakatan seluruh anggota dalam rumah tangga.
Masing-masing rumah tangga mempunyai peran dan fungsi tersendiri.
Namun secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Murniati, 2004:
206) :
a) Pemenuhan kebutuhan hidup, bekerja, mencari pangan, dan kebutuhan
sehari-hari. Setiap inidvidu didalam rumah tangga perlu untuk memenuhi
kebutuhan hidup tersendiri namun tetap saling membantu satu sama lain
sesuai peran dalam rumah tangga.
b) Sandang, dan papan. Kegiatan belajar untuk anak, penyediaan dan
pemeliharaan pangan, sandang, papan serta kegiatan lain yang
menyangkut kebutuhan rumah tangga.
c) Administrasi, yaitu kegiatan yang menyangkut catat-mencatat meliputi
penyediaan dan pengaturan catatan keuangan, kartu dan surat-surat
penting yang dibutuhkan untuk urusan anggota rumah tangga (kartu
keluarga, surat nikah, ijazah, dan sebagainya).
d) Berhubungan dengan pihak luar dari rumah tangga, yaitu kegiatan
bernegosiasi, kegiatan berhubungan antar keluarga dan kegiatan sosial
lainnya. Untuk mempererat tali silaturrahmi antar sesame sebagai makhluk
sosial.
11
1.5.6. Tani
Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan atau beserta
keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, dan atau peternakan (Undang-Undang No. 19 Tahun 2013). Petani
yang bergerak dibidang pertanian secara umum dalam arti sempit dapat diartikan
sebagai pertanian rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana diproduksi bahan
makanan utama seperti beras, palawija (jagung, kacang-kacangan, dan umbi-
umbian) dan tanaman-tanaman hortikultura yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan
(Mubyarto,1994:17). Petani melakukan kegiatan usaha bercocok tanam di tanah-
tanah sawah, ladang, dan pekarangan. Hasil-hasil pertanian rakyat pada umumnya
digunakan untuk konsumsi keluarga, dan apabila lebih maka produksi pertanian
maka akan dijual ke pasar. Dalam hal ini terlihat jelas bahwa konsumsi beras
petani bersumber dari hasil produksi petani itu sendiri. Sehingga tidak ada alasan
lagi untuk dapat mensejahterakan petani sehingga mata pencaharian sebagai
petani tidak dianggap lagi sebagai mata pencaharian rendah. Agar terintegrasi
menjadi petani yang maju dan memanfaatkan teknologi yang ada untuk
meningkatkan hasil produktivitas beras.
Petani dalam pertanian rakyat memproduksi berbagai macam jenis
tanaman. Dalam satu tahun petani dapat memutuskan untuk menanam tanaman
bahan makanan atau tanaman perdagangan. Menurut Mubyarto (1994:17)
keputusan petani untuk menanam bahan makanan didasarkan pada kebutuhan
makan untuk seluruh keluarga petani, sedangkan menanam tanaman perdagangan
didasarkan pada keadaan iklim, ada tidaknya modal, tujuan penggunaan hasil
penjualan tanaman tersebut, dan harapan harga. Disamping hasil-hasil tanaman
pertanian rakyat meliputi pula usaha-usaha mata pencaharian tambahan yaitu
peternakan, perikanan, dan kadang-kadang usaha pencarian hasil hutan. Dari
pernyataan diatas maka penghasilan petani tidak hanya kepada hasil menggarap
sawah, namun juga bekerja di bidang lain sesuai peluang usaha yang didapat.
12
Ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan dan
pengeluarannya (Mubyarto, 1994:35). Pendapatan petani hanya diterima setiap
musim panen, sedangkan pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu,
atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba.
Petani kaya dapat menyimpan hasil panennya yang besar untuk kemudian dijual
sedikit demi sedikit pada waktu keperluannya tiba. Namun di Indonesia mayoritas
petani gurem, yang mana petani hanya memiliki lahan yang sempit untuk
memproduksi beras. Akibatnya pendapatan yang diterima sangatlah cukup bahkan
dapat kurang untuk menghidupi seluruh anggota keluarganya.
Dalam menyelenggarakan kegiatan usahatani setiap petani dapat
merangkap pekerjaan sebagai pekerja sekaligus manajer. Petani selalu berusaha
menghasilkan panen banyak, misal berupa panen padi maka petani akan mengatur
agar panenan cukup untuk memberi makan seluruh anggota keluarga sampai tiba
panen yang akan datang. Sisa hasil panen akan dijual ke pasar dan hasil
penjualannya dapat dipakai untuk membeli pakaian, alat-alat rumah tangga atau
alat-alat pertanian. Petani sebagai manajer akan mengatur selama bercocok tanam
dan penggunaan hasil-hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
Pertanian merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk
Indonesia yang merupakan negara agraris. Pertanian berhubungan dengan usaha
pemanfaatan tanah untuk menanam tanaman atau pohon-pohonan. Ilmu pertanian
merupakan suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian baik
mengenai sub sektor tanaman pangan dan holtikultura, sub sektor perkebunan, sub
sektor peternakan, maupun sub sektor perikanan (Daniel, 2004:14).
1.5.7. Diversifikasi Pangan
Konsep diversifikasi pangan bukan merupakan hal baru dalam istilah
kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia, sehingga konsep tersebut banyak
diinterpretasi oleh para pakar sesuai konteks tujuannya. Diversifikasi pangan
sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber
13
daya manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi
masyarakat. Diversifikasi pangan ini mencakup aspek produksi, konsumsi,
pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti perluasan
spektrum komoditas pangan, baik dalam hal perluasan pemanfaatan sumber daya,
pengusahaan komoditas maupun pengembangan produksi komoditas pangan. Dari
sisi konsumsi, diversifiksi pangan mencakup aspek perilaku yang didasari baik
oleh pertimbangan ekonomis seperti pendapatan dan harga komoditas, maupun
non ekonomis seperti kebiasaan, selera dan pengetahuan. Pertemuan antara sektor
produksi dan konsumsi tidak terlepas dari peranan pemasaran dan distribusi
komoditas pangan tersebut. Demikian pula Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa
pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling
berkaitan, yaitu (1) diversifikasi konsumsi pangan, (2) diversifikasi ketersediaan
pangan, dan (3) diversifikasi produksi pangan.
Faktor-faktor yang menyebabkan diversifikasi konsumsi pangan sulit
terlaksana (Ariani dan Ashari, 2003) :
Beras lebih bergizi dan mudah diolah
Secara instrinsik, beras memang mempunyai banyak kelebihan
dibandingkan jagung dan ubi kayu. Selain kandungan energi dan protein
beras lebih tinggi dibandingkan jagung dan ubi kayu, beras juga
mempunyai cita rasa yang lebih enak walaupun dengan lauk-pauk
seadanya, di samping itu juga cara mengolahnya lebih mudah dan lebih
praktis serta tidak memerlukan waktu yang lama.
Konsep makan
Masih banyak ditemukan masyarakat yang mempunyai konsep makan
“merasa belum makan kalau belum makan nasi”, walaupun sudah
mengkonsumsi macam-macam makanan termasuk lontong, ketupat. Pola
masyarakat seperti ini yang mengakibatkan meningkatnya permintaan
beras dan menghambat diversifikasi konsumsi pangan.
14
Beras sebagai komoditas pangan superior
Kuatnya paradigma masyarakat yang menganggap beras sebagai
komoditas yang superior atau prestisius, sehingga masyarakat menjadikan
beras sebagai pangan pokok yang memiliki status sosial lebih tinggi.
Ketersediaan beras melimpah dan harga beras murah
Di Indonesia, beras telah dijadikan komoditas politik dan strategis,
sehingga kebijakan pangan bisa pada beras. Kebijakan pemerintah dalam
menyukseskan diversifikasi konsumsi pangan terkesan setengah hati
karena pemerintah juga telah menetapkan berbagai kebijakan yang
berkaitan dengan perberasan mulai dari industri hulu sampai industri hilir,
sehingga pertumbuhan produksi beras terus meningkat dan beras dapat
dijumpai dimana-mana dengan mudah.
Pendapatan rumah tangga masih rendah
Rumah tangga dengan pendapatan tinggi akan berupaya memenuhi
tuntutan kulitas, sehingga konsumsi beras menurun dan akan beralih pada
pangan yang mahal. Sedangkan pada rumah tangga dengan pendapatan
rendah, peningkatan pendapatan justru meningkatkan konsumsi beras dan
mengurangi bahan pokok lainnya seperti jagung dan ubi kayu.
Teknologi pengolahan pangan non beras dan promosinya masih terbatas
Dengan sentuhan teknologi pengolahan diharapkan dapat menghasilkan
pangan yang lebih bermutu, menarik, disukai dan terjangkau oleh
masyarakat. Pada saat ini, pengolahan pangan nonberas masih terbatas dan
teknologi yang digunakan masih sederhana (tradisional) sehingga produk
yang dihasilkan masih dianggap sebagai barang inferior.
Kebijakan yang tumpang tindih
Kebijakan pangan yang ditetapkan tidak konsisten dan sinkron antara
program yang satu dengan yang lain. Program diversifikasi konsumsi
pangan telah ditetapkan sejak dulu, namun pemerintah menetapkan harga
beras murah yang mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi beras.
15
Kebijakan impor gandum, jenis product development cukup banyak dan
gencarnya promosi
Adanya kampanye yang intensif melalui berbagai media seperti media
elektronik, product development yang diperluas dengan harga yang
bervariasi dan mudah diperoleh, turut mendorong peningkatan partisipasi
konsumsi produk gandum terutama baerupa mie dan roti.
1.6. Keaslian Penelitian
Penelitian telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu yang
meneliti berbagai hal. Hasil dari penelitian tersebut sangatlah bervariasi, namun
tidak sedikit bahwa hasil penelitian yang ada memiliki isi yang sama dari
penelitan-penelitian yang telah dilakukan. Hal tersebut tentu saja disebut dengan
plagiarism atau peniru. Akan tetapi bila hasil penelitian sama namun ada beberapa
yang membedakan dari hasil penelitian lain seperti metode, tempat penelitian,
variabel, dan lain sebagainya sebagai pembeda dapat dikatakan sebagai penelitian
yang orisinil karena tidak semuanya sama. Banyaknya penelitian yang bisa
dilakukan di berbagai tempat dan berbagai cara menghasilkan karya ilmiah
penelitian yang banyak pula.
Penelitian yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan konsumsi bahan
pangan rumah tangga tani juga cukup banyak diteliti oleh para peneliti mulai dari
jurnal, karya ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan lain sebagainya. Hal tersebut
dibuktikan dengan banyaknya hasil pencarian yang digunakan oleh mesin pencari
media elektronik yang menyajikan berbagai penelitian mengenai pemenuhan
konsumsi bahan pokok. Oleh sebab itu untuk membuktikan bahwa penelitian yang
saya lakukan adalah orisinil maka saya akan menunjukkan berbagai hasil
penelitian yang telah dilakukan tentang konsumsi bahan pangan dan perbedaan
dari hasil penelitian saya dengan yang lain. Berikut adalah daftar Tabel 1.2 hasil
penelitian yang memiliki kesamaan penelitian tentang konsumsi bahan pangan :
16
Tabel 1.2 Keaslian Penelitian Terkait Konsumsi Bahan Pangan
No. Nama Peneliti Judul Penelitian Tujuan Penelitian Hasil Penelitian
1.
A. Husni Malian,
Sudi Mardianto, dan
Mewa Ariani (2004)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi,
Konsumsi, dan Harga Beras
Serta Inflasi Bahan Makanan
1) Menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi secara langsung
dan tidak langsung terhadap
produksi padi, konsumsi beras,
harga beras di pasar domestik, dan
perubahan indek harga bahan
makanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi (yang dipresentasikan dari
luas panen) pada adalah luas panen
padi tahun sebelumya, harga pupuk
urea, nilai tukar riil, harga beras
domestik dan impor beras. Sementara
itu, faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi beras adalah jumlah
penduduk, impor beras tahun
sebelumnya, harga jagung pipilan di
pasar domestik, harga beras domestic,
dan nilai tukar riil.
2.
Dwi Margareta dan
Niken Purwidiani
(2014)
Kajian Tentang Pola
Konsumsi Makanan Utama
Masyarakat Desa Gunung
Sereng Kecamatan Kwanyar
Kabupaten Bangkalan
Madura
1) Mengetahui pola konsumsi
makanan utama masyarakat Desa
Gunung Sereng Kecamatan
Kwanyar Kabupaten Bangkalan
Madura.
Kebiasaan makan masyarakat Desa
Gunung Sereng dipengaruhi oleh cara
mendapatkan sumber pangan,
pemilihan bahan makanan,
penyusunan menu makan sehari-hari,
pengolahan dan penyajian makanan,
pendistribusian makanan, frekuensi
makan sehari-hari, tabu makanan, dan
nilai sosial makan.
17
3. Nurul Hidayah
(2011)
Kesiapan Psikologis
Masyarakat Predesaan dan
Perkotaan Menghadapi
Diversifikasi Pangan Pokok
1) Mengetahui kesiapan
diversifikasi pangan secara
psikologis pada masyarakat
perdesaaan dan perkotaan.
Masyarakat perkotaan belajar
menerapkan diversifikasi pangan
pokok secara bertahap, karena secara
tidak langsung dapat membantu
ketahanan pangan. Hal ini dilakukan
dengan cara meningkatkan efikasi diri
pangan, yaitu kemampuan yang
diperoleh untuk melakukan perubahan
pola makan.
4. Mewa Ariani (2004)
Diversifikasi Konsumsi
Pangan di Indonesia : Antara
Harapan dan Kenyataan
1) mengetahui kemampuan
masyarakat perkotaan dalam
menghadapi diversifikasi pangan
Masyarakat perkotaan untuk belajar
menerapkan diversifikasi pangan
pokok secara bertahap, karena secara
tidak langsung dapatmembantu
terwujudnya ketahanan pangan. Hal
ini dilakukan dengan cara
meningkatkan efikasi diri pangan,
yaitu kemampuan yang diperoleh
untuk melakukanperubahan pola
makan.
5. Rethna Hessie
(2009)
Analisis Produksi dan
Konsumsi Beras Dalam
Negeri Serta Implikasinya
Terhadap Swasembada Beras
1.Menganalisis perkembangan
produksi dan konsumsi beras di
Indonesia.
2. Menganalisis faktor-faktor yang
Perkembangan produksi dan konsumsi
beras di Indonesia dari tahun ke tahun
berfluktuasi dengan kecenderungan
mengalami peningkatan tiap tahunnya.
18
di Indonesia mempengaruhi produksi dan
konsumsi
beras di Indonesia.
3. Memproyeksikan produksi dan
konsumsi beras di Indonesia dalam
lima
tahun mendatang (2009-2013),
serta implikasinya terhadap
swasembada
beras di Indonesia.
Selama kurun waktu 37 tahun
Indonesia masih belum dapat
menutupi konsumsi beras total,
sehingga pemerintah masih
mengimpor beras.
6.
Dian Banita,
Darsono, Mohd.
Harisudin (2004)
Ketersediaan Pangan Pokok
dan Pola Konsumsi Pada
Rumah Tangga Petani di
Kabupaten Wonogiri
1) Mengetahui ketersediaan
pangan pokok (beras), pola
konsumsi pangan yang dibedakan
berdasarkan perbedaan wilayah
antara desa, sub urban, dan urban,
serta mengetahui kondisi
ketahanan pangan pada rumah
tangga petani di Kabupaten
Wonogiri.
Ketersediaan pangan pokok
(beras) pada rumah tangga, pola
konsumsi pangan rumah tangga yang
dibedakan berdasarkan letak wilayah
yaitu urban, sub urban, dan desa,
serta ketahanan pangan rumah tangga
petani di Kabupaten Wonogiri.
19
7. Ni Made Suyastiri
(2008)
Diversifikasi Konsumsi
Pangan Pokok Berbasis
Potensi Lokal Dalam
Mewujudkan Ketahanan
Pangan Rumahtangga
Pedesaan di Kecamatan
Semin Kabupaten Gunung
Kidul
1) Mengkaji pola diversifikasi
konsumsi pangan pokok berbasis
potensi lokal pada rumah tangga
pedesaan, mengkaji hubungan
pendapatan rumah tangga dengan
konsumsi pangan pokok, dan
menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi pola diversifikasi
konsumsi pangan pokok berbasis
potensi lokal dalam mewujudkan
ketahanan pangan rumah tangga
perdesaan.
Upaya mewujudkan ketahanan pangan
dan mengurangi ketergantungan
masyarakat pada beras rumahtangga
pedesaan di Kecamatan Semin
memanfaatkan sumberdaya lokal yaitu
dengan menggali potensi lokal yang
berbasis non beras untuk memenuhi
kebutuhan pangannya.
8. Adya Hermawati
(2015)
Analisis Faktor Alokasi
Konsumsi Bahan Pangn
Sumber Protein Berbasis
Pendapatan Usahatani dan
Pendapatan Diluar Usahatani
1) Untuk mengetahui pendapatan
petani dan seberapa besar
pendapatan petani yang
dialokasikan untuk bahan pangan
sumber protein.
2) Untuk menganalisa beberapa
faktor yang mempengaruhi
konsumsi beberapa jenis bahan
pangan sumber protein.
pendapatan petani meningkat seiring
dengan kenaikan luas lahan, sementara
proporsi pendapatan yang dialokasikan
untuk bahan pangan sumber protein
semakin menurun. Faktor-faktor yang
diteliti seperti luas lahan, pendidikan,
jumlah anggota keluarga, usia rata-rata
anggota keluarga, pendapatan usaha
tani dan pendapatan diluar usaha tani,
mempengaruhi secara bersamasama
terhadap alokasi pendapatan untuk
bahan pangan sumber protein (R')
20
sebesar 0,73, pada tingkat kepercayaan
95%.
9. Noor Cholis Ery
Yuliawan (2017)
Pemenuhan Konsumsi Bahan
Pangan Rumah Tangga Tani
Desa Tambakrejo Kecamatan
Tempel Kabupaten Sleman
1) Mengetahui pemenuhan
konsumsi bahan pangan rumah
tangga tani Desa Tambakrejo.
2) Mengetahui konsumsi rumah
tangga tani menurut karakteristik
sosio-demografi dan ekonomi di
Desa Tambakrejo.
3) Mengetahui strategi pemenuhan
konsumsi bahan pangan rumah
tangga tani Desa Tambakrejo.
Hasil didapatkan berupa pemenuhan
konsumsi bahan pangan, konsumsi
bahan pangan menurut karaktersitik
soiso-demografi dan ekonomi pada
rumah tangga tani, dan strategi
pemenuhan konsumsi bahan pangan
21
1.7. Kerangka Pemikiran
Penentuan unit analisis individu kepala rumah tangga tani merupakan
kunci dari sumber data yang akan diolah pada penelitian ini. Setiap subyek
memiliki karakteristik yang diukur oleh beberapa variabel yang ditentukan.
Karakteristik tersebut mempengaruhi hasil akhir penelitian yaitu bagaimana
pemenuhan konsumsi bahan pangan yang terjadi pada lokasi kajian. Pemenuhan
konsumsi dibedakan dari tiap bahan pangan beras dan non beras, yang dimaksud
pangan non beras adalah bahan pangan yang bukan termasuk pangan pokok.
Kemudian berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi dua menurut hasil
usahanya dari usaha sendiri dengan cara menanam atau dengan cara membeli.
Hasil usaha untuk mendapatkan bahan pangan beras dan non beras diketahui
besarnya konsumsi bahan pangan total yang dibutuhkan pada rumah tangga tani.
Berikut merupakan Gambar 1.1 kerangka pikir yang digambarkan :
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
Rumah Tangga Tani
Pemenuhan Konsumsi
Bahan Pangan Dari Usaha
Pertanian
Bahan Pangan Dari Usaha
Non Pertanian
Karakteristik RT Tani :
a) Sosio-Deomografi b) Ekonomi
Beras Non Beras Beras Non Beras
Pemenuhan Konsumsi
Bahan Pangan Total
Kegiatan
Konsumsi Hasil
Lahan
22
1.8. Hipotesis
Konsumsi pangan beras rumah tangga tani Desa Tambakrejo yang
beragam dipengaruhi oleh karakteristik sosio-demografi yaitu dengan variabel
rata-rata umur rumah tangga tani, pendidikan, dan jumlah anggota rumah tangga
tani, sedangkan pengaruh dari karakteristik ekonomi yaitu variabel pendapatan
dan produksi beras.