BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

21
35 BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo Desa Tambakrejo diresmikan pada tahun 1897, desa ini terletak di pesisir selatan Pulau Jawa. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan tangkap. Desa Tambakrejo terbagi menjadi dua dusun, yaitu: Dusun Tamban dan Dusun Sendang Biru. Desa Tambakrejo berbatasan dengan Desa Sitiarjo di bagian barat, Tambaksari di sebelah timur, Desa Kedung Banteng di sebelah utara, dan Samudera Hindia di sebelah selatan. Pemerintah Desa membangun kantor pemerintahan menjadi dua bagian, yaitu Balai Desa Tambakrejo yang berlokasi di Dusun Tamban dan Balai Dusun Sendang Biru di Dusun Sendang Biru karena jarak antara kedua Dusun cukup jauh yaitu 6 km. Jarak dari desa menuju ibu kota Kecamatan Sumbermanjing Wetan 28,4 km dengan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan dan berjarak 69 km menuju ibukota Kabupaten Malang dengan waktu tempuh tiga jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor. Desa Tambakrejo memiliki luas wilayah sebesar 2.700 ha dengan luas pemukiman 146 ha. Desa ini mempunyai tanah dengan tingkat erosi ringan 45 ha dan tingkat erosi sedang 65 ha dengan tingkat kemiringan tanah 15 derajat. Desa ini memiliki jumlah penduduk 8.284 jiwa dengan 1.791 jumlah KK yang bertempat tinggal di lahan pemukiman sebesar 146ha. Wilayah desa terdiri dari dua bagian, yaitu wilayah yang berada di Pulau Jawa dan wilayah yang berada di Pulau Sempu. Sebagian besar wilayah desa merupakan hutan lindung dan hutan

Transcript of BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

Page 1: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

35

BAB III

DESKRIPSI WILAYAH

3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

Desa Tambakrejo diresmikan pada tahun 1897, desa ini terletak di pesisir

selatan Pulau Jawa. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai

nelayan tangkap. Desa Tambakrejo terbagi menjadi dua dusun, yaitu: Dusun

Tamban dan Dusun Sendang Biru. Desa Tambakrejo berbatasan dengan Desa

Sitiarjo di bagian barat, Tambaksari di sebelah timur, Desa Kedung Banteng di

sebelah utara, dan Samudera Hindia di sebelah selatan. Pemerintah Desa

membangun kantor pemerintahan menjadi dua bagian, yaitu Balai Desa

Tambakrejo yang berlokasi di Dusun Tamban dan Balai Dusun Sendang Biru di

Dusun Sendang Biru karena jarak antara kedua Dusun cukup jauh yaitu 6 km.

Jarak dari desa menuju ibu kota Kecamatan Sumbermanjing Wetan 28,4 km

dengan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan dan berjarak 69 km menuju

ibukota Kabupaten Malang dengan waktu tempuh tiga jam perjalanan dengan

menggunakan kendaraan bermotor.

Desa Tambakrejo memiliki luas wilayah sebesar 2.700 ha dengan luas

pemukiman 146 ha. Desa ini mempunyai tanah dengan tingkat erosi ringan 45 ha

dan tingkat erosi sedang 65 ha dengan tingkat kemiringan tanah 15 derajat. Desa

ini memiliki jumlah penduduk 8.284 jiwa dengan 1.791 jumlah KK yang

bertempat tinggal di lahan pemukiman sebesar 146ha. Wilayah desa terdiri dari

dua bagian, yaitu wilayah yang berada di Pulau Jawa dan wilayah yang berada di

Pulau Sempu. Sebagian besar wilayah desa merupakan hutan lindung dan hutan

Page 2: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

36

produksi. Hutan lindung berpusat di Pulau Sempu dengan luas 413,6 ha yang

merupakan salah satu destinasi wisata lokal maupun mancanegara dan hutan

produksi yang berada di Pulau Jawa dengan luas 2.101,7 ha. Sebagian besar

penduduk desa bermata pencaharian sebagai nelayan karena letaknya yang berada

di pesisir Samudera Hindia. Luas lahan persawahan hanya mencapai 6,55% dari

luas total wilayah. Hal ini menyebabkan hanya sebagian kecil saja masyarakat

yang melakukan kegiatan bercocok tanam yaitu 1110 jiwa. Komoditi utama yang

terdapat di desa ini adalah hasil perikanan laut terutama ikan tuna dan tongkol,

serta hasil perkebunan berupa kayu jati dan cengkeh. Hasil ikan tuna Sendang

Biru merupakan ikan tuna kualitas terbaik sehingga Pelabuhan Ikan Sendang Biru

menjadi pelabuhan ikan internasional

Wilayah desa yang terbagi menjadi dua dusun memiliki hasil tangkapan laut

yang berbeda. Nelayan Dusun Tamban merupakan nelayan karang dengan hasil

tangkapan berupa ikan-ikan karang, lobster karang, ikan badut, dan kepiting.

Sedangkan nelayan Dusun Sendang Biru merupakan nelayan laut lepas dengan hasil

tangkapan berupa tuna, tongkol, cakalang, layur, ikan sarden dan cumi. Selain hasil

tangkapan yang berbeda, kedua dusun tersebut berbeda berdasarkan struktur

kependudukannya. Penduduk Dusun Tamban didominasi oleh warga asli Suku Jawa

pribumi, berbeda dengan Dusun Sendang Biru yang berpenduduk Suku Jawa pribumi

dan pendatang, Suku Bugis, Suku Madura serta sebagian kecil suku lainnya.

Jumlah penduduk di Desa Tambakrejo adalah 8284 jiwa. Jika dibagi

berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki sebesar 3.578 jiwa dan

penduduk perempuan sebesar 4.706 jiwa. Tabel 3 menyajikan sebaran jumlah

penduduk berdasarkan penggolongan umur di Desa Tambakrejo.

Page 3: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

37

Tabel 3 : Sebaran Penduduk Desa Tambakrejo Tahun 2012

No Kategori Jumlah (jiwa) Persentase (%)

Laki-laki Perempuan

1 Anak – anak (<18) 1.552 2.115 44,27

2 Muda (18-30 tahun) 546 732 15,43

3 Dewasa (31-50

tahun)

854 1.210 24,91

4 Tua (>50 tahun ) 626 649 15,39

Total 3.578 4.706 100

Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa persentase penduduk berdasarkan

usia didominasi oleh penduduk desa dengan usia dibawah 18 tahun. Usia

produktif penduduk Desa Tambakrejo adalah antara usia 18 tahun sampai 56

tahun sehingga jumlah angkatan kerja Desa Tambakrejo mencapai 44,79% dari

seluruh jumlah penduduk desa. Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa

Tambakrejo adalah nelayan tangkap, petani, buruh tani dan peternak. Penduduk

laki-laki umumnya bekerja sebagai nelayan tangkap sedangkan penduduk

perempuan sebagai petani. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan

tangkap mencapai 26,15% dari total jumlah penduduk desa dan seluruhnya

merupakan penduduk laki-laki.

Adapun persentasi penduduk yang bekerja sebagai petani, buruh tani dan

peternak masing masing adalah 13,40%, 3,15% dan 4,08%. Mata pencaharian lain

yang diminati oleh penduduk perempuan adalah sebagai buruh imigran di luar

negeri. Pada tahun 2012 tercatat 104 jiwa penduduk perempuan bekerja sebagai

buruh imigran (TKW) di luar negeri. Negara-negara yang paling diminati sebagai

tempat mencari nafkah adalah Malaysia, Arab dan Hongkong. Terdapat pula

penduduk laki-laki yang bermata pencaharian sebagai buruh migran (TKI), yaitu

sebesar 83 jiwa. Jadi total penduduk yang bermatapencaharian sebagai buruh

migran adalah 187 jiwa atau sekitar 2,25% dari total jumlah penduduk.

Page 4: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

38

3.2. Sejarah Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru dan Clungup Mangrove

Conservation Tiga Warna

Pada tahun 1990 Sudah ada TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Sendang Biru dan

juga pada masa itu kawasan Sendang Biru terutama sumber daya alam pesisirnya

masih terbilang baik. Kemudian pada tahun 1998-2003 Terjadi peralihan fungsi lahan

yang secara status merupakan Hutan Lindung menjadi kawasan tambak dan

perkebunan. Pelakunya adalah masyarakat luar Desa Tambakrejo, dan kemudian

diikuti oleh masyarakat dalam desa. Hal ini dilatar belakangi oleh: Reformasi

(penegakan hukum melemah) Krisis Moneter pada Pemerintahan Gus Dur, “Hutan

Milik Rakyat” disalah artikan sehingga terjadi pembalakan liar, konversi lahan dan

alih fungsi hutan (dibukanya tambak di kawasan Kundang Buntung dan Pantai

Clungup). Tanaman yang ditebang yakni jenis pohon mangrove dan hutan tropis

dataran rendah. Akibatnya kondisi kawasan rusak dengan habisnya tutupan lahan.

Mangrove yang ditebang digunakan untuk bahan bangunan dan kayu bakar batu

gamping.

Sepanjang tahun 2004 terjadi paceklik ikan atau sulit mendapatkan ikan

dan sumber daya air mulai sulit didapatkan. Masyarakat yang mayoritas petani

kebun dan nelayan beralih menjadi petani hutan karena kerusakan mangrove yang

tinggi yakni mencapai 81 Ha. Kemudian pada tahun 2005 Awal gerakan mobilitas

dari Pak Saptoyo dan keluarga serta warga Sendang Biru dibantu dengan warga

dari luar. Kegiatan ini dilakukan berdasar pada kesadaran bersama untuk

memperbaiki lingkungan pesisir Sendang Biru. Dengan kesadaran tersebut Pak

Saptoyo mengambil keputusan untuk mengundurkan diri dari Koperasi Unit Desa

Page 5: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

39

(KUD) Sendang Biru. Pak Saptoyo dan teman-teman memulai menanam di Pantai

Clungup dengan siapa saja yang mau.

Sebelumnya Sudah ada POKMASWAS (Kelompok Masyarakat

Pengawas) dyang diketuai oleh Pak Praminto. Pada tahun 2011 Pak Saptoyo

dibujuk oleh Kepala Desa Sudarsono bersama ketua kelompok nelayan H. Umar

Hasan untuk ikut menghadiri pelatihan sosialisasi fungsi POKMASWAS oleh

DKP Provinsi. Kemudian di tahun 2012 POKMASWAS yang diketuai oleh Pak

Praminto tidak menjalankan fungsinya, sehingga melalui kesepakatan bersama

para anggota di Balai Dusun Sendang Biru 29 Juli 2011, disepakati ada pergantian

pengurus. Hal ini dilatarbelakangi oleh pengunduran diri Pak Praminto dan tidak

ada lagi yang bersedia menjadi ketua POKMASWAS. Melihat hal tersebut Pak

Saptoyo kemudian mengajukan diri sebagai ketua POKMASWAS.

POKMASWAS sukses memilih ketua baru yaitu Pak Saptoyo,

POKMASWAS memiliki anggota awal 25 orang hasil dari kunjungan personal Pak

Saptoyo terhadap warga Sendang Biru dari pintu ke pintu, yang kemudian berkembang

menjadi 72 orang. Pak Saptoyo memberi nama POKMASWAS GOAL/Kelompok

Masyarakat Pengawas Gatra Olah Alam Lestari yang artinya: Gatra yaitu nama pantai

ke 2 di CMC Tiga Warna. Gatra merupakan istilah dari Bahasa Kawi yang berarti

keluarga, Olah yaitu tujuan POKMASWAS untuk mengolah sumber daya alam yang

ada, kemudian Lestari adalah tujuan utamanya untuk kelestarian alam semesta dan

manusia.

Adapun beberapa Kegiatan POKMASWAS GOAL antara lain:

1. Pemetaan identifikasi kerusakan mangrove

2. Menanam kembali Mangrove

Page 6: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

40

3. Pendekatan ke petani dan pemilik tambak

4. Sosialisasi UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil

5. Sosialisasi rehabilitasi/pemulihan kembali lahan dengan tanaman yang lebih

ramah terhadap perlindungan lahan dan juga ramah terhadap petani

perambah hutan.

6. Memperkuat sistem pengawasan SDA dengan cara: melarang dan

menangkap pemburu burung, pengebom dan pemotas ikan, nelayan yang

membuang oli ke laut, pemburu satwa liar, penebangan liar

Pada Tanggal 21 September 2012 POKMASWAS GOAL diresmikan oleh

Kepala Desa Pak Sudarsono di Pantai Clungup. Diawali dengan aktivitas keluarga

yang menginap bersama di Pantai Gatra, kemudian pagi hari dilakukan upacara

bersama guna peresmian POKMASWAS GOAL di Pantai Clungup. Lalu setiap

tanggal 21 September diperingati sebagai budaya konservasi CMC Tiga Warna

yakni Ambal Warso Clungup dengan tema Ngupadi Tirta Wening.

POKMASWAS GOAL diinisiasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan

Kabupaten Malang, ruh gerakan yakni pelestarian mangrove dan terumbu karang.

DKP melibatkan masyarakat sebagai relawan yang mengawasi sumber daya

pesisir dengan anggota POKMASWAS GOAL (72 orang) terlibat dalam aktivitas

upaya pemulihan ekologi pesisir dengan sistem gotong royong.

Pak Saptoyo melakukan penamaan pantai di kawasan karya

POKMASWAS antara lain sebagai berikut:

1. Pantai Clungup : nama peninggalan zaman dulu yang berarti Clangap atau

lidah yang menjulur.

Page 7: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

41

2. Pantai Gatra : dulu tidak bernama dan oleh Pak Saptoyo diberi nama Pantai

Gatra yang berarti keluarga (Bahasa Kawi). Keluarga POKMASWAS

GOAL sering berkumpul di pantai ini.

3. Pantai Bangsong: nama peninggalan lama yang berarti angsa. Karena di

pantai ini terdapat batu yang menyerupai angsa.

4. Pantai Asmara/Asmoro: nama baru yang diberikan oleh POKMASWAS

GOAL karena pantai ini menjadi kawasan bermain penyu yang dimaknai

sebagai tempat penuh kasih/asmara.

5. Pantai Tiga Warna: dulu dikenal dengan nama Weden Rusak dan Pathuk’an.

Pada saat pengawasan dan pemetaan terumbu karang, Pak Saptoyo berada di

Pathuk’an dan melihat adanya perubahan warna/gradasi sejumlah tiga yakni

putih pasir, hijau toska, dan biru dalam. Maka dari itu Pak Saptoyo menamai

pantai ini Pantai Tiga Warna. Setelah melakukan identifikasi secara

tradisional, menyelam, diketahui bahwa warna toska yang dihasilkan

merupakan pantulan cahaya dari terumbu karang sisa kerusakan.

6. Pantai Sapana: penamaan baru oleh Pak Saptoyo. Sapana (Bahasa Madura)

berarti sapalah (sebuah pengingat untuk kita selalu menyapa atau permisi

ketika melintasi sebuah kawasan). Nama Sapana diambil dari sebuah

kejadian nyata Pak Saptoyo yang saat itu bersama Mbah Indra melintas di

kawasan pantai ini dan tidak bisa keluar selama kurang lebih 3 jam. Setelah

menyadari bahwa hanya berputar-putar kawasan, maka Pak Saptoyo

memutuskan untuk beristirahat sejenak dan menelepon Pak Sutris untuk

meminta tolong dijemput. Saat itu pula Pak Saptoyo dan Mbah Indra

menyadari kesalahan bahwa beliau tidak menyapa/permisi saat melintas.

Page 8: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

42

7. Pantai Batu Pecah: penamaan baru oleh Pak Saptoyo dilatarbelakangi oleh

banyaknya batu karang yang pecah di depan pantai ini.

8. Pantai Mini: penamaan baru oleh Pak Saptoyo dilatarbelakangi oleh kondisi

fisik pantai yang kecil dan tidak cukup luas.

Tahun 2013 Penanaman dan pengawasan mangrove semakin digalakkan di

sekitar Clungup Barat/kulon kali dan Clungup Timur/Pantai Clungup saat ini,

Kegiatan POKMASWAS GOAL mengalami perluasan sektor yakni Mangrove

dan Terumbu Karang di Pantai Tiga Warna, Mulai mendapatkan akses dana

bantuan dari Pemerintah berupa:

1. Dinas Kelautan Perikanan Provinsi berupa: 1 unit pos pantau, yang

dibangun secara gotong royong oleh anggota POKMASWAS GOAL, 190

unit rumah ikan/fish appartement yang ditujukan untuk sarana bermain para

ikan dan media tumbuh terumbu karang di Pantai Tiga Warna, 10 unit

peralatan snorkeling dan masker.

2. Bank Indonesia yang membantu pengadaan 1 unit pos penjagaan di

Kondang Buntung dan pengadaan jembatan di dekat pos 1.

Karena kegiatan yang dilakukan berupa sukarela tanpa ada pendapatan ataupun

penghasilan dari kegiatan tersebut dan juga kuatnya tekanan sosial, anggota

POKMASWAS GOAL menyusut menjadi 6 orang yaitu: Saptoyo, Iswicahyo,

Sutrisno, Mat Sidik, Supii, Eko Muji Santoso,

Pada tahun 2014 dibentuknya lembaga baru dengan nama Bhakti Alam

Sendang Biru dengan legalitas perkumpulan berbentuk lembaga masyarakat

konservasi. Lembaga ini mengelola kawasan POKMASWAS dengan pariwisata

sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Membuat sistem pengelolaan

Page 9: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

43

pengunjung dengan donasi sebesar Rp. 6000 + bibit mangrove. Perawatan

mangrove masih dilakukan oleh 6 orang saja, kemudian dengan semakin

banyaknya kedatangan tamu dari luar Desa Tambakrejo, beberapa anggota

POKMASWAS dan kawan praktisi yang sempat mundur dari gerakan

berdatangan kembali, karena adanya aktifitas “Pendidikan Konservasi” yang

membuat bertambahnya anggota POKMASWAS GOAL dari 6 orang menjadi 25

orang.

Pada tahun 2014 juga kemudian muncul kesadaran akan potensi desa

wisata dan terbentuk ketika adanya keberadaan para volunteer dan mahasiswa UB

yang pada saat itu mengusulkan desa wisata dari program explore wisata oleh

Saudari Arin sebagai koordinator kegiatan MONTOC (Mangrove Tour Of

Clungup) yang awalnya berkegiatan di tahun 2012. Yang kemudian menjadi cikal

bakal terbentuknya CMC Tiga Warna

Tahun 2015 Terbentuknya Peraturan Desa No. 3 tahun 2015 mengenai

pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan oleh Lembaga Masyarakat Konservasi

Bhakti Alam Sendang Biru di Pantai Clungup. Sistem masuk berupa donasi

seikhlas pengunjung, pihak pengelola memberikan 1 bibit mangrove untuk 1

pengunjung. Jika berkenan menanam maka didampingi oleh anggota

POKMASWAS GOAL, jika tidak maka bibit akan ditanam oleh komunitas

mahasiswa atau anggota POKMASWAS GOAL.

April 2015 Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru mulai berjejaring dengan

komunitas pegiat desa wisata bentukan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kabupaten Malang. Mulai digagas sistem libur kunjungan/tutup kunjungan saat

musim libur/high session guna pemulihan ekosistem. Hal ini dilatarbelakangi dari

Page 10: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

44

kegiatan di bulan desember tahun 2014 yakni besarnya aktivitas pengawasan

terhadap wisatawan yang berkegiatan di Pantai Clungup dan Pantai Gatra,

sebagian besar dari mereka melakukan aktivitas yang kontra terhadap

perlindungan ekosistem seperti: membuat api unggun, minum-minuman keras,

menyalakan kembang api/petasan, dan lain-lain. Dan secara internal berakibat

pada tersitanya waktu berkumpul dengan keluarga saat merayakan hari raya Natal

dan Tahun Baru. Awal tutup kunjungan diberlakukan saat idul fitri 2015, dengan

sistem penjagaan dilakukan oleh pemeluk agama Kristen sedangkan kaum Muslim

dipersilahkan merayakan hari raya Idul Fitri (sebagai perwujudan budaya toleransi

antar umat beragama).

Pada tanggal 30 Mei 2015 Pak Saptoyo, Lia Putrinda, Ferik Antyo Agus

Wibowo, sebagai koordinator gerakan Pantai Clungup berurusan dengan pihak

Polres Malang. Penangkapan dilakukan dengan tuduhan korupsi dan masuk

kawasan tanpa izin. Penangkapan ini berakibat pada dibekukannya kas Lembaga

Masyarakat Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru, yang merupakan hasil dari

donasi wisatawan senilai Rp 70.000.000 dan uang tunai sebesar Rp 5.000.000

untuk tutup kasus, ditambah dengan uang Rp 50.000.000, total Rp 120.000.000.

Dengan pendampingan sukarelawan Agni Istiqfar Paribrata (ahli hukum)

awalnya Saptoyo dan Lia Putrinda bertekad untuk tidak menutup kasus dan

melanjutkan proses hukum sampai ke pengadilan negeri, akan tetapi 6 orang

pejuang tersisa di tahun 2013 menyarankan untuk pulang dengan alasan “Kita

mengawali kegiatan menanam dulu tanpa uang, jika sekarang uang itu harus

hilang maka ikhlaskanlah, yang terpenting adalah kembali berkumpul dan

membangun semangat bersama. Maka dari itu diputuskan untuk menutup kasus

Page 11: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

45

dengan resiko dibekukannya barang bukti pembukuan dan lain-lain serta

hilangnya kas bersama.

Kejadian penangkapan tersebut menjadi kejadian yang menyedihkan bagi

para masyarakat yang tergabung dalam kegiatan perlindungan Pantai Clungup.

Menyebabkan adanya inovasi gerakan memakai pita hitam yang dipakai saat

melayani tamu, hal ini memunculkan simpati tamu untuk berdonasi lebih. Kurang

dari 1 bulan donasi terkumpul lebih dari Rp 50.000.000, keuangan ini digunakan

untuk membayar hutang tutup kasus kepada Koperasi Unit Desa Sendang Biru

dan sisanya menjadi kas LMK Bhakti Alam Lestari.

Kepulangan dari Polres Malang bertepatan dengan diadakannya program

pertama tutup kunjungan Idul Fitri 2015. Pantai Clungup tidak menerima

kunjungan wisatawan selama 14 hari, hal ini menimbulkan kegelisahan bagi pihak

Perhutani. Mereka menyangka bahwa penutupan Pantai Clungup karena

penangkapan dan Pantai Clungup tidak lagi di buka sebagai destinasi wisata. Dari

kejadian ini tampak bahwa Perhutani menginginkan kerjasama dalam pengelolaan

pantai. Selama tutup kunjungan, Saptoyo dan Lia dibantu oleh Agni menggagas

tentang payung hukum gerakan rehabilitasi dan konservasi Pantai Clungup di

Malang (tidak di Dusun Sendang Biru). Sekaligus mempertimbangkan pola

kerjasama dengan Perhutani.

Pada bulan Juli 2015 pengelola Pantai Clungup menyepakati adanya

Perjanjian Kerjasama/ PKS Perhutani yang berakibat pada dihapuskannya sistem

donasi masuk sukarela dan penanaman bibit mangrove menjadi tiket masuk pantai

Rp 5.000 per orang. Sistem ini menimbulkan kerugian terhadap minimnya ruang

untuk membangun kesadaran dan keterlibatan wisatawan dalam kegiatan

pemulihan hutan mangrove. Tanggal 21 September 2015 disepakati menjadi hari

Page 12: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

46

lahirnya semangat bersama gerakan rehabilitasi dan konservasi mengrove dan

terumbu karang POKMASWAS GOAL, yang diperingati sebagai Ambal Warso

Clungup dalam perayaan larung sesaji bertema Ngupadi Tirta Wening.

Pada Oktober 2015 Saptoyo dan Lia Putrinda mengikuti pertemuan

jaringan ekowisata yang diselenggarakan oleh Forum Ekowisata Jawa Timur /

East Java Ecotourism Forum (EJEF) di Pacet. Dari pertemuan ini Saptoyo dan

Lia tahu bahwa selama ini praktek yang dilakukan terhadap pengelolaan Pantai

Clungup sampai Pantai Tiga Warna merupakan aktivitas wisata berjenis

Ekowisata. Setelah mengenal EJEF maka kegiatan pengelolaan di Pantai Clungup

semakin terarah karena adanya pendampingan dari para pelaku pariwisata.

Dusun Sendang Biru menjadi tempat penyelenggaraan acara Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) dan peresmian TPI Baru Pondok Dadap yang didatangi oleh

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Bertepatan dengan kegiatan ini

Saptoyo selaku ketua POKMASWAS GOAL berkesempatan menerima bantuan

24 unit keramba jaring apung, 2 unit rumah apung, dan 2 unit perahu tenaga surya.

Adanya pemberlakukan sistem reservasi dan pembatasan pengunjung

terhadap Pantai Tiga Warna: wajib didampingi pemandu lokal, kunjungan di

Pantai Tiga Warna hanya 2 jam, daya tamping maksimal Pantai 100 orang selama

2 jam. Pemberdayaan masyarakat semakin luas, yang dulunya kontra akhir tahun

2015 mulai paham dan bermunculan homestay lokal, pelayan makan, dan

paguyuban ojek

Pada desember 2015 POKMASWAS GOAL menerima Penghargaan

Adibhakti Mina Bahari Nasional sebagai terbaik I Pengelolaan Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil melalui Program Pendampingan Desa Pesisir Tangguh (PDPT 2015).

Page 13: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

47

Kemudian di tahun 2016 Pemahaman masyarakat mengenai gerakan Pantai

Clungup berangsur baik, dibuktikan dengan adanya keterlibatan kelompok

masyarakat dalam kegiatan menanam: kelompok santri masjid, kegiatan pemuda

gereja GKJW, kegiatan ibu-ibu dalam pelayanan pariwisata sebagai penyedia

makan dan minuman, homestay lokal.

Penetapan branding kawasan yang awalnya Clungup Mangrove

Conservation menjadi CMC Tiga Warna yang terdiri dari 8 pantai: Pantai

Clungup, Pantai Gatra, Pantai Bangsong, Pantai Asmoro, Pantai Sapana, Pantai

Mini, Pantai Batu Pecah, Pantai Tiga Warna, dan rumah apung CMC Tiga Warna.

Pada bulan Februari 2016 adanya perubahan perkumpulan Lembaga Masyarakat

Konservasi Bhakti Alam Sendang Biru menjadi Yayasan Bhakti Alam Sendang

Biru. Kemudian pada bulan Maret 2016 adanya Penambahan atraksi kano di

Pantai Gatra, dan juga Kesepaatan MPA (Marine Protect Area) dengan DKP

Kabupaten Malang, serta mulai di Ekspose media TV lokal dan nasional

Bulan Juni 2016 Saptoyo menerima Penghargaan Kalpataru Jawa Timur

kategori Perintis Lingkungan, penghargaan ini diberikan oleh Pakde Karwo selaku

Gubernur Jawa Timur. Kemudian adanya Pendampingan dan pelatihan pemandu

lokal CMC Tiga Warna oleh EJEF dalam rangka peningkatan SDM. Serta

dilakukannya sertifikasi pemandu ekowisata terhadap 10 orang anggota CMC

Tiga Warna. Di tahun yang sama bulan Oktober Lia Putrinda menerima

Penghargaan Pemuda Pelopor nasional atas inovasi dan kepeloporannya terhadap

perlindungan sumber daya alam pengelolaan CMC Tiga Warna.

Pada tahun 2017 CMC Tiga Warna mengalami Peningkatan jumlah

anggota menjadi 109 orang. Kemudian adanya kegiatan konservasi membuat

Page 14: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

48

ekologi mulai membaik dapat terlihat dengan 71 ha dari 81 ha hutan mangrove

yang rusak berhasil tertanami. 10 ha nya tidak bisa dialihkan menjadi hutan

mangrove karena sudah menjadi lahan persawahan, dari segi keamanan juga mulai

membaik karena sudah adanya payung hukum Yayasan dan adanya sinergitas para

stakeholder seperti: Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata, LMDH, Dinas Lingkungan Hidup, Kementrian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan (KLHK), Kementrian Pemuda dan Olah Raga, serta Kementrian

Kelautan dan Perikanan.

Pengelolaan Bangsong dan Teluk Asmara lepas dari pengelolaan kawasan

CMC Tiga Warna dan diambil alih oleh PERHUTANI. Hal ini dilatarbelakangi

oleh lamanya proses pembuatan sistem Bangsong dan Teluk Asmara oleh CMC

Tiga Warna dengan pertimbangan sistem pengamatan penyu yang eksklusif.

Dalam praktek alih kelola ini terjadi banyak penyalahgunaan pengelolaan yang

tidak pro terhadap perlindungan, seperti: ditebangnya beberapa tanaman pohon di

area POKMASWAS GOAL, pengecatan waru dan tanaman pesisir pantai,

pembukaan lahan hutan lindung dengan alat berat. Kegiatan penyelewengan ini

didokumentasikan oleh POKMASWAS GOAL dan anggota CMC Tiga Warna.

Pada Mei 2017, melakukan pendekatan terhadap KLHK (Kementrian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan) mengenai kronologi pembukaan Pantai BTA (Bangsong

Teluk Asmara). Yang berdampak pada pengurusan izin Perhutanan Sosial ke

KLHK.

Pada tanggal 2 Maret 2018 SK IPHPS telah ditetapkan dan diberikan oleh

Presiden Joko Widodo pada tanggal 10 Maret di Tuban. Kemudian di tahun yang

sama pada tanggal 12 Juli adanya pemasangan patok batas kawasan IPHPS oleh

Page 15: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

49

Badan Penyiapan Kawasan Hutan (BPKH) Direktorat Jenderal Planologi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan petugas 4 orang yang

selanjutnya dihadang oleh PERHUTANI dengan menggunakan Paguyuban

LMDH Sumbermanjing Wetan yang notabene oknum-oknumnya tidak punya

keterkaitan langsung dengan kawasan hutan IPHPS yang objeknya akan ditandai.

Pada bulan September 2018 adanya pengajuan porporasi tiket atas nama

KTH Bhakti Alam Lestari selaku subjek hukum pemegang ijin. Tiket dicetak dan

diporporasi oleh Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang sebanyak 12.000

lembar dengan catatan bisa dijual setelah tiket perhutani habis. Kemudian di tahun

2019 Setelah tiket yang diporporasi Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang

habis, pihak Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang tidak mengijinkan

KTH Bhakti Alam Lestari untuk melakukan porporasi lagi. Hal ini dikarenakan

ada surat dari Perum Perhutani kepada Badan Pendapatan Daerah Kabupaten

Malang yang berisi pernyataan tentang belum di sahkannya batas kawasan kerja

KTH dan kawasan kerja Perum Perhutani dan tidak kondusifnya kondisi lapang

setelah penjualan tiket KTH yang sudah berjalan sejak Oktober 2018.

Pendamping perhutanan sosial Kabupaten Malang meminta di

selengarakan pertemuan antara Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang dan

Pendamping perhutanan sosial Kabupaten Malang, dalam pertemuan tersebut

Pendamping perhutanan sosial Kabupaten Malang tidak mendapatkan penjelasan

yang kuat dari Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang untuk menolak

memporporasi tiket KTH, dari situ Pendamping Perhutanan Sosial Kabupaten

Malang menyatakankan keputusan yang tegas kepada Badan Pendapatan Daerah

Kabupaten Malang apa bila Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang tidak

Page 16: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

50

mau untuk memporporasikan tiket KTH maka tiket KTH akan di jual tanpa

porporasi dari Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Malang dengan tetap

menggandeng pihak Muspika dan desa sebagai pihak penerima sharing penjualan

tiket KTH yang tidak di porporasikan dengan sharing profit hasil penjualan tiket

global di potong biaya oprasional dan Asuransi 0,2% , setelah di lakukan

pemotongan biaya di atas hasil bersih dari penjualan tiket di bagi dengan

pembagian:

1. Desa/Bumdes Mitra KTH 10%

2. Muspika 10%

3. KTH 70%

Yang di kuatkan oleh surat dari Pendamping perhutanan sosial Kabupaten

Malang. No.01/POKJA-PPS/II/2019. Prihal : Pemberitahuan penjualan tiket

karcis pada obyek wisata yang masuk kawasan IPHPS. Tertangal : Malang,14

Februari 2019.

3.3. Profil Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru

Bhakti Alam Sendang Biru merupakan yayasan konservasi pesisir yang

diinisiasi dan dikelola oleh sekelompok masyarakat lokal yang mulai sadar akan

pentingnya menjaga ekosistem pesisir terhadap keberlanjutan hidup khususnya

masyarakat pesisir dan masyarakat global pada umumnya. Dimulai sejak tahun

2005, gerakan ini terus berjalan konsisten dengan dinamikanya sampai dengan

tahun 2014. Terbentuklah Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru sebagai pilihan

lembaga gerakan masyarakatyang diharapkan bisa mengawal perjuangan sesuai

visi dan misi yang ingin di capai di masyarakat.

Page 17: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

51

Yayasan ini berada di Dusun Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan

Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Gerakan ini memiliki 3 prinsip

semangat perjuangan yaitu: 1) Membangun kualitas alam (Ekologi), 2)

Membangun kualitas sosal (SDM), dan 3) Membangun tingkat perekonomian

warga lokal. Semangat perjuangan tersebut terwujudkan dari program-program

yang dijalankan sebagai berikut:

1. Mengupayakan rehabilitasi 177,24 Ha kawasan pesisir Sendang Biru (71 ha

mangrove, 10 ha terumbu karang dan 96,24 ha hutan lindung) dengan

membangkitkan kembali semangat gotong royong warga lokal.

2. Menyediakan alternatif lapangan pekerjaan melalui ekowisata Clungup

Mangrove Conservation Tiga Warna.

3. Mendorong masyarakat Sendang Biru untuk sadar akan konservasi sumber daya

air

4. Mempersiapkan generasi cinta lingkungan melalui kelompok belajar Si Dolan

(Sinau Lan Dolan)

3.3.1. Visi dan misi Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru

Visi dari Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru yaitu “Hidup sejahtera di

alam”

Misi Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru sebagai berikut:

1. Membangun masyarakat cinta lingkungan, dengan mengajak berpartisipasi

dalam merehabilitasi kawasan pesisir yang rusak.

2. Membangun kelembagaan berbasis masyarakat yang kuat untuk mengelola

sumber daya alam secara bertanggung jawab melalui sector pariwisata, kehutanan,

dan perikanan berkelanjutan.

Page 18: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

52

3.3.2. Struktur organisasi Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru

Gambar 1: struktur organisasi Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru

3.4. Profil Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna

Clungup Mangrove Conservation Tiga Warna (CMC Tiga Warna) terletak

di Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.

Ekowisata ini dikelola oleh masyarakat lokal Sendang Biru yang tergabung dalam

Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru. Jumlah masyarakat yang terlibat mencapai

107 orang. Sebagian besar masyarakat dulunya berprofesi sebagai perambah

hutan, nelayan yang menangkap ikan dengan cara yang tidak ramah lngkungan,

dan pencuri kayu. Pendekatan dan sosialisasi gencar dilakukan, sehingga terjadi

perubahan perilaku. Saat ini mereka dilibatkan sebagai pemandu wisata, penjaga

Page 19: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

53

pantai, dan lain – lain dalam kegiatan ekowisata. Prinsip pengelolaannya

berorientasi pada Ekologi, Sosial, dan Ekonomi.

Kawasan CMC Tiga Warna dibagi menjadi dua area konservasi yaitu area

konservasi Mangrove (Pantai Clungup dan Pantai Gatra) dan area konservasi

terumbu karang (Pantai Sapana, Pantai Mini, Pantai Batu Pecah dan Pantai Tiga

Warna). Total luasan area mencapai 117 Ha terdiri dari 71 ha mangrove, 10 ha

terumbu karang dan 36 ha hutan lindung.

Karakteristik destinasi ekowisata CMC Tiga Warna yakni perpaduan

antara hutan mangrove yang menyatu dengan Landscape Underwater

Conservation. Dengan karakteristik tersebut wisatawan yang berkunjung ke CMC

Tiga Warna akan merasa aman dan menyatu dengan kelestarian alam, jauh dari

kebisingan, dan dapat mengoptimalkan private time for gathering. Selain itu,

wisatawan dapat berbagi pengalaman dengan pemandu lokal yang terlibat dalam

upaya konservasi pesisir. Bukan hanya sekedar bersenang – senang wisatawan

juga mendapatkan edukasi mengenai konservasi lingkungan.

3.4.1. Aksesibilitas, Infrastrktur dan Fasilitas

Ketersedian transportasi umum menuju CMC Tiga Warna belum begitu

baik, hal ini dibuktikan dengan sulitnya transportasi umum dari daerah Turen

menuju Desa Sendang Biru khususnya ke CMC Tiga Warna. Berikut perincian

transportasi umum yang digunakan wisatawan apabila memulai perjalanan wisata

dari Kota Malang : dari Kota Malang wisatawan dapat menggunakan angkutan

umum menuju terminal Gadang, setelah sampai di terminal tersebut wisatawan

dapat melanjutkan perjalanan menggunakan bus umum menuju sampai Turen,

sesampainya di pasar Turen dapat melanjutkan perjalanan ke Desa Sendang Biru

Page 20: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

54

menggunakan angkutan umum akan tetapi ketersediaan angkutan tersebut tidak

setiap saat, disarankan wisatawan menggunakan ojek dari pasar Turen menuju

CMC Tiga Warna.

Wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil atau motor

dapat mengikuti rute perjalan dari Kota Malang menuju Gadang, kemudian

berlanjut terus sampai persimpangan Sendang Biru, di persimpangan tersebut

terdapat papan petunjuk arah ke Goa Cina, silahkan ikuti arah menuju Pantai Goa

Cina hingga 2 km sampai perkampungan, kemudian dipersimpangan terdapat

petunjuk arah menuju TPI (Tempat Pelelangan Ikan) ikuti arah tersebut dan di

pertangahan menuju TPI terdapat papan penunjuk arah menuju CMC Tiga Warna.

Jarak tempuh perjalanan dari Kota Malang ke CMC Tiga Warna 73 Km dengan

lama perjalanan 2 jam menggunakan sepeda motor dan 2 jam 11 menit

menggunakan mobil.

Bagi wisatawan yang datang secara berkelompok dan menggunakan bus

kecil pengelola CMC Tiga Warna telah menyediakan lahan parkir di pinggir jalan

menuju TPI, bagi wisatawan yang menggunakan mobil pribadi pengelola

menyediakan lahan parkir khusus mobil yang berjarak 2 km dari kawasan hutan

mangrove dan bagi wisatawan yang menggunakan sepeda motor pengelola telah

menyediakan lahan khusus parkir yang dekat dengan pos 1 (Pos pengecekan

sampah).

Page 21: BAB III DESKRIPSI WILAYAH 3.1.Kondisi Geografi Desa Tambakrejo

55

Berikut gambar peta destinasi CMC Tiga Warna:

Gambar 2: peta ekowisata CMC Tiga Warna