BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1070/2/T1... ·...

16
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium Malariae. Plasmodium Ovale, spesies terjarang, pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur. Di Jawa dan Bali yang terbanyak adalah Plasmodium Vivax. Lingkungan yang buruk, yaitu air tergenang dan udara panas diperlukan untuk pembiakan nyamuk sehingga menunjang endemisitas penyakit malaria. Dua puluh lima tahun terakhir ini dijumpai adanya resistensi Plasmodium Falciparum terhadap Klorokuin yang merupakan obat utama penyakit malaria. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen yang telah mengalami mutasi (Soegijanto, 2004). Di Indonesia terdapat 424 Kabupaten endemis malaria dari 576 Kabupaten yang ada, diperkirakan 45% penduduk Indonesia berisiko tertular malaria. Sekitar 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Kematian karena malaria mempengaruhi tingginya kematian bayi, anak

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1070/2/T1... ·...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Malaria di Indonesia tersebar di seluruh pulau dengan

derajat endemisitas yang berbeda. Spesies yang terbanyak

dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium

Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

Falciparum dan Plasmodium Malariae. Plasmodium Ovale,

spesies terjarang, pernah ditemukan di Irian Jaya dan Nusa

Tenggara Timur. Di Jawa dan Bali yang terbanyak adalah

Plasmodium Vivax. Lingkungan yang buruk, yaitu air tergenang

dan udara panas diperlukan untuk pembiakan nyamuk

sehingga menunjang endemisitas penyakit malaria. Dua puluh

lima tahun terakhir ini dijumpai adanya resistensi Plasmodium

Falciparum terhadap Klorokuin yang merupakan obat utama

penyakit malaria. Resistensi ini mungkin karena munculnya gen

yang telah mengalami mutasi (Soegijanto, 2004).

Di Indonesia terdapat 424 Kabupaten endemis malaria

dari 576 Kabupaten yang ada, diperkirakan 45% penduduk

Indonesia berisiko tertular malaria. Sekitar 15 juta kasus

malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Kematian

karena malaria mempengaruhi tingginya kematian bayi, anak

2

balita, wanita hamil dan dapat menurunkan produktivitas

sumber daya manusia (Kandun, 2008). Penderita malaria pada

anak-anak biasanya mengalami gejala seperti kenaikan panas

badan cenderung lebih tinggi, sering disertai dengan muntah,

kejang-kejang dan dehidrasi cepat terjadi karena muntah-

muntah dan berkeringat. Anemia cenderung menjadi lebih

berat pada penderita anak. Malaria vivax yang biasanya

memberikan gejala yang ringan, pada penderita anak sering

menimbulkan gejala yang lebih berat. Namun, biasanya malaria

falciparumlah yang menyebabkan keadaan darurat pada

penderita anak, baik secara perlahan maupun secara cepat

(Sutisna, 2004).

Faktor-faktor penyebab tingginya angka kesakitan dan

kematian malaria adalah perubahan lingkungan, vektor,

resistensi obat, pelayanan kesehatan dan sosial budaya

masyarakat. Pada umumnya lokasi endemis malaria adalah

desa-desa terpencil dengan kondisi lingkungan yang tidak baik,

sarana transportasi dan komunikasi yang sulit, akses

pelayanan kesehatan kurang, tingkat pendidikan dan sosial

ekonomi masyarakat yang rendah serta perilaku hidup sehat

yang kurang (Kandun, 2008).

Di Indonesia pada tahun 2007 telah terjadi 1.700.000

kasus klinis malaria dengan 700 kematian. Dari 576 kabupaten

3

yang ada, 424 kabupaten diantaranya merupakan daerah

endemis malaria dan diperkirakan 45% penduduk Indonesia

berisiko tertular. Menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia (2005) jumlah kasus dan angka kesakitan penyakit

malaria pada tahun 2003 di Propinsi Nusa Tenggara Timur

mencapai 97.643.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20325/5/Chapter%20I.pdf)

Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan propinsi

dengan angka kesakitan malaria tertinggi pada tahun 2005.

Data Depkes RI tahun 2005 menunjukkan bahwa Propinsi

Nusa Tenggara Timur memiliki angka kesakitan malaria 150

per 1.000 orang per tahun, diikuti oleh Papua, 63,91 kasus per

1000 penduduk per tahun. Di tahun 2004, dilaporkan tidak

kurang dari 711.480 kasus malaria klinik terjadi di Propinsi

Nusa Tenggara Timur, dimana 20% dari 75.000 sampel darah

yang diperiksa positif malaria. Bahkan data Depkes RI (2000)

menunjukkan bahwa tidak kurang dari 73% kasus yang diobati

di puskesmas dan Rumah Sakit di Propinsi Nusa Tenggara

Timur adalah malaria. Dinas Kesehatan Propinsi Nusa

Tenggara Timur juga mencatat bahwa khusus untuk Kabupaten

Kupang, rata-rata kasus malaria klinis dari tahun 2002-2004

mencapai 181 kasus per 1.000 orang pertahun, bahkan di

tahun 2004 mencapai 205 kasus per 1.000 orang pertahun.

4

Angka ini menunjukkan bahwa untuk daratan Timor, Kabupaten

Kupang menempati rangking tertinggi kejadian malaria klinis

setiap tahunnya. Penyakit malaria masih sulit diberantas

karena keberadaan nyamuk itu sendiri yang mencapai ratusan

spesies. Tidak kurang dari 400 jenis nyamuk Anopheles hidup

di muka bumi. Dari jumlah ini hanya 80 jenis yang dapat

menularkan malaria. Indonesia memiliki sekurang-kurangnya

20 jenis Anopheles, dimana 9 spesies diantaranya ditemukan

di Propinsi Nusa Tenggara Timur.

(http://kesehatanlingkungan.wordpress.com/penyakitmenular/malariapembunuhterbesar-sepanjang-abad/).

Selama 5 tahun terakhir ini profil kesehatan masyarakat

di Propinsi Nusa Tenggara Timur menunjukan bahwa angka

kesakitan penduduk atau morbiditas masih didominasi oleh

penyakit-penyakit infeksi yang lama seperti ISPA, malaria,

diare, TBC, frambusia, filaria, lepra dan penyakit infeksi yang

baru seperti HIV AIDS, DBD Dengue. Data angka kesakitan

tahun 2010 penduduk yang berasal dari masyarakat

(community based data) menunjukkan penyakit malaria

mencapai 44.325 orang. Sedangkan pola 10 (sepuluh) penyakit

terbanyak pada pasien rawat jalan di rumah sakit untuk tahun

2010 malaria merupakan penyakit yang memiliki angka

kesakitan paling tinggi yaitu 12.640 dari penyakit-penyakit lain

seperti ISPA, dispepsia, cidera, demam, tuberculosis paru,

5

gastritis, diare dan lain sebagainya (Dinas Kesehatan Propinsi

Nusa Tenggara Timur, 2010).

Perkembangan sarana kesehatan diantaranya rumah

sakit, Puskesmas dan lain sebagainya di Propinsi Nusa

Tenggara Timur untuk tahun 2010 terdiri dari Rumah Sakit

Umum 35, Rumah Sakit Khusus 7, Puskesmas 310,

Puskesmas pembantu 1.058, Polindes 1.306, Puskesmas

Keliling 331, Posyandu 8.942, Apotek 160, SPK/Akademi

Kesehatan/Poltekes 6, Toko obat berizin 176. Sedangkan

banyaknya tenaga pelayanan kesehatan di Propinsi Nusa

Tenggara Timur menurut kabupaten atau kota dan status pada

tahun 2008 yaitu Sumba Tengah memiliki Dokter 15 orang,

Perawat 53 orang, Bidan 29 orang, Paramedis Non Perawat

10, Paramedis lainnya 0. Selain itu banyaknya fasilitas

pelayanan kesehatan menurut jenis fasilitas tahun 2008 di

Kabupaten Sumba Tengah yaitu Puskesmas 6, Puskesmas

Pembantu 19, Balai pengobatan 0, Puskesmas Keliling 6,

Posyandu 154. (Dinas Kesehatan Propinsi Nusa Tenggara

Timur, 2010).

Kota Sumba Tengah merupakan salah satu kota yang

endemis malaria. Dari laporan hasil penemuan dan pengobatan

malaria di Kabupaten Sumba Tengah pada bulan Januari-

Desember 2008 jumlah penderita malaria untuk setiap desa

6

dimulai dari Desa Mananga total penderita malaria 2.080 orang

dari 16.524 jumlah penduduk, Desa Wairasa 3.763 orang dari

15.635 jumlah penduduk, Desa Lawonda 1.682 orang dari

6.961 jumlah penduduk, Desa Malinjak 1.552 orang dari 11.554

jumlah penduduk, Desa Lendiwacu 3.235 orang dari 5.885

jumlah penduduk, Desa Maradesa 1.873 orang dari 4.014

jumlah penduduk. Pada tahun 2009 jumlah penderita malaria di

Desa Mananga 1.621 orang dari 17.763 jumlah penduduk,

Desa Wairasa 2.793 orang dari 19.335 jumlah penduduk, Desa

Lawonda 2.758 orang dari 7.692 jumlah penduduk, Desa

Malinjak 2.078 orang dari 10.531 jumlah penduduk, Desa

Lendiwacu 1.376 orang dari 6.754 jumlah penduduk, Desa

Maradesa 1.030 orang dari 4.023 jumlah penduduk.

Sedangkan pada tahun 2010 jumlah penderita malaria di Desa

Mananga 2.054 orang dari 18.437 jumlah penduduk, Desa

Wairasa 3.611 orang dari 19.353 jumlah penduduk, Desa

Lawonda 702 dari 7.375 jumlah penduduk, Desa Malinjak

2.338 orang dari 10.531 jumlah penduduk, Desa Lendiwacu

9.97 orang dari 6.623 jumlah penduduk, Desa Maradesa 1.674

orang dari 4.640 jumlah penduduk (Dinas Kesehatan Sumba

Tengah, 2011). Sedangkan jumlah penderita malaria di Desa

Pondok Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat dimulai dari tahun

2008 – 2010 dari laporan hasil penemuan dan pengobatan

7

malaria di Kabupaten Sumba Tengah yaitu pada tahun 2008

jumlah penderita malaria 684 orang dari 1.446 jumlah

penduduk, tahun 2009 jumlah penderita malaria 1.029 orang

dari 1.947 jumlah penduduk, (Dinkes, Sumba Tengah).

Tingginya angka kesakitan malaria karena memiliki

karakteristik wilayah yang terdiri dari bukit-bukit, hutan, sungai

dan persawahan, akses pelayanan kesehatan di Desa Pondok

hanya terdiri dari satu Polindes. Penduduk di Desa Pondok

hidup tersebar di kampung-kampung kecil yang terpisah kira-

kira 500 meter.

Curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam

penularan malaria. Biasanya penularan malaria lebih tinggi

pada musim hujan dibandingkan kemarau namun hujan yang

diselilingi panas juga akan memperbesar kemungkinan

perkembangbiakan nyamuk Anopheles.3) Berdasarkan

wawancara awal dengan salah satu warga di Desa Pondok

Bapak M mengatakan bahwa curah hujan di Desa Pondok

berawal dari bulan Oktober 2011 sampai bulan Juni 2012.

Pada tanggal 27 Oktober 2011 saat wawancara awal

dengan salah satu warga di Desa Pondok mengenai

perkembangan malaria yaitu Bapak M mengatakan bahwa

malaria di Desa Pondok masih sangat tinggi. Beberapa upaya

yang telah dilakukan dalam mencegah penyakit malaria yaitu

8

dengan memberantas vektor menggunakan pestisida tetapi

sudah lama dilakukan dan sampai sekarang di tahun 2011

program tersebut sudah tidak dilakukan kemudian adanya

penyuluhan tentang kebersihan lingkungan oleh petugas

kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Tengah,

pembagian kelambu dari Kabupaten Sumba Tengah di Desa

Pondok hanya dikhususkan bagi ibu hamil dan balita, serta

pengambilan sampel darah oleh petugas kesehatan dari

Puskesmas Lawonda Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat

untuk mengetahui orang tersebut terinfeksi malaria. Pihak

swasta dalam hal ini petugas kesehatan dari Yayasan

Bethesda melayani masyarakat dengan pemberian obat

malaria berupa pelayanan gratis.

Menurut Bapak M, meskipun berbagai upaya telah

dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan nyamuk,

tetapi hasilnya belum maksimal. Hal ini disebabkan karena

berbagai faktor yaitu kurang adanya kerja sama yang baik dari

masyarakat setempat, kurangnya kesadaran dari masing-

masing pribadi untuk mengikuti pola hidup sehat dan mungkin

juga karena kurang meratanya pelayanan kesehatan berupa

materi dari PEMDA Kabupaten Sumba Tengah sehingga angka

kejadian pada wilayah ini masih tinggi, ada penyuluhan tetapi

hanya beberapa orang tertentu yang paham tentang

9

kebersihan yang mau melakukan kebersihan lingkungan, obat

malaria yang diberikan petugas kesehatan untuk warga di Desa

Pondok terkadang tidak maksimal menyembuhkan penyakit

malaria tetapi sering kambuh, akibat dari transportasi yang

minim orang-orang penderita malaria susah untuk menjangkau

pelayanan kesehatan yang optimal. Warga di Desa Pondok

hanya berdiam diri di rumah sehingga sulit untuk mendapatkan

pengobatan.

Bapak M juga mengungkapkan bahwa penduduk yang

bertempat tinggal di daerah/wilayah hutan, curah hujan,

kurangnya kebiasaan dalam membersihkan rumah, kebiasaan

menggantung pakaian dan dibuang begitu saja, dibiarkan

bertumpukan sehingga memudahkan nyamuk untuk hidup dan

berkembangbiak. Warga juga memiliki kebiasaan apabila akan

keluar rumah, dalam melakukan aktivitas di sawah, di kebun

yang biasanya bekerja sampai malam tanpa menggunakan

atribut yang lebih lengkap untuk melindungi dari gigitan nyamuk

Anopheles. Mereka hanya mengenakan kaos dan celana

pendek.

Bapak M mengatakan bahwa di Desa Pondok

pelayanan kesehatan masih sangat minim, hanya ada 1

Polindes dan dikelola oleh 1 perawat yang bertugas untuk

merawat pasien yang sakit dan 1 bidan untuk persalinan.

10

Apabila dalam pengobatan pertama di Polindes belum ada

perubahan, warga yang sakit harus berobat ke Puskesmas

Lawonda Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat yang jaraknya

sekitar 15 km. Pengobatan ke Puskesmas seringkali dilakukan

dengan berjalan kaki agar bisa sampai ke tujuan. Hal ini karena

transportasi di wilayah ini jarang ada yang setiap hari masuk

ke desa tersebut. Hanya ada 1 transportasi berupa truk yang

mengangkut penumpang pada hari Rabu dan hari Sabtu saja.

Terdapat ojek yang menempuh daerah hingga pelosok, tapi

pada hari-hari tertentu saja dengan biaya seharga Rp 10.000.

Pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan merupakan

beberapa faktor yang menyebabkan penyakit malaria

meningkat.

Selain layanan kesehatan, fasilitas kesehatan penyakit

malaria ini juga terkait dengan perilaku kesehatan masyarakat.

Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap

rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem

pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Perilaku ini

meliputi bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan

penyakit yang bersifat respons internal (berasal dari dalam

dirinya) maupun eksternal (dari luar dirinya), baik respon pasif

(pengetahuan, persepsi dan sikap), maupun aktif (praktik) yang

11

dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit (Sunaryo,

2004).

Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit sesuai

dengan tingkat pemberian pelayanan kesehatan yang

menyeluruh yaitu perilaku peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan (health promotion behavior), perilaku pencegahan

penyakit (health prevention behavior), perilaku pencarian

pengobatan (health seeking behavior), perilaku pemulihan

kesehatan (health rehabilitation behavior) (Sunaryo, 2004).

Berdasarkan latar belakang di atas, merupakan hal

yang sangat menarik untuk diteliti, maka peneliti ingin meneliti

bagaimana perilaku kesehatan terhadap penyakit malaria pada

masyarakat di Desa Pondok Kecamatan Umbu Ratu Nggay

Barat Kabupaten Sumba Tengah.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di

atas, penulis membuat rumusan masalah untuk merumuskan

masalah tersebut yaitu bagaimana gambaran perilaku

kesehatan terhadap penyakit malaria pada masyarakat di Desa

Pondok Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten

Sumba Tengah.

12

1.3 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas

maka yang menjadi pertanyaan penelitian adalah:

1) Bagaimana gambaran perilaku kesehatan terhadap penyakit

malaria pada masyarakat di Desa Pondok Kecamatan Umbu

Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah?

2) Bagaimana perilaku peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan pada masyarakat di Desa Pondok Kecamatan

Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah?

3) Bagaimana perilaku pencegahan penyakit malaria pada

masyarakat di Desa Pondok Kecamatan Umbu Ratu Nggay

Barat Kabupaten Sumba Tengah?

4) Bagaimana perilaku pencarian pengobatan malaria pada

masyarakat di Desa Pondok Kecamatan Umbu Ratu Nggay

Barat Kabupaten Sumba Tengah?

5) Bagaimana perilaku pemulihan kesehatan pada masyarakat

di Desa Pondok Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat

Kabupaten Sumba Tengah?

1.4 Tujuan penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran perilaku kesehatan terhadap

penyakit malaria pada masyarakat di Desa Pondok

13

Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba

Tengah.

1.4.2 Tujuan Khusus

a) Mengetahui perilaku peningkatan dan pemeliharaan

kesehatan pada masyarakat di Desa Pondok

Kecamatan Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten

Sumba Tengah.

b) Mengetahui perilaku pencegahan penyakit malaria

pada masyarakat di Desa Pondok Kecamatan Umbu

Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah.

c) Mengetahui perilaku pencarian pengobatan malaria

pada masyarakat di Desa Pondok Kecamatan Umbu

Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah.

d) Mengetahui perilaku pemulihan kesehatan pada

masyarakat di Desa Pondok Kecamatan Umbu Ratu

Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah.

1.5. Manfaat penelitian

1.5.1 Untuk Peneliti

Dapat menambah pengetahuan secara luas dalam dunia

nyata dalam mengetahui ruang lingkup terjadinya

penyakit malaria terutama tentang perilaku kesehatan

yang menimbulkan penyakit malaria.

14

1.5.2 Untuk masyarakat Sumba

Dengan adanya penelitian ini dapat membantu

masyarakat Sumba dalam memahami perilaku yang

menyebabkan terjadinya penyakit malaria sehingga

mudah untuk dicegah. Selain itu sebagai informasi

tambahan dalam menambah pengetahuan masyarakat

dalam menanggulangi terjadinya penyakit malaria.

1.5.3 Untuk perkembangan ilmu keperawatan

Dengan penelitian ini memungkinkan adanya temuan-

temuan baru yang bermanfaat untuk menambah ilmu

pengetahuan secara luas. Dari hasil penelitian tersebut

akan menjadi suatu referensi yang berguna untuk

meningkatkan mutu pendidikan khususnya

perkembangan ilmu keperawatan komunitas selanjutnya

dan memberikan tambahan informasi bagi bidang ilmu

kesehatan masyarakat.

1.5.4 Untuk Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Tengah

Dengan adanya penelitian ini dapat bermanfaat untuk

menentukan strategi yang sesuai dalam meningkatkan

pelayanan kesehatan khususnya penyakit malaria yang

berhubungan dengan perilaku kesehatan pada

masyarakat di Desa Pondok.

15

1.6 Fokus Penelitian

Menurut Spradley (dalam Prastowo, 2011), ada empat

macam cara menempatkan fokus penelitian sebagai berikut:

1. Menetapkan fokus pada permasalahan yang

disarankan oleh informan

2. Menetapkan fokus berdasarkan domain-domain

tertentu

3. Menetapkan fokus yang memilki nilai temuan untuk

pengembangan iptek

4. Menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang

terkait dengan teori-teori yang telah ada.

Fokus dalam penelitian ini adalah peneliti lebih

memfokuskan pada gambaran perilaku kesehatan terhadap

penyakit malaria pada masyarakat di Desa Pondok Kecamatan

Umbu Ratu Nggay Barat Kabupaten Sumba Tengah. Perilaku

kesehatan dapat diartikan sebagai tanggapan seseorang

terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit dan

penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan

lingkungan (Sunaryo, 2004).

Menurut Sunaryo (2004), ada 4 macam perilaku

kesehatan yaitu:

1) Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan

(health promotion behavior).

16

2) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention

behavior).

3) Perilaku pencarian pengobatan kesehatan (health

seeking behavior)

4) Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation

behavior)

Dari keempat macam perilaku kesehatan tersebut akan

mengarahkan dan digunakan oleh peneliti sebagai acuan

dalam melakukan wawancara. Dengan adanya fokus penelitian

ini akan membantu peneliti agar setiap pertanyaan wawancara

yang diajukan pada partisipan lebih teratur dan sistematis.