BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3...

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk memehami kejahatan itu sendiri. Usaha memahami kejahatan ini sebenarnya telah berabad-abad lalu dipikirkan oleh para ilmuan terkenal. Plato (427-347 s.m.) menyatakan dalam bukunya „Republiek‟ menyatakan antara lain bahwa manusia merupakan sumber dari banyak kejahatan. Sementara itu, Aristoteles (382-322 s.m.) menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pembrontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. 1 Proses globalisasi serta pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu juga dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat, selain itu juga dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat. Yang mana pada dasarnya kehidupan di dunia ini tidak terlepas dari perubahan terhadap suatu lingkungan, baik lingkungan fisik, lingkungan biologis, maupun lingkungan sosial masyarakat. Pengertian dari perubahan sosial itu sendiri antara lain perubahan-perubahan sosial merupakan suatu variasi dari cara- cara hidup yang telah diterima yang disebabkan baik karena perubahan- 1 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2010, Kriminologi , Rajawali Pers, Jakarta, h. 1. 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kejahatan merupakan suatu fenomena yang komplek yang dapat dipahami

dari berbagai sisi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat

menangkap berbagai komentar tentang suatu peristiwa kejahatan yang berbeda

satu dengan yang lain. Dalam pengalaman kita ternyata tak mudah untuk

memehami kejahatan itu sendiri. Usaha memahami kejahatan ini sebenarnya telah

berabad-abad lalu dipikirkan oleh para ilmuan terkenal. Plato (427-347 s.m.)

menyatakan dalam bukunya „Republiek‟ menyatakan antara lain bahwa manusia

merupakan sumber dari banyak kejahatan. Sementara itu, Aristoteles (382-322

s.m.) menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pembrontakan.

Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk

hidup, tetapi untuk kemewahan.1

Proses globalisasi serta pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam

kehidupan masyarakat, selain itu juga dapat mengakibatkan perubahan kondisi

sosial masyarakat, selain itu juga dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

masyarakat. Yang mana pada dasarnya kehidupan di dunia ini tidak terlepas dari

perubahan terhadap suatu lingkungan, baik lingkungan fisik, lingkungan biologis,

maupun lingkungan sosial masyarakat. Pengertian dari perubahan sosial itu

sendiri antara lain perubahan-perubahan sosial merupakan suatu variasi dari cara-

cara hidup yang telah diterima yang disebabkan baik karena perubahan-

1Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2010, Kriminologi, Rajawali Pers, Jakarta, h. 1.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

perubahankondisi geografis, kebudayaan materiil, komposisi penduduk, ideologi

maupun adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat

tertentu.2Menurut Soerjono Soekanto bahwa perubahan sosial adalah segala

perubahan pada lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang

mempergunakan sisitem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap,

dan pola-pola perikelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.3

Perubahan sosial itu sendiri adalah dimana hal ini selain membawa dampak

positif juga membawa dampak negatif, dampak negatif dari pada perubahan sosial

ini juga merambah kearah perkembangan tindak kejahatan terutama dalam hukum

pidana. Salah satu tindak pidana penganiyaan terhadap hewan seperti penyiksaan

terhadap hewan sehingga, mengakibatkan hewan cacat atau menderita luka-luka

berat lainnya atau mati. Dalam hal ini tidak lagi memperhatikan kesehatan hewan

dan kesejahtraan hewan. Kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan

dengan perawatan hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan,

pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik

reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta

keamanan pakan. Sedangkan, kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang

berhubungan dengan keadaan fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku

alami hewan yang perlu diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari

perlakuan setiap orang yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan

manusia. Yang terjadi belakangan ini, perlakuan terhadap hewan baik itu,

pembunuhan, penganiyaan, dan penyalahgunaan dari hewan tersebut.

2Zainuddin Ali, 2006, Sosiologi Hukum, Cet.Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, h. 18.

3Soerjono Soekanto, 1987, Sosiologi Suatu Pengantar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.

51.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

Indonesia sendiri telah memiliki peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai kesejahteraan hewan, yakni menggunakan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang

menentukan bahwa:

Pasal 66 ayat (1) ditentukan “Untuk kepentingan kesejahteraan hewan

dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan;

penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan;

pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar

terhadap hewan”. Dalam ayat (2) huruf c ditentukan bahwa “Pemeliharaan,

pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-

baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiyaan

dan penyalahgunaan, serta rasa takut, dan tertekan. Pada huruf g ditentukan bahwa

“Perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiyaan dan

penyalahgunaan”.

Dalam penjelasan Pasal 66 ayat (2) huruf c ditentukan bahwa, yang dimaksud

dengan “penganiayaan” adalah tindakan untuk meperoleh kepuasan dan/atau

keuntungan dari hewan dengan memerlakukan hewan di luar batas kemampuan

biologis dan fisiologis hewan. Dan yang dimaksud dengan “penyalahgunaan”

adalah tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan

dengan memerlukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan

peruntukan atau kegunaan hewan tersebut. Apabila terjadinya suatu tindak pidana

penganiayaan terhadap hewan, pejabat pegawai negeri sipil yang akan melakukan

pemeriksaan yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang perternakan dan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

kesehatan hewan sesuai denganPasal 84 ayat (2) huruf a Undang-Undang No.

18/2009 ditentukan bahwa “Melakukan pemeriksan atas kebenaran laporan atau

keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang peternakan dan kesehatan

hewan.

Sedangkan, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam

Pasal 302 menentukan bahwa:

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan

ringan terhadap hewan;

1. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas,

dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan

kesehatannya;

2. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas

yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak

memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang

seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada bahwa

pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau

menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda

paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.

(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

Dari ketentuan peraturan perundang-undangan diatas dan Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana bahwa terdapat sanksi tegas terhadap masyarakat (setiap

orang) yang melakukan penganiayaan dan penyalahgunaanhewan, bahwa

pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan harus dilakukan

dengan sebaik-baiknya, sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit,

rasa tertekan. Demikianjugapenggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan

dengan sebaik-baiknya, sehinggahewan bebas dari penganiayaan dan

penyalahgunaan seperti; sengaja menyakiti, melukai atau merusakkan kesehatan

hewan dengan tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari

hewan dengan memerlukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan

peruntukan atau kegunaan hewan tersebut yaitu dalam Pasal 302 menentukan

diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah.

Dalam identifikasi aturan hukum seringkali dijumpai keadaan aturan hukum,

yaitu kekosongan hukum (leemten in het recht), konflik antar norma hukum

(antinomi hukum), dan norma yang kabur (vage normen) atau norma tidak

jelas.4Dalam UU NO 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, dapat

ditemukan norma yang kabur dalam Pasal 66 ayat (2) huruf f yang menentukan

bahwa: “pemotongan dan pembunuhan hewan dilakukan dengan sebaik-baiknya

sehingga hewan bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiayaan, dan

penyalahgunaan”. Terjadi kekaburan norma antara apa yang disebut “pemotongan

dan pembunuhan” hewan dengan sebaik-baiknya, yang dimaksud Pasal 66 ayat

4Ahmad Rifai, 2011, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif,

Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, h. 90.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

(2) huruf f dan huruf g: perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari “tindakan

penganiayaan dan penyalahgunaan”. Norma yang kabur tersebut memunculkan

pertanyaan, apakah maksud pemotongan dan pembunuhan hewan dengan sebaik-

baiknya, sehingga bebas dari rasa sakit, rasa takut dan tertekan, penganiayaan dan

penyalahgunaan, apabila terjadi suatu pemotongan dan pembunuhan tidak

menimbulkan rasa sakit, rasa takut dan tertekan. Begitu juga, dalam Pasal 66 tidak

ada ketentuan sanksi pidananya. Sehingga, kekaburan norma tersebut

menimbulkan ketidakpastian hukum atau bahkan kekonflikan hukum.Maksud

dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan

Hewan yang menjamin kesejahteraan hewan dan bebas dari penganiayaan hewan.

Hal itu membingungkan pelakuyang memanfaatkan hewan karena dalam Undang-

undang tersebut menjamin kesejahteraan hewan, bebas dari penganiayaan dan

penyalahgunaan hewan.

Apabila kita lihat penjelasan diatas maka pelanggaran-pelanggaran terhadap

UU RI NO. 18/2009 ini tidak terlepas dari pelindungan hukum terhadap kesehatan

hewan dan kesejahtraan hewan tersebut terutama penerapan sanksi pidananya.

Dimana dalam penetapan sanksi pidana terhadap kejahatan penganiyaan pada

hewan itu harus dapat dibuktikan, karena dalam penetapan sanksi dalam suatu

perundang-undangan pidana bukanlah sekedar masalah teknis perundang-

undangan semata, melainkan ia bagian tidak terpisahkan dari substansi atau materi

perundang-undangan itu sendiri. Hal ini sangat perlu diperhatikan mengingat

berbagai keterbatasan serta kemampuan hukum pidana dalam menanggulangi

kejahatan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

Masalah penetapan sanksi pidana ini tidak terlepas dari tujuan pemidanaan itu

sendiri atau tujuan yang ingin dicapai dalam pemidanaan, dengan kata lain,

perumusan tujuan pemidanaan diarahkan untuk dapat mengukur sejauh mana

penerapan sanksi pidana itu dapat mencapai tujuan secara efektif. Meskipun jenis

sanksi untuk setiap bentuk kejahatan berbeda-beda, namun yang jelas semua

penerapan sanksi pidana harus berorientasi pada tujuan pemidanaan itu sendiri.

Tujuan hukum pidana itu sendiri adalah untuk membina kesadaran umum

dalam bersikap tindak yang serasi baik aspek lahir maupun aspek batin, karena

hanya dengan sikap tindak yang demikian kepintingan umum dan kepentingan

perorangan secara langsung dapat terlindungi gangguan peristiwa pidana.5Maka

dari itu, tujuan hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan umum,

karena bila seseorang takut untuk melakukan perbuatan tidak baik karena takut

dihukum, maka semua mahluk hidup akan hidup dengan tentram dan aman.

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa masyarakat turut memiliki

tanggung jawab untuk mendampingi pemerintah dalam upaya menegakkan

ketentuan-ketentuan perihal kesejahteraan hewan. Partisipasi masyarakat ini tentu

menjadi krusial karena saat ini penegakkan hukum di bidang kesejahteraan hewan

masih sangat jauh dari memadai.Namun, kendala lainnya adalah masih sangat

minimnya kesadaran dan kepedulian masyarakat Indonesia terhadap kesejahteraan

hewan.

Dengan melihat latar belakang diatas maka penulis ingin mengadakan

penelitian tentang “PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PENGANIAYAAN

5Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, 1989, Filsafat Hukum Pidana Dalam Tanya

Jawab, Cetakan Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, h. 21.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

TERHADAP HEWAN DITINJAU DARI UU NO 18 TAHUN 2009 TENTANG

PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DAN KUHP”.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang permasalahan dan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang mengatur mengenai perternakan dan kesehatan hewan,

terutama dalam hal penerapan sanksi pidananya jelas terlihat ada ancaman pidana

bagi seseorang yang melakukan penganiayaan dan penyalahgunaan terhadap

hewan. Namun dalam kenyataannya hal tersebut sama sekali tidak mempengaruhi

bagi seseorang untuk melakukan penganiayaan dan penyalahgunaan terhadap

hewan tanpa memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan hewan tersebut. Hal

inilah yang membawa kepada suatu permasalahan yang diangkat dalam

pembuatan penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan penganiayaan terhadap hewan ditinjau dari UU RI

NO 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan KUHP ?

2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

ditinjau dari UU RI NO 18/2009 dan KUHP ?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Di dalam suatu tulisan apabila ruang lingkup masalah tidak dibatasi maka

pembahasan akan menjadi tidak terbatas, dan di dalam pembahasan ini ruang

lingkupnya dibatasi sehingga tidak menyimpang dari pokok masalah.

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah penulis paparkan sebelumnya,

maka obyek kajian tulisan ilmiah ini ialah kesejahteraan hewan, kesehatan hewan

dan pertanggung jawaban pidana, yang mana dimaksudkan ialah penulis akan

mengkaji tentang apa yang dimaksud dengan penganiayaan terhadap hewan dan

sejauhmana pertanggungjawaban pidana terkait penganiayaan terhadap hewan

ditinjau dari Undang-Undang RI NO. 18/2009 tentang Perternakan dan Kesehatan

Hewan dan KUHP agar tercipta suatu perlindungan hukum serta tujuan dari pada

hukum pidana itu sendiri.

1.4 Orisinalitas Penilitian

Penulisan skripsi yang memfokuskan mengenai pertanggung jawaban pidana

penganiayaan terhadap hewan belum pernah ada sebelumnya di Fakultas Hukum

Universitas Udayana. Dalam penelusuran penulis ada judulyang mirip seperti:

1. Judul: Esistensi Pasal 302 KUHP Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan

Hewan di Indonesia, tahun: 2014, oleh: Epifanius Ivan dari Fakultas

Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta, dan permasalahanya yaitu:

bagaimana tindak pidana penganiayaan terhadap hewan peliharaan yang

dilakukan oleh pemilik hewan peliharaan dan bagaimana eksistensi Pasal

302 KUHP terhadap tindak pidana penganiayaan hewan di Indonesia.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

2. Judul: Proses Penyembelihan Hewan Dengan Metode Stunning Dalam

Persepektif Hukum Islam, tahun: 2014, oleh: Riadi Barkan dari Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

dan permasalahannya yaitu: apakah penyembelihan dengan cara

stunning(penyembelihan pada hewan yang dipingsankan terlebih dahulu

dengan mengunakan aliran listrik) telah mematuhi unsur ihsan terhadap

hewan, dan bagaimana pandangan islam mengenai penyembelihan dengan

cara stunning.

Dari hasil penelusuran judul skripsiyang mirip sebagai perbandingan masalah

yang diangkat dalam penelitiannya berbeda denganpenelitian yang dilakukan

penulis. Dalam hal ini penulis memfokuskan pada pembahasan mengenai

pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan yang tidak

memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan hewan, dan permasalahan yang

diangkat penulis yaitu: bagaimana pengaturan penganiayaan terhadap hewan

ditinjau dari UU NO 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan

KUHP, dan bagaimana pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap

hewan ditinjau dari UU NO 18/2009 dan KUHP. Karena, dalam penelitian ini

memperhatikan perlindungan terhadap kesehatan hewan dan kesejahteraan hewan

dalampemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan harus

dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus,

rasa sakit, dan rasa tertekan.

Demikianjugapenggunaan dan pemanfaatan hewan agar dilakukan dengan

sebaik-baiknya sehingga hewan bebas dari penganiayaan dan penyalahgunaan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

seperti; sengaja menyakiti, melukai atau merusakkan kesehatan hewan dengan

tindakan untuk memperoleh kepuasan dan/atau keuntungan dari hewan dengan

memerlukan hewan secara tidak wajar dan/atau tidak sesuai dengan peruntukan

atau kegunaan hewan tersebut dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

1.5 Tujuan Penelitian

Setiap pembahasan pasti memiliki tujuan tertentu karena dengan adanya

tujuan yang jelas maka akan memberikan arah yang jelas pula untuk mencapai

tujuan tersebut. Adapun tujuan dari pembahasan ini adalah:

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah penganiayaan terhadap hewan dapat

dipertanggungjawabankan ditinjau dari UU RI NO. 18/2009

tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dan KUHP.

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahuiperundang-undangan yang mengatur

mengenai penganiayaan terhadap hewan dalam hukum positif

di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan memahami sejauhmana pertanggung

jawaban pidana dapat dibebankan kepada pelaku penganiayaan

terhadap hewan ditinjau dari UU RI NO. 18/2009 tentang

Peternakan dan Kesehatan Hewan maupun KUHP.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

1.6 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran

bagi pengembangan ilmu hukum khususnya bidang hukum pidana dan

dapat dijadikan bahan referensi pada perpustakaan.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi:

1. Bagi masyarakat bahwa melakukan penganiayaan terhadap

hewan dapat dipertanggungjawabkan pidana.

2. Bagi penegak hukum dapat membantu memberikan

sumbangan pemikiran dalam menangani dan menyelesaikan

kasus-kasus penganiayaan terhadap hewan.

3. Bagi pembentuk Undang-Undang dapat digunakan sebagai

refrensi dalam membuat kebijakan peraturan perundang-

undangan khususnya dalam penyempurnaan UU NO 18/2009

tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan maupun KUHP.

1.7 Landasan Teoritis

Indonesia dalam Undang – Undang dasarnya yakni Undang – Undang Dasar

Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia

berdasrkan atas hukum (Rechtstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka

(Machstaat)6. Sebagai suatu negara hukum indonesia memiliki karakter yang

6Eva Hartanti, 2005, Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua,Sinar Grafika, Jakarta, h. 1.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

cenderung untuk menilai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh masyarakat atas

dasar peraturan-peraturan hukum. Ini berarti bahwa Republik Indonesia adalah

negara hukum yang demokratis berdasarkan pancasila dan UUD NRI 1945,

menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua warga negara

bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta wajib

menjunjung hukum dan pemerintahan itu tanpa ada terkecuali demi terciptanya

keadilan dan kesejahtraan dalam kehidupan manusia.

Dengan meningkatnya status kesejahteraan masyarakat dunia, terutama di

negara maju, meningkat pula kesadaran dan tuntutan terhadap penerapan

kesejahteraan hewan. Maka dari pada ituterdapat berbagai macam aturan atau

peraturan perundang-undangan yang mengatur peternakan, kesehatan hewan dan

kesejahteraan hewan di Indonesia. Yang mana salah satunya yang akan dibahas

dalam pembuatan penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009

tantang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Pasal 1 angka 2 UU NO 18/2009 pengertian tentang kesehatan hewan adalah

segala urusan yang berkaitan dengan perawatan hewan,pengobatan hewan,

pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan,

penolakan penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat hewan dan

peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan. Dan dalam angka 4 ditentukan

bahwa “hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau

seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksudtertentu”. Dimana pengertian

kesejahteraan hewan dalam Pasal 1 angka 42 ditentukan bahwa “kesejahteraan

hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan fisik dan mental

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu diterapkan dan

ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang yang tidak layak

terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.

Sedangkan, dalam Bab IV bagian kedua mengenai kesejahteraan hewan

diatur pada Pasal 66 yang menentukan:

Pasal 66 ayat (1) ditentukan bahwa “Untuk kepentingan kesejahteraan hewan

dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan;

penempatan dan pengandangan; pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan;

pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan pengayoman yang wajar

terhadap hewan”. Dalam ayat (2) huruf c ditentukan bahwa “Pemeliharaan,

pengamanan, perawatan, dan pengayoman hewan dilakukan dengan sebaik-

baiknya sehingga hewan bebas dari rasa lapar dan haus, rasa sakit, penganiyaan

dan penyalahgunaan, serta rasa takut, dan tertekan. Huruf gditentukan bahwa

“Perlakuan terhadap hewan harus dihindari dari tindakan penganiyaan dan

penyalahgunaan”.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai

penganiayaan hewan diatur dalam Pasal 302 menentukan bahwa:

(1) Dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda

paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan

penganiayaan ringan terhadap hewan;

1. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas,

dengan sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan

kesehatannya;

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

2. Barangsiapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas

yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak

memberi makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang

seluruhnya atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada bahwa

pengawasannya, atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya.

(2)Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, atau cacat atau

menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda

paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

(3) Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu dapat dirampas.

(4) Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak dipidana.

Dalam Perkembangan dunia saat ini menuntut penerapan kaidah-kaidah

kesejahteraan hewan di hampir setiap bidangseperti: produksi pangan, pertanian,

perdagangan, transportasi, konservasi satwa liar, penanganan penyakit, akrobat,

sirkus, dan lain sebagainya. Memang kesejahteraan hewan merupakan persoalan

sosial kompleks dengan banyak sisi, baik itu ilmu pengetahuan, ekonomi, agama,

maupun budaya.

Namun, dari kaca mata hukum di banyak negara, binatang bisa menjadi hak

milik seseorang atau bukan hak milik siapa pun. Pada era modern, hewan

diperlakukan sebagai subyek hukum, meskipun hewan tidak bisa menggugat

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

ataupun membela diri sendiri. Manusia mendominasi mahluk lain dan alam

sekitar dengan akal budinya, sehingga secara hukum hewan dibela oleh manusia7.

Dalam pengertian tindak pidana penganiayaan adalah suatu perbuatan yang

dilakukan dengan sengaja yang ditujukan untuk menimbulkan rasa sakit atau luka

pada tubuh, yang akibat mana semata-mata merupkan tujuan si penindak.8 Unsur-

unsur yang harus dipenuhi dalam tindak pidana penganiayaan terhadap hewan

adalah “barangsiapa adalah setiap subyek hukum dengan sengaja menyakiti,

melukai, atau merusak kesehatan hewan dan perbuatan itu dilakukan tidak dengan

maksud yang pantas atau melawati batas yang diizinkan.Dalam hal ini tampak

jelas bahwa pengaturan mengenai kejahatan terhadap hewan yang dilakukan oleh

setiap orangdilarang untuk menyakiti, melukai, atau dengan merusak kesehatan

hewan yang tidak sesuai dengan peruntukan atau kegunaan hewan dan/atau

melewati batas yang diizinkan serta memiliki sanksi pidana bagi yang melanggar

ketentuan tersebut.

Kecuali pemotongan dan pembunuhan ialah mendapatkan izin dari pihak

yang berwenang, dimana dalam hal ini diatur dalam UU RI NO. 18/2009 pada

Pasal 61 ayat (1) pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus:

a. dilakukan dirumah potong; dan

b. mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah kesehatan

masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.

7Kesehatan Hewan Indonesia, Pasal Pidana Penganiayaan Hewan, URL :

http://tatavetblog.blogspot.com/2013/08/pasal-pidana-penganiayaan-hewan.html , diakses tanggal

5 Maret 2015. 8Adami Chazawi, 2000, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, Raja Grafindo Persada,

Jakarta,h. 12.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

Dalam ayat (2) ditentukan bahwa: dalam rangka menjamin ketentraman batin

masyarakat, pemotongan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

harus memperhatikan kaidah agama dan unsur kepercayaan yang dianut

masyarakat. Pada ayat (4) ditentukan bahwa: ketentuan mengenai pemotongan

sebagaimana yang dimaksudayat (1) huruf a dekecualikan bagi pemotongan untuk

kepentingan hari besar keagamaan, upacara adat, dan pemotongan darurat.

Jadi jelas bahwa penganiayaan terhadap hewan yang dilakukan oleh setiap

orangharus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Apabila

terdapat pelaku yang melakukan penganiayaan terhadap hewan maka dapat

dikenakan sanksi pidana. Berkaitannya dengan judul skripsi yang ditulis

yaitu:“Pertangguang Jawaban Pidana Penganiayaan Terhadap Hewan Ditinjau

dari UU NO 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan hewan dan KUHP”,

maka kiranya juga perlu dijelaskan menegenai pengertian dari pada pertanggung

jawaban pidana itu sendiri.Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika

sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana, mengenai hal ini juga ada

dasar yang pokok, yaitu: asas legalitas (Principle of legality), asas yang

menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana

jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan. Biasanya ini

dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege

(tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu). Moeljatno

mengatakan, “orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana)

kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian,

pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada dilakukannya tindak

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

pidana. Pertanggungjawaban pidana hanya akan terjadi jika sebelumnya telah ada

seseorang yang melakukan tindak pidana.9

Dalam penelitian ini penulis juga menekankan pada penerapan sanksi yang

menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi di dalam pertanggungjawaban

pidana penganiayaan terhadap hewan, teori-teori yang mendukung yaitu teori

pertanggungjawaban pidana dan teori tujuan pemidanaan.

1) Teori Pertanggungjawaban Pidana

Dasar dari pertanggungjawaban pidana adalah kesalahan yang

terdapat 4 unsur-unsurnya yaitu:

1. Melakukan perbuatan pidana;

2. Mampu bertanggungjawab;

3. Dengan kesengajaan atau kealpaan;

4. Tidak adanya alasan pemaaf.

Pertanggungjawaban pidana merupakan menjurus kepada

pemidanaan pelaku yang telah melakukan suatu tindak pidana dan

memenuhi unsur-unsur tindak pidana serta memenuhi unsur-unsur yang

telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan

yang terlarang, diminta pertanggungjawaban apabila perbuatan tersebut

melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka

hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang dapat dimintai

pertanggungjawaban.

9Chairul Huda, 2006, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Kencana, h.19.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

2) Teori Tujuan Pemidanaan

Ada beberapa teori tujuan pemidanaan yang dapat digunakan sebagai

landasan dalam penerapan sanksi pidana yakni terdapat 3 (tiga) teori

sebagai berikut:

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (absolute/vergeldings

theorieen);

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (utilitarian theory);

3. Teori Gabungan (verenegings theorieen).

Masing-masing teori yang disebutkan diatasmemiliki alasan atau

dasar penjatuhan pidana yang berbeda-beda yaitu:

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan (absolute/vergeldings theorieen)

Meneurut teori ini, “tujuan pembalasan (revenge) disebut juga sebagai

tujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri

maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban kejahatan”.

Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1984:10, mengatakan

penjatuhan pidana itu dibenarkan semata-mata karena orang telah

melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana.

Beberapa pakar penganut teori ini, antara lain:

a. Immanuel kant

Immanuel kant berpendapat bahwa kejahatan itu mengakibatkan

ketidakadilan kepada orang lain, maka harus dibalas pula dengan

ketidakadilan yang berupa pidana kepada penjahatnya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

b. Hegel

“Hukum atau keadilan itu, merupakan kenyataan kemerdekaan.

Sehubungan dengan itu maka kejahatan merupakan ketidakadilan

(onrecht) yang berarti merupakan tantangan terhadap hukum dan

keadilan.

c. Hebart

Berpendapat bahwa kejahatan itu menimbulkan ketidak puasan kepada

masyarakat. Untuk melenyapkan ketidakpuasan masyarakat tersebut,

orang yang menimbulkan ketidakpuasan tadi (si penjahatnya) harus

dijatuhi pidana.

2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (utilitarian theory)

Teori ini mencari dasar hukum pidana dalam menyelenggarakan tertib

masyarakat dan akibatnya, tujuan pidana untuk prevensi terjadinya

kejahatan. Tujuan pidana adalah untuk mencegah kejahatan yang

dapat dibedakan atas:

a) Pencegahan umum (generale preventie), bahwa pidana itu

dimaksudkan untuk mencegah setiap orang yang akan

melakukan kejahatan.

b) Pencegahan khusus (speciale preventie), bahwa pidana itu

dimaksudkan agar orang yang telah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatan.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

3. Teori Gabungan (verenegings theorieen)

Pada dasarnya teori gabungan ini adalah gabungan antara teori absolut

atau teori pembalasan denagn teori relatif atau teori tujuan. Jadi, dasar

pembenaran pidana dari teori gabungan adalah meliputi dasar

pembenaran pidana dari teori pembalasan atau teori tujuan yaitu baik

terletak pada kejahatanya maupun pada tujuan pidananya10

.

Dengan melihatteori diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pemidanaan

adalah untuk menjerakan penjahat, membuat tak berdaya lagi si penjahat dan

memperbaiki pribadi si penjahat. Pada hakekatnya ketiga hal tersebut haruslah

membentuk suatu sinkronisasi yang dapat saling mendukung sata sama lain

sehingga nantinya selain dapat memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan

juga dapat memperbaiki mental para pelaku kejahatan agar dikemudian hari dalam

masyarakat tidak mengulangi kejahatannya tersebut sehingga dapat menjadi orang

yang berguna dalam masyarakat. Sinkronisasi ketiga tujuan pemidanaan itulah

yang menjadi dasar diadakannya sanksi pidana.

1.8 Metode Penelitian

Metodelogi mempunyai beberapa pengertian, yaitu: logika dari penelitian

ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, dan suatu sistem dari

prosedur dan teknik penelitian. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa metode

penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi serta seni. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk

10

Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Cetakan ke-1,

Alfabeta, Bandung, h. 53.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

mengungkapkan kebenaran secara sistimatis, metodelogis, konsisten. Adapun

metode penelitian yang digunakan yaitu:

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif

yakni hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan

perundang-undangan (law in books) atau hukum dikosepkan sebagai

kaidah atau norma yang merupakan patokan berprilaku manusia yang

dianggap pantas.11

Yang mana dalam hal ini hukum di konsepkan dalam

peraturan perundang-undangan sebagai norma yang harus

memperhatikan kesejahteraan hewan yang perlu diterapkan dan

ditegakkan untuk melindunggi hewan dari perlakuan setiap orang yang

tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.

b. Jenis Pendekatan

Adapun jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan fakta (the fact approach) dan pendekatan perundang-

undangan (the statute approach). Pendekatan fakta (the fact approach)

adalah fakta-fakta yang terdapat dilapangan yang diamati dan

dikumpulkan secara metodis kemudian dijadikan bahan untuk menunjang

penelitian.

Sedangkan, pendekatan perundang-undangan (the statute approach)

adalah menelaah undang-undang, memahami hierarki dan asas-asas

dalam peraturan perundang-undangan. Bahwapendekatan perundang-

11

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum ,

Cetakan Ke-6, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.118.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

undangan berupa legislasi dan regulasi yang dibentuk oleh lembaga

negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.12

c. Sumber Bahan Hukum

Karena penelitian ini merupakan penelitian normatif, maka sumber

bahan hukum yang digunakan dalam pembuatan laporan ini adalah

sumber bahan hukum sekunder yang berupa bahan hukum, yang terdiri

atas:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan

terdiri dari:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009

Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

d) Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 95 Tahun

2012 Tentang Kesehatan Masyarakat Veterriner dan

Kesejahteraan Hewan.

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

meneganai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder dalam

laporan ini terdiri atas buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum, karya

tulis hukum, dan materi-materi yang dapat diunduh dan diakses

melalui internet yang berkaitan dengan rumusan masalah.

12

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, h. 97.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum tersier dalam laporan ini terdiri atas Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, dan Ensiklopedia.

d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dalam penelitan

ini adalah teknik studi dokumen, yaitu mengutip secara langsung dari

literatur-literatur, dan perundang-undangan, serta analisis contoh-contoh

kasus yang ada, disertai dengan merumuskan inti sari dari bahan-bahan

pustaka dengan permasalahan penelitian.

e. Teknik Analisis

Teknik analisis merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan bahan hukum

yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya.

Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan hukum

terkumpul dapat digunakan berbagai teknik analisis. Teknik analisis yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskripsi, teknik evaluasi,

dan teknik argumentasi.

Teknik deskripsi yaitu dengan memaparkan bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder apa adanya, yang mana nantinya dari uraian

tersebut akan digunakan untuk menjawab permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau

tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - IMISSU Single Sign ... I.pdf · sosial masyarakat, ... 1.3 Ruang Lingkup Masalah ... pertanggung jawaban pidana penganiayaan terhadap hewan

oleh penelitian terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan

norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun

dalam bahan hukum sekunder. Dan teknik argumentasi tidak bisa

dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada

alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan

permasalahan hukum makin banyak argument makin menunjukkan

kedalaman penalaran hukum.