Pembunuhan Dan Penganiayaan
-
Upload
wenny-fonda-l -
Category
Documents
-
view
200 -
download
8
Transcript of Pembunuhan Dan Penganiayaan
I
PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran forensik, disebut juga ilmu kedokteran kehakiman, merupakan salah satu mata ajaran
wajib dalam rangkaian pendidikan kedokteran di Indonesia, dimana peraturan perundangan
mewajibkan setiap dokter baik dokter, dokter spesialis kedokteran forensik, spesialis klinik untuk
membantu melaksanakan pemeriksaan kedokteran forensik bagi kepentingan peradilan bilamana
diminta oleh polisi penyidik.
Ilmu Kedokteran Forensik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum. Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan
suatu usaha ilmiah, dan bukan sekedar common sense, nonscientific belaka. Dengan demikian, dalam
penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan
pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat diperlukan.1
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal sudah mulai eksis sejak Stovia pada tahun
1920-an ( dulu bernama Bagian Ilmu Kedokteran Kehakiman ) yang ditekuni oleh dr. H. J. F. Roll yang
kemudian menerbitkan buku leerbook der Gerechtelick Geneeskunde. Pada tahun berikutnya, tercatat
nama Prof. Sutomo Tjokronegoro, yang juga berkarya di bagian Patologi, melanjutkan pekerjaan di
bagian Kedokteran Kehakiman.
Pada tahun 1948, didirikan Lembaga Kriminologi yang dimaksud untuk member pelayanan keadilan
secara terpadu. Lembaga kriminologi ini terdiri dari unsur kriminologi, kedokteran dan hukum yang
secara struktural berdiri dibawah Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Kemasyarakatan. Baru
kemudian pada tahun 1978 lembaga kriminologi ini berdiri sendiri sebagai organ rektorat dan pada
tahun 1985 berubah nama menjadi Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, dan pada
perkembangan lebih lanjut diletakkan dibawah Lembaga Pengabdian pada Masyarakat Universitas
Indonesia
1
II
PEMBAHASAN
1. Aspek Hukum dan Medikolegal
1.1 Prosedur Medikolegal
Dalam menangani berbagai kasus yang menyangkut tubuh dan jiwa manusia, seorang dokter dapat
mempunyai peranan ganda yaitu peranan pertama adalah sebagai ahli klinik sedangkan peran kedua
adalah sebagai ahli forensik yang bertugas membantu proses peradilan.
Kewajiban dokter untuk melakukan pemeriksaan kedokteran forensik ke atas korban apabila diminta
secara resmi oleh penyidik (polisi) dan jika menolak untuk melakukan pemeriksaan forensik tersebut di
atas dapat dikenai pidana penjara, selama-lamanya 9 bulan.
1.1.1 Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 133 KUHAP (mengatur kewajiban dokter untuk membuat Keterangan Ahli)
1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang
mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau
ahli lainnya.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang
dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan
atau pemeriksaan bedah mayat.
3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus
diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label
yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki
atau bagian lain badan mayat.
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan
keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.
Pasal 134 KUHAP
1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak mungkin lagi
dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga korban.
2
2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang maksud dan
tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang perlu
diberitahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179 KUHAP
1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli
lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan
keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan
memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya menurut pengetahuan dalam
bidang keahliannya.
1.1.2 Hak Menolak Menjadi Saksi/Ahli
Pasal 120 KUHAP
1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus.
2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa ia akan
memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan
karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan ia menyimpan rahasia
dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
1.1.3 Bentuk Bantuan Dokter bagi Peradilan dan Manfaatnya
Pasal 184 KUHAP
1) Alat bukti yang sah adalah:
a. Keterangan saksi
b. Keterangan ahli
c. Surat
d. Petunjuk
e. Keterangan terdakwa
2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.
Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.
3
Penjelasan Pasal 186 KUHAP
Keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut
umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia
menerima jabatan atau pekerjaan.
Pasal 187 KUHAP
Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah, adalah:
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang
atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang
didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang
keterangannya itu.
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat
oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang menjadi tanggungjawabnya
dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai
sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya.
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang
lain.
Pasal 65 KUHAP
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
mempunyai keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
1.1.4 Sangsi bagi Pelanggar Kewajiban Dokter
Pasal 216 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut
undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan
tugasnya. Demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana;
demikian pula barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan
tindakan guna menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan
dua minggu atau denda paling banyak Sembilan ribu rupiah.
2) Disamakan dengan pejabat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan undang-undang
terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas menjalankan jabatan umum.
3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang
menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya dapat ditambah sepertiga.
4
Pasal 222 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan pemeriksaan mayat
untuk pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 224 KUHP
Barangsiapa yang dipanggil menurut undang-undang untuk menjadi saksi, ahli atau juru bahasa, dengan
sengaja tidak melakukan suatu kewajiban yang menurut undang-undang ia harus melakukannya:
1. Dalam perkara pidana dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 bulan.
Pasal 522 KUHP
Barangsiapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa, tidak dating secara
melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak Sembilan ratus rupiah.
1.1.5 Rahasia Jabatan dan Pembuatan SKA/ V et R
Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 1960 tentang lafal sumpah dokter
Saya bersumpah/berjanji bahwa:
Saya akan membuktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan
Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat
pekerjaan saya.
Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur kedokteran.
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dank arena keilmuan
saya sebagai dokter…..dst.
Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran
Pasal 1 PP No 10/1966
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang tersebut
dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas
pengaduan orang itu.
5
1.1.6 Bedah Mayat Klinis, Anatomis dan Transplantasi
Pasal 2 PP No 18/1981
Bedah mayat klinis hanya boleh dilakukan dalam keadaan sebagai berikut:
a. Dengan persetujuan tertulis penderita dan atau keluarganya yang terdekat setelah penderita
meninggal dunia, apabila sebab kematiannya belum dapat ditentukan dengan pasti;
b. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila di duga penderita
menderita penyakit yang dapat membahayakan orang atau masyarakat sekitarnya;
c. Tanpa persetujuan penderita atau keluarganya yang terdekat, apabila dalam jangka waktu 2 x 24
(dua kaii duapuluh empat) jam tidak ada keluarga terdekat dari yang meninggal dunia datang ke
rumah sakit.
Pasal 70 UU Kesehatan
(2) Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku dalam masyarakat.
1.2 Aspek Hukum
Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Profesi Dokter
1.2.1 Kejahatan terhadap Tubuh dan Jiwa Manusia
Mencakup antara lain:
i. Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
ii. Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali
atau yang menimbulkan bahaya maut.
2) Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian.
3) Kehilangan salah satu pancaindra.
4) Mendapat cacat berat.
5) Menderita sakit lumpuh.
6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
iii. Pasal 338 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan, dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
iv. Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau untuk
6
melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun
untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
v. Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh lima tahun.
vi. Pasal 351 KUHP
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau
pidana denda paling banyak 4500 rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
vii. Hooge Raad 25 Juni 1894
Menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka.
Kesengajaan ini harus dituduhkan dalam surat tuduhan.
viii. HR 21 Oktober 1935
Kesengajaan harus ditujukan untuk menimbulkan luka pada badan atau terhadap kesehatan.
Dalam hal ini dalam surat tuduhan cukup dengan menyatakan ada “penganiayaan”. Ini bukan saja
merupakan suatu kualifikasi akan tetapi juga suatu pengertian yang nyata.
ix. HR 8 April 1929
Adalah cukup bahwa terdapat suatu hubungan sebab akibat antara penganiayaan dan adanya
luka-luka berat. Tidaklah menjadi persoalan bahwa dalam keadaan normal akibatnya tidaklah
demikian.
x. Pasal 352 KUHP
1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja
padanya atau menjadi bawahannya.
2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
7
xi. Pasal 353 KUHP
1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4
tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
3) Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama 9 tahun.
xii. Pasal 354 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun.
xiii. Pasal 355 KUHP
1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama
15 tahun.
xiv. Pasal 356 KUHP
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:
1) Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya, menurut undang-undang,
isterinya atau anaknya.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan
tugasnya yang sah.
3) Jika kejahatan dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau
kesehatan untuk dimakan atau diminum. 2
2. Pemeriksaan Medis di Bidang Tanatologi
2.1 Tanda kematian tidak pasti
1. Pernafasan berhenti, dinilai lebih dari 10 menit
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai lebih dari 15 menit, nadi karotis tidak teraba
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea
8
2.2 Tanda kematian pasti
1. Lebam mayat (livor mortis). Setelah kematian klinis maka eritrosit akan menempati bagian
terbawah akibat gaya tarik bumi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu
pada bagian terbawah tubuh kecuali pada bagian yang tertekan alas keras. Lebam mayat biasanya
akan mulai tampak pada 20-30 menit pasca mati, makin lama intensitas makin bertambah dan
menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12 jam. Sebelum waktu ini, lebam mayat masih bisa
memucat pada penekanan dan berpindah jika posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih
cepat dan sempurna apabila penekanan atau perubahan posisi tubuh tersebut dilakukan dalam 6
jam pertama setelah mati klinis. Tetapi walaupun setelah 24 jam, darah masih dapat mengalir dan
membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru. Lebam mayat digunakan sebagai tanda
pasti kematian dan memperkirakan sebab kematian, karena pada keracunan zat-zat tertentu akan
muncul warna lebam yang berbeda.
2. Kaku mayat (rigor mortis). Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat
mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot kecil) ke arah
dalam. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan selama 12 jam dan
kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku
mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan
otot-otot kecil dan suhu lingkungan yang tinggi.
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Grafik penurunan suhu tubuh ini hampir berbentuk kurva
sigmoid. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaban udara,
bentuk tubuh, posisi tubuh, pakaian. Selain itu suhu saat mati perlu untuk perkiraan saat
kematian. Penurunan suhu yang cepat pada suhu keliling yang rendah, lingkungan berangin
dengan kelembababn rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian atau
berpakaian tipis, dan pada umumnya orang tua serta anak kecil. Penurunan suhu biasa ditentukan
dengan rumus Marshall Hoare dengan penurunan 0.55 derajat celcius pada 3 jam pertama, 1.1
derajat celcius pada 6 jam berikutnya, dan kira-kira 0.8 derajat celcius pada periode selanjutnya.
Hal ini ditentukan dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang
sama (minimal 15 menit).
4. Pembusukan. Baru terjadi kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut kanan
bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta terletak dekat
dengan dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin.
Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, dan bau
busukpun mulai tercium. Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca
mati, terutama bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang
pengerat khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi. Larva lalat akan muncul
9
setelah pembentukan gas pembusukan nyata. Sekitar 36-48 jam pasca mati. Telur lalat akan
muncul dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan mengukur panjang larva, maka
dapat diketahui usia larva tersebut,yang dapat digunakan sebagai asumsi bahwa lalat biasanya
secepatnya meletakkan telur seetlah seseorang meninggal. Perbandingan kecepatan pembusukan
mayat yang berada pada tanah : air : udara adalah 1 : 2: 8.
5. Adiposera. Terbentuknya bahan yang berwarna keputihan lunak dan berminyak serta berbau
tengik. Faktor-faktor yang mempermudah adiposera adalah kelembaban dan lemak tubuh yang
cukup, sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir yang membuang elektrolit. Udara
yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat mempercepat. Invasi
bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan memepercepat pembentukannya.
6. Mumifikasi. Adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga
terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Jaringan
berubah menjadi keras dan kering, gelap, berkeriput, dan tidak membusuk karena kuman tidak
dapat berkembang pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi pada suhu hangat,
kelembaban rendah, aliran udara yang baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14
minggu).
2.3 Perkiraan Saat kematian
Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk
memperkirakan saat mati.
1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea
akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea.
Kekeruhan kornea yang menetap terjadi sejak kira-kira 6 jam pasca mati. Baik dalam keadaan
mata terbuka dan tertutup, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam
beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas. Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat
hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30 menit pasca mati tampak ekekruahn makula dan mulai
memucatnya diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya
tidak tajam lagi. 2 jam pasca mati retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. 3 jam
pasca mati menjadi kabur dan seterusnya menjadi homogen dan pucat.
2. Perubahan pada lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak
dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu kematian, hanya saja dapat memberi
info mengenai makanan apa yang terakhir dikonsumsi.
3. Perubahan rambut, dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut sekitar 0.4mm/hari.
4. Pertumbuhan kuku sekitar 0.1 mm/hari.
10
5. Perubahan dalam cairan serebrospinal dimana kadar asam amino kurang dari 14mg% menunjukan
kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non protein kurang dari 80mg% menunjukan
kematian belum 24 jam, dan bila kadar kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing
menunjukkan kematian belum 10 dan 30 jam.
6. Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk mengukur 24
hingga 100 jam pasca kematian.
3. Intepretasi Temuan
Pada kematian akibat kekerasan, pemeriksaan terhadap luka harus dapat mengungkapkan berbagai hal
tersebut di bawah ini:
a. Penyebab luka
Dengan memperhatikan morfologi luka, kekerasan penyebab luka dapat ditentukan. Pada kasus
tertentu, gambaran luka seringkali dapat memberi petunjuk mengenai bentuk benda yang
mengenai tubuh.
b. Arah kekerasan
Pada luka lecet jenis geser dan luka robek, arah kekerasan dapat ditentukan.
c. Cara terjadinya luka
Yang dimaksudkan cara terjadinya luka adalah apakah luka yang ditemukan terjadi sebagai akibat
kecelakaan pembunuhan atau bunuh diri.
Luka akibat kecelakaan biasanya ditemukan pada bagian tubuh yang terbuka. Bagian tubuh yang
biasanya terlindung jarang mendapat luka suatu kecelakaan. Daerah terlindung ini misalkan
daerah ketiak, daerah sisi depan leher, daerah lipat siku dan sebagainya.
Luka akibat pembunuhan dapat ditemukan tersebar pada seluruh bagian tubuh. Pada korban
pembunuhan yang sempat mengadakan perlawanan, dapat ditemukan luka tangkis yang biasanya
terdapat pada daerah ekstensi lengan bawah atau telapak tangan.
Pada korban bunuh diri biasanya menunjukkan sifat luka percobaan yang mengelompok dan
berjalan kurang lebih sejajar.
d. Hubungan antara luka yang ditemukan dengan sebab mati
Harus dapat dibuktikan bahwa terjadinya kematian semata-mata disebabkan oleh kekerasan yang
menyebabkan luka. Untuk itu pertama-tama harus dapat dibuktikan bahwa luka yang ditemukan
adalah luka yang terjadi semasa korban hidup (luka intravital). Untuk ini, tanda intravitalitas luka
berupa reaksi jaringan terhadap luka perlu mendapat perhatian. Tanda intravitalitas luka dapat
bervariasi dan ditemukannya resapan darah, terdapatnya proses penyembuhan luka, sebukan sel
11
radang, pemeriksaan histoensimatik sampai pemeriksaan kadar histamin bebas dan serotonin
jaringan.
Sekiranya disamping luka, ditemukan pula keadaan patologik lain, misalkan penyakit tertentu, maka
haruslah dapat diyakinkan bahwa kelainan yang lain tidaklah merupakan penyebab kematian. 3
3.1 Sebab Mati dan Cara Mati
3.1.1 Kematian akibat asfiksia mekanik
Asfiksia adalah keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan,
mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan peningkatan karbondioksida. Dengan demikian
organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang memasuki saluran
pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya :
- Penutupan lubang saluran pernafasan atas :
Pembekapan (smothering)
Penyumbatan (gagging and choking)
- Penekanan dinding saluran pernafasan
Penjeratan (strangulation)
Pencekikan (manual strangulation, throttling)
Gantung (hanging)
- Penekanan dinding dada bagian luar (asfiksia traumatik)
- Saluran nafas terisi air (drowning)
Pada orang asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan dalam 4 fase yaitu :
1. Fase dispnea. Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernafasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi pernafasan
akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-tanda sianosis
terutama pada muka dan tangan.
2. Fase konvulsi. Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf
pusat sehingga terjadi konvulsi, yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi kemudian menjadi
kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung
menurun, tekanan darah juga menurun. Efek ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi
dalam otak akibat kekurangan O2.
12
3. Fase apnea. Depresi pusat pernafasan menjadi lebih hebat, pernafasan melemah dan dapat
berhenti. Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan
sperma, urin dan tinja.
4. Fase akhir. Terjadi paralisis pusat pernafasan yang lengkap. Pernafasan berhenti setelah kontraksi
otomatis otot pernafasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah
pernafasan berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5
menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen,
bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap. 4
3.1.2 Penjeratan (strangulation)
Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang, rantai, stagen, kawat, kabel, kaos
kaki, dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat sehingga saluran nafas
tertutup.Berbeda dengan gantung diri yang biasanya merupakan suicide maka penjeratan adalah
pembunuhan.Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau refleks vasovagal.
Pada gantung diri, semua arteri di leher mungkin tertekan, sedangkan pada penjeratan arteri vertebralis
biasanya tetap paten. Hal ini disebabkan oleh karena kekuatan atau beban yang menekan pada penjeratan
biasanya tidak besar.Jerat. Bila jerat masih ditemukan melingkari leher, maka jerat tersebut harus
disimpan dengan baik sebab merupakan benda bukti dan dapat diserahkan kepada penyidik bersama-
sama dengan visum et repertumnya.
Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup dan simpul mati. Simpul harus diamankan dengan
melakukan pengikatan dengan benang agar tidak berubah pada waktu mengangkat jerat. Untuk
melepaskan jerat dari leher, jerat harus digunting serong pada tempat yang berlawanan dari letak simpul,
sehingga dapat direkonstruksikan kembali di kemudian hari. Kedua ujung jerat harus diikat sehingga
bentuknya tidak berubah. Jejas jerat pada leher biasanya mendatar, melingkari leher dan terdapat lebih
rendah daripada jejas jerat pada kasus gantung. Jejas biasanya terletak setinggi atau di bawah rawan
gondok.
Keadaan jejas jerat pada leher bervariasi. Bila jerat lunak dan lebar seperti handuk atau selendang sutera,
maka jejas mungkin tidak dapat ditemukan dan pada otot-otot leher sebelah dalam dapat atau tidak
ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaus kaki nylon akan meninggalkan jejas dengan
lebar tidak lebih dari 2-3 mm.
13
Pola jejas dapat dilihat dengan menempelkan scotch tape pada daerah jejas di leher, kemudian
ditempelkan pada kaca obyek dan dilihat dengan mikroskop atau dengan sinar ultra violet.
Cara kematian dapat berupa :
1. Bunuh diri (self strangulation). Hal ini jarang dan menyulitkan diagnosis. Pengikatan dilakukan
sendiri oleh korban, dapat dengan simpul hidup atau bahan hanya dililitkan saja, dengan jumlah
lilitan lebih dari satu.
2. Pembunuhan. Pengikatan biasanya dengan simpul mati dan sering terlihat bekas luka pada leher.
Kecelakaan. Dapat terjadi pada orang yang sedang bekerja dengan selendang di leher dan tertarik masuk
ke mesin.3
4. Pemeriksaan Jenazah
4.1 Pemeriksaan Luar Jenazah
Pemeriksaan luar dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku. Perbendungan sistemik
maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.
Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat
kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah
mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya proses kematian.
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernafasan pada
fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran nafas bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat
dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi dan palpebra
yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam
vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang
terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik pendarahan yang dinamakan Tardieu’s spot.
Kapiler yang mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi,
palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah. 4
4.2 Pemeriksaan Bedah Jenazah
Kelainan yang umum ditemukan pada pembedahan jenazah korban mati akibat asfiksi adalah:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat pasca mati.
2. Busa halus di dalam saluran pernafasan
14
3. Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat, berwarna
lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
4. Ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung
daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika
dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa
epiglotis dan daerah sub-glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung atau tidak
langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid.3,4
5. Pemeriksaan Laboratorium Forensik
5.1 Pemeriksaan Darah
Tujuan utama pemeriksaan darah forensik adalah untuk membantu identifikasi pemilik darah tersebut,
dengan membandingkan bercak darah yang ditemukan di TKP pada obyek tertentu, manusia dan
pakaiannya dengan darah korban atau darah tersangka pelaku kejahatan.
Pemeriksaan darah yang biasa dilakukan :
- Pemeriksaan mikroskopik
- Pemeriksaan kimiawi
o Pemeriksaan penyaring darah
o Pemeriksaan penentuan darah
Reaksi Teichman
Reaksi Wagenaar
Spektroskopik
o Pemeriksaan serologik
o Penentuan spesies
o Penentuan golongan darah
5.2 Pemeriksaan Rambut
Membantu penentuan identitas seseorang, menunjukkan keterkaitan antara seseorang yang dicurigai
dengan suatu peristiwa kejahatan tertentu, antara korban dengan sengaja atau antara korban dengan
kendaraan yang dicurigai.
Pemeriksaan meliputi :
15
- Pemeriksaan makroskopik
o Warna, bentuk, panjang
- Pemeriksaan mikroskopik
6. Identifikasi Forensik
Merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan identitas
seseorang. Hal ini sangat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam
proses peradilan.
6.1 Pemeriksaan sidik jari
Metode ini membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data jari ante mortem. Sampai
saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya
untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang
sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya melakukan
pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantung plastik.
6.2 Metode Visual
Metode ini dilakukan dengan ara memperhatikan jenazah pada orang-orang yangmerasa
kehilangan anggota keluarga atau temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum
membusuk sehingga masih mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu
orang. Hal ini perlu diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turutberperan
untuk membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitasjenazah.
6.3 Pemeriksaan dokumen
Dokumen seperti kartu identifikasi (KTP, SIM, Paspor dsb) yang kebetulan dijumpai dalam saku
pakaian yang dikenakan akan sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat bahwa
dalam kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang berada dekat
jenazah belum tentu adalah milik jenazah yang bersangkutan
6.4 Pemeriksaan pakaian dan perhiasan
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau nama
pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge, yang semuanya dapat membantu identifikasi
walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut. Khusus anggota ABRI, masalah
identifikasi dipermudah dengan adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang
dipakainya
6.5 Identifikasi medik
Metode ini menggunakan data tinggi badan, berat badan, warna rambut, warna mata,
caat/kelainan khusus, tatu(rajah). Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh
16
seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-
X), sehingga ketepatannya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangkapun masih dapat
diakukan metode identifikasi ini. Melalui metode ini, diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tinggi bada, kelainan pada tulang dan sebagainya
6.6 Pemeriksaan gigi
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (odontogram) dan rahang yang dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang.
Odontogram memuat data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi dan
sebagainya. Seperti halnya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.
Dengan demikian, dapat dilakukan identifikasi dengan cara membandingkan data temuan dengan
data perbandingan ante mortem.
6.7 Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologik bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah. Penentuan
golongan darah pada jenazah yang telah membusuk dapat dilakukan dengan memeriksa rambut,
kuku dan tulang.
6.8 Metode ekslusi
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat
diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya. Bila
sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode-metode
identifikasi lain, sedangkan identifikasi sisa korban tidak dapat ditentukan dengan metode-metode
tersebut di atas, maka sisa korban diidentifikasi menurut daftar penumpang.4
7. Tempat Kejadian Perkara (TKP)
Adalah tempat ditemukannya benda bukti dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang
diduga kejahatan menurut suatu kesaksian. Meskipun kelak terbukti bahwa di tempat tersebut tidak
pernah terjadi suatu tindak pidana, tempat tersebut tetap disebut TKP. Peranan dokter pada TKP adalah
membantu penyidik dalam mengungkapkan kasusnya dari sudut kedokteran forensik.
Dasar pemeriksaan adalah hexameter yaitu menjawab 6 pertanyaan: apa yang terjadi, siapa yang
tersangkut, di mana dan kapan terjadi, bagaimana dan dengan apa terjadinya, serta mengapa peristiwa
dapat terjadi.
Cara kematian memang tidak selalu mudah diperkirakan, sehingga dalam hal ini penyidik menganut azas
bahwa segala yang diragukan harus dianggap mengarah ke adanya tindak pidana lebih dahulu sebelum
nanti dapat dibuktikan ketidakbenarannya
17
Pemeriksaan dimulai dengan memuat foto dan sketsa TKP, termasuk penjelasan mengenai letak dan posisi
korban, benda bukti dan interaksi lingkungan.
Bercak darah yang ditemukan di lantai atau dinding dapat diperkirakan dari vana atau arteri, jatuh dengan
kecepatan atau jatuh bebas, kapan saat perlukaannya, dan dihubungkan dengan perkiraan bagaimana
terjadinya peristiwa.
Semua benda yang ditemukan harus diberi label dengan keterangan jenis benda, lokasi penemuan saat
penemuan dan keterangan lain yang ditemukan. 3
8. Visum et Repertum Pada Jenazah
Pro Justitia
I. Pemeriksaan Luar
1. Mayat tidak terbungkus. ----------------------------------------------------------------------------------------
2. Mayat berpakaian sebagai berikut: --------------------------------------------------------------------------
i. Kaos dalam oblong. ------------------------------------------------------------------------------------------
ii. Celana panjang dengan bagian bawah di gulung hingga setengah tungkai bawah. ---------
3. Pada tubuh terdapat luka-luka sebagai berikut: ----------------------------------------------------------
i. pada daerah ketiak kiri ditemukan luka terbuka, pembuluh darah ketiak tampak putus. -
ii. pada tungkai kanan dan kiri ditemukan luka terbuka akibat benda tajam. --------------------
Kesimpulan
Pada mayat laki-laki ditemukan luka terbuka pada ketiak kiri dan luka beberapa luka terbuka di
tungkai bawah kanan dan kiri akibat kekerasan benda tajam. -------------------------------------------------
Sebab mati orang ini adalah kekerasan tajam pada ketiak kiri yang menyebabkan putusnya
pembuluh darah ketiak kiri. ------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah saya uraikan dengan sebenar-benarnya berdasarkan keilmuan saya yang sebaik-
baiknya mengingat sumpah sesuai dengan KUHAP. --------------------------------------------------------4
III
18
PENUTUP
Kesimpulan
Ilmu Kedokteran Forensik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu
kedokteran untuk kepentingan penegakan hukum. Proses penegakan hukum dan keadilan merupakan
suatu usaha ilmiah, dan bukan sekedar common sense, nonscientific belaka. Dengan demikian, dalam
penegakan keadilan yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia, bantuan dokter dengan
pengetahuan Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal yang dimilikinya amat diperlukan. Seperti khasus
yang dibahas pada makalah ini dimna korban yang ditemukan diduga adalah korban pembunuhan atau
penganiayaan hingga mati. Untuk memastikanya kita dapat melihat beberapa aspek-aspek pentingseperti
aspek hukum dam medikolegal, pemeriksaan tanatologis untuk intepretasi temuan sehingga kita dapat
menyimpulkan saat mati, sebab matidan mungkin cara mati korban.
19
DAFTAR ISI
1. Idries AM, Tjiptomartono. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses penyidikan. Jakarta :
Sagung Seto. 2008
2. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan Perundang-undangan Bidang Kedokteran. Jakarta: FKUI.
1994
3. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: FKUI. 1997
4. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: FKUI. 2000
20