SKRIPSI TINJAUAN KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGANIAYAAN ...
Transcript of SKRIPSI TINJAUAN KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGANIAYAAN ...
SKRIPSI
TINJAUAN KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGANIAYAAN
TERHADAP ANAK DI KOTA MAKASSAR
(Studi Kasus Tahun 2014-2016 di Kota Makassar)
OLEH
ST. FACHRANA SURAEDA
B111 14 307
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
i
HALAMAN JUDUL
TINJAUAN KRIMINOLOGIS KEJAHATAN PENGANIAYAAN
TERHADAP ANAK DI KOTA MAKASSAR
(Studi Kasus Tahun 2014-2016 di Kota Makassar)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Tugas Akhir Dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana Pada Departemen Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
Disusun dan Diajukan Oleh
ST. FACHRANA SURAEDA
B111 14 307
Pada
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
St. Fachrana Suraeda B11114307, Tinjauan Kriminologis Kejahatan Penganiayaan Terhadap Anak di Kota Makassar (Studi Kasus Tahun 2014-2016 di Kota Makassar) dibawah bimbingan bapak Said Karim sebagai pembimbing I dan bapak Amir Ilyas sebagai pembimbing II.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor - faktor apa sajakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana penganiayaan terhadap anak di Kota Makassar dan apa sajakah upaya penanggulangan terjadinya tindak pidana penganiayaan anak.
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Kepolisian Resort kota
Makassar dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar. Penulis memperoleh data dengan melakukan wawancara langsung dengan mengambil data langsung dari Kantor Kepolisian Resort Kota Makassar dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta mengambil data dari kepustakaan yang relevan yaitu literatur, buku-buku serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa
(1) Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penganiayaan terhadap anak yaitu penyebab paling utama adalah faktor ekonomi, penyebab inilah pendorong utama orang tua melakukan penganiayaan terhadap anak dan faktor budaya masyarakat Kota Makassar yang memiliki watak yang keras dalam menyikapi suatu masalah. (2) Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pihak kepolisian yaitu dengan melakukan upaya preventif dengan mengadakan kegiatan keorganisasian dan megubah paradigma atau cara berpikir orang tua untuk tidak memaksa anak melakukan sesuatu yang mereka belum pahami
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
Segala Puji penulis panjatkan hanya untuk Allah SWT. Rasa syukur
yang tiada hingga penulis haturkan kepada-Nya yang telah memberikan
semua yang penulis butuhkan dalam hidup ini. Terima kasih banyak Ya
Allah untuk semua limpahan berkah, rezeki, rahmat, hidayah, kesehatan
yang Engkau titipkan, dan kesempatan yang Engkau berikan kepadaku
untuk menyelesaikan kuliah hingga penyusunan tugas skripsi ini dengan
judul: Tinjauan Kriminologis Kejahatan Penganiayaan Terhadap Anak
di Kota Makassar (Studi Kasus Tahun 2014-2016 di Kota Makassar).
Sholawat dan salam tak lupa penulis ucapkan pada Rasulullah saw.
Semoga cinta dan kasih sayang Sang Pemilik Alam Semesta selalu
tercurah untuk Rasulullah saw beserta seluruh keluarga besarnya, sahabat-
sahabatnya, dan para pengikutnya.
Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan
terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu M.A selaku Rektor
Universitas Hasanuddin, beserta Pembantu Rektor lainnya
2. Ibu Prof. Farida Patittingi, S.H,. M.Hum. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, beserta Pembantu Dekan lainnya;
3. Pembimbing I dan Pembimbing II Penulis, Bapak Prof., Dr.,H. M.
Said Karim, S.H.,M.H.,M.Si.,CLA dan Bapak Dr. Amir Ilyas,
S.H.,M.H. yang telah memberikan tenaga, waktu, dan pikiran,
vii
kesabaran dalam membimbing penulismenyelesaikan skripsi ini,
hingga skripsi ini layak untuk dipertanggungjawabkan.
4. Tim penguji ujian skripsi, Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S, Ibu
Dr. Haerana, S.H., M.H dan Ibu Dr. Dara Indrawati, S.H., M.H.,
yang telah menyempatkan waktunya untuk memeriksa skripsi ini dan
memberikan masukan yang sangat positif kepada penulis sehingga
penulisan skripsi ini menjadi jauh lebih baik.
5. Bapak Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H., M.H, selaku Ketua
Bagian Hukum Pidana Universitas Hasanuddin beserta semua
dosen hukum Pidana, yang telah menyalurkan ilmunya
pengetahuannya kepada penulis sehingga wawasan penulis
bertambah mengenai hukum Pidana.
6. Para Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
yang juga telah menyalurkan ilmunya kepada penulis sehingga
pengetahuan penulis tentang ilmu hukum bertambah.
7. Kepala Unit Perlindungan Anak dan Perempuan Polretabes
Kota Makassar, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan &
Perlindungan Anak Kota Makassar yang telah membantu dan
memberikan data kepada penulis selama proses penelitian.
8. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada kedua orang tua
Bapak IR. Rusdi Muhadir dan Ibu Hj. Iin Joesoef Madjid yang telah
memberikan kasih sayang, doa, dan dukungan yang tak terhingga
kepada penulis.
9. Untuk saudara kembar saya Muh. Fachrin J Rusdi, terima kasih
atas bantuannya dan dukungannya kepada penulis.
10. Terima Kasih Kepada Andi Suharmika, S.H.,yang selalu
membantu, memberikan motivasi, dan memberikan waktunya untuk
membantu mulai dari proposal hingga skripsi penulis.
11. Terima Kasih kepada Teman-teman Majuko Gondrong atas segala
dukungan dan hiburannya, semoga segera mendapatkan gelar S.H.
12. Terima kasih kepada Teman-teman Geng ACP atas segala
dukungan dan bantuannya.
viii
13. Pak Roni, Pak Uli, Kak Anil, dan Kak Tri Dari Akademik FH – UH
terima kasih atas segala bantuannya.
14. Terima Kasih kepada Kakak Mirza, Kakak Gadis, Geby, Mamsus,
Agum, dan Lala atas segala hiburan, motivasi, dan bantuan yang
diberikan kepada penulis.
15. Untuk teman-teman seperjuangan S.H., Nisa, Dilla, Melisa, Atirah,
Tami, Sarah terima kasih atas bantuan dan masukannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritikan yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan
penyempurnaan skripsi ini.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pada umumnya dan hukum pidana
pada khususnya.
Makassar, Januari 2018
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
PENGESAHAN SKRIPSI ..................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI .................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR ............................................................................ vi
DAFTAR ISI ......................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 8
A. Kriminologi ................................................................................. 8
1. Pengertian Kriminologi .............................................................. 8
2. Ruang Lingkup Kriminologi ........................................................ 10
3. Pembagian Kriminologi .............................................................. 12
B. Kejahatan .................................................................................. 14
C. Penganiayaan ........................................................................... 17
1. Pengertian Penganiayaan ......................................................... 17
2. Jenis-Jenis Penganiayaan ......................................................... 20
3. Ketentuan Pidana Penganiayaan Terhadap Anak ..................... 22
D. Anak .......................................................................................... 25
1. Pengertian Anak ........................................................................ 25
2. Hak dan Kewajiban Anak .......................................................... 29
3. Anak Sebagai Korban Kejahatan .............................................. 31
E. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana
Penganiayaan Terhadap Anak ................................................. 33
F. Upaya Penanggulangan Kejahatan ........................................... 39
x
BAB III : METODE PENELITIAN .......................................................... 41
A. Lokasi Penelitian ....................................................................... 41
B. Jenis dan Sumber Data ............................................................. 41
C. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 42
D. Analisis Data ............................................................................. 42
BAB VI : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 44
A. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Tindak Pidana
Penganiayaan Anak di Kota Makassar ...................................... 44
B. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penganiayaan Anak di
Kota Makassar .......................................................................... 52
BAB V : PENUTUP .............................................................................. 55
A. Kesimpulan ................................................................................ 55
B. Saran ......................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945, mengatur setiap tingkah laku warga negaranya tidak terlepas dari
segala peraturan-peraturan yang bersumber dari hukum. Negara hukum
menghendaki agar hukum senantiasa harus ditegakkan, dihormati dan
ditaati oleh siapapun juga tanpa ada pengecualian. Hal ini bertujuan
menciptakan keamanan, ketertiban, kesejahteraan dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan cita-
cita luhur bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan
sebagai sumber harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat
kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar
baik secara rohani, jasmani, dan sosial.
Dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
Anak, secara tegas dinyatakan bahwa anak berhak atas pemeliharaan dan
perlindungan sejak dalam kandungan ibunya. Selain itu anak berhak atas
2
perlindungan terhadap lingkungan hidup yang membahayakan atau
menghambat bagi pertumbuhannya dengan wajar.1
Bagi kehidupan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap tidak
ada akhirnya, perkembangan usia anak yang melewati beberapa fase
tentu harus mendapatkan perhatian dari berbagai pihak khususnya orang
tua. Masa depan bangsa dan Negara dimasa yang akan datang ada
ditangan anak sekarang. Anak adalah tumpuan dan harapan orang tua.
Anak jugalah yang akan menjadi penerus bangsa ini. Sedianya, wajib
dilindungi maupun diberikan kasih sayang. Namun fakta berbicara lain.
Maraknya kasus kekerasan pada anak sejak beberapa tahun ini seolah
membalikkan pendapat bahwa anak perlu dilindungi.Begitu banyak anak
yang menjadi korban kekerasan oleh orang tua, lingkungan maupun
masyarakat dewasa ini.
Kekerasan pada anak (child abuse) diartikan sebagai suatu tindakan
yang dilakukan satu individu terhadap individu lain yang mengakibatkan
gangguan fisik dan/atau mental. Kekerasan pada anak tidak saja
mengakibatkan gangguan fisik dan mental, juga mengakibatkan gangguan
sosial.
1Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia, Bandung, hlm. 1
3
Dalam pasal 66 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menentukan :
“ setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman-hukuman yang tidak manusiawi.”
Pada perkembangan masyarakat di era globalisasi saat ini rupanya
berdampak pula pada dunia kejahatan.Salah satunya yakni, penganiayaan
terhadap anak.Fenomena penganiayaan anak ini tentunya sangat banyak
muncul dikehidupan masyarakat, khususnya di lingkungan sosial
anak.Beragam bentuk penganiayaan yang telah terjadi, seperti misalnya
penganiayaan anak yang dilakukan oleh orang tua.Maraknya perbuatan
orang tua yang melawan hukum, sangat mengganggu kehidupan anak
maupun masyarakat.
Orang tua harus memberikan bimbingan dan binaan yang baik agar
anak bisa tumbuh dan berkembang sebagai anak yang normal dan cerdas
seutuhnya.Terkadang anak mengalami situasi yang sulit karena tidak
mendapatkan bimbingan yang baik, melainkan mendapatkan perlakuan
yang kasar dari orang tuanya.Pada hakikatnya anak tidak dapat
melindungi diri sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan
kerugian mental, fisik, sosial, dalam berbagai bidang kehidupan dan
penghidupan. Anak harus dibantu orang lain dalam melindungi dirinya,
4
mengingat situasi dan kondisinya, khususnya dalam kasus penganiayaan
anak.
Masalah kejahatan ini merupakan masalah abadi dalam kehidupan
umat manusia, karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan
tingkat peradaban umat manusia. Sejarah perkembangan manusia ini
ditandai dengan berbagai usaha manusia untuk mempertahankan
kehidupannya, dimana kekerasan sebagai suatu fenomena dalam usaha
mencapai tujuan.
Oleh karena itu, permasalahan-permasalahan mengenai anak yang
berhadapan dengan hukum harus diselesaikan dengan tepat dalam rangka
melindungi hak-hak anak agar mampu menjadi sumber daya manusia
Indonesia yang berkualitas sebagaimana telah disebutkan.
Masalah kekerasan pada anak, baik secara fisik maupun psikis yang
terjadi memang sangat memprihatinkan, maka dari itu diperlukan upaya
perlindungan anak untuk dilaksanakan sedini mungkin.Bertitik tolak dari
konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
menyebutkan ;2
”Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat
2Lihat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
5
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
Berdasarkan aturan diatas, jelas bahwa setiap anak berhak untuk
memperoleh perlakuan yang sifatnya manusiawi dan tidak melanggar
hukum, misalnya tidak mendapatkan perlakuan kekerasan
(penganiayaan). Contoh kasus dialami oleh seorang anak yang bernama
Mutiara (11) yang di aniaya oleh ayah kandungnya sendiri akibat sang
anak lama membuka pintu rumah, alhasil sang ayah memukul anaknya
menggunakan kayu sehingga mengakibatkan meninggal dunia. Kasus ini
memberikan gambaran bagaimana suatu penganiayaan yang dilakukan
oleh orang tua terhadap anak berujung pada kematian.Kejadian ini
memberikan kesimpulan bahwa kekerasan (penganiayaan) membutuhkan
suatu diskursus dalam mengupayakan secara hukum bagaimana
pencegahan beragam tindak kekerasan (penganiayaan) yang dilakukan
oleh orang tua terhadap anak.
Berdasarkan dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Tinjauan Kriminologis Kejahatan
Penganiayaan Terhadap Anak Di Kota Makassar (Studi Kasus Tahun
2014-2016 Di Kota Makassar)”
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan timbulnya tindak pidana
penganiayaan anak di Kota Makassar?
2. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan
anak di Kota Makassar?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kejahatan
penganganiayaan anak di Kota Makassar.
2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam rangka pencegahan
dan penanggulangan terhadap terjadinya tindakan penganiayaan
anak di Kota Makassar.
7
D. Manfaat Penelitian
Adapun maanfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum
pidana khususnya mengenai tinjauan kriminologis terhadap kejahatan
tindak penganiayaan anak.
2. Sebagai bahan masukan kepada masyarakat agar dapat
mengetahui tinjauan kriminologis terhadap kejahatan tindak
penganiayaan anak.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kriminologi
1. Pengertian Kriminologi
Kejahatan merupakan suatu fenomena yang sangat komplek yang dapat
dipahami dari berbagai sisi yang berbeda.Itu sebabnya dalam keseharian kita
dapat menangkap berbagai peristiwa kejahatan yang berbeda-beda.Kata
kriminologi biasanya terdapat dalam pendidikan hukum yang berhubungan
dengan masalah kejahatan.
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
kejahatan.Nama kriminologi yang ditemukan oleh P. Topinard (1830-1911)
seorang ahli antropologi Perancis, secara harfiah berasal dari kata crimen
yang berarti kejahatan atau penjahat dan logos yang berarti ilmu
pengetahuan, maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau
penjahat.3
3Topo Santoso, 2001, Kriminologi, PT. RAJAGRAFINDO PERSADA, Jakarta, hlm. 9
9
Beberapa ahli mengatakan bahwa kriminologi, adalah :
Bonger, memberikan definisi kriminologi merupakan :
Ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala kejahatan seluas-luasnya.4
Edwin H. Sutheland, menyatakan bahwa :
Criminology is a body of knowledge regarding delinquency an crime associal phenomena (kriminologi adalah kumpulan pengetahuan yangmembahas kenalakan remaja dan kejahatan sebagai gejala sosial).5
Mulyono, memberikan definisi bahwa :
Kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebagai masalah manusia.6
Safitri dan John, mengatakan bahwa kriminologi adalah :
Ilmu pengetahuan yang mempergunakan metode ilmiah dalammempelajari dan menganalisa keturunan, keseragaman, pola-pola danfaktor-faktor sebab musabab yang berhubungan dengan kejahatan danpenjahat.7
Hubungan kriminologi dengan hukum pidana sangat erat, artinya hasil-
hasil penyelidikan kriminologi dapat membantu pemerintah dalam menangani
masalah kejahatan, terutama melalui hasil-hasil studi di bidang etimologi
criminal dan penology (ilmu yang berkenaan dengan kepenjaraan).8
4Ibid., 5A.S. Alam, 2010, Pengantar Kriminologi, Refleksi Books, Makassar, hlm. 1 6Topo Santoso, Op. cit., hlm. 12 7Romli Atmasasmita, 1987, Capita Selekta Kriminologi, Armico, Bandung, hlm. 83 8Ende Hasbi Nassaruddin, 2016. Kriminologi.CV Pustaka Setia. Bandung. Hlm. 43
10
1. Ruang Lingkup Kriminologi
Topo Santoso mengemukakan bahwa :
Kriminologi mempelajari kejahatan sebagai fenomenasosial sehingga
sebagai pelaku kejahatan tidak terlepasdari interaksi sosial, artinya kejahatan
menarik perhatiankarena pengaruh perbuatan tersebut yang dirasakandalam
hubungan antar manusia.Kriminologi merupakankumpulan ilmu pengetahuan
dan pengertian gejalakejahatan dengan jalan mempelajari dan
menganalisasecara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-
keseragaman, pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungandengan
kejahatan, pelaku kejahatan sertareaksi masyarakat terhadap keduanya.9
Ruang lingkup pembahasan kriminologi meliputi tiga hal pokok,
yaitu:10
1. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (makinglaws).
Pembahasan dalam proses pembuatan hukum pidana(process of making
laws) yang meliputi:
a. Definisi kejahatan
b. Unsur-unsur kejahatan
c. Relativitas pengertian kejahatan
9Topo Santoso dan Eva Achjani. 2011. Kriminologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm. 23. 10 http://te-effendi-kriminologi.blogspot.com/2007/09/kriminologi-sebagai-cabang-ilmu.html diakses pada tanggal 26 Oktober 2016
11
d. Penggolongan kejahatan
e. Statistik kejahatan
2. Etiologi criminal, yang membahas teori-teori yangmenyebabkan
terjadinya kejahatan (breaking of laws).Sedangkan yang dibahas dalam
etiologi kriminal (breaking oflaws) meliputi :
a. Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi
b. Teori-teori kriminologi
c. Berbagai perspektif kriminologi
3. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward thebreaking
of laws). Reaksi dalam hal ini bukan hanyaditujukan kepada pelanggar
hukum berupa tindakan represiftetapi juga reaksi terhadap calon pelangar
hukum berupaupaya-upaya pencegahan kejahatan (criminal
preventation).Selanjutnya yang dibahas dalam bagian ketiga
adalahperlakuan terhadap pelanggar-pelanggar hukum (reactingtoward the
breaking laws). Meliputi:
a. Teori-teori penghukuman
b. Upaya-upaya penanggulangan atau pencegahankejahatan, baik berupa tindakan pre-emtif, preventif,represif, dan rehabilitatif.
Jadi, dapat disimpulkan dari penjelasan ruang lingkup kriminologi
bahwa bagaimana terjadinya kejahatan, bagaimana peraturan pidana yang
ditetapkan dan bagaimana reaksi atau tindakan yang dilakukan oleh orang
yang ingin melakukan kejahatan.Hal ini bertujuan untuk mempelajari
12
pandangan serta tanggapan masyarakat tentang perbuatan-perbuatan yang
timbul dan dapat merugikan masyarakat.
2. Pembagian Kriminologi
Menurut Bonger, kriminologi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :11
A. Kriminologi Murni
1. Antropologi Kriminil
ialah ilmu pengetahuan tentang manusia yang jahat (somatis).
Ilmu pengetahuan ini memberikan jawabatan atas pertanyaan
tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda
seperti apa dan apakah ada hubungannya antara suku bangsa
dengan kejahatan dan seterusnya.
2. Sosiologi Kriminil
ialah ilmu pengetahuan tentang kejahatan sebagai suatu gejala
masyarakat. Pokok persoalan yang dijawab oleh bidang ilmu ini
adalah sampai di mana letak sebab-sebab kejahatan dalam
masyarakat.
11Topo Santoso, Op. cit, hlm. 9-10
13
3. Psikologi Kriminil
ilmu pengetahuan tentang penjahat yang dilihat dari sudut jiwanya.
4. Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminil
ialah ilmu tentang penjahat yang sakit jiwa atau urat syaraf.
5. Penologi
ialah ilmu tentang tumbuh dan berkembangnya hukuman.
B. Kriminologi Terapan
1. Higiene Kriminil
usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan.
Misalnya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk
menerapkan undang-undang, sistem jaminan hidup dan
kesejahteraan yang dilakukan semata-mata untuk mencegah
terjadinya kejahatan.
2. Politik Kriminil
usaha penanggulangan kejahatan di mana suatu kejahatan telah
terjadi. Di sini dilihat sebab-sebab seorang melakukan
kejahatan.Bila disebabkan oleh factor ekonomi maka usaha yang
14
dilakukan adalah meningkatkan keterampilan atau membuka
lapangan kerja.Jadi tidak semata-mata dengan penjatuhan sanksi.
3. Kriminalistik (police scientific) yang merupakan ilmu tentang
pelaksaan penyidikan teknik kejahatan dan pengusutan kejahatan.
B. Kejahatan
Kejahatan menurut Kamus Bahasa Indonesia yaitu perilaku yang
bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku yang telah
disahkan oleh hukum tertulis.
Berkaitan dengan masalah kejahatan, kekerasan merupakan pelengkap
dari bentuk kejahatan itu sendiri. Bahkan, ia telah membentuk ciri tersendiri
dalam khasanah tentang studi kejahatan.12
Kejahatan itu mengandung beberapa unsur yang berkaitan dengan
perbuatan yang sifatnya :
1. Antisosial
2. Yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja
3. Yang merugikan masyarakat
4. Diancam hukuman oleh Negara
12Ende Hasbi Nassaruddin, Op. cit. Hlm. 129
15
Kejahatan bukanlah fenomena alamiah, kejahatan ini harus dikenal,
diberi cap. Gejala yang dirasakan kejahatan pada dasarnya terjadi dalam
proses dimana ada interaksi sosial antara bagian dalam masyarakat yang
mempunyai kewenangan untuk melakukan perumusan tentang kejahatan
dengan pihak-pihak mana yang memang melakukan kejahatan.
Menurut R. Soesilo membedakan pengertian kejahatan secara yuridis
dan pengertian kejahatan secara sosiologis.Ditinjau dari segi yuridis
pengertian kejahatan adalah suatu perbuatan/tingkah laku yang bertentangan
dengan undang-undang.Sedangkan ditinjau dari segi sosiologis, maka yang
dimaksudkan dengan kejahatan artinya perbuatan atau tingkah-laku yang
selain merugikan si penderita, juga sangat merugikan masyarakat yaitu
berupa hilangnya keseimbangan ketentraman dan ketertiban.13
Jadi, kejahatan adalah perbuatan yang dilarang Undang-undang yang
ditetapkan penguasa dan diancam dengan hukuman pidana.
Menurut Romli Atmasasmita, dalam menjelaskan perspektif teori
kriminologi untuk masalah kejahatan dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu
:14
a. Titik Pandang Secara Makro (macrotheories), titik pandang makro ini,
menjelaskan kejahatan dipandang dari segi struktur sosial dan
13B. Bosu. 1982. Sendi-sendi Kriminologi. Usaha Nasional. Surabaya. hal.19 14Romli Atmasasmita.1992.Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Erecsa.Bandung Hal. 71
16
dampaknya,yang menitik beratkan kejahatan pada pelakukejahatan. misalnya
teori anomi dan teori konflik.
b. Titik Pandang Secara Mikro (microtheories), titik pandang secara mikro ini
menjelaskanmengapa seseorang atau kelompok dalam
masyarakatmelakukan kejahatan atau mengapa didalammasyarakat terdapat
individu-individu yang melakukan kejahatan dan terdapat pula individu atau
sekelompok individu yang tidak melakukan suatu kejahatan.
c. Bridging theories, teori ini menjelaskan struktur sosial dan juga
menjelaskan bagaimana seseorang atau sekelompok individu menjadi
penjahat.
B.Bosu menyatakan kejahatan timbul karena dua faktor :15
a. Faktor Pembawaan
Yaitu bahwa seorang menjadi penjahat karena pembawaan atau bakat
alamiah, maupun karena kegemaran atau hobby. Kejahatan karena
pembawaan itu timbul sejak anak itu dilahirkan ke dunia seperti :
keturunan/anak-anak yang berasal dari keturunan/orang tuanya adalah
penjahat minimal akan diwariskan oleh perbuatan orang tuanya, sebab buah
jatuh tidak jauh dari pohonnya.
15B. Bosu. 1982. Sendi-sendi Kriminologi. Surabaya: Usaha Nasional. Hal.24
17
Pertumbuhan fisik dan meningkatnya usia ikut pula menentukan tingkat
kejahatan. Dalam teori ilmu pendidikan dikatakan bahwa ketika seorang anak
masih kanak-kanak, maka pada umumnya mereka suka melakukan
kejahatan perkelahian atau permusuhan kecil-kecilan akibat perbuatan
permainan seperti kelereng/nekeran.
b. Faktor Lingkungan
Socrates “mengatakan bahwa manusia masih melakukan kejahatan karena
pengetahuan tentang kebajikan tidak nyata baginya.”Socrates menunjukkan
bahwa pendidikan yang dilaksanakan di rumah maupun di sekolah
memegang peranan yang sangat penting untuk menentukan kepribadian
seseorang. Sebab ada pepatah mengatakan apabila guru kencing berdiri,
maka murid pun akan kencing berlari oleh karena itu menciptakan lingkungan
yang harmonis adalah merupakan kewajiban bagi setiap orang, masyarakat
maupun negara.
C. Penganiayaan
1. Pengertian Penganiayaan
Beberapa tokoh mendefinisikan penganiayaan sebagai berikut :
18
Menurut Poerwodarminto, penganiayaan adalah perlakuan sewenang-
wenang dalam rangka menyiksa atau menindas orang lain.16Penganiayaan
ini jelas melakukan suatu perbuatan dengan tujuan menimbulkan rasa sakit
atau luka pada orang lain,unsur dengan sengaja disini harus meliputi tujuan
menimbulkan rasa sakit atau luka pada orang lain. Dengan kata lain si pelaku
menghendaki akibat terjadinya suatu perbuatan. Kehendak atau tujuan disini
harus disimpulkan dari sifat pada perbuatan yang menimbulkan rasa sakit
atau luka pada orang lain. Dalam hal ini harus ada sentuhan pada badan
orang lain yang dengan sendirinya menimbulkan akibat sakit atau luka pada
orang lain. Misalnya memukul, menendang, menusuk, mengaruk dan
sebagainya.
Menurut Sudarsono, dalam bukunya kamus hukum memberikan arti
bahwa penganiayaan adalah perbuatan menyakiti atau menyiksa terhadap
manusia atau dengan sengaja mengurangi atau merusak kesehatan orang
lain.17
Sedangkan menurut Wirjono Projodikoro, menyatakan bahwa
terbentuknya pasal-pasal dari kitab Undang-Undang hukum pidana Belanda,
mula-mula dalam rancangan Undang-Undang dari Pemerintahan Belanda ini
hanya dirumuskan dengan sengaja merusak kesehatan orang lain karena
16Poerdarminto.2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta, hlm. 48 17Sudarsono. 1992. Kamus Hukum. PT. Rineka Cipta.Jakarta, hlm. 34
19
perumusan ini tidak tepat. Karena meliputi perbuatan pendidik terhadap anak
dan perbuatan dokter terhadap pasien.Keberatan ini diakui kebenarannya,
maka perumusan ini diganti menjadi penganiayaan, dengan sengaja bahwa
ini berarti berbuat sesuatu dengan tujuan untuk mengakibatkan rasa sakit.18
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak pidana penganiayaan
adalah semua tindakan melawan hukum dan tindakan seseorang kepada
orang yang membahayakan atau mendatangkan rasa sakit pada badan atau
anggota badan manusia yang mana luka yang diderita oleh korban sesuai
dengan kategori luka pada Pasal 90 (KUHP) yang berisi :
1. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
2. Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
3. Kehilangan salah satu panca indra; 4. Mendapat cacat berat; 5. Menderita sakit lumpuh; 6. Terganggu daya pikir selama empat minggu atau lebih; 7.Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Tindak pidana penganiayaan ini ada kalanya disengaja dan terkadang
karena kesalahan.Tindak pidana penganiayaan sengaja yaitu perbuatan yang
disengaja oleh pelakunya dengan sikap permusuhan.Undang-undang tidak
memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan penganiayaan
(mishandeling) itu.Menurut yurisprudensi,maka yang diartikan dengan
18 Wirjono Projodikoro. 2010. Tindak – tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika Aditama. Bandung, hlm. 67
20
penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak
(penderitaan), rasa sakit, atau luka.
2. Jenis – Jenis Penganiayaan
Kejahatan penganiayaan termasuk dalam klafikiasi kejahatan terhadap tubuh
terbagi atas 5 menurut KUHP, yaitu:
a. Penganiayaan biasa(Pasal 351 KUHP) b. Penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP) c. Penganiayaan biasa yang direncanakan terlebih dahulu (Pasal 353
KUHP) d. Penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP) e. Penganiayaan berat dengan direncanakan terlebih dahulu (Pasal 355
KUHP) f. Penganiayaan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu (Pasal
356 KUHP)
a. Penganiayaan biasa (Pasal 351 KUHP)
Pasal 351 KUHP, merumuskan:
(1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selamalamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyakbanyaknya Rp 4.500,-.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun.
(3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.
21
b. Penganiayaan Ringan (Pasal 352 KUHP)
Pasal 352 KUHP, merumuskan:
(1) Selain dari pada apa yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan jabatan atau pekerjaan sebagai penganiayaan ringan,dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,- . Hukuman ini boleh ditambah dengan sepertiganya, bila, kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintahnya.
(2) Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum.
c. Penganiayaan Berencana (Pasal 353 KUHP)
Pasal 353 KUHP, merumuskan:
(1) Penganiayaan yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, ia dihukum penjara selama-lamanya sembilan tahun.
d. Penganiayaan Berat (Pasal 354 KUHP)
Pasal 354 KUHP, merumuskan:
(1) Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya berat, dengan hukuman penjara selamalamanya delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu menjadikan kematian orangnya, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya sepuluh tahun.
e. Penganiayaan Berat Berencana (Pasal 355 KUHP)
22
Pasal 355 KUHP, merumuskan:
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun. (2) Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima belas tahun.
f. Penganiayaan Terhadap Orang-orang yang Berkualitas Tertentu (Pasal 356 KUHP)
Pasal 356 KUHP, merumuskan: Hukuman yang ditentukan dalam Pasal 351, 353, 354, dan 355 dapat ditambah dengan sepertiganya: Ke-1 juga sitersalah melakukan kejahatan itu kepada ibunya, bapanya yang sah, isterinya (suaminya) atau anaknya. Ke-2 jika kejahatan itu dilakukan kepada seorang pegawai negeri pada waktu atau sebab ia menjalankan pekerjaan yang sah. Ke-3 jika kejahatan itu dilakukan dengan memakai bahan yang merusakkan jiwa atau kesehatan orang.
3. Ketentuan Pidana Penganiayaan Terhadap Anak
Undang-Undang Perlindungan Anak ini menagaskan bahwa pertanggung
jawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara merupan
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus demi
terlindungnya hak-hak anak rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan
dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik,
mental, spiritual, maupun sosial.19
19 Emi Wulansari. 2015. Tinjauan Yuridis Turut Serta Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan Oleh Anak. Makassar. Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, hlm. 20
23
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Bab XIII
(ketentuan pidana), Pasal 80 menentukan :
1. Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 72.000.000,. (tujuh puluh dua juta rupiah).
2. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,. (seratus juta rupiah).
3. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 dan/atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,. (dua ratus juta rupiah).
4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),ayat (2).dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orang tua nya.
Undang-undang nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-
undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Pasal tentang
penganiayaan ini diatur khusus dalam pasal 76C UU 35/2014 yang berbunyi:
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Sementara, sanksi bagi orang yang melanggar Pasal di atas (pelaku
kekerasan/penganiayaan) ditentukan dalam Pasal 80 UU Nomor 35 Tahun
2014:
1. Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
24
2. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
3. Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
4. Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat apabila yang melakukan penganiayaan tersebut Orang Tuanya.
Menurut UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT), ketentuan pidana terdapat dalam BAB VIII,
Pasal 44, yaitu :
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Didalam KUHP, ketentuan pidana penganiayaan terhadap anak
terdapat dalam Pasal 351-358, sebagai berikut :
25
1. Penganiayaan Biasa (Pasal 351 KUHP)
2. Penganiayaan Ringan (Pasal 352 KUHP)
3. Penganiayaan Berencana (Pasal 353 KUHP)
4. Penganiayaan Berat (Pasal 354 KUHP)
5. Penganiayaan Berat Berencana (Pasal 355 KUHP)
6.Penganiayaan dengan cara dan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu yang memberatkan (Pasal 356 KUHP)
D. Anak
1. Pengertian Anak
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan. Menurut Pasal
1 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak,
pengertian anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 (dua puluh
satu) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan menurut Zakiah Darajat,
bahwa mengenai batas usia anak- anak dan dewasa berdasarkan pada usia
remaja adalah bahwa usia 9 tahun antara 13 tahun sampai 21 tahun sebagai
masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan
dewasa, dimana anak-anak mengalami pertumbuhan yang cepat di segala
26
bidang dan mereka bukan lagi anak-anak baik bentuk badan, sikap, cara
berpikir, dan bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa.20
Beberapa ketentuan yang mengatur tentang batasan umur bagi
dewasa bagi anak dapat dilihat pada:21
a. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 45 KUHP mendefinisikan bahwa :
Anak adalah seseorang yang belum dewasa apabila belum berumur 16
(enam belas) tahun. Ketentuan mengenai Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal
47 KUHP ini sudah dinyatakan tidak berlaku lagi sejak diundangkannya
undang-undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan anak.
b. Menurut Hukum Perdata :
Pasal 330 KUHPerdata mengatakan, orang belum dewasa adalah mereka
yang belum mencapai umur genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak
lebih dahulu telah kawin
20Maidin Gultom, 2009, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam sistem Peradilan Pidana Anak di
Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 31
21Nashriana. 2011. Perlindungan Anak. PT. Raja Grafindo.Jakarta, hlm. 3
27
c. Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang – Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Undang-undang ini tidak memberikan pengertian secara eksplisit yang
mengatur batas usia dan pengertian anak. Namun dalam Pasal 153 ayat
(5) memberikan wewenang kepada hakim untuk melarang anak yang
belum berusia 17 (tujuh belas) tahun untuk menghadiri sidang.
d. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Pasal 1 sub 5 dinyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yang
berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk
anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi
kepentingannya.
e. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undangmenyatakan bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.
f. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung yang berorientasi pada hukum
adat di Bali menyebutkan batasan umur anak adalah di bawah 15
28
(limabelas) tahun seperti yang tercakup dalam putusan Mahkamah Agung
RI Nomor: 53 K/Sip/1952 tanggal 1 juni 1955. Sedangkan menurut putusan
Mahkamah Konstitusi No. 1/PUU-VIII/2010 terhadap UU No. 3 Tahun 1997
Tentang Pengadilan Anak. Dalam Pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa
“anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur
18 tahun (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Ketentuan ini
diambil alih Mahkamah Konstitusi bahwa batasan usia minimal
pertanggung jawaban hukum bagi anak adalah 12 (dua belas) tahun
sesuai dengan UUD 1945.
g. Menurut Pasal 1 Convention On The Rights of The Child, mengemukakan
bahwa :
Pengertian anak juga terdapat pada Pasal 1Convention On The Rights of
The Child, anak diartikan sebagai setiap orang dibawah usia 18 tahun,
kecualiberdasarkan hukum yang berlaku terhadap anak, kedewasaan telah
diperoleh sebelumnya.
Beberapa negara juga memberikan definisi seseorang dikatakan anak atau
dewasa dilihat dari umur dan aktifitas atau kemampuan berpikirnya.Di negara
Inggris, pertanggungjawaban pidana diberikan kepada anak berusia 10
(sepuluh) tahun tetapi tidak untuk keikutsertaan dalam politik. Anak baru
29
dapat ikut atau mempunyai hak politik apabila telah berusia di atas 18
(delapan belas) tahun
2. Hak dan Kewajiban Anak
a. Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan
Anak Dalam Pasal 2 menentukan bahwa hak anak adalah:
1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya,sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warganegara yangbaik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlidungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.
Dalam Pasal 3 menentukan bahwa:
Dalam keadaan yang membahayakan, anaklah yang pertama-tama berhak mendapatpertolongan, bantuan, dan perlindungan.
Dalam Pasal 4 menentukan bahwa:
1. Anak yang tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orangatau badan.
2. Pelaksanaan ketentuan ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
30
Dalam Pasal 5 menentukan bahwa:
Anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganyadapat tumbuh dan berkembang dengan wajar.
b. Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak
Dalam Pasal 4 menentukan bahwa:
Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dalam Pasal 9 menentukan bahwa:
1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Dalam Pasal 10 menentukan bahwa:
Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.
Dalam Pasal 19 menentukan bahwa kewajiban anak adalah:
Setiap anak berkewajiban untuk :
a. Menghormati orang tua, wali, dan guru;
31
b. Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman;
c. Mencintai tanah air, bangsa, dan negara;
d. Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan
e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
c. Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Dalam Pasal 15 menentukan bahwa:
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan;
e. Pelibatan dalam peperangan; dan
f. Kejahatan seksual.
3. Anak Sebagai Korban Kejahatan
Kekerasan sering terjadi terhadap anak yang dapat merusak, berbahaya
dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban kekerasan menderita
kerugian, tidak saja bersifat material, tetapi juga bersifat immaterial seperti
32
goncangan emosional dan psikologis, yang dapat mempengaruhi kehidupan
masa depan anak.22
Dalam hukum pidana, kerugian yang dialami anak sebagai korban tindak
kekerasan belum secara konkret diatur.Artinya hukum pidana memberikan
perlindungan kepada anak sebagai korban.23Secara umum, kesejahteraan
anak merupakan suatu tata kehidupan yang dapat menjamin pertumbuhan
dan perkembangannya dengan wajar. Menurut Undang-Undang
Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, kekerasan terhadap anak dalam arti
kekerasan adalah semua bentuk perlakuan menyakitkan secara fisik maupun
emosional.
Biasanya pelaku tindak kekerasan terhadap anak bisa saja orang tua
bahkan keluarga, bentuk kekerasan yang di alami anak dapat berupa
tindakan-tindakan kekerasan, baik secara fisik maupun psikis.Kekerasan fisik
dan psikis, dapat dibedakan menjadi :
a. Kekerasan fisik, yaitu kekerasan nyata yang dapat dilihat, dirasakan oleh
tubuh. Wujud kekerasan fisik berupa penghilang kesehatan atau kemampuan
normal tubuh, sampai pada penghilang nyawa seseorang. Contoh :
penganiayaan, pemukulan, pembuhunan, dan lain-lain.
22 Maidin Gultom, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 1-2 23Ibid, hlm. 2
33
b. Kekerasan psikis, yaitu kekerasan yang memiliki sasaran pada rohani atau
jiwa sehingga dapat mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal
jiwa. Contohnya : kebohongan, indoktrinasi, ancaman, dan tekanan.
Perlindungan anak sebagai pelaku tindak pidana sama pentingnya
dengan perlindungan anak sebagai korban. Berdasarkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar
Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :
a. non diskriminasi;
b. kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. penghargaan tentang pendapat anak
E. Faktor - faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Penganiayaan
Terhadap Anak
Menurut Richard J. Gelles mengemukakan bahwa penganiayaan yang
sering dialami anak dalam keluarga terjadi akibat kombinasi dari berbagai
faktor personal, sosial dan cultural yang meliputi pewarisan kekerasan antar
34
generasi, stress sosial, isolasi sosial dan keterlibatan masyarakat bawah dan
struktur keluarga.24
Beberapa faktor penyebab terjadinya terjadinya penganiayaan terhadap
anak dalam keluarga digolongkan ke dalam dua kategori yaitu faktor internal
dan faktor eksternal yang terdiri dari :25
a. Faktor Internal
1. Penyakit Parah atau Gangguan Mental
Kehidupan masyarakat yang penuh persaingan hidup oleh karena
kebutuhan hidup yang terus bertambah menjadi salah satu penyebab utama
tumbuhnya tingkah laku yang menyimpang (abnormal).Tingkah laku yang
menyimpang ini sangat erat hubungannya dengan keadaan jiwa individu
yang membuat orangtua tidak dapat merawat dan mengasuh anak karena
gangguan jiwa berdasarkan besarnya tekanan emosional dan depresi yang
dialaminya.
2. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi
24J. Richard Gelles, 2004, Child Abuse, Dalam Encyclopedia Article from Encarta, hlm 4-6. http
://Encarta.msn.com/encyclopedia/13 Oktober 2017
25 Rusmil Kusnandi. 2004. Penganiayaan dan Kekerasan Terhadap Anak, Dalam Makalah “Penanganan Kekerasan pada Wanita dan Anak. Bandung, hlm. 60
35
Orang tua yang “berbakat” menganiaya anaknya memiliki karakteristik
tertentu seperti mempunyai latar belakang masa kecil yang juga penuh
kekerasan, ia juga sudah terbiasa menerima pukulan dan dibesarkan dengan
aniaya orangtuanya.
3. Stres Sosial
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan resiko
kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi – kondisi sosial ini
mencakup : pengangguran, penyakit, kondisi perumahan buruk, ukuran
keluarga besar dari rata – rata, kelahiran bayi baru, adanya orang cacat
dirumah dan kematian seorang anggota keluarga.
4. Struktur Keluarga
Tipe – tipe keluarga tertentu memiliki resiko yang meningkat untuk
melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap anak.Misalnya, orangtua
tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap
anak dibandingkan dengan orangtua utuh. Karena keluarga dengan orangtua
tunggal biasanya berpendapatan lebih kecil dibandingkan keluarga lain,
sehingga hal tersebut dapat dikatakan sebagai penyebab meningkatnya
tindak kekerasan terhadap anak. Keluarga – keluarga yang sering bertengkar
secara kronis atau istri yang diperlakukan salah mempunyai tingkat tindakan
36
kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga
yang tanpa masalah.
5. Faktor Yang Berasal dalam Diri Anak
Terjadinya perbuatan penganiayaan dalam rumah tangga tidak hanya
disebabkan oleh faktor yang terdapat dari diri orangtua atau pelaku tapi bisa
juga dipicu oleh kondisi dan tingkah laku anak. Kondisi anak tersebut
misalnya : Anak menderita gangguan perkembangan, menderita penyakit
kronis, disebabkan ketergangtungan anak pada lingkungannya, anak
mengalami cacat tubuh, retardasi mental, gangguan tingkah laku, autisme
dan anak yang melakukan perilaku menyimpang.
b. Faktor Eksternal
1. Faktor Ekonomi
Dalam kehidupan sehari – hari, faktor ekonomi memegang peranan
penting untuk menentukan arah hidupnya.Demikian juga hubungan antara
perekonomian dengan kejahatan senantiasa mendapat banyak perhatian dan
selalu menjadi objek penelitian para ahli.
Perubahan dan perbedaan dalam kesejahteraan sosial ekonomi
menimbulkan banyak konflik yang mendorong orang melakukan
kejahatan.Dalam masalah ini Prof. Noach menganalisa sebagai berikut
37
bahwa perubahan kesejahteraan pada seseorang dapat berupa.26
a. Suatu kemunduran dalam kesejahteraan
b. Suatu kenaikan dalam kesejahteraan
Kemisikinan memang selalu berhubungan erat dengan situasi ekonomi
kemasyarakatan dan ini secara relatif sangat mempengaruhi terhadap
perkembangan kejahatan. Penyebab terjadinya kejahatan berupa
penganiayaan dan kekerasan dalam keluarga dengan latar belakang faktor
ekonomi menurut hemat penulis dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
a. Tingkat Pendidikan Pelaku yang Relatif Rendah
b. Lingkungan Hidup yang Kurang Baik
2. Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah
Orangtua dan pengganti orangtua yang melakukan tindakan kekerasan
terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial.Sedikit sekali orangtua
yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan
kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat,
kekurangan keterlibatan sosial ini mengilangkan sistem dukungan dari
orangtua yang bertindak keras, yang akan membantu mereka mengatasi
stress keluarga atau sosial dengan lebih baik.27
3. Faktor Alat - alat Media
26Ibid, hlm. 54 27 Abu Huraerah. 2012. Kekerasan Terhadap Anak. Nuansa Cendekia. Bandung, hlm. 53
38
Media massa merupakan salah satu alat yang berfungsi untuk
menyampaikan informasi antara pemerintah dan rakyat atau antara sesama
anggota masyarakat. Media massa telah menjadi bagian dari kehidupan
manusia sehari - hari dan media ini tentu mempengaruhi penerimaan konsep
- konsep, sikap - sikap, nilai - nilai dan pokok - pokok moral. Pada hakekatnya
alat - alat media ini memiliki fungsi yang positif terhadap pengguna jasa
media tersebut.
Faktor - faktor alat - alat media yang mempengaruhi terjadinya tindak
pidana kejahatan kekerasan dalam rumah tangga terdiri dari:28
a. Surat kabar dan buku - buku (Media Cetak)
Dalam hal menyediakan berita - berita tentang kejahatan, surat kabar banyak
yang melupakan tanggung jawabnya.
b. Radio, Televisi, Video dan Film (Media Elektronik)
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam bidang – bidang alat – alat
media komunikasi canggih seperti radio, televisi, video, kaset dan film sangat
mempengaruhi perkembangan kejahatan berupa penganiayaan, kekerasan
bahkan pembunuhan dalam lingkup keluarga.
28Taufiq Mustakim. 2009.Laporan Tugas Akhir: Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Orangtua Terhadap Anak Ditinjau Dari Psikologi Kriminal. USU Repository.Medan, hlm. 103
39
4. Praktek - Praktek Budaya yang Merugikan Anak
Tindakan semena-mena orangtua terhadap anak sering kali juga
disebabkan karena masih dianutnya praktek - praktek budaya yang hidup
dalam sebagian besar masyarakat dimana pemikiran - pemikiran tersebut
berupa.29
a. Status anak yang dipandang rendah, sehingga ketika anak tidak dapat
memenuhi harapan orangtua, orangtua merasa anak harus dihukum.
b. Khususnya bagi anak laki – laki, adanya nilai dalam masyarakat bahwa
anak laki – laki tidak boleh cengeng atau anak laki – laki harus tahan uji.
Pemahaman itu mempengaruhi dan membuat orangtua ketika memukul,
menendang, atau menindas anak adalah suatu hal yang wajar untuk
menjadikan anak sebagai pribadi yang kuat dan tidak boleh lemah.
F. Upaya Penanggulangan Kejahatan
Upaya-upaya penanggulangan kejahatan umumnya ada tigayaitu:
1. Pre-Emtif
Yang dimaksud dengan upaya Pre-emtif adalah upaya-upaya yang
dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana.
Usaha-usaha yang dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara Pre-
Emtif adalah menanamkan nilai-nilai, norma-norma yang baik sehingga 29Fentini Nugroho. 2002. Studi Eksploratif Mengenai Tindakan Kekerasan Terhadap Anak dalam Keluarga. Dalam Jurnal Sosiologi “Masyarakat”, Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, hlm. 41
40
norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipun ada
kesempatan untuk melakukan kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk
melakukan hal tersebut maka tidak akan terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha
Pre-Emtif faktor niat akan menjadi hilang meskipun ada kesempatan.
2. Preventif
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindakan lanjut dari upaya
Pre-Emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadi
kejahatan.Dalam upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan
kesempatan untuk dilakukannya kejahatan.
3. Represif
Upaya ini dilakukan pada saat telah terjadi tindak pidana/kejahatan yang
tindakannya berupa penegakan hukum (law enforcemenet) dengan
menjatuhkan hukuman.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Kepolisian Resort kota Makassar dan di
Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak kota Makassar.
Penulis memilih lokasi penelitian dengan pertimbangan bahwa lokasi
penelitian relevan dengan masalah yang akan diteliti.
B. Jenis dan sumber data
Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian ini adalah, sebagai
berikut :
a) Data Primer, yakni data yang diperoleh langsung di lapangandengan
cara mengadakan wawancara terhadap pihak Kepolisian diwilayah
Kapolrestabes Kota Makassar dan di Komisi Perlindungan Anak di
Kota Makassar.
b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari beberapa
literatur,dokumen resmi, peraturan perundang-undangan, dan sumber-
sumber kepustakaan lain yang mendukung.
42
C. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a) Wawancara (Interview) dengan mendatangi narasumber
danresponden, dan melakukan tanya jawab langsung,
tipepertanyaannya teratur dan terstruktur yang berkaitan
denganpenelitian ini.
b) Sumber Penelitian Kepustakaan (Library Research),
sumberdata yang diperoleh dari hasil penelaahan beberapa
literature dan sumber bacaan lainnya yang dapat
mendukungpenulisan skripsi ini.
D. Analisis data
Data yang diperoleh baik data primer dan data sekunder akandiolah
dan di analisis berdasarkan rumusan masalah yang telah diterapkan
sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas.Analisis data
yang digunakan oleh penulis adalah analisis data yangberupaya
memberikan gambaran secara jelas dan konkrit terhadap objekyang
dibahas secara kuantitatif dan selanjutnya data tersebut disajikansecara
43
deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan dan menggambarkansesuai
dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Tindak Pidana
Penganiayaan Anak di Kota Makassar
Keluarga merupakan lembaga yang pertama membentuk tingkah laku
anak sehingga anak tumbuh menjadi generasi penerus bangsa yang baik.
Disamping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak,
keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan
mendapatkan pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan akan kepuasan emosional
telah dimiliki bayi yang baru lahir. Peranan dan tanggung jawab yang
dimainkan orang tua dalam membina anak adalah besar. Namun,
kenyataannya dalam era globalisasi sekarang, fenomena penganiayaan
terhadap anak ini sangat marak dan sangat banyak muncul di kehidupan
masyarakat sekarang.
Anak yang tidak dicintai oleh orang tua biasanya cenderung menjadi
orang dewasa yang membenci dirinya sendiri dan merasa tidak layak untuk
dicintai, serta dihinggapi rasa cemas.Perhatian dan kesetiaan anak dapat
terbagi karena tingkah laku orang tuanya. Timbul rasa takut yang mendalam
pada anak-anak di bawah usia enam tahun jika perhatian dan kasih sayang
45
orang tuanya berkurang, anak merasa cemas terhadap segala hal yang bisa
membahayakan hubungan kasih sayang antara ia dan orang tuanya.30
Masalah kejahatan ini merupakan masalah abadi dalam kehidupan umat
manusia, karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat
peradaban umat manusia. Sejarah perkembangan manusia ini ditandai
dengan berbagai usaha manusia untuk mempertahankan kehidupannya,
dimana kekerasan sebagai suatu fenomena dalam usaha mencapai tujuan.
Terjadinya penganiayaan terhadap anak dalam keluarga yang
dilakukanayah atau ibu (orang tua) disebabkan berbagai faktor yang
mempengaruhinya.Menurut Richard J. Gelles mengemukakan bahwa
penganiayaan yang seringdialami anak dalam keluarga terjadi akibat
kombinasi dari berbagai faktorpersonal, sosial dan cultural yang meliputi
pewarisan kekerasan antar generasi,stress sosial, isolasi sosial dan
keterlibatan masyarakat bawah dan struktur keluarga.31Tindakan
penganiayaan ini merupakan tindakan melawan hukum dan tindakan
seseorang kepada orang yang membahayakan atau mendatangkan rasa
sakit pada badan atau anggota badan manusia.Tindakan ini ada kalanya
disengaja dan terkadang karena kesalahan anaknya sendiri.
30Lianny Solihin, “Tindakan Kekerasan Pada Anak dalam Keluarga”, Jurnal Pendidikan Penabur, No.03, hal. 133 (2004). 31 J. Richard Gelles, 2004, Child Abuse, Dalam Encyclopedia Article from Encarta, halaman 4 sampai 6. http ://Encarta.msn.com/encyclopedia/5 Juli 2004
46
Pada BAB IV ini penulis akan membahas mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan hasil penelitian penulis dengan membahas sesuai dengan
rumusan masalah yang akan dijelaskan terkait dengan judul penulis. Selain
melakukan penelitian mengenai penganiayaan anak, penulis juga melakukan
penelitian wawancara dengan Kasubnit PPA (Perlindungan Perempuan dan
Anak) Kepolisian Resort Kota Makassar. Sebelum penulis membahas lebih
jauh mengenai faktor penyebab penganiayaan anak, penulis akan
menguraikan jumlah kasus penganiyaan di Kota Makassar dari tahun 2014-
2016 :
Tabel I
Jumlah Kasus Penganiayaan Terhadap Anak di Kota Makassar
2014 2015 2016
Anak 104 kasus 87 kasus 63 kasus
Jumlah 254 kasus
Data diperolah dari Unit PPA Kepolisian Resort Kota Makassar pada
tanggal 22 Desember 2017.
47
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2014, jumlah kasus tindak pidana
penganiayaan anak yang dilakukan oleh orang tua sebanyak 104 kasus.Pada
tahun 2015, jumlah kasus tindak penganiayaan anak mengalami perununan
dari tahun sebelumnya yaitu sebanyak 87 kasus. Pada tahun 2016 jumlah
kasus tindak pidana penganiayaan anak terus mengalami penurunan dari
tahun 2014 dan 2015 yaitu sebanyak 63 kasus. Dalam kurun tiga tahun
terakhir dari Tahun 2014-2016 tindak pidana penganiayaan anak ini
mengalami penurunan dan telah terjadi 254 kasus.
Kemudian, penulis melakukan penelitian di Kantor Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, penulis mendapatkan data mengenai
tindak pidana penganiayaan anak yang telah di akumulasikan ke dalam
sebuah table, sebagai berikut :
104
87
63
0
20
40
60
80
100
120
2014 2015 2016
Tindak Pidana Penganiayaan Terhadap Anak
Tindak PidanaPenganiayaan TerhadapAnak
48
Tabel II
Jumlah Kasus Penganiayaan Terhadap Anak di Kota Makassar
2014 2015 2016
Anak - 80 kasus 131 kasus
Jumlah 211 kasus
Data diperoleh dari Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak pada tanggal 8 Januari 2018.
Di tahun 2014 tidak ada data mengenai kasus penganiayaan anak di
Kota Makassar karena Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak baru dibentuk pada tahun 2015 oleh Pemerintah dan pada tahun 2014
masih menjadi Badan belum menjadi Kantor Dinas. Kemudian, pada tahun
0
80
131
0
20
40
60
80
100
120
140
2014 2015 2016
Tindak Pidana Penganiayaan Terhadap Anak
Tindak PidanaPenganiayaan TerhadapAnak
49
2015 jumlah kasus tindak pidana penganiayaan anak terdapat 80 kasus.Pada
tahun 2016, jumlah kasus tindak pidana penganiayaan anak meningkat
secara signifikan menjadi 131 kasus.Dalam kurun waktu tiga tahun jumlah
kasus tindak pidana penganiayaan anak menjadi 211 kasus, berbeda halnya
dengan data yang didapatkan di Unit PPA Kapolrestabes Kota Makassar
mendapatkan 254 kasus.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan Kasubnit
PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Kepolisian Resort Kota Makassar,
Ibu Nina Purwanti (wawancara pada tanggal 9 Januari 2018) menyatakan
bahwa faktor yang menyebabkan timbulnya tindak pidana penganiayaan
anak yaitu :
1. Faktor anak itu sendiri :
a. anak tidak mendengar kata orang tua
b. anak berkelahi
c. anak masih labil
2. Anak belum paham dengan apa yang dia lakukan, hal ini biasanya
terjadi karena anak mengikuti pergaulan yang salah, sehingga
menimbulkan emosi orang tua.
3. Faktor ekonomi :
Peganiayaan anak karena faktor ekonomi seringkali
terjadi.Tertekannya kondisi keluarga yang disebabkan himpitan
50
ekonomi adalah faktor yang banyak terjadi yang menyebabkan
kekerasan pada anak. Tapi tidak serta merta orang yang ekonominya
rendah tega melakukan kekerasan fisik kepada anaknya, hal lain yang
memicu kekerasan kepada anak antara lain adalah pewarisan
kekerasan antar generasi ke generasi, kemudian stres sosial, seperti
pengangguran, penyakit, perumahan dan lingkungan yang buruk,
selain itu sebagian besar kekerasan pada anak berasal dari keluarga
miskin.
4. Faktor dari dalam diri orang tua :
Hal ini lebih mengacu pada situasi keluarga khususnya hubungan
orang tua yang kurang harmonis. Seorang ayah akan sanggup
melakukan kekerasan terhadap anak-anaknya semata-mata sebagai
pelampiasan atau upaya untuk pelepasan rasa jengkel dan marahnya
terhadap istri. Sikap orang tua yang tidak menyukai anak-anak,
pemarah dan tidak mampu mengendalikan emosi juga dapat
menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak-anak. Bagi orang tua
yang memiliki anakanak yang bermasalah seperti: cacat fisik atau
mental (idiot) acapkali kurang dapat mengendalikan kesabarannya
waktu menjaga atau mengsuh anak-anak mereka, sehingga mereka
juga merasa terbebani atas kehadiran anak-anak tersebut dan tidak
jarang orang tua menjadi kecewa dan merasa frustasi.
51
Selain itu, penulis juga melakukan wawancara dengan Perwira Urusan
(Paur) Hukum Bapak Reski Yospiah (wawancara pada tanggal 10 Januari
2018) beliau mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penganiayaan terhadap anak yaitu orang tua yang tidak mengerti dengan apa
yang anak inginkan, beliau juga mengatakan faktor yang biasa terjadi karena
orang tua kurang memahami pendidikan, menjadi kultur/budaya masyarakat
yang sering melakukan kekerasan terhadap anak sehingga dapat merusak
mental anak. Menurut Bapak Reski Yospiah, tumbuh kembang anak itu
sangat berpengaruh pada lingkungannya.
Ibu Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,
ibu Tenri A. Palallo (wawancara pada tanggal 11 Januari 2018) juga
mengatakan bahwa faktor utama penganiayaan terhadap anak karena faktor
ekonomi, selain itu beliau mengatakan bahwa anak merupakan milik orang
tua yang bisa mengikuti segala kemauan orang tua, faktor keluarga juga bisa
menyebabkan orang tua melakukan penganiayaan terhadap anak dan beliau
juga mengatakan bahwa faktor budaya turun temurun. Penulis juga diberi
masukan oleh Team Reaksi Cepat P2TP2A, bapak Muh.Arif (wawancara
pada tanggal 11 Januari 2018) beliau mengatakan bahwa faktor penyebab
terjadinya tindak pidana penganiayaan anak karena orang tua biasanya
memaksa anaknya untuk bekerja, membantu mencari nafkah tetapi anaknya
belum mampu untuk melakukan pekerjaan tersebut.Dalam Undang-Undang
52
No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Dalam Pasal 4 menentukan
bahwa:
“Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
B. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Penganiayaan Anak di Kota
Makassar
Tindak pidana penganiayaan terhadap anak sebagai salah satu bentuk
kejahatan kekerasan adalah merupakan suatu gejala social yang bersifat
abadi sehingga senantiasa mewarnai sisi kehidupan umat dalam kehidupan
bermasyarakat.Oleh karena itu apapun bentuk dan upaya manusia untuk
menghapuskannya adalah suatu hal mustahil karena kejahatan itu lahir
disebabkan oleh permasalahan manusia dalam melakukan pemenuhan
kebutuhan hidupnya yang tidak pernah sempurna serta kepentingan dari tiap-
tiap individu yang berbeda-beda.
Walaupun demikian, kewajiban bagi setiap manusia untuk senantiasa
berupaya semaksimal mungkin untuk melakukan pencegahan dan
penanggulangan dengan tujuan tindak penganiayaan anak yang terjadi dapat
diminimalisir serendah mungkin baik dari segi kualitas maupun dari segi
kuantitasnya, dalam rangka menciptakan suatu keadaan tertib hukum dalam
masyarakat.
53
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasubnit PPA (Perlindungan
Perempuan dan Anak) Kepolisian Resort Kota Makassar Ibu Nina
Purwantibeliau mengatakan bahwa ada beberapa yang dilakukan pihak
kepolisian dalam menanggulangi masalah penganiayaan anak di Kota
Makassar, yaitu :
1. Upaya preventif
Upaya dan kegiatan ini dititikberatkan kepada peningkatan
pengetahuan dan pemahaman bagi setiap personil polri pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya, terhadap tugas-tugas dan
tanggung jawab sebagai kewajiban dalam rangka menciptakan
keamanan dan ketertiban masyarakat.Contohnya : satbimas
melakukan penyuluhan dan mengadakan kegiatan keorganisasian dan
pemberdayaan lembaga masyarakat dan pembinaan keamaan dan
ketertiban masyarakat.
Upaya ini merupakan suatu usaha pencegahan dan penanggulangan
yang meliputi proses perencanaan, perorganisasiaan, pelaksaan dan
pengendalian dalam rangka menggerakkan masyarakat untuk mentaati
peraturan perundang-undangan dan norma-norma social yang berlaku serta
berperan aktif menciptakan dan memelihara keamananan bagi diri.
54
Sedangkan menurut Bapak Reski Yospiahupaya yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya penganiayaan terhadap anak yaitu dengan
memprogramkan door to door untuk orang tua dirumah agar bisa membina
anaknya dengan penuh kasih sayang.
Selain upaya-upaya penanggulangan yang telah disebutkan di atas,
untuk tercapainya hal-hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Menurut hasil
wawancara yang penulis lakukan dengan Ibu Kepala Dinas Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, ibu Tenri A. Palallobeliau memberikan
masukan, sebagai berikut :
1. Orang tua harus mengubah cara berpikirnya, bahwa anak itu
merupakan titipan Allah SWT yang harus di jaga dan di rawat dengan
baik hingga tumbuh dewasa.
2. Menerapkan pendidikan tanpa melakukan penganiayaan
3. Memberikan program pembekalan kepada orang tua untuk mendidik
anaknya
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan yang telah dijelaskan maka penulis
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Faktor penyebab terjadinya tindak pidana penganiayaan anak, dari anak
sendiri, yaitu : faktor anak itu sendiri, anak tidak mendengar kata orang
tua dan anak masih labil. Faktor selanjutnya, dari faktor orang tua
melakukan penganiayaan terhadap anak, yaitu: yang paling utama
adalah karena faktor ekonomi, faktor inilah yang merupakan pendorong
bagi orang tua untuk menganiaya anaknya seperti menyuruh anak untuk
membantu mencari nafkah tetapi anak belum mampu melakukan
pekerjaan tersebut, selanjutnya bisa disebabkan karena adanya faktor
turun temurun dari keluarga, dan yang terakhir adalah faktor budaya
atau kultur masyarakat Sulawesi Selatan khususnya masyarakat
Makassar yang memiliki watak yang keras dalam menyikapi suatu
permasalahan.
56
2. Upaya penanggulangan tindak pidana penganiayaan anak adalah upaya
preventif, mengubah paradigma atau cara berpikir orang tua,
memberikan program pendidikan untuk orang tua, memproses pelaku
yang melakukan penganiayaan terhadap anak, dan yang terakhir adalah
mendidik anak dengan penuh kasih sayang dan tidak memaksa anak
untuk melakukan sesuatu hal yang belum sepantasnya mereka lakukan.
B. Saran
1. Agar kiranya pihak orang tua memberikan pendidikan keteladanan sejak
dari rumah tangga sebagai entitas sosial terkecil. Pendidikan
keteladanan bukanlah sekadar memberi contoh yang baik, tetapi
menjadi contoh yang baik itu sendiri.
2. Diharapkan selain aparat penegak hukum (kepolisian) upaya
penanggulangan tindak pidana penganiayaan terhadap anak juga
dilakukan oleh pemerintah dengan mempertegas dan melaksanakan
program perlindungan anak.
3. Dalam rangka pencegahan dan penanggulangan terjadinya tindak
pidana penganiayaan anak di Kota Makassar diharapkan peran aktif
masyarakat Kota Makassar sebagai wujud manifestasi pegabdian
terhadap bangsa dan Negara.
57
4. Sehubungan dengan meningkatnya jumlah tindak pidana penganiayaan
anak di Kota Makassar diharapkan para pihak yang berkompeten
khususnya aparat penegak hukum dapat menciptakan pola-pola baru
dalam melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan khususnya
untuk kejahatan kekerasan atau paling tidak mengedepankan pola
pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang menjunjung tinggi
nilai kebersamaan daripada pola pencegahan dan penanggulangan
yang mengedepankan nilai perorangan atau individu.
58
DAFTAR PUSTAKA
Buku
A.S. Alam, 2010, Pengantar Kriminologi, Refleksi Books, Makassar.
Abu Huraerah. 2012. Kekerasan Terhadap Anak. Nuansa Cendekia.
Bandung
B. Bosu. 1982. Sendi-sendi Kriminologi. Usaha Nasional. Surabaya.
Ende Hasbi Nassaruddin, 2016. Kriminologi.CV Pustaka Setia. Bandung.
Lianny Solihin, “Tindakan Kekerasan Pada Anak dalam Keluarga”, Jurnal
Pendidikan Penabur, No.03, hal. 133 (2004).
Maidin Gultom, 2009, Perlindungan Hukum terhadap Anak dalam sistem
Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung
____________, 2012, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dan Perempuan,
PT. Refika Aditama, Bandung
Moch. Faisal Salam, 2005, Hukum Acara Peradilan Anak di Indonesia,
Bandung
Nashriana. 2011. Perlindungan Anak. PT. Raja Grafindo. Jakarta
Poerdarminto.2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Jakarta.
Romli Atmasasmita, 1987, Capita Selekta Kriminologi, Armico, Bandung.
_______________, 1992, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Erecsa,
Bandung.
59
Rusmil Kusnandi. 2004. Penganiayaan dan Kekerasan Terhadap Anak,
Dalam Makalah “Penanganan Kekerasan pada Wanita dan Anak.
Bandung.
Sudarsono. 1992. Kamus Hukum. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Topo Santoso, 2001, Kriminologi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Wirjono Projodikoro. 2010. Tindak – tindak Pidana Tertentu di Indonesia.
Refika Aditama. Bandung.
Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Undang-Undang No. 1 Tahun 1946
Tentang Peraturan Hukum Pidana)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
Sumber Lain
Emi Wulansari. 2015. Tinjauan Yuridis Turut Serta Melakukan Tindak Pidana
Penganiayaan Oleh Anak. Makassar. Fakultas Hukum Universitas
J. Richard Gelles, 2004, Child Abuse, Dalam Encyclopedia Article from
Encarta, http ://Encarta.msn.com/encyclopedia/13 Oktober 2017
60
Taufiq Mustakim. 2009. Laporan Tugas Akhir: Pembunuhan Yang Dilakukan
Oleh Orangtua Terhadap Anak Ditinjau Dari Psikologi Kriminal. USU
Repository. Medan.
http://te-effendi-kriminologi.blogspot.com/2007/09/kriminologi-sebagai-
cabang-ilmu.html