BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IMISSU Single Sign On of … · 2017-04-01 · Terhadap Kualitas...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Tinjauan Penelitian Sebelumnya Menurut penelitian pertama yang dilakukan oleh Maria Tampubolon, Perdani Sukmaningrum dan Serli Wijaya dengan judul penelitian "Analisa Kepuasan Senior Market Terhadap Kualitas Pelayanan di Hotel Bintang 4 dan Bintang 5 di Surabaya". Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis data menggunakan skala likert dan analisis gap. Hasil dari penelitian ini berdasarkan lima demensi kualitas pelayanan menunjukkan bahwa terdapat gap antara harapan dan persepsi, dimana harapan lebih besar daripada persepsi. Adapun gap yang terbesar antara harapan dan persepsi responden lanjut usia atas layanan hotel terjadi pada 4 indikator layanan antara lain: 1).Kemampuan staf dalam menangani komplain dengan baik; 2).Peralatan dan lingkungan yang aman dan nyaman; 3).Papan penunjuk arah mudah dilihat; 4).Pintu yang lebar untuk akses kursi roda. Sebaliknya, gap harapan dan persepsi yang terkecil terdapat pada 2 indikator layanan yaitu 1).Pelayanan yang berkesan; dan 2). Porsi makanan cukup, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden belum puas dengan seluruh atribut layanan yang disediakan. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Joko Priyono dengan judul penelitian "Analisis Kepuasan Konsumen Ditinjau Dari Kualitas Pelayanan Hotel Grand Setiakawan di Surakarta". Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis data menggunakan Skala likert, Weight Serqual analisis, dan Regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1).Tingkat kepuasan pelanggan secara umum dalam kondisi puas ideal, kondisi tersebut ditunjukan dengan nilai skor indeks kepuasan yang positif 279; 2).Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima dimensi pembentuk kualitas layanan terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas layanan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - IMISSU Single Sign On of … · 2017-04-01 · Terhadap Kualitas...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Tinjauan Penelitian Sebelumnya

Menurut penelitian pertama yang dilakukan oleh Maria Tampubolon, Perdani

Sukmaningrum dan Serli Wijaya dengan judul penelitian "Analisa Kepuasan Senior Market

Terhadap Kualitas Pelayanan di Hotel Bintang 4 dan Bintang 5 di Surabaya". Pada penelitian ini

menggunakan teknik analisis data menggunakan skala likert dan analisis gap. Hasil dari

penelitian ini berdasarkan lima demensi kualitas pelayanan menunjukkan bahwa terdapat gap

antara harapan dan persepsi, dimana harapan lebih besar daripada persepsi. Adapun gap yang

terbesar antara harapan dan persepsi responden lanjut usia atas layanan hotel terjadi pada 4

indikator layanan antara lain: 1).Kemampuan staf dalam menangani komplain dengan baik;

2).Peralatan dan lingkungan yang aman dan nyaman; 3).Papan penunjuk arah mudah dilihat;

4).Pintu yang lebar untuk akses kursi roda. Sebaliknya, gap harapan dan persepsi yang terkecil

terdapat pada 2 indikator layanan yaitu 1).Pelayanan yang berkesan; dan 2). Porsi makanan

cukup, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden belum puas dengan seluruh atribut layanan

yang disediakan.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Joko Priyono dengan judul penelitian "Analisis

Kepuasan Konsumen Ditinjau Dari Kualitas Pelayanan Hotel Grand Setiakawan di Surakarta".

Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis data menggunakan Skala likert, Weight Serqual

analisis, dan Regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1).Tingkat kepuasan

pelanggan secara umum dalam kondisi puas ideal, kondisi tersebut ditunjukan dengan nilai skor

indeks kepuasan yang positif 279; 2).Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima dimensi

pembentuk kualitas layanan terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas layanan

baik secara bersamasama maupun parsial terhadap kepuasan tamu Hotel Grand Setiakawan

Surakarta; 3).Variabel yang paling berpengaruh terhadap kepuasan tamu adalah assurance. Selain

itu, hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang kuat dan positif antara variabel kualitas

layanan terhadap kepuasan pelanggan.

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Krisna Mahendraswara dengan judul penelitian "Studi

Kualitas Pelayanan di Hotel Grand Candi Semarang". Pada penelitian ini menggunakan teknik

analisis data menggunakan Skala likert dan Importance Performence Analysis (IPA). Hasil

penelitian menunjukan bahwa 1). Variabel tangibles dan empathy dianggap penting dan sudah

cukup memuaskan pelanggan Hotel Grand Candi; 2).Variabel reliability, responsiveness dan

assurance masih memerlukan peningkatan kinerja; 3).Variabel yang menjadi prioritas dalam

peningkatan kinerja adalah tempat parkir yang memadai karena memiliki nilai tingkat

kepentingan yang paling besar serta memiliki jarak terjauh dari garis prioritas.

Penelitian keempat yang dilakukan oleh Juhari dengan judul penelitian "Aanalisis Pengaruh

Kualitas Layanan Terhadap Loyalitas Pelanggan Pada Hotel Centrum Pangkalpinang". Pada

penelitian ini menggunakan teknik analisis data menggunakan Regrensi berganda. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan yang terdiri dari variabel tangibles, reliability ,

responsiveness, assurance) dan emphaty secara simultan berpengaruhpositif dan signifikan

terhadap loyalitas pelanggan pada Hotel Centrum. Sedangkan secara parsial, variabel kualitas

layanan yang terdiri dari variabel tangibles, emphaty berpengaruh secara signifikan terhadap

loayalitas pelanggan, sedangkan variabel reliability, responsivenessassurance terbukti,

tidakberpengaruh secara signifikan terhadaployalitas pelanggan pada Hotel Centrum

Pangkalpinang. Berdasarkan hasil analisis koefisien determinasi (R2) menunjukkan angkasebesar

0,605 yang artinya bahwa 60,5% variasidari variabel loyalitas pelanggan dapatdijelaskan oleh

variabel kualitas pelayanan, sedangkan 39,5% lainnyadijelaskan oleh variabel lain. Berdasarkan

hasil uji regresi berganda, variabel yang dominan mempengaruhi loyalitas pelanggan Hotel

Centrum Pangkalpinang adalah variabel empathy sebesar 0,443. Berdasarkan hasil penelitisn

terdahulu diatas diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dasar pertimbangan maupun

perbandingan bagi penelitian ini dalam upaya memperoleh arah dan kerangka berpirkir yang

lebih baik.

2.2. Tinjauan Konsep

2.2.1. Tinjauan Tentang Hotel

Menurut Suarthana dalam Wisnawa (2007:3), secara harfiah kata hotel berasal dari bahasa

latin, yaitu hospitium , yang berarti ruang tamu. Kata ini kemudian mengalami proses perubahan

pengertian menjadi hotels. Hotels disewakan kepada masyarakat umum untuk menginap dan

beristirahat untuk sementara waktu. Seiring perkembangan dan adanya tuntutan terhadap

kepuasan di mana orang tidak meyukai peraturan yang terlalu banyak pada hotels, maka kata

hotels kemudian mengalami perubahan yakni penghilangan huruf "s" pada kata hotels mejadi

hotel.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hotel didefinisikan sebagai bangunan yang memiliki

banyak kamar untuk disewakan sebagai tempat untuk menginap dan tempat makan bagi orang

yang sedang melakukan perjalanan dan merupakan suatu akomondasi yang dikelola secara

komersil yang disediakan bagi setiap orang yang memperoleh pelayanan, penginapan makanan

dan minuman.

Menurut Rumekso dalam Wisnawa (2007:3), hotel adalah bangunan yang menyediakan

kamar-kamar untuk menginap para tamu, makanan dan minuman serta fasilitas-fasilitas lain yang

diperlukan dan dikelola secara komersil untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan menurut

Sihite dalam Wisnawa (2007:3), mengartikan hotel sebagai suatu jenis akomondasi yang

menyediakan fasilitas pelayanan penginapan, makanan dan minuman serta jasa-jasa lainnya

untuk umum yang tinggal untuk sementara waktu dan dikelola secara komersil.

Maka dapat disimpulkan bahwa hotel adalah sebagai suatu usaha jasa yang merupakan

sarana pendukung kegiatan pariwisata yang menyediakan fasilitas pelayanan penginapan,

makanan dan minuman, dimana pengelolaannya dilakukan secara profesional dan bersifat

komersil.

1. Klasifikasi Hotel

Menurut Sulastiono dalam Wisnawa (2007:3), klasifikasi hotel dibedakan menjadi 3 jenis,

yaitu :

1. Residential Hotel adalah hotel dimana wisatawan lama tinggal (menetap) dan biasanya

bangunannya menyerupai apartemen,menyediakan layanan yang diperlukan oleh penghuni,

tersedia pula ruang makan dan bar.

2. Transit Hotel adalah hotel yang diperuntukan bagi orang-orang yang melakukan bisnis

sehingga sering disebut commercial hotel, terletak di dalam kota dan pusat-pusat perdagangan.

3. Resort Hotel adalah hotel yang diperuntukan untuk orang-orang yang melakukan perjalanan

atau berlibur dan biasanya terletak dipegunungan atau pantai.

1. Departemen Dalam Hotel

Bagian-bagian atau departemen pada suatu hotel bervariasi tergantung ukuran dan besar

kecilnya hotel bersangkutan, namun pada umumnya secara garis besar departemen dalam hotel

dibagi menjadi dua yaitu, organisasi kantor depan (Front Office) dan organisasi kantor belakang

(Back Office). Adapun bagian-bagianya sebagai berikut (SK.Menparpostel No. km. 34 / NK 103

/ MPPT. 87):

1. Front Office

Organisasi kantor depan adalah departemen yang berhubungan dan langsung bersentuhan

dengan tamu, diantaranya :

a. Front Office Department adalah bagian yang berhuhubungan langsung dengan tamu dari tamu

check-in sampai tamu check-out. Departemen ini bertugas untuk menjual kamar, menerima

pemesanan kamar, memberi informasi dan menerima pembayaran.

b. Food and Beverage Department adalah bagian yang bertugas mengurus keperluan makanan

dan minuman tamu selama menginap di hotel.

c. Housekeeping Department adalah bagian yang bertugas memelihara kebersihan, kerapian dan

kelengkapan fasilitas-fasilitas yang ada dikamar.

2. Back Office

Organisasi kantor belakang adalah departemen yang tidak bersentuhan langsung dengan para

tamu tetapi menjadi penunjang kegiatan atau pendukung bagian yang berhubungan dengan tamu

dan juga sangat diperlukan, diantaranya :

a. Human Resouces Department adalah bagian yang berfungsi melakukan kegiatan yang

berkaitan dengan sumber daya manusia yang ada di lingkungan kerja hotel. Departement ini

juga memiliki tugas dalam mengembangkan tenaga kerja yang ada serta mengatur dan

menyelenggarakan pendidikan maupun latihan kerja bagi karyawan.

b. Sales and Marketing Department adalah bagian yang bertugas memasarkan produk hotel dan

melakukan kegiatan- kegiatan pemasaran, termasuk mempromosikan dan menjual produk

hotel.

c. Accounting Department adalah bagian yang bertugas mengelolah keuangan dalam hotel,

termasuk penerimaan dan pengeluaran uang di hotel.

d. Engeneering Department adalah Bagian ini bertanggung jawab dalam kegiatan yang

berhubungan dengan perencanaan dan kontstruksi bangunan hotel, selain itu juga bagian ini

peralatan dan perlengkapan hotel yang bersifat mekanik (mesin) serta mengurus pengadaan

dan pemeliharaan instalasi listrik dan pengadaan air bersih untuk keperluan tamu maupun

untuk keperluan karyawan hotel.

e. Security Department adalah Departemen yang bertugas menjaga dan memelihara keamanan

sertaketertiban di dalam maupun dilingkungan hotel.

2.2.2. Tinjauan Tentang Kepuasan Tamu

Menurut Kotler dalam Tjiptono (2008:169), kepuasan pelanggan sebagai, perasaan suka atau

tidak suka seseorang terhadap suatu produk setelah membandingkan persepsi produk dengan

yang diharapanya. Sedangkan menurut Fornell dalam Tjiptono (2008:169), kepuasan pelanggan

juga dapat diartikan sebagai hasil evaluasi dari menyeluruh konsumen atas kinerja produk yang

dikonsumsinya.

Menurut Tse & Wilton dalam Tjiptono (2008:169), kepuasan merupakan respon pelanggan

terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian dan kinerja

produk sebagaimana dipersepsikan setelah memakai atau mengkonsumsi produk bersangkutan.

Sedangkan Dutka dalam Kresnamurti,dkk (2011:115), mengartikan kepuasan pelanggan

sebagai tingkatan dimana kinerja produk yang dirasakan memenuhi harapan pembeli. Jika kinerja

produk dibawah harapan, pelanggan tidak merasa puas. Begitu juga sebaliknya, Jika kinerja

memenuhi harapan, maka pelanggan merasa puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan

mendapatkan kepuasan yang tinggi atau sangat senang. Pelanggan membentuk harapannya

tergantung pada pengalaman pembelian dimasa lalu, pendapat teman dan informasi atau janji

perusahaan. Jadi dapat disimpulkan kepuasan pelanggan merupakan perasaan suka atau tidak

suka seseorang terhadap suatu produk yang dirasakan setelah membandingkan kinerja produk

dengan yang diharapkan, apakah sudah memenuhi harapan atau dibawah harapan.

1. Teknik Pengukuran Kepuasan Pelanggan

Menurut Kotler dalam Tijptono (2011:314), metode atau cara yang dapat dilakukan untuk

mengukur tingkat kepuasan pelanggan adalah sebagai berikut :

1. Sistem Keluhan dan Saran (Complain and suggestion system )

Metode ini memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggan perusahaan untuk

menyampaikan saran dan keluhan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kepuasan

pelanggan. Dengan demikian maka perusahaan dapat memperbaiki kekurangannya atau

mungkin lebih meningkatkan pelayanannya.

2. Ghost Shopping

Metode ini dilaksanakan dengan memperkerjakan beberapa orang untuk bersikap sebagai

pelanggan potensial terhadap produk perusahaan dan pesaing. Ghost Shopping merupakan

salah satu cara untuk menilai kepuasan pelanggan dengan cara melaporkan pengalaman

konsumen ketika membeli produk perusahaan dan pesaing.

3. Analisis Pelanggan yang Hilang (Lost Customer Analysis)

Metode ini dilakukan dengan cara menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli

produk perusahaan atau telah berpidah ke perusahaan pesaing untuk memahami sebab

berhenti atau berpindahnya pelanggan ke perusahaan pesaing. Apabila jumlah pelanggan yang

hilang tinggi maka perusahaan dapat dikatakan gagal memberi kepuasan pada pelanggannya.

4. Survei Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction Survey)

Perusahaan perlu melakukan pengukuran langsung terhadap kepuasan pelanggan dengan cara

melakukan survei secarat teratur dapat dilakukan dengan menyebar kuesioner atau menelpon

pelanggan untuk mengetahui perasaan pelanggan saat mengkonsumsi produk dan jasa

perusahaan. Survei kepuasan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Directly Reported Satisfaction

Pengukuran dilakukan secara langsung melalui pertanyaan seperti "Ungkapkan seberapa

puas anda terhadap pelayanan?" skala yang digunakan berupa : sangat tidak puas, tidak

puas, netral, puas, sangat puas.

b. DerivedSatisfaction

Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua hal utama, yakni besarnya harapan pelanggan

terhadap artibut tertentu dan besarnya kinerja yang dirasakan.

c. Problem Analysis

Pelanggan yang dijadikan responden diminta untuk mengungkapkan dua hal pokok, yang

pertama merupakan masalah yang dihadapi berkaitan dengan penawaran dan yang kedua

saran-saran untuk melakukan perbaikan.

d. Importance Performance Analysis

Dalam teknik ini, responden diminta untuk merengking atribut dari penawaran berdasarkan

derajat kepentingan setiap atribut tersebut.

Menurut Kotler dalam Winahyuningsih (2000:7), penilaian kepuasan pelanggan mempunyai 3

bentuk yang berbeda yaitu:

a. Positif Disconfirmation, dimana kinerja lebih baik dari harapan

b. Simple Confirmation, dimana kinerja sama dengan harapan

c. Negatif Disconfirmation, dimana kinerja lebih buruk dari harapan

2. Indikator Kepuasan Pelanggan

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry dalam Tjiptono (2011:198), menyebutkan

kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan, maka

untuk mengukur kepuasan pelanggan digunakan teori TERRA sebagai indikator pembentuk

kepuasan pelanggan, lima indikator tersebut, meliputi:

a. Tangible (Bukti Fisik), berkenan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material

seperti gedung dan tata letak ruangan, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapian,

kenyamanan ruangan, kelengkapan perlatan komunikasi dan penampilan karyawan.

b. Emphaty (Empati), yaitu ketersediaan karyawan untuk lebih peduli memberikan perhatian

pribadi kepada pelanggan mencakup kemudahan komunikasi dan pemahaman terhadap

kebutuhan dan masalah pelanggan.

c. Responsiveness (Daya Tanggap), yaitu ketersediaan karyawan untuk membantu pelanggan

dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan (complaint) dari

tamu.

d. Reliability (Kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberi jasa sesuai dengan yang

dijanjikan, terpecaya, akurat dan konsisten.

e. Assurance (Jaminan), yaitu berupa kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan

kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan kepada konsumen.

3. Manfaat Kepuasan Pelanggan

Menurut Tjiptono (2011:288), kepuasan pelanggan dapat memberikan manfaat-manfaat

sebagai berikut:

a. Berdampak positif terhadap loyalitas planggan.

b. Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama pembelian ulang.

c. Menekan biaya transaksi di masa depan, biaya-biaya komunikasi pemasaran, penjualan dan

layanan pelanggan.

d. Menekan resiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan.

e. Meningkatkan toleransi harga terhadap ketersediaan pelanggan untuk membayar dan

pelanggan tidak cenderung berpindah tempat.

f. Menumbuhkan rekomendasi.

g. Pelanggan cenderung lebih represif terhadap produk perusahaan.

h. Meningkatkan kekuatan perusahaan terhadap mitra bisinis dan jaringan distribusi.

2.2.3. Tinjauan Tentang Loyalitas Tamu

Menurut Griffin dalam Wisnawa (2007:7), loyalitas pelanggan secara umum dapat diartikan

sebagai kesetiaan seseorang terhadap suatu barang atau jasa tertentu. Loyalitas pelanggan

merupakan kelanjutan dari kepuasan konsumen walaupun tidak multak merupakan hasil

kepuasan konsumen. Seorang pelanggan dapat dikatakan setia atau loyal apabila pelanggan

tersebut menunjukan prilaku pembelian secara teratur atau paling sedikit dua kali dalam selang

waktu tertentu. Menurut Oliver dalam Kresnamurti (2011:115), loyalitas adalah suatu komitmen

yang kuat untuk melakukan pembelian ulang, berlanggan suatu produk atau pelayanan secara

konsisten serta tidak terpengaruh pada lingkungan yang ada atau upaya aktifitas pemasaran para

pesaing, serta aspek-aspek lain yang dapat mendorong pelanggan beralih ke perusahaan lain.

Sedangkan Mowen dan Minor dalam Putro,dkk (2014:4), menyatakan loyalitas sebagai

kondisi dimana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu brand, mempunyai komitmen

terhadap suatu brand dan bermaksud meneruskan pembelian dimasa mendatang. Menurut Auh, s

dalam Sudarti (2012:97), loyalitas pelanggan merupakan kesediaan untuk melakukan pemebelian

ulang dan tetap bersedia melakukan pembelian ulang meskipun dengan adanya kenaikan harga.

Terjadinya loyalitas merek pada konsumen itu disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan

dan ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus menerus disamping

adanya persepsi tentang kualitas produk. Berdasarkan pernyataan tersebut Ali hasan (125:2002)

mengartikan, Loyalitas pelanggan sebagai orang yang membeli secara teratur dan berulang-ulang,

mereka secara terus menerus dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk

memuaskan keinginannya dengan memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan

membayar produk tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan merupakan sikap positif, komitmen dan kesediaan untuk

melakukan pembelian ulang dan tetap bersedia melakukan pembelian ulang meskipun dengan

adanya kenaikan harga serta aspek-aspek lain yang dapat mendorong pelanggan beralih ke

perusahaan lain.

Pelanggan yang puas akan melakukan pembelian ulang pada waktu yang akan datang dan

memberitahukan kepada orang lain atas kinerja produk dan jasa yang dirasakan. Dalam hal ini

dapat Soesanto dalam Juhari (2012:17), meyimpulkan bahwa pelanggan yang loyal tidak dapat

diukur dari berapa banyak dia membeli, tapi dari berapa sering dia melakukan pembelian ulang,

termasuk disini merekomenasikan orang lain untuk membeli. Loyalitas pelanggan sangat penting

bagi suatu perusahaan jasa untuk meningkatkan keuntungan, karena apabila konsumen tidak

loyal terhadap suatu perusahaan maka dipastikan mereka akan berpaling ke perusahaan lain.

Dalam mempertahankan loyalitas pelanggan, perusahaan dapat melakukannya dengan

memberikan pelayanan yang baik.

1. Karakteristik Pelanggan yang Loyal

Pelanggan (customer) memiliki perbedaan dengan konsumen (consumer). Seseorang

dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan diri dengan membeli

produk atau jasa yang ditawarkan perusahaan. Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui

pembelian berulang-ulang dalam jangka waktu tertentu , apabila dalam jangka waktu tertentu

tidak melakukan pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan

tetapi sebagai pembeli atau konsumen.

Menurut Griffin dalam Budi (2013:58), karakteristik pelanggan yang loyal dapat dilihat

berdasarkan kriteria berikut:

1. Melakukan pembelian berulang secara teratur (Repeat Purchase)

2. Membeli antar lini produk dan jasa (Pay More)

3. Mereferensikan kepada orang lain (Advocate)

4. Menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing (Retention)

Menurut Maulan dalam Putro, dkk (2014:4), seseorang pelanggan dikatakan setia atau loyal

apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara teratur atau terdapat suatu

kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli paling sedikit dua kali dalam selang waktu

tertentu. Upaya memberikan kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap

pelanggan, sedangkan konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan

daripada sikap dari pelanggan. Griffin dalam Putro,dkk (2014:4), berpendapat seorang konsumen

juga dikatakan loyal apabila dia mempunyai suatu komitmen yang kuat untuk menggunakan atau

membeli lagi secara rutin sebuah produk atau jasa.

2. Manfaat Loyalitas Pelanggan

Menurut Hasan (121:2000), loyalitas pelanggan terhadap perusahaan merupakan salah satu

aset perusahaan, yang menunjukkan mahalnya nilai sebuah loyalitas karena dalam membangun

loyalitas banyak tantangan yang harus dihadapi serta membutuhkan waktu yang sangat lama.

Akan tetapi sekali loyalitas pelanggan dapat dibangun, akan memberikan manfaat yang besar

bagi perusahaan, antara lain:

a. Mengurangi biaya pemasaran

b. Trade leverage

c. Menarik pelanggan baru

d. Merespons ancaman pesaing

e. Nilai kumulatif bisnis berkelanjutan

3. Indikator Loyalitas Pelanggan

Menurut Zeithaml dalam Juhari (2012:17), menyebutkan indikator dari loyalitas pelanggan

sebagai berikut :

1. Say positive things adalah mengatakan hal yang positif tentang produk yang telah dikonsumsi.

2. Recommend friend adalah merekomendasikan produk kepada teman.

3. Continue Purchasing adalah pembelian yang dilakukan terus menerus terhadap produk yang

telah dikonsumsi.

Pelanggan yang loyal pada dasarnya dapat mengurangi biaya yang akan dikeluarkan

perusahaan untuk mendapatkan pelanggan baru dan pelanggan yang loyal dapat membantu

mendapatkan pelanggan baru dengan merekomendasikan melalui informasi dari mulut ke mulut.

2.2.4. Tinjauan Tentang Kualitas Pelayanan

Menurut Kotler dalam Putro,dkk (2014:2), pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan

yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan

tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Pelayanan merupakan prilaku produsen dalam rangka

memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen demi tercapainya kepuasan konsumen. Pelayanan

dapat disimpulkan sebagai suatu kegiatan atau tindakan untuk memenuhi kebutuhan dan

keinginan konsumen yang memberikan manfaat atau kepuasan.

Menurut Lewis and Boom dalam Lubis (2013:78), kualitas pelayanan adalah ukuran

seberapa baik tingkat pelayanan yang diberikan sesuai dengan harapan pelanggan. Sedangakan

Tjiptono menyatakan, Kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan

pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan

(Lubis,2013:78). Menurut Kotler dalam Juhari (2012:16), kualitas pelayanan juga dapat diartikan

sebagai cara membandingkan persepsi layanan yang mereka harapkan dengan kenyataan yang

mereka terima. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah

penilaian yang diberikan kepada pelayanan yang diterima terhadap pelayanan yang diharapkan,

jika pelayanan yang diberikan lebih dari harapan konsumen maka pelayanan dikatakan sangat

baik, begitu juga sebaliknya jika pelayanan tidak Psesuai dengan yang diharapkan maka

pelayanan dikatakan tidak baik dan apabila pelayanan sama dengan harapan maka pelayanan

dikatakan baik.

2.2.5. Tinjauan Tentang Tamu

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia tamu diartikan sebagai orang yg datang berkunjung

ke tempat orang lain atau ke perjamuan, orang yg datang untuk menginap di hotel, atau orang

yang datang untuk membeli suatu barang. Tamu juga dapat diartikan sebagai seseorang atau

sekelompok orang yang datang untuk mengunjungi instansi atau organisasi, untuk kepentingan

pekerjaan baik kedinasan maupun pribadi.

Rismayanti (2014:34), mengartikantamu (Guest) sebagai seseorang yang datang untuk

menggunakan kamar (menginap) atau tamu yang datang walaupun tidak untuk menginap tetapi

bermaksud menggunakan fasilitas atau pelayanan lain di dalam hotel dan menghendaki

pelayanan yang disediakan oleh hotel, sedangkan menurut Sujatno (2008:6), Tamu adalah orang-

orang yang mempunyai perasaan, emosi, rasa suka dan tidak suka dan orang yang selalu merasa

benar yang menghendaki pelayanan yang ada dihotel dan menggunakan fasilitas hotel dan

membayarnya . Jadi dapat disimpulkan Tamu dapat diartikan sebagai orang yang datang ke hotel

yang menggunakan fasilitas dan menerima pelayanan dari hotel.

1. Jenis-Jenis Tamu

a. Walk in Guest, adalah tamu yang datang ke hotel untuk menginap, tanpa pesan tempat

(reservation) terlebih dahulu.

b. Reguler Guest, adalah tamu hotel biasa. Artinya tamu tersebut bukan tamu penting, dan bukan

tamu yang telah berulang-ulang menginap di hotel tersebut dan juga bukan tamu yang

menginap dalam waktu yang cukup lama.

c. VIP (Very Important Person) Guest, adalah tamu yang dianggap sangat penting, karena

jabatannya dalam pemerintahan atau perusahaan atau organisasi hotel, atau anggota dari suatu

club tertentu.

d. Customer Guest, adalah tamu langganan yang bukan baru sekali saja datang dan menginap di

hotel, tetapi sudah berkali-kali atau berulang-ulang menggunakan fasilitas dan pelayanan hotel.

e. Long Staying Guest, adalah tamu yang datang menginap atau tinggal di hotel dalam waktu

yang cukup relatif lama.

f. Group Guest, adalah tamu yang datang menginap di hotel itu secara rombongan, biasanya

dikoordinir oleh biro perjalanan tertentu.

g. Individual Guest, adalah tamu yang datang menginap di hotel bukan dalam suatu kelompok.

Datang ke hotel secara pribadi bukan sebagai member dari suatu grup tertentu.

Perbedaan istilah tamu seperti diatas bukanlah dimaksudkan untuk membedakan perlakuan

terhadap tamu, namun dengan tujuan memberikan pelayanan kepada tamu dengan sebaik-

baiknya atau semaksimal mungkin mendekati apa yang diharapkannya.

2.2.6. Tinjauan Tentang Persepsi Kualitas Jasa

Menurut Tjiptono (2011:180), kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan

berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa. Tjoptono

(2008:85) juga berpendapat pelanggan merupakan pihak yang membeli dan mengkonsumsi data

maka, pelangganlah yang menilai tingkat kualitas jasa sebuah perusahaan. Penilaian pelanggan

terhadap kinerja layanan yang diterimanya bersifat subyektif, karena tergantung pada persepsi

masing-masing individu.

Menurut Sri Astuti dalam Kanca,dkk (2015:13), persepsi berasal dari Bahasa Inggris yaitu

"perception" yang berarti penglihatan atau daya memahami. Selain itu,Kotler dalam Kanca,dkk

(2015:13) menyatakan persepsi juga dapat diartikan sebagai proses bagaimana seseorang

menyeleksi, mengatur, dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan

gambaran keseluruhan yang berarti.

Menurut Rangkuti dalam Kanca,dkk (2015:13), persepsi pelanggan diidentifikasi sebagai

suatu proses di mana individu memilih, mengorganisasikan, serta mengartikan stimulus yang

diterima melalui alat inderanya menjadi suatu makna. Kesan yang diterima individu sangat

tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berfikir dan belajar,

serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam individu.

Wirata dalam Kanca,dkk (2015:13), mengatakan persepsi seseorang mengenai suatu hal,

benda atau pelayanan yang diberikan oleh orang lain adalah berbeda-beda, karena tiap-tiap

individu memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian atau menanggapi sesuatu. Persepsi

seseorang sangat tergantung pada perasaan individu tersebut terhadap hal-hal yang mereka lihat

dan rasakan. Lebih-lebih persepsi seseorang terhadap pelayanan walaupun seseorang telah

merasa memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kadang-kadang orang yang menerima

pelayanan tersebut persepsinya berbeda tergantung pada situasi dan kondisi orang yang

dilayani.Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa, berpengaruh terhadap tiga faktor antara

lain: tingkat kepentingan pelanggan, kepuasan pelanggan dan nilai.

Sedangkan menurut Rangkuti dalam Kanca,dkk (2015:14), faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi pelanggan atas suatu jasa adalah:

a. Harga ( price)

b. Citra (image)

c. Tahap pelayanan

d. Momen pelayanan

1. Faktor-Faktor Pembentuk Persepsi

Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Febrianti (2001:103), proses dasar dalam

pembentukan persepsi seseorang meliputi:

1. Perceptual Selection

Konsumen mengambil dan memilih rangsangan yang diterima (yang dianggap sesuai dengan

dirinya). Dalam proses pengambilan keputusan, konsumen akan sangat selektif dalam memilih

informasi, yaitu yang akan membantu konsumen dalam mengevaluasi merek yang akan

memenuhi kebutuhan dan memenuhi atau cocok dengan kepercayaan.

2. Perceptual Organization

Konsumen tidak memisahkan rangsangan-rangsangan yang sudah dipilih dari lingkungan.

Konsumen mengelompokkan informasi-informasi yang diterima dari berbagai sumber dan

menyusunnya secara utuh yang memiliki arti khusus sehingga konsumen dapat mengambil

keputusan berdasarkan hal tersebut.

3. Perceptual Interpretation

Konsumen biasanya menghubungkan rangsangan yang diterima pada faktor-faktor yang

paling disukai dan sesuai dengan diri konsumen. Pengalaman masa lalu dan interaksi sosial

membantu terbentuknya harapan, yang kemudian memberikan pilihan-pilihan yang nantinya

digunakan untuk menginterpretasikan rangsangan.

2.2.7. Tinjauan Tentang Harapan (Ekspetasi) Pelanggan

Menurut Tjiptono (2011:181), dalam konteks kualitas produk atau kepuasan pelanggan telah

dicapai konsesus bahwa harapan pelanggan memainkan peran penting sebagai standar

perbandingan dalam mengevaluasi kualitas jasa maupun kepuasan pelanggan. Tjiptono (2008:86)

juga berpendapat, dalam hal ini kinerja sebuah produk dapat dinilai setelah pelanggan membeli

dan mengkonsumsinya lalu dibandingkan dengan harapan sebelum pembelian utuk mengetahui

kualitas layanannya baik atau buruk.

Harapan Pelanggan menurut Olson & Dover dalam Tjiptono,dkk (2011:181), diartikan

sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan

standar atau acuan dalam menilai produk. Menurut Hill dalam Febrianti (2001:103), harapan atau

ekspetasi adalah apa yang dipikirkan oleh konsumen yang harus disediakan oleh penyedia jasa.

Sedangkan menurut Han dan Leong dalam Febrianti (2001:103), harapan bukan merupakan

prediksi dari apa yang akan disediakan oleh penyedia jasa. Harapan akan timbul saat konsumen

memerlukan jasa.

Schiffman dan Kanuk dalam Febrianti (2001:103), menyatakan harapan bukan merupakan

prediksi dari apa yang akan disediakan oleh penyedia jasa. Harapan akan timbul saat konsumen

memerlukan suatu barang atau jasa. Orang biasanya melihat apa yang mereka harapkan untuk

dilihat, dan apa yang mereka harapkan untuk dilihat biasanya berdasar atas kebiasaan dan

pengalaman masa lalu. Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tersebut maka dapat

disimpulkan harapan atau ekspetasi adalah apa yang dipikirkan atau keyakinan konsumen

sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang harus disediakan oleh penyedia jasa, yang

akan timbul saat konsumen memerlukan suatu barang atau jasa. Mereka melihat apa yang mereka

harapkan untuk dilihat berdasarkan atas kebiasaan dan pengalaman masa lalu.

Sebelum melakukan konsumsi akan suatu pelayanan, konsumen telah terlebih dahulu

memiliki harapan (ekspetasi) terhadap pelayanan yang akan diterimanya dari internet, brosur dan

lain-lain. Menurut Zeithaml dalam Kanca (2015:14), Ekspetasi atau harapan ideal konsumen

dipengaruhi oleh beberapa faktor dominan yaitu:

a. Personal needs,

b. Explicit service promises,

c. Implicit service promises

d. Word of mouth communication

e. Past experience

1. Faktor-Faktor Pembentuk Harapan (Ekspetasi)

Menurut Horovitz dalam Febrianti (2001:103), harapan (expectation) dapat terbentuk oleh

faktor-faktor sebagai berikut:

1. Communications by the service provider

Para penyedia jasa akan saling bersaing untuk mengkomunikasikan jasanya kepada konsumen.

Salah satunya dengan cara memberikan janji-janji melalui iklan dan media lainnya. Janji-janji

tersebut nantinya akan menimbulkan harapan dalam diri konsumen.

2. Price paid

Semakin besar jumlah uang yang dikeluarkan oleh konsumen, maka semakin besar harapan

konsumen untuk mendapatkan pelayanan yang lebih memuaskan dibandingkan bila

mengeluarkan uang dalam jumlah kecil.

3. Past experience

Jika seorang konsumen pernah menikmati pelayanan yang memuaskan di suatu tempat, maka

konsumen akan mengharapkan pengalaman yang sama seperti yang pernah dialami, pada waktu

menggunakan lagi layanan yang sama.

4. Similar experience

Bila konsumen merasa puas pada pelayanan yang diberikan, konsumen akan menceritakan

pengalaman tersebut kepada teman atau relasinya sehingga teman atau relasi ini akan

menggunakan pelayanan tersebut dan berharap mendapatkan pengalaman yang sama.

2.2.8. Gap Kesenjangan Kualitas Pelayanan

Kualitas layanan merupakan perbandingan antara layanan yang dirasakan atau yang

dipersepsikan dengan layanan yang telah dirasakan atau dipersepsikan pelanggan dengan

pelayanan yang diinginkan atau diminta konsumen. Selisih antara persepsi dan harapan disebut

dengan gap atau kesenjangan kualitas pelayanan (Budi,2013,51). Gap dapat dihitung dengan cara

mengurangkan persepsi dengan harapan. Nilai gap negatif menunjukan kualitas pelayanan yang

kurang baik sehingga perlu ditingkatkan, sedangkan nilai gap positif menunjukan bahwa tingkat

kinerja terhadap kualitas pelayanan melebihi tingkat harapan tamu atau sama dengan harapan

tamu. Idealnya, nilai tingkat kinerja dan tingkat harapan adalah nol, yang artinya tingkat kinerja

terhadap suatu pelayanan adalah sama dengan tingkat harapan. Semakin besar nilai negatif suatu

gap pada suatu kualitas pelayanan maka semakin besar prioritas perbaikan kualitas pelayanan

tersebut.

Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Tjiptono (2011:217), Gap dibagi menjadi

lima yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa sebagai berikut:

a. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (Knowledge Gap)

Manajemen tidak mempersepsikan ekspetasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak

akurat dan tidak memahami dengan tepat apa yang menjadi keinginan konsumen. Akibatnya

manajemen perusahaan penyedia jasa tersebut tidak mengetahui bagaimana suatu jasa

seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung apa saja diinginkan konsumen.

b. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa

(Standards Gap)

Gap ini menunjukan bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi

manajemen terhadap ekspetasi kualitas jasa. Manajemen belum menetapkan standar kualitas

dengan jelas, atau manajemen telah menetapkan standar kualitas yang jelas tetapi tidak

konsisten dan pihak manajemen tidak berkomitmen kuat untuk mencapai standar kualitas

tersebut.

c. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (Delivery Gap)

Gap ini menunjukan bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses

produksi dan penyampaian jasa. Faktor yang mempengaruhi terjadinya kesenjangan ini,

misalnya karyawan yang kurang terampil, beban kerja yang berat dan karyawan tidak dapat

memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

d. Gap antara pennyampaian jasa dan komunikasi eksternal (Communications Gap)

Gap ini menunjukan bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi

pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Harapan

pelanggan dipengaruhi iklan atau janji yang diberikan perusahaan, apabila janji yang

diberikan tidak terpenuhi maka akan timbul persepsi negatif terhadap kualitas jasa perusahaan.

e. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (Service Gap)

Gap ini menujukan bahwa jasa yang di dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang

diharapkan. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan berdasarkan

kriteria yang berbeda atau keliru menginterprestasikan kualitas jasa bersangkuatan. Gap ini

menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif seperti kualitas yang buruk dan adanya masalah

dalam kualitas pelayanan.