BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/26390/263908474.pdf · 2016. 6. 17. · BAB I...
Transcript of BAB I PENDAHULUANdocshare01.docshare.tips/files/26390/263908474.pdf · 2016. 6. 17. · BAB I...
BAB IPENDAHULUAN
Kejang merupakan gejala yang lazim terjadi pada bayi, baik dengan penyebab
yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Secara fisiologis, ditandai
dengan disritmia serebral dan secara klinis, ditandai dengan berbagai
kombinasi gerakan involunter baik umum maupun fokal, juga adanya stimulus
sensoris yang stereotipe serta perubahan tingkah laku dan menurunnya
kesadaran.1
Dalam memutuskan apakah seseorang menderita kejang atau tidak, sering
terdapat kesulitan. Kecuali jika dapat menyaksikan episode kejang itu,
sehingga pengambilan anamnesa yang tepat harus benar-benar dilakukan. Dari
sifatnya, jarang dapat dibuat diagnosis penyebab, karena kebanyakan mirip
antara satu tipe dengan tipe yang lain, kecuali pada petit mal dan spasme
infantil. Berdasarkan hal tersebut, maka diagnosis harus benar-benar
ditegakkan, karena mempengaruhi pemberian terapi juga.2 Sangat penting
untuk menentukan apakah anak tampak sehat di antara serangan kejang atau
tidak, karena jika tidak, atau anak menderita gejala seperti perubahan
personaliti, maka diagnosisnya pasti lebih serius.2
Penanganan kejang harus dilakukan dengan benar, karena jika tidak maka
justru akan menambah komplikasi yang baru. Selain itu penggunaan obat anti
kejang juga harus memperhatikan dosisnya, agar tidak terjadi toksisitas.2,3 Pengaruh kejang meliputi gangguan fungsional yang berhubungan dengan
otak, juga pada aspek sosial, dimana anak yang menderita kejang akan
mengalami berbagai perlakuan dalam masyarakat serta gangguan pada
perkembangan intelegensia dan mental.1
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. DefinisiKejang adalah suatu keadaan tiba-tiba, akibat gangguan fungsi otak sepintas,
yang ditandai dengan gerakan involunter, sensoris dan otonomi atau adanya
1
gejala-gejala psikis baik tunggal maupun kombinasi, yang sering disertai
dengan menurunnya atau hilangnya kesadaran.3
Kejang dapat terjadi sesudah gangguan metabolik sepintas (transient
metabolic), akibat trauma, anoksia serta infeksi yang menyerang otak.1,2,3
Istilah kejang biasanya disinonimkan dengan konvulsi, seizure dan fit.
Konvulsi merupakan istilah yang sering digunakan dan sebagai terjemahan
langsung, sedangkan seizure memiliki arti yang sama (dari bahasa Inggris). Fit
lebih sering dipakai sebagai istilah kejang pada bayi. Istilah epilepsi adalah
keadaan berulangnya kejang, tetapi pada lapangan ilmu kesehatan anak harus
dipakai secara hati-hati karena bunyi istilahnya dapat menimbulkan hal yang
tidak enak dimana ada anggapan bahwa di masa kehidupan selanjutnya anak
berada dalam keadaan cacat fisik mental dan sosial.1
B. KlasifikasiBerdasarkan umur atau masa kehidupan, juga manifestasi klinik dan asalnya
maka kejang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :1,2,3
I. Klasifikasi kejang berdasarkan umur/masa kehidupan :2 1. Kejang dalam masa neonatus, yang paling mungkin terjadi karena:
a. Cacat otak/kerusakan anoksik pada otak b. Hipoglikemia c. Hipokalsemia d. Infeksi e. Hiponatremia/hipernatremia f. Kern ikterus
2. Kejang pada masa anak-anak (setelah masa neonatus) yang disebabkan
oleh : a. Kejang demam b. Konvulsi menahan nafas c. Spasme infantil, d. Epilepsi, e. Pingsan/sinkope dan sindrom surkadiak f. Histeri dan tetani akibat over ventilasi g. Trauma, cacat otak dan hemiplegi infantil akut h. Infeksi i. Keadaan metabolik seperti hipoglikemia, hipokalsemia,
hipoparatiroidisme, sindroma di George, dehidrasi, j. Racun dan obat-obatan
II. Klasifikasi kejang berdasarkan manifestasi klinik :1 1. Manifestasi klinik yang erat hubungannya dengan maturitas serebral,
yaitu a.Kejang pada neonatus
2
b.Kejang mioklonik c.Kejang demam d.Petit mal
2. Manifetasi klinik yang tidak harus berhubungan dengan maturitas
serebral, yaitu: a.Serangan kejang umum b. Grand mal c.Kejang akinetik d.Serangan vokal e.Serangan motorik f. Serangan sensorik g.Psikomotor (lobus temporalis) h.Epilepsi Jackson
III. Klasifikasi kejang berdasarkan asalnya/penyebab yang dapat digolongkan
atas :3 1. Kejang intrakranial,
kejang dengan penyebab yang berasal dari otak, yang dapat berupa : a. Gangguan pertumbuhan otak (penyakit otak degeneratif), b. Penyakit otak kongenital
2. Kejang ekstrakranial, Kejang dengan penyebab yang tidak berasal dari otak, yang dapat
berupa : a. Kejang akibat infeksi (misalnya ensefalitis dan meningitis) b. Kejang akibat trauma (pada cedera otak) c. Kejang akibat zat dan obat-obatan.
Pada pembahasan ini kejang yang dibicarakan adalah yang terjadi pada
anak-anak dengan umur lebih dari 1 bulan hingga 12 tahun (masa bayi/infant
sampai anak-anak/child).
C. EpidemiologiAngka kejadian kejang pada bayi baru lahir berkisar antara 0,2-1,2%7. Angka
kejadian kejang pada anak di bawah umur 5 tahun sekitar 6-7% dari seluruh
anak, sedangkan pada kelompok usia lebih dari 6 bulan – 3 tahun lebih dari
50%. Pada anak bermental subnormal sekitar 20% dan anak yang menderita
serebral palsy sekitar 35%. Anak yang menderita hemoplegispatik sekitar
40%, sedangkan anak yang menderita atetoid sekitar 10 % dan yang paling
jarang adalah anak dengan ataksia kongenital.1,2,3,4,5
D. PatofisiologiSel-sel otak dikelilingi oleh suatu membran dengan permukaan dalam adalah
lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Secara normal membran sel dapat
3
dilalui dengan mudah oleh oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Dengan
demikian maka konsentrasi ion kalium dalam sel lebih tinggi dari ion natrium,
sedangkan di luar sel keadaan sebaiknya.4,5 Karena terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar
sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut dengan potensial
membran sel otak. Untuk menjaga keseimbangan beda potensial membran
tersebut diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATP-ase. Energi
diperoleh dari oksidasi glukosa menjadi CO2 dan air, dimana oksigen
diperoleh dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan oleh sistem
kardiovaskuler. Enzim Na-K-ATP ase adalah enzim yang terdapat pada
permukaan sel dan memiliki kemampuan untuk berikatan dengan membran
sel.5 Oleh adanya suatu sebab, maka keseimbangan potensial membran
tersebut akan terganggu. Gangguan ini dapat berupa : 1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler, 2. Rangsangan yang datangnya mendadak, seperti mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya, 3. Perubahan fisiologis dari membran sendiri karena adanya suatu penyakit
atau karena faktor genetik (herediter).5 Dengan terganggunya potensial membran, maka dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel,
sehingga menyebabkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
yang sedemikian besar, dapat meluas ke seluruh sel, hingga mencapai sel-sel
yang saling berdekatan, dengan bantuan suatu bahan yang disebut dengan
neurotransmiter. Rangsangan pada sel-sel saraf ini akan mengaktifkan
berbagai sel sel lewat neurotransmiter. Tak terkecuali juga sel-sel otot. Dengan
aktifnya aktin dan miosin maka otot-otot akan mengalami kontraksi. Sehingga
timbullah berbagai gerakan involunter. Hal ini berakibat terjadinya kejang.3,5 Setiap individu memiliki batasan untuk menjadi kejang. Batasan ini
disebut dengan ambang kejang, yang umumnya berbeda antara satu individu
dengan individu yang lain. Rendahnya ambang kejang ini dipengaruhi oleh
faktor genetik. Kejang dapat juga terjadi pada setiap orang, jika kepadanya
diberikan rangsangan dengan elektrokonvulsif atau berbagai zat prokonvulsif,
dimana hal ini bergantung pada ambang kejangnya.5
4
Dengan adanya berbagai kelainan pada otak maka kejang dapat juga
terjadi. Chao (1958) mengemukakan bahwa epilepsi ditimbulkan oleh
kelainan serebral yang timbul secara berulang.5
E. Manifestasi klinisSebagaimana klasifikasi kejang pada masa kehidupan, maka kejang pada
masa anak-anak besifat lebih kompleks. Pada umumnya sebab tersering adalah
akibat infeksi akut, dimana ditandai dengan peningkatan suhu (sering disebut
sebagai kejang demam). Walaupun demikian, harus diingat bahwa kejang
merupakan hasil akhir dari berbagai jenis proses patologi.2,3,4,5
1. Kejang DemamSetelah minggu pertama kehidupan dan sampai dengan usia 4 tahun,
kejang demam menjadi sebab yang paling umum. Kejang demam harus
dibedakan dengan epilepsi, karena terapi dan prognosisnya berbeda.2,5 Kriteria yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kejang
demam adalah kriteria Livingstone yang dimodifikasi, yaitu : 2,5
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu
normal tidak menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang didalam 1 tahun tidak melebihi 4x.
Harus berhati-hati dalam menegakkan diagnosa kejang demam benigna,
karena jika anak bermental subnormal atau terdapat cerebral palsy, maka
kemungkinan epilepsi. Oleh karena itu diagnosis yang tepat harus benar-
benar dilakukan, dimana kurang dari 3 % anak yang mengalami kejang
sesuai kriteria, akan kembali menderita kejang nantinya, sementara 97 %
5
anak yang mengalami kejang oleh sebab lainnya, kemungkinan akan
menderita epilepsi.2,5
Sering ditemukan adanya riwayat keluarga yang kejang demam,
tetapi jika ada juga riwayat epilepsi, maka diagnosis kejang demam akan
menjadi ragu-ragu. Paling penting diperhatikan bahwa meningitis piogenik
pada anak yang kecil (antara 1 sampai 3 tahun), biasanya dimulai dengan
demam dan kejang (15 %) dan ada yang memperlihatkan gejala tanpa
meningitis, tidak terjadi kaku kuduk, serta tidak ditemukan tanda Kernig
atau gejala meningitis lainnya. Oleh karena itu pada anak kecil yang
memiliki gejala demikian, dianjurkan untuk dilakukan punksi lumbal.2,5
2. Konvulsi Menahan Nafas (Breath Holding Spells)Keadaan ini bisa timbul pada usia kapanpun, di antara 1 sampai 5 tahun
(serendah-rendahnya 6 bulan) dan jarang pada usia sesudahnya. Usia yang
sering terjadi adalah pada satu tahun pertama (kira-kira sampai 18 bulan).
Keadaan ini terjadi jika anak merasa diperlakukan dengan buruk atau
mengalami cedera, maka ia bisa menahan napas saat ekspirasi atau saat
menangis, sehingga akan tejadi sianosis segera, dan jika napas ditahan
selama 10 sampai 15 detik lagi, maka ia akan mengalami kejang utama
yang tidak dapat dibedakan dengan epilepsi. Tetapi yang khas sering
ditemukan epistotonus dan kadang-kadang muntah atau ngompol.
Penyebab dari hal ini adalah menurunnya curah jantung akibat
berkurangnya aliran balik ke jantung sebagai akibat terjadinya peningkatan
tekanan intrathoraks karena menahan napas. Sering ditemukan refleks
okulokardiak hipersensitif, yaitu melambatnya detak jantung akibat
kompresi bola mata.2 Keadaan ini dibagi atas dua tipe, yaitu : 1. Tipe sianotis, yaitu anak menjadi biru saat mengalami konvulsi
menahan napas,
2. Tipe non sianotis, yaitu anak tidak menjadi biru saat mengalami
konvulsi menahan napas.
Banyak yang beranggapan bahwa serangan kejang akibat menahan
napas hanya merupakan masalah tingkah laku, yang hanya timbul jika
anak mengalami berbagai masalah tanpa jalan keluar. Kenyataannya
6
kejang ini juga terjadi jika anak mengalami cedera. Ada fakta yang
mengemukakan bahwa kejang ini berhubungan juga dengan anemia
hipokromik. Obat antiepilepsi tidak mempengaruhi serangan, hanya
sebagai tes terapi saja jika ragu-ragu menetapkan. EEG normal dan tidak
memerlukan pemeriksaan lain.2,4
3. Spasme InfantilKeadaan ini dinamakan juga dengan spasme ”salam” atau ”kejang
mioklonik” atau juga ”serangan hipsaritmik”, terdiri atas fleksi cepat
mendadak pada tubuh, yang berlangsung sepersekian detik. Serangan ini
biasanya dimulai selama 6 bulan pertama (70 % kasus) dan biasanya
berhenti pada umur 18 bulan, tetapi lazim diganti oleh kejang yang utama.
Sehingga sering dikelirukan dengan epilepsi petit mal. Serangan ini
diakibatkan oleh banyak penyebab, seperti :2 1. Malformasi atau kerusakan otak parah,
2. Anoksia,
3. Efusi subdural,
4. Fenilketonuria,
5. Sifilis,
6. Meningitis dan infeksi intrakranial,
7. Hipoglikemia,
8. Neurodermatosis (misalnya sklerosis tuberosa, neurofibromatosis,
sindroma Sturge-Weber berupa warna ”portwine” pada wajah dengan
mental subnormal),
9. Cerebral palsy dan kejang,
10. Penyakit Tay-Sach,
11. Penyakit infeksi (virus dan bakteri), dan lain-lain.
7
Sepertiga dari penyebab spasme infantile tidak ditemukan
penyebabnya. Salah satu sebab yang telah dikenal adalah Sindroma
Aicardi, berupa agenesis korpus kalosum, mental subabnormal dan
korioretinopati. Pada pemeriksaan EGG, menunjukkan adanya
hipsaritmik yang khas, yaitu puncak aktivitas listrik yang timbul
mendadak.2 Spasme infantil harus dibedakan dengan petit mal, dimana
pada petit mal timbul pada kelompok usia yang lebih tua.
4. EpilepsiKejang ini terjadi setelah usia 5 tahun. Banyak anak yang menderita
grand mal dianggap sebagai petit mal. Oleh karena itu kedua keadaan
tersebut harus dapat dibedakan. Petit mal terdiri dari kehilangan
kesadaran yang singkat, dimana berlangsung sampai 20 detik tanpa
didahului dengan aura, tanpa adanya gerakan kejang dan tidak diikuti
oleh tertidurnya anak. Serangan ini lazim disebut dengan ”dizzy
spells” atau ”fainting turn”. Anak bisa dalam keadaan berdiri dan
menatap sesuatu. Kelopak mata kadang-kadang berkedip-kedip dan
mata mengalami deviasi ke atas. Kedutan pada ekstremitas juga untuk
sementara waktu akan hilang. Warna muka tidak ada perubahan. Jika
anak memegang sesuatu maka ia akan melepaskannya. Serangan ini
hampir selalu dicetuskan olehoverventilasi paksa.2,5 Beda antara petit mal dan grand mal adalah :2 1. Petit mal merupakan bentuk kejang yang relatif jarang pada anak-
anak,
2. Sifat kejang pada petit mal tanpa disertai dengan perubahan sikap
dan rona wajah,
3. Lama kejang pada petit mal tidak lebih dari 20 detik, tetapi
berurutan secara cepat,
4. Serangan petit mal biasanya dapat dicetuskan oleh over ventilasi,
5. Pada petit mal tidak disertai dengan tertidurnya anak dan rasa
muntah,
8
6. EEG pada petit mal memperlihatkan aktivitas dengan ”spike” dan
”wave” per detik, sedangkan pada grand mal sering tampak
normal.
beda antara petit mal dan spasme infantil :2 1. Usia, dimana pada spasme infantil usia anak 4 – 6 bulan dan
berhenti setelah umur 3 tahun, sedangkan petit mal timbul pada
usia4 – 8 tahun dan berhenti setelah mencapai pubertas,
2. Lama serangan, petit mal memiliki serangan yang lebih lama dari
spasme infantil,
3. Defisiensi mental, biasanya selalu menyertai spasme infantil
sedangkan petit mal mempunyai IQ yang normal,
4. EEG, pada spasme infantil memperlihatkan muatan listrik yang
mendadak memuncak sedangkan sedangkan petit mal
memperlihatkan aktivitas 3 spike dan wave per detik.
Beberapa bentuk kejang epilepsi adalah :2 a. Epilepsi lobus frontalis
Terjadi aura berupa halusinasi penciuman, pengecapan dan
penglihatan atau pendengaran. Juga mungkin ada perasaan takut
atau nyeri abdomen. Bisa juga timbul gerakan mengunyah yang
aneh, takikardia mendadak, kepucatan yang diikuti dengan muka
merah, konfusi paroksismal, kata tak berarti, ketawa dalam muka
yang tolol, waham, halusinasi dan marah yang hebat. Keadaan ini
biasanya diakibatkan oleh anoksia, meningitis piogenik, ensefalitis,
trauma kapitis, kejang lama dengan penyebab apapun, sklerosis
tuberosa dan fenilketonuria. b. Epilepsi psikomotor
Timbul serangan marah dan jeritan yang tidak dapat dijelaskan.
Terjadi juga automatisme, yaitu tindakan yang tidak rasional dan
mendadak atau melakukan hal-hal yang tidak wajar.
5. Pingsan/Sinkop atau Sindrom Surkardiak
9
Pingsan adalah penurunan kesadaran tiba-tiba karena aliran darah ke
otak menjadi berkurang. Pingsan biasanya timbul pada awal pubertas
dan jarang pada anak kecil, diakibatkan oleh keadaan tubuh yang lama
berdiri atau sikap tubuh yang berubah (terutama pada saat bangun tidur
atau sewaktu akan tidur). Pada EEG, keadaan kejang yang menyertai
pingsan akan ditemukan gambaran seperti grand mal.2,4,5 Serangan sinkope bisa timbul pada anak dengan interval QT
memanjang tanpa ketulian, juga bisa terdapat pada tumor fossa
posterior Sinkop batuk timbul bersama asma. Serangan sinkope dapat
timbul juga pada keadaan trauma atau pada penyakit jantung Tetralogi
Fallot yang tidak diobati yang disertai dengan takikardia supraventrikel
periodik.2 Sindroma surkadiak, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Rabe, adalah keadaan autosomal resesif yang terdiri dari tulu
kongenital, interval QT memanjang dan serangan pingsan, yang
dimulai pada akhir masa bayi atau awal masa kanak-kanak.2
6. Histeri dan Tetani Akibat OverventilasiKeadaan ini jarang ditemukan pada anak yang kecil. Riwayat
overventilasi yang diikuti oleh parestesi pada ekstremitas serta
kekakuan kaki dan tangan lebih mengarah pada tetani. Kejang pada
tetani khas terlihat pada ekstremitas, dimana ibu jari tangan tertarik ke
dalam telapak tangan, tangan terabduksi dengan pergelangan tangan
fleksi dan ekstensi pada sendi distal.2
7. Trauma, Cacat Otak dan Hemiplgei Infantil AkutCacat otak kongenital seperti kista atau agregasi serebrum merupakan
sebab kejang yang paling sering, dan biasanya timbul bersama-sama
dengan mental subnormal dan cerebral palsy. Kejang timbul dalam
berbagai neurodermatosis, terutama sklerosis tuberosa, khas jika ada
lesi wajah dan biasanya dengan pemeriksaan lampu dari Wood akan
memperlihatkan bercak hipopigmentasi.2 Trauma kapitis yang parah, abses serebrum atau efusi subdural
dapat diikuti oleh kejang sesudah beberapa bulan atau beberapa tahun.
Dalam 10 % anak yang kejang mengikuti keadaan ini, maka kejang
pertama mungkin tidak akan timbul sampai 10 tahun atau lebih.2,5
10
Hemiplegi infantil akut disebabkan oleh berbagai keadaan seperti
anomali vaskular, infeksi, trauma, penyakit jantung kongenital, lupus
eritromatous diseminata, periartritis, anemia sel sabit, homosistinuria,
displasia fibromuskular, epilepsi, polisitemia, purpuratrombositopenia
dan dehidrasi. Pada keadaan ini anak akan mengalami kejang utama
yang berlarut-larut, diikuti oleh koma, kemudian mengalami
hemiplagi.2,5
8. InfeksiInfeksi dengan demam akan mengakibatkan kejang, dimana infeksi
dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. Penyakit yang dapat
timbul adalah ensefalitis, meningitis, tetanus, poliomielitis dan
malaria.1,2,5
Pansefalitis sklerotikan subakuta biasanya berhubungan dengan
virus morbili lambat. Pada tetanus dapat juga terjadi kejang, dimana
akan tampak tonus otot yang berlebihan bersama kekakuan di antara
gerakan kejang, juga adanya riwayat trauma.2 Pada poliomielitis atau
malaria juga dapat timbul kejang demikian juga komplikasi pertusis.2
Kejang dapat ditimbulkan oleh jamur, yaitu moniliasis yang terjadi
akibat toksin jamur diangkut oleh darah ke otak.2,3,4 Kejang yang mengikuti imunisasi juga dapat terjadi, biasanya
karena adanya sindroma menahan napas, atau peningkatan suhu tubuh,
pingsan dan sinkope.2
9. Keadaan MetabolikPada hipoglikemi terjadi kejang karena kelebihan insulin, dimana
serangannya tampak berulang dan dapat menyebabkan kerusakan otak
yang tidak dapat diperbaiki. Hal ini lazim didahului dengan
kelemahan, pucat dan berkeringat, yang dapat disebabkan oleh
hiperplasia atau tumor pulau Langerhans, hipopituitarisme, insufisiensi
korteks adrenal, glikogenesis, penyakit hati serta intoleransi
karbohidrat.2 Hipokalsemia setelah masa neonatus disebabkan oleh berbagai hal,
seperti rakitis, steatore, alkalosis, nipoparatiroidisme (kerusakan
glandula paratiroid setelah tiroidektomi).2
11
Pada hipoparatiroidisme, kejang biasanya terjadi jika ada riwayat
pertumbuhan gigi yang lambat, nyeri otot, kulit kering dan
kemunduran mental juga disertai dengan moniliasis kuku dan mukosa
mulut, alopesia dan katarak.2 Bayi yang menderita sindroma Di George juga dapat mengalami
kejang, dimana sindroma ini ditandai dengan aplasia timus,
hipoparatiroidisme, kegagalan pertumbuhan, adanya infeksi virus dan
jamur, juga adanya anomali kongenital pada mulut, leher dan
pembuluh darah besar.2 Dehidrasi setelah gastroenteritis dapat disertai dengan kejang,
karena adanya gangguan elektrolit seperti hiponatremia, hipokalsemia,
hidranemia sebagai akibat overhidrasi, hipertermia dan trombosis
serebri.2
10. Racun dan Obat-obatanRacun merupakan sebab yang penting pada kejang, seperti asam borat,
dikofan, kamfer, karbon tetraklorida, merkuri, inhibitor monoamine
oksidase, piretrum, rotenon, striknin, timah hitam, insektisida dan
sebagian tumbuh-tumbuhan.2 Lebih dari tujuh puluh obat bisa mengakibatkan kejang, seperti
amfetamin, aminofilin, amiltriptilin, antihistamin, asam nalidiksat,
azetazolamid, difenoksilat, klorpromasin, metoklopramid,
metronidazol, pririmetamin, sikloserin dan beberapa obat tetes hidung.2
F. DiagnosisAnamnesisBerdasarkan anamneis, perlu ditanyakan keadaan sebelum kejang,
kesadarannya, penyakit yang menyertainya, apakah pernah kontak dengan
bahan-bahan beracun atau pernah minum obat-obatan yang dapat
menyebabkan kejang. Juga perlu ditanyakan berapa lamanya kejang terjadi
dan bagaimana keadaan tubuh saat kejang, mimik dan warna mukanya.
Apakah ada hipersalivasi atau tidak.1,2,4 Riwayat kejang juga harus ditanyakan. Sering kali didapatkan juga adanya
riwayat kejang pada keluarga. EEG yang dilakukan pada salah seorang
anggota keluarga, secara klinis seringkali abnormal.1
Pemeriksaan
12
Pada pemeriksaan harus dilihat keadaan umum dari bayi, apakah terjadi
penurunan kesadaran atau tidak, adanya peningkatan tekanan darah, nadi atau
respirasi serta suhu badan. Perhatikan juga status lolkalis baik, seperti kepala,
thorax, abdomen hingga ekstremitas. Penting dalam pemeriksaan adalah
menentukan prognosis dan intelegensia.1,3 Pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan imaging, hanya
dilakukan untuk menentukan diagnosa penyebab dan lokasinya. Pemeriksaan
laboratorium sangat penting, jika kejang diduga akibat adanya infeksi (virus,
bakteri dan jamur), atau adanya gangguan metabolik (hipoglikemi,
hipokalsemi dan lain-lain).1,2,3 Pemeriksaan dengan electroencephalogram (EEG) hanya untuk
pertimbangan jika diperlukan melihat aktifitas listrik di otak, sering pada
epilepsi, penting untuk menunjukkan aktifitas epilepsiform. Pada EEG juga
dapa dilihat adanya perubahan ritme dasar sesuai dengan maturasi otak dan
tingkat kesadaran.1,2,3,5
G. TerapiPrinsip pengobatan kejang adalah sebagai berikut :1,3,5 1. Pengobatan dengan obat yang disesuaikan dengan keadaan klinik yang
terjadi,
2. Dimulai dengan pemberian satu macam obat dengan dosis konvensional,
kemudian perlahan-lahan ditambahkan sebagai kontrol,
3. Berikan nasehat pada orangtua penderita dan penderita sendiri bahwa
penggunaan obat antikejang tidak akan menyebabkan kemunduran mental
yang permanen, juga dapat sebagai pencegahan jika timbul kejang
selanjutnya,
4. Cek interval pemberian obat, juga obat-obat kausatif agar tidak terjadi
kelebihan dosis, bersama-sama juga kontrol laboratorium dan evaluasi
kembali periode neurologik,
5. Lanjutkan pemberian obat antikejang, hingga penderita benar-benar bebas
kejang selama 2 tahun atau lebih,
6. Antikejang tidak perlu dihentikan jika akan dilakukan pemeriksaan EEG,
13
7. Anti kejang jangan dilanjutkan dengan bertahap, apalagi jika dihentikan
pemberian antikejang lalu anak kembali kejang, maka harus diberikan
kembali dengan dosis pemeliharaan (maintenance) selama 2 tahun atau
lebih.
Pilihan obat untuk profilaksis jangka panjang tergantung pada jenis
kejangnya. Dosis yang diberikan adalah dosis yang terendah yang dapat
mengendalikan kejang, akan tetapi bila timbul kejang maka dosis harus
dinaikkan atau dipakai obat lain sebagai tambahan untuk mengendalikan
kejang.2,5
Efek samping yang sering ditemukan pada obat antikejang dapat berupa :3
1. Reaksi alergi berupa rash, jika obat diberikan terputus-putus,
2. Tanda-tanda keracunan obat, jika pemberian overdosis sehingga dosis
harus dikurangi, kira-kira 25 – 30 % per hari,
3. Efek sedatif, yang dapat dicegah dengan pemberian kopi atau
dekstroamfetamin sulfat 2,5 – 5 mg saat sarapan dan 2,5 mg pada malam
hari,
4. Hiperplasia gingival sekunder, biasanya ditimbulkan oleh fenitoin jika
diberikan selama 6 bulan sesudah obat dihentikan.
Kadar terapetik obat dalam serum hanya digunakan sebagai pedoman
dengan dosis perkiraan :1 1. Fenobarbital, dosis sekali atau dua kali sehari, dengan kadar serum
terapetik lebih dari 15 µg/ml dan kadar toksik lebih dari 40 µg/ml, efek
toksiknya berupa hiperaktivitas, iritabilitas, tidak dapat memusatkan
perhatian (terutama pada anak kecil), linglung dan ataksia, ruam, riketsia
serta anemia megaloblastik,
2. Pirimidon, dibagi dalam tiga dosis, dengan kadar serum terapetik
mencapai 5 µg/ml dan kadar toksik lebih dari 12 µg/ml, efek toksiknya
sama seperti pada fenobarbital ,
14
3. Fenitoin, dosis 1 atau tiga kali sehari, dengan kadar serum terapetik 10
µg/ml, efek toksik berupa mengantuk, linglung, ataksia, nistagmus,
hipertrofi gusi, ruam dan kelainan darah,
4. Karbamazepin, dosis 2 – 3 kali sehari, dengan kadar serum terapetik 4
µg/ml dan kadar toksi lebih dari 8 µg/ml, efek toksik berupa anemia
aplastik, leukopenia, pusing, ikterus dan gangguan pencernaan,
5. Etosuksimid, dosis 2 – 3 kali sehari, dengan kadar serum terapetik 40
µg/ml dan kadar toksik lebih dari 100 µg/ml, efek toksik berupa
mengantuk, pusing, sakit kepala ataksia, kelainan darah, sistemik lupus
eritematous (sangat jarang) dan albuminuria,
6. Natrium Valproat, dosis 2 – 3 kali sehari dengan kadar serum terapetik
50 – 100 µg/ml, dapat menyebabkan meningkatnya kadar serum barbiturat
jika diberikan bersama-sama, efek toksik berupa alopesia (kadang-
kadang), mual, mengantuk, perubahan napsu makan, kelainan tingkah
laku, hiperamonemia dan kegagalan fungsi hati,
7. Klonazepam (Rivotril), dosis 3 kali sehari, efek toksik berupa mengantuk,
ataksia, linglung vertigo dan perubahan napsu makan,
8. Nitrazepam (Mogadon), dosis awal 0,25 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis,
efek toksik mengantuk, ataksia dan linglung.
15
TATA LAKSANA KEJANG PADA ANAK
(1) Pengobatan Fase Akut KEJANG diazepam rektal 0,5mg/KgBB atau
BB <10 kg = 5mg BB >10 kg = 10mg atau
diazepam I.V. 0,3-0,5 mg/KgBB 1-2mg/menit dosis (max.10mg)
0-5 mnt - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - KEJANG (-)fenobarbital langsung setelah kejang berhenti usia 1bln-1thn 50mg IM
>1thn 75mg IM
4 jam kemudian berikan “fenobarbital rumatan” 2 hari pertama 8-10mg/KgBB/hari dlm 2 dosis Hari berikutnya 4-5mg/KgBB/hari dlm 2 dosis
Dosis max : 200mg KEJANG (+)
Diulang selama 5 menit
5-10 mnt - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
KEJANG (-) KEJANG (+) Fenitoin 4-8mg/KgBB/hari fenitoin I.V. 10-20 mg/KgBB dlm 12 jam setelah dosis terakhir 50 cc NaCl 0,9% dgn kec 25mg/KgBB
Dosis max : 1 gr 10-15 mnt - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
KEJANG (-) KEJANG (+) Fenobarbital 3-4mg/KgBB fenobarbital I.V 10-20 mg/KgBB dlm
12 jam setelah dosis terakhir kecepatan >10 mntDosis max : 1 gr
KEJANG (+) ICU Midazolam 0,2mg/KgBB bolus I.V.Pentonal 5-8mg/KgBB I.V
(2) Mencari Penyebab(3) Pengobatan Profilaksis
a. Profilaksis intermitenDiazepam oral 0,3-0,5mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien
demam atau rektal tiap 8 jam <10kg : 5mg>10kg : 10mg
Antipiretik : parasetamol 10-15mg/KgBB sehari 4 kaliIbuprofen 10mg/KgBB sehari 3 kali
b. Profilaksis terus menerus untuk mencegah kejang berat berulang dan
mencegah kerusakan otakFenobarbital 4-5mg/KgBB/hari dibagi 2 hari atauAsam valproat 15-40mg/KgBB/hari
Diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap1-2 bulan
16
H. PrognosisPrognosis pada anak yang menderita kejang dipengaruhi oleh :1,4,5
1. Umur, saat mengalami kejang, dimana usia semakin muda saat menderita
kejang maka prognosisnya akan buruk,
2. Frekuensi terjadinya kejang dalam masa kehidupan, jika kejang terjadi
berulang-ulang pasti keadaan selanjutnya tidak akan baik,
3. Penyebab atau asal kejang, dengan penyebab yang multipel maka pada
tahap selanjutnya terjadi gejala yang lebih berat,
4. Penyakit atau keadaan lain yang menyertai kejang,
5. Waktu penanganan kejang, semakin cepat penanganan kejang dilakukan,
maka prognosisnya akan lebih baik.
6. Pada umumnya bayi yang menderita kejang harus mendapat perhatian
yang khusus, terutama jika mengalami kejang yang berulang. Kejang yang
menyebabkan kerusakan otak yang berat, akan memperburuk keadaan dan
prognosis. Oleh karena itu sedapat mungkin harus dicegah komplikasi
yang lebih lanjut saat terjadi kejang.1
BAB IIIKESIMPULAN
1. Kejang merupakan gejala yang lazim terjadi pada bayi, baik dengan
penyebab yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
2. Angka kejadian kejang pada bayi baru lahir berkisar antara 0,2-1,2%, pada
kelompok usia lebih dari 6 bulan – 3 tahun lebih dari 50%. Angka kejadian
kejang pada anak di bawah umur 5 tahun sekitar 6-7% dari seluruh anak,
3. Terganggunya potensial membran, maka dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran sel, sehingga
menyebabkan terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik yang
sedemikian besar, dapat meluas ke seluruh sel, hingga mencapai sel-sel
yang saling berdekatan, dengan bantuan suatu bahan yang disebut dengan
17
neurotransmiter. Rangsangan pada sel-sel saraf ini akan mengaktifkan
berbagai sel sel lewat neurotransmiter. Tak terkecuali juga sel-sel otot.
Dengan aktifnya aktin dan miosin maka otot-otot akan mengalami
kontraksi. Sehingga timbullah berbagai gerakan involunter. Hal ini
berakibat terjadinya kejang.
4. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisikdan pemeriksaan pemunjang
5. Penanganan kejang harus dilakukan dengan benar, karena jika tidak maka
justru akan menambah komplikasi yang baru. Selain itu penggunaan obat
antikejang juga harus memperhatikan dosisnya, agar tidak terjadi toksisitas
6. Pengaruh kejang pada bayi meliputi gangguan fungsional yang
berhubungan dengan otak, juga pada aspek sosial serta gangguan pada
perkembangan intelegensia dan mental.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rendle SJ, Gray OP, Dodge JA. Penyakit Sistem Neurologis. Dalam :
Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi keenam. Jilid Dua. Bina Rupa Aksara.
Jakarta ; 2005 : 60 – 69.
2. Ilingwort RS. Diagnosis Banding Gejala yang Lazim pada Anak. Edisi 8.
EGC Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta ; 2005: 173 – 183.
3. Hathaway WE, Hay WW, Groothuis JR, Paisley JW. Neurologis &
Muscular Disorder. In : Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 8 th ed.
Prentice Hall Int. Inc. Colorado ; 2008: 687 – 697.
4. Ganstorp I. Convultion. In : Paedriatric Neurology. 2nd ed. Butterwoth.
London ; 2005: 97 – 107.
18
5. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak.
Percetakan INFOMEDICA. Jakarta ; 2005: 847 – 861.
6. Harsono. Epilepsi. Dalam : Kapita Selekta Neurology. Gajah Mada
University Press. Jakarta ; 2008: 71 – 84.
7. Staf Pengajar IKA FK UI. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak.
Percetakan INFOMEDICA. Jakarta ; 2009: 1137 – 1147.
8. Standar Pelayanan Medis RS dr.Sardjito. Jilid 2. Edisi III. Medika,
Fakultas Kedokteran UGM. 2005. hal.58-59
19
20