BAB I MH

3
BAB I PENDAHULUAN Morbus Hansen (MH) adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh M. Leprae. Penularan terjadi melalui kontak langsung dalam jangka waktu yang lama dan melalui inhalasi.1, 2, 3 Perkembangbiakan M. Leprae berlangsung secara perlahan-lahan dengan masa inkubasi ± 2-5 tahun. Klasifikasi MH menurut WHO (1981), yaitu Pausibasiler (PB) dan Multibasiler (MB). PB adalah MH dengan Basil Tahan Asam (BTA) negatif pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit, sedangkan MB adalah MH dengan hasil pemeriksaan kerokan jaringan kulit BTA positif. Di Indonesia, distribusi penyakit ini tidak terjadi secara merata dan distribusi tertinggi terdapat di pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. 4 Penderita MH pada anak-anak dibawah umur 14 tahun didapatkan ± 11,39 %, dan jarang sekali ditemukan pada anak dibawah umur 1 tahun. Frekuensi usia terbanyak, yaitu pada usia 25-35 tahun. 4 Prevalensi penderita MH di akhir Bulan Desember 2014 tercatat 7 orang penderita PB dan 64 orang penderita MB 1

description

MH

Transcript of BAB I MH

Page 1: BAB I MH

BAB I

PENDAHULUAN

Morbus Hansen (MH) adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh

M. Leprae. Penularan terjadi melalui kontak langsung dalam jangka waktu yang

lama dan melalui inhalasi.1, 2, 3

Perkembangbiakan M. Leprae berlangsung secara perlahan-lahan dengan

masa inkubasi ± 2-5 tahun. Klasifikasi MH menurut WHO (1981), yaitu

Pausibasiler (PB) dan Multibasiler (MB). PB adalah MH dengan Basil Tahan

Asam (BTA) negatif pada pemeriksaan kerokan jaringan kulit, sedangkan MB

adalah MH dengan hasil pemeriksaan kerokan jaringan kulit BTA positif. Di

Indonesia, distribusi penyakit ini tidak terjadi secara merata dan distribusi

tertinggi terdapat di pulau Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua.4

Penderita MH pada anak-anak dibawah umur 14 tahun didapatkan ± 11,39 %,

dan jarang sekali ditemukan pada anak dibawah umur 1 tahun. Frekuensi usia

terbanyak, yaitu pada usia 25-35 tahun. 4

Prevalensi penderita MH di akhir Bulan Desember 2014 tercatat 7 orang

penderita PB dan 64 orang penderita MB dari total 398.344 jiwa berdasarkan hasil

pendataan Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie dari 26 Puskesmas.5

Hasil pencatatan rekam medis Bagian Kulit dan Kelamin RSU Tgk. Chik

Ditiro Sigli, tercatat jumlah penderita MH tahun 2013 adalah 336 orang, yang

terdiri dari 67 orang pasien baru (19, 94 %) dan 269 orang (80, 06 %) penderita

lama.6

Reaksi MH adalah episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya

sangat kronik, yaitu reaksi tipe 1 (reversal) dan reaksi tipe 2 (Erythema Nodosum

Leprosum (ENL)). 1 Reaksi MH merupakan suatu reaksi kekebalan (cellulair

respons) atau reaksi antigen-antibodi (humoral respons) yang dapat merugikan

penderita, terutama jika mengenai saraf tepi yang menyebabkan gangguan fungsi

(cacat). Penderita MH dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi

1

Page 2: BAB I MH

selama atau setelah pengobatan. Gambaran klinisnya sangat khas, berupa merah,

panas, bengkak, nyeri, dan dapat disertai gangguan fungsi saraf. Namun, tidak

semua gejala reaksi serupa. 7

Penyebab pasti reaksi belum jelas. Diperkirakan bahwa sejumlah faktor

pencetus memegang peran penting, di antaranya penderita dalam kondisi stress

fisik (kehamilan, masa nifas, setelah mendapat imunisasi, penyakit infeksi

penyerta, seperti malaria, cacingan, karies gigi, anemia, kurang gizi, kelelahan),

dan penderita dalam kondisi stress mental (malu dan takut). Untuk mengurangi

faktor resiko dan mengantisipasi jangan sampai terjadi reaksi MH, maka setiap

penderita MH sebaiknya diberikan obat cacing dan vitamin dosis tinggi serta

dilakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap kondisi penderita, misalnya

pmeriksaan gigi, dan lain-lain. 7

Penderita MH tipe PB dan MB semuanya dapat mengalami reaksi tipe 1.

Sekitar seperempat dari seluruh penderita MH kemungkinan akan mengalami

reaksi tipe 1. Hanya penderita MB yang mengalami reaksi tipe 2. Reaksi tipe 2

lebih jarang terjadi dibandingkan reaksi tipe 1, meski angka kejadiannya

bervariasi antar negara: di Afrika, hanya sekitar 5 persen dari total penderita MB

mengalami ENL, sedangkan di Amerika Selatan dapat sampai 50 persen terkena.

Reaksi Tipe 2 sifatnya sistemik dan mengenai seluruh tubuh karena penyebab

yang mendasarinya. Tanpa pengobatan, penderita ENL hampir setiap saat merasa

sakit berat dan bahkan mungkin meninggal karenanya. Selain kulit dan saraf,

organ-organ lain seperti mata, sendi, testis, dan ginjal dapat terkena. Semua organ

tersebut dapat mengalami kerusakan permanen.5, 8

2