BAB I Lansia (Autosaved)
-
Upload
ady-nurjayana -
Category
Documents
-
view
70 -
download
4
Transcript of BAB I Lansia (Autosaved)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin
meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya
usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk usia lanjut
semakin meningkat.Usia Harapan Hidup (UHH ) semakin meningkat, pada
tahun 1990 mencapai 64, 7 tahun untuk perempuan dan untuk laki-laki 61 tahun,
sedangkan pada tahun 1995 meningkat menjadi 66,7 tahun untuk perempuan ,
dan 62,9 tahun untuk laki-laki. Pada tahun 2005 umur harapan hidup mencapai
68,2 tahun pada perempuan dan 64,3 tahun pada laki-laki. Pada tahun 2009 ,
UHH sudah mencapai 70,6 tahun dan diperkirakan pada tahun 2014 UHH sudah
mencapai 72 tahun (Menkes, 2010). Berdasarkan penelitian WHO,
pertumbuhan lansia di Indonesia kurun waktu 1990 – 2050 diprediksi akan
tertinggi di Asia mencapai 414 %. Berdasarkan jumlah terakhir jumlah lansia di
indonesia 11% dari jumlah penduduk dan jumlah lansia di Bali berdasarkan
catatan dinas Sosial tahun 2010 mencapai 30.000 lebih ( Cahyadi, 2013 ).
Jumlah lansia di Badung pada tahun 2012 mencapai 33.306 jiwa. Secara
nasional jumlah lansia di bali masuk peringkat 4 dengan presentasi 8,77 % dari
total penduduk Indonesia ( Denpost, 2013).
Lansia mengalami proses menua baik secara fisiologis maupun patologis.
Menua adalah suatu proses menurunnya secara perlahan kemampuan jaringan
1
untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk
infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Martono & Pranaka 2009).
Menua senantiasa disertai dengan perubahan semua sistem didalam tubuh
manusia. Perubahan di semua sistem di dalam tubuh manusia tersebut salah satu
misalnya terdapat pada sistem saraf dan pembuluh darah ( Hardywinoto, 2005 ).
Perubahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dari fungsi
kerja otak. Berat otak pada lansia umumnya menurun 10-20%. Penurunan ini
terjadi pada usia 30-70 tahun (Martono & Pranaka 2009). Penelitian terkini
menyebutkan bahwa walaupun tanpa adanya penyakit neurodegeneratif, jelas
terdapat perubahan struktur otak manusia seiring bertambahnya usia. Serta,
perubahan patologis pada serebrovaskular juga berhubungan dengan
kemunduran fungsi kognitif (Kuczynski, 2009). Penurunan fungsi kognitif akan
menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat, yaitu pengurangan massa otak
dan pengurangan aliran darah otak. Pada proses penuaan otak terjadi penurunan
jumlah neuron secara bertahap yang meliputi area girus temporal superior
(merupakan area yang paling cepat kehilangan neuron), girus presentralis dan
area striata. Selanjutnya akan menyebabkan atrosit berploriferasi sehingga
neurotransmitter (dopamin, asetilkolin dan serotonin) akan menurun. Perubahan
pada neurotransmitter ini akan meningkatkan aktivitas enzim
monoaminoksidase (MAO) (Sherwood, 2001). Jumlah sel syaraf tidak dapat
bertambah tetapi menyusut seiring bertambahnya usia .Namun seperti juga
hukum yang berlaku di alam ini bahwa alat yang tidak digunakan akan
2
menyusut, otakpun akan mengalami hal itu.Percabangan juluran sel saraf akan
merusak dan menggersang ( Markam, 2006 ).
Secara metabolisme terjadi pengurangan aliran darah diotak sehingga
menyebabkan menurunnya kadar O₂ dan glukosa dalam pembentukan ATP
( Adenosin Trifosfat ) yang mana ATP berguna membantu energi / makanan
pada sel ( menghidupi sel ). Fungsi otak sangat bergantung pada aliran darah ,
sehingga terjadinya penurunan aliran darah berdampak pada asupan oksigen dan
glukosa di otak khususnya. Hal ini akan membawa dampak pada melambatnya
proses sentral dan waktu reaksi sehingga fungsi sosial dan okupasional akan
mengalami penurunan yang signifikan pada kemampuan sebelumnya sehingga
menimbulkan gangguan kognitif dan perilaku ( Sherwood, 2001).
Orang lanjut usia terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional
baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan terjadinya
proses menua (Kaplan et al, 2010). Proses penuaan yang disertai proses
degenerasi pada seluruh organ tubuh termasuk otak, akan menimbulkan berbagai
gangguan neuropsikologis, dan masalah yang paling besar adalah demensia,
diperkirakan mempunyai prevalensi 15% pada penduduk usia lebih dari 65 tahun
Hilangnya fungsi intelektual dan ingatan atau memori pada penderita demensia
akan menyebabkan disfungsi pada kehidupan sehari-hari maka tingkat
ketergantungan penderita terhadap orang-orang disekitarnya menjadi tinggi
( Martono,2009 ).
3
Diperkirakan bahwa sepertiga lansia akan mengalami penurunan fungsi
kognitif ( memori ) secara bertahap yang dikenal sebagai gangguan kognitif
ringan seiring dengan bertambahnya usia mereka (Rendah 2004). Dilaporkan
bahwa, angka penurunan fungsi kognitif di Eropa utara mencapai 70% (Pisani
2003). Padahal fungsi kognitif memegang peranan penting dalam memori dan
sebagian besar aktivitas sehari-hari. Dampaknya, fungsi fisik dan psikis lansia
akan terganggu. Rasio ketergantungan lanjut usia yang bisa digolongkan dalam
penurunan kemandirian adalah 13,72 di tahun 2008 (Susenas 2009).
Data yang diperoleh peneliti dari UPT Puskesmas Kuta II jumlah lansia
808 jiwa dan khususnya di posyandu lansia basangkasa berjumlah 128 orang
lansia berdasarkan studi pendahuluan dari 10 Lansia terdapat 2 lansia yang
telah mengalami penurunan fungsi kognitif ringan dengan skor MMSE <22 dan
8 orang masih dalam fungsi kognitif baik dengan skor MMSE 25. Berdasarkan
uraian diatas melihat besarnya populasi lansia, dan adanya resiko penurunan
fungsi kognitif pada lansia. Gejala ringan penurunan fungsi kognitif adalah mu-
dah lupa dan jika dibiarkan akan menyebabkan kepikunan, hal ini sering kali
dianggap sebagai masalah biasa dan merupakan hal yang wajar terjadi pada
mereka yang berusia lanjut. Padahal menurunnya kemampuan kognitif yang di-
tandai dengan banyak lupa merupakan salah satu gejala awal kepikunan
( Lumbantobing, 2013 ).
Adapun deteksi yang bisa dilakukan yaitu deteksi dini dengan pemeriksaan
neuropsikologi. Meliputi evaluasi, memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, prak-
sis, visuospasial, dan visioperseptual (Mardiati, 2010). Mini mental State Exami-
4
nation (MMSE) merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diap-
likasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta
valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang
berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu
metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia.Tes
ini telah diterjemahkan kebeberapa bahasa dan telah digunakan sebagai
instrument skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala be-
sar (Pujiastuti,2003 ).
Usaha selama ini yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan
Pembinaan kesehatan usia lanjut terutama ditujukan pada upaya peningkatan
kesehatan dan kemampuan untuk mandiri serta meningkatkan agar selama
mungkin tetap produktif dan berperan aktif dalam pembangunan yaitu melalui
posyandu lansia yang dilaksanakan disetiap puskesmas. Pembinaan lansia di
puskesmas berupa ;penjaringan lansia resti, skreening kesehatan berupa
pemeriksaan kesehatan, pengobatan, metirta yatra serta senam lansia.Salah satu
upaya untuk menghambat kemunduran kognitif akibat penuaan yaitu dengan
melakukan gerakan olahraga atau latihan fisik. Seseorang bukannya tidak mau
bergerak karena tua, tapi menjadi tua karena tidak mau bergerak ( Depkes, 2010)
Latihan yang dapat meningkatkan potensi kerja otak yakni meningkatkan
kebugaran fisik secara umum dalam bentuk melakukan senam otak ( Senam
Vitalisasi Otak ) yaitu kegiatan yang merangsang intelektual yang bertujuan
untuk mempertahankan kesehatan otak dengan melakukan gerak badan
5
( Markam, 2006). Manfaat senam vitalisasi otak dapat meningkatkan
kemampuan kewaspadaan, pemusatan , perhatian, daya ingat serta kemampuan
eksekutif lansia. Efek yang lain dengan senam vitalisasi otak para peserta
menyatakan bisa tidur lebih nyenyak, senam ini juga dapat menjaga pikiran
tetap segar sehingga para lansia dapat mempertahankan ingatan, makanya
mereka tidak pikun terlebih mereka yang setiap hari latihan, otomatis sering
menghafal gerakan dan otak bekerja terus secara beraturan ( Markam, 2006).
Adanya aktifitas gerak dan imajinasi pada senam vitalisasi otak
berpengaruh pada sirkulasi darah , oksigen dan energi ke otak sehingga dengan
bertambahnya aliran darah keotak menyebabkan terpenuhinya metabolisme sel –
sel dalam tubuh. Adanya pengolahan pusat pemikiran dengan imajinasi akan
menimbulkan integrasi sensori menuju korteks serebrum serta belahan pada
hemisfer kanan dan kiri sehingga adanya aktifitas dari saraf – saraf diotak
khususnya bagian frontalis dan dalam proses pembelajaran di hipokampus.
Makin banyak dan baik asupan program yang terjadi pada proses belajar , makin
banyak sel saraf yang terbentuk. Hal ini dapat meningkatkan kerjasama sel
saraf dan memperbanyak terbentuknya cabang – cabang julur sel saraf yang
saling berhubungan sehingga meningkatkan daya ingat (memori), jadi ingatan
( memori ) terwujud akibat banyaknya hubungan antar juluran sel saraf dengan
sinapsis – sinapsisnya yang dapat mempengaruhi kecerdasan , intelektual, dan
fungsi kognitif ( Markam, 2006).
Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik melakukan peneli-
tian yang berjudul “ Pengaruh Senam Vitalisasi Otak terhadap fungsi kognitif
6
pada lansia”. Diharapkan nantinya dari hasil penelitian ini dapat digunakan seba-
gai masukan dalam upaya pencegahan dan penanganan gangguan fungsi kogni-
tif dan bermanfaat untuk selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas,rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Apakah ada pengaruh antara senam Vitalisasi Otak terhadap fungsi kognitif
Lansiadi Posyandu Lansia Banjar Basangkasa?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Tujuan Umum
Mengetahui apakah ada pengaruh antara Senam Vitalisasi otak terhadap
fungsi kognitif lansia di Posyandu lansia Banjar Basangkasa
2.TujuanKhusus
a. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia Banjar
Basangkasa sebelum dilakukan senam Vitalisasi otak
b. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia Banjar
Basangkasa setelah dilakukan senam Vitalisasi otak
c. Menganalisis pengaruh senam Vitalisasi Otak terhadapfungsi kognitif pada
lansia di Posyandu Lansia Banjar Basangkasa.
7
D. ManfaatPenelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :
1.Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang keperawatan
komunitas gerontik tentang pengaruh senam vitalisasi otak terhadap
fungsi kognitif sebaga ireferensi untuk penelitian lanjutan bagi peneliti
yang tertarik pada masalah yang sama dengan sampel yang lebih besar,
2. Praktis
a. Dinas Kesehatan Kabupaten ( Bagian kesehatan Keluarga )
Diharapkan penelitian ini dapat dipergunakan sebagai dasar dalam
penyusunan program dan kebijakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kabupaten / Kota khususnya dalam mengembangkan program
peningkatan Kesehatan Lansia.
b.Masyarakat
Diharapkan dengan diadakannya pemeriksaan kesehatan khusus-
nya untuk fungsi kognitif sedini mungkin dapat diketahui terjadinya
penurunan fungsi kognitif.Memberikan informasi pada masyarakat men-
genai pentingnya melakukan gerakan seperti senam untuk meningkatkan
fungsi kognitif dan bagaimana cara deteksi dini, sehingga tidak jatuh
kedalam kondisi demensia.
8
c. Institusi Pendidikan ( Kampus Stikes Wira Medika PPNI Bali )
Sebagai acuan pembelajaran tentang Lansia. Dapat dijadikan sebagai
bahan atau sumber data untuk penelitian berikutnya, serta dijadikan sebagai
pendorong bagi pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian tentang
senam lansia terhadap fungsi kognitif dengan sampel yang lebih besar.
d. UPT Puskesmas Kuta II
Sebagai masukan bagi petugas puskesmas dalam meningkatkan
pelayanan pada lansia khususnya posyandu lansia. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan informasi pada kalangan medis mengenai
pemeriksaan kognitif dan senam vitalisasi otak.
E. KeaslianPenelitian
Penelitian tentang Pengaruh Senam Vitalisasi Otak terhadap fungsi kognitif
pada lansia pernah dilakukan. Beberapa penelitian terkait yang pernah
dilakukan adalah ;
1. Rohan ( 2011 ) meneliti tentang Senam Vitalitas Otak lebih meningkatkan
fungsi kognitif kelompok lansia daripada Senam Lansia di Balai
Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Design penelitian randomise pre dan
post test group design, subjek penelitian adalah lansia yang tinggal di Balai
Perlindungan Sosial provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
senam vitalisasi otak lebih baik daripada senam lansia dalam meningkatkan
kemampuan fungsi kognitif lansia di Balai perlindungan Sosial Provinsi
Banten.
9
2. Najiyatul ( 2012 ) meneliti tentang Hubungan Fungsi Kognitif dengan
Kemandirian dalam melakukan Activities of Daily Living ( ADL ) pada lansia di
UPT PSLU PASURUAN. Design penelitian cross sectional, subjek penelitian
adalah Lansia di UPT PSLU Pasuruan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara fungsi kognitif dengan kemandirian
dalam melakukan Activities Daily Living ( ADL ) pada Lansia di UPT PSLU
Pasuruan.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah hal subjek, materi, lokasi
penelitian, variabel dan jumlah sampel . Penelitian ini akan mencari Pengaruh
Senam Vitalisasi Otak terhadap fungsi kognitif lansia di Posyandu lansia
Banjar basangkasa.
10