BAB I Lansia (Autosaved)

16
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk usia lanjut semakin meningkat.Usia Harapan Hidup (UHH ) semakin meningkat, pada tahun 1990 mencapai 64, 7 tahun untuk perempuan dan untuk laki-laki 61 tahun, sedangkan pada tahun 1995 meningkat menjadi 66,7 tahun untuk perempuan , dan 62,9 tahun untuk laki-laki. Pada tahun 2005 umur harapan hidup mencapai 68,2 tahun pada perempuan dan 64,3 tahun pada laki-laki. Pada tahun 2009 , UHH sudah mencapai 70,6 tahun dan diperkirakan pada tahun 2014 UHH sudah mencapai 72 tahun (Menkes, 2010). Berdasarkan penelitian WHO, pertumbuhan lansia di Indonesia kurun waktu 1990 – 2050 diprediksi akan tertinggi di Asia mencapai 414 1

Transcript of BAB I Lansia (Autosaved)

Page 1: BAB I Lansia (Autosaved)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin

meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya

usia harapan hidup penduduk, menyebabkan jumlah penduduk usia lanjut

semakin meningkat.Usia Harapan Hidup (UHH ) semakin meningkat, pada

tahun 1990 mencapai 64, 7 tahun untuk perempuan dan untuk laki-laki 61 tahun,

sedangkan pada tahun 1995 meningkat menjadi 66,7 tahun untuk perempuan ,

dan 62,9 tahun untuk laki-laki. Pada tahun 2005 umur harapan hidup mencapai

68,2 tahun pada perempuan dan 64,3 tahun pada laki-laki. Pada tahun 2009 ,

UHH sudah mencapai 70,6 tahun dan diperkirakan pada tahun 2014 UHH sudah

mencapai 72 tahun (Menkes, 2010). Berdasarkan penelitian WHO,

pertumbuhan lansia di Indonesia kurun waktu 1990 – 2050 diprediksi akan

tertinggi di Asia mencapai 414 %. Berdasarkan jumlah terakhir jumlah lansia di

indonesia 11% dari jumlah penduduk dan jumlah lansia di Bali berdasarkan

catatan dinas Sosial tahun 2010 mencapai 30.000 lebih ( Cahyadi, 2013 ).

Jumlah lansia di Badung pada tahun 2012 mencapai 33.306 jiwa. Secara

nasional jumlah lansia di bali masuk peringkat 4 dengan presentasi 8,77 % dari

total penduduk Indonesia ( Denpost, 2013).

Lansia mengalami proses menua baik secara fisiologis maupun patologis.

Menua adalah suatu proses menurunnya secara perlahan kemampuan jaringan

1

Page 2: BAB I Lansia (Autosaved)

untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan

fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk

infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Martono & Pranaka 2009).

Menua senantiasa disertai dengan perubahan semua sistem didalam tubuh

manusia. Perubahan di semua sistem di dalam tubuh manusia tersebut salah satu

misalnya terdapat pada sistem saraf dan pembuluh darah ( Hardywinoto, 2005 ).

Perubahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan dari fungsi

kerja otak. Berat otak pada lansia umumnya menurun 10-20%. Penurunan ini

terjadi pada usia 30-70 tahun (Martono & Pranaka 2009). Penelitian terkini

menyebutkan bahwa walaupun tanpa adanya penyakit neurodegeneratif, jelas

terdapat perubahan struktur otak manusia seiring bertambahnya usia. Serta,

perubahan patologis pada serebrovaskular juga berhubungan dengan

kemunduran fungsi kognitif (Kuczynski, 2009). Penurunan fungsi kognitif akan

menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat, yaitu pengurangan massa otak

dan pengurangan aliran darah otak. Pada proses penuaan otak terjadi penurunan

jumlah neuron secara bertahap yang meliputi area girus temporal superior

(merupakan area yang paling cepat kehilangan neuron), girus presentralis dan

area striata. Selanjutnya akan menyebabkan atrosit berploriferasi sehingga

neurotransmitter (dopamin, asetilkolin dan serotonin) akan menurun. Perubahan

pada neurotransmitter ini akan meningkatkan aktivitas enzim

monoaminoksidase (MAO) (Sherwood, 2001). Jumlah sel syaraf tidak dapat

bertambah tetapi menyusut seiring bertambahnya usia .Namun seperti juga

hukum yang berlaku di alam ini bahwa alat yang tidak digunakan akan

2

Page 3: BAB I Lansia (Autosaved)

menyusut, otakpun akan mengalami hal itu.Percabangan juluran sel saraf akan

merusak dan menggersang ( Markam, 2006 ).

Secara metabolisme terjadi pengurangan aliran darah diotak sehingga

menyebabkan menurunnya kadar O₂ dan glukosa dalam pembentukan ATP

( Adenosin Trifosfat ) yang mana ATP berguna membantu energi / makanan

pada sel ( menghidupi sel ). Fungsi otak sangat bergantung pada aliran darah ,

sehingga terjadinya penurunan aliran darah berdampak pada asupan oksigen dan

glukosa di otak khususnya. Hal ini akan membawa dampak pada melambatnya

proses sentral dan waktu reaksi sehingga fungsi sosial dan okupasional akan

mengalami penurunan yang signifikan pada kemampuan sebelumnya sehingga

menimbulkan gangguan kognitif dan perilaku ( Sherwood, 2001).

Orang lanjut usia terdapat kecenderungan menurunnya kapasitas fungsional

baik pada tingkat seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan terjadinya

proses menua (Kaplan et al, 2010). Proses penuaan yang disertai proses

degenerasi pada seluruh organ tubuh termasuk otak, akan menimbulkan berbagai

gangguan neuropsikologis, dan masalah yang paling besar adalah demensia,

diperkirakan mempunyai prevalensi 15% pada penduduk usia lebih dari 65 tahun

Hilangnya fungsi intelektual dan ingatan atau memori pada penderita demensia

akan menyebabkan disfungsi pada kehidupan sehari-hari maka tingkat

ketergantungan penderita terhadap orang-orang disekitarnya menjadi tinggi

( Martono,2009 ).

3

Page 4: BAB I Lansia (Autosaved)

Diperkirakan bahwa sepertiga lansia akan mengalami penurunan fungsi

kognitif ( memori ) secara bertahap yang dikenal sebagai gangguan kognitif

ringan seiring dengan bertambahnya usia mereka (Rendah 2004). Dilaporkan

bahwa, angka penurunan fungsi kognitif di Eropa utara mencapai 70% (Pisani

2003). Padahal fungsi kognitif memegang peranan penting dalam memori dan

sebagian besar aktivitas sehari-hari. Dampaknya, fungsi fisik dan psikis lansia

akan terganggu. Rasio ketergantungan lanjut usia yang bisa digolongkan dalam

penurunan kemandirian adalah 13,72 di tahun 2008 (Susenas 2009).

Data yang diperoleh peneliti dari UPT Puskesmas Kuta II jumlah lansia

808 jiwa dan khususnya di posyandu lansia basangkasa berjumlah 128 orang

lansia berdasarkan studi pendahuluan dari 10 Lansia terdapat 2 lansia yang

telah mengalami penurunan fungsi kognitif ringan dengan skor MMSE <22 dan

8 orang masih dalam fungsi kognitif baik dengan skor MMSE 25. Berdasarkan

uraian diatas melihat besarnya populasi lansia, dan adanya resiko penurunan

fungsi kognitif pada lansia. Gejala ringan penurunan fungsi kognitif adalah mu-

dah lupa dan jika dibiarkan akan menyebabkan kepikunan, hal ini sering kali

dianggap sebagai masalah biasa dan merupakan hal yang wajar terjadi pada

mereka yang berusia lanjut. Padahal menurunnya kemampuan kognitif yang di-

tandai dengan banyak lupa merupakan salah satu gejala awal kepikunan

( Lumbantobing, 2013 ).

Adapun deteksi yang bisa dilakukan yaitu deteksi dini dengan pemeriksaan

neuropsikologi. Meliputi evaluasi, memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, prak-

sis, visuospasial, dan visioperseptual (Mardiati, 2010). Mini mental State Exami-

4

Page 5: BAB I Lansia (Autosaved)

nation (MMSE) merupakan pemeriksaan status mental singkat dan mudah diap-

likasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang dapat dipercaya serta

valid untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif yang

berkaitan dengan penyakit neurodegeneratif. Hasilnya, MMSE menjadi suatu

metode pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak di dunia.Tes

ini telah diterjemahkan kebeberapa bahasa dan telah digunakan sebagai

instrument skrining kognitif primer pada beberapa studi epidemiologi skala be-

sar (Pujiastuti,2003 ).

Usaha selama ini yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan

Pembinaan kesehatan usia lanjut terutama ditujukan pada upaya peningkatan

kesehatan dan kemampuan untuk mandiri serta meningkatkan agar selama

mungkin tetap produktif dan berperan aktif dalam pembangunan yaitu melalui

posyandu lansia yang dilaksanakan disetiap puskesmas. Pembinaan lansia di

puskesmas berupa ;penjaringan lansia resti, skreening kesehatan berupa

pemeriksaan kesehatan, pengobatan, metirta yatra serta senam lansia.Salah satu

upaya untuk menghambat kemunduran kognitif akibat penuaan yaitu dengan

melakukan gerakan olahraga atau latihan fisik. Seseorang bukannya tidak mau

bergerak karena tua, tapi menjadi tua karena tidak mau bergerak ( Depkes, 2010)

Latihan yang dapat meningkatkan potensi kerja otak yakni meningkatkan

kebugaran fisik secara umum dalam bentuk melakukan senam otak ( Senam

Vitalisasi Otak ) yaitu kegiatan yang merangsang intelektual yang bertujuan

untuk mempertahankan kesehatan otak dengan melakukan gerak badan

5

Page 6: BAB I Lansia (Autosaved)

( Markam, 2006). Manfaat senam vitalisasi otak dapat meningkatkan

kemampuan kewaspadaan, pemusatan , perhatian, daya ingat serta kemampuan

eksekutif lansia. Efek yang lain dengan senam vitalisasi otak para peserta

menyatakan bisa tidur lebih nyenyak, senam ini juga dapat menjaga pikiran

tetap segar sehingga para lansia dapat mempertahankan ingatan, makanya

mereka tidak pikun terlebih mereka yang setiap hari latihan, otomatis sering

menghafal gerakan dan otak bekerja terus secara beraturan ( Markam, 2006).

Adanya aktifitas gerak dan imajinasi pada senam vitalisasi otak

berpengaruh pada sirkulasi darah , oksigen dan energi ke otak sehingga dengan

bertambahnya aliran darah keotak menyebabkan terpenuhinya metabolisme sel –

sel dalam tubuh. Adanya pengolahan pusat pemikiran dengan imajinasi akan

menimbulkan integrasi sensori menuju korteks serebrum serta belahan pada

hemisfer kanan dan kiri sehingga adanya aktifitas dari saraf – saraf diotak

khususnya bagian frontalis dan dalam proses pembelajaran di hipokampus.

Makin banyak dan baik asupan program yang terjadi pada proses belajar , makin

banyak sel saraf yang terbentuk. Hal ini dapat meningkatkan kerjasama sel

saraf dan memperbanyak terbentuknya cabang – cabang julur sel saraf yang

saling berhubungan sehingga meningkatkan daya ingat (memori), jadi ingatan

( memori ) terwujud akibat banyaknya hubungan antar juluran sel saraf dengan

sinapsis – sinapsisnya yang dapat mempengaruhi kecerdasan , intelektual, dan

fungsi kognitif ( Markam, 2006).

Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik melakukan peneli-

tian yang berjudul “ Pengaruh Senam Vitalisasi Otak terhadap fungsi kognitif

6

Page 7: BAB I Lansia (Autosaved)

pada lansia”. Diharapkan nantinya dari hasil penelitian ini dapat digunakan seba-

gai masukan dalam upaya pencegahan dan penanganan gangguan fungsi kogni-

tif dan bermanfaat untuk selanjutnya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas,rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

“Apakah ada pengaruh antara senam Vitalisasi Otak terhadap fungsi kognitif

Lansiadi Posyandu Lansia Banjar Basangkasa?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1. Tujuan Umum

Mengetahui apakah ada pengaruh antara Senam Vitalisasi otak terhadap

fungsi kognitif lansia di Posyandu lansia Banjar Basangkasa

2.TujuanKhusus

a. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia Banjar

Basangkasa sebelum dilakukan senam Vitalisasi otak

b. Mengidentifikasi fungsi kognitif pada lansia di Posyandu Lansia Banjar

Basangkasa setelah dilakukan senam Vitalisasi otak

c. Menganalisis pengaruh senam Vitalisasi Otak terhadapfungsi kognitif pada

lansia di Posyandu Lansia Banjar Basangkasa.

7

Page 8: BAB I Lansia (Autosaved)

D. ManfaatPenelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat :

1.Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang keperawatan

komunitas gerontik tentang pengaruh senam vitalisasi otak terhadap

fungsi kognitif sebaga ireferensi untuk penelitian lanjutan bagi peneliti

yang tertarik pada masalah yang sama dengan sampel yang lebih besar,

2. Praktis

a. Dinas Kesehatan Kabupaten ( Bagian kesehatan Keluarga )

Diharapkan penelitian ini dapat dipergunakan sebagai dasar dalam

penyusunan program dan kebijakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan

Kabupaten / Kota khususnya dalam mengembangkan program

peningkatan Kesehatan Lansia.

b.Masyarakat

Diharapkan dengan diadakannya pemeriksaan kesehatan khusus-

nya untuk fungsi kognitif sedini mungkin dapat diketahui terjadinya

penurunan fungsi kognitif.Memberikan informasi pada masyarakat men-

genai pentingnya melakukan gerakan seperti senam untuk meningkatkan

fungsi kognitif dan bagaimana cara deteksi dini, sehingga tidak jatuh

kedalam kondisi demensia.

8

Page 9: BAB I Lansia (Autosaved)

c. Institusi Pendidikan ( Kampus Stikes Wira Medika PPNI Bali )

Sebagai acuan pembelajaran tentang Lansia. Dapat dijadikan sebagai

bahan atau sumber data untuk penelitian berikutnya, serta dijadikan sebagai

pendorong bagi pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian tentang

senam lansia terhadap fungsi kognitif dengan sampel yang lebih besar.

d. UPT Puskesmas Kuta II

Sebagai masukan bagi petugas puskesmas dalam meningkatkan

pelayanan pada lansia khususnya posyandu lansia. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi pada kalangan medis mengenai

pemeriksaan kognitif dan senam vitalisasi otak.

E. KeaslianPenelitian

Penelitian tentang Pengaruh Senam Vitalisasi Otak terhadap fungsi kognitif

pada lansia pernah dilakukan. Beberapa penelitian terkait yang pernah

dilakukan adalah ;

1. Rohan ( 2011 ) meneliti tentang Senam Vitalitas Otak lebih meningkatkan

fungsi kognitif kelompok lansia daripada Senam Lansia di Balai

Perlindungan Sosial Provinsi Banten. Design penelitian randomise pre dan

post test group design, subjek penelitian adalah lansia yang tinggal di Balai

Perlindungan Sosial provinsi Banten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

senam vitalisasi otak lebih baik daripada senam lansia dalam meningkatkan

kemampuan fungsi kognitif lansia di Balai perlindungan Sosial Provinsi

Banten.

9

Page 10: BAB I Lansia (Autosaved)

2. Najiyatul ( 2012 ) meneliti tentang Hubungan Fungsi Kognitif dengan

Kemandirian dalam melakukan Activities of Daily Living ( ADL ) pada lansia di

UPT PSLU PASURUAN. Design penelitian cross sectional, subjek penelitian

adalah Lansia di UPT PSLU Pasuruan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

tidak ada hubungan yang signifikan antara fungsi kognitif dengan kemandirian

dalam melakukan Activities Daily Living ( ADL ) pada Lansia di UPT PSLU

Pasuruan.

Perbedaan dengan penelitian ini adalah hal subjek, materi, lokasi

penelitian, variabel dan jumlah sampel . Penelitian ini akan mencari Pengaruh

Senam Vitalisasi Otak terhadap fungsi kognitif lansia di Posyandu lansia

Banjar basangkasa.

10