BAB I Hipertensi

13
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh K earney, et al pada tahun 2002 diprediksi bahwa penderita hipertensi dapat mencapai 1,56 miliar dari total penduduk dunia pada tahun 2025 (Obreli- Neto, et al, 2011). Penelitian yang di lakukan Rahajeng dan Tuminah pada tahun 2009 menunjukan bahwa secara nasional prevelensi pasien hipertensi adalah 32,2% penelitian tersebut juga didapatkan bahwa prevalensi tertinggi di provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang tujuh kali lebih besar berisiko stroke dan enam kali lebih besar berisiko gagal jantung (WHO/SEARO, 2005). Salah satu faktor yang termasuk dalam dimensi kondisi ialah klien terhadap keparahan penyakitnya. Berdasarkan hasil penelitian dari Depertment of Medcine and Aberdeen mendukung bahwa persepsi klien mempengaruhi ketidak patuhan juga disebabkan karena klien memiliki persepsi bahwa 1

description

isnak

Transcript of BAB I Hipertensi

8

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh K earney, et al pada tahun 2002 diprediksi bahwa penderita hipertensi dapat mencapai 1,56 miliar dari total penduduk dunia pada tahun 2025 (Obreli-Neto, et al, 2011). Penelitian yang di lakukan Rahajeng dan Tuminah pada tahun 2009 menunjukan bahwa secara nasional prevelensi pasien hipertensi adalah 32,2% penelitian tersebut juga didapatkan bahwa prevalensi tertinggi di provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat (20,1%). Penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang tujuh kali lebih besar berisiko stroke dan enam kali lebih besar berisiko gagal jantung (WHO/SEARO, 2005).

Salah satu faktor yang termasuk dalam dimensi kondisi ialah klien terhadap keparahan penyakitnya. Berdasarkan hasil penelitian dari Depertment of Medcine and Aberdeen mendukung bahwa persepsi klien mempengaruhi ketidak patuhan juga disebabkan karena klien memiliki persepsi bahwa kondisi badannya sehat, bebas dari gejala tekanan darah tinggi. Sehingga klien merasa tidak memerlukan pengobatan untuk mengendalikan tekanan darahnya dan berakibat tidak patuh terhadap pengobatan tersebut (Home dan Weinman , 2002 : Jessop dan Rutter ,2003 :ross ef al ,2004). (http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/keperawatan/Ratna%20Roesardhyati.pdf. diakses 15 april 2014).

Pasien yang tidak patuh terhadap aturan pengguna obat 55% (WHO, 2003). Penelitian yang di lakukan oleh Macedo, L ima, A lcantara 2007 hanya 11,2% pasien yang mencapai target tekanan darah terkontrol (Morgado, Rolo, Castelo-Branco, 2011). Ketidakpatuhan merupakan masalah potensial meningkatkan morbiditas, mortalitas serta memperbesar biaya pengobatan (K jeldsen, et al, 2011). Peningkatan mortalitas dikarenakan ketidakpatuhan mencapai 6,8% (RisKesDas, 2007). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mazzaglia pada tahun 2009 ketidakpatuhan dari pasien yang menjalankan terapi mencapai 20-80% (Kjeldsen, et al, 2011).

Kepatuhan pasien merupakan faktor utama penentu keberhasilan terapi (Departemen Kesehatan RI, 2006). Kepatuhan serta pemahaman yang baik dalam menjalankan terapi dapat mempengaruhi tekanan darah dan secara bertahap mencegah terjadinya komplikasi (Morgado, Rolo, Castelo Branco, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Counte dan Chistman tahun 1981 didapatkan bahwa sosiodemografi dan pengatahuan berpengaruh terhadap kepatuhan (Magadza, et al, 2009). Beberapa penelitian menyatakan bahwa komplesregimen (Donnan, et al, 2001), Kurangnya hubungan dengan petugas kesehatan (V ik, et al, 2004) dan dosis yang diberikan tidak cukup kuat (E llenbecker, 2004) memiliki pengaruh terhadap ketidakpatuhan (Banning, 2009). Pada sebuah penelitian lain dinyatakan lebih dari 50% karena lupa dan gejala yang tidak terlihat serta 50% lainnya disebabkan efek samping dan ketidaktersediaan obat (Al-Mehza, Al-Muhailije, M K halfan, A l Y ahya, Ali, 2009).

Kepatuhan minumobat pada pengobatan hipertensi sangat penting karena dengan minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol tekanan darah tinggi penderita hipertensi, Kepatuhan tergantung pada berbagai-berbagai faktor. Faktor-faktor seperti usia, jenis kelamin, status ekonom rendah dan tingkat keparahan penyakit, kelas obat yang diresepkan, jumlah obat perhari, kurangnya penyakit banyak diteliti para peneliti, antara lain: Hutapea (2009) menemukan dukungan keluarga yang dilakukan anggota keluarga mendorong penderita berobat secara teratur. (http://old.fk.ub.ac.id/artikel/id/filedownload/keperawatan/PUTU%20ARI%20SADHU%20PERMANA.pdf. diakses 15 april 2014).

Dalam statistik Kesehatan Dunia (WHO) 2012 melaporkan bahwa hipertensi suatu kondisi berisiko tinggi yang menyebabkan sekitar 51% dari kematian akibat Stroke dan 45% dari penyakit jantung koroner (Tjandra Yoga, Jakarta) (6/4). Ia menjelaskan pada 2012 tercatat sebanyak 1 miliar orang di dunia menderita hipertensi. Dua pertiganya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang.

Penyakit hipertensi masih menjadi masalah dunia. Meski penyakit ini menduduki peringkat ke 7 dari 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Rumah Sakit. Namun Hipertensi menjadi penyakit yang menyebabkan beban biaya kesehatan tinggi.

Hipertensi adalah kondisi medis ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal atau kronis (dalam waktu yang lama). Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolic melebihi 140/90 mmHg atau normalnya 120/80 mmHg, (Sudarmoko, 2010).

Menurut data Lancet (2008), jumlah penderita hipertensi diseluruh dunia terus meningkat. Di India misalnya jumlah penderita hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang pada tahun 2025. Di Cina sebanyak 98,5 juta orang mengalami hipertensi dan menjadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di bagian Asia tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025, Untuk orang Indonesia, banyak dokter berpendapat bahwa tekanan darah yang ideal adalah sekitar 110-120mmHg/80-90 mmHg. Batasan ini berlaku bagi orang dewasa diatas 18 tahun. Menurut Andang Joesoef (2009), Direktur Pelayanan Medis Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta, Mengatakan Bahwa, Tekanan darah 120 140/80 -90 mmHg dikatagorikan sebagai prehipertensi dan perbaikan dalam gaya hidup dibutuhkan untuk menurunkan tekanan darah, sedangkan tekanan darah di atas 140/90 mmHg merupakan hipertensi yang membutuhkan pengobatan.

Tekanan darah tinggi atau hipertensi sering disebut sebagai silent killer, sebab seseorang dapat mengidap hipertensi selama bertahun-tahun tanpa menyadarinya, tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan penyakit yang tidak menunjukan gejala yang jelas. 70% penderita hipertensi tidak merasakan gejala apa-apa, sehingga tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi sampai dia memeriksakan tekanan darahnya ke dokter atau menteri. Namun sebagian lagi ada yang mengeluh pusing, kencang di tengkuk dan sering berdebar-debar.

Di Indonesia mencapai 17-21% dari populasi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi. Badan Kesehatan Dunia WHO (World Health Organization), dari 50% penderita hipertensi yang terdeteksi hanya 25% yang mendapat pengobatan dan hanya 12,5% bisa diobati dengan baik. Tercatat 90% atau lebih penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya. Sisanya 10% atau kurang adalah penderita hipertensi yang disebabkan penyakit lain seperti ginjal dan beberapa gangguan kelenjar endokrin tubuh. (Muhammadun AS, 2010). Menurut Sqabani (2008). Penderita hipertensi yang di periksa di puskesmas di laporkan yang teratur sebanyak 22,8%, sedangkan yang tidak teratur di laporkan sebanyak 77,2%.

Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti di ruang BP Umum di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Mesa di dapatkan data bulan Maret 2014 berdasarkan dari rekam medik yaitu jumlah pasien 123 orang. Diambil sampel sebanyak 10 responden yang menyatakan bahwa 8 orang yang tidak berkunjung ketika merasakan rasa sakit di kapalanya. Alasan responden tidak berkunjung ke puskesmas karena beranggapan bahwa cukup meminum obat di beli di toko kemudiaan istirahat maka sakit kepala yang dirasakan akan hilang. Sedangkan 2 orang yang mengalami sakit kepala kemudian memeriksakan diri ke puskesmas terdekat. Keluhan yang sering di katakan responden ketika sakit kepala dirasakan disertai dengan alis menjadi tinggi atau asimetris dan penglihatan rasa berkurang. Dari pemeriksaan tekanan darah salah satu responden yang tidak memeriksakan diri di dapatkan hasil 180/100 mmHg dan responden yang memeriksakan 140/100 mmHg. Menurut pengakuan mereka sering mengabaikan terapi yang di anjurkan, karena mereka hanya melakukan pemeriksaan jika merasa ada masalah sakit kepala berat dan kemudian melakukan pemeriksaan. maka terapi yang dijalani tidak dihiraukan hingga mengubah tekanan darahnya tinggi kembali.

Perilaku pasien yang tidak mendukung kesehatan dapat diubah menjadi perilaku yang taat dalam menjalani terapi, bila pasien sudah mengetahui manfaat dari terapi maka akan timbul kesadaran dari dalam dirinya untuk melaksanakan pengobatan tersebut.

Tingkat kepatuhan pasien Hipertensi berobat kembali kepuskesmas yang baik akan memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan, sedangkan tingkat kepatuhan pasien Hipertensi yang tidak berobat kembali kepuskesmas dapat berakibat fatal terutama gagal dalam pengobatan berakibat pada stroke dan gagal jantung bahkan kematian.

Kepatuhan adalah tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasehat medis atau kesehatan dan menggambarkan penggunaan obat sesuai dengan petunjuk pada resep serta mencakup penggunaannya pada waktu yang benar (http://digilib.unimus.ac.id, diakses 15 april 2014).

1. 2 Perumasan Masalah

Berdasarkan dari gambaran latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini yaitu Apakah ada Hubungan persepsi keparahan penyakit dengan kepatuhan minum obat pada pasien penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas sungai mesa.

1. 3 Tujuan Penelitian.

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan Persepsi Keparahan Penyakit Dengan Kepatuhan Meminum Obat Pada Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas sungai mesa.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengidentifikasi persepsi keparahan penyakit di wilayah kerja puskesmas sungai mesa.

1.3.2.2 Menidentifikasi persepsi keparahan minum obat pada pasien hipertensi di wilayah kerja puskesmas sungai mesa.

1.3.2.3 Menganalisis persepsi keparahan penyakit dengan kepatuhan minum obat pada pasien penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas sungai mesa.

1. 4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Secara Teoritis

Penelitian ini dapat memperluas ilmu dan literatur dalam bidang keperawatan dan kesehatan dalam bidang penyakit pada khususnya keperwatan medikal bedah dan keperawatan komunitas.

1.4.2 Secara Praktis

1.4.2.1 Manfaat bagi petugas Puskesmas Sunga

Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya pada masyarakat yang ada di wilayah kerja puskesmas yang di harapkan bisa jadi tolak ukur perbandingan dalam menentukan Strategi pengambilan tindakan yang akan di lakukan.

1.4.2.2 Manfaat bagi responden

Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap terapi yang di anjurkan sebagai upaya untuk mencapai status kesehatan secara optimal.

1.4.2.3 Manfaat bagi penelitian lain

Penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti variabel-variabel lain yang terkait masalah Hipertensi.

1. 5 Penelitian Terkait

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini adalah:

1.5.1 Muhammad Reza Noor, (2011) melakukan penelitian dengan judul Hubungan antara usia dan tingkat stres dengan kejadian hipertensi pada penderita hipertensi di Puskesmas Sungai Malang Kabupaten HSU. Jenis penelitian berupa cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah 206 orang. Teknik sampling menggunakan simple random sampling. Jumlah sampel 135 responden.

1.5.2 Kamaludin, (2013) melakukan penelitian dengan judul Hubungan peran keluarga dengan kepatuhan untuk menerapkan gaya hidup sehat pada penderita hipertensi di wilayah kerja puskesmas Lanjas Muara Teweh Kalimantan Tengah. Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan cross section. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang tinggal dalam satu rumah dengan keluarga di wilayah kerja Puskesmas Lanjas Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah.

Perbedaan dalam penelitian peneliti dengan yang diteliti oleh Kamaludin menghubungkan peran keluarga dengan kepatuhan untuk menerapkan gaya hidup sehat pada penderita hipertensi, dan penelitian yang diteliti Muhammad Reza Noor menghubungkan antara usia dan tingkat stres dengan kejadian hipertensi pada penderita hipertensi, sedangkan penelitian ini menghubungkan persepsi keparahan penyakit dengan kepatuhan minum obat pada penderita hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Mesa Banjarmasin.

1