BAB I-DAFTAR PUSTAKA

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sangat penting artinya bagi usaha pertanian karena kehidupan dan perkembangan tumbuh-tumbuhan dan segala makhluk hidup di dunia sangat memerlukan tanah. Akan tetapi arti yang penting ini kadang-kadang diabaikan oleh manusia, sehingga tanah tidak barfungsi sebagai mana mestinya. Tanah menjadi gersang dan dapat menimbulkan berbagai bencana, tidak lagi menjadi sumber bagi segala kehidupan (Sutejo, Mulyani 1995). Penerapan kebijakan sistem pertanian kimiawi yang berkembang secara pesat sejak dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahun 1970-an, yang lebih mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimia, walaupun untuk sementara waktu dapat meningkatatkan produksi pertanian, pada kenyataannya dalam jangka panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, yang akhirnya bermuara kepada semakin luasnya lahan kritis dan marginal di indonesia (Sudiarso & Ririen P. 2002). Pupuk organik merupakan pupuk yang ramah lingkungan yang bersumber dari bahan-bahan alamiah yang berasal dari alam maupun dari tumbuhan alami yang mampu meningkatkan proses kesuburan tanah. Dalam hal ini, semakin berkurangnya lahan subur menyebabkan menurunnya hasil produksi pertanian. Pengolahan tanah yang baik dan teratur dapat meningkatkan kesuburan fisik tanah tersebut. Pemupukan yang sesuai dengan unsur hara tanah dapat meningkatkan kesuburan 1

description

peningkatan_produktivitas_lahan_dengan_menggunakan_pupuk_organik

Transcript of BAB I-DAFTAR PUSTAKA

Page 1: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah sangat penting artinya bagi usaha pertanian karena kehidupan dan

perkembangan tumbuh-tumbuhan dan segala makhluk hidup di dunia sangat

memerlukan tanah. Akan tetapi arti yang penting ini kadang-kadang diabaikan oleh

manusia, sehingga tanah tidak barfungsi sebagai mana mestinya. Tanah menjadi gersang

dan dapat menimbulkan berbagai bencana, tidak lagi menjadi sumber bagi segala

kehidupan (Sutejo, Mulyani 1995).

Penerapan kebijakan sistem pertanian kimiawi yang berkembang secara pesat

sejak dicanangkannya Gerakan Revolusi Hijau pada tahun 1970-an, yang lebih

mengutamakan penggunaan pestisida dan pupuk kimia, walaupun untuk sementara

waktu dapat meningkatatkan produksi pertanian, pada kenyataannya dalam jangka

panjang menyebabkan kerusakan pada sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, yang

akhirnya bermuara kepada semakin luasnya lahan kritis dan marginal di indonesia

(Sudiarso & Ririen P. 2002).

Pupuk organik merupakan pupuk yang ramah lingkungan yang bersumber dari

bahan-bahan alamiah yang berasal dari alam maupun dari tumbuhan alami yang mampu

meningkatkan proses kesuburan tanah. Dalam hal ini, semakin berkurangnya lahan

subur menyebabkan menurunnya hasil produksi pertanian. Pengolahan tanah yang baik

dan teratur dapat meningkatkan kesuburan fisik tanah tersebut. Pemupukan yang sesuai

dengan unsur hara tanah dapat meningkatkan kesuburan kimiawi tanah sehingga sesuai

dengan kebutuhan tanaman. Pemupukan bisa dilakukan dengan pemberian pupuk

buatan dan pupuk alam atau pupuk organis. Pupuk yang terakhir ini lebih besar

manfaatnya dari pada jenis pupuk yang pertama oleh karena dapat meningkatkan

kesuburan kimawi, juga dapat meningkatkan kesuburan fisik dan biologi tanah (Sarief,

Saifuddin 1986).

Suatu unsur kimiawi dianggap esensial sebagai unsur hara tanaman jika

memenuhi tiga kriteria Arnon berikut; yaitu Harus ada agar tanaman dapat melengkapi

siklus hidupnya, sehingga jika tanaman mengalami defisiensi hanya dapat diperbaiki

dengan unsur tersebut, dan unsur ini harus terlibat langsung dalam penyediaan nutrisi

yang dibutuhkan tanaman (Kemas Ali Hanafiah, 2005). Di antara zat hara yang

diperlukan oleh tanaman itu untuk pertumbuhannya yang sehat yang tepenting ialah: N

1

Page 2: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

(Nitrogen), P (Phosfat), K (Kalium), S (Sulfur), Mg (Magnesium), Ca (Calsium), Fe

(Ferry), dan sebagainya (Hadrian Siregar, 1981).

Ditilik dari sifat tanah, yaitu sifat-sifat kimiawinya dan sifat-sifat fisisnya,

pemupukan dengan pupuk anorganis (pupuk buatan) hanya memperkaya kesuburan

tanah dengan zat-zat hara yang dikandung pupuk anorganis/pupuk buatan itu, sementara

pupuk organik disamping memperkaya tanah dengan zat hara N, P dan K juga

memperbaiki sifat-sifat fisis dari tanah dalam arti pemupukan dengan pupuk organik itu

akan membuat tanah yang berat seperti tanah liat menjadi lebih ringan dan sebaliknya

tanah yang terlalu ringan seperti tanah pasir akan sedikit lebih berat (Hadrian Siregar,

1981).

Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produksi suatu tanaman. Macam dan jumlah

unsur hara yang tersedia di dalam tanah bagi pertumbuhan tanaman pada dasarnya harus

berada dalam keadaan yang cukup dan seimbang agar tingkat produksi yang diharapkan

dapat tercapai dengan baik. Jadi produktivitas tanah adalah kemampuan tanah tersebut

untuk dapat menghasilkan produksi pertanian yang optimal tanpa mengurangi tingkat

kesuburan tanahnya (Saifuddin Sarief, 1986).

Di fihak lain, pemupukan yang tinggi akan mengakibatkan adanya polusi baik

dalam lingkungan tanah maupun perairan di sekitarnya. Kelembapan udara dan tanah

maupun perairan di sekitarnya. Kelembapan udara dan tanah menjadi lebih baik, maka

kehidupan fauna dan flora menjadi lebih baik juga. Oleh karena itu, aktivitas mikroba

yang pathogen pun menjadi lebih tinggi, demikian juga gulma. Hal ini menyebabkan

kekhawatiran para pakar pertanian, sehingga banyak yang mengusulkan agar

pemupukan dilakukan hanya dengan masukan rendah atau kalau mungkin ditiadakan

sama sekali. Yang terbaik adalah mendapatkan produksi yang tinggi tanpa merusak

lingkungan (Rosmarkam & Nasih Widya Yuwono. 2002).

B. Permasalahan

Pemanfaatan teknologi pertanian dalam segala bidang diperlukan untuk

meningkatkan produksi pertanian. Pemupukan, seleksi tanaman, pemberantasan hama

penyakit, penyediaan air yang cukup, aplikasi bioteknologi dan sebagainya perlu

dilakukan untuk mencapai maksud tersebut. Pemupukan merupakan salah satu usaha

penting untuk meningkatkan produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor

yang dominan dalam produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor yang

2

Page 3: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

dominan dalam produksi pertanian. Penggunaan pupuk anorganik yang selalu

meningkat dari tahun ke tahun, telah mencemaskan pakar lingkungan hidup karena

dampak polusi yang ditimbulkannya. Sampai akhir abad XX pemupukan merupakan

faktor penting untuk meningkatkan produksi karena belum ada alternatif lain untuk

menggantikannya (Rosmarkam & Widya Yuwono, 2002).

Data yang dipaparkan oleh Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun

1996, luas lahan kritis di indonesia sudah mencapai 12,5 juta hektar, dengan perincian 8

juta berasal dari lahan pertanian dan sisanya 4,5 juta hektar berasal dari kawasan hutan

(BPS, 1998). Kondisi ini akan lebih parah lagi karena diperkirakan setiap tahun lahan

kritis bertambah 300.000 hingga 600.000 hektar jika penggunaan pupuk dan pestisida

kimia tidak dikurangi (Djoyohadikusumo, 1995).

Penggunaan pupuk kimia secara terus menerus menjadi penyebab menurunnya

kesuburan lahan bila tidak diimbangi dengan penggunaan pupuk organik dan pupuk

hayati. Selama 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan kebutuhan pupuk kimia hingga

500%, sementara itu produksi padi hanya meningkat 50% (Sugito, 2000).

Berfungsinya pabrik-pabrik yang mengolah berbagai bahan baju menjadi

barang-barang jadi melalui proses kimia yang pembuangan limbah industrinya (air dan

cairan) tidak memperhatikan keadaan lingkungan dan tidak mau memelihara keadaan

tanah di sekitarnya, akan menyebabkan tanah tidak berproduksi sebagaimana mestinya.

Bahkan sering kali tidak berproduktif lagi. Ini disebabkan mikro-organisme dan unsur-

unsur hara yang terkandung mengalami keracunan. Dalam kejadian seperti ini

pemulihannya kembali akan memakan waktu yang cukup lama (Mulyani Sutejo, 1995).

Dari masalah-masalah tersebut maka perlu dipikirkan bagaimana merehabilitasi

lahan agar dapat memaksimalkan hasil pertanian guna memberikan manfaat yang lebih

besar bagi kemajuan dan swasembada di dunia pertanian. Maka perlu dipikirkan

langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk tujuan tersebut?

C. Tujuan

Kompleksnya permasalahan yang muncul mengenai rendahnya produktivitas

lahan yang disebabkan oleh polutan kimiawi yang berasal dari limbah pertanian itu

sendiri maupun dari kegiatan industri yang semakin pesat sehingga menyebabkan

kurang maksimalnya hasil pertanian menuntut penulis untuk membahas masalah ini

agar diperoleh suatu penyelesaian yang lebih optimal dari kerusakan lahan ini. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih jauh peluang-peluang yang mungkin

3

Page 4: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

dapat dilakukan dalam rehabilitasi lahan pertanian dengan menggunakan pupuk organik

sebagai penyubur tanah.

4

Page 5: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

BAB II

PEMBAHASAN

Memupuk pertanaman pada umumnya sebagai usaha untuk meningkatkan

penghasilan pertanaman bukanlah hal yang baru. Memupuk pertanaman sudah dikenal

manusia sejak zaman kuno, hanya saja, jika di zaman modern seperti sekarang ini orang

menggunakan pupuk anorganis atau lazim disebut pupuk buatan, di zaman dahulu kala,

di waktu mana pupuk buatan belum dikenal, satu-satunya macam pupuk yang dipakai

manusia untuk memupuk pertanaman adalah pupuk organis (Hadrian Siregar. 1981).

Disebut pupuk organis oleh karena pupuk itu terdiri dari pelapukan dari bahan-

bahan organik berupa segala macam tanaman, seperti daun-daun pohon-pohonan yang

sudah tua dan gugur,tangkai-tangkai dan pohon-pohonan yang sudah tua dan tumbang,

segala macam rumput-rumputan, dan sebagainya (Hadrian Siregar. 1981). Proses

rehabilitasi ini tanpa pengolahan tanah, tanpa pupuk kimia, tanpa menghilangkan gulma

dengan mengerjakan tanah atau dengan herbisida, dan tidak tergantung pada bahan-

bahan kimia (Made Suwena. 2002). Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan

pupuk hijau, pupuk kandang dan kompos.

A. Pupuk Hijau

Pupuk hijau merupakan pupuk yang berasal dari sisa tanaman legum.

Kemampuan tanaman legum mengikat N udara dengan bantuan bakteri penambat N

menyebabkan kadar N dalam tanaman relatif tinggi. Akibatnya, pupuk hijau dapat

diberikan dekat waktu penanaman tanpa harus mengalami proses pengomposan lebih

dulu sebagaimana sisa-sisa tanaman pada umumnya.

Sesungguhnya bagian-bagian hijau dan terutama yang masih muda dari segala

macam tumbuh-tumbuhan dapat dipergunakan sebagai pupuk organis. Akan tetapi

tidaklah dapat dikatakan bahwa semua bahan hijau sebagai dimaksudkan mempunyai

kadar N, P dan K yang sama dan oleh karenanya manusia dengan sendirinya memilih

jenis tumbuhan yang mudah ditanam dan dipelihara dan yang banyak mengandung zat

hara N, P dan K. Yang paling menentukan pilihan ialah Zat hara N, oleh karena pada

umumnya, jika di ketemukan suatu daerah pertanian kekurangan-kekurangan zat hara,

yang paling pertama diketemukan adalah zat hara N. Jenis tumbuh-tumbuhan yang

memenuhi syarat, seperti: mudah ditanam dan mudah dipelihara. Dan mempunyai kadar

yang tinggi tentang N, adalah tumbuhan polong (leguminose). Adalah sifat dari tumbuh-

5

Page 6: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

tumbuhan polong (leguminose). Bahwa tumbuh-tumbuhan ini mempunyai akar-akar

dimana terdapat bintik-bintik yang dapat mengikat N dari udara. Jenis tumbuhan polong

yang banyak dipergunakan para petani sebagai pupuk organik, spesial yang tergolong

Crotalaria dan yang terpenting di antaranya, ialah Crotalaria Anagyroides, Crotalaria

Usaramoensis, dan Crotalaria Yuncea (Siregar. 1981).

Tanaman-tanaman tersebut sebagai pupuk hijau pada umumnya termasuk famili

leguminosa. Sifat famili ini adalah terdapatnya nodula-nodula pada akarnya, yang terdiri

dari nodula efektif dan tidak efektif. Perbedaan kedua macam nodula tersebut adalah

dalam ukuran dan bentuk, warna, dan akarnya pada akar. Nodula efektif letaknya

tersebar pada akar tunggang, sedangkan nodula tidak efektif tersebar pada akar lateral

atau akar cabang dan berwarna pucat (Saifuddin sarief. 1986).

Mulyani Sutejo (1995) menyatakan, berbeda dengan jenis tanaman dari keluarga

lainnya. Tanaman leguminosa kandungan jumlah N-nya selalu bertambah, berasal dari

N yang tersedia dalam tanah dan dari N bebas yang terdapat di udara. Jasad-jasad renik

yang bersimbiosa dengan tanaman itu, yang terdapat dalam bintil-bintil akar (nodula)

dapat mengikat N dari udara (perhatikan peranan Rhizobium atau Bacillus Radiocicola).

Dalam hal ini dapat ditambahkan apabila tanahnya subur dan mengandung banyak

unsur N, maka penambahan unsur N dari udara ternyata kurang. Apabila keadaan

sebaliknya (kurangnya kandungan N dalam tanah) maka pengambilan N dari udara akan

banyak.

Di dalam nodula akar hidup bakteri Rhizobium. Yang bersimbiose dengan

tanaman inang. Bakteri ini berfungsi dapat mengikat unsur nitrogen (N) dari udara. Hal

ini sangat menguntungkan, baik dalam akumulasi nitrogen di dalam tanah maupun

dalam peningkatan kandungan nitrogen bagi pertumbuhan tanaman (Saifuddin sarief.

1986).

Tanaman legum menyerap nitrogen bebas dengan bantuan fiksasi oleh bakteri

rhizobium. Sedangkan nitrogen yang difiksasi oleh tanaman legum mempunyai tiga

kemungkinan yaitu; Nitrogen tersebut digunakan oleh tanaman inangnya sendiri;

Nitrogen diekskresikan dari nodula ke dalam tanah dan digunakan oleh tanaman lain

yang tumbuh di sekitarnya; Apabila tanaman legum di benamkan atau telah mati, maka

nitrogen dapat dibebaskan. Hal ini terjadi setelah melalui proses dekomposisi nodula

dan juga dari bagian lain tanaman (Syafruddin sarief. 1986).

Bila ada kesempatan tambahkan selalu sumber karbon dan nitrogen. Penggunaan

kotoran hewan merupakan cara terbaik untuk maksud tersebut. Bila dilakukan

6

Page 7: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

pemupukan N, upayakan saat sisa tanaman cukup banyak di lahan. Sebagai contoh,

rotasi jagung, legum, dan padi gogo akan lebih baik bila penambahan nitrogen

dilakukan setelah sisa tanaman jagung diinkooprasikan dengan tanah saat pengolahan.

Tanaman padi gogo hanya membutuhkan sedikit pemberian nitrogen. Namun bila

pengolahan tanah menjadi pertimbangan untuk tidak dilakukan, maka pengomposan sisa

panen diluar lahan dapat dilakukan penggunaan pupuk N dalam jumlah banyak, terlebih

lagi bila sisa panen semua di angkut ke luar lahan (disertai pengolahan tanah) akan

memecu penurunan kadar bahan organik tanah (Syekhfani, 2002).

B. Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk yang penting di indonesia. Selain jumlah

ternak di indonesia cukup banyak dan volume kotoran ternak cukup besar, pupuk

kandang secara kualitatif relatif lebih kaya hara dan mikrobia dibandingkan limbah

pertanian. Yang dimaksud pupuk kandang adalah kotoran hewan/ternak dan urine

(Rosmarkam & Nasih Widya Yuwono, 2002).

Secara umum dapat disebutkan bahwa setiap ton pupuk kandang mengandung 5

kg N, 3 kg P2O5 dan 5 kg K2O serta unsur-unsur hara esensial lain dalam jumlah yang

relatif kecil (Knuti, Korpi dan Hide, 1970).

Sifat-sifat pupuk kandang tiap-tiap jenis hewan yang di pelihara mengahasilkan

pupuk kandang dengan sifat yang berbeda-beda:

Kotoran Ayam mengandung N tiga kali lebih besar dari pada pupuk

kandang yang lain.

Kotoran kambing mengandung N dan K masing-masing dua kali lebih

besar dari pada kotoran sapi.

Kotoran Babi mengandung P dua kali lebih banyak dari kotoran Sapi.

Pupuk kandang dari Kuda atau Kambing mengalami fermentasi dan

menjadi panas lebih cepat dari pada pupuk kandang Sapi dan Babi.

Karena itu petani biasanya menyebut pupuk kandang sapi sebaagai

pupuk dingin (Cold manures).

Dalam semua pupuk kandang P selalu terdapat dalam kotoran padat,

sedang sebagian besar K dan N terdapat dalam kotoran cair (urine).

Kandungan K dalam urine adalah lima kali lebih banyak daripada dalam

kotoran padat, sedang kandungan N adalah dua kali lebih banyak.

7

Page 8: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

Kandungan unsur hara dalam kotoran ayam adalah yang paling tinggi,

karena bagian cair (urine) tercampur dengan bagian padat

(Hardjowigeno, 1987).

Tabel: Unsur hara pada pupuk kandang.

Ternak N (%) K2O5 (%) K2O (%)

Unggas 1.70 1.90 1.50

Sapi 0.29 0.17 0.35

Sapi 0.44 0.17 0.35

Babi 0.60 0.41 0.13

Domba 0.55 0.31 0.15

Sumber: (Sarwono Hardjowigeno, 1987).

Pupuk kandang yang baru di angkat dari kandang biasanya temperaturnya tinggi

(panas), oleh sebab itu tidak boleh langsung dibenamkan ke dalam tanah dekat

pekarangan. Biasanya sebelum dipakai terlebih dahulu disimpan (didinginkan) sekitar

satu sampai dua minggu. Lebih baik kalau dikeringkan dulu sebelum dipergunakan

(Saifuddin Sarief. 1986).

Penambahan pupuk kandang dan kompos di kenal sebagai upaya terbaik dalam

perbaikan level bahan organik dan humus. Bila tidak dapat dilakukan maka rumput

tahunan merupakan tanaman yang mampu melakukan regenerasi dan meningkatkan

kadar humus tanah (Nations, 1999). Dosis umum pupuk kandang adalah antara 10

hingga 30 ton/ha untuk kotoran padat dan 4000 hingga 11.000 galon/ha untuk kotoran

berbentuk cair. Hasil panen yang tinggi karena penggunaan pupuk kandang adalah

merupakan keuntungan tambahan (Syekhfani, 2002).

C. Kompos

Kompos adalah jenis pupuk yang terjadi karena proses penghancuran oleh alam

atas bahan-bahan organis, terutama daun tumbuh-tumbuhan seperti jerami, kacang-

kacangan, sampah dan lain-lain. Kompos terjadi dengan sendirinya mempunyai kualitas

yang kurang baik karena dalam proses penghancuran sering terjadi hal-hal merugikan,

seperti pencucian kandungan unsur-unsur penting dan penguapan oleh sinar matahari.

Cara memperoleh kompos yang baik adalah dengan mengaktifkan perkembangan

bakteri yang melakukan penghancuran terhadap bahan-bahan organis dalam waktu yang

8

Page 9: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

singkat, dan menghindarkan faktor-faktor yang dapat mengurangi kaulitas kompos

(Sarief. 1986). Sedang Menurut Sutejo (1995), kompos merupakan zat akhir suatu

proses fermentasi tumpukan sampah/seresah tanaman dan adakalanya pula termasuk

bangkai binatang.

Beberapa faktor yang harus diketahui di dalam proses pengomposan menurut

Suriawira (2002) adalah:

a. pemisahan bahan; bahan-bahan yang sekiranya lambat atau

sukar untuk didegradasi/diurai, harus dipisahkan/diduakan, baik

yang berbentuk logam, batu, maupun plastik. Bahkan, bahan-

bahan tertentu yang bersifat toksik serta dapat menghambat

pertumbuhan mikroba, harus benar-benar dibebaskan dari dalam

timbunan bahan, misalnya residu pestisida.

b. Bentuk bahan; semakin kecil dan homogen bentuk bahan,

semakin cepat dan baik pula proses pengomposan. Karena

dengan bentuk bahan yang lebih kecil dan homogen, lebih luas

permukaan bahan yang dapat dijadikan substrat bagi aktivitas

mikroba. Selain itu, bentuk bahan berpengaruh pula terhadap

kelancaran difusi oksigen yang diperlikan serta pengeluaran

CO2 yang dihasilkan

c. Kadar air bahan tergantung kepada bentuk dan jenis bahan,

masalnya, kadar air optimum di dalam pengomposan bernilai

antara 50-70, terutama selama proses fasa pertama. Kadang-

kadang dalam keadaan tertentu, kadar air bahan bisa bernilai

sampai 85%, misalnya pada jerami.

Cara pembuatan kompos bermacam-macam, tergantung pada keadaan tempat

pembuatan, budaya orang, mutu yang diinginkan, jumlah kompos yang dibutuhkan,

macam bahan yang tersedia, dan selera si pembuat. Dan menurut Rosmarkam & Widya

Yuwono (2002) mengenai cara pembuatan kompos yaitu;

a. Kelembaban timbunan bahan kompos: kegiatan dan kehidupan

mikrobia sangat dipengaruhi oleh kelembaban yang cukup, tidak

terlalu kering atau basah atau terganggu.

b. Aerasi timbunan: aerasi berhubungan erat dengan kelengasan.

Apabila terlalu anaerob, mikrobia yang hidup hanya mikroba

9

Page 10: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

anaerob saja, mikrobia aerob mati atau terhambat

pertumbuhannya. Sedangkan bila terlalu aerob udara bebas

masuk kedalam timbunan bahan yang dikomposkan sehingga

menyebabkan hilangnya nitrogen relatif banyak karena menguap

berupa NH3.

c. Temperatur harus dijaga tidak terlampau tinggi (maksimum 60

derajat celsius): selama pengomposan selalu timbul panas

sehingga bahan organik yang dikomposkan temperaturnya naik;

bahkan sering temperatur mencapai 60 derajat celsius. Pada

temperatur tersebut, mikrobia mati atau sedikit sekali yang

hidup. Untuk menurunkan temperatur, umumnya dilakukan

pembalikan timbunan bakal kompos.

d. Suasana, proses pengomposan kebanyakan menghasilkan asam-

asam organik, sehingga menyebabkan ph turun. Pembalikan

timbunan mempunyai dampak netralisasi keasaman.

e. Nertralisasi keasaman: netralisasi keasaman sering dilakukan

dengan menambah bahan pengapuran, misalnya kapur, dolomit,

atau abu. Pemberian abu tidak hanya menetralisasi, tetapi juga

menambah hara Ca, K, dan Mg dalam kompos yang dibuat.

f. Kualitas kompos: untuk mempercepat dan meningkatkan

kualitas kompos, timbunan di beri pupuk yang mengandung

hara, terutama P. Perkembangan mikrobia yang cepat

memerlukan hara lain, termasuk P. Sebetulnya, P disediakan

untuk mikrobia sehingga perkembangan dan kegiatannya

menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan

kualitas kompos yang dihasilkan karena kadar P dalam kompos

lebih tinggi dari biasa, karena residu P sukar tercuci atau tidak

menjadi lebih cepat. Pemberian hara ini juga meningkatkan

kualitas kompos lebih tinggi dari biasa, karena residu P sukar

tercuci dan tidak menguap.

Penggunaan kompos sebagai pupuk tidak berbeda dengan pupuk kandang, dapat

ditaburkan sebagai media tanam pengisi pot. Dosisnyapun ha dengan pupuk kandang,

sekitar 20 ton/ha tergantung keadaan tanah dan jenis tanaman yang di tanam.

Dibandingkan dengan pupuk anorganik, pemberian kompos (juga pupuk kandang) jauh

10

Page 11: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

lebih boros. Walaupun harganya lebih murah dari pupuk anorganik, namun karena

pemakaiannya banyak, total biaya pupuknya tetap jauh lebih mahal. Apalagi,

pengadaanya masih dibebani lagi dengan biaya angkut (Lingga, 2000).

Kompos sebagai salah satu contoh pupuk organik, sangat baik dan bermanfaat

untuk segala jenis tanaman, mulai dari tanaman hias, tanaman sayuran, tanaman buah-

buahan sampai ke tanaman pangan dan perkebunan (Suriwiria, 2002). Akan tetapi,

menurut Syekhfani (2002) kompos mengandung lebih banyak humus dibandingkan

kotoran hewan. Jadi, penggunaan kompos lebih ditujukan pada perbaikan sifat fisik

tanah, sedang pupuk kandang (terutama ternak unggas) pada sifat kimia tanah.

Pengomposan mengurangi volume materi bahan organik mentah, khususnya kotoran

ternak yang kandungan airnya cukup tinggi. Pengomposan di lahan jauh lebih murah

dari pada membeli kompos jadi.

11

Page 12: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

BAB III

PENUTUP

Bedasarkan uraian di atas maka usaha rehabilitasi tanah dengan menggunakan

pupuk organik akan meningkatkan kualitas tanah/lahan secara spesifik yang di sebabkan

oleh keseimbangan faktor penyubur tanah dalam hal ini, pupuk-pupuk organik tersebut

mengandung banyak unsur hara tanah yang dapat memperkaya tanah tersebut dalam

meningkatkan produktivitas lahan/kesuburan tanah serta peningkatan hasil pertanian

secara berkelanjutan.

Maka kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa penggunaan pupuk kimia pada saat ini

telah membuat penurunan hasil pertanian yang disebabkan oleh penumpukan zat-zat

kimia yang menyebabkan menurunnya produktivitas lahan. oleh karena itu, penggunaan

pupuk organik sebagai pupuk alternatif pengganti pupuk kimia yang ramah lingkungan

dapat mengembalikan fungsi tanah sebagaimana mestinya.

Dari uraian-uraian di atas maka diharapkan suatu kesadaran bagi kita bersama

agar kembali ke alam. Karena dengan penggunaan pupuk organik tanah akan tetap

terjaga ekosistemnya. Semua itu untuk kelangsungan hidup anak cucu kita di kemudian

hari. Dan diharapkan membuka cakrawala berpikir peneliti, petani dan semua orang

yang bergerak dalam dunia pertanian dan penyelamat lingkungan terutama dalam aspek-

aspek yang belum dikaji, sehingga akhirnya produksi pertanian terus dapat ditingkatkan

dengan tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.

12

Page 13: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Ali Hanafia, Dr. Ir Kemal. 2005. Dasar-dasar ilmu tanah. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Djoyodjohadikusuma, Sumirto. 1995. Sumberdaya Alam dan Pembangunan. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Hardjowigeno, Dr. Ir. Sarwono. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa,

Jakarta.

Siregar, Hadrian. 1981. Budidaya tanaman padi di indonesia. Sastra Hudaya, Bogor.

Knuti, L., M. Korpi, and J. C. Hide. 1970. Profitable soil Management. Prentice Hall.

Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Lingga, Pinus & Marsono. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Swadaya, Jakarta.

Sutejo, Ir. Mul. Mulyani. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Nations, Allan. 1999. Allan’s Observation. Stockman Grass Farmer. January Press. 12

– 14.

Rosmarkam, Afandie & Nasih Widya Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius,

Yogyakarta.

Sudiarso & Ririen P. Sinkronisasi Pembangunan Desa & Kota Melalui Penerapan

Sistem Pertanian Organik. Pelatihan Pembentukan Wirausaha Pupuk Bokashi,

Pakan Ternak dan Industri Batako Berbasis Pemanfaatan Sampah Kota. Malang,

29 Juni s/d 10 Juli 2002.

Sugito. 2000. pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia, Prospek dan

Permasalahannya. Seminar Nasional Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.

Malang, 21 – 23 Febuari 2000.

Suriawiria, H Unus. Pupuk Organik Kompos Dari Sampah. Humaniora Utama Press,

Bandung.

Suwena, Made. 2002. Peningkatan Produktivitas Lahan Dalam Sistem Pertanian Akrab

Lingkungan. Makalah Pengantar Falsafah Sains Program Pasca Sarjana (S3),

Institut Pertanian Bogor.

Syekhfani. 2002. Peran Bahan Organik Dalam Menunjang Pertanian Berkelanjutan.

Pelatihan Pembentukan Wirausaha Pupuk Bokashi, Pakan Ternak, dan Industri

Batako Berbasis Pemanfaatan Sampah Kota. Malang, 29 Juni – 10 Juli 2002.

13

Page 14: BAB I-DAFTAR PUSTAKA

14