BAB I

58
Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan ketersedian air yang bersih juga mengalami peningkatan yang tajam. Hal ini tidak terlepas dari semakin tingginya tingkat populasi penduduk di Indonesia. Faktor – faktor lain yang turut menjadi pemicu terjadinya penigkatan akan kebutuhan air adalah berkembangnya suatu daerah terutama daerah – daerah yang memiliki potensi untuk dapat berkembang menjadi kota besar yang menggerakkan roda perekonomian disekitarnya. Kehadiran pabrik – pabrik industri seringkali memanfaatkan air tanah di banding air permukaan, hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu kebutuhan air masyarakat disekitarnya. Apabila pengambilan air tanah tersebut dilakukan secara terus menerus dan tidak terkendali, akan dapat memicu terjadinya kerusakan air tanah yang mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pasokan air tanah ataupun terjadinya degradasi kualitas akibat pencemaran limbah oleh pabrik – pabrik tersebut. Kota Banjarbaru terletak di Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan kemajuan yang cukup pesat terutama dalam 1

description

Laporan Ta

Transcript of BAB I

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan manusia akan ketersedian air yang

bersih juga mengalami peningkatan yang tajam. Hal ini tidak terlepas dari semakin

tingginya tingkat populasi penduduk di Indonesia. Faktor – faktor lain yang turut

menjadi pemicu terjadinya penigkatan akan kebutuhan air adalah berkembangnya suatu

daerah terutama daerah – daerah yang memiliki potensi untuk dapat berkembang

menjadi kota besar yang menggerakkan roda perekonomian disekitarnya. Kehadiran

pabrik – pabrik industri seringkali memanfaatkan air tanah di banding air permukaan,

hal ini dimaksudkan agar tidak mengganggu kebutuhan air masyarakat disekitarnya.

Apabila pengambilan air tanah tersebut dilakukan secara terus menerus dan tidak

terkendali, akan dapat memicu terjadinya kerusakan air tanah yang mengakibatkan

berkurangnya ketersediaan pasokan air tanah ataupun terjadinya degradasi kualitas

akibat pencemaran limbah oleh pabrik – pabrik tersebut.

Kota Banjarbaru terletak di Provinsi Kalimantan Selatan menunjukkan kemajuan yang

cukup pesat terutama dalam peningkatan populasi penduduknya. Mengingat kebutuhan

sebuah kota akan air tanah cukup tinggi, perlu dilakukan pemantuan ataupun upaya

konservasi terhadap pengelolaannya agar tetap menjamin ketersediaannya secara

berkelanjutan, baik untuk kehidupan sekarang maupun bagi kehidupan yang akan

datang. Beberapa parameter yang dijadikan acuan dalam konsevasi air tanah diantaranya

daya dukung lingkungan air tanahnya, jumlah pengambilan, tingkat penurunan muka air

tanah serta kualitas air tanah berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologinya. Sementara

upaya pengendalian dan pemulihan yang dilakukan berupa rekomendasi pembuatan

sumur pantau pada lokasi yang dipilih.

1

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Disamping itu studi tipe dan kelompok air tanah yang dilakukann terhadap ion – ion

dominan pada pecontoan kimia air tanah dimaksudkan untuk mengetahui unsur ion

dominan dan kelompok/fasies air tanah di lokasi penyelidikan.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyelidikan ini adalah untuk mengetahui kondisi air tanah baik itu

tingkat penurunan muka air tanahnya, serta mengkaji kualitas air tanah di sekitar lokasi

penyelidikan berdasarkan beberapa parameter fisika dan kimia air tanah dari data – data

yang ada.

Tujuan dari penyelidikan ini adalah sebagai informasi / data lanjutan seputar

kondisi hidrogeologi dalam upaya konservasi air tanah tertekan serta memberikan

rekomendasi – rekomendasi pembuatan sumur pantau di beberapa titik/lokasi yang

disarankan. Hasil dari penyelidikan ini dituangkan dalam beberapa peta dan laporan

hasil penyelidikan.

1.3. Lokasi dan Kesampaian Daerah

Secara administratif lokasi penyelidikan terletak di Kota Banjarbaru, Provinsi

Kalimantan Selatan ( Gambar 1.2 ).

Secara geografis, lokasi penyelidikan terletak pada koordinat UTM 9,623,927.70 -

9,611,589.68 Utara – Selatan dan 248,099.76 - 262,780.60 Barat – Timur atau pada

garis 3° 24' 00" - 3° 30' 41" Lintang Selatan dan 114° 43' 58" - 114° 51' 53" Bujur

Timur. Lokasi penyelidikan mempunyai luasan seluas + 164 km2.

1.4. Waktu Pelaksanaan

2

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Pelaksanaan kegiatan penyelidikan dimulai sejak tanggal April 2015 sampai ?

dengan kegiatan terbagi menjadi beberapa tahap dimulai dengan tahap persiapan,

pengolahan data, diskusi hingga penyusunan laporan hasil kegiatan tersebut. Adapun

rincian tentang waktu pelaksanaan dapat dilihat pada table 1.1 berikut :

Tabel 1.1. Waktu Pelaksanaan Kegiatan

No Jenis Kegiatan April Mei Juni Juli Agustus

1 Persiapan

2 Pengambilan Data

3 Analisis Data

4 Diskusi

5 Penyusunan Laporan

1.5. Metodologi Kerja

Metodologi kerja yang digunakan selama kegiatan penyelidikan merupakan

pengumpulan datum / informasi baik primer maupun sekunder melalui Badan Pusat

Sumberdaya Air Tanah dan Geologi Lingkungan Tahun Anggaran 2013. Datum yang

diperoleh berupa data sumur bor dan data hasil analisis kimia percontoan air tanah di

lokasi penyelidikan. Datum tersebut oleh penulis dikaji dan dianalisis lalu kemudian

didiskusikan bersama dosen pembimbing sehingga dapat ditentukan penyelidikan

tentang konservasi air tanah dilokasi penyelidikan.

Rincian dari tahapan – tahapan kegiatan penyelidikan dapat dilihat dalam diagram alir

berikut :

3

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 2.1. Flow Char Metodologi Kerja

1.5.1. Tahap Persiapan

Tahap ini dimulai dengan diskusi pada dosen pemimbing kampus untuk

penentuan bidang yang ingin diambil, pengurusan surat izin di kampus dan berbagai

instansi yang terkait. Melakukan studi literatur pada penelitian sebelumnya dan dan

pengumpulan peta – peta dasar di lokasi penyelidikan.

1.5.2. Pengambilan dan Analisis Data

4

Tahap Persiapan

Diskusi Dengan Dosen Pembimbing Kampus

Pengurusan Surat Izin ke Instansi Terkait

Pengumpulan Data Sekunder yg Diperlukan

Persiapan Peralatan dan Perlengkapan yg Diperlukan

Tahap Pengambilan dan

Analisis Data

Pengambilan Data Primer Melalui Badan Geologi Tata Lingkungan

Menganalisis Tingkat Penurunan Muka Air Tanah, Kualitas Air Tanah, dan Rekomendasi Sumur Pantau

Diskusi dan Penyusunan

Laporan

Diskusi Dengan Dosen Pembimbing Lapangan dan Dosen Pembimbing Kampus

Penyusunan Laporan Hasil Penyelidikan

Output / Hasil yang Diharapkan

Laporan Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Peta Konservasi Air Tanah dan Peta Terkait lainnya

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Pengambilan data dilakukan dengan cara mengumpulkan datum baik primer

maupun sekunder melalui Badan Pusat Sumberdaya Air Tanah dan Geologi

Lingkungan. Data hasil pengamatan yang diperoleh berupa titik minatan sumur bor dan

Analisis kimia percontoan air tanah di lokasi penyelidikan. Data tersebut kemudian

bersama dosen pembimbing didiskusikan serta dikaji dan dianalisa.

Pada tahap ini pula dilakukan pengolahan data seperti analisis tingkat penurunan

muka air tanah, kualitas air tanah, serta upaya konservasi berupa rekomendasi

pembuatan sumur pantau serta digitasi dan pembuatan peta – peta yang dibutuhkan.

Semua kegiatan pengolahan data dilakukan dengan teknik komputasi ( melalui

perangkat komputer ). Beberapa aplikasi dan program yang digunakan dalam proses

pengolahan data adalah sebagai berikut :

- Microsoft Word digunakan untuk pembuatan laporan

- Microsoft Excel digunakan untuk pengolahan data berupa angka serta

pembuatan diagram dan grafik

- Microsoft Power Point digunakan untuk pembuatan bahan presentasi

- Map Info digunakan untuk digitasi dan pembuatan peta

- Globbal Mapper digunakan untuk pembuatan data kontur dengan SRTM sebagai

sumber datanya.

- Surfer digunakan untuk visualisasi peta 3 dimensi

- Correl Draw digunakan untuk pembuatan gambar – gambar yang dibutuhkan

( seperti diagram Stiff dan diagram Piper ).

1.6. Tahap Diskusi dan Penyelesaian Laporan

Tahap ini merupakan tahap akhir dari rangkaian kegiatan penyelidikan, dimana

pada tahap ini diskusi kepada dosen pembimbing terus dilakukan secara intens guna

penyelesaian yang telah dimulai sejak tahap sebelumnya.

Hasil akhir / output yang diharapkan berupa Laporan Hasil Penyelidikan serta beberpa

peta yang dibutuhkan.

5

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

1.6.1. Peneliti Terdahulu

Beberapa penelitian dan penyelidikan terdahulu yang pernah dilakukan di sekitar

lokasi penyelidikan diantaranya :

1. Idham Effendi dan Taat Setiawan, 2013, Penyelidikan Konservasi (Konfigurasi –

Potensi – Zona Konservasi) Air Tanag CAT Palangkaraya – Banjarmasin Tahap

I.

2. Rosadi, Djunaedi ; Taufiq, Agus, 2004, Evaluasi Kualitas Air Tanah

Penambangan Batubara dan Sekitarnya, Banjarmasin – Banjarbaru Provinsi

Kalimantan Selatan.

3. Mudiana dan Wayan, 2011, Penyelidikan Hidrogeologi di Daerah Sulit Air /

Desa Tertinggal Penentuan Titik Lokasi Pengeboran di Kota Banjarbaru,

Provinsi Kalimantan Selatan.

4. Sutisna dan Aris, 2011, Penyelidikan Geolistrik di Daerah Sulit Air / Desa

Tertinggal Penentuan Titik Lokasi Pengeboran Air Tanah Kabupaten

Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan.

6

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 2.2. Peta Administrasi Lokasi Penyelidikan

7

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

BAB II

KONDISI UMUM DAN LANDASAN TEORI

2.1. Kondisi Umum

2.1.1. Jumlah Penduduk dan Kebutuhan Air Minum

a. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kota Banjarbaru ( Kota Banjarbaru

Dalam Angka 2014 ) jumlah penduduk yang ada berjumlah 220.168 yang terdiri dari

112.819 laki – laki dan 107.349 perempuan. Tingkat kepadatan penduduk yang terpadat

terletak di Kecamatan Banjarbaru Selatan mencapai angka 2.136 jiwa / km2( Tabel 2.1 )

Tabel 2.1. Tingkat Kepadatan Penduduk Perkecamatan di Kotabanjarbaru

Kecamatan Luas (km )Jumlah Jumlah Kepadatan per km

Rumah TangggaPenduduk PendudukRumah Tangga1 2 3 4 5 6

Landasan Ulin 92.42 15,604 56,746 614 169Liang Anggang 85.86 9,714 38,272 416 113Cempaka 146.7 8,049 31,036 212 55Banjarbaru Utara 24.44 14,072 47,214 1,932 576Banjarbaru Selatan 21.96 14,198 46,900 2,136 647KOTA BANJARBARU 371.38 61,637 220,168 593 166

2012 371.38 59,873 214,287 577 1612011 371.38 57,439 209,547 564 1552010 371.38 55,897 199,627 538 1512009 371.38 45,793 171,496 462 123

b. Kebutuhan Air Minum

Kebutuhan akan air minum di Kotabanjarbaru terus mengalami peningkatan

setiap tahunnya ( Tabel 2.2 ). Jumlah Volume Air Minum yang terjual sepanjang tahun

8

( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( )

2

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

2013 adalah sebesar 7.164.902 m3 dengan total produksi mencapai 11.406.665 m3 (

PDAM Intan Banjar ; dalam Kotabanjar Dalam Angka 2014 ).

Tabel 2.2. Kebutuhan Air Minum Kota Banjarbaru

Dalam Kubik Meter (m )

Bulan Produksi Distribusi Terjual Susut/Hilang1 2 3 4 5

Januari 910,950 856,115 581,226 274,849Februari 834,817 768,453 547,408 264,872Maret 928,759 873,824 503,581 370,243April 899,158 794,449 571,118 223,331Mei 1,037,041 967,364 590,233 377,131Juni 969,597 898,736 585,614 313,122Juli 929,967 864,071 588,728 275,343Agustus 969,514 905,357 639,521 265,836September 928,426 864,474 561,835 302,639Oktober 958,319 877,601 653,691 223,910November 1,025,982 990,216 689,567 300,649Desember 1,014,135 970,985 652,340 318,645Jumlah Total 11,406,665 10,631,645 7,164,902 3,510,570

2012 10,961,821 10,439,628 6,969,939 3,469,6962011 9,469,346 8,677,633 6,490,147 1,970,2812010 9,227,264 8,281,860 6,137,468 2,144,392

Catatan : Untuk Produksi dan Distribusi Termasuk Jumlah Wilayah Kabupaten

Banjar.

2.1.2. Tata Guna Lahan

Cari Peta Tata Guna Lahan Kota Banjarbaru

2.1.3. Iklim dan Curah Hujan

a. Iklim

9

( ) ( ) ( ) ( ) ( )

3

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Seperti halnya wilayah Indonesia yang lain, Kotabanjarbaru memiliki dua musim yakni

musim kemarau yang terjadi pada bulan Juni hingga September dan musim penghujan

yang terjadi pada bulan Desember Hingga Maret. Sementara kondisi peralihan terjadi

pada bulan April – Mei dan Oktober – November. Suhu udara rata – rata di Kota

Banjarbaru adalah sebesar 21,9OC hingga 34,4OC dengan suhu udara maksimum

tertinggi terjadi pada bulan April ( 37,0OC ) dan minimum terendah pada bulan Agustus

( 20OC ) ( Berdasarkan pemantauan stasiun Klimatologi Banjarbaru tahun 2013 ;

dalam Kotabanjarbaru Dalam Angka 2014 ). Selain itu, Kotabanjarbaru juga memiliki

kelembaban udara yang relative tinggi dengan persentase mencapai 76,0% hingga

95,0%.

b. Curah Hujan

Curah hujan yang terjadi di Kotabanjarbaru sepanjang tahun 2013, memiliki intensitas

yang cukup tinggi dengan rata – rata mencapai 250,8 mm/tahun dimana yang terendah

terjadi pada bulan September ( 33,6 mm ) dan tertinggi pada bulan November ( 414,6

mm ). Rata – rata jumlah hari hujan adalah sebanyak 20 hari dengan jumlah hari hujan

terbanyak terjadi pada bulan Januari ( 27 hari ) dan terendah Pada Bulan September ( 12

hari ). Tekanan udara dikota Banjarbaru rata – rata sebesar 1009,6 mb sampai dengan

1014,1 mb. Sedangkan rata – rata kecepatan angin sebesar 3,0 knot.

Dalam 5 tahun terakhir curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan curah

hujan rata – rata mencapai 282,4 mm/tahun.

10

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

2013 2012 2011 2010 2009 20080

50

100

150

200

250

300

Curah Hujan Rata - Rata perbulanHari Hujan Rata - Rata perbulanKelembaban Udara Rata - Rata perbulan

Gambar 2.1. Grafik Curah Hujan, Hari Hujan dan Kelembaban Udara Rata –

Rata Kota Banjarbaru

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Siklus Hidrogeolog

Siklus hidrgeologi merupakan salah satu aspek penting yang diperlukan pada proses

analisis tentang air tanah atau aspek hidrogeologi. Siklus hidrologi menurut Suyono

(2006) adalah air yang menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah

menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau

salju ke permukaan laut atau daratan. Sedangkan siklus hidrologi menurut Soemarto

(1987) adalah gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah lagi

sebagai hujan atau bentuk presipitasi lain, dan akhirnya mengalir ke laut kemudian

menguap kembali akibat sinar matahari. Sedangkan sebagian dari air yang meresap

kedalam tanah sebagai air tanah. Dalam siklus hidrologi ini terdapat beberapa proses

yang saling terkait, yaitu antara proses hujan (presipitation), penguapan (evaporation),

transpirasi, infiltrasi, perkolasi,aliran limpasan (runoff), dan aliran bawah tanah. Secara

sederhana siklus hidrologi dapat ditunjukan seperti pada Gambar ?

11

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 2.2. Siklus dan Alur Hidrologi

2.2.2 Air Tanah

Menurut Herlambang (1996) air tanah adalah air yang bergerak di dalam

tanah yang terdapat didalam ruang antar butir-butir tanah yang meresap ke dalam

tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah.

Keberadaannya sangat tergantung pada besar curah hujan dan besarnya air

yang dapat meresap kedalam tanah (Imbuhan), serta kondisi lapisan batuan

seperti batupasir atau kerikil atau batuan yang permeabilitasnya tinggi akan

12

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

mempermudah infiltrasi air hujan. Dan sebaliknya batuan dengan sementasi kuat

dan kompak memiliki kemampuan untuk meloloskan air kecil maka air akan

mengalir sebagai limpasan (runoff) dan terus ke laut. Faktor lainnya juga dengan

perubahan lahan-lahan terbuka menjadi pemukiman dan industri, penebangan

hutan tanpa kontrol akan sangat mempengaruhi infiltrasi terutama bila terjadi

pada daerah resapan (recharge area).

a. Pergerakan Air Tanah

Air meresap ke dalam tanah dan mengalir mengikuti gaya garavitasi bumi.

Akibat adanya gaya adhesi butiran tanah pada zona tidak jenuh air,

menyebabkan pori-pori tanah terisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-

beda. Setelah hujan, air bergerak kebawah melalui zona tidak jenuh air (zona

aerasi). Sejumlah air beredar didalam tanah dan ditahan oleh gaya-gaya kapiler

pada pori-pori yang kecil atau tarikan molekuler di sekeliling partikel-partikel

tanah. Bila kapasitas retensi dari tanah pada zona aerasi telah habis, air akan

bergerak kebawah kedalam daerah.

dimana pori-pori tanah atau batuan terisi air. Air di dalam zona jenuh air ini disebut air

tanah (Linsley dkk., 1989).( Gambar ? ).

Gambar 2.3. Pergerakan Air Tanah (Linsley dkk., 1989)

b. Aliran Air Tanah

13

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap gerakan air bawah

permukaan tanah antara lain adalah (Usmar dkk, 2006) :

Perbedaan kondisi energi di dalam air tanah itu sendiri

Kelulusan lapisan pembawa air (Permeabilty)

Keterusan (Transmissibility)

Kekentalan (viscosity) air tanah

Air tanah memerlukan energi untuk dapat bergerak mengalir melalui

ruang antar butir. Tenaga penggerak ini bersumber dari energi potensial. Energi

potensial air tanah dicerminkan dari tinggi muka airnya (pizometric) pada tempat

yang bersangkutan. Air tanah mengalir dari titik dengan energi potensial tinggi

ke arah titik dengan energi potensial rendah atau dengan garis khayal (kontur)

dari permukaan tinggi ke daerah yang paling rendah. (Usmar dkk, 2006)

(Gambar ? ).

Gambar 2.4. Garis khayal (kontur) Aliran Air Tanah

c. Munculan Air Tanah

Air tanah dapat muncul ke permukaan secara alami, seperti mata air,

maupun karena budidaya manusia, yaitu lewat sumurbor. Munculan air tanah ke

permukaan karena budidaya manusia lewat sumur bor dapat dilakukan dengan

14

Kontur tertiggi menuju titik terendah

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

menembus saluran tebal akuifer (fully penetrated) atau hanya menembus

sebagian tebal akuifer (partially penetrated) (Usmar dkk, 2006)

d. Lapisan Akuifer

Sebagai lapisan kulit bumi, maka akuifer membentang sangat luas,

menjadi semacam reservoir bawah tanah. Pengisian akuifer ini dilakukan oleh

resapan air hujan kedalam tanah. Sesuai dengan sifat dan lokasinya dalam siklus

hidrologi, maka lapisan akuifer mempunyai fungsi ganda sebagai media

penampung (storage fungtion) dan media aliran (conduit fungtion). Aliran air

tanah dapat dibedakan dalam aliran akuifer bebas (unconfined aquifer) atau

akuifer tertekan (confined aquifer) (Kodoatie dan Sjarief, 2005) (Gambar ? )

Akuifer bebas/tak tertekan (unconfined aquifer)

Merupakan lapisan rembesan air yang mempunyai lapisan dasar kedap air,

tetapi bagian atas muka air tanah lapisan ini tidak kedap air, sehingga

kandungan air tanah yang bertekanan sama dengan tekanan udara

bebas/tekanan atmosfir. Ciri khusus dari akuifer bebas ini adalah muka air

tanah yang sekaligus juga merupakan batas atas dari zona jenuh akuifer

tersebut, sering disebut pula dengan akuifer dangkal.

Akuifer tertekan (confined aquifer)

Merupakan lapisan rembesan air yang mengandung kandungan air tanah yang

bertekanan lebih besar dari tekanan udara bebas/tekanan atmosfir, karena bagian bawah

dan atas dari akuifer ini tersusun dari lapisan kedap air (biasanya tanah liat). Muka air

tanah dalam kedudukan ini disebut pisometri, yang dapat berada diatas maupun

dibawah muka tanah. Apabila tinggi pisometri ini berada diatas muka tanah, maka air

sumur yang menyadap akuifer jenis ini akan mengalir secara bebas. Air tanah dalam

kondisi demikian disebut artoisis atau artesis. Dilihat dari kelulusan lapisan

pengurunganya akuifer tertekan dapat dibedakan menjadi akuifer setengah tertekan

(semi-confined aquifer) atau tertekan penuh (confined aquifer) dan dapat disebut pula

dengan akuifer dalam (Kodoatie dan Sjarief, 2005).

15

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 2.5. Lapisan Akuifer bebas (unconfined aquifer) dan tertekan (confined

aquifer) menurut Todd, 1959 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005

Gambar 2.5. Lapisan Akuifer bebas (unconfined aquifer) dan tertekan (confined

aquifer) menurut Todd, 1959 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005

e. Keterdapatan/Kuantitas Air Tanah

Kandungan air tanah yang ada berasal dari imbuhan, baik secara langsung dari curahan

hujan maupun dari aliran tanah yang terkumpul menuju daerah lepasan (Dinas

Pertambangan dan Energi, 2003). Kuantitas air tanah dapat diketahui dengan

mengetahui seberapa besar jumlah air hujan yang menyerap kedalam tanah. Jumlah

resapan air tanah dihitung berdasarkan besarnya curah hujan dan besarnya derajat

infiltrasi yang terjadi pada suatu wilayah, yang kemudian meresap masuk ke dalam

tanah sebagai imbuhan air tanah.

Air tanah bawah permukaan dibagi menjadi zona tak jenuh (zone of aeration) dan zona

jenuh (zone of saturation). Zona tak jenuh terdiri dari ruang antara sebagian terisi oleh

air dan sebagian terisi oleh udara, sementara ruang antara zona jenuh seluruhnya terisi

oleh air. Keterdapatan air tanah biasanya terkumpul dalam suatu lapisan formasi atau

lapisan batuan yang dapat menampung, menyimpan, dan mengalirkan air tanah. Karena

itu, lapisan tersebut harus bersifat lulus air, banyak mengandung rongga, retakan atau

celah-celah yang saling berhubungan, agar supaya formasi tersebut dapat menampung

air dan dibatasi oleh lapisan kedap air.

16

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterdapatannya melalui sifat batuan terhadap ruang-

ruang antara butir batuan yang mengisi air tanah. Sifat batuan terhadap air tanah dapat

diklasifikasikan menjadi empat kiteria, yaitu :

Akuifer, yaitu lapisan jenuh air yang mampu menyimpan dan meloloskan air

dalam jumlah yang cukup dan ekonomis. Contoh batuan yang termasuk akuifer

adalah pasir lepas dan krikil.

Akuiflug, yaitu batuan yang tidak dapat meloloskan air dan tidak dapat

menyimpan air. Contoh batuan yang termasuk akuiflug adalah granit, andesit,

basalt, sekis dan gneiss

Akuiklud, yaitu batuan yang tidak dapat meloloskan air, tetapi batuan tersebut

dapat menyimpan air. Contoh batuan yang termasuk akuiklud adalah batu

lempung.

Akuitard, yaitu batuan yang dapat menyimpan air, tetapi batuan tersebut dapat

mengalir air tanah dalam jumlah yang kurang memada. Contoh batuan yang

termasuk akuitard adalah lempung pasiran ( lanau ), pasir lempungan, napal, dan

pasir halus.

Akuifer karena sifatnya yang melososkan air dalam jumlah banyak seperti yang

telah disebutkan diatas, merupakan lapisan batuan yang sangat penting dalam pencarian

air tanah.

Litologi atau penyusun batuan dari lapisan yang mengisi akuifer di Indonesia

yang penting, diantaranya:

Endapan alluvial (Akuifer melalui ruang antar butir)

Merupakan endapan hasil rombakan dari batuan yang telah ada. Endapan ini

terdiri dari bahan-bahan lepas seperti pasir dan kerikil. Ait tanah ini mengisi

melalui sistem akuifer ruang antar butir. Endapan ini tersebar di daerah dataran

dan penyebaran jenis ini biasanya lateral.

Endapan vulkanik muda (Akuifer melalui rekah atau celah)

Merupakan endapan hasil kegiatan gunung berapi, yang terdiri dari bahan- bahan

lepas maupun padu. Air tanah pada endapan ini menempati baik ruang antar

butir pada material lepas maupun mengisi rekahan/rongga batuan padu. Endapan

17

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

ini tersebar di sekitar wilayah gunung berapi dan mempunyai penyebaran

mengisi melauli akuifer rekah atau celah.

Batu gamping (Akuifer pada lubang pelarutan)

Merupakan endapan laut yang mengandung karbonat, yang karena proses geologis

diangkat ke permukaan. Air tanah di sini mengisi terbatas pada rekahan, rongga,

maupun saluran hasil pelarutan. Endapan ini tersebar di tempat- tempat yang

dahulu berwujud lautan. Karena proses geologis, fisik, dan kimia, di beberapa

daerah sebaran endapan batuan ini membentuk suatu morfologi khas, yang disebut

karts dengan penyebaran akuifer bersifat lokal.

Gambar 2.6. Penampang litologi batuan yang mengisi akuifer (Lablink,2006)

2.2.3. Kualitas Air Tanah

Dalam pengujian kualitas air tanah, parameter – parameter yang digunakan

mencakup uji kuantitas dan uji kualitas. Air hujan yang meresap ke bawah permukaan

tanah dalam bentuk perkolasi maupun infiltrasi, dalam perjalanannya membawa unsur-

unsur kimia, kualitas air tanah ditentukan oleh 2 (dua) kategori, yaitu : mengunakan

diagram Stiff dan Diagram Paper dengan menguji kandungan ion baik kation maupun

anion yang terkandung di dalam air diukur banyaknya, biasanya dalam satuan part per

million (ppm) atau mg/l. Ion- ion yang diperiksa antara lain unsur kandungan kation Na,

K, Ca, Mg, Fe, dan unsur kandungan anion HCO3, SO4, CO3, Cl.

18

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

BAB III

KONDISI GEOLOGI LOKASI PENYELIDIKAN

4.1. Morfologi

Keadaan Morfologi yang ada dilokasi penyelidikan secara umum disimpulkan

melalui penafsiran citra SRTM sebagai data acuan. Untuk menentukan nilai kemiringan

lereng yang ada, digunakan pendekatan dengan rumusan sebagai berikut :

%lereng = x 100%

Dimana : n = jumlah kontur yang terpotong

Ic = Interval Kontur

Berdasarkan hasil perhitungan nilai kemiringan lereng dilokasi penyelidikan

yang kemudian dipadu dengan klasifikasi lereng menurut Van Zuidam ( 1985 ), maka

lokasi penyelidikan terdiri dari beberapa satuan morfologi ( Gambar 3.5 ), yakni :

4.1.1. Satuan Morfologi Pedataran

Satuan morfologi ini menempati hampir seluruh lokasi penyelidikan dengan

luasan mencapai 118 km2 dengan nilai persentase sebesar 72% dari total luasan lokasi

penyelidikan. Satuan morfologi ini mempunyai kemiringan lereng antara 0 – 2 % dan

ketinggian 0 – 25 meter di atas muka laut ( mdpl ). Pola aliran sungai yang berkembang

di satuan ini adalah dendritik. Tata guna lahan di satuan ini umumnya berupa

persawahan, dan permukiman dengan litologi penyusun berupa alluvium yang terdiri

dari endapan sedimen dengan ukuran butir yang bervariasi.

19

( n – 1 ) x Ic

Jarak Sebenarnya

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

4.1.2. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Lemah

Satuan morfologi ini menempati bagian Barat lokasi penyelidikan dengan luasan

yang mencapai 46 km2 atau 28% dari total luasan lokasi penyelidikan. Satuan ini

mempunyai nilai kemiringan lereng sebesar 2 -7% dengan ketinggian antara 25 – 75

meter diatas muka laut ( mdpl ). Sebagian besar penggunaan lahan pada satuan ini

diperuntukkan untuk permukiman dan persawahan, dengan pola aliran sungai yang

berkembang berupa dendritik. Litologi penyusun satuan ini berupa Formasi Dahor

dengan jenis batuan berupa batupasir kuarsa yang kurang padu, konglomerat,

batulempung dengan sisipan lignit

Satuan Morfologi Pedataran

Satuan Morfologi Bergelombang Lemah

Gambar 3.1. Persentasi Satuan Morfologi Lokasi Penyelidikan

4.2. Litologi dan Stratigrafi

Berdasarkan peta geologi lembar Banjarmasin skala 1 : 250.000 oleh : N.

Sikumbang dkk, 1994 ( Gambar ?) , maka lokasi penyelidikan terdiri dari :

4.2.1. Aluvium ( Qa )

Aluvium yang ada di lokasi penyelidikan merupakan endapan permukaan

dengan tekstur yang bervariasi terdiri dari kerikil, pasir, lanau, lempung, dan lumpur.

20

72 %

28 %

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Endapan ini mulai di endapkan pada awal holosen ( 10.000 tahun yang lalu ) hingga saat

ini.

4.2.2. Formasi Dahor ( TQd )

Formasi ini terdiri dari batupasir kuarsa yang kurang padu, konglomerat dan

batulempung lunak, dengan sisipan lignit ( 5-10 cm ), kaolin ( 30 - 100 cm ) dan limonit.

Formasi ini terendapkan dalam lingkungan paralas dengan tebal formasi diperkirakan

250 m, dengan umur yang diduga Plio – Plistosen.

4.3. Struktur dan Tektonik Regional

Pulau Kalimantan dalam tatanan tektonik merupakan bagian dari

lempeng mikro Sunda yang mempunyai karakteristik dan tatanan struktur yang

cukup berbeda dari pulau – pulau lain di Indonesia.

Lempeng Mikro Sunda sendiri merupakan pecahan dari lempeng Eurasia

yang bergerak ke arah Selatan sebagai akibat dari tumbukan kerak Benua India

dengan kerak Benua Asia yang terjadi pada 40 – 50 juta tahun yang lalu (

Tapponnir, 1982 ). Sementara pola tektonik yang kemudian berkembang pada

Lempeng Mikro Sunda merupakan proses pemisahan sebagai akibat tekanan

yang terjadi pada lempeng itu sendiri. Factor lain turut berpengaruh pada tatanan

tektonik Pulau Kalimantan adalah akibat dari interaksi lempeng sunda dengan

lempeng pasifik di sebelah Timur, Lempeng Hidia Australia di Selatan dan

Lempeng Laut Cina Selatan.

21

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 3.2. Tektonik Pembentukan Pulau Kalimantan, bagian dari lempeng mikro

Sunda ( Satyana, 1994 )

Secara regional lokasi penyelidikan masuk dalam Cekungan Barito

bagian Selatan ( Andang bachtiar 2006 ), lihat ( Gambar 3.4 ) yang apabila

diurutkan berdasarkan sejarah strukturnya ditandai dengan jelas pada zaman

Paleogen dan Neogen. Awal mula pembentukan struktur cekungan dimulai

dengan proses pemekaran basement yang terjadi pada kala Paleo – Eosen.

Kondisi tersebut terus terjadi hingga kala Oligosen – Miosen dengan terjadi

subsidence secara local dan regional serta proses peregangan yang

mempengaruhi cekungan pada pertengahann Miosen, struktur yang terjadi

berubah menjadi pengkerutan. Pengangkatan yang bersifat regional terjadi

beserta patahan yang bersifat kompresional muncul pada kala Miosen Tengah

hingga Plio – Plistosen. Proses inversi dan pengaktifan kembali sesar tua secara

22

500 km

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

extensional menghasilkan kenampakan yang sekarang terbentuk pada cekungan

barito.

Gambar 3.3. Tatanan Tektonik Pulau Kalimantan, Andang Bachtiar, 2006

4.4. Sejarah Geologi

Sejarah geologi regional yang terjadi di cekungan barito diawali dengan

adanya proses rifting ( pemekaran ) sehingga terbentuk basement yang

merupakan percampuran basement continental disebelah barat dan batuan zona

akresi pada zaman Mesozoikum dan awal Paleogen di bagian Timur. Penyebaran

batuan dibawah permukaan tidak jelas terlihat. Hal tersebut karena basement

lebih jelas menunjukkan tipe batuan Meratus dibandingkan batuan kristalin asam

di Barito Platform. Diperkirakan terjadi kontak pada batuan tersebut yang

diakibatkan oleh patahan ( Gaffney-Cline, 1971 ). Pengendapan mulai terjadi

23

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

pada Paleogen akhir hingga Eosen Tengah yaitu Formasi Tanjung yang terdiri

dari beberapa facies, dimulai dengan lingkungan fluviátil ( facies konglomerat

dan facies batupasir bawah ), yang kemudian berubah menjadi dataran banjir dan

sebagian berawa ( facies batulempung bawah ), kemudian berubah menjadi

lingkungan fluviátil dengan saluran sekunder ( facies batupasir atas ), dan

terakhir menjadi lingkungan laguna ( facies batulempung atas ). Pada Eosen

Tengah sampai awal – tengah miosen terjadi pemekaran yang mempengaruhi

cekungan mengakibatkan penurunan ( subsidence ) yang diikuti pengendapan

sedimen dari Formasi Tanjung, Upper Tanjung dan Formasi Berai. Selanjutnya

Lempeng Laut Cina Selatan mengalami collision dengan Kalimantan Utara

mengakibatkan terbentuknya Tinggian Kuching pada pertengahan Miosen.

Disaat yang bersamaan, tumbukan ke Timur Sulawasi mengakhiri pemekaran

selat Makasar dan terjadi pengangkatan pegunungan Proto-Meratus. Mulai

terjadi proses struktur inversi di cekungan Barito disertai diendapkannya

Formasi Warukin. Akibat pengangkatan yang terjadi di dataran tinggi Kuching

memberikan kontribusi sedimen kecekungan yang lebih rendah. Pengangkatan

yang terjadi pada Proto-Meratus pada Plio-Plistosen memisahkan Cekungan

Barito terhadap laut terbuka didaerah timur, sehingga terjadi perubahan

karakteristik sedimen dari proses transgresi menjadi regresi berupa endapah

Formasi Dahor.

24

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 3.4. Sejarah Geologi yang Terjadi di Bagian Timur Cekungan Barito.

25

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 3.5. Peta Morfologi Lokasi Penyelidikan

26

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 3.6. Peta Geologi Lokasi Penyelidikan

27

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

BAB IV

KONDISI AIR TANAH LOKASI PENYELIDIKAN

4.1. Hidrogeologi

Secara umum daerah penyelidikan Kota Banjarbaru dan sekitarnya dibentuk oleh

morfologi pedataran dan perbukitan bergelombang lemah dengan batuan penyusun

berupa batuan sedimen berumur Tersier dan endapan permukaan berumur Kuarter.

Berdasarkan peta Hidrogeologi lembar Banjarmasin (Robby S. Hidayat, 2001),

kondisi hidrogeologi di daerah penyelidikan dibagi berdasarkan komposisi litologi

dan kelulusannya serta keterdapatan air tanah dan produktifitas akuifer (Gambar

4.1).

4.1.1. Komposisi Litologi dan Kelulusannya

Berdasarkan litologi dan tingkat kelulusannya terhadap air tanah daerah

penyelidikan dibagi menjadi :

- Aluvium endapan dataran yang terdiri dari pasir krikil dan pasir dengan tingkat

kelulusan yang tinggi hingga sedang. Litologi ini mendominasi di hampir

seluruh lokasi penyelidikan dengan luas penyebaran mencapai 79,1 km2 atau

dengan persentasi sebesar 48% dari total luasan lokasi penyelidikan.

- Endapan rawa yang tersusun dari bahan – bahan berbutir halus berupa lempung,

lanau dengan sisipan pasir. Litologi ini terdapat dibagian Utara dan Tenggara

lokasi penyelidikan dengan tingkat kelulusan sedang hingga rendah. Pada bagian

Barat Lautnya, kondisi air tanah dangkal yang ada dipengaruhi oleh air laut.

- Formasi Dahor yang terdiri dari batupasir kuarsa kurang padu, konglomerat dan

limonit dengan kondisi lapisan yang terlipat. Litologi ini hanya menempati

28

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

bagian kecil di sebelah Tenggara lokasi penyelidikan dengan tingkat kelulusan

sedang hingga rendah.

4.1.2. Keterdapatan Air Tanah dan Produktifitas Akuifer

Berdasrkan keterdapatan air tanah dan produktifitas akuifer, lokasi penyelidikan

dibagi menjadi :

a. Akuifer produktif dengan penyebaran luas yang hampir mendominasi

seluruh lokasi penyelidikan. Kelompok ini disusun oleh endapan dataran

berupa aluvium dengan nilai keterusan sedang dan memiliki muka air tanah

umumnya relatif dekat permukaan. Produktifitas akuifer jenis ini mempunyai

debit yang mencapai lebih dari 5 liter / detik.

b. Akuifer produktif sedang dengan penyebaran luas yang terletak dibagian

Utara dan Tenggara lokasi penyelidikan. Kelompok akuifer ini disusun oleh

endapan rawa dan Formasi Dahor dengan nilai keterusan sedang sampai

rendah serta memiliki muka air tanah yang beragam. Nilai debit dari akuifer

ini umumnya kurang dari 5 liter/detik.

4.2. Potensi Air Tanah

Penentuan potensi air tanah didasarkan pada aspek ketersediaan (kuantitias) dan aspek

mutu (kualitas) air tanahnya untuk dapat dimanfaat bagi kehidupan masyarakat.

Beberapa aspek yang mempengaruhi tinggi-rendahnya potensi air tanah di suatu daerah

diataranya curah hujan, jenis dan produktivitas akuifer, kondisi morfologi dan vegetasi

yang menutupinya.

Berdasarkan Peta Potensi Air Tanah Cekungan Air Tanah Palangkaraya – Banjarmasin

I, Kalimantan ( Idham Effendi dan Taat Setiawan 2013 ) maka potensi air tanah lokasi

penyelidikan terbagi menjadi :

29

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

4.2.1. Wilayah Potensi Air Tanah Tinggi Pada Akuifer Tertekan dan Rendah Pada

Akuifer Tidak Tertekan.

Wilayah ini mendominasi lokasi penyeidikan dengan persentasi luas penyebaran

mencapai + 92% dari total luasan lokasi penyalidikan. Wilayah ini tersebar di Kab.

Martapura di bagian Utara, Kota Banjarbaru di Bagian Barat dan Tengah, hingga

Landasan Ulin di bagian Timur lokasi penyelidikan. Litologi penyusun wilayah ini

umumnya berupa batupasir kuarsa kurang padu, konglomerat dan batulempung lunak

dengan sisipan lignit (5-10 cm), kaolin ( 30-100 cm), limonit serta dibeberapa tempat

disusun oleh aluvium. Sistem akuifer yang ada di wilayah ini adalah akuifer melalui

ruang antar butir.

Pada wilayah ini akuifer tidak tertekan umumnya dijumpai pada kedalaman <30 mbmt

dengan ketebalan yg bervariasi, umumnya kurang dari 15 meter memiliki nilai kelulusan

(K) = 1,11 – 2,54 m/hari, keterusan (T) = 33,3 – 76,2 m2/hari, debit jenis (Qs) = 0,013 –

0,24 l/detik/m dan nilai debit optimum (Qopt) = 0,26 – 2,61 l/detik dengan jarak sumur

berkisar antara 3 -10 meter.

Sementara pada akuifer tertekan umumnya terletak pada kedalaman antara 30 – 140

mbmt, kedudukan MAT = 4,8 – 36,7 mbmt, memiliki niai kelulusan (K) = 6,24 – 13,8

m/hari, keterusan (T) = 156 – 345 m2/hari, debit jenis (Qs) = 1,47 – 3,27 l/detik/m, dan

debit optimum (Qopt) = 14,8 – 32,7 l/detik dengan jarak antar sumur antara 115 – 200

meter.

4.2.2. Wilayah Potensi Air Tanah Sedang Pada Akuifer Tertekan dan Rendah

Pada Akuifer Tidak Tertekan.

Penyebaran wilayah ini hanya menempati sebagian kecil dari lokasi penyelidikan,

dengan persentasi luasan wilayah hanya sebesar + 8% dari total luasan daerah

penyelidikan. Lokasi ini menempati sedikit bagian Utara dan Tenggara lokasi

penyelidikan. Litologi penyusun satuan ini disusun oleh aluvium yang terdiri dari

beberapa endapan seperti krikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur.

30

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Kedudukan akuifer tidak tertekan pada wilayah ini umumnya terletak pada kedalaman

<30 mbmt dengan kedudukan muka air tanah statis (MAS) = 0,36 – 6,5 mbmt.

Sementara kedalaman muka air tanah (MAT) = 0,35 -7,5 mbmt dengan nilai kelulusan

(K) = 1,11 – 2,54 m/hari, keterusan (T) = 11,1 – 50,8 m2/hari, debit jenis (Qs) = 0,013 –

0,24 l/detik/m, debit optimum (Qopt) = 0,02 – 0,46 l/detik dengan jarak antar sumur 3 –

10 meter.

Akuifer tertekan pada wilayah potensi ini memiliki kedudukan 30 – 140 mbmt dengan

muka air tanah statis (MAS) terletak pada kedalaman antara 1,13 – 11,7 mbmt, dengan

nilai kelulusan terhadap batuan (K) = 2,25 – 5,05 m/hari, keterusan (T) = 45 -101

m2/hari, debit jenis (Qs) = 0,43 – 0,96 l/detik/meter, dan debit optimum (Qopt) = 4,3 –

9,6 liter/detik.

4.3. Sebaran dan Kelompok Akuifer

Kelompok akuifer di lokasi penyelidikan di dapat dari hasil pengelompokkan pada

penyelidikan yang dilakukan sebelumnya melalui Badan Geologi Tata Lingkungan

(Idham Effendi dan Taat Setiawan, 2013). Pengelompokkan tersebut di dasarkan pada

kedalaman akuifer serta pola penyebarannya. Beberapa kelompok akuifer tersebut

dijelaskan sebagai berikut :

- Kelompok Akuifer I : Umumnya kelompok akuifer ini terdapat pada kedalaman

30 – 55 mbmt, dengan ketebalan antara 5 -16 m, yang disusun oleh batupasir

kuarsa halus dan kasar.

- Kelompok Akuifer II : kelompok ini terletak pada kedalaman 65 – 70 mbmt,

dengan litologi penyusun yang terdiri dari batupasir kuarsa kasar hingga

kerikilan. Ketebalan akuifer ini antara 3 -8 meter.

- Kelompok Akuifer III : kedalam akuifer pada kelompok ini terdapat pada 75 –

80 mbmt dengan ketebalan antara 2 – 8 meter, dengan litologi penyusun berupa

batupasir, krikil sampai kerakal.

31

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

- Kelompok Akuifer IV : kelompok akuifer ini umumnya terletak cukup dalam

yakni antara 135 – 140 m bmt, dengan ketebalan antara 2 -5 meter. Litologi

peyusun kelompok ini berupa batupasir halus – kasar.

32

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 4.1. Peta Hidrogeologi Lokasi Penyelidikan

33

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

BAB V

KEDUDUKAN DAN KUALITAS AIR TANAH

5.1. Kedudukan Muka Air Tanah

5.2. Kualitas Air Tanah

Kualitas air tanah merupakan salah satu parameter yang penting dalam

penyelidikan konservasi air tanah karena akan berdampak yang cukup fatal bagi

pemanfaatnya apabila diabaikan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, untuk bahan baku

air minum diisyaratkan sebanuyak 45 unsur / parameter yang digunakan dalam

pengujian kualitas air ( Purwanto Sudadi, Buletin Geologi Tata Lingkungan, Vol.13,

No.2, September 2003 ; 81 – 89 ). Namun dalam pembahasan ini hanya beberapa unsur /

parameter yang cukup dominan yang akan digunakan. Beberapa unsur / parameter yang

akan digunakan adalah sbb :

5.2.1. Daya Hantar Listrik ( DHL )

Air mempunyai kemampuan untuk menghantarkan listrik atau dalam

penyelidikan hidrogeologi disebut juga sebagai Daya Hantar Listrik ( DHL ) dalam

setiap sentimeter kubik pada suhu 25OC. Pengukuran nilai DHL air dapat langsung

ditentukan dilapangan dengan menggunakan alat berupa Electrical Cunductivity Meter (

EC Meter ) yang diukur dalam satuan mikromohs per cm. Nilai DHL air ditentukan

berdasarkan kandungan ion baik kation ( ion yang bermuatan postif ) maupun anion

( ion yang bermuatan negative ). Mandel, 1981 mengklasifikasikan jenis air berdasarkan

besaran nilai DHL nya sbb :

34

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Tabel 5.1. Klasifikasi air berdasarkan DHL ( Mandel, 1981 dalam Syahwan, 2007 )

DHL (umho/cm) pada Suhu 250 C Macam Air

< 0,5 Air murni

0,5 – 5 Air suling

5 – 30 Air hujan

30 – 2000 Airtanah

35000 – 45000 Air laut

> 100000 Air garam

Berdasarkan klasifikasi tersebut klasifikasi air berdasrkan kandungan DHL nya

yang ada dilokasi penyelidikan dibagi menjadi :

a. Air Hujan

Air hujan yang ada dilokasi penyelidikan ditunjukkan pada sumur bor 42

yang terletak di PDAM Universitas Lambung Mangkurat dengan nilai DHL

sebesar 24 uS/cm, serta zonasi yang hanya mencakup luasan sebesar 0,08 km2

( Gambar ? ).

b. Air Tanah

Jenis air ini mendominasi hampir di suluruh luasan lokasi penyelidikan

dengan luasan mencapai 163,8 km2, serta memiliki besaran nilai DHL yang

beragam mulai dari 69 – 226 umhos/cm. Nilai – nilai tersebut ditunjukkan hasil

dari pengukuran di 29 sumur bor yang ada ( Tabel ? Tabel Pengukuran DHL

Sumur Bor ).

Disamping menentukan jenis air, nilai DHL juga dapat digunakan untuk

menentukan tingkat intrusi air laut di lokasi penyelidikan. Menurut Davis dan

35

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Wiest tahun 1996 tingkat intrusi air laut dapat ditentukkan berdasarkan besaran

nilai DHL sebagai berikut ( Tabel 5.2 ) :

Tabel 5.2. Klasifikasi Tingkat Intrusi Air Laut berdasarkan DHL ( Davis dan Wiest,

1996 dalam Tarigan, 2011 )

Batas Konduktivitas (umho/cm) pada Suhu 250 C Tingkat Intrusi Air Laut

< 200,00 Tidak Terintrusi

200,01 – 229,24 Terintrusi Sedikit

229,25 – 387,43 Terintrusi Sedang

387,44 – 534,67 Terintrusi Agak Tinggi

> 534,68 Terintrusi Tinggi

Berdasarkan klasifikasi tersebut, lokasi penyelidikan dapat dibagi menjadi :

a. Zona Tidak Terintrusi

Pada tingkatan ini tidak ada intrusi air laut yang terjadi, hal ini ditunjukkan

oleh nilai daya hantar listrik yang tidak melibihi 200 mikromhos per cm pada 27

sumur bor. Zona ini mendominasi hampir seluruh lokasi penyelidikan dengan

luasan 162,2 km2 atau dengan total persenatasi sebesar 99% dari total luasan

lokasi penyelidikan.

b. Zona Terintrusi Sedikit

Zona ini terletak di bagian Utara Tanjungpura ( Gambar ? Petanya )

ditunjukkan dari hasil analisa daya hantar listrik pada sumur SB-14, SB-72 dan SB-

74 dengan nilai DHL sebesar 225, 218 dan 226 uS/cm. Zona ini menunjukkan ada

pengaruh air laut walupun dengan tingkatan yg sedikit karena memiliki nilai daya

hantar listrik yang melibihi 200 uS/cm dan kurang dari 229,24 uS/cm.

5.2.2. Kandungan Unsur Logam Fe dan Mn

36

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

a. Kandungan Logam Besi ( Fe )

Kandungan besi yang terdapat dalam air tanah umumnya memiliki akumulasi yang

lebih tinggi dibanding air permukaan, hal ini disebabkan karena lingkungan yang

tertutup air tanah memeiliki kandungan oksigen yang lebih kecil. Berdasarkan standar

baku mutu air untuk minum yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam Keputusan Mentri

Tahun 2002 (907/MENKES/SK/VII/2002) kandungan besi yang diperbolehkan adalah

tidak melebihi 0.3 mg/L. Berdasarkan standar tersebut, maka klasifikasi air tanah

berdasarkan kandungan besi ( Fe ) di lokasi penyelidikan dibagi menjadi layak untuk

diminum dan tidak layak untuk diminum. Lokasi yang memiliki kandungan besi yang

rendah dan dinyatakan layak untuk diminum ditunjukkan pada titik minatan : SB-11, SB-

14. Sementara pada titik minatan : SB-1, SB-4, SB-6, SB-20, SB-21 dan SB-34 memiliki

kandungan besi yang melebihi nilai ambang batas yang diperbolehkan sehingga

dinyatakan tidak layak untuk diminum (Gambar 5.4).

Tabel 5.3. Analisis Kimia Logam Berat Percontoan Air Tanah di Lokasi Penyelidikan

Kode PercontoanKoordinat ( UTM ) Kandungan Logam (mg/L)B/T U/S

SB - 1 9620387 257796 2.73 0.16SB - 4 9616535 256010 3.00 0.27SB - 6 9620851 261757 1.11 0.03

SB - 11 9617971 248223 0.13 0.44SB - 14 9619508 249006 0.15 0.02SB - 20 9620178 260982 3.17 0.05SB - 21 9619568 260943 2.75 0.11

Fe3+ Mn2+

b. Kandungan Logam Mangan ( Mn )

Kandungan logam mangan dalam air tanah biasanya disebut juga sebagai

unsure runutan/ikutan ( trace element ) hal ini karena kandungan mangan dalam

air tanah tidak selalu ada. Nilai maksimum unsure mangan ( Mn ) yang

diperbolehkan tidak melebihi 0.1 mg/L ( 907/MENKES/SK/VII/2002 ). Sama

seperti halnya kandungan besi, klasifikasi air tanah di lokasi penyelidikan di bagi

37

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

menjadi layak dan tidak layak untuk diminum. Lokasi yang dinyatakan layak

untuk diminum karena memiliki nilai kandungan Mangan dibawah nilai

maksimum yang diperbolehkan ditunjukkan pada beberapa titik minatan yaitu :

SB-06, SB-14 dan SB-20. Sedangkan pada titik minatan SB-01, SB-04,SB-11,SB-

21 dan SB-35 dinyatakan tidak layak untuk diminum karena memiliki nilai yang

melebihi batas maksimum yang diperbolehkan (Gambar 5.4).

Gambar 5.1. Bar Chart Perbadingan Kandungan Unsur Logam Besi (Fe) dan Mangan

(Mn) Percontoan Air Tanah Di Lokasi Penyelidikan Terhadap Batas Maksimum yang

Diperbolehkan

5.2.4. Tipe dan Kelompok Air Tanah

Tipe dan genesis air tanah dapat diketahui melalui kandungan ion – ion

yang terkandung dalam air tanah baik itu kation seperti Na, K, Ca, Mn dan Fe

maupun anionnya seperti Cl, HCO3, SO4, dan CO3 . Metode yang digunakan

dalam penentuan tipe air tanah adalah korelasi Diagram Stiff, sementara untuk

38

SB - 1 SB - 4 SB - 6 SB - 11 SB - 14 SB - 20 SB - 21 SB - 350

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5 Maksimum Kan-dungan Besi (Fe) yang diperbolehkan

Kandungan Logam Besi (Fe)

Maksimum Kandungan Mangan (Mn) yang diper-bolehkanKandungan Logam Mangan (Mn)

(mg/L)

Kode Sumur Bor

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

mengetahui kelompok air tanahnya digunakan metode korelasi pada Diagram

Trillinier Piper.

Hubungan antara titik – titik yang mewakili jumlah masing – masing kation dan anion

tersebut pada kedua metode diatas menunjukkan suatu pola tipe air tanah dan kelompok

air tanah.

Penyimpangan terdapat dalam pola diagram dapat terjadi karena perubahan setempat

seperti perubahan litologi dan perubahan lingkungan lainnya seperti terjadinya

pencemaran air tanah oleh limbah, insektisida maupun akibat dari intrusi air laut.

Adapun beberapa metode yang digunakan tersebut adalah sbb :

a. Metode Korelasi Diagram Stiff

Metode ini digunakan untuk mengetahui penyebaran ion terbanyak yang

terkandung dalam air tanah, baik kation maupun anion. Korelasi pada metode ini

juga dapat menghubungkan air tanah secara tegak pada satu lubang bor mulai dari

air tanah teratas hingga air tanah terbawah atau secara mendatar pada akuifer yang

sama.

Nilai – nilai kation dan anion yang telah dikonversi kedalam satuan mq/l

dimasukkan kedalam diagram untuk kemudian ditarik gais yang menghubungkan

antar titik – titik tersebut.

Berdasarkan data hasil korelasi diagram stiff secara umum lokasi penyelidikan

dibagi menjadi 3 tipe yakni tipe Kalsium (Magnesium) Bicarbonate (Ca(Mg)HCO3)

yang ditunjukkan pada SB-01, SB-04, SB-06, SB-20, SB-21 dan SB-35, Sementara

tipe bicarbonate (HCO3+CO3) dan tipe sodium bicarbonate (HCO3+CO3)

ditunjukkan pada SB-11 dan SB-14 ( Lampiran ? ).

39

10 5 4 3 2 1 0 1 2 3 4 5 10

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Gambar 5.2. Metode Analisis dengan Diagram Stiff

b. Metode Korelasi Diagram Trillinier Piper

Metode ini digunakan untuk mengetahui sumber unsur yang terlarut dalam air

tanah, perubahan sifat air yang melewati suatu daerah serta hubungannya dengan

geokimia.

Berdasarkan hasil korelasi diagram trilinier piper lokasi penyelidikan dibagi menjadi

?.

Gambar 5.3. Metode Analisis dengan Diagram Trilinier Piper

5.2.4. Evaluasi Faktor Penyebab Kerusakan Air Tanah ( jika ditemukan data MAT awal

dan Analisis Kimia Awal ).

5.2.5. Arahan Penentuan Sumur Pantau

40

0

20

40

60

80

1000

20

40

60

80

100

0

20

40

60

80

100

0

20

40

60

80

1000

20

40

60

80

100 100

0

20

40

60

80

10080 60 40 20 0 0 20 40 60 80 100

CO3+

HCO

3

Mg

Na+K

SO4

M

N

O

P

ClCa

A B

C

D

E F

G

H

I

K

L

J

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

BAB V

Konservasi Air Tanah

6.1. Evaluasi Penentuan Zona Konservasi Air Tanah

Zona konservasi air tanah adalah suatu zona atau daerah yang ditentukan berdasarkan

kesamaan kondisi daya dukung air tanah, kesamaan tingkat kerusakan air tanah, dan

kesamaan pengelolaannya ( mengacu pada Rapermen ESDM tentang tentang penetapan

zona konservasi air tanah).

6.2. Tingkat Kerusakan Kondisi Air Tanah

Penentuan tingkat kerusakan kondisi air tanah di lokasi penyelidikan di dasarkan pada

faktor keseimbangan antara jumlah ketersediaan air tanah dan jumlah penggunaannya.

Beberapa dasar pertimbangan yang digunakan dalam penentuan tingkat kerusakan air

tanah diantaranya :

1. Penurunan muka air tanah

2. Penurunan Kualitas Air Tanah

Berdasarkan poin – poin tersebut, maka tingkat kerusakan air tanah yang ada di lokasi

kajian adalah sebagai berikut :

6.2.1. Kerusakan Kondisi Air Tanah Berdasarkan Penurunan Muka Air Tanah

6.2.2. Kerusakan Kondisi Air Tanah Berdasrkan Penurunan Kualitas Air Tanah

41

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Berdasarkan kualitas air tanah, tingkat kerusakan air tanah baik tertekan maupun tidak

tertekan dapat dibagi menjadi :

- Aman : Penurunan kualitas yang ditandai dengan kenaikan zat padat terlarut

(total dissolved sollid,ZPT) menjadi kurang dari 1.000 mg/L atau memiliki nilai

daya hantar listrik (DHL) kurang dari 1.000 μS/Cm.

- Rawan : penurunan kualitas air tanah yang ditandai dengan meningkatnya nilai

zat padat terlarut (total dissolved solid,ZPT) menjadi antara 1.000 – 10.000 mg/L

atau kenaikan nilai daya hantar listrik (DHL) menjadi 1.000 – 1.500 1.000

μS/Cm.

- Kritis : penurunan kualitas air tanah yang ditandai dengan meningkatnya nilai

zat padat terlarut (total dissolved solid,ZPT) menjadi antara 10.000 – 100.000

mg/L atau kenaikan nilai daya hantar listrik (DHL) menjadi antara 1.500 – 5.000

1.000 μS/Cm.

- Rusak : penurunan kualitas air tanah yang ditandai dengan meningkatnya nilai

zat padat terlarut (total dissolved solid,ZPT) menjadi lebih dari 100.000 mg/L

atau kenaikan nilai daya hantar listrik (DHL) menjadi lebih dari 5.000 1.000

μS/Cm.

Mengacu pada kriteria – kriteria diatas, dengan membandingkan nilai daya hantar

listrik (DHL) yang ada dilokasi penyelidikan sebagai dasar utama dalam penentuan

tingkat kerusakan air tanah yang ada, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi air

tanah yang ada dilokasi penyelidikan masih dalam status / tingkatan yang aman.

Namun apabila melihat dari hasil analisa logam berat seperti unsur besi (Fe) dan

mangan (Mn) pada sebagian besar lokasi penyelidikan, perlu adanya suatu upaya

pengelolaan untuk menurunkan nilai kandungan unsur besi (Fe) dan mangan (Mn)

hingga batas aman yang aman sebelum dapat dikonsumsi sebagai air minum.

6.3. Rekomendasi Sumur Pantau

42

Konservasi Air Tanah Kota Banjarbaru

Sebagai salah satu tindakan pengendalian terhadap kemungkinan kerusakan kondisi

air tanah yang lebih parah, diperlukan adanya suatu tindakan pemantauan baik itu

dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Pembuatan sumur pantau merupakan salah

satu cara yang direkomendasikan penyusun.

Berdasarkan hasil dari evaluasi dan analisis terhadap kondisi air tanah di lokasi

penyelidikan, beberapa tempat yang di sarankan untuk dibuat sumur pantau adalah

sebagai berikut :

1.

43