BAB I

5
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah di seluruh dunia. Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja. Dari jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Disamping itu, setiap tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan-kecelakaan dan penyakit- penyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$1.25 triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP) (ILO, 2004). Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali lebih tinggi dibanding negara- negara industri. Di negara-negara berkembang, kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di bidang industry minyak dan gas. Menurut BP Migas, jumlah kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian atau tidak

description

apaan

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah kepentingan pengusaha,

pekerja dan pemerintah di seluruh dunia. Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di

seluruh dunia 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja. Dari

jumlah ini, 354.000 orang mengalami kecelakaan fatal. Disamping itu, setiap tahun

ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang

terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya

akibat kerja ini amat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat

kecelakaan-kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari

US$1.25 triliun atau sama dengan 4% dari Produk Domestik Bruto (GDP) (ILO,

2004).

Tingkat kecelakaan-kecelakaan fatal di negara-negara berkembang empat kali

lebih tinggi dibanding negara-negara industri. Di negara-negara berkembang,

kebanyakan kecelakaan dan penyakit akibat kerja terjadi di bidang industry minyak

dan gas. Menurut BP Migas, jumlah kasus kecelakaan kerja yang menyebabkan

kematian atau tidak menyebabkan kematian relatif rendah. Berdasarkan data resmi

dari BP Migas, selama tahun 2002 hingga 2004 terdapat satu kasus kecelakaan fatal,

6 kecelakaan yang mengakibatkan kehilangan hari kerja, 57 kecelakaan tanpa

mengakibatkan kehilangan hari kerja, 247 kasus yang membutuhkan pertolongan

pertama, dan 7 kasus yang terjadi karena karena kebakaran dan lain-lain (Laporan

Kerja BP Migas 2002-2004 dalam Pratiwi, 2007). Beberapa contoh kasus kecelakaan

fatal di Industri minyak dan gas Indonesia.

Page 2: BAB I

Tabel I. Kecelakaan fatal di Industri minyak dan gas Indonesia (2002-2006)

No

.Tahun Lokasi kecelakaan dan perusahaan Jenis kecelakaan

1 2002 MBU-04 Semburan di bawah tanah

2 2002 Tunu E-5 KI Total Semburan gas

3 2004 Rajawali-1 ENI Muara Bakau Semburan Sumur

4 2004 MSBY-01 Kondur Semburan sumur minyak

5 2006 Sukowati-5 PetroChina Semburan gas

Sumber: ILO Kertas kerja No.254, 2007

Gas alam merupakan bahan bakar yang sangat penting dalam industri,

pemrosesan gas membutuhkan system safety yang ketat dikarenakan gas alam cair

dikompresi dalam tekanan tinggi sehingga memungkinkan terjadinya ledakan apabila

tidak ditunjang dengan system keselamatan proses yang memadahi. Kesehatan dan

keselamatan kerja merupakan prioritas utama dalam industri gas, yang pada

gilirannya akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap pasokan LNG.

Kehandalan supply gas dari lapangan produksi ke pabrik merupakan salah satu syarat

yang sangat penting dalam kontrak perjanjian jual beli gas alam cair. Kehandalan

tersebut tidak saja menyangkut bagaimana producer memenuhi komitmen tentang

jumlah gas yang dipasok untuk jangka waktu yang lama, producer dituntut untuk

dapat menjamin bahwa pengiriman minyak dan gas diproduksikan secara aman,

semenjak diproduksi dari sumur hingga masuk ke pabrik.

Untuk menjamin agar kegagalan operasi yang mungkin disebabkan oleh

faktor manusia atau instrumentasi, akan ditoleransi dengan aktifnya alat-alat

pengaman yang melindungi fasilitas-fasilitas produksi, sehingga kerugian berupa jiwa

manusia dan material dapat dihindarkan dirancang secara fail safe (Winayoko, 1992)

Pada dasarnya alat-alat pengaman tersebut akan bekerja mengisolasi sekaligus

merelease tekanan, jika fasilitas produksi mengalami kondisi tekanan tinggi.

Page 3: BAB I

Disamping itu alat pengaman juga harus bekerja bila fasilitas produksi mengalami

penurunan tekanan yang disebabkan oleh kebocoran gas atau hal-hal yang tidak

diinginkan. Dampak dari kenaikan atau penurunan tekanan dalam pengolahan gas

alam dapat bervariasi, diantaranya dapat meledaknya vessel dan pipeline apabila

tekanan mengalami overspec hingga menurunnya level dalam vessel apabila tekanan

terlalu rendah yang menyebabkan proses separasi berjalan kurang optimal. Kegagalan

proses tidak hanya terjadi dikarenakan oleh kerusakan alat, namun juga dapat

disebabkan oleh external hazard seperti kebakaran, sifat korosif senyawa gas alam,

gas beracun kepada pekerja, temperature dingin gas nitrogen dan hazard lain. Hal ini

mengakibatkan lingkungan kerja tidak aman bagi para pekerja dan membuat image

perusahaan menjadi buruk.

Hal ini harus ditanggulangi dengan memasang perlengkapan safety pada alat-

alat proses seperti deteksi alarm jika terjadi trip pada proses, persiapan air pemadam,

fire protection system apabila terjadi kebakaran dan mempersiapkan system APD

(Alat Pelindung Diri) bagi para pekerja di lingkungan industri. Pencegahan

permasalahan dalam proses dilakukan dengan pemasangan Surface Safety Valve

(SSV) pada wellsite. SSV ini akan menutup bila tekanan flowline melebihi tekanan

yang telah ditentukan atau menutup bila tekanan didalam flowline berkurang.

Sedangkan pada gas plant akan dipasang Pressure Control Valve (PCV) sebagai

valve primer yang berfungsi sebagai mengatur tekanan didalam gas plant, Shut Down

Valve (SDV) sebagai valve sekunder yang terpasang pada pipa inlet yang berfungsi

untuk mengisolasi secara otomatis yang diaktifkan oleh variable (Pressure High,

Pressure Low, fire, Emergency shut down) dan proteksi terakhir adalah Pressure

Safety Valve, alat ini diharapkan jika SDV atau PCV tidak berfungsi. (Winayoko et

al, 1992) dengan alat-alat pengaman yang melindungi fasilitas produksi ini

diharapkan memenuhi spesifikasi API RP-14C (Recommended Practice For

Analysis, Design, Installation And Testing Of Basic Surface Safety Systems For

Offshore Production Platforms).

II. Perumusan Masalah

Page 4: BAB I

III. Tujuan dan Manfaat