BAB I

18
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007). Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota besar di Indonesia bahkan kota- kota besar di negara berkembang lainnya. Pembahasan mengenai permukiman kumuh pada umumnya mencakup tiga aspek, antara lain ;kondisi fisiknya ; kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di pemukiman tersebut ; dan dampak oleh kedua kondisi tersebut(Kajian Penataan Rumah Kumuh Kota Bandung, n.d.) Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,dan pengendalian pemanfaatan ruang. Adapun penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang(UU No.26 Tahun 2007). Salah satu fokus dari penataan ruang adalah penataan atau perencanaan kota, di mana dalam perencanaan tersebut suatu kota harus dapat mengakomodasi lahan-lahan yang digunakan untuk tempat tinggal, bekerja, berekreasi (to live, to work and to play ) dan juga memperhatikan aspek fisik suatu kota. Kawasan kumuh pada akhirnya menjadi salah satu permasalahan dari penataan ruang, khususnya kota, di mana kawasan kumuh menunjukkan belum berhasilnya

description

sig

Transcript of BAB I

BAB IPENGANTAR

1.1 Latar Belakang MasalahKawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007). Pemukiman kumuh merupakan masalah yang dihadapi oleh hampir semua kota-kota besar di Indonesia bahkan kota-kota besar di negara berkembang lainnya. Pembahasan mengenai permukiman kumuh pada umumnya mencakup tiga aspek, antara lain ;kondisi fisiknya ; kedua kondisi sosial ekonomi budaya komunitas yang bermukim di pemukiman tersebut ; dan dampak oleh kedua kondisi tersebut(Kajian Penataan Rumah Kumuh Kota Bandung, n.d.)Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,dan pengendalian pemanfaatan ruang. Adapun penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang(UU No.26 Tahun 2007). Salah satu fokus dari penataan ruang adalah penataan atau perencanaan kota, di mana dalam perencanaan tersebut suatu kota harus dapat mengakomodasi lahan-lahan yang digunakan untuk tempat tinggal, bekerja, berekreasi (to live, to work and to play) dan juga memperhatikan aspek fisik suatu kota. Kawasan kumuh pada akhirnya menjadi salah satu permasalahan dari penataan ruang, khususnya kota, di mana kawasan kumuh menunjukkan belum berhasilnya suatu kota dalam mengakomodasi aspek to live dari kota dan juga aspek fisik kota yang menjadi buruk akibat adanya kawasan kumuh.Penataan ruang utuk kota Semarang dalam bentuk Perencanaan Kota Semarang dengan tujuan utama menjadikan Kota Semarang yang livelihood menjadi hal yang mutlak. Hal tersebut juga berarti Kota Semarang harus bisa mengakomodasikan to live, to work and to play dengan tidak mengesampingkan aspek fisik Kota Semarang. Menurut Data Permukiman Kumuh Departemen Pekerjaan Umum tahun 2008, terdapat 40 Ha kawasan kumuh di Kota Semarang. Adapun di tahun 2014 kawasan kumuh Kota Semarang mencapai 415 Ha dengan jumlah penduduk yang tinggal di kawasan kumuh ini sekira 1,6 juta orang. Lokasinya berada di sisi utara Kota Semarang (Hakim, 2014). Beradasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kawasan kumuh di Kota Semarang mengalami perluasan 40 Ha menjadi 415 Ha dari tahun 2008 hingga tahun 2014 yang didominasi oleh kawasan kumuh di sekitar sisi utara Kota Semarang, khususnya Kawasan Kecamatan Semarang Utara.Kawasan kumuh yang didominasi oleh kawasan Kecamatan Semarang Utara menunjukkan belum berhasilnya Kota Semarang dalam mengakomodasi aspek to live dari kota dan juga aspek fisik kota Semarang yang yang menjadi buruk akibat adanya kawasan kumuh. Berdasarkan hal tersebut penanganan kawasan kumuh, yakni di Kawasan Kecamatan Semarang Utara menjadi hal yang mutlak untuk dilakukan. Adapun hal mendasar yang diperlukan dari penanganan permasalahan kawasan kumuh Kecamatan Semarang Utara adalah pemetaan persebaran kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara. Apabila persebaran kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara sudah dapat diidentifikasi, penanganan selanjutnya akan lebih mudah untuk dilakukan. Analisis lokasi dalam penentuan kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara menjadi hal utama yang diperlukan untuk memperbaiki keadaan Kota Semarang, khususnya di aspek fisik, yakni kondisi fisik yang buruk di beberapa titik akibat adanya kawasan kumuh (slum effects).

1.2 Perumusan MasalahPenanganan kawasan kumuh di Kawasan Kecamatan Semarang Utara dapat dilakukan secara maksimal apabila titik dari setiap kawasan kumuh Kecamatan Semarang UtarSemarang dapat diidentifikasi. Pertanyaan penelitian proposal ini adalah :1. Di mana lokasi-lokasi kumuh di Kawasan Kecamatan Semarang Utara?2. Bagaimana tingkat kekumuhan kawasan Kecamatan Semarang Utara?

1.3 Tujuan dan SasaranTujuan dan sasaran dari penyusunan proposal ini adalah sebagai berikut:1.3.1 Tujuan Menentukan lokasi kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara Menentukan kategori atau tingkat kekumuhan tiap kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara1.3.2 Sasaran Menentukan kriteria kawasan kumuh Menentukan kebutuhan data terkait pemenuhan analisis kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara Melakukan pengumpulan data Melakukan analisis lokasi penentuan kawasan kumuh di Kota Semarang Melakukan klasifikasi tingkat kekumuhan di masing-masing kawasan kumuh Kota Semarang1.4 Ruang LingkupRuang lingkup yang digunakan dalam proposal ini terdiri dari dua hal, yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi. 1.4.1 Ruang Lingkup WilayahRuang lingkup wilayah studi pada proposal ini adalah Kecamatan Semarang Utara yang berada di Kawasan Semarang bagian utara dan mempunyai luas 1.135,275 Ha yang mencakup 9 Kelurahan, yakni Kelurahan Bandarharjo, Kelurahan Bulu Lor, Kelurahan Plomboka, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Panggung Kidul, Kelurahan Panggung Lor, Kelurahan Kuningan, Kelurahan Tanjung Mas dan Kelurahan Dadapsari (BPS Kota Semarang, 2014). Adapun batas wilayah Kecamatan Semarang Utara meliputi : Sebelah utara: Laut Jawa Sebelah timur: Kecamatan Semarang Timur Sebelah selatan: Kecamatan Semarang Tengah Sebelah barat: Kecamatan Semarang Barat1.4.2 Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup pembahasan dalam proposal ini meliputi : .. .. .. ..1.5 MetodologiBerikut adalah metodologi yang digunakan dalam penulisan proposal, yaitu :1.5.1Metode Pengumpulan Dataa. Studi PustakaStudi pustaka dilakukan dengan melakukan kajian literatur yang dapat diperoleh dari buku-buku literatur dan internet mengenai kriteria kawasan kumuh.b. Survei DataSurvei data yang digunakan adalah survei data sekunder dan data primer. Survei data sekunder merupakan metode pengumpulan data-data yang dikaji dari buku-buku literatur dan instansi terkait. Survei data primer merupakan metode pengumpulan data yang didapatkan dari kegiatan survei

1.5.2Metode AnalisisMetode analisis yang diperlukan untuk mengetahui lokasi-lokasi atau titik-titik kumuh di Kecamatan Semarang Utara dan tingkat kekumuhan dari tiap-tiap kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara adalah metode analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Penjelasan mengenai analisis kuantitatif dan analisis kualitatif adalah sebagai berikut:a. Metode Analisis Kuantitatif Metode analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis data-data yang bersifat dan tersaji secara numerik. Analisis yang dilakukan adalah analisis skoring/ pembobotan. Pada analisis skoring ini terdapat beberapa menjadi kriteria penentuan kawasan kumuh, yang masing-masing kondisinya memiliki nilai atau skoring sesuai dengan ketentuan dari Dirjen Dinas Cipta Karya.b. Metode Analisis KualitatifMetode analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data-data non-numerik yang tidak menggunakan data angka tetapi menggunakan data-data yang menunjukan suatu kualitas dari kondisi fisik Kecamatan Semarang Utara. Dalam metode analisis kualitatif dibutuhkan alat analisis yang terdiri dari empat macam analisis, yaitu:1. Analisis Deskriptif, yaitu pengolahan data yang dilakukan dengan cara memberikan deskripsi mengenai Kawasan Semarang Utara.2. Analisis Normatif, yaitu analisis yang digunakan untuk menganalisis Kawasan Kecamatan Semarang Utara dengan menggunakan ketentuan atau peraturan pemerintah.3. Overlay Peta, yaitu menumpuk beberapa peta dengan skala sama, yang berisi informasi berbeda atau penggabungan beberapa peta yang memiliki kriteria-kriteria penentuan kawasan kumuh tertentu, sehingga titik-titik kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara dapat diidentifikasi.

1.6 Sistematika PenulisanSistematika penulisan dari proposal ini adalah sebagai berikut:BAB I PENDAHULUANBerisi tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup (wilayah studi dan materi), metodologi penelitian (pengumpulan data dan analisis), dan sistematika penulisan.

BAB II KERANGKA TEORITIKBerisi tentang teori-teori terkait kawasan kumuh dan kriteria-kriteria kawasan kumuh beserta acuan pembobotan untuk analisis penentuan lokasi kawasan kumuh dan tingkat kekumuhannya.BAB III METODE PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATABerisiBAB IV HASIL DAN PEMBAHASANBerisi tentang analisis BAB V SIMPULANBerisi tentang temuan studi, yakni lokasi-lokasi kawasan kumuh di Kecamatan Semarang Utara dan tingkat kekumuhannya.

Bab IIKerangka Teoritik

2.1 Pengertian Kawasan KumuhKawasan permukiman kumuh adalah lingkungan hunian yang kualitasnya sangat tidak layak huni dengan ciri-ciri antara lain berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/ tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dam penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadahi dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan pengidupan penghuninya(Budihardjo, 1997).

2.2 Kriteria Kawasan KumuhPenentuan kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek atau dimensi seperti kesesuaian peruntukan lokasi dengan dengan rencana tata ruang; status tanah; lokasi; tingkat kepadatan penduduk; tingkat kepadatan bangunan; kondisi fisik,sosial dan ekonomi masyarakat lokal(Dirjen Dinas Cipta Pekerjaan Umum, n.d.). Berdasarkan uraian tersebut, berikut merupakan kriteria-kriteria penetapan kawasan permukiman kumuh menurut Dinas Cipta Karya:a. Vitalitas Non Ekonomi Kriteria Vitalitas non ekonomi dipertimbangkan sebagai penetuan penilaian kawasan kumuh dengan indikasi terhadap penanganan peremajaan kawasan kumuh yang dapat memberikan tingkat kelayakan pada kawasan permukiman tersebut. Criteria ini terdiri atas: Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam tata Ruang Wilayah Kota atau RDTK. Fisik bangunan permukiman dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas bangunan yang terdapat didalamnya. Kondisi kependudukan berdasarkan kerapatan dan kepadatan bangunan.b. Vitalitas Ekonomi Kawasan Kriteria Vitalitas ekonomi mempunyai kepentingan atas dasar sasaran program penanganan kawasan permukiman kumuh. Ktiteria ini mempunyai tingkat kepentingan penanganan kawasan kumuh dalam kaitannya dengan indikasi pengelolaan kawasan sehingga peubah penilaian untuk kriteria ini adalah sebagai berikut: Tingkat kepentingan kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan dengan faktor ekonomi akan mempengaruhi nilai investasi. Tingkat kepentingan kawasan dlam letak kedudukannya, apakah strategis atau tidak Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian penduduk kawasan permukiman kumuh.c. Status Kepemilikan Tanah Kemudahan dalam pengurusan masalah status tanah dapat menjadikan jaminan terhadap ketertarikan investasi dalam suatu kawasan perkotaan. Perubah penilaian dari kriteria ini adalah: Status kepemilikan lahan kawasan perumahan permukiman Status sertifikat tanah yang adad. Keadaan Prasarana dan Sarana Kriteria kondidi sarana dan prasarana yang mempengaruhi suatu kawasan permukiman menjadi kumuh, paling tidak terdiri atas: Kondisi jalan Drainase Air bersih Sanitasie. Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota Perubah dari kriteria ini adalah sebagai berikut: Keinginan pemerintah untuk menyelenggarakan penanganan kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan mekanisme kelembagaan Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti rencana penanganan kawasan, dan masterplanf. Prioritas Penanganan Untuk menentukan prioritas penanganan, digunakan kriteria lokasi kawasan permukiman kumuh yang didindiksikan memiliki pengaruh terhadap begian kawasan perkotaan metropolitan sekaligus sebagai kawasan permukiman penyangga. Penentuan kriteria ini menggunakan variabel sebagai berikut: Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dnegan kawasan pusat pertumbuhan bagian kota metropolitan Kedekatan lokasi permukiman kumuh dengan kawasan pusat pertumbuhan bagian kota metropolitan Kedekatan lokasi kawasan permukiman kumuh dengan perbatasan bagian kota metropolitan Kedekatan kawasan permukiman kumuh dengan letak ibukota daerah yang bersangkutan.

2.3 Pembobotan Kriteria Kawasan Permukiman KumuhPembobotan kriteria-kriteria penentu kawasan permukiman kumuh adalah sebagai berikut :a. Pembobotan Kriteria Vitalitas Non Ekonomi Pembobotan Tingkat Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Bobot penilaian penggunaan ruang kawasan perumahan permukiman tersebut berdasarkan Rencana Tata Ruang yang berlaku sebagai berikut: Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang sebagian besar penggunaannya sudah tidak sesuai atau kurang dari 25% kawasan yang masih sesuai. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang penggunaannya masih sesuai antara lebih besar dari 25% dan lebih kebil dari 50%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang sebagian besar atau lebih dari 50% masih sesuai untuk permukiman. Pembobotan Tingkat Kondisi Bangunan Bobot penilaian kondisi bangunan pada kawasan permukiman dinilai dengan sub peubah penilai terdiri atas: Tingkat Pertambahan Bangunan Liar Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya tinggi untuk setiap tahunnya. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya sedang untuk setiap tahunnya. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang pertambahan bangunan liarnya rendah untuk setiap tahunnya. Kepadatan Bangunan Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang kepadatan bangunan lebih dari 100 rumah per hektar. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang kepadatan bangunannya mencapai antara 60 sampai 100 rumah per hektar. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan kepadatan bangunannya kurang dari 60 rumah per hektar. Bangunan Temporer Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya tinggi yaitu lebih 50%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya sedang atau antara 25% sampai 50%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang bangunan temporernya rendah yaitu kurang dari 25%. Tapak Bangunan (Building Coverage) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang tapak (koefisien dasar) bangunan mencapai lebih dari 70%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang tapak bangunannya antara 50% sampai 70%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang tapak bangunannya rendah yaitu kurang dari 50%. Jarak Antar Bangunan Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan kurang dari 1,5 meter. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan antara 1,5 sampai 3 meter. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jarak antar bangunan lebih dari 3 meter. Pembobotan Kondisi Kependudukan Tingkat Kepadatan Penduduk Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk sangat tinggi yaitu lebih dari 500 jiwa per hektar. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk antara 400 sampai 500 jiwa per hektar. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat kepadatan penduduk rendah yaitu kurang dari 400 jiwa per hektar. Tingkat Pertumbuhan Penduduk Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk sangat tinggi yaitu lebih dari 2,1% per tahun. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk antara 1,7 sampai 2,1% per tahun. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk rendah yaitu kurang dari 1,7% per tahun.

b. Pembobotan Kriteria Vitalitas Ekonomi Tingkat kepentingan kawasan terhadap wilayah sekitarnyaPenilaian konstelasi terhadap kawasan sumber ekonomi produktif dengan bobot nilai sebagai berikut: Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat kepentingannya terhadap wilayah kota sangat strategis. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat kepentingannya terhadap wilayah kota cukup strategis. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang tingkat tingkat kepentingannya terhadap kawasan kota kurang strategis. Jarak Jangkau Ke Tempat Bekerja Penilaian jarak jangkau perumahan terhadap sumber mata pencaharian dengan bobot sebagai berikut: Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya kurang dari 1 km. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya antara 1 sampai dengan 10 km. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak terhadap mata pencaharian penduduknya lebih dari 10 km. Fungsi Sekitar Kawasan Penilaian fungsi sekitar kawasan dengan bobot sebagai berikut : Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang berada dalam kawasan pusat kegiatan bisnis kota. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan berada pada sekitar pusat pemerintahan dan perkantoran. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan sebagai kawasan permukiman atau kegiatan lainnya selain pusat kegiatan bisnis dan pemerintahan/perkantoran.

c. Pembobotan Kriteria Status Tanah Dominasi Status Sertifikat Lahan Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jumlah status tidak memiliki sertifikat lebih dari 50%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jumlah status sertifikat HGB lebih dari 50%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jumlah status sertifikat Hak Milik lebih dari 50 %. Dominasi status kepemilikan Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jumlah dominasi kepemilikan tanah negara lebih dari 50%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jumlah dominasi kepemilikan tanah masyarakat adat lebih dari 50%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jumlah dominasi kepemilikan tanah milik masyarakat lebih dari 50%. d. Pembobotan Kriteria Sarana dan Prasarana Kondisi jalanSasaran pembobotan kondisi jalan adalah jalan lingkungan permukiman. Nilai 50 (lima puluh) untuk kondisi jalan buruk lebih 70%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kondisi jalan sedang antara 50% sampai 70%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kondisi jalan baik kurang 50%. Kondisi drainaseSasaran pembobotan kondisi drainase adalah drainase di kawasan permukiman. Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air sangat buruk yaitu lebih dari 50%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air sedang yaitu antara 25% sampai 50%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat volume genangan air normal yaitu kurang dari 25%. Kondisi air bersihPembobotan kondisi air bersih dilakukanberdasarkan kondisi jumlah rumah penduduk di kawasan permukiman yang sudah memperoleh aliran air dari sistem penyediaan air bersih. Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih kurang dari 30%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih antara 30% sampai 60%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan sistem perpipaan air bersih lebih besar dari 60%. Kondisi air limbah Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah berat kurang dari 30%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah antara 30% sampai 60%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah lebih dari 60%. Kondisi Persampahan Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah berat kurang dari 50%. Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah antara 50% sampai 70%. Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat pelayanan air limbah lebih dari 70 %.

Bab IIIMetode Pengolahan dan Analisis Data3.1 Bab IVHasil dan Pembahasan

Bab VSimpulan