BAB I

46
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTIFIKASI Nama : Robi Umur / Tanggal Lahir : 13 tahun 6 bulan/ 3 Oktober 2001 Jenis kelamin : Laki-laki Berat Badan : 26 kg Tinggi Badan : 144 cm Agama : Islam Alamat : RT 03 Desa Bakung Kec. Ma Sebo Kebangsaan : Indonesia No. Med rec : 794961 MRS : 4 April 2015 B. ANAMNESA (autoanamnesis, 4 april 2015) Keluhan Utama : Sesak nafas Keluhan Tambahan : Batuk Riwayat Perjalanan Penyakit ± 1 bulan sebelum MRS penderita mengeluh sesak. Penderita mulai sesak bila berjalan keluar rumah dan menaiki tangga. Sesak tidak mengganggu aktivitas 1

description

PJR

Transcript of BAB I

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI

Nama

: Robi Umur / Tanggal Lahir: 13 tahun 6 bulan/ 3 Oktober 2001 Jenis kelamin

: Laki-laki

Berat Badan

: 26 kg

Tinggi Badan

: 144 cm

Agama

: Islam

Alamat

: RT 03 Desa Bakung Kec. Ma SeboKebangsaan

: IndonesiaNo. Med rec

: 794961MRS

: 4 April 2015B. ANAMNESA

(autoanamnesis, 4 april 2015)

Keluhan Utama

: Sesak nafas

Keluhan Tambahan: Batuk

Riwayat Perjalanan Penyakit

1 bulan sebelum MRS penderita mengeluh sesak. Penderita mulai sesak bila berjalan keluar rumah dan menaiki tangga. Sesak tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Penderita tidak tampak sesak nafas bila istirahat ataupun tidur sehingga masih dapat tidur dengan 1 bantal. Penderita tidak pernah terbangun pada malam hari karena sesak nafas. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca. Penderita juga mengeluh batuk dan pilek, dahak (+) banyak, warna kuning kehijauan, demam ada naik turun, sering berkeringat pada malam hari disangkal. Berat badan menurun drastis disangkal. BAB dan BAK biasa. 2 minggu sebelum MRS, sesak nafas penderita semakin berat sehingga penderita tidak mampu berjalan jauh. Penderita tidak dapat melakukan pekerjaan berat, seperti mendorong meja, mengangkat ember berisi air. Terkadang penderita terbangun dari tidur karena sesak dan harus mengatur posisi tertentu agar sesak berkurang. Sesak berkurang bila penderita tidur dengan 2 bantal. Penderita sering batuk, terutama ketika penderita berbaring dan berkurang jika penderita duduk. Penderita juga mengeluh demam yang tidak terlalu tinggi dan juga nyeri sendi terutama di pergelangan tangan, sendi siku, sendi lutut dan pergelangan kaki. BAB dan BAK biasa. Penderita lalu dibawa ke Puskesmas setempat, diberi obat OBH, digoksin 1 x tablet, dan furosemid 2 x tablet. 1 hari sebelum MRS penderita semakin sering merasa sesak, sesak mengganggu aktivitas sehari-hari. Batuk ada, dahak (+) banyak, nyeri sendi masih ada. Penderita sebelum ini telah didiagnosa menderita penyakit jantung rematik dan kontrol teratur ke poliklinik anak RSMH, tetapi selama 1 bulan terakhir penderita tidak mendapatkan suntikan Benzatin Penisilin. Penderita lalu dibawa kontrol ke poliklinik anak RSMH dan disarankan untuk menjalani rawat inap.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat sering batuk pilek berat (+) sejak usia 7 tahun.

Riwayat batuk berdarah (-).

Riwayat gerakan meliuk-liuk (-).

Riwayat bengkak pada sendi-sendi besar yang berpindah-pindah (-).Riwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga tidak ada.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Masa kehamilan: Cukup bulan

Partus

: Spontan

Ditolong oleh

: Bidan

Tanggal

: 3 Oktober 2008Berat badan lahir: 3000 gram

Panjang badan lahir: 50 cm

Keadaan saat lahir: Langsung menangis

Riwayat MakanASI

: usia 0-2 tahun banyaknya 150 cc/ hari

Bubur tim: usia 2 bulan-2 tahun banyaknya 2 x 1 piring/ hari

Pisang dimasak dengan tepung : usia 1-2 tahun banyaknya 3-4 x 1 mangkuk/ hari.Nasi biasa + lauk pauk berupa ikan, tahu, tempe, terkadang sayur : usia 2 tahun s/d sekarang banyaknya 3x1 piring/ hari. Riwayat Perkembangan Tengkurap: 3 bulan

Duduk

: 5 bulanMerangkak: 9 bulan

Berdiri

: 10 bulan

Berjalan: 12 bulanMencoret-coret pensil pada kertas : 2,5 tahun

Mengayuh sepeda roda tiga

: 4 tahun

Berbicara

: 5 tahunKesan

: Perkembangan motorik dalam batas normal

Riwayat Imunisasi

BCG

: 1 kali, scar + (pada lengan kanan)

DPT

: 3 kali

Polio

: 3 kali

Hepatitis B: 3 kali

Campak: 1 kali

Kesan

: Imunisasi dasar lengkap

C. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal pemeriksaan: 5 april 2015 (pukul 11.30 WIB)

Keadaan Umum

Kesadaran

: Kompos mentisTekanan darah

: 110/80 mmHg

Nadi

: 129 x/menit, irreguler, isi dan tegangan: cukup

Pernapasan

: 42 x/menit

Suhu

: 36,7 c

Berat Badan

: 26 kg

Tinggi Badan

: 144 cmStatus Gizi: BB/U

: 26/45 x 100% = 57,7%

TB/U

: 144/156 x 100% = 92,3%

BB/TB: 26/36,1 x 100% = 72%

Kesan

: KEP IIKeadaan Spesifik

Kepala

Bentuk

: Oval, simetris.

Rambut: Hitam, lurus, tidak mudah dicabut.

Mata

: Cekung (-), Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya +/+,

konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra -/-

Hidung: Sekret (-), napas cuping hidung (+).

Telinga: Sekret (-).

Mulut: Mukosa mulut dan bibir kering (-), sianosis sirkum oral (-).

Tenggorokan: Faring hiperemis (-), tonsil tenang.T1=T1Leher: JVP (5+3) cmH2O, pembesaran KGB (-).

Toraks

Paru-paru

Inspeksi: Voussure cardiac (+)

Statis asimetris, kiri lebih cembung dari kanan.

Dinamis asimetris, kiri lebih cembung dari kanan, retraksi (+) ic, sc, epigastrium.

Palpasi: Stemfremitus kanan=kiri. Perkusi: Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri. Auskultasi: Vesikuler (+) normal pada kedua hemitoraks, ronki basah halus tidak nyaring (+) pada basal paru kanan dan kiri, wheezing (-).

Jantung

Inspeksi: Iktus kordis terlihat di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra, thrill (+). Perkusi: Batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan LPS dekstra, batas jantung kiri 1 jari lateral LMC sinistra, batas jantung bawah ICS V-VI. Auskultasi: HR: 129 x/menit, irreguler, bising pansistolik grade IV/6 di ICS V 1 jari lateral LMC kiri menjalar ke apeks dan sternum, gallop (+). Punggung: tidak ada kelainan. Eritema marginatum (-). Abdomen

Inspeksi: Datar

Palpasi: Lemas, hepar teraba 1/3 1/3, kenyal, permukaan rata, tajam, lien tidak teraba. Perkusi: Pekak pada perabaan hepar, ascites (-) Auskultasi: Bising usus (+) normal

Lipat paha dan genitalia: Pembesaran KGB (-), edema skrotum (-), genitalia tidak ada kelainan. Ekstremitas: Akral dingin (-), sianosis (-), clubbing finger (-)

edema - / - +/ + pretibial (minimal)Pemeriksaan Neurologis

Fungsi motorik

PemeriksaanTungkai KananTungkai KiriLengan Kanan Lengan Kiri

GerakanLuasLuasLuasLuas

Kekuatan+5+5+5+5

TonusEutoniEutoniEutoniEutoni

Klonus--

Reflek fisiologis+ normal+ normal+ normal+ normal

Reflek patologis----

Fungsi sensorik

: Dalam batas normal

Fungsi nervi craniales: Dalam batas normal

GRM

: Kaku kuduk tidak adaD. PEMERIKSAAN PENUNJANGDarah rutin (4 april 2015) PoliklinikHb

: 10,7 g/dlLeukosit

: 13.300/mm3LED

: 73 mm/jamHitung jenis: 0/2/4/74/18/2

Uric acid

: 4,0 mg/dl

Ureum

: 15 mg/dl

Kreatinin

: 0,7 mg/dlNatrium

: 136 mmol/l

Kalium

: 3,8 mmol/lKalsium

: 1,74 mmol/l

Sero-Imunologi (21 Agustus 2008)

ASTO

: - (negatif)

CRP

: + (positif)

Pemeriksaan EKG

Kesan RVH, RBBB. P-R interval memanjang.

Pemeriksaan echokardiografi

Kesimpulan MR moderate dengan AMVL, TR moderate.

Pericardial effusionE. DIAGNOSA KERJA

CHF NYHA grade II + penyakit jantung rematik + KEP II

F. PENATALAKSANAAN- Bed rest

- Diet jantung II

- O2 2 l/m

- IVFD D5% gtt 4/ menit

- Injeksi furosemid 2 x 20 mg

- Injeksi spironolakton 2 x 25 mg

- Digoksin 2 x 0,125 mg

- Injeksi Benzatin Penisilin 600.000 iu/ 28 hari

- Prednison 52 mg (11 tablet prednison 5 mg) dibagi 3-3-3-2.

- Rencana repair katup.

- Rencana echokardiografi ulang untuk menilai efusi perikardium.

G. PROGNOSA

Quo ad vitam

: dubia

Quo ad functionam: dubia H. FOLLOW UP

TanggalKeterangan

5-4-2015BB = 26 kg

Balance cairan:

I= 700 cc

O= 1500 cc

IWL=405cc

B= -1205 cc

D= 2,4 cc/ kgBB/jam

S: Keluhan : sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang, kaki sembab (+).O: Keadaan Umum Sens: CM TD : 110/80 mmHg RR : 39 x/menit

N : 91 x/menit irreguler T : 36,7 oc

HR : 91 x/menit irreguler

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : JVP=5+2 cmH2O

Thorak : simetris, retraksi (+) sc, thrill (+), iktus (+) ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Cor : BJ I/II normal, murmur (+) pansistolik grade IV/6 di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 1/3-1/3, kenyal, permukaan rata, tajam, lien tidak teraba, BU (+) normal.

Ekstremitas : edema pretibial (+)

Status neurologikus

Fungsi motorik : dbn

Fungsi sensorik : dbn

Fungsi nervi craniales : dbn

GRM : (-)

Hasil pemeriksaan test Mantoux : indurasi (-)

A: CHF NYHA grade II + PJR reaktivasi + KEP II

P: Bed rest

Diet jantung II

O2 2l/m

IVFD D5% ( gtt 4/m

Injeksi furosemid 2x20 mg (1)

Digoksin 2x0,125 mg (1)

Spironolakton 2x25 mg (1)

Prednison 52 mg (11 tablet prednison 5 mg) dibagi 3-3-3-2 (1)

Rencana repair katup.

6-4-2015BB = 25 kg

Balance cairan:

I= 1000 cc

O= 1700 cc

IWL=400cc

B= -1100 cc

D= 2,83 cc/ kgBB/jam

S: Keluhan : sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang, kaki sembab (+).O: Keadaan Umum Sens: CM TD : 110/60 mmHg RR : 32 x/menit

N : 91 x/menit irreguler T : 37,1 oc

HR : 91 x/menit irreguler

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : JVP=5+0 cmH2O

Thorak : simetris, retraksi (+) epigastrium, thrill (+), iktus (+) ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Cor : BJ I/II normal, murmur (+) pansistolik grade IV/6 di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 1/3-1/3, kenyal, permukaan rata, tajam, lien tidak teraba, BU (+) normal.

Ekstremitas : edema pretibial (+)

Hasil pemeriksaan :

Darah rutin

Hb : 15 gr/dl

Ht : 45 vol%

Leukosit : 26.600/mm3

LED : 10 mm/jam

Trombosit : 342.000/mm3

DC : 0/0/0/80/20/0

A: CHF NYHA grade II + PJR reaktivasi + KEP II

P: Bed rest

Diet jantung II

O2 2l/m

IVFD D5% ( gtt 4/m

Injeksi furosemid 2x20 mg (3)

Digoksin 2x0,125 mg (3)

Spironolakton 2x25 mg (3)

Prednison 52 mg dibagi 3-3-3-2 (3)

Rencana repair katup.

7-4-2015

BB=25 kgBalance cairan:

I= 1000 cc

O= 700 cc

IWL=400cc

B= -100 cc

D= 1,12 cc/ kgBB/jamS: Keluhan : sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang, kaki sembab (+).O: Keadaan Umum Sens: CM TD : 90/50 mmHg RR : 30 x/menit

N : 97 x/menit irreguler T : 37,1 oc

HR : 97 x/menit irreguler

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : JVP=5+0 cmH2O

Thorak : simetris, retraksi (-), thrill (+), iktus (+) ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Cor : BJ I/II normal, murmur (+) pansistolik grade IV/6 di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 1/3-1/3, kenyal, permukaan rata, tajam, lien tidak teraba, BU (+) normal.

Ekstremitas : edema pretibial (-)

A: CHF NYHA grade II + PJR + KEP II

P: Bed rest

Diet jantung II

O2 2l/m

IVFD D5% ( gtt 4/m

Injeksi furosemid 2x20 mg (5)

Digoksin 2x0,125 mg (5)

Spironolakton 2x25 mg (5)

Prednison 52 mg dibagi 3-3-3-2 (5)

Ambroxol 3 x tab

Rencana repair katup.

8-4-2015

BB = 25 kg

Balance cairan:

I= 1250 cc

O= 1500 cc

IWL=400cc

B= -650 cc

D= 2,5 cc/ kgBB/jam

S: Keluhan : sesak nafas (+) berkurang, batuk (+) berkurang, kaki sembab (-).

O: Keadaan Umum Sens: CM TD : 90/40 mmHg RR : 30 x/menit

N : 81 x/menit irreguler T : 37,1 oc

HR : 81 x/menit irreguler

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : JVP=5+0 cmH2O

Thorak : simetris, retraksi (-), thrill (+), iktus (+) ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Cor : BJ I/II normal, murmur (+) pansistolik grade IV/6 di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar just palpable, lien tidak teraba, BU (+) normal.

Ekstremitas : edema pretibial (-)A: CHF NYHA grade II + PJR reaktivasi + KEP II P: Bed rest

Diet jantung II

O2 2l/m

IVFD D5% ( gtt 4/m

Injeksi furosemid 2x20 mg (6)

Digoksin 2x0,125 mg (6)

Spironolakton 2x25 mg (6)

Prednison 52 mg dibagi 3-3-3-2 (6)

Ambroxol 3 x tab

Rencana repair katup.

29-8-2008BB = 25 kgBalance cairan:

I= 1100 cc

O= 1000 cc

IWL=400cc

B= -300 cc

D= 1,6 cc/ kgBB/jamS: Keluhan : sesak nafas (-), batuk (+) berkurang.O: Keadaan Umum Sens: CM TD : 100/70 mmHg RR : 28 x/menit

N : 81 x/menit irreguler T : 36,5oc

HR : 81 x/menit irreguler

Keadaan spesifik

Kepala : NCH (-)

Leher : JVP=5+0 cmH2O

Thorak : simetris, retraksi (-), thrill (+), iktus (+) ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Cor : BJ I/II normal, murmur (+) pansistolik grade IV/6 di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra.

Pulmo : vesikuler (+) normal, ronkhi (-).

Abdomen : datar, lemas, hepar just palpable, lien tidak teraba, BU (+) normal.

Ekstremitas : edema pretibial (-)

A: CHF NYHA grade II + PJR reaktivasi + KEP II P: Bed rest

Diet jantung II

O2 2l/m

IVFD D5% ( gtt 4/m

Injeksi furosemid 2x20 mg (7)

Digoksin 2x0,125 mg (7)

Spironolakton 2x25 mg (7)

Prednison 52 mg dibagi 3-3-3-2 (7)

Ambroxol 3 x tab

Rencana repair katup.( pasien APS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKADefinisiPenyakit jantung rematik (PJR) merupakan suatu komplikasi yang serius dari suatu demam rematik. PJR adalah kelainan jantung yang ditemukan pada demam rematik akut atau kelainan jantung yang merupakan gejala sisa (sekuele) dari suatu demam rematik.

Demam rematik merupakan suatu sindrom klinik yang dapat bersifat akut, subakut, kronik, atau fulminan, dan dapat terjadi setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea minor, nodul subkutan, atau eritema marginatum. Demam rematik akut (DRA) adalah istilah yang digunakan untuk penderita demam rematik yang terbukti dengan tanda radang akut sementara demam rematik inaktif adalah istilah untuk penderita dengan riwayat demam rematik tetapi tanpa terbukti tanda radang akut.

Demam rematik akut (DRA) meliputi 0,3% dari kasus faringitis yang disebabkan oleh streptokokus beta-hemolitikus grup A. Sebesar 39% pasien dengan demam rematik akut menunjukkan berbagai gejala klinis yang berbeda dari suatu pankarditis yang berhubungan dengan insufisiensi katup, gagal jantung, perikarditis dan juga kematian. Dengan adanya penyakit jantung rematik kronik, pasien juga menunjukkan suatu stenosis katup dengan berbagai derajat dari regurgitasi, dilatasi atrial, aritmia dan disfungsi ventrikuler.

Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik diperkirakan merupakan suatu respon autoimun, namun patogenesisnya masih belum begitu jelas. Meskipun penyakit jantung rematik merupakan penyebab kematian yang utama pada anak dengan usia 5 tahun sampai 20 tahun pada 100 tahun yang lalu di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini semakin berkurang di negara-negara yang maju. Di seluruh dunia, penyakit jantung rematik merupakan suatu masalah kesehatan yang utama. Penyakit jantung rematik kronik dapat ditemukan pada 5-30 juta anak-anak dan dewasa muda, dan sekitar 90,000 orang pasien meninggal karena penyakit ini pada setiap tahunnya. Angka mortalitasnya sebesar 1-10%.Etiologi

Streptococcus beta hemolitycus grup A strain tertentu yang bersifat reumatogenik dan adanya faktor predisposisi genetik. Kemungkinan untuk menderita DRA setelah mendapat infeksi streptococcus hemolitikus grup A di tenggorokan adalah sebesar 0,3-3%.

Patogenesis

Demam rematik terjadi pada anak-anak dan remaja setelah mereka menderita faringitis akibat infeksi Streptokokus beta-hemolitikus grup A. Organisme ini akan menempel pada sel epitel dari traktus respiratorius dan memproduksi banyak sekali enzim-enzim yang akan merusak jaringan manusia. Setelah periode inkubasi selama 2-4 hari, organisme ini menyebabkan timbulnya suatu respon peradangan selama 3-5 hari setelah sakit tenggorokan, demam, malaise, sakit kepala dan peningkatan jumlah leukosit. Pada 0,3-3% kasus, didapatkan infeksi streptokokus ini dapat menjadi demam rematik dalam waktu beberapa minggu setelah sakit tenggorokan sembuh. Hanya infeksi pada faring yang dapat menginisiasi atau mereaktivasi suatu demam rematik. Organisme ini tersebar melalui kontak langsung dengan sekresi oral atau respiratorik, dan lingkungan yang padat dapat memudahkan terjadinya penyebaran kuman.

Mekanisme terjadinya demam reumatik yang pasti belum diketahui. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa demam reumatik termasuk dalam penyakit autoimun. Streptokokkus diketahui dapat menghasilkan tidak kurang 20 produk eksternal, yang terpenting diantaranya adalah streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, difosforididin nukleotidase, deoksiribonuklease, serta toksin streptokokus eritrogenik. Berbagai produk tersebut merangsang timbulnya antibodi. Demam reumatik diduga merupakan akibat kepekaan tubuh berlebihan terhadap beberapa produk ini. Kaplan mengemukakan hipotesis tentang adanya reaksi silang antibodi terhadap streptokokkus dengan otot jantung yang mempunyai susunan antigen mirip antigen streptokokkus, hal inilah yang menyebabkan reaksi autoimun.

Antibodi streptolisin tipe O (ASTO) merupakan antibodi yang paling sering digunakan untuk indikator terhadap infeksi streptokokkus. Lebih dari 80 % pasien menunjukkan kenaikan titer ASTO ini, bila dilakukan pemeriksaan terhadap 3 antibodi terhadap streptokokkus.

Infeksi streptococcus beta hemolyticus grup A( antigen jenis tertentu + komponen jaringan tubuh dengan struktur yang mirip dengan antigen yang bersangkutan (+ mekanisme yang belum jelas) ( reaksi antigen antibodi ( reaksi radang: eksudasi/proliferasi/degenerasi ( kelainan pada organ target (karditis, poliartritis (migrans, korea, eritema marginatum, nodul subkutan) + gejala umum radang (LED/CRP meningkat, panas, dsb). Karditis ( insufisiensi katup/dilatasi jantung/miokarditis/perikarditis ( cacat katup, kadang-kadang perlengketan perikard ( gangguan hemodinamik dengan segala akibatnya. Proses sikatrisasi berlangsung lama ( manifestasi kelainan jantung/cacat katup berubah sebelum sampai bentuk yang definitif. Infeksi ulang Streptococccus betahemolitikus grup A ( aktivasi DR ( biasanya dengan karditis yang lebih berat.

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis demam rematik bergantung pada sistem organ yang terlibat dan manifestasi klinis yang tampak dapat tunggal atau merupakan gabungan sistem organ yang terlibat. Manifestasi klinis pada demam rematik dibagi ke dalam dua kelompok oleh T. Duchett Jones yang kemudian dikenal sebagai kriteria Jones menjadi kriteria mayor dan minor. Manifestasi mayor pada demam rematik yaitu:

1. Artritis

Artritis yang khas untuk demam rematik adalah poliartritis migran akut Biasanya mengenai sendi-sendi besar (lutut, pergelangan kaki, siku, pergelangan tangan) dan dapat timbul bersama-sama tetapi lebih sering bergantian/berpindah-pindah. Sendi yang terkena menunjukkan gejala-gejala radang yang khas yaitu panas, merah, nyeri, dan fungsioleisa. Kelainan pada sendi ini akan menghilang sendiri tanpa pengobatan dalam beberapa hari sampai 1 minggu.

2. Karditis

Karditis rematik merupakan proses peradangan aktif yang mengenai endokardium, miokardium, atau perikardium. Dapat salah satu saja yang terkena atau kombinasi dari ketiganya. Apabila mengenai ketiga lapisan sekaligus disebut pankarditis.

Karditis merupakan gejala mayor terpenting karena hanya karditis yang dapat meninggalkan gejala sisa, terutama kerusakan pada katup jantung, dan dapat menyebabkan kematian pada stadium akut. Penyembuhan sempurna dapat diharapkan, namun tidak jarang menyebabkan kelainan katup yang menetap.

Gejala-gejala dini karditis adalah rasa lelah, pucat, tidak bergairah, dan anak tampak sakit sampai berminggu-minggu meskipun belum ada gejala-gejala spesifik. Kriteria karditis antara lain adalah:

Bunyi jantung melemah

Adanya bising sistolik, mid sistolik di apeks atau bising diastolik di basal jantung

Perubahan bising misalnya dari grade I menjadi grade II

Takikardia/irama derap

Kardiomegali

Perikarditis

Gagal jantung kongestif tanpa sebab lain

Selain itu, karditis juga dibagi menurut derajatnya oleh Decourt menjadi karditis ringan, karditis sedang, dan karditis berat.

Karditis RinganKarditis Sedang Karditis Berat

Takikardia, murmur ringan pada area mitral, jantung normal, EKG normalTanda-tanda karditis ringan, murmur yang lebih jelas pada area mitral dan aorta, aritmia, kardiomegali, hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiriDitandai dengan gejala sebelumnya ditambah gagal jantung kongestif

3. Korea Sydenham

Korea sydenham atau korea minor merupakan adalah gerakan-gerakan cepat, bilateral, tanpa tujuan, dan sukar dikendalikan. Seringkali disertai dengan kelemahan otot, inkoordinasi gerakan, dan gangguan emosional. Semua otot terkena, akan tetapi yang mencolok adalah otot wajah dan ekstremitas.

Apabila korea merupakan manifestasi tunggal demam rematik, maka hasil-hasil pemeriksaan laboratorium biasanya tidak mendukung ke arah demam rematik. Laju endap darah maupun C-reactive protein normal, begitu pula dengan ASTO, biasanya sudah turun menjadi normal, karena masa laten yang lama.

Walaupun korea ini dapat terjadi pada berbagai keadaan klinis lainnya seperti tics, cerebral palsy dengan korea athetosis, dsb, namun tidak sulit untuk menyingkirkan kelainan tersebut, karena biasanya terdapat menifestasi klinis lainnya pada kore nonrematik. Oleh karena itu, pabila dijumpai anak usia sekolah, perempuan, yang menunjukkan gejala korea tanpa manifestasi neurologis lainnya, hampir selalu dapat disimpulkan disebabkan oleh rematik.

4. Eritema Marginatum

Eritema marginatum merupakan manifestasi demam rematik pada kulit berupa bercak-bercak merah muda, bentuk bulat atau bergelombang, dengan bagian tengahnya pucat namun tepinya berbatas tegas, tanpa indurasi, dan tidak gatal. Apabila ditekan, lesi akan menjadi pucat. Tempatnya dapat berpindah-pindah, di kulit dada dan bagian dalam lengan atas atau paha, tetapi tidak pernah di kulit muka. Kelainan ini dapat terjadi pada fase akut, tetapi juga dapat timbul pada fase inaktif. Eritema marginatum dapat berulang setelah gejala aktivitas rematik lainnya menghilang.

5. Nodul Subkutan

Nodul ini terletak di bawah kulit, keras, tidak terasa sakit, mudah digerakkan, berukuran antara 3 10 mm. Biasanya terdapat di bagian ekstensor persendian terutama sendi siku, lutut, pergelangan tangan dan kaki, daerah oksipital, dan di atas prosesus spinosus vertebra torakalis dan lumbalis. Nodul ini timbul beberapa minggu setelah serangan akut demam rematik sehingga jarang mempunyai arti diagnostik yang penting karena biasanya manifestasi klinis yang lain sudah nyata. Nodul subkutan ini sering dianggap sebagai tanda prognosis yang buruk sebab seringkali disertai karditis yang berat.

Sedangkan manifestasi minor pada demam rematik meliputi:

1. ArtralgiaArtralgia merupakan rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.

2. Demam

Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna

3. Peningkatan kadar reaktan fase akut

Peningkatan kadar reaktan fase akut meliputi kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut dapat dipertanyakan.4. Interval P-R yang memanjang

Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya suatu keterlambatan abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda yang memadai akan adanya karditis rematikDasar DiagnosisPada 20022003 WHO mengajukan kriteria untuk diagnosis DR dan PJR (berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi). Revisi kriteria WHO ini dapat membantu diagnosis terhadap: Episode primer demam rematik

Serangan rekuren demam rematik pada pasien tanpa penyakit jantung rematik

Serangan rekuren demam rematik pada pasien dengan penyakit jantung rematik

Korea rematik Onset karditis rematik tersembunyi

Penyakit jantung rematik yang kronik

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik WHO 2002-2003 (Berdasarkan Kriteria Jones yang telah direvisi)

Kriteria DiagnosisKriteria

Episode primer demam rematikaDua manifestasi mayor atau satu manifestasi mayor dan dua manifestasi minor ditambah bukti infeksi Streptococcus grup A terdahulu***

Serangan rekuren dari demam rematik pada pasien tanpa penyakit jantung rematikbDua manifestasi mayor dan dua manifestasi minor ditambah dengan bukti

Serangan rekuren dari demam rematik pada pasien dengan penyakit jantung rematikDua manifestasi minor ditambah dengan bukti infeksi Streptokokkus grup A terdahuluc

Korea Rematik

Onset karditis rematik tersembunyibManifestasi klinis lain atau bukti infeksi Streptococcus grup A tidak ditemukan

Kerusakan katup akibat penyakit jantung rematik kronik (pasien datang pertama kali dengan stenosis mitral murni atau penyakit katup mitral campurand)Tidak memerlukan kriteria lain untuk didiagnosis sebagai penyakit jantung rematik

* Manifestasi Mayor

** Manifestasi Minor

***Bukti yang mendukung infeksi Streptococcus grup A terdahulu- Karditis

- Poliatritis

- Korea

- Eritema Marginatum

- Nodul Subkutan

- Klinis: demam, poliartralgia

- Laboratorium: peningkatan reaktan fase

akut (LED dan leukosit)

- EKG: P-R interval memanjang

- Peningkatan ASTO

- Kultur Tenggorokan (+)

- Rapid Ag Test untuk Streptococcus

grup A

- Baru menderita demam scarlet

aPasien dapat menunjukkan poliartritis (atau hanya poliartralgia atau monoartritis) dan dengan beberapa (tiga atau lebih) manifestasi minor lain bersama dengan adanya bukti infeksi Streptococcus grup A terdahulu. Beberapa kasus tidak cepat menyebabkan demam rematik sehingga perlu dipertimbangkan sebagai kasus mungkin demam rematik dan disarankan untuk profilaksis sekunder reguler. Pasien ini memerlukan kontrol yang ketat dan pemeriksaan jantung yang teratur. Pendekatan seperti ini dapat dilakukan pada pasien yang termasuk kelompok usia yang rentan di daerah berisiko tinggi.

bInfeksi endokarditis harus dieksklusi

cBeberapa pasien dengan serangan rekuren dapat tidak memenuhi kriteria ini

dPenyakit jantung kongenital harus dieksklusi

Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut. Infeksi streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut. Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan adanya infeksi streptokokus akut.

Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap DR ditujukan pada 3 hal yang utama yaitu pencegahan primer pada saat serangan demam rematik, pencegahan sekunder demam rematik, dan menghilangkan gejala yang menyertainya, seperti tirah baring, penggunaan anti inflamasi, penatalaksanaan gagal jantung, dan korea.

Pencegahan primer bertujuan untuk eradikasi kuman streptokokus pada saat serangan demam rematik dan diberikan pada fase awal serangan. Sedangkan pencegahan sekunder DR bertujuan untuk mencegah serangan ulangan DR, karena serangan ulangan dapat memperberat kerusakan katup-katup jantung dan dapat menyebabkan kecacatan dan kerusakan katup jantung. Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal jantung atau korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu diberikan pada penderita demam rematik dengan manifestasi mayor karditis dan artritis. Anti inflamasi yang biasanya diberikan adalah prednison. Preparat ini diberikan pada karditis sedang dan berat.

Penderita demam rematik mempunyai risiko besar untuk mengidap serangan ulangan demam rematik setelah terserang infeksi bakteri streptokokus grup A berikutnya. Oleh karena itu, pencegahan merupakan aspek penanganan demam rematik yang sangat penting. Pencegahan sekunder pada dasarnya merupakan pemberian antibiotik secara teratur pada penderita yang pernah mengidap demam rematik agar tidak terjadi infeksi streptokokus pada saluran pernafasan bagian atas, sehingga tidak terjadi serangan ulang demam rematik.

Tabel 2. Petunjuk pencegahan primer dan sekunder

Penatalaksanaan demam rematik antara lain meliputi: (1) tirah baring di rumah sakit, (2) eradikasi kuman streptokokus, (3) pemberian obat-obat antiradang, (4) pengobatan korea, (5) penanganan komplikasi seperti gagal jantung, endokarditis bakteri. atau trombo-emboli, serta (6) pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin

.Semua penderita demam rematik harus tinggal di rumah sakit. Penderita dengan artritis atau karditis ringan tanpa mengalami gagal jantung tidak perlu menjalani tirah baring secara ketat. Akan tetapi, apabila terdapat karditis yang berat

(dengan gagal jantung kongestif), penderita harus tirah baring total paling tidak selama pengobatan kortikosteroid. Lama tirah baring yang diperlukan sekitar 6-8 minggu, yang paling menentukan lamanya tirah baring dan jenis aktivitas yang boleh

dilakukan adalah penilaian klinik dokter yang merawat. Sebagai pedoman, tirah baring sebaiknya tetap diberlakukan sampai semua tanda demam rematik akut telah mereda, suhu kembali normal saat tirah baring tanpa pemberian obat antipiretik, denyut nadi kembali normal dalam keadaan istirahat, dan pulihnya fungsi jantung secara optimal.

Tabel 3. Petunjuk tirah baring dan ambulasi

Salisilat memiliki efek dramatis dalam meredakan artritis dan demam. Obat ini dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis karena artritis demam rematik memberikan respon yang cepat terhadap pemberian salisi1at. Natrium salisilat diberikan dengan dosis 100-120 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama 2-4 minggu, kemudian diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari selama 4-6 minggu. Aspirin dapat dipakai untuk mengganti salisilat dengan dosis untuk anak-anak sebesar 15-25 mg/kg/hari dalam 4-6 dosis terbagi selama seminggu, untuk kemudian diturunkan menjadi separuhnya; dosis untuk orang dewasa dapat mencapai 0,6-0,9 g setiap 4 jam.

Kortikosteroid dianjurkan pada demam rematik yang disertai gagal jantung. Obat ini bermanfaat meredakan proses peradangan akut, meskipun tidak mempengaruhi insiden dan berat ringannya kerusakan pada jantung akibat demam rematik. Prednison diberikan dengan dosis 2 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis terbagi selama 2 minggu, kemudian diturunkan menjadi 1 mg/ kg/hari selama minggu ke 3 dan selanjutnya dikurangi lagi sampai habis selama 1-2 minggu berikutnya. Untuk menurunkan resiko terjadinya rebound phenomenon, pada awal minggu ke 3 ditambahkan aspirin 50-75 mg/kg/hari selama 6 minggu berikutnya.

Tabel 4. Rekomendasi penggunaan antiinflamasi

Dosis: Prednison 2 mg/kg BB/hari dibagi 4 dosis

Aspirin 100 mg/kg BB/hari dibagi 6 dosis

* Dosis prednison ditappering (dimulai pada minggu ketiga) dan aspirin dimulai pada

minggu ketiga

+ Aspirin dapat dikurangi menjadi 60 mg/kg BB/hari setelah 2 minggu pengobatan

Pada penderita DR dengan gagal jantung perlu diberikan diuretika, restriksi cairan dan garam. Penggunaan digoksin pada penderita DR masih kontroversi karena resiko intoksikasi dan aritmia. Pada penderita korea dianjurkan mengurangi stres fisik dan emosi. Penggunaan anti inflamasi untuk mengatasi korea masih kontroversi. Untuk kasus korea yang berat, fenobarbital atau haloperidol dapat digunakan. Selain itu dapat digunakan asam valproat, klopromazin dan diazepam.

Penderita PJR tanpa gejala tidak memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang simtomatis memerlukan terapi berupa suatu tindakan bedah atau intervensi invasif. Tetapi terapi pembedahan dan intervensi ini masih terbatas serta memerlukan biaya yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang. Namun demikian, jika ditemukan kondisi gagal jantung yang persisten atau semakin memburuk setelah diberikan terapi medikamentosa yang agresif dalam mengobati penyakit jantung rematik akut, pembedahan yang dilakukan dengan tujuan mengurangi insufisiensi katup merupakan suatu pilihan yang dapat menyelamatkan nyawa seseorang. Sesungguhnya sekitar 40% pasien dengan demam rematik akut akan menunjukkan adanya stenosis mitral pada usia dewasa. Tindakan berupa mitral valvulotomi, valvuloplasti balon perkutaneus atau penggantian katup mitral diindikasikan terhadap pasien dengan stenosis hebat.

Diet juga merupakan suatu aspek yang penting bagi penderita jantung rematik. Diet yang diambil haruslah bernutrisi dan tanpa adanya restriksi kecuali pada pasien dengan gagal jantung kongestif, dimana jumlah cairan dan natrium harus direstriksi. Suplemen kalium diperlukan dalam mengatasi efek mineralokortikoid dari kortikosteroid dan diuretik jika kedua-kedua preparat tersebut digunakan.

Komplikasi potensial dari PJR ini termasuklah gagal jantung yang disebabkan oleh insufisiensi katup (karditis rematik akut) atau stenosis (karditis rematik kronik). Komplikasi lainnya yang berhubungan dengan jantung antara lain adalah aritmia atrial, edema pulmonal, emboli pulmonal rekuren, endokarditis infektif, formasi trombus intrakardiak dan emboli sistemik.

Prognosis

Lesi yang ringan dan sedang umumnya ditoleransi dengan baik. Banyak remaja dengan regurgitasi berat tidak menunjukkan gejala dan dapat bertahan terhadap lesi lanjut sampai pada dekade ke-3 dan ke-4. Penderita dengan lesi kombinasi selama episode demam rematik akut mungkin hanya mengalami keterlibatan aorta sekitar 1-2 tahun kemudian. Pengobatan terhadap kebanyakan kasus terdiri atas profilaksis terhadap kekambuhan demam rematik akut dan endokarditis infektif. Penderita didorong untuk hidup aktif dan senormal mungkin. Intervensi bedah yang melibatkan penggantian katup sebaiknya dilakukan sebelum mulai adanya gagal jantung kongestif, edema paru atau angina, bila ada tanda-tanda penurunan daya kerja ventrikel kiri pada ekokardiogram. Pembedahan difikirkan bila ada gejala awal, bila ada perubahan gelombang ST-T pada elektrokardiogram atau bila ada bukti penurunan fraksi ejeksi pada ventrikel kiri.

Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan, umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan, serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalam waktu 5 tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan semakin jarang terjadi setelah usia 21 tahun.

BAB III

ANALISA KASUSSeorang anak laki-laki berusia 13 tahun datang dengan keluhan utama sesak nafas serta keluhan tambahan batuk. Dari anamnesa didapatkan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan sebelum MRS yang bertambah bila beraktifitas dan berkurang bila beristirahat. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca. Penderita juga mengeluh batuk dan pilek, dahak (+) banyak, demam (+). Sesak nafas memberat sejak 2 minggu sebelum MRS. Penderita tidak dapat melakukan pekerjaan berat. Penderita kadang terbangun dari tidur karena sesak dan harus mengatur posisi tertentu agar sesak berkurang. Sesak berkurang bila penderita tidur dengan 2 bantal. Penderita sering batuk, terutama ketika penderita berbaring dan berkurang jika penderita duduk. Demam (+) tidak terlalu tinggi, nyeri sendi yang tidak berpindah-pindah (+). Penderita dibawa ke Puskesmas setempat, diberi obat OBH, digoksin 1 x tablet, dan furosemid 2 x tablet. 1 hari sebelum MRS penderita semakin sering merasa sesak, sesak mengganggu aktivitas sehari-hari. Batuk ada, dahak (+) banyak, nyeri sendi masih ada. Penderita sebelum ini telah didiagnosa menderita penyakit jantung rematik dan kontrol teratur ke poliklinik anak RSMH, tetapi selama 1 bulan terakhir penderita tidak mendapatkan suntikan Benzatin Penisilin. Dari riwayat penyakit dahulu, penderita sering mengalami batuk pilek sejak usia 7 tahun. Penderita juga pernah dirawat karena penyakit jantung rematik sebanyak 3 kali dengan diagnosa penyakit jantung rematik dan kontrol teratur ke poliklinik jantung anak RSMH tiap 6 bulan. Tidak ditemukan riwayat penyakit yang sama didalam keluarga penderita.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 129 x/menit, irreguler, isi dan tegangan cukup, denyut jantung 129 x/menit irreguler, pernapasan 42 x/menit, dan suhu 36,7c. Status gizi pasien berdasarkan pemeriksaan antropometri tergolong dalam KEP II (BB/TB=72%). Dari pemeriksaan fisik kepala didapatkan JVP (5+3) cmH2O. Pada pemeriksaan toraks didapatkan:

Paru-paru

Inspeksi: Voussure cardiac (+)

Statis asimetris, kiri lebih cembung dari kanan.

Dinamis asimetris, kiri lebih cembung dari kanan, retraksi (+) ic, sc, epigastrium.

Palpasi: Stemfremitus kanan=kiri. Perkusi: Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri. Auskultasi : Vesikuler (+) normal pada kedua hemitoraks, ronki basah halus tidak nyaring (+) pada basal paru kanan dan kiri, wheezing (-).

Jantung

Inspeksi: Iktus kordis terlihat di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V-VI 1 jari lateral LMC sinistra, thrill (+). Perkusi: Batas jantung atas ICS II, batas jantung kanan LPS dekstra, batas jantung kiri 1 jari lateral LMC sinistra, batas jantung bawah ICS V-VI. Auskultasi: HR: 129 x/menit, irreguler, bising pansistolik grade IV/6 di ICS V 1 jari lateral LMC kiri menjalar ke apeks dan sternum, gallop (+).Pada pemeriksaan abdomen didapatkan hepar teraba 1/3-1/3 kenyal, permukaan rata, tepi tajam. Pada perkusi terdapat pekak pada perabaan hepar. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema pretibial pada ekstremitas inferior.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukositosis (leukosit=13.320/mm3), CRP (+) yang menunjukkan adanya peradangan dan infeksi. LED yang meningkat (LED=73 mm/jam) dan hasil pemeriksaan EKG berupa PR interval memanjang dapat digunakan untuk membuktikan adanya reaktivasi penyakit jantung rematik pada penderita. Pada pemeriksaan echokardiografi didapatkan MR moderate dengan AMVL, TR moderate dan pericardial effusion menunjukkan sudah terdapat kerusakan katup mitral pada penderita ini yang disertai dengan proses perubahan pada jantung penderita.Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, laboratorium, EKG dan echokardiografi maka pasien ini didiagnosa sebagai CHF NYHA II + penyakit jantung rematik reaktivasi + KEP II. Penderita ditatalaksana dengan O2 2 l/menit untuk membantu pernafasan penderita saat sesak, bedrest minimal 3 bulan (atas indikasi karditis yang ditandai dengan efusi perikardial dan kardiomegali yang dialami penderita), diet jantung II berupa makanan dalam bentuk lunak (supaya tidak memperberat kerja jantung) dan rendah garam (supaya tidak memperberat edema). Penderita juga mendapat IVFD maintenance berupa D5% gtt 4/ menit yang digunakan sebagai jalur untuk memasukkan obat intavena seperti furosemid 2x20 mg (dosis 0,5-1,5 mg/kgBB/hari). Pemberian furosemid (diuretik loop) ditujukan untuk mengurangi bendungan paru dan edema perifer pada penderita gagal jantung. Pemberian furosemid yang digabung dengan spironolakton 2x25 mg (diuretika hemat kalium) untuk memperbesar efek diuretika dan mencegah hilangnya kalium yang banyak dari dalam tubuh. Penderita juga mendapat injeksi benzatin penisilin 600.000 IU pada hari pertama MRS yang diulang lagi per 28 hari (BB=26 kg/