bab-I

5
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acne vulgaris atau jerawatmerupakan peradangankronik folikel polisebasea yang ditandai dengan munculnya komedo, papula, pustul, dan no (Kumar dan Sachidanand, 2001) !erawat merupakan masalah kulit yang dapat bersifat serius dan sering ditemukan di segala usia "ampir #0$ remaja da dewasa usia 11%&0 tahun pernah mengalami masalah dengan jerawat, sejumlah '2 $ laki%laki dan 0, $ wanita masih mengalami masalah kulit be hingga umur duapuluh tahunan !erawat yang tidak ditangani dengan baik ak menimbulkannoda bekas jerawat yang dapatmengurangi kecantikan kulit sehingga akan mengurangi kepercayaan diri penderita (Sinha, et al., 201') Acne vulgaris (jerawat) dapat disebabkan oleh infeksi acne inducing bacteria S. epidermidis adalah organisme aerobik yang merupakan acne ind bacteria yang terlibat dalam infeksi superfisial pada kelenjar sebaseous ini merupakan target sasaran yang potensial dalam mengobati jerawat (Kuma al., 200+) ntuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri ter digunakan antibiotik oral maupun topikal sebagai terapi jerawat seperti t eritromisin, doksisiklin, dan klindamisin -enggunaan jangka panjang antibiotik spektrum luas sering menimbulkan resistensi bakteri, selain itu agen kimi anti jerawat seperti ben.oil peroksida, asam a.elaic dan asam retinoat di menimbulkan iritasi kulit "al ini dapat menurunkan kepatuhan pasien dan mengakibatkan kegagalan pengobatan (/prica et al., 200' eelapornpisid e , 1

description

babi

Transcript of bab-I

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar BelakangAcne vulgaris atau jerawat merupakan peradangan kronik folikel polisebasea yang ditandai dengan munculnya komedo, papula, pustul, dan nodul (Kumar dan Sachidanand, 2001). Jerawat merupakan masalah kulit yang dapat bersifat serius dan sering ditemukan di segala usia. Hampir 80% remaja dan orang dewasa usia 11-30 tahun pernah mengalami masalah dengan jerawat, sejumlah 42.5% laki-laki dan 50,9% wanita masih mengalami masalah kulit berjerawat hingga umur duapuluh tahunan. Jerawat yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan noda bekas jerawat yang dapat mengurangi kecantikan kulit sehingga akan mengurangi kepercayaan diri penderita (Sinha, et al., 2014).

Acne vulgaris (jerawat) dapat disebabkan oleh infeksi acne inducing bacteria. S. epidermidis adalah organisme aerobik yang merupakan acne inducing bacteria yang terlibat dalam infeksi superfisial pada kelenjar sebaseous. Bakteri ini merupakan target sasaran yang potensial dalam mengobati jerawat (Kumar et al., 2007). Untuk membunuh dan menghambat pertumbuhan bakteri tersebut, digunakan antibiotik oral maupun topikal sebagai terapi jerawat seperti tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, dan klindamisin. Penggunaan jangka panjang antibiotik spektrum luas sering menimbulkan resistensi bakteri, selain itu agen kimia topikal anti jerawat seperti benzoil peroksida, asam azelaic dan asam retinoat dilaporkan menimbulkan iritasi kulit. Hal ini dapat menurunkan kepatuhan pasien dan mengakibatkan kegagalan pengobatan (Oprica et al., 2004; Leelapornpisid et al., 2005). Beberapa tahun terakhir ini semakin banyak penelitian tentang antimikroba yang menggunakan tumbuhan. Pemanfaatan obat tradisional ini dapat menjadi alternatif untuk mengatasi persoalan mengenai pengobatan jerawat tersebut (Pandey et al., 2011).Batang T. crispa mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, fenol, dan terpenoid yang memiliki aktivitas antimikroba (Koay et al., 2013). Alkaloid merupakan senyawa metabolit skunder utama yang terdapat pada batang brotowali. Salah satu senyawa alkaloid yang terkandung dalam batang brotowali adalah berberine yang merupakan senyawa alkaloid kuartener yang dapat berinterkalasi dengan DNA sehingga bersifat bakterisidal (Hamid, 2013). Pukumpuang et al., (2012) melaporkan bahwa ekstrak etanol batang brotowali (T. crispa) memiliki aktivitas antibakteri terhadap S. epidermidis dengan KBM 125 mg/ml dan MBC 250 mg/ml.Penggunaan ekstrak etanolik batang brotowali secara langsung sebagai terapi jerawat dinilai kurang nyaman dan tidak efektif. Oleh karena itu, ekstrak etanolik batang brotowali perlu dibuat dalam bentuk sediaan dalam aplikasinya. Pemilihan bentuk sediaan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengobatan jerawat. Suatu sediaan yang mempunyai daya penetrasi yang baik dan waktu kontak yang cukup lama dibutuhkan untuk mengobati jerawat. Sediaan gel topikal merupakan sediaan yang dapat berpenetrasi dengan baik, memiliki waktu kontak yang cukup lama, serta tidak mengandung minyak yang dapat memperburuk kondisi jerawat (Sasanti et al., 2012). Berdasarkan latar belakang tersebut, pada penelitian ini ekstrak etanolik batang brotowali diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel yang dievaluasi sesuai persyaratan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel serta menghasilkan produk yang berpotensi sebagai antibakteri S. epidermidis.

B. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah sediaan gel ekstrak etanolik batang brotowali ( T. crispa ) memiliki sifat fisik dan stabilitas yang baik sebagai gel antijerawat ?2. Apakah sediaan gel ekstrak etanolik batang brotowali ( T. crispa ) mempunyai aktivitas antibakteri jika dilihat dari zona hambat terhadap bakteri S. epidermidis?C. Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah tersebut didapatkan tujuan penelitian sebagai berikut :1. Mengetahui sifat fisik dan stabilitas sediaan gel ekstrak etanolik batang brotowali (T. crispa ).2. Mengetahui aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanolik batang brotowali (T. crispa ) terhadap bakteri S. epidermidis dari zona hambat yang dihasilkan. D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai aktivitas antibakteri sediaan gel ekstrak etanolik batang brotowali ( T. crispa ) dan meningkatkan kegunaan batang brotowali ( T. crispa ) sebagai bahan kosmetik alami dalam upaya pengembangan gel antibakteri penyebab jerawat yang lebih aman.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran pustaka telah banyak dilakukan penelitian tentang brotowali diantaranya:

1. Penelitian Zakaria et al., (2006) dengan judul The in vitro antibacterial activity of Tinospora crispa extracts menunujukan fraksi air, fraksi etanol dan fraksi kloroform dari ekstrak T. crispa mempunyai efek antibakteri terhadap bakteri Gram positif (Bacillus cereus, Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Stretococcus pneumoniaem, dan Clotrisium diphtheriae) dan Gram negatif ( Shigella flexneri, Salmonella typhi, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, dan Escherichia coli).2. Penelitian Al-alusi et al., (2010) dengan judul In vitro interaction of combined plants : Tinospora crispa and Swietenia mahagoni againts MRSA menunjukan ekstrak T. crispa dan S. mahagoni memiliki aktivitas antibakteri terhadap Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), namun hasil dari campuran antara T. crispa dan Swietenia mahagoni tidak sinergis terhadapa MRSA.3. Penelitian Zakaria et al., (2011) dengan judul Antimicrobial activity of the aqueous extract of selected Malaysian herbs menunjukan T.crispa dapat memberikan zona hambat pada bakteri Stapylococcus aureus dan Escherichia coli pada konsentrasi 227,27 mg/ml.4. Penelitian Hasyim dkk., (2011) dengan judul Formulasi gel sari buah belimbing wuluh (averrhoa bilimbi l.) yang memvariasikan basis gel yaitu menggunakan basis gel carbopol (formula I) dan hidroksipropilmetilselulosa (HPMC) (Formula II) menunjukan bahwa kedua sediaan stabil, tetapi yang memiliki kestabilan paling optimal yaitu formula II dengan dasar gel hidroksipropilmetilselulosa (HPMC).5. Penelitian Arikumalasari, (2013) dengan judul Optimasi HPMC sebagai gelling agent dalam formula gel anti jerawat ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana l.) menunjukan formula dengan konsentrasi HPMC 15% merupakan formula optimum yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sifat fisika gel meliputi daya sebar, daya lekat, viskositas (p