BAB I

download BAB I

of 30

Transcript of BAB I

BAB I PENDAHULUAN Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa" dan aesthtos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. 1 Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.3 Pengelolaan anestesi pada pasien diawali dengan persiapan preoperatif psikologis, dan bila perlu, pengobatan preoperatif. Beberapa macam obat dapat diberikan sebelum dimulainya operasi.Obat-obatan tersebut disesuaikan pada setiap pasien. Seorang ahli anestesi harus menyadari pentingnya mental dan kondisi fisik selama visite preoperatif. Sebab hal tersebut akan berpengaruh pada obat-obatan preanestesi, tehnik yang digunakan, dan keahlian seorang ahli anestesi. Persiapan yang buruk akan berakibat pada berbagai permasalahan dan ketidaksesuaian setelah operasi.3 Kebutuhan premedikasi bagi masing-masing pasien dapat berbeda. Rasa takut dan nyeri harus diperhatikan betul pada kunjungan pra-anestasi. Dengan memberikan rasa simpati dan pengertian kepada pasien tentang masalah yang dihadapi, maka pasien dapat dibantu dalam menghadapi rasa sakit dan khawatir menghadapi operasi.1

1

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DEFINISI Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.1 Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit, namun obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit akan tetapi juga menghilangkan kesadaran.4 Obat-obatan yang menyebabkan anastesia bekerja dengan menghalangi (blok) sinyal-sinyal yang lewat di sepanjang serabut saraf hingga ke otak. Ketika obat-obatan itu dihentikan (penggunaannya), kamu akan mulai merasakan sensasisensasi kembali, termasuk rasa nyeri. Trias anestesi 1. hipnotik 2. analgesik 3. relaksasi

2

2.2. SKALA ASA American Society of Anaesthesiologists (ASA) menetapkan sistem penilaian yang membagi status fisik penderita ke dalam lima kelompok.2 Golongan I Status Fisik Penderita normal sehat dengan bagian yang membutuhkan pembedahan terlokalisasi Gangguan sistemik ringan tapi terkontrol dengan baik, contoh : hipertensi ringan, diabetes yang terkontrol, usia lanjut. Penderita dengan gangguan sistemik berat yang membatasi kehidupannya, contoh : angina, kegagalan miokardium yang baru saja terjadi. Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa contoh : penyakit jantung, paru atau ginjal lanjut

II

III IV

V

Penderita sekarat yang mungkin tidak bertahan dalam waktu 24 jam dengan atau tanpa pembedahan, kategori ini meliputi penderita yang sebelumnya sehat, disertai dengan perdarahan yang tidak terkontrol, begitu juga penderita usia lanjut dengan penyakit terminal.

2.3. STADIUM ANESTESI 5 Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu: a. Stadium I Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini

3

b. Stadium II Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. c. Stadium III Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu: 1. Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak, pupil midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulai menurun). 2. Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dikerjakan intubasi. 3. Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma (tonus otot semakin menurun). 4. Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan kelenjar air mata tidak ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat menurun).

4

d. Stadium IV Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan. 2.4. PERSIAPAN PREOPERATIF 3 A. Persiapan Fisik Persiapan fisik pada pasien meliputi kunjungan preoperatif dan wawancara dengan pasien dan anggota keluarganya. Seorang ahli anestesi harus menjelaskan apa yang akan terjadi dan tujuan tindakan anestesi sebagai upaya untuk mengurangi rasa cemas. Sebagian besar penderita beranggapan hari operasi mereka adalah hari terbesar dalam hidup mereka. Pasien tidak ingin diperlakukan tidak baik selama di ruang operasi. Kunjungan preoperasi harus dilakukan secara efisien, tetapi harus bersifat memberikan informasi, rasa aman, dan menjawab segala pertanyaan. Sebagian ahli anestesi berinteraksi dengan pasien dalam keadaan tidak sadar atau tertidur, oleh sebab itu seorang ahli anestesi hendaknya berinteraksi dengan pasien sebelum operasi untuk mendapatkan rasa percaya dan meningkatkan rasa percaya diri pasien.3 Sebagian besar pasien datang ke kamar operasi dalam keadaan cemas sebelum pembedahan, sebuah studi menunjukan dari analisa terhadap 500 pasien bedah dewasa, didapat pasien wanita lebih merasa cemas dibandingkan padien laki-laki sebelum operasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pasien dengan berat badan lebih

5

dari 70 kg lebih mudah merasa cemas.Sebuah studi oleh egbert dan rekan-rekan dengan pemberian 2 mg/kgBB pentobarbital yang diberikan secara im 1 jam sebelum operasi dan mendapatkan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan lebih tenang saat masuk ke dalam kamar operasi. Penelitian Kogh menyatakan bahwa pasien dewasa yang mendapatkan kunjungan sebelum operasi menunjukan level kecemasan yang lebih rendah dibandingkan apabila tidak mendapatkan kunjungan sama sekali. Lebih lanjut dikatakan bahwa kunjungan sebelum operasi lebih bermakna bagi pasien dibandingkan bila pasien mendapatkan informasi hanya dari buku saja.Persiapan psikologis tidak menyelesaikan segalanya dan tidak meninggalkan seluruh kecemasan.3 B. Persiapan Farmakologi Dalam memilih obat-obatan yang sesuai untuk pengobatan preoperatif kondisi psikologis pasien dengan status fisik tetap menjadi pertimbangan.Seorang ahli anestesi harus mengetahui berat badan pasien, dan respon terhadap obatobatan depresan, termasuk efek samping yang tidak diinginkan, dan alergi. Tujuan yang hendak dicapai pada setiap pasien dengan pengobatan preopertif disesuaikan pada setiap pasien. Tujuan melepaskan rasa cemas,dan membentuk sedasi, dapat diterapkan pada setiap pasien.3 Pengobatan profilaksis terhadap alergik merupakan beberapa penyesuaian. Pencegahan reflek otonom yang dimediasi oleh saraf vagus dan efek antiemetik lebih diutamakan pada saat pengobatan preoperatif. Sebagian besar pengobatan preoperatif tidak mengurangi keseluruhan anestesi, tetapi pengobatan preoperatif mencegah peningkatan konsentrasi plasma dari -endorphin, yang secara normal mengikuti respon terhadap stress.Pada beberapa pasien sebaiknya tidak menerima

6

antidepresan sebelum pembedahan. Pasien dengan usia lanjut, atau trauma kepala atau hipovolemia akan lebih merasakan sakit dibandingkan dengan yang telahmenerimaterapi premedikasi. Pada pembedahan yang bersifat elektif, seorang ahlin anestesi akan menginingkan pasiennya masuk ke kamar operasi terbebas dari rasa cemas dan tersedasi.3 2.5. PREMEDIKASI Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum tindakan induksi anestesia, tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan.5 Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk: 5 1. Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi). 2. Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anastesi. 3. Mengurangi jumlah obat-obatan anastesi.

4. Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah pascaanastesi. 5. Mengurangi stres fisiologis (takikardi, napas cepat, dan lain-lain). 6. Mengurangi keasaman lambung. Kebutuhan premedikasi bagi masing-masing pasien dapat berbeda. Rasa takut dan nyeri harus diperhatikan betul pada kunjungan pra-anestasi. Dengan memberikan rasa simpati dan pengertian kepada pasien tentang masalah yang dihadapi, maka pasien dapat dibantu dalam menghadapi rasa sakit dan khawatir menghadapi operasi.4

7

Pemberian obat sedatif atau penenang memberikan penurunan aktivitas mental dan berkurangnya reaksi terhadap rangsang. Pemberian obat premedikasi berefek amnesia. Artinya, pasien tidak dapat mengingat kejadian yang baru terjadi setelah pembedahan, selain itu pasien dapat menerima kejadian sebelum dan sesudah pembedahan tanpa gelisah. Pemberian obat premedikasi bisa diberikan secara oral (mulut) maupun intravena (melalui vena). Sedangkan pemberian dosis obatnya dipengaruhi banyak faktor seperti usia, suhu tubuh, emosi, nyeri dan jenis penyakit yang sedang dialami pasien.4 2.6. KLASIFIKASI OBAT PREMEDIKASI Obat-obat yang sering digunakan dalam premedikasi adalah obat antikolinergik, obat sedatif (penenang) dan obat analgetik narkotik (penghilang nyeri). Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut, dan praktik sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat untuk mendapat hasil yang diinginkan. 1. Antikolinergik Pemberian obat antikolinergik ini bertujuan untuk mengurangi sekresi (pengeluaran) kelenjar seperti salivar (air ludah), kelenjar saluran cerna, kelenjar saluran nafas, mencegah turunnya nadi, mengurangi pergerakan usus, mencegah spasme (kaku) pada laring dan bronkus. Obat yang sering digunakan adalah sulfas atropine yang bisa diberikan intramuscular maupun intravena.6 2. Sedatif

8

Obat golongan ini berefek anticemas dan antitakut, menimbulkan rasa kantuk, memberikan suasana nyaman dan tenang sebelum pembedahan. Obat yang sering digunakan adalah derivate (turunan), fenothiazin, derivate benzodiazepine, derivate butirofenon, derivate barbiturate dan antihistamin.Untuk derivate fenothiazin yaitu prometazin yang berkhasiat sebagai sedatif, antimuntah, antikolinergik, antihistamine. Derivat benzodiazepine yang sering digunakan adalah diazepam yang selain sebagai sedatif (penenang) juga bisa sebagai antikejang. Sedangkan untuk derivate butirofenon adalah dihidrobenzperidol yang berkhasiat juga sebagai antimuntah. Derivat barbiturate adalah pentobarbital yang sering digunakan pada anak-anak.6 3. Analgenik Narkotik Obat analgenik narkotik atau opioid dapat digolongkan menjadi opioid natural seperti morfin dan kodein, derivate semisintetik seperti heroin, dan derivate sintetik seperti metadon, petidin. Yang sering digunakan adalah petidin dan morfin. Narkotik selain memberikan efek analgesi (antinyeri) juga memberikan efek sedatif (penenang). Penggunaan narkotik harus hati-hati pada anak-anak dan orang tua karena bisa menimbulkan depresi pusat nafas dan akan semakin parah pada orang yang dalam keadaan buruk.6

9

BAB III MONITORING PERIANESTESI Monitoring pemantauan, berasal dari kata kerja to monitor yang berarti to watch (memperhatikan), to observe (mengawasi ) atau to check (memeriksa) dengan suatu tujuan tertentu. Sedangkan kata benda monitor adalah that wich warms or instructs (yang memberi peringatan atau perintah).7 Selama anestesi obat-obat sering mengakibatkan depresi nafas,gangguan vkardiovaskuler, depresi SSP, juga relaksasi penderita. Jika dibiarkan akan berbahaya untuk penderita oleh karena itu perlu pengawasan.8 Pasien meninggal dunia bukan karena kelebihan dosis analgenetika atau relaksansia, tetapi karena gangguan pada jantungnya, kekurangan oksigen pada otaknya,adanya perdarahan, tranfusi dengan darah yang salah, hipoventilasi dan sebagainya. Tujuan monitoring untuk membantu anestetis mendapatkan informasi fungsi organ vutal selama perianestesia, supaya dapat bekerja dengan aman.9 Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi Amerika Serikat (ASA) pada 1986 menentukan monitoring standar untuk oksigenasi, ventilasi, sirkulasi dan suhu badan perianestesia untuk semua kasus termasuk anestesi umum, analgesia regional dan pasien dalam keadaan diberikan sedativa sebagai berikut : o Standar 1 : Selama anetesi pasien harus diawasi oleh personel anestesi yang berkualitas. o Standar 2 : Selama anestesi oksigenasi,ventilasi, sirkulasi dan pasien harus dievaluasi baik secara berkala atau terus menerus.

10

Pengawasan selama anestesi meliputi : 1. Pengawasan sirkulasi kardiovaskuler 2. Pengawasan respirasi 3. Pengawasan Sistem saraf pusat 4. Pengawasan temperatur, dan lain-lain.8 1. Monitoring Kardiovaskular a. Non Invasif ( tak langsung) Nadi Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan, karena gangguan sirkulasi sering terjadi selama anestesi. Makin bradikardi makin menurunkan curah jantung. Monitoring terhadap nadi dapat dilakuka dengan cara palpasi arteria radialis, brakialis, femoralis atau karotis. Dengan palpasi dapat diketahui frekuensi, irama dan kekuatan nadi. Selain palpasi dapt juga dilakukan dengan auskultasi dengan menempelkan stetoskop di dada atau dengan kateter khusus melalui esofagus. 9 Monitoring nadi secara kontinyu dapat dilakukan dengan peralatan elektronik seperti EKG atau oksimeter yang disertai dengan alarm. Pemasangan EKG untuk mengetahui secara kontinyu frekuensi nadi, disritmia, iskemia jantung, gangguan konduksi, abnormalitas elektrolit dan fungsi pacemaker.9 Monitor nadi bermanfaat sekali untuk kasus-kasus : 1. Anak-anak dan bayi dimana pulsasi nadi lemah 2. Observasi adanya ritme ektopik selama anestesia. 3. Sebagai indeks penurunan tekanan darah selama anestesi halotan7

11

Tekanan Darah Tekanan darah dapat diukur secara manual atau otomatis dengan manset yang harus tepat ukurannnya (lebarnya kira-kira 2/3 lebar jarak olekranon-akromion, atau 40 % dari keliling besarnya lengan), karena terlalu lebar akan menghasilkan nilai lebih rendah dan terlalu sempit menghasilkan nilai lebih tinggi. Tekanan sistolik diastolik diketahui dengan cara auskultasi, palpasi, sedangkan tekanan arteri rata-rata (mea arterial presure) diketahui secara langsung dengan monitor tekanan darah elektronik atau dengan menghitung yaitu 1/3 (tekanan sistolik + 2 kali tekanan diastolik).

MAP = Tekanan diastole + 1/3 x Tekanan nadi atau Tekanan sistole + 2 x Tekanan diastole MAP = ............................................................ 3 120 sistolis

-----------60

- - - - - - - - - - - - -diastolis

0 Gambar 1. : kurva tekanan darah sistolis dan diatolis

12

Tabel 1. Normal frekuensi nadi dan tekanan darah Usia Prematur Cukup Bulan 6 bulan 12 bulan 2 tahun 5 tahun 12 tahun Dewasa Frekuensi Nadi Tekanan Sistolik Tekanan diastolik (per menit) (mmHg) (mmHg) 150 20 50 3 30 2 133 18 67 3 42 4 120 20 120 20 105 25 90 10 70 17 65 8 89 29 96 30 99 25 94 14 109 16 120 10 60 10 66 25 64 25 55 9 58 9 80 10

Banyaknya perdarahan Monitoring terhadap perdarahan dilakukan dengan menimbang kain kasa ketika sebelum kena darah dan sesudahnya, mengukur jumlah darah di botol pengukur darah ditambah 10- 20 % untuk yang tidak dapat diukur. b. Invasif (langsung) Biasanya dikerjakan untuk bedah khusus atau pasien dengan keadaan kurang baik.9 Dengan Kanulasi Pada teknik ini kanul dimasukkan kedalam arteri, seperti a.radialis, a.brakialis atau a.dorsalis pedis. Kemudian dihubungkan dengan manometer atau unit pencatat lain (recording) melalui tranduser. Dengan cara ini kita dapat mengukur tekanan darah secara langsung dan terus menerus. Selain itu setiap saat kita dapat

13

mengambil contoh darah arteri untuk pemeriksaan gas darah. Monitoring tekanan darah invasif ini tidak rutin selama anestesia. Tetapi dianjurkan dilakukan pada pembedahan jantung terbuka, tindakan anestesia dengan hipotensi buatan.7 Tekanan Vena Sentral (central venous pressure)7 Pengukuran tekanan darah vena sentral (CVP) dilakukan dengan memasukkan kateter ke dalam v. Subklavia atau v. Yugularis interna atau vena-vena lainnya. Kateter didorong sampai ujung proksimal kateter di atrium atau vena besar didalam rongga toraks. Ujung distal kateter di hubungkan dengan manometer air. Titik 0 ditarik denga bidang datar yang sama tinggi dengan garis aksiler tengah Pemeriksaan CVP menunjukkan hubungan antar kemampuan jantung dan volume darah yang diterima, terutama untuk evaluasi apakah pemberian cairan infus cukup atau tidak.

Pada bayi dapat digunakan arteria dan vena umbilikalis. Selain itu kanulasi arteri ini dapat digunakan untuk memonitor ventilasi dengan mengukur kadar pH, PO2, PCO2 bikarbonat dengan lebih sering sesuai kebutuhan. Pada bedah jantung yang kompleks digunakan ekokardiografi transesofageal.9 2. Monitoring Respirasi Respirasi harus dimonitor dengan teliti, mulai dengan cara-cara yang sederhana samapai dengan monitor yang menggunakan alat-alat yang mutakhir. Pernafasan dinilai dari jenis nafasnya, apakah torakal, atau abdominal, apakah ada nafas paradoksal, apakah ada retraksi interkostal atau

14

supraklavikula. Harus pula segera diketahui kalau ada komplikasi sistem pernafasan seperti spasme larings, ronki dan sebagainya.7 Monitoring respirasi yang mempergunakan peralatan antara lain : 1. Respirometer, seperti respirometer Wright, dimana kita dapat memonitor volume tidal pernafasan, volume semenit, dan kapasitas vital. 2. Analisa oksigen, dengan alat ini dapat diketahui konsentrasi oksigen yang ada dalam sirkuit anestesia. 3. Analisa karbon dioksida, atau kapnograf, dengan alat ini dapat kita mengetahui persentase gas CO2 didalam udara ekspirasi. 4. Analisa gas darah (Astrup), dimana dapat dimonitor tekanan parsial oksigen, dan pH darah.7 3. Monitoring Suhu Badan Dilakukan pada bedah lama atau bayi dan anak kecil. Pengukuran suhu sangat penting pada anak terutama bayi, karena bayi mudah sekali kehilangan panas secara radiasi,konveksi, evaporasi dan konduksi, dengan konsekkuensi depresi otot jantung, hipoksia, asidosis, pulih anestesi lambat dan pada neonatus dapat terjadi sirkulasi persisten fetal.9 Tempat yang lazim digunakan adala : 1. Aksila (ketiak) Untuk membacanya perlu waktu 15 menit. Dipengaruhi oleh banyaknya rambut ketiak, gerakan pasien, manset tensimeter dan suhu cairan infus 2. Oral-sublingual : pada pasien sadar sebelum anestesi. 3. Rektal : seperti termometer aksila tetapi lebih panjang

15

4. Nasofaring, esofageal, berbentuk kateter 5. Lain-lain : jarang digunakan, misalnya kulit,buli-buli, liang telinga.9 4. Monitoring Ginjal Untuk mengetahui keadaan sirkulasi ginjal.produksi air kemih normal minimal 0,5-1,0 ml/kgBB/jam dimonitor pada bedah lama dan sangat bermanfaat untuk menghindari retensi urin atau distenti buli-buli. Monitoring produksi air kemih harus dilakukan dengan hati-hati, karena selain traumatis juga mengandung infeksi sampai ke pielonefritis. Secara rutin digunakan kateter Foley karet lunak ukuran 5-80F. Kalau > 1 ml/kgBB/jam dan reduksi urin positif 2, dicurigai adanya hiperglikemia. 9 5. Monitoring Sistem Saraf Pada pasien sehat sadar, oksigenisasi pada otaknya adekuat kalau orientasi terhadap personal, waktu dan tempat baik. Pada saat pasien dalam keadaan tidak sadar,monitoring terhadap SSP dikerjakan dengan memeriksa respon pupil terhadap cahaya,respon terhadap trauma pembedahan,respon terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.9

POST OPERATIF

16

Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya Pasien harus diamati dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai stabil. Banyaknya segera setelah periode pasca anaesthesi asuhan tergantung yang dilaksanakan prosedur

kepada

bedah yang dilakukan. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi : 1. Mempertahankan ventilasi pulmonary : Berikan posisi miring atau

setengah telungkup dengan kepala tengadah kebelakang dan rahang didorong ke depan pada pasien sampai reflek-reflek pelindung pulih. 2. Saluran nafas buatan : Saluran terpasang terus setelah nafas pada orofaring biasanya untuk

pemberian

anaesthesi

umum

mempertahankan saluran tetap terbuka dan lidah kedepan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus ibantu dengan suction. 3. Terapi oksigen : O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan latihan nafas dalam setelah pasien sadar. Mempertahankan sirkulasi Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler yang paling sering terjadi pada pasien post

17

anaesthesi. Pemantauan tanda vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang pemulihan. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Pemberian infus merupakan usaha pertama untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit. Monitor cairan per infus sangat penting untuk mengetahui kecukupan pengganti dan pencegah kelebihan cairan. Begitu pula cairan yang keluar juga harus dimonitor. Mempertahankan keamanan dan kenyamanan Pasien post operasi atau post anaesthesi sebaiknya pada tempat tidurnya dipasang pengaman

sampai pasien sadar betul. Posisi pasien sering diubah untuk mencegah kerusakan saraf akibat tekanan kepada saraf otot dan persendian. Obat analgesik dapat diberikan pada pasien yang kesakitan dan gelisah sesuai dengan program dokter. Pada pasien yang mulai sadar, memerlukan

orientasi dan merupakan tunjangan agar tidak merasa sendirian. Pasien harus diberi penjelasan bahwa operasi sudah selesai dan diberitahu apa yang sedang dilakukan.

TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :

18

1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room) 2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room) 3) Transportasi pasien ke ruang rawat, Perawatan di ruang rawat. PERAWATAN POST ANESTESI DI RUANG PEMULIHAN

(RECOVERY ROOM) Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan). PACU atau RR biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. hal ini disebabkan untuk mempermudah akses bagi pasien untuk (1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasca operatif (perawat anastesi) (2) ahli anastesi dan ahli bedah (3) alat monitoring dan peralatan khusus penunjang lainnya. Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kondisi pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. 3 Selain itu di ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase. Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post

19

operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur khusus yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus, side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah : Fungsi pulmonal yang tidak terganggu Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam Mual dan muntah dalam control Nyeri minimal3 Uraian diatas telah membahas tentang hal yang diperhatikan pada pasien post anaesthesi. Untuk lebih jelasnya maka dibawah ini adalah petunjuk perawatan/ observasi diruang pemulihan: Posisi kepala pasien lebih pasien rendah dan kepala dimiringkan pada

dengan pembiusan umum, sedang pada pasein dengan anaesthesi

regional posisi semi fowler.

20

Pasang pengaman pada tempat tidur. Monitor tanda vital : TN, Nadi, respirasi / 15 menit. Penghisapan lendir daerah mulut dan trakhea. Beri O2 2,3 liter sesuai program. Observasi adanya muntah. Catat intake dan out put cairan. Beberapa petunjuk tentang keadaan yang memungkinkan terjadinya situasi krisis: 1. Tekanan sistolik < 90 100 mmHg atau > 150 160 mmH, diastolik < 50 mmHg atau > dari 90 mmHg. 2. HR kurang dari 60 x menit > 10 x/menit 3. Suhu > 38,3 C atau kurang dari 35 C. 4. Meningkatnya kegelisahan pasien 5. Tidak BAK + 8 jam post operasi.3

PEMANTAUAN KLINIS PASIEN6

21

Pemantauan klinis dapat dibagi menjadi penilaian jalan napas, pernapasan dan sirkulasi. Gangguan Pernapasan Obstruksi napas parsial (napas berbunyi) atau total, tak ada ekspirasi (tidak ada suara napas). Pasien pasca anastesia umum yang belum sadar sering mengalami : lidah jatuh menutup faring atau oleh edema laring. Selain itu dapat terjadi spasme laring karena laring terangsang oleh benda asing, darah, ludah sekret atau sebelumnya ada kesulitan pada saat intubasi intubasi trakea. Apabila terjadi obstruksi saat pasien masih dalam anestesi dan lidah menutup faring, maka harus di lakukan manufer tripel dengan cara pasang jalan napas mulut-faring, hidung faring dan tentunya berikan O2 100%. Jika tidak berhasil menolong, pasang sungkup laring. Bila terjadi obstruksi karena kejang laring atau edema laring, selain perlu O2 100%, harus dibersihkan jalan napas, berikan preparat, kortokosteroid (oradekson) dan kalau tak berhasil perlu dipertimbangkan memberikan pelumpuh otot. Obstruksi napas mungkin tidak terjadi, tetapi pasien sianosis (hiperkarbi, hiper-kapni, PaCO2>45 mmHg) atau saturasi O2

22

menurun (hipoksemi, SaO2 dangkal sering akibat pelumpuh otot masih bekerja. Kalau penyebab jelas karena opioid dapat diberikan nalokson dan kalau oleh pelumpuh otot dapat diberikan prostikmin-atropin. Hipoventilasi yang berlanjut akan menyebabkan asidosis, hipertensi, takikardi yang dapat berakhir dengan depresi sirkulasi dan henti jantung. Gangguan Kardiovaskular Hipertensi dapat disebabkan karena nyeri akibat

pembedahan, iritasi pipa trakea, cairan infus berlebihan, buli-buli penuh atau aktivasi saraf simpatis karena hipoksia, hiperkapni dan asidosis. Hipertensi akut dan berat yang berlangsung lama akan menyebabkan gagal ventrikel kiri, infark miokard, disritmia, edema paru atau pendarahan otak. Terapi hipertensi ditujukan pada faktor penyebab dan kalau perlu dapat diberikan klonidin (catapres) atau nitroprusid (niprus) 0,5 1,0 g/kg/ menit. Hipotensi yang terjadi isian balik vena (venous return) menurun disebabkan pendarahan, terapi cairan kurang adekuat, diuresis, kontraksi miokardium kurang kuat atau tahanan

veskuler perifer menurun. Hipotensi harus segera diatasi untuk mencegah terjadi hipoperfusi organ vital yang dapat berlanjut dengan hipoksemia dan kerusahan jaringan. Terapi hipotensi disesuaikan dengan faktor penyebabnya. Berikan O2 100%dan

23

infus kristaloid RL atau Asering 300-500 ml. Distritmia yang terjadi dapat disebabkan oleh hipokalemia, asidosis-alkalosis, hipoksia, hiperkapnia atau penyakit jantung. Gelisah Gelisah pasca anestesia dapat disebabkan oleh hipoksia, asidosis, hipotensi, kesakitan, efek samping obat misalnya ketamin atau buli-buli penuh. Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut diatas, pasien dapat diberikan penenang midazolam (dormikum) 0.05 0.1 mg/kgBB. Nyeri Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan ringan. Untuk meredam nyeri pasca bedah pada anestesi regional untuk pasien dewasa, sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat memasukkan anestesi lokal ke ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg ke ruang epidural. Tindakan ini sangat berbiasanya manfaat karena dapat membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelah itu nyeri yang timbul bersifat sedang atau ringan dan jarang diperlukan tambahan opioid dan kalaupun perlu cukup diberikan analgetik golongan NSAID (anti inflamasi non steroid) misalnya ketorolak 10-30 mg IV atau IM.

24

Opioid lain seperti petidin atau fentanil jarang digunakan intradural atau epidural, karena efeknya lebih pendek sekitar 3-6 jam. Efek samping opioid intratekal atau epidural ialah gatal di daerah muka. Pada manula dapat terjadi depresi napas setelah 10-24 jam. Gatal di muka dan depresi napas dapat dihilangkan dengan nalokson. Opioid intratekal atau epidural tidak dianjurkan pada manula kecuali dengan pengawasan ketat. Kalau terjadi nyeri pasca bedah di UPPA diberikan obat golongan opioid secara bolus dan selanjutnya dengan titrasi perinfus.

Mual-Muntah Mual-muntah pasca anestesi sering terjadi setelah anestesi umum terutama pada penggunaan opioid, bedah intra-abdomen, hipotensi dan pada analgesia regional. Obat mual-muntah yang sering digunakan pada perianestesia ialah : 1. Dehydrobenzoperidol (droperidol) 0,05-0,1 mg/kgBB (amp 5 mg/ml) i.m atau i.v. 2. Metoklopramid (primperan) 0,1 mg/kgBB i.v.,supp 20 mg 3. Ondansetron (zofran, narfoz) 0,05-0,1 mg/kgBB i.v

25

4. Cyclizine 25-50 mg.

Menggigil Menggigil (shivering) terjadi akibat hipotermia atau efek obat anestesi, Hipotermi terjadi akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA yang dingin, cairan infus dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen luas dan lama. Terapi petidin 10-20 mg i.v. pada pasien dewasa, selimut hangat, infus hangat dengan infusion warmer, lampu t untuk menghangatkan suhu tubuh.

Nilai Pulih dari Anestesi Tabel 1. Skor Pemulihan Pasca Anestesi Penilaia n Warna Merah muda Pucat Sianosis Nilai 2 1 0

26

Dapat bernapas dalam dan batuk Pernapas an Dangkal namun pertukaran udara adekuat Apnoea atau obstruksi Tekanan darah menyimpang Tekanan darah menyimpang 2050 % dari normal Tekanan darah menyimpang >50% dari normal Seluruh ekstremitas dapat digerakkan Dua ekstremitas digerakkan Tidak bergerak dapat

2 1 0 2 1 0

Sirkulasi

Aktivitas

2 1 0

STEWARD SCORE (anak) Pergerakan Pernafasan Kesadaran : gerak bertujuan gerak tak bertujuan tidak bergerak : batuk, menangis Pertahankan jalan nafas perlu bantuan : menangis bereaksi terhadap rangsangan tidak bereaksi 2 1 0 2 1 0 2 1 0

Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan.

MONITORING KHUSUS

27

Monitoring tambahan biasanya digunakan pada bedah mayor atau bedah khusus seperti bedah jantung, bedah otak posisi terlungkup atau pada pasien keadaan umum kurang baik yang disertai oleh kelainan sistemis.oksimeter denyut, infra red CO2 dan analisa zat anestetik dapat memberitahu kita akan adanya gangguan dini, tetapi alat ini ada yang mengolonggologkan monitoring tambahan ada yang memasukkan dalam monitorng standar. Ketiga alat ini walaupun sangat bermanfaat tetapi sering diganggu oleh kauter listrik, intervensi cahaya dan sering alarm walaupun pasien dalan klinis baik.9

KESIMPULAN 1. Monitoring segala usaha untuk memperhatikan, mengawasi dan

memeriksa pasien dengan anestesia untuk mengetahui keadaa dan reaksi fisiologis pasien terhadap tindakan anestesi dan pembedahan. 2. Tujuan utama monitoring untuk mendiagnosa terjadinya penyulit dalam anestesia, yang mungkin mengarah ke kegawatan, selain itu monitoring dipakai untukmengevaluasi hasil suatu tindakan atau pengobatan. 3. Dokter anestesi memerlukan peralatan untuk melakukan moitoring walaupun ia sendiri juga berfungsi sebagai alat monitor. 4. Yang penting di monitor selama anestesi adalah tingkat kedalaman anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi perfusi jaringan dan perubahan sistim respirasi.

28

DAFTAR PUSTAKA 1. Anestesiology. Available at :http://www.wikipedia.com/ diakses 2 juni 2010. 2. B. Thomas, Boulton dan E.Colin, Alih bahasa : dr. Jonatan Oswari, Anestesiologi, Edisi 10,Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal :73 3. Pengobatan Preoperatif, Available at : www.subscrib.com/download/ diakses 3 Juni 2010. 4. General Anastesi, Available at :www.medicastore.com/ diakses 2 juni 2010. 5. Konsep dasar Anestesi,Available at :www. agussumarayasa.blogspot.com/ diakses 3 juni 2010. 6. dr. Komang Ayu Kosalini Pratiwi, Premedikasi Sebelum Pembedahan, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, FK Universitas Hasanuddin sumber : www.balipost.co.id.

29

7. M. Roesli Thaib,

Monitoring Selama Anestesi, Anestesiologi, Bagian

Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2004 H: 49-58. 8. Dr. M.T. Dardjat, Pengawasan atau Pemantauan (Monitoring), Kumpula kuliah Anestesiologi, Ed Pertama,1986, Aksara medisina, Salemba, Jakarta, Hal : 159-161. 9. Said A.Latief dkk, Monitoring Perianestesia, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi Kedua, Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2002, Hal : 90-95 10. G. Edward Morgan, Jr., Maged S. Mikhail, Michael J. Murray Postanesthesia Care, Clinical Anesthesiology, 4th Edition 11. Dr.Gde Mangku, Sp.An. KIC, Standar Pemantauan Dasar Intra Operatif, Ilmu Anestesia Dan Reanimasi, Edisi Pertama, 2010, Indeks, Kembangan, Jakarta Barat, Hal : 133-136.

30