Bab i

20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bila kita amati, kita akan menemukan fakta bahwa kondisi produk dalam negeri sangat memprihatinkan. Membanjirnya produk asing di pasar milik kita yang merupakan buntut dari perdagangan bebas di era globalisasi, membuat banyak industri lokal banyak yang collapse dan mati suri karena tidak mampu menahan hawa persaingan yang begitu berat dan daya saing produk Indonesia seakan sirna menghadapi produk-produk asing. Seiringan dengan itu, tekanan ekonomi dunia juga membuat pemerintah limbung dan terpaksa mengambil jalan ekspor barang mentah dan impor barang jadi yang merupakan jalan instan untuk "sementara" menyelamatkan perekonomian rakyat. Kontan hal ini menambah catatan panjang terjalnya persaingan usaha di negeri ini. Iklim usaha yang tidak kondusif dan tidak sehat untuk pengusaha lokal tentu bukan rahasia lagi. Kami menilai perlunya mengangkat isu tentang seberapa jauh kekuatan produk lokal di pasar bebas dan keterkaitannya dengan kegiatan ekspor-impor. Kami merasa perlu dan peduli untuk membahas dan mencari solusi dari permasalahan ini. Inilah yang menjadi alasan kami memilih topik tentang kondisi produk lokal di saat sekarang ini di panggung pasar bebas dan keterkaitannya dengan kegiatanekspor-impor. B.Rumusan Masalah 1.Apakah pengertian dari perdagangan bebas itu? 2.Apakah pengertian dari ekspor dan impor? 3.Apakah hubungan ekspor impor terhadap perdagangan bebas?

description

 

Transcript of Bab i

Page 1: Bab i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bila kita amati, kita akan menemukan fakta bahwa kondisi produk dalam negeri sangat

memprihatinkan. Membanjirnya produk asing di pasar milik kita yang merupakan buntut dari

perdagangan bebas di era globalisasi, membuat banyak industri lokal banyak yang collapse dan

mati suri karena tidak mampu menahan hawa persaingan yang begitu berat dan daya saing

produk Indonesia seakan sirna menghadapi produk-produk asing. Seiringan dengan itu, tekanan

ekonomi dunia juga membuat pemerintah limbung dan terpaksa mengambil jalan ekspor barang

mentah dan impor barang jadi yang merupakan jalan instan untuk "sementara" menyelamatkan

perekonomian rakyat. Kontan hal ini menambah catatan panjang terjalnya persaingan usaha di

negeri ini. Iklim usaha yang tidak kondusif dan tidak sehat untuk pengusaha lokal tentu bukan

rahasia lagi. Kami menilai perlunya mengangkat isu tentang seberapa jauh kekuatan produk lokal

di pasar bebas dan keterkaitannya dengan kegiatan ekspor-impor. Kami merasa perlu dan peduli

untuk membahas dan mencari solusi dari permasalahan ini. Inilah yang menjadi alasan kami

memilih topik tentang kondisi produk lokal di saat sekarang ini di panggung pasar bebas dan

keterkaitannya dengan kegiatanekspor-impor.

B.Rumusan Masalah

1.Apakah pengertian dari perdagangan bebas itu?

2.Apakah pengertian dari ekspor dan impor?

3.Apakah hubungan ekspor impor terhadap perdagangan bebas?

4.Regulasi apa yang mengatur tentang ekspor-impor dan perdagangan bebas?

5.Apa dampak perdagangan bebas terhadap perekonomian Indonesia?

6.Mengapa produk lokal kalah saing dengan produk luar?

7.Bagaimana cara memperkuat industri dalam negeri?

C.Tujuan

Page 2: Bab i

1.Untuk memahami perdagangan bebas dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia

2.Untuk mengetahui gambaran umum tentang ekspor dan impor

3.Untuk mengetahui alasan lemahnya produk dalam negeri

4.Untuk memberikan penilaian dan solusi tentang lemahnya produk atau industri dalam negeri

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi perdagangan bebas dan kegiatan ekspor impor

Perdagangan bebas adalah sebuah konsep ekonomi   yang mengacu kepada Harmonized

Commodity Description and Coding System (HS)   dengan ketentuan dari World Customs

Organization   yang berpusat di Brussels,   Belgium.   penjualan produk antar negara tanpa

pajakekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan bebas dapat juga

didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan yang diterapkan pemerintah)

dalam perdagangan antarindividual-individual dan perusahaan-perusahaan yang berada di negara

yang berbeda.

Kegiatan menjual barang atau jasa ke negara lain disebut ekspor, sedangkan kegiatan

membeli barang atau jasa dari negara lain disebut impor, kegiatan demikian itu akan

menghasilkan devisa bagi negara. Devisa merupakan masuknya uang asing kenegara kita dapat

digunakan untuk membayar pembelian atas impor dan jasa dari luar negeri. Kegiatan impor

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang

tidak dapat dihasilkan atau negara yang sudah dapat dihasilkan, tetapi tidak dapat mencukupi

kebutuhan rakyat.

2.2 Regulasi tentang perdagangan bebas dan kegiatan ekspor impor

Page 3: Bab i

2.3 Kegiatan ekspor impor dan penguasaan produk asing di dalam negeri

Berdasarkan definisi perdagangan bebas dan kegiatan ekspor impor di pembahasan

sebelumnya, kali ini kita kaitkan definisi diatas dengan bukti kegiatan ekspor impor di Indonesia.

Berdasarkan data statistik dari website resmi BPS menyatakan bahwa pada tahun 2012 ini,

Indonesia melakukan ekspor lebih banyak daripada impor. Jika kita lihat sekilas, tentu kita

beranggapan bahwa Indonesia sudah mampu bersaing dengan negara lain. Tapi tunggu dulu !

Ternyata negara kita ini melakukan ekspor bahan mentah dan hasil bumi yang belum diolah. Apa

yang terjadi ? Kita mendapatkan barang jadi yang jelas-jelas bahan mentahnya berasal dari kita

sendiri dengan cara mengimpor dari luar dengan harga yang tinggi. Makannya, negara kita malah

dibanjiri dengan produk luar negeri. Berikut kami sertakan tabel ekspor dan impor dari website

resmi BPS Indonesia tahun 2012.

Page 4: Bab i

Pemerintah bersama pelaku usaha dalam wadah Kadin Indonesia selayaknya terus

mencari jalan keluar atas makin membanjirkan importasi sejak dibukanya perdagangan bebas

CAFTA 2010 silam. Seperti yang telah diperkirakan semula, penerapan perjanjian perdagangan

bebas Cina ASEAN Free Trade Agreement/CAFTA) yang bakal diberlakukan awal 2010 silam,

belum membawa keuntungan bagi perekonomian Indonesia. Ini terjadi dalam beberapa tahun

terakhir, tercatat nilai impor terus melejit. Akankah nasib produk dalam negeri yang kalah

bersaing dengan impor, merupakan bentuk lemahnya dukungan pemerintah atau lemahnya

pelaku usaha? Kekhawatiran membanjirnya produk impor ini diungkapkan sejumlah peneliti

sekaligus pelaku usaha dalam diskusi yang diadakan oleh Kamar Dagang dan Industri (Kadin)

Indonesia di Jakarta, baru baru ini. Wadah pengusaha yang mayoritas skala UMKM ini

mengkhawatirkan tingginya pertumbuhan impor yang seakan mengancam eksistensi produk

domestik.

Buktinya, data yang dihimpun lewat Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kinerja

impor Indonesia pada kuartal I-2012 mencapai nilai 45 miliar dolar AS atau melonjak sekitar 18

persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni 38 miliar dolar AS. Dengan melihat

besaran nilai impor tersebut, sektor non migas (manufaktur) memilik andil cukup besar dalam

kinerja impor di Indonesia. Pada kuartal I-2012 nilai impor manufaktur naik sekitar 16 persen

mencapai 35 miliar dolar AS dibandingkan periode yang sama tahun lalu sekitar 38 miliar dolar

AS.Sedangkan sektor migas, peningkatan impor semakin mendominasi dengan pertumbuhan

mencapai 23 persen atau nilainya sekitar 10 miliar dolar AS. Menurut Kadin Indonesia,lonjakan

impor saat ini berkaitan dengan lemahnya kebijakan pemerintah. Kesepakatan FTA dinilai tidak

sejalan dengan industrialisasi di Indonesia. Kadin berpendapat industri Indonesia belum siap

dalam melakukan persaingan skala besar. Peneliti dari Lembaga Penilitian, Pengembangan, dan

Pengkajian Ekonomi (LP3E) Kadin, Ina Primianana menegaskan, produksi dalam negeri tidak

mampu bersaing, karena tidak memiliki keunggulan.Begitupula,produk yang dihasilkan

sebenarnya juga mampu diproduksi di negara tujuan ekspor. Teknologi terkini belum terserap

dengan baik (pengolahan bahan baku), sehingga produk yang dihasilkan tidak kompetitif. Disisi

lain, Negara pesaing mampu memberikan harga yang kompetitif, sehingga negara tujuan ekspor

Page 5: Bab i

beralih ke negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Selain itu, banyaknya

kesepakatan pemerintah melalui CAFTA dinilai Ina tanpa persiapan, akibatnya banjirnya barang

impor tidak bisa terbendung lagi. "Kesepakatan CAFTA yang dilakukan pemerintah membuat

produk asing yang masuk ke dalam negeri meilmpah ruah. Pertumbuhan industri juga rapuh

karena masih tergantung oleh tingginya impor bahan baku dan barang modal. Hal ini berpotensi

membuat industri dalam negeri beralih menjadi pedagang," ujar dia.

Ketua LP3E Kadin, Didik J. Rachbani berpendapat total impor meningkat sangat tinggi

menyebabkan surplus perdagangan makin tertekan. Menurutnya, pertumbuhan impor kuartal I-

2012 dari sisi nilai yang mendominasi sektor manufaktur berasal dari Inggris dengan kenaikan

52,02 persen. Diikuti dengan Cina bertumbuh 27,34 persen, dan Thailand bertumbuh 20,56

persen.

"Salah satu yang menarik ialah dimana Thailand pada 2011 lalu terkena bencana banjir, justru

pada kuartal I-2012 ini mengalami pertumbuhan ekonomi yang mengejutkan sebesar 11 persen.

Dengan derasnya impor Indonesia dari Thailand pada periode itu, tak mengherankan jika

perekonomian Thailand berkilau di awal tahun ini," tutur Didik. Peniliti LP3E Kadin, Suharyadi

menyatakan membanjirnya impor salah satunya disebabkan

kurangnya dukungan regulasi industri dengan rantai birokrasi semakin panjang. Hal itu

membuat beban biaya industri domestik semakin meningkat. Menurutnya, potensi itu

memberikan dampak negatif bagi daya saing produksi dalam melawan produk asing yang masuk

ke dalam negeri. "Dalam mengembangkan CAFTA pemerintah kurang melakukan optimalisasi.

Ditambah dengan birokrasi yangberbelit-belit, membuat daya saing industri dalam negeri

semakin terpuruk. Produk dalam negeri semakin tidak kompetetif dengan produk asing yang

masuk ke Indonesia," ungkap dia.

Lemahnya kebijakan pemerintah, serta buruknya industri dalam negeri dituding membuat produk

nasional tidak memiliki daya saing. Selain itu, dengan kondisi sekarang menjadikan

ketergantungan dengan negara lain semakin menjadi. Wajar saja, hingga saat ini ketergantungan

akan produk impor terus berlanjut dan menggerus industri domestik.

2.4 Lemahnya industri dalam negeri

Page 6: Bab i

Selalu kita lihat selama ini produk-produk dalam negeri kalah saing dengan produk luar

negeri. Telah terpatri anggapan di maysarakat bahwa produk lokal tidak lebih baik daripada

produk asing; kita ambil saja contoh produk elektronik. Indonesia memiliki produsen barang

elektronik sebut saja Polytron. Fitur yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan produk asing di

kelasnya. Keperkasaan produk asing lagi-lagi menyebabkan produk kita kalah saing di pasaran.

Branding produk asing yang terlanjur menancap dengan mantap di hati masyarakat, membuat

konsumen lokal tentunya lebih memilih produk asing tersebut. Akan lebih parah lagi bila kita

bandingkan dengan produk Cina yang menawarkan harga yang sangat murah dengan kualitas

rendah. Kondisi ekonomi masyarakat yangpas-pasan tampaknya telah dimanfaatkan produsen

asing untuk "membanjiri" Indonesia dengan produk mereka.

Peniliti LP3E Kadin, Suharyadi menyatakan membanjirnya impor salah satunya

disebabkan kurangnya dukungan regulasi industri dengan rantai birokrasi semakin panjang. Hal

itu membuat beban biaya industri domestik semakin meningkat. Menurutnya, potensi itu

memberikan dampak negatif bagi daya saing produksi dalam melawan produk asing yang masuk

ke dalam negeri. Bila kita telusur lebih jauh, sebenarnya pertumbuhan industri Indonesia justru

menunjukkan tren yang positif. Banyak industri yang mulai bergeliat. Akan tetapi tampaknya

kita tidak bisa senang dahulu, karena di balik itu semua banyak rintangan yang industri kita

hadapi. Lebih jauh dari itu, industri kita hanya berperan seperti boneka. Sebagian besar industri

kita hanya bergerak atau memiliki fasilitas proses hilir. Kegiatan industri kita harus merasa puas

hanya bergerak sebagai pelaku assembly line. Komponen-komponen beserta teknologi assembly

line diimpor dari luar. Contoh Lebih parahnya kita hanya menjalankan sistem industri yang telah

dibuat produsen raksasa asing di pasar potensial milik kita yang tentunya kita cukup menikmati

income beberapa persen saja dan sisanya lari ke negeri asalnya. Contoh gamblangnya yaitu

industri otomotif kita yang sudah berusia 40 tahun sekarang hanya berkecimpung di sektor

perakitan komponen. Jangankan komponen, alat perkakas yang dibutuhkan dalam proses

produksi pun hampir semuanya berasal dari luar. Padahal ada produsen alat perkakas yang

mampu menanganinya.

Kita tidak patut juga berbangga akan tingginya nilai ekspor kita. Indonesia dikenal

dengan penghasil bahan baku, bahan mentah, bahan tambang, minyak, komoditi pertanian,

Page 7: Bab i

komoditi perkebunan, dan komoditi laut nomer satu di dunia. Ironisnya tidak sedikit barang jadi

yang kita impor dari luar negeri berasal dari bahan baku kita yang kita ekspor. Masih lebih baik

kita menguasai barang mentah dan mengekspornya daripada yang terjadi sebenarnya yaitu bahan

mentah kita, minyak dan emasnya misalnya, kini justru dikuasai asing. Tentu saja pajak yang

kita dapat sangat jauh lebih kecil bila dibanding dengan pemasukan hasil penjualan barang

tambang hasil olahan. Kita selama ini masih sangat tergantung dengan ekspor barang mentah dan

utang luar negeri sebagai pendapatan negara. Dan disaat terjadi krisis barang produk dalam

negeri, impor produk asing yang murah menjadi pintu keluarnya. Memang di era perdagangan

bebas ini, "skenario yang tersedia" bagi negara berkembang seperti Indonesia yaitu

a)mengeksploitasi sumberdaya alam dan/atau hasil bumi yang menghasilkan komoditi yang

dapat dijual di pasar internasional untuk memperoleh devisa guna membeli masukan teknologi;

b)mengundang investasi dari negara yang lebih maju dalam berindustri dan berteknologi untuk

meningkatkan pertumbuhan industrinya dan, secara sadar atau tidak sadar, sekaligus

menjadikannya sebagai sarana bagi terjadinya alih teknologi;

c)Melakukan upaya untuk dapat memperoleh dana valuta asing yang diperlukan untuk membeli

teknologi melalui hutang luar negeri, bilamana perimbangan import dan exportnya, atau

kekayaan sumberdaya alamnya serta tatanan politik ekonominya dapat ditunjukkan mampu

menjamin pembayaran cicilan dan bunganya;

d)Menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk secara bertahap meningkatkan

kemampuannya dalam mengembangkan teknologi, sehinggap dapat makin menekan tuntutan

yang terlalu besar akan pembelian teknologi dari negara lain;

e)Meningkatkan kemampuannya di dalam mengelola proses alih teknologi dengan sebaik-

baiknya, terutama di dalam hal melakukan pemilihan yang tepat terhadap pembelian dan

pengalihan teknologi, agar diperoleh proses alih teknologi yang paling â cost effectiveâ . Banyak orang

mengira bahwa penguasaan iptek yang rendah menjadi salah satu

penyebab kurang berkembangnya industri kita. Padahal teknologi tidak ada ubahnya dengan

produk yang diperjualbelikan. Teknologi bisa dibeli. Apalagi sudah banyak perguruan tinggi,

institut dan politeknik yang menjadi sumber keilmuan dan teknologi di Indonesia. Jika dibilang

spesifikasi produk kita tidak memenuhi standar dan permintaan dasar, hal ini tidak rasional;

teknologi produksi dan manufaktur kita telah menguasainya, meskipun perannya masih sangat

Page 8: Bab i

terbatas (atau dibatasi). Sekarang tinggal permasalahan non teknis sebenarnya yang menjadi

kendala. Salah satu kendala non teknis yang dimaksud adalah masih rendahnya akses pemasaran,

akses informasi, dan belum terbukanya kesempatan bagi produsen dalam negeri untuk

menangani pemenuhan demand dari konsumen. Selain itu, masih maraknya pungutan liar,

korupsi, kolusi, nepotisme, rumitnya birokrasi pemerintahan, masalah perpajakan, masalah

perburuhan, lemahnya infrastruktur, dan belum terciptanya iklim usaha yang kondusif dan

bersahabat bagi para pelaku usaha telah mengakibatkan industri dalam negeri kehilangan daya

saingnya.

Kamar Dagang Industri (Kadin) menuding lemahnya pengawasan di bea cukai menjadi

penyebab utama deindustrialisasi di Indonesia. Praktek kecurangan di bea cukai sudah terjadi

sejak dulu. Praktis hal ini melemahkan industri dalam negeri. Di satu sisi, produk asing bebas

masuk tanpa dibebani kewajiban pajak dan dapat menjualnya dengan murah. Di lain sisi,

mobilisasi produk dalam negeri sering terhambat dengan beban kewajiban pungutan yang harus

dipenuhi. Maraknya barang selundupan juga tambah memperparah deindustrialisasi dalam

negeri. Dalam hal ini tampaknyaterobosan-terobosan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)

dalam memberantas KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), menjadi angin segar bagi industri

dalam negeri. Kebijakan memihak yang mengandung unsur KKN dapat ditekan. Ada harapan

industri dalam negeri dapat bersaing dalam iklim usaha yang kondusif dan adil. Tender-

tender tidak melulu dimenangkan perusahaan asing. Sudah saatnya ada regulasi dan kebijakan

pemerintah yang benar-benar melindungi industri dalam negeri. Walaupun di zaman

perdagangan bebas ini, pemerintah tidak bisa lagi bermain-main pajak untuk menghambat

produk asing masuk ke dalam negeri, setidaknya ada regulasi yang mendorong terciptanya iklim

usaha yang baik dan kondusif, bukan lagi monopoli asing.

Akhir-akhir ini marak program pemerintah yang merangsang pertumbuhan industri

dalam negeri, UMKM. Hebatnya program ini menjangkau industri rumahan, kecil dan

menengah. Memang, kuat tidaknya ekonomi suatu negara tidak bisa dinilai dari industri besar

yang bercokol secara nasional, tetapi hanya bisa dinilai dari kekuatan industri kemasyarakatan

yang menjadi tulang punggung pendapatan rakyat. Kalau sudah begini, perekonomian

masyarakat akan kokoh walau dihantam krisis ekonomi dunia sekalipun. Program UMKM

Page 9: Bab i

mandiri ini tentunya harus digarap dengan serius dan pengawasan serta pembimbingan yang

berkelanjutan supaya industri lokal dapat tumbuh dan berkembang dengan subur. Tidak hanya

sampai di situ, pemerintah tampaknya mulai membidik mahasiswa sebagai calon pelaku industri

yang segar dan kreatif. Diharapkan kita tidak hanya menjadi pemain produksi hilir, tapi menjadi

produsen industri kreatif dan pemain hulu yang setidaknya bisa menguasai pasar milik kita

sendiri. Memberantas halangan non teknis juga menjadi pekerjaan rumah yang patut

diprioritaskan oleh pemerintah. Kekuatan produk tidak lepas juga dari kekuatan branding suatu

merek. Propaganda dan kampanye cinta produk Indonesia juga sedikit demi sedikit mengguggah

kesadaran masyarakat akan potensi terpendam dari produk dalam negeri entah itu potensi

produksi, manufaktur, maupun potensi pertumbuhan ekonomi bila tren produk dalam negeri

melonjak. Sudah saatnya kita tidak lagi menjadi penonton, tapi menjadi pemain dalam dunia

industri menuju Indonesia yang mandiri.

2.5 Kepercayaan masyarakat kepada produk dalam negeri

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya, yang tentu saja

berpotensi menjadi negara industri yang besar. Ketika kekayaan alam tersebut bisa digabungkan

dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat di bawah keterampilan tangan-tangan ahli

dan otak-otak brilian maka peluang Indonesia menjadi negara produsen yang berlevelkan

Internasional menjadi terbuka lebar. Sangat disayangkan, hingga saat ini kekyaan alam yang

melimpah ini sebagian besar belum bisa kita olah sendiri. Sehingga kita hanya

mengekspor bahan-bahan pokok yang kemudian diolah oleh negara asing yang kemungkinan

kita sendiri yang mengonsumsi hasil olahan tersebut. Bisa dilihat padaproduk-produk yang ada

disekeliling kita, sebagian besar merupakan produk impor.

Termasuk factor yang menahan perkembangan industry dalam negeri yakni produk dalam negeri

kalah bersaing dengan produk impor, produk luar negeri lebih memegang peranan pasar

sehingga menjadikan minat masyarakat cenderung ke produk luar negeri.

Hal ini bisa terjadi karena tingkat kepercayaan konsumen yang tinggi pada produk luar negeri

yang sudah mendunia dibanding dengan produk lokal, padahal produk lokal juga tidak kalah

hebatnya dengan produk luar negeri.

Page 10: Bab i

Indonesia mengalami kendala mengenai produk dalam negeri yang kalah saing dengan luar

negeri yaitu kurangnya kesadaran masyarakat tentang pemakaian produk lokal karena

kebanyakan dari masyarakat Indonesia lebih banyak mengkonsumsi atau menggunakan produk

luar daripada dalam. Serta yang terjadi di Indonesia, apabila memakai produk luar itu berkesan

elegan dan mewah karena harganya yang cenderung lebih tinggi dan kualitas yang dijanjikan

telah bagus dan menyebar di seluruh dunia.

Ada juga produk impor yang harganya relatif lebih murah dibanding produk dalam negeri

sehingga produk tersebut laku keras di pasar Indonesia. Sebagaimana kita tahu produk cina

memiliki harga jual yang murah yang mengakibatkan cukup diminatinya produk tersebut.

Kita lihat keberadaan Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang berada di Kota Bandung yakni

industri yang berada di Cibaduyut. Cibaduyut, adalah sebuah daerah sentra pengrajin sepatu,

yang sudah menjadi icon persepatuan di Indonesia. Sebagaimana yang dikatakan Wakil Walikota

Bandung, Ayi Dipadana “Pusat perbelanjaan sepatu cibaduyut adalah pasar penjualan sepatu

terpanjang di dunia, dimana di lokasi tersebut merupakan sentra penjualan sepatu hasil kreasi

para pengrajin yang ilmu pembuatannya didapat secara turun menurun. Pada tahun 1989

Pemerintah RI meresmikan Cibaduyut sebagai daerah tujuan wisata,”

Kenyataan yang terjadi seakan bertolak belakang dengan statusnya sebagai icon persepatuan

Indonesia, produksi persepatuan Cibaduyut mengalami penurunan yang cukup drastic yakni

pada sekitar tahun 2005. Menurut Sekretaris Instalasi Pengembangan IKM Persepatuan

Cibaduyut, Kus Rafidi, penurunan tersebut terjadi sejak tahun 2001.

Tahun 

Produksi Sepatu (pasang)     

2001 

8.8 juta     

2005 

4 juta     

2006 

4.85 juta     

 

Tabel Produksi Sepatu di Sentra Sepatu Cibaduyut

Penurunan penjualan merupakan efek dari merebaknya produk alas kaki (sepatu dan

sandal) yang berasal dari Cina dengan harga yang jauh lebih murah, bahkan mencapai selisih

harga sebesar 35% lebih murah dari produk alas kaki local.

Page 11: Bab i

Murahnya harga alas kaki yang berasal dari Cina tidak bias kita salahkan karena aspek ekonomis

akan sangat membantu masyarakat kalangan menengah ke bawah dalam memenuhi

kebutuhannya. Beda halnya ketika alas kaki impor yang lebih laris dibanding alas kaki local

dengan alasan masyarakat lebih menyukai produk impor tersebut. Hal ini tidak cukup kuat bagi

masyarakat Indonesia yang lebih menyukai produk impor untuk meninggalkan kecintaannya

terhadap bangsa ini yakni dengan berpalingnya mereka dari hasil karya anak bangsa.

Bagaimana mungkin kita bias menjadi bangsa yang besar jika kita sendiri kurang antusias

dengan produk buatan lokal.

2.6 Peran kebijakan pemerintah dalam mendorong tumbuhnya industri dalam negeri

Dewasa ini, masyarakat Indonesia masih mengalami kebingungan mengenai kebijakan

pemerintah mengenai perdagangan bebas. Kebijakan ini seperti dua sisi mata koin, di satu sisi

menguntungkan Negara untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi para pengangguran di

Indonesia yang jumlahnya tergolong masih besar, di sisi lain secara tidak langsung, pemerintah

mengabaikan kesejahteraan rakyat di banyak sektor, terutama sektor usaha kecil menengah, dan

pertanian.

Perdagangan internasional sering dibatasi oleh berbagai pajak negara, biaya tambahan yang

diterapkan pada barang ekspor impor, dan juga regulasi non tarif pada barang impor. Secara

teori, semuahambatan-hambatan inilah yang ditolak oleh perdagangan bebas. Namun dalam

kenyataannya,perjanjian-perjanjian perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan

bebas ini justru sebenarnya menciptakan hambatan baru kepada terciptanya pasar

bebas. Perjanjian-perjanjian tersebut sering dikritik karena melindungi kepentingan perusahaan-

perusahaan besar. Contohnya untuk usaha kecil dan menengah dibidang tekstil, dimana untuk

daerah China, Hongkong ataupun Taiwan mengimpor barang ke Indonesia dengan harga yang

sangat murah, karena di Negara mereka, proses produksi dilakukan dengan cara massal, sehingga

dapat menekan biaya produksi.Hal hal seperti ini menyebabkan rakyat Indonesia belum siap

untuk menghadapi situasi perdagangan bebas ini. Belum lagi kemampuan Negara Negara seperti

China dan Hong Kong melihat kondisi pasar di Indonesia yang cenderung sangat konsumtif,

Page 12: Bab i

dalam artian lebih mementingkan model daripada kualitas bahan. Mereka mengalahkan

pengusaha pengusaha lokal dengan telak. Karena pengusaha lokal belum bisa bersaing dengan

pengusaha pengusaha dari luar negeri disebabkan jumlah total cost yang dikeluarkan oleh

pengusaha lokal belum bisa mendekati total cost yang dikeluarkan Negara lain untuk jenis

produk yang sama. Belum lagi di sektor nelayan. "Kesepakatan Perdagangan Bebas ASEAN dan

China hanya menguntungkan kurang dari lima persen nelayan besar, sementara nelayan

tradisional/kecil terus terpinggirkan," kata Ketua Forum Komunikasi Nelayan Jakarta, Tiharom

dalam keterangan tertulis. Menurut Tiharom, lebih dari 30 persen ikan impor beredar setiap hari

di Pasar Ikan Muara Angke dan Muara Baru. Berbagai ikan impor tersebut, menurut dia, dijual

dengan harga yang lebih murah daripada harga ikan tangkapan nelayan tradisional Jakarta.

"Dengan harga yang lebih murah, tentu masyarakat akan memilih produk impor," katanya.

Penurunan tarif dan menghilangkan kebijakan yang menghambat masuknya barang impor

menyebabkan membludaknya barang-barang produksi asing memasuki Indonesia.Tak

terkecuali barang-barangsembako, yang diantaranya adalah gula pasir.Produksi gula pasir di

Indonesia yang memang masih belum dapat di swasembada menjadi jalan empuk untuk

masuknya impor gula.ke Indonesia. Hal tersebut menjadi tragedi tak kala, pada Juli 2011, gula

rafinasi yang diantaranya berasal dari Thailand menguasai 90 % pasar gula di Indonesia Timur.

Gula rafinasi menjadikan harga lelang gula semakin anjlok hingga menyentuh Rp 7.380 per kg

pada tahun 2011, bahkan sampai posisi terendah Rp 7.100 per kg.Apabila dibandingkan harga

lelang tahun 2010, petani pernah mendapatkan harga Rp 9.100 sampai 9.200 per kg.Kerugian

petani mencapai Rp 1.000 per kg, jika produksi puluhan ribu ton.

Gula rafinasi atau yang biasa disebut gula mentah merupakan gula pasir impor yang belum

diolah kembali agar siap dikonsumsi.Gula rafinasi ini diperuntukkan bagi kalangan industri

sebagai bahan pemanis makanan yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut. Gula rafinasi ini

memiliki karakter kristal lebih halus dan berwarna lebih putih. Gula rafinasi ternyata lebih

menarik bagi konsumen dikarenakan penampilannya yang bersih, ditambah harganya jauh lebih

murah dibanding gula pasir lokal.

Page 13: Bab i

Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memberian izin impor raw sugar untuk rafinasi yang

jumlahnya 2,24 juta ton. Selain itu, pemerintah melalui Sk Menteri Perdagangan Nomor 111

tentang Produk Gula Rafinasi, 25% boleh dijual ke pasar dan mengisi operasi pasar, namun yang

terjadi 90% gula pasir refinasi membanjiri pasar gula di Indonesia Timur. Hal ini dianggap tidak

menyejahterakan petani dalam negeri, selain itu menjatuhkan harga gula pasir dipasaran.

Produksi gula dalam negeri hingga akhir 2005 baru dapat menjangkau 65% daya konsumsi

masyarakat, sehingga untuk menutupi 35% nya masih membutuhkan impor. Namun kontrol

terhadap kebijakan harus diperketat, ketika gula impor rafinasi diperuntukkan bagi

industrialisasi, dengan tujuan agar produksi industri meningkat, itu menjadi salah satu solusi agar

produksi industri lebih meningkat karena harga gula rafinasi lebih rendah. Namun, kebijakan

Menteri Perdagangan yang memperkenankan gula rafinasi bersaing di pasar gula masyarakat, hal

ini tentunya akan menjatuhkan harga gula di pasaran dan akan berimbas pada pendapatan petani

gula lokal.

Kebijakan impor yang membuat dampak negatif tak hanya terjadi pada petani gula, namun juga

terjadi pada petani padi.Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total beras impor yang masuk ke

Indonesia hingga September 2011 ini telah mencapai 1,9 juta ton atau senilai US$ 997,4 juta atau

kurang lebih Rp 8,47 Triliun.

Dampak impor beras itu sangat jelas, yakni petani rugi karena harga gabah jatuh.Kemudahan

impor ini dibuat dengan alasan kebutuhan pangan Indonesia sangat besar, petani tidak mempu

memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.Disamping itu pula, impor ini menjadi harapan

karena harga pangan di pasar internasional yang rendah ditambah dengan adanya bantuan kredit

impor dari negara eksportir.Kebijakan pemerintah terhadap penurunan tarif impor juga harus

dikaji ulang, selisih harga antara bahan impor dan bahan dalam akan membuat produsen dalam

negeri kehilangan keuntungan yang signifikan. Pembangunan dalam negeri pun akan sulit maju,

karena barang impor terlalu menguasai pasar dalam negeri. Di samping itu, Ketua Indonesia for

Global Justice (IGJ) Salamuddin Daeng menilai ekonomi Indonesia digerakkan oleh sumber

pertumbuhan yang berbahaya. Persoalan ini kemudian menjadi satu alasan mengapa

pertumbuhan ekonomi negara tidak berjalan seimbang dengan kesejahteraan rakyat yang

merosot. “Satu sisi ekonomi tumbuh, di sisi lain kesejahteraan rakyat merosot. Kenapa ini bisa

Page 14: Bab i

terjadi,” kata Salamudin di acara yang sama. Adapun sumber pertumbuhan berbahaya yang

dimaksud Salamudin adalah pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh utang. Ia mengatakan

bahwa utang luar negeri Indonesia semakin bertambah tiap tahunnya. Berdasarkan

perhitungannya, akumulasi utang Indonesia hingga Mei 2012 mencapai Rp2.870 triliun atau

dapat dikatakan 45 persen dari PDB. Utang luar negeri ini

bertambah setiap tahun dari sumber bilateral maupun multilateral.

“Utang selanjutnya menjadi menjadi sumber pendapatan pemerintah dan menjadi faktor

pendorong 

pertumbuhan 

ekonomi,” 

ujarnya.

Selain jumlah utang yang semakin meningkat, lanjut Salamudin, salah satu penyebab

timpangnya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat adalah dikarenakan

pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan nilai konsumsi masyarakat. Padahal,

peningkatan konsumsi masyarakat lebih banyak ditopang oleh kredit khususnya kredit konsumsi

seperti kredit kendaraan bermotor, kartu kredit yang masif dan lain sebagainya. Dia menilai

tingginya impor bahan-bahan pangan seperti beras, gandum, gula, kedelai, garam dan tembakau

menjadikan pertumbuhan konsumsi barang impor semakin membahayakan. Pertumbuhan

ekonomi yang didorong oleh investasi luar negeri yang semakin mendorong penguasaan sumber

daya alam (SDA), keuangan, perbankan oleh orang asing juga menjadi salah satu penyebab

ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi nasional dengan kesejahteraan rakyat. “Harapan dari

pemerintah terhadap investasi asing adalah untuk menjadikan salah satu faktor pendorong

industri nasional dan konsep ini salah,” tambah Salamudin. Tak hanya itu saja. Pertumbuhan

ekonomi Indonesia hingga saat ini juga didorong oleh ekspor bahan mentah terutama tambang

mineral, gas, hasil perkebunan dan hasil hutan. Menurut

Salamudin, fenomena tersebut mejelaskan bahwa pemerintah gagal dalam membangun industri,

infrastruktur yang menopang industri dan sumber energi yang memadai. Terkait dengan

kebijakan Menteri ESDM dalam mengeluarkan Permen ESDM No.7 Tahun 2012 yang akhirnya

menetapkan bea keluar ekspor sebesar 20 persen, Salamudin menilai hal ini dilakukan

pemerintah untuk memburu pajak dalam rangka menutup defisit APBN, bukan dalam rangka

membangun industri nasional. Di sisi lain, pemerintah juga gagal dalam mengatasi korupsi dan

Page 15: Bab i

penerimaan pajak negara. “Bentuk investasi di Indonesia saat ini merupakan warisan dari zaman

kolonial karena seluruh kerja ekonomi hanya untuk kaum imperialisme,” katanya. Jika hal ini

dibiarkan, katanya, bisa berdampak semakin merosotnya kesejahteraan rakyat, kesenjangan

sosial yang semakin tinggi serta tergerusnya kedaulatan nasional oleh modal atau investor asing.

Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo dan Menteri Perindustrian MS Hidayat menilai

Indonesia harus mengevaluasi beberapa perjanjian FTA (free trade agreement). Mereka menilai

perdagangan dalam FTA berpotensi merugikan Indonesia ke depan. "Program penandatanganan

FTA selama ini terlalu cepat dilakukan. Sekarang ini terdapat lima negara yang sudah tergabung

dalam perdagangan bebas dengan Indonesia." "Karena itu, jangan membuat program

penandatangan FTA itu terlalu cepat. Ngapain teken FTA kalau defisit terus," kata Hidayat di

Hotel Indonesia Kempinsky usai bertemu