BAB I & 3

79
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jumlah penduduk yang semakin bertambah sangat mempengaruhi kebutuhan perekonomian yang semakin meningkat demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pembangunan terjadi dimana-mana demi berkembangnya suatu daerah tertentu. Namun, pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi tersebut tidak hanya berdampak positif bagi kehidupan, terutama lingkungan. Semakin bertambahnya kebutuhan penduduk maka dampak negatif yang dihasilkan terhadap kualitas lingkungan juga semakin meningkat. Hal ini disertai dengan eksploitasi sumber daya yang tersedia dengan tidak memperhitungkan dampak kelanjutannya. Dampak negatif yang langsung dirasakan oleh manusia adalah berkurangnya kualitas lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam untuk kegiatan ekonomi. Hal ini berdampak negatif juga bagi kuantitas dan kualitas lingkungan yang juga akan berimbas pada kondisi hidrologis dan kelestarian konservasi air, yakni semakin tercemarnya sumber air yang ada, terutama air permukaan. Ditinjau dari segi kualitas, air permukaan yang ada sekarang pada umumnya tidak dapat digunakan secara langsung sebagai sumber air bersih. Banyak usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli terhadap lingkungannya. Salah satu usaha

Transcript of BAB I & 3

Page 1: BAB I & 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Jumlah penduduk yang semakin bertambah sangat mempengaruhi kebutuhan

perekonomian yang semakin meningkat demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan terjadi dimana-mana demi berkembangnya suatu daerah tertentu. Namun,

pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi tersebut tidak hanya berdampak positif bagi

kehidupan, terutama lingkungan. Semakin bertambahnya kebutuhan penduduk maka dampak

negatif yang dihasilkan terhadap kualitas lingkungan juga semakin meningkat. Hal ini disertai

dengan eksploitasi sumber daya yang tersedia dengan tidak memperhitungkan dampak

kelanjutannya.

Dampak negatif yang langsung dirasakan oleh manusia adalah berkurangnya kualitas

lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam untuk kegiatan ekonomi. Hal ini

berdampak negatif juga bagi kuantitas dan kualitas lingkungan yang juga akan berimbas pada

kondisi hidrologis dan kelestarian konservasi air, yakni semakin tercemarnya sumber air yang

ada, terutama air permukaan. Ditinjau dari segi kualitas, air permukaan yang ada sekarang pada

umumnya tidak dapat digunakan secara langsung sebagai sumber air bersih.

Banyak usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat yang peduli

terhadap lingkungannya. Salah satu usaha yang dibutuhkan yaiti suatu pengolahan air yang

mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan kandungan pencemar akibat polutan yang

masuk ke dalam sumber air, sehingga terpenuhi persyaratan kualitas air bersih yang layak untuk

dikonsumsi masyarakat.

Pengolahan air baku untuk air minum tersebut dilakukan dalam suatu instalasi yang

terpadu. Instalasi pengolahan terdiri atas bangunan-bangunan pengolahan yang akan mereduksi

pencemar hingga memenuhi standar-standar air minum yang berlaku. Perencanaan kegiatan

pengolahan air minum merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari Perencanaan Sistem

Penyediaan Air Minum, karena perencanaan ini berfungsi sebagai penunjang dalam sistem

penyediaan air itu sendiri.

Adapun persyaratan air minum yang baik adalah :

Page 2: BAB I & 3

a. Memenuhi persyaratan kualitas air minum baik secara fisis, kimiawi, dan

bakteriologis sesuai dengan standar yang berlaku.

b. Jumlah air bersih dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang dilayani.

c. Memenuhi persyaratan kontinuitas, yaitu air minum harus tersedia setiap waktu

secara kontinyu.

Penentuan tahapan proses pengolahan akan tergantung pada kualitas air baku yang akan

diolah. Semakin rendah mutu kualitas air baku maka akan semakin komplek pula tahapan operasi

maupun proses pengolahan air minum yang dibutuhkan.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dan tujuan dari penyusunan tugad besar ini yaitu sebagai berikut :

1.2.1 Tujuan Umum

Dengan mengerjakan tugas besar ini, Mahasiswa mampu membuat perencanaan

bangunan pengolahan air minum dengan spesifikasi tertentu, sehingga bisa dicapai bangunan

pengolahan yang paling optimal dilihat berbagai aspek mulai dari studi, desain, konstruksi

hingga operasi dan pemeliharaan.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mampu menulis dan menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam pembuatan BPAM.

b. Mampu menjelaskan langkah awal dalam perencanaan BPAM yang meliputi master plan

dan studi kelayakan suatu BPAM.

c. Mampu menjelaskan tentang tahapan studi predesain yang mencakup beberapa

investigasi preliminary / pendahuluan sebelum mulai rancangan detail (design detail).

d. Mampu menentukan lokasi BPAM secara benar berdasarkan pertimbangan beberapa

faktor.

e. Mampu merencanakan unit-unit pengolahan air minum kemudian membuat beberapa

alternatif pengolahan air minum .

f. Mampu merancang detail seluruh unit pengolahan dalam BPAM dari alternatif terpilih.

g. Mampu merancang kebutuhan perlengkapan di BPAM.

h. Mampu menghitung profil hidrolis BPAM.

i. Mampu dapat menjelaskan operasi dan pemeliharan BPAM.

j. Mampu memaparkan dan mempresentasikan hasil tugas PBPAM.

Page 3: BAB I & 3

1.3. INDENTIFIKASI MASALAH

Denga Permasalahan yang dihadapi air minum antara lain:

a. Menurunnya kualitas air sungai

b. Debit sungai yang tidak sesuai dengan jumlah kebutuhan

1.4. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup tugas Perancangan Bangunan Pengolahan Air Minum meliputi :

1.4.1. Umum :

Membuat analisis terhadap standar kualitas air minum yang berlaku di

Indonesia.

Menginventarisasi unit-unit pengolahan air minum.

1.4.2 Desain

Membuat analisis terhadap kualitas air baku, yaitu air permukaan (air sungai)

dengan kekeruhan sedang.

Menentukan jenis pengolahan yang diperlukan (dengan mempertimbangkan

kualitas air baku dan standar kualitas air minum).

Menentukan dimensi unit pengolahan berdasarkan kapasitas pengolahan yang

telah ditentukan, yaitu 200 L/dtk.

1.4.3 Lingkup Masalah

Lingkup masalah adalah perncanaan pengolahan bangunan air minum

1.4.4 Lingkup sasaran

Lingkup sasaran adalah sumber air baku, alternatif pengolahahan, baku mutu

penyediaan air bersih

1.4.5 Lingkup Lokasi

Lingkup lokasi adalah instalasi pengolahan air di sungai Cisadane, Tangerang

1.4.6 Lingkup waktu

Lingkup waktu pengerjaan tugas perancanaan bangunan pengolahan air minum

adalah pada bulan sampai bulan Desember

Page 4: BAB I & 3

1.4.7 Gambar dan spesifikasi

Menggambar bangunan instalasi dan bangunan pelengkap termasuk peralatannya.

Membuat spesifikasi teknis bangunan instalasi dan bangunan pelengkap termasuk

peralatannya.

Page 5: BAB I & 3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebutuhan Air

Kebutuhan manusia akan air bersih mencakup kebutuhan domestik (memasak, mencuci,

mandi, dan lainnya) dan kebutuhan non domestik seperti kebutuhan air untuk sosial, perkantoran,

sekolah, pasar, industri, pelabuhan, masjid, rumah sakit, dan sarana umum lainnya. Kebutuhan

air yang dikonsumsi oleh masing-masing pemakai pun berbeda-beda. Metcalf dan Eddy, (1991)

menyebutkan beberapa faktor yang mendorong adanya perbedaan tingkat pemakaian air tersebut

yaitu iklim, jumlah penduduk, pembangunan, ekonomi, kualitas air baku, dan konservasi air.

2.2 Air Permukaan dan Karakteristiknya

Dalam siklus hidrologi air permukaan merupakan tempat yang letak geografisnya paling

rendah sehingga mampu menampung air, baik yang berasal dari air hujan, air limpasan dan air

tanah yang meresap. Air permukaan yang biasanya dipakai sebagai sumber air bersih adalah

sungai, waduk atau tanggul dan danau.

Menurut Darmasetiawan (2001), karakteristik air baku permukaan di Indonesia secara

umum dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang tinggi.

2. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang rendah sampai sedang.

3. Air permukaan dengan tingkat kekeruhan yang bersifat temporer.

4. Air permukaan dengan kandungan warna yang sedang sampai tinggi.

5. Air permukaan dengan kesadahan yang tinggi.

6. Air permukaan dengan kekeruhan sangat rendah.

Tabel 2.1 Air Permukaan dan KarakteristiknyaUraian 1 2 3 4 5 6

Kekeruhan Kekeruhan Kekeruhan Berwarna Kesadahan Jernih

Page 6: BAB I & 3

Tinggi Sedang Temporer TinggiKualitas

KekeruhanWarna

> 50 NTU

< 25

PtCo

10 - 50 NTU< 25 PtCo

> 50 NTU< 25 PtCo< 6 Jam

10 - 50 NTU> 25 PtCo

10 - 50 NTU< 25 PtCo

< 10 NTU< 10 PtCo

Jenis Sumber Air

Air Sungai di Jawa

Air Sungai Waduk

Air Sungai di lereng Gunung

Rawa-rawaAir Sungai di

lereng G. Kapur

Danau Alam

Contoh Sumber Air

S. CengkarengS. Brantas

Kedung OmboJati luhur

Kali-kali KecilDi Gunung

S. Kapuas Pontianak

KupangDanau Toba

Danau KerinciProses Pengolahan

Alternatif 1

PrasedimentasiDosing

KoagulanDosing

KoagulanDosing

KoagulanDosing

KoagulanDosing

KoagulanKoagulasi Koagulasi Koagulasi Koagulasi KoagulasiFlokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi Flokulasi

Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi Sedimentasi SedimentasiSaringan Pasir

CepatSaringan Pasir

CepatSaringan Pasir

CepatSaringan Pasir

CepatSaringan Pasir

CepatSaringan Pasir

CepatDosing

DesinfeksiDosing

DesinfeksiDosing

DesinfeksiDosing

DesinfeksiDosing

DesinfeksiDosing

DesinfeksiReservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir Reservoir

Proses Pengolahan

Alternatif 2

PrasedimentasiDosing

KoagulanKoagulasiFlokulasi

SedimentasiSaringan Pasir

CepatDosing

DesinfeksiReservoir

Proses Pengolahan

Alternatif 3

Prasedimentasi Prasedimentasi Prasedimentasi

Dosing Koagulan

Dosing Koagulan

Dosing Koagulan

Dosing Koagulan

Saringan Pasir Lambat

Saringan Pasir Lambat

Saringan Pasir Lambat

Saringan Pasir Lambat

Dosing Desinfeksi

Dosing Desinfeksi

Dosing Desinfeksi

Dosing Desinfeksi

Reservoir Reservoir Reservoir ReservoirPrasedimentasi Prasedimentasi Prasedimentasi

Sumber: Darmasetiawan (2001)

2.3 Kualitas Air Baku

Page 7: BAB I & 3

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 pasal 8 tentang Klasifikasi dan

Kriteria Mutu Air, kriteria mutu air yang dimaksud untuk setiap kelas air di atas dapat dilihat

pada Tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.2 Kriteria Mutu Air Baku

Parameter SatuanKelas

KeteranganI II III IV

FISIKA

Temperatur oCdeviasi

3deviasi

3deviasi

3deviasi

5Deviasi temperatur dari keadaan alamiahnya

Residu terlarut mg/L 1.000 1.000 1.000 2.000

Residu tersuspensi

mg/L 50 50 400 400

Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi < 5.000 mg/L

KIMIA ANORGANIK

pH   6 - 9 6 - 9 6 - 9 5 - 9

Apabila secara alamiah berada di luar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12  COD mg/L 10 25 50 100DO 6 4 3 0Total fosfat sebagai P

mg/L 0,2 0,2 1 5

NO3 sebagai N mg/L 10 10 20 20  

NH3-N mg/L 0,5 - - -

Bagi perikanan, kandungan ammonia bebas untuk ikan yang peka < 0,02 mg/L sebagai NH3

Arsen mg/L 0,05 1 1 1Kobalt mg/L 0,2 0,2 0,2 0,2Barium mg/L 1 - - -Boron mg/L 1 1 1 1Selenium mg/L 0,01 0,05 0,05 0,05Kadmium mg/L 0,01 0,01 0,01 0,01Khrom (VI) mg/L 0,05 0,05 0,05 0,01Tembaga mg/L 0,02 0,02 0,02 0,2

Tabel 2.2 Kriteria Mutu Air Baku (lanjutan)

Page 8: BAB I & 3

Parameter SatuanKelas

KeteranganI II III IV

KIMIA ANORGANIK

Timbal mg/L 0,03 0,03 0,03 1pengolahan air minum konvensional, Pb < 0,1 mg/L

Mangan mg/L 0,1 - - -Air Raksa mg/L 0,001 0,002 0,002 0,005

Seng mg/L 0,05 0,05 0,05 2Pengolahan air minum konvensional, Zn < 5 mg/L

Khlorida mg/L 600 - - -  Sianida mg/L 0,02 0,02 0,02 -  Fluorida mg/L 0,5 1,5 1,5 -  

Sumber : Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001Keterangan: 1. Bq = Bequerel2. MBAS = Methylene Blue Active Substance3. ABAM = Air Baku untuk Air Minum4. Logam berat merupakan logam terlarut.5. Nilai di atas merupakan batas maksimum.6. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum.7. Nilai DO merupakan batas minimum.8. Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak disyaratkan.

Berdasarkan tabel di atas, air baku tersebut dapat diperuntukkan untuk beberapa kegiatan sebagai

berikut:

Tabel 2.3 Peruntukkan Penggunaan Air Berdasarkan Kelasnya

Kelas AirAir Baku

untuk Minum

Air untuk Sarana

Rekreasi

Air untuk Budidaya

Perikanan dan Peternakan

Air untuk Menyiram

Pertamanan

Kelas 1

Kelas 2

Kelas 3

Kelas 4 Sumber : Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001

Keterangan: Boleh digunakan untuk peruntukkan tersebutTidak boleh digunakan untuk peruntukkan tersebut

2.4 Kualitas Air Minum

Page 9: BAB I & 3

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) RI No. 907/Menkes/SK/

VII/2010 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum menyebutkan bahwa air

minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi

syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Adapun jenis air minum tersebut meliputi :

1. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga.

2. Air yang didistribusikan melalui tangki air.

3. Air kemasan.

4. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang disajikan kepada

masyarakat.

Keempat jenis air minum tersebut harus memenuhi syarat kualitas air minum yang meliputi

persyaratan fisik, kimiawi, bakteriologis dan radioaktif. Tabel 2.4 berikut ini merupakan

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010, yang merupakan

persyaratan kualitas air minum yang mengacu pada nilai panduan WHO.

Tabel 2.4 Standar Air Minum

NoParameter Satuan

Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

KeteranganKepmenke

sUSEPA WHO

FISIKA          1 Bau   - - - Tidak berbau

2 Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS)

mg/L 1.000 500 1.000 

3 Kekeruhan NTU 5 5 5  4 Rasa   - - - Tidak berasa5 Temperatur C 30° - -  6 Warna TCU 15 15 15    KIMIA             a. Kimia Anorganik 

1 Air Raksa mg/L 0,001 - -  2 Aluminium mg/L 0,2 0,2 0,2  3 Arsen mg/L 0,01 0,01 0,01  

Tabel 2.4 Standar Air Minum (lanjutan)

No Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

Keterangan

Page 10: BAB I & 3

Kepmenkes

USEPA WHO

  KIMIA             a. Kimia Anorganik 

4 Barium mg/L 0,7 2 0,7  5 Besi mg/L 0,3 0,3 0,3  6 Fluorida mg/L 1,5 4 1,5  7 Kadmium mg/L 0,003 0,005 0,003  8 Kesadahan mg/L 500 - -  

9 Khlorida mg/L 250 250 250  

10 Kromium, Val. 6 mg/L 0,05 0,1 0,05  

11 Mangan mg/L 0,1 0,05 0,4  

12 Natrium mg/L 200 - -  

13 Nitrat, sebagai N mg/L 50 10 11  

14 Nitrit, sebagai N mg/L 3 1 3  

15 Perak mg/L 0,05 - -  

16 pH - 6.5 - 8.5 6,5 - 7,56,5 - 7,5

Batas min. dan maks.

17 Selenium mg/L 0,01 0,05 0,01  

18 Seng mg/L 3 5 3  

19 Sianida mg/L 0.07 - -  

20 Sulfat mg/L 250 250 250  

21 Sulfida mg/L 0,05 - -  

22 Tembaga mg/L 1 1,3 2  

23 Timbal mg/L 0,01 - -  

  KIMIA  

  b. Kimia Organik 

1 Aldrina ug/L 0,03 - 0,0003  

2 Benzene ug/L 10 0,005 0,01  

3 Benzo(a)pyrene ug/L 0,7 0,0002 0,0007  

4Chlordane (Total Isomer)

ug/L 0,2 0,002 0,0002  

5 Chloroform ug/L 200 - 0,3  

6 2.4-D ug/L 30 0,07 0,03  

7 DDT ug/L 2 - 0,001  

Tabel 2.4 Standar Air Minum (lanjutan)

Page 11: BAB I & 3

No Parameter Satuan

Kadar Maksimum yang Diperbolehkan

KeteranganKepmenke

sUSEPA WHO

  KIMIA             b. Kimia Organik 

7Heptachlor dan Heptachlor Epoxide

ug/L 0,030,0004 dan

0,0002-

 8 Hexachlorobenzene ug/L 0,3 0,3 0,3  9 Pentachlorophenol ug/L 0,009 4 1,5  

102.4.6-Tricholorophenol

ug/L0,2 0,005 0,003  

  KIMIA  

  c. Bahan Organik 

11Zat Organik sebagai (KmnO4)

mg/L 10 - 0,0003  

12Gamma – HCH (Lindane)

ug/L 0,002 0,005 0,01  

  MIKROBIOLOGI

1 Coliform TinjaJml/100 ml sampel

0 0 0 

2 Total ColiformJml/100 ml sampel

0 0 0 

  RADIOAKTIVITAS

1 Aktivitas Alpha Bq/L 0,1 15 pq/L -  

2 Aktivitas Beta Bq/L 14

milirem/year-  

Sumber: Kepmenkes RI No. 492/Menkes/SK/IV/2010, WHO (2006); USEPA (2003)

Keterangan: 1. Bq = Bequerel2. Logam berat merupakan logam terlarut.3. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum.4. Arti (-) di atas menyatakan bahwa untuk kelas termaksud, parameter tersebut tidak disyaratkan

2.5 Syarat-syarat Sistem Penyediaan Air Minum

Syarat-syarat sebuah sarana dan prasarana dalam hal penyediaan air minum publik

haruslah memenuhi beberapa kriteria yaitu: syarat kuantitatif, kualitatif dan kontinuitas yang

terjaga. Berikut ini akan diberikan tabel 2.5 penjabaran tentang ketiga persyaratan tersebut:

Tabel 2.5 Syarat-Syarat Sistem Penyediaan Air Minum

Syarat-Syarat Keterangan

Page 12: BAB I & 3

Kuantitatif

1. Air baku harus mampu memenuhi besar kebutuhan air minum publik.

2. Besarnya kuantitas yang dapat dikonsumsi bergantung pada jumlah air baku dan kapasitas produksi Instalasi Pengolah Air Minum

Kualitatif

1. Parameter fisik merupakan karakteristik air yang dapat diketahui dengan indera penglihatan, penciuman serta rasa. Parameter fisik ini meliputi kekeruhan, warna, bau, rasa, suspended solid, dan temperatur.

2. Parameter kimia meliputi TDS, alkalinitas, ion-ion logam, zat organik, fluorida dan nutrien (nitrogen dan fosfor).

3. Parameter biologi meliputi mikroorganisme patogen yaitu bakteri, virus, protozoa dan cacing parasit.

Kontinuitas

1. Sumber air minum harus dapat menyediakan debit air yang cukup atau fluktuasi debit yang relatif tetap secara berkelanjutan.

2. Kontinuitas air minum sangat bergantung pada kemajuan teknologi penyediaan air minum dan juga sosial ekonomi masyarakat baik untuk kebutuhan domestik (rumah tangga) dan juga non domestik (institusi dan industri)

Sumber: Bahan Ajar PB PAM (2005)

2.6 Parameter Kualitas Air Minum

Beberapa parameter fisik, kimia dan biologi yang mempengaruhi kualitas air minum

dapat dijabarkan pada tabel-tabel berikut tentang parameter fisik, kimia dan biologi yang

terkandung dalam air minum sebagai berikut:

Tabel 2.6 Parameter Fisik, Kimia dan Biologi Air Beserta Pengaruhnya

Parameter Fisik Keterangan Pengaruh

Suspended Solids 1. Inorganik solid yang meliputi lempung, sil dan minyak

2. Materi organik seperti alga, bakteri dan materi organik lain

Berkurangnya nilai estetika air yang akan dikonsumsi

Temperatur

1. Temperatur akan berpengaruh pada reaksi kimia

2. Temperatur juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.

Temperatur berpengaruh terhadap toksisitas air karena bahan pencemar yang terkandung di dalamnya

Tabel 2.6 Parameter Fisik, Kimia dan Biologi Air beserta Pengaruhnya (lanjutan)

Parameter Fisik Keterangan Pengaruh

Page 13: BAB I & 3

Warna

1. Air berwarna dihasilkan dari kontak air dengan reruntuhan organik seperti dedaunan

2. Air berwarna bisa juga disebabkan oleh cemaran limbah bahan kimia pabrik utamanya pabrik tekstil

Berkurangnya nilai estetika air yang akan dikonsumsi sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat, tanpa pengolahan untuk menghilangkan warna

Bau

dan

Rasa

1. Bau dan rasa dapat disebabkan oleh bahan organik alamiah yang membusuk dan atau bahan kimia yang menguap

2. Baru dan rasa dapat juga disebabkan oleh cemaran limbah pabrik yang mengandung bahan-bahan organik tinggi.

Berkurangnya nilai estetika air yang akan dikonsumsi sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat, tanpa pengolahan untuk menghilangkan bau dan rasa

Kekeruhan

Air dinyatakan keruh jika air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan organik dan partikel kecil tersuspensi lainnya

Berkurangnya nilai estetika air yang akan dikonsumsi sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat, tanpa pengolahan untuk menghilangkan kekeruhan

pH

pH merupakan istilah yang menyatakan intensitas kedaan asam atau basa suatu larutan. Rentang ph yang baik adalah 6 – 8,5

Derajat keasaman berpengaruh pada reaksi-reaksi kimiawi seperti proses koagulasi – flokulasi bergantung jenis koagulannya, proses water softening dalam pencegahan korosi, dan juga desinfeksi.

Parameter Kimia Keterangan Pengaruh

Alkalinitas

Alkalinitas adalah kandungan ion-ion bikarbonat, karbonat, dan hidroksida dalam air yang akan diolah. Alkalinitas dinyatakan dalam mg/L padanan kalsium karbonat.

Alkalinitas pada air berperan pada proses-proses koagulasi – flokulasi karena ion-ion bikarbonat dan karbonat akan bereaksi dengan koagulan membentuk koloidal berupa flok

Kesadahan

Kesadahan disebabkan oleh keberadaan ion-ion (kation) logam bervalensi dua seperti Mg2+

dan Ca2+ akibat kontak air baku dengan tanah dan bebatuan

Berpengaruh pada tingkat pembentukan flok-flok dari reaksi-reaksi kimiawi dengan koagulan. Air yang terlalu sadah, termasuk hardness, maka perlu dilakukan pelunakan air

Kalsium

Kalsium adalah unsur mayor kedua setelah bikoarbonat. Tersusun dalam bentuk CaCO3, CaSO4.H2O, hidrite (CaSO4) dan fluorite (CaF2).

Berpengaruh pada tingkat hardness air, jika air baku terlalu banyak mengandng ion kalsium karbonat, maka perlu dilakukan pelunakan air dengan soda abu.

Tabel 2.6 Parameter Fisik, Kimia dan Biologi Air beserta Pengaruhnya (lanjutan)

Parameter Kimia Keterangan Pengaruh

Magnesium Konsentrasi magnesium diatas Konsentrasi magnesium

Page 14: BAB I & 3

10-20 mg/L di permukaan air dan diatas 30-40 mg/L di air tanah jarang ada Magnesium adalah mineral penting untuk manusia dengan tingkat penerimaan 3,6-4,2 mg/kg/hari.

maksimum di air minum dengan konsentrasi 400 mg/L untuk orang yang sensitif dan 1000 mg/l untuk orang normal menyebabkan efek laxative.

Besi

Besi ditemukan di batu, tanah dan air dalam berbagai bentuk. Umumnya berupa hematite (Fe2O3) dan ferric hydroxida (Fe(OH)3)

Besi memberikan warna merah dan kuning. Pada kasus kesehatan dapat membentuk batu ginjal jika terlalu banyak mengkonsumsi zat besi.

Mangan

Mangan sering hadir bersama-sama dengan besi sangat banyak terdapat di batu dan tanah. Umumnya terdapat dalam konsentrasi 0,1-1 mg/L.

Pada konsentrasi 0,2-0,4 mg/L menyebabkan bau dan rasa pada air serta dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme di reservoir dan sistem distribusi.

Khlorida

Kandungan khlorida dalam air 250 mg/L merupakan batas maksimum. Konsentrasi khlorida di air minum normalnya relatif kecil yaitu 0,2–0,4 mg/L yang dibutuhan untuk desinfektan

Klorida dapat menyebabkan korosif pada pipa baja dan aluminium pada konsentrasi 50 mg/L.

Nitrat

Kandungan berlebih nitrat pada tanaman akan terbawa oleh air yang merembes melalui tanah, sebab tanah tidak mempunyai kemampuan untuk menahannya oleh sebab itu dalam air tanah kandungan nitrat relatif tinggi.

Nitrat akan berpengaruh pada kesehatan yang dapat menyebabkan kasus penyakit blue baby.

NitritNitrit dapat terbentuk oleh oksidasi ammonia (NH3) oleh bakteri Nitrosomonas

Nitrit akan bereaksi dengan oksigen menjadi nitrat selanjutnya jika terminum dapat menyebabkan kasus penyakit blue baby

Total Dissolved Solids

Merupakan ukuran dari total ion dalam larutan

Air yang mengandung lebih dari 500 mg/l akan menyebabkan rasa asin.

Konduktivitas

Merupakan parameter yang berhubungan dengan TDS. DHL merupakan ukuran (dalam mikroumhos/cm) aktivitas ion dari larutan

Umumnya, jika TDS dan DHL meningkat maka korosivitas air juga meningkat

Tabel 2.6 Parameter Fisik, Kimia dan Biologi Air beserta Pengaruhnya (lanjutan)

Parameter Biologi Keterangan Pengaruh

Bakteri Bakteri merupakan mikroorganisme bersel tunggal. Bakteri dapat berbentuk spiral

Kolera adalah penyakit yang disebabkan oleh Vibrio comma. Kolera menyebabkan muntah-

Page 15: BAB I & 3

(spirilla), tongkat (bacillus) dan kotak (coccus)

muntah dan diare.

Virus

Virus merupakan struktur mikroorganisme paling kecil dan hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Virus hidup pada tubuh inangnya.

Virus patogen yang disebarkan lewat air menyebabkan poliomyelitis dan infeksi hepatitis.

Protozoa

Protozoa merupakan mikroorganisme bersel satu yang lebih kompleks dari pada virus dan bakteri. Protozoa secara luas di distribusikan di air alam,

beberapa Protozoa air bersifat patogen

Sumber: 1. Montgomery (1985); 2. Linsley (1996); 3.Totok (2004); 4. Eckenfelder (2000)

2.7 Proses Produksi Air Minum

Menurut Peavy (1985) proses produksi air pada hakekatnya dilaksanakan berdasarkan

sifat-sifat perubahan kualitas yang berlangsung secara alamiah. Oleh karena itu, mekanisme

proses itu bisa berlangsung secara fisik, kimia, dan biologi.

Tabel 2.7 Proses Produksi Air dan Penjabarannya

Proses Produksi Air Penjabaran

Proses Secara Fisik Proses secara fisik dalam pengolahan air minum meliputi dilusi, sedimentasi dan resuspensi, filtrasi, gas transfer, dan transfer panas

Proses Secara Kimia

Sumber air dari alam banyak yang mengandung mineral dan gas yang terlarut, sehingga dalam pengolahan air minum perlu dilakukan proses secara kimia yaitu oksidasi-reduksi, dissolusi-presipitasi dan konversi kimia lainnya.

Proses Secara BiologiProses pengolahan ini dengan memanfaatkan proses metabolisme organisme yang mengkonversi suatu zat menjadi zat lain.

Sumber: Peavy (1985) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005

Tabel 2.8 Alternatif Pengolahan Air Beberapa Parameter

No. Parameter Alternatif Pengolahan

1 WarnaKoagulasiAdsorpsi GAC, PAC, resin sintetikOksidasi dengan chlorine, permanganat, dan chlorine dioxide

2 Bau dan RasaOksidasi dengan chlorine, permanganat, ozon, dan chlorine dioxideAdsorpsi Karbon Aktif (GAC dan PAC)Aerasi

Page 16: BAB I & 3

Flash Mixing Flocculation Sedimentation Filtration

Co

ag

ula

nts

Cl2

o

r P

AC

Alka

li C

he

mica

l

Po

lym

er

CL

2 o

r P

AC

Po

lym

er

Cl2

Alka

li o

r co

rro

sio

nin

hib

ito

r

(a

nio

nic)

(fo

r m

ultim

ed

ia

filte

rs o

nly)

Filter wash waste Sludge to drying beds

3 Kekeruhan

Prasedimentasi (air dengan kekeruhan tinggi)Koagulasi dan FlokulasiSedimentasiFiltrasi

4 pH* Netralisasi

5Zat Padat Tersuspensi (TSS)*

Prasedimentasi (air dengan kekeruhan tinggi)Koagulasi dan FlokulasiSedimentasiFiltrasi

6 Zat Organik

Reverse OsmosisIon ExchangeAir StrippingAdsorpsi KarbonKoagulasi

7 CO2 agresif Transfer gas (Aerasi)

8 KesadahanPelunakan kapur sodaIon Exchange

9Besi dan Mangan

OksidasiTransfer gas (Aerasi)Chemical PrecipitationIon Exchange

10 SulfatIon Exchage dengan resin basa kuatSoftening (pelunakan)

11 SulfidaOksidasi dengan klorinasiAerasi

12 FluoridaIon exchange dengan activated aluminaPelunakan kapurKoagulasi alum

13 Amoniak Air Stripping

14 Nitrat

KoagulasiPelunakan kapurReduksi kimiaDenitrifikasi secara biologisIon exchangeReverse osmosis

15Arsen dan selenium

Koagulasi dengan garam besi atau alumuniumIon exchange dengan activated aluminaIon exchange dengan resin basa kuat

Sumber : 1. Montgomery (1985); 2.Tambo (1974) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005

Page 17: BAB I & 3

2.7.1 Intake

Intake adalah bangunan penyadap yang berfungsi untuk menangkap air baku dari sumber

sebelum masuk ke instalasi pengolahan. Sebelum air baku masuk ke instalasi pengolahan, maka

partikel-partikel yang ukurannya sangat besar seperti daun, kertas, plastik, potongan kayu, dan

benda-benda kasar lain yang berada dalam air harus disaring terlebih dahulu menggunakan

saringan kasar (Bar Screen). Penyaringan benda kasar bertujuan untuk menghindari rusaknya

Page 18: BAB I & 3

atau tersumbatnya peralatan seperti pompa, katup-katup, pipa penyalur, alat pengaduk yang

digunakan dalam pengolahan air bersih.

Gambar 2.2 Intake dan Bar Screen

Sumber: PDAM Kota Bekasi, 2001 dalam KP Mufti, 2009

Menurut Metcalf dan Eddy (1991) saringan kasar dapat berupa kisi-kisi baja, anyaman kawat,

kasa baja/plat yang berlubang-lubang dengan dipasang vertikal/miring dengan sudut antara 30°-

80°. Analisis penting dalam perencanaan saringan kasar adalah menentukan kehilangan tinggi

(head loss) selama air melewati kisi saringan. Secara garis besar kehilangan tinggi dipengaruhi

oleh bentuk kisi dan tinggi kecepatan aliran yang melewati kisi, seperti dirumuskan oleh

Krischoer sebagai berikut:

Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan intake dan

screen

a. Tinggi kecepatan aliran air melewati kisi screen (meter)

.......................................................................... (2.1)

b. Kehilangan tekanan air setelah melewati kisi screen (meter)

Page 19: BAB I & 3

.......................................................... (2.2)

Keterangan:

v = kecepatan aliran yang melewati kisi (m/det)

g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/det2)

β = faktor bentuk kisi

w = lebar kisi (m)

= sudut kemiringan kisi ( º )

b = jarak antar kisi (m)

Berikut ini adalah besar masing-masing faktor bentuk kisi :

Tabel 2.9 Faktor Bentuk Kisi

Bentuk kisi Faktor BentukPersegi panjang dengan sudut tajamPersegi panjang dengan pembulatan di depanPersegi panjang dengan pembulatan di depan dan belakangLingkaran

2.421.831.671.79

Sumber : Fair (1966)

Tabel 2.10 Kriteria Desain Intake

No Keterangan Unit Kawamura Droste Layla Reynolds

123456

Kecepatan KemiringanBarscreen

Tebal barscreenJarak antar barscreen

H:L

m/s0

cmcmcm

<0.660

1.25-25-7.5

<0.6

2-55-151:2

7.5-15

0.4-0.8

2.5-7.5

-30-75

1.25-3.82.5-5

Sumber : 1. Kawamura (1991); 2. Droste (1997); 3. Layla (1978); 4. Reynolds (1982) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005

2.7.2 Pintu Air dan Saluran Pembawa serta Bak Pengumpul

a. Pintu Air

Pintu air digunakan untuk mengatur aliran air dari sumber air baku ke saluran intake

sehingga diperoleh debit pengaliran yang diinginkan. Pengaturan aliran air ini juga dilakukan

pada saat pemeliharaan (pembersihan dan perbaikan).

Page 20: BAB I & 3

Debit aliran air saat melewati pintu air (m3/detik)

.............................................. (2.3)

b. Saluran Pembawa

Saluran pembawa berfungsi untuk menyalurkan air dari intake ke bak pengumpul.

Berdasarkan kriteria desain dari Japan Water Works Association, (1978):

Kecepatan minimum aliran air pada saluran: 0,3 m/detik

Kecepatan maksimum aliran air, jika

a. Konstruksi dari beton : 3 m/detik

b. Konstruksi dari besi, baja, PVC: 6 m/detik

1. Headloss aliran air saat melewati saluran pembawa (meter)

.................................................. (2.4)

2. Kecepatan aliran air saat melewati saluran pembawa (meter)

........................................................... (2.5)

3. Jari-jari hidrolis saluran pembawa jika saluran berbentuk segiempat (meter)

............................................................... (2.6)

c. Bak Pengumpul

Bak pengumpul berfungsi untuk menampung air baku dari intake untuk diolah oleh unit

pengolahan berikutnya. Bak opengumpul dilengkapi dengan pompa intake dan pengukur debit.

(Bahan Ajar PB PAM, 2005)

Kriteria desain dalam Japan Water Works Association, (1978)

a. Kedalaman (H) : 3 – 5 meter

b. Waktu detensi : > 1,5 menit

Beberapa persamaan yang digunakan untuk perhitungan desain bak pengumpul

1. Volume air di bak penampung (meter)

......................................................... (2.7)2. Waktu tinggal air di bak penampung (meter)

Page 21: BAB I & 3

..................................................................... (2.8)

Keterangan:

Δh = headloss saluran pembawa (meter)

CDrag = koefisien pengaliran, (nilainya 0,6)

C = koefisien kekasaran Hazen-Williams (C = 60 - 140)

g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

L = panjang saluran pembawa (meter)

b = lebar saluran pembawa (meter)

S = kemiringan saluran (meter/meter)

R = jari-jari hidrolis (meter)

n = koefisien manning, jika terbuat dari beton (nilainya 0,03)

Q = debit air baku yang masuk ke bak pengumpul (m3/detik)

V = volume air yang dapat ditampung oleh bak penampung (m3)

P = panjang bak penampung (meter)

L = lebar bak penampung (meter)

hair = ketinggian air maksimum yang dapat ditampung (meter)

2.7.3 Pompa dan Sistem Transmisi

Pompa tidak termasuk dalam unit proses pengolahan air tetapi pompa merupakan

peralatan pendukung utama. Menurut Peavy (1985), performa pompa diukur berdasarkan

kapasitas pompa terhadap head dan efisiensinya. Efisiensi pompa biasanya pada range 60 - 85%.

Menurut Hazen-Williams, aliran air dalam pipa dengan diameter (D > 2 inch, 5 cm),

dengan kecepatan moderate (10 kaki/det, 3 m/detik). Nilai koefisien kekasaran C berkisar antara

140 untuk pipa halus (pipa yang masih baru), pipa lurus dari 90 sampai 80 untuk pipa lama, pipa

bergaris tuberculated. Berikut ini akan disajikan tabel koefisien gesekan berbagai jenis bahan

pipa

Tabel 2.11 Koefisien Kekasaran Pipa Menurut Hazen - Williams

Material Pipa Nilai CKuningan 130 - 140Saluran batu bata 100

Page 22: BAB I & 3

Besi cor dilapis Tar 130Besi cor baru dan dilapisi 130Besi cor dilapisi semen 130 – 150Besi cor dengan tidak ditentukan bahan pelapisnya

60 – 110

Semen – asbes 140Beton 130 - 140Karet dilapis 135Besi berlapis seng 120Kaca 140Timah 130 - 140Plastik 140 – 150Baja batubara yang dilapisi enamel 145 – 150Baja berkerut 60Baja baru dan dilapisi 140 - 150Baja terpaku 110Timah 130Batu tanah liat 110 – 140Kayu pepohonan 110 - 120

Sumber: Peery (1967), Hwang (1981), and Benfield et al (1984) dalam Lin (2007)

Beberapa rumus yang digunakan dalam pompa dan sistem transmisi yaitu:

a. Kehilangan tinggi tekanan akibat bergesekan dengan dinding pipa transmisi dengan

menggunakan persamaan Hazen – Williams (meter)

......................................... (2.9)

b. Kehilangan tinggi tekanan akibat kontraksi (minor losses) berupa aksesoris di sepanjang pipa

transmisi (meter)

............................................................... (2.10)

c. Daya hidraulik pompa untuk memindahkan air (Kilowatt atau KN.m./det

........................................................... (2.11)

d. Daya motor penggerak pompa menggerakan poros pompa (Kilowatt)

Page 23: BAB I & 3

...................................................... (2.12)

Keterangan :

Q = debit pemompaan, (m3/detik)

D = diameter pipa bagian dalam (m)

L = panjang pip transmisi (m)

v = kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)

k = konstanta gesekan akibat aksesoris pipa

g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

= berat spesifik cairan, kN (9,774 KN pada temperatur 27°C)

C = konstanta friksi bahan pipa

ήpump = efisiensi pompa (%)

ήmotor = efisiensi motor (%)

ήporos = Efisiensi hubungan poros, 1 jika poros dikopel langsung

A = Faktor yang bergantung pada jenis motor

= 0,1 sampai 0,2 untuk motor listrik

Menurut Peavy (1985), performa pompa diukur berdasarkan kapasitas pompa terhadap

head dan efisiensinya. Kapasitas pompa adalah zat cair yang dipompa per satuan waktu yang

biasanya diukur dalam m3/jam, liter/detik, GPM, dan sebagainya. Efisiensi pompa (p) biasanya

pada range 60-85 %.

a. Daya Air

Daya Air adalah energi yang secara efektif diterima oleh zat cair dari pompa per

satuan waktu, di hitung dengan persamaan:

.............................................................. (2.13)

Dengan: PW = daya air (kW)

= berat air per satuan volume (kgf/L)

Q = kapasitas pompa (m3/menit)

Page 24: BAB I & 3

H = head total pompa (m)

b. Daya poros

Daya poros adalah energi yang diperlukan untuk menggerakan pompa per satuan waktu.

Nilai P didapat dari :

............................................................... (2.14)

Dengan: P = daya poros pompa (watt)

V = tegangan antar phase (volt)

= faktor tenaga

I = arus listrik (ampere)

c. Efisiensi pompa

Efisiensi pompa diperoleh dengan rumus perhitungan:

............................................................ (2.15)

Dengan: = efisiensi pompa

Nilai koefisien k Menurut Degremont (1991), bergantung pada bentuk kerugian gesekan

yang disebabkan oleh kondisi aliran dalam pipa tersebut. Berikut ini akan disajikan beberapa tipe

kerugian gesek aliran dalam pipa akibat suatu bentuk pipa seperti belokan (bend), aliran gabung

(inlet connection), gate valves, dan open valves and fittings.

a. Kerugian gesek akibat belokan (Bend)

r = radius belokan pipa

d = diameter pipa

Page 25: BAB I & 3

Gambar 2.3 Belokan Pipa

Sumber : Degremont, 1991

Tabel 2.12 Konstanta k Untuk Berbagai Sudut Belokan

r / d 1 1,5 2 3 4δ = 22,5° 0,11 0,10 0,09 0,08 0,08δ = 45° 0,19 0,17 0,16 0,15 0,15δ = 60° 0,25 0,22 0,21 0,20 0,19δ = 90° 0,33 0,29 0,27 0,26 0,26δ = 135° 0,41 0,36 0,35 0,35 0,35

Sumber : Degremont (1991)

b. Kerugian gesek akibat aliran gabung (inlet connection)

Q = total aliran air dalam m3/detik

Qa = aliran air yang bergabung ke pipa m3/detik

Gambar 2.4 Aliran Gabung Dalam Pipa

Sumber : Degremont, 1991

Tabel 2.13 Konstanta k Untuk Berbagai Aliran Gabungan

Qa / Q 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8Kb -0,60 -0,37 -0,18 -0,07 0,26 0,46 0,62 0,78 0,94Kr 0 0,16 0,27 0,38 0,46 0,53 0,57 0,59 0,60

Sumber : Degremont (1991)

c. Kerugian gesek akibat gate valves

Page 26: BAB I & 3

Gambar 2.5 Gate Valves

Sumber : Degremont, 1991

Tabel 2.14 Konstanta k Untuk Berbagai Nilai Gate Valve

NilaiPengecilan

Gate 1 d

018

28

38

48

58

68

78

K 0,12 0,15 0,26 0,81 2,06 5,52 17 98Sumber : Degremont (1991)

d. Kerugian gesek akibat open valves and fittings

Gambar 2.6 Check Valves / No Return Valves

Sumber : Degremont, 1991

Tabel 2.15 Konstanta k Untuk Berbagai Nilai Open Valves and Fittings

Variasi Check Valves Nilai k tipikal Variasi nilai k

Parallel seat valve 0,12 0,08 – 0,2

Wedge gate valve 0,15 – 0,19

Angle valve 2,1 – 3,1

Needle valve 7,2 – 10,3

Page 27: BAB I & 3

Straight screw-down valve 6 4 – 10

Screw-down stop valve, angle type 2 – 5

Float valve 6

Plug valve 0,15 – 1,5

Swing check valve 2 – 2,5 1,3 – 2,9

Foot valve (without strainer) 0,8

Sleeve coupling 0,02 – 0,07

Sumber : Degremont (1991)

2.7.4 Koagulasi

Koagulasi adalah penambahan dan pengadukan cepat (flash mixing)dengan koagulan

yang bertujuan untuk mendestabilisasi partikel-partikel koloid dan suspended solid (Reynolds,

1982). Sedangkan menurut Kawamura (2001) koagulasi didefinisikan sebagai proses

destabilisasi muatan koloid dan padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus dengan suatu

koagulan.

Pengadukan dengan terjunan adalah pengadukan yang umum dipakai pada instalasi

pengolahan air dengan kapasitas > 50 Liter/detik. Pembubuhan dilakukan sesaat sebelum air

diterjunkan sehingga air yang terjun sudah mengandung koagulan yang siap diaduk. Pengadukan

dilakukan setelah air terjun dengan energi (daya) pengadukan sama dengan tinggi terjunan.

Tinggi terjunan untuk suatu pengadukan adalah tipikal untuk semua debit, sehingga debit tidak

perlu dimasukkan dalam perhitungan. Gradient kecepatan 350 - 1700 /dt /detik.

Hubungan antara ketinggian terjun untuk masing-masing tingkat gradien pengadukan

dapat dilihat pada grafik berikut:

Page 28: BAB I & 3

Gambar 2.7 Grafik Hubungan antara Ketinggian dengan Gradien Pengadukan

Sumber: Darmasetiawan, 2001

Penentuan jenis koagulan sangat penting terutama untuk mendesain sistem pencampuran

cepat dan untuk flokulasi dan sedimentasi agar berjalan secara efektif. Kawamura (1991)

menyebutkan mengenai jenis koagulan yang sering digunakan adalah koagulan garam metal,

seperti alumunium sulfat, ferri klorida, ferri sulfat, serta Synthetic polymers, seperti polydiallyl

dimethyl ammonium (PDADMA) dan natural cation polymers seperti chitosan.

Selain koagulan biasanya dalam pengolahan air bersih ada penambahan bahan kimia

lebih dari dua atau tiga bahan kimia yang dibubuhkan dalam pencampuran cepat. Bahan kimia

tersebut antara lain alum, cationic polymers, pottasium permanganate, chlorine, Poly Aluminum

Chloride (PAC), ammonia, lime atau caustic soda, dan anionic dan nonionic polymers.

Reaksi-reaksi kimia yang terjadi saat koagulasi dengan contoh penggunaan PAC (Poly

Aluminum Chloride), dapat dijabarkan sebagai berikut: PAC akan membentuk ion-ion

alumunium hidroksida setelah beraksi dengan ion-ion bikarbonat dan karbonat dalam air baku.

Reaksi di dalam air dengan ion HCO3-1 air. Mr Al2O3 = 102 g/mol; Mr Al(OH)3 = 78 g/mol

(Lin, 2007)

Al2O3 + 3 HCO3- 2 Al(OH)3 ↓ + CO2

Page 29: BAB I & 3

Dosis pembubuhan koagulan secara praktis ditentukan di laboratorium menggunakan jar

test. Adapun prosedur jar test menurut Darmasetiawan (2001), terdiri dari tahapan-tahapan

sebagai berikut :

1. Sebelum dilakukan jar test, terlebih dulu meneliti tentang kualitas air. Minimal

parameter yang diamati adalah pH, kekeruhan dan warna.

2. Ambil sampel air sebanyak 4 atau 6 buah (sebanyak gelas yang ada di jar test).

Kemudian dimasukkan ke dalam gelas jar test.

3. Setiap gelas kemudian diberi koagulan dengan dosis yang berbeda.

4. Setelah pembubuhan koagulan, dilakukan pengadukan cepat dengan kecepatan

pengadukan diatas 60 rpm selama 1 menit.

5. Setelah diaduk 1 menit, pengadukan diperlambat sampai 10 rpm untuk meniru proses

flokulasi. Dari sini mulailah diamati proses pembesaran flok. Pengadukan lambat ini

dilakukan selama 5 - 10 menit. Setelah itu dihentikan untuk dilihat proses pengendapan.

6. Proses pengendapan diamati selama 5 menit, 10 menit dan 20 menit. Dari sini dapat

dilihat kemampuan flok untuk mengendap.

7. Setelah itu supernatant (bagian-bagian yang tidak mengendap) di filter dengan

menggunakan kertas penyaring. Hasil filtrat diambil kembali.

8. Parameter diatas kemudian diamati lagi untuk masing-masing gelas. Dari sini dapat

diambil kesimpulan dosis mana yang paling baik.

Setelah melakukan prosedur jar test, hal lain yang perlu dilakukan adalah melakukan

pengesetan stroke (bukaan keran) pada instalasi pompa pembubuh koagulan. Pengesetan stroke

ini dimaksudkan untuk memberikan dosis pembubuhan koagulan yang tepat sesuai hasil jar test

ke instalasi pengolahan air.

Adapun rumus yang dipakai untuk pengesetan stroke pompa dosing pembubuh koagulan

yaitu:

........................... (2.16)

Page 30: BAB I & 3

Keterangan:

Stroke = bukaan keran dalam %

D = dosis rata-rata hasil jartest (mg/Liter)

Qolah = debit instalasi pengolahan air (Liter/detik)

Qpump = debit pompa pembubuh koagulan (Liter/jam)

C = Konsentrasi larutan PAC (biasanya 10 – 11% kg per 1 Liter air)

2.7.5 Flokulasi

Menurut Kawamura (1991), flokulasi merupakan pengadukan lambat yang mengiringi

dispersi koagulan secara cepat melalui pengadukan cepat. Tujuannya adalah mempercepat

tumbukan yang menyebabkan terjadinya gumpalan partikel koloid yang tidak stabil sehingga

dapat diendapkan. Istilah koagulasi-flokulasi kadang-kadang digunakan secara bergantian dalam

beberapa literatur. Namun, penggumpalan partikel ini pada prinsipnya terjadi dalam dua tahap

proses.

Pemilihan proses flokulasi seharusnya berdasarkan kriteria di bawah ini:

1. Tipe proses pengolahan, misalnya konvensional, filtrasi langsung, softening atau

sludge conditioning.

2. Kualitas air baku, misalnya kekeruhan, warna, TSS dan temperatur.

3. Tipe koagulan yang digunakan.

4. Kondisi lokal, seperti ketersediaan petugas lapangan. (Montgomery, 1985)

Flokulator adalah alat yang digunakan untuk flokulasi. Saat ini banyak kita menjumpai

berbagai macam flokulator, tetapi berdasarkan cara kerjanya flokulator dibedakan menjadi 3

macam : yaitu pneumatic, mekanik, dan baffle.

Tabel 2.16 Prinsip Kerja Berbagai Jenis Flokulator

Jenis Flokulator Prinsip KerjaFlokulator Pneumatic Mensuplai udara ke dalam bak flokulasi dengan cara kerja

hampir sama dengan aerasi, bedanya suplai udara yang diberikan ke bak flokulasi tidak sebesar pada bak aerasi

Flokulator Mekanis Menggunakan alat serupa paddle atau bisa disebut batang pengaduk. Bentuk dan desainnya pun bermacam-macam dan sangat familiar bagi seorang engineer.

Page 31: BAB I & 3

Flokulator Buffle Mengalirkan air baku berjalan dengan cara mengitari sekat-sekat yang ada, sehingga sangat jelaslah bahwa flokulator ini tidak bisa menambah atau mengurangi velositas G dan G x Td, tetapi sangat tergantung dari kecepatan overflow dari bak sebelumnya yaitu dari bak koagulasi. Derajat hasil flokulasi ditentukan oleh sifat flok dan velositas gradien G dan G x Td

Sumber: Reynold (1982) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005

Tabel 2.17 Kriteria Desain Flokulator Umum

No Keterangan UnitKawamura1

Al-Layla2

Reynolds3

Darmasetiawan4

Peavy5 Montgomery6

1 G dtk-1 60 – 10 10 - 75 80 - 20 70 - 20 > 502 Tdair menit 30 – 40 10 - 90 10 - 20 10 - 30 15 - 203 G x Tdair 104- 105 104- 105 104- 105

4Kedalaman bak

4,8

Sumber : 1. Kawamura (1991); \2. Al-Layla (1980); 3. Reynolds (1982); 4. Darmasetiawan (2001); 5.Peavy (1985); 6. Montgomery (1985) dalam Bahan Ajar PBPAM 2005

Menurut Kawamura (1991), nilai gradien kecepatan pengadukan Instalasi Pengolahan air

dengan menggunakan Baffle Channel:

....................................................................................

.... (2.17)

Keterangan:

ν = viskositas kinematis fluida = 0,864 x 10-6 m2/detik pada 27°C

tdair = waktu tinggal rata-rata air di dalam instalasi flokulasi (detik)

g = konstanta percepatan gravitasi (= 9,81 m/detik2)

Δh = kehilangan tekanan saat melintasi instalasi flokulasi (m)

Page 32: BAB I & 3

Gambar 2.8 Denah Flokulator Baffle Channel

Sumber: Darmasetiawan, 2001

2.7.6 Sedimentasi

Menurut Reynolds (1982), sedimentasi adalah pemisahan zat padat - cair yang

memanfaatkan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan padatan tersuspensi. Reynolds

juga mengklasifikasikan tipe pengendapan menjadi empat tipe yaitu :

1. Tipe pengendapan bebas (free settling); sering disebut sebagai pengendapan partikel

diskrit.

2. Tipe pengendapan partikel flok, yaitu pengendapan flok dalam suspensi cair. Selama

pengendapan, partikel flok semakin besar ukurannya dengan kecepatan yang semakin

cepat.

3. Tipe zone atau hinderred settling, yaitu pengendapan partikel pada konsentrasi sedang,

dimana energi partikel yang berdekatan saling memecah sehingga menghalangi

pengendapan partikel flok, partikel yang tertinggal pada posisi relatif tetap dan mengendap

pada kecepatan konstan.

4. Tipe compression settling; partikel bersentuhan pada konsentrasi tinggi dan pengendapan

dapat terjadi hanya karena pemadatan massa.

Menurut Kawamura (1991), pertimbangan-pertimbangan penting yang secara langsung

mempengaruhi desain proses sedimentasi adalah :

Page 33: BAB I & 3

1. Proses pengolahan secara keseluruhan.

2. Materi tersuspensi dalam air baku.

3. Kecepatan pengendapan partikel tersuspensi yang disisihkan.

4. Kondisi iklim lokal, misalnya temperatur.

5. Karakteristik air baku.

6. Karakteristik geologi tempat instalasi.

7. Variasi debit pengolahan.

8. Aliran putaran pendek dalam bak sedimentasi.

9. Metode penyisihan lumpur.

10. Biaya dan bentuk bak sedimentasi.

Proses sedimentasi didasarkan pada pengendapan partikel secara gravitasi sehingga harus

diketahui kecepatan pengendapan masing-masing partikel yang disisihkan. Kecepatan

pengendapan flok bervariasi tergantung pada beberapa parameter yaitu: tipe koagulan yang

digunakan, kondisi pengadukan selama proses flokulasi dan materi koloid yang terkandung di

dalam air baku. Karakteristik aliran bak sedimentasi dapat diperkirakan

dengan bilangan Reynolds (Re) dan bilangan Froude (Fr) (Kawamura, 1991):

Beberapa rumus yang digunakan dalam sedimentasi yaitu:

a. Bilangan Reynold sebagai nilai lamineritas aliran (non dimensional)

............................................................... (2.18)

b. Bilangan Froude sebagai nilai uniformitas aliran (non dimensional)

............................................................... (2.19)

c. Waktu Tinggal Air (detik)

Page 34: BAB I & 3

........................................... (2.20)

Keterangan:

v = kecepatan aliran (m/detik)

Q = debit pengolahan (m3/detik)

υ = viskositas kinematis fluida = 1,0191 x cm2/detik pada suhu 20°C

g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

Pada dasarnya bak pengendapan yang panjang adalah yang paling baik tetapi tanpa

didukung oleh faktor hidrolis lainnya seperti lamineritas dan uniformitas dari aliran dan beban

permukaan yang sesuai, pengendapan dapat gagal (Darmasetiawan, 2001).

Menurut Peavy (1985), unit sedimentasi terbagi atas 2 bagian, Perbedaan antara

keduanya dijabarkan sebagai berikut:

Tabel 2.18 Kelebihan dan Kekurangan Bak Sedimentasi dari Segi Bentuk

Rectangular Circular

terdiri atas bak-bak yang panjangnya 2 - 4 kali lebarnya dan 10 – 20 kali kedalamannya dengan aliran lurus masuk dari inlet menuju outlet

Berbentuk lingkaran dengan aliran masuk ke tengah dan dialirkan menuju perimeter, kecepatan horizontal air secara kontinu menurun

Lebih toleransi terhadap shock loads Sedikit toleransi terhadap shock loads

Pengoperasian mudah dan rendah biaya pemeliharaan

Mekanisme penyisihan lumpurnya lebih mudah

Mudah beradaptasi terhadap modul high-rate settler

Membutuhkan operasi yang lebih hati-hati

Membutuhkan desain yang cermat terhadap struktur inlet dan outlet

Efisiensi pengendapan tinggi

Biasanya membutuhkan fasilitas flokulasi yang terpisah

Membutuhkan fasilitas flokulasi yang terpisah

Sumber: 1. Peavy (1985); 2. Montgomery (1985) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005

Beberapa Rumus yang digunakan dalam pengoperasian sedimentasi rectangular

a. Kecepatan horizontal (m/detik)

Page 35: BAB I & 3

.......................................................... (2.21)

b. Kecepatan pengendapan (m/detik)

............................................................... (2.22)c. Beban Permukaan (m3/m2.jam)

..................................................... (2.23)Keterangan:

A = Luas melintang bak (m2)

= Kecepatan Horisontal (m/dtk)

= Kecepatan Pengendapan (m/dtk)

n = Konstanta 0,33

Q = Debit pengolahan (m3/detik)

Tabel 2.19 Kriteria Desain Bak Pengendap Rectangular

No Keterangan UnitKawamu

ra1Droste2

Rich3

Martin4

JWWA5

Layla6

Reynolds7 Fair8

1

234

56789101112

1314

Beban permukaanTinggi airtdKemiringan platePanjang LebarP:LL:HFreeboardReFrKecepatanRemoval

EfisiensiFaktor keamanan

M/jam

mjam

0

mm

m

m/mnt

0,83 – 2,5

3-51.5-460-90

6:1 – 4:13:1 – 6:1

0.6< 2000> 10-5

0,3 - 1,7

20-70

2,5-5

70-75

2.4-3

0,5-1

2 - 5

3:1–5:1

< 500>10-5

4-5

500

3 - 4

60

< 500>105

0,6

2-5

3010

50-70

1,8

45-60>75

1.5-6

2:1

0,3 - 0,7

90

50-750 - 1

Sumber: 1 Kawamura (1991); 2 Droste (1997); 3 Rich (1961); 4 Martin (2004); 5 JWWA (1978); 6 Layla (1978);

7 Reynolds (1982); 8 Fair & Geyer (1986) dlm Bahan Ajar PB PAM 2005.

Bak empat persegi panjang secara umum digunakan dalam instalasi pengolahan yang

mengolah aliran besar. Tipe bak ini secara hidrolis lebih stabil. Biasanya desainnya, terdiridari

Page 36: BAB I & 3

bak-bak yang panjangnya 2 - 4 kali lebarnya dan 10 – 20 kali kedalamannya. Untuk

memungkinkan pengeluaran lumpur endapan, maka dasar bak dibuat

Gambar 2.9 Sedimentasi Rectangular

Sumber: Reynolds, 1982 dalam Bahan Ajar PB PAM 2005

2.7.6.1 Zone inlet

Pada zone inlet air yang masuk diasumsikan langsung merata pada potongan melintang di

dalam bak pengendap, dengan tingkat kandungan SS (suspended solid) yang homogen

ketidatmerataan pada zone inlet ini akan dapat menghasilkan turbulensi sehingga dapat

meruntuhkan bentukan flok yang telah terbentuk di flokulator.

Untuk menghindari ini secara umum aliran air harus mempunyai kecepatan aliran tidak

boleh melebihi 0.3 m/dt secara digiring secara stream line masuk ke dalam bidang pengendapan.

Zone inlet juga dapat berupa pipa lateral yang berlubang yang mengarah ke bawah,

sehingga air yang keluar dapat dibagi merata sepanjang bidang pengendapan, hal ini banyak

dilakukan pada pengendapan dengan plat miring.

Beberapa Rumus yang digunakan dalam bak pengendap dengan aliran continue

Page 37: BAB I & 3

a. Headloss bak pengendap (meter)

............................................................... (2.24)

b. Diameter lubang pipa manifold (meter)

.......................................................... (2.25)

Keterangan:

vo = Kecepatan aliran air secara horizontal (m/detik)

N = Jumlah lubang di pipa manifold (buah)

Q = Debit pengolahan (m3/detik)

g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

2.7.6.2 Zone outlet

Pada zone bidang pengendapan flok yang sudah terbentuk diharapkan dapat mengendap.

Secara ideal bidang pengendap ini harus memenuhi asumsi bahwa aliran harus merata

(mempunyai kecepatan yang sama) diseluruh potongan melintang dan kecepatan sepanjang

bidang pengendap harus sama.

A. Zone outlet

Beberapa rumus untuk perhitungan zona outlet termasuk di dalamnya gutter

a. Debit tiap gutter (cfs)

.................................................. (2.26)

b. Tinggi air di saluran gutter (meter)

Page 38: BAB I & 3

................................................. (2.27)

c. Tinggi saluran gutter (meter)

........................ (2.28)

d. Debit tiap V-Notch (m3/detik)

...................................................... (2.29)

e. Jumlah V-Notch (buah)

......................................................(2.30)f. Dimensi V-Notch (meter)

.................................................. (2.31)

............................................... (2.32)

................................. (2.33)

g. Headloss pada V-Notch (meter)

.................................. (2.34)

B. Zone penampungan lumpur

Beberapa rumus untuk perhitungan zona penampungan lumpur

a. Berat lumpur per hari (kg/hari)

.................................... (2.35)

b. Debit lumpur per hari (kg/hari)

(2.36)

Page 39: BAB I & 3

Keterangan:

P = panjang bangunan (meter)

L = lebar bangunan (meter)

H = ketinggian bangunan atau tinggi air (meter)

Tbuang = periode pembungan lumpur setiap hari per menit (detik)

n = jumlah bangunan (buah)

= sudut kemiringan V-Notch (o)

Δh = kehilangan tinggi tekan (meter)

g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

2.7.7 Filtrasi

Menurut Reynolds (1982) filtrasi adalah pemisahan zat padat-cair yang mana zat cair

dilewatkan melalui media berpori atau material berpori lainnya untuk menyisihkan padatan

tersuspensi yang halus. Proses ini digunakan untuk menyaring secara kimia air yang sudah

terkoagulasi dan terendapkan agar menghasilkan air minum dengan kualitas yang tinggi.

Sedangkan menurut Darmasetiawan (2001) proses yang terjadi di filtrasi adalah pengayakan atau

straining, flokulasi antar butir, sedimentasi antar butir, dan proses mikrobiologis.

Menurut Peavy (1985), dalam penjernihan air bersih dikenal dua macam saringan yaitu

saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat. Yang dimaksud dengan saringan pasir cepat atau

Rapid Sand Filter (RSF) adalah filter yang menggunakan dasar pasir silika dengan kedalaman

0,6 – 0,75 m. Ukuran pasirnya 0,35 – 1,0 mm atau lebih dengan ukuran efektif 0,45 – 0,55 mm.

Pencucian filter pasir cepat dilakukan dengan cara backwash; kotoran-kotoran ataupun

endapan suspensi yang tertinggal pada filter akan ikut terekspansi dan bersama air pencuci

dikeluarkan melalui gutter. Pencucian dilakukan 24 jam operasi dengan waktu pencucian pasir

terekspansi ± 50%. Pencucian dapat dikombinasikan dengan nozzle. Kecepatan penyemprotan ±

270 lt/m2/menit, dengan tekanan antara 0,7-1,1 kg/cm2. Dengan kombinasi ini, hasil pencucian

filter dapat lebih bagus dan jumlah air untuk mencuci filter dapat lebih sedikit.

Filter cepat terdiri dari filter terbuka dan filter bertekanan. Pada filter cepat titik berat

proses adalah pada proses pengayakan. Kecepatan filtrasi adalah berkisar 7 - 10 m/jam untuk

filter terbuka dan filter bertekanan dapat mencapai 15 – 20 m/jam. Kriteria kualitas air yang

Page 40: BAB I & 3

dimasukkan ke filter adalah dengan kekeruhan dibawah 5 NTU, sehingga air baku yang diatas 5

NTU harus diolah melalui proses koagulasi – flokulasi - sedimentasi. (Darmasetiawan, 2001).

Saringan bertekanan adalah berupa saringan pasir cepat yang ditempatkan dalam bejana

berbentuk silinder tertutup. Air lewat melalui tumpukan pasir dengan bantuan tekanan yang

dapat memaksakan air menembus tumpukan saringan.

Gambar 2.10 Saringan Pasir Cepat Aliran Gravitasi

Sumber : DED IPA II Sambak PDAM Tirta Dharma Kabupaten Grobogan, 1997

Saringan bertekanan adalah saringan pasir cepat yang ditempatkan dalam bejana

berbentuk silinder tertutup. Air lewat melalui tumpukan pasir dengan bantuan tekanan yang

dapat memaksakan air menembus tumpukan saringan.

Jenis saringan bertekanan yaitu vertical pressure filter dan horizontal pressure filter.

Ukuran saringan yang vertikal antara 0,3 – 2,75 m diameternya dan tinggi 2 – 2,5 m. Diameter

horizontal 2 – 3 m dan panjang sampai 9 m.

Filter bertekanan tertutup biasanya dalam kontainer logam dan bisa dioperasikan dalam

mode downflow atau upflow. Filter ini bisa terdiri satu atau banyak media dan dibersihkan

Handrail

Tinggi Jagaan

Media Filter

Media Penyangga

Tinggi Air

Page 41: BAB I & 3

dengan backwash. Headloss maksimum dalam filter bertekanan adalah 20 – 200 mm. (Droste,

1997).

2.7.7.1 Media Filter

Media filter yang umum dupakai di Indonesia adalah pasir. Pasir yang dipergunakan dalam

filter harus bebas dari lumpur, kapur dan unsur-unsur organik. Pasir harus keras. Jika

dimasukkan ke dalam asam klorida selama 24 jam tidak akan kehilangan berat lebih dari 5%.

Pasir yang sangat halus akan lebih cepat clogging tetapi jika terlalu besar maka suspensi/partikel

halus akan lolos. Sehingga ukuran butir pasir harus diseleksi dahulu. Pasir yang biasa dipakai

adalah pasir kwarsa. Untuk menjamin ketahanan pasir kwarsa maka pasir kwarsa harus

memenuhi kriteria kadar silika (SiO2) 96%.

2.7.7.2 Hidrolika Filtrasi

Hidrolika filtrasi adalah membahas tentang dasar-dasar aliran hidraulik yang terjadi di unit

filtrasi. Beberapa persamaan hidrolika filtrasi diturunkan dari persamaan Rose berikut juga

rumus-rumus lainnya (Reynolds/Richards, 2001)

Rumus untuk perhitungan hidrolika filtrasi sebagai berikut:

a. Kecepatan aliran filtrasi (m/jam)

..................................................... (2.37)

b. Bilangan Reynold untuk aliran media filter (non dimensional)

.............................................................. (2.38)

c. Koefisien Drag atau koefisien pengaliran (non dimensional)

............................................ (2.39)

........................... (2.40)

d. Headloss media filter (meter)

Page 42: BAB I & 3

......................... (2.41)

Keterangan:

= tingkat kebulatan ukuran pasir (sphericity) (non dimensional)

= kemampuan pasir meloloskan air (porositas) (non dimensional)

g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

Hmedia = tinggi media pasir di filter (meter)

Dmedia = diameter pasir rata-rata terpilih (meter)

Tabel 2.20 Tingkat Kebulatan Dikaitkan Dengan Porositas

Deskripsi Sphericity ( ) Porositas ( )

Bulat sempurna 1,00 0,38

Bulat 0,98 0,38

Gompal 0,94 0,39

Tajam/bergerigi 0,81 0,40

Bersudut-sudut 0,78 0,43

Remuk 0,70 0,46Sumber: Darmasetiawan (2001)

2.7.7.3 Sistem Underdrain

Menurut Darmasetiawan (2001), headloss atau kehilangan tekanan pada underdrain sangat

tergantung pada jenis underdrain yang dipakai. Underdrain dapat berupa:

1) Plat dengan nozzle

2) Teepee dengan lubang di samping

3) Pipa lateral pada manifold

Pada saat sekarang ini, media filter menggunakan noozle sebagai penampung air bersih

sebelum masuk ke unit selanjutnya. Nozzle ini berbentuk pipa kecil bulat yang memiliki celah di

dalamnya. Air akan masuk ke celah tersebut dan juga sebagai tempat keluarnya aliran air

backwash.

Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan aliran noozle

a. Luas penampang noozle (m2)

Page 43: BAB I & 3

.......................................................... (2.42)

b. Debit air per satu noozle (m3/detik)

................................................................. (2.43)c. Headloss sistem pada underdrain (meter)

........................................................... (2.44)

Gambar 2.11 Instalasi Noozle di Plat Filter

Sumber: PDAM Tirta Dharma Kabupaten Grobogan, 2012

Keterangan :

DNoozle = diameter noozle (meter)

n = jumlah noozle yang diinstalasikan di plat filter (buah)

Qolah = debit pengolahan air di unit filter (meter)

vo2 = kecepatan aliran air di unit filter (m/detik)

g = konstanta percepatan gravitasi (9,81 m/detik2)

Page 44: BAB I & 3

2.7.7.4 Pencucian Balik (Backwash)

Metode pencucian balik atau dikenal sebagai backwash bertujuan untuk mencuci media

filter dari sisa-sisa flok yang tertahan di media filter saat filtrasi mengalami penyumbatan aliran

(clogging).

Ada dua metode umum untuk melakukan pencucian balik filtrasi yaitu:

Tabel 2.21 Metode Pencucian Balik Filter

Metode Pencucian Balik Penjelasan

Gravitasi

1. Air yang ditampung dari menara resevoir yang tinggi kemudian mencuci filter dengan pengaruh gravitasi.

2. Air yang berasal dari filter sebelahnya (interfilter)

Pompa Backwash

Air yang digunakan berasal dari filter kemudian dengan bantuan pompa mencuci filter. Dengan arah terbalik filtrasi.

Sumber: Darmasetiawan (2001)

Beberapa rumus yang digunakan untuk perhitungan pencucian balik:

a. Kebutuhan udara untuk pencucian balik (m/jam)

...................................................... (2.45)

b. Porositas sebelum pasir filter terekspansi (terlontar dari filter) (meter)

................. (2.46)

c. Porositas sesaat pasir filter terekspansi (terlontar dari filter) (meter)

Page 45: BAB I & 3

.................. (2.47)

d. Persentase ekspansi pasir (persentase tinggi lontaran pasir) (%)

.............................................. (2.48)

e. Tinggi ekspansi pasir (tinggi lontaran pasir) (meter)

..................................................... (2.49)

f. Debit penggunaan air untuk pencucian balik filter (m3)

................................................... (2.50)

Keterangan :

vudara = kecepatan pencucian dengan udara (min. 30 m3/m2.jam)

υ = viskositas kinematik = 0,864 x 10-6 m2/detik pada 27 °C

ρw = massa jenis air (kg/m3)

ρs = massa jenis partikel media filter (kg/m3), misalnya pasir

Dpasir = diameter butiran (meter)

Lp = ketebalan media filter (meter)

Le = tinggi lontaran media filter (meter)

Tabel 2.22 Analisis Desain Saringan Pasir Cepat

Keterangan Unit Kawamura1 Al-Layla2 Reynolds3 Darmasetiawan4 Peavy5

Kec. Penyaringan

m/jam 5 – 7,5 4,8 – 15 4,9 - 12,2 7 – 10 2,5 – 5

Ukuran pasir mm - - 0,3 – 0,7 - 0,35 - 1,0

Page 46: BAB I & 3

Tinggi filter m 3,2 – 6 - 0,6 – 0,8 0,3 – 0,6 -Tinggi bak

filtrasim - - < 18 2,4 – 5 -

Waktu pencucian

menit - 10 3 – 10 - -

Kec. Backwash

m/jam - 56 - 18 – 25 -

Tinggi air di atas media

cm - 90 – 160 90 -120 300 – 400 -

Ekspansi Pasir cm - 90 - 160 20 – 50 h - -Headloss filter

bersihm - 0,2 – 3,0 - - -

Tinggi Jagaan Filter

m - - - - -

Sumber: 1. Kawamura (1991): 2.Al-Layla (1980): 3.Reynolds (1982): 4.Darmasetiawan (2001): 5.Peavy (1985) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005

Tabel 2.23 Karakteristik Pasir sebagai Media Filter

Material BentukKadar Silika

SphericityBerat Jenis

(gr/cm3)Porositas ES (mm)

Pasir Bangka Bulat 98 % 0,92 2,65 0,42 0,4 - 1,0

Pasir Kwarsa lainnya

Bersudut 85 % 0,85 2,65 0,45 0,4 - 1,0

Antrasit Bukit Asam

Remuk - 0,60 1,4 - 1,7 0,60 0,4 - 1,4

Antrasit (Import) Bersudut - 0,72 1,4 - 1,7 0,55 0,4 - 1,4

Kerikil (gravel) Bulat 85 % 2,65 0,5 1,0 - 5,0

Plastik Sesuai dengan permintaan

Sumber : Darmasetiawan (2001)

2.7.8 Desinfeksi

a. Umum

Air yang telah disaring di unit filtrasi pada prinsipnya sudah memenuhi standar kualitas

tetapi untuk keperluan menghindari kontaminasi air oleh mikroorganisme saat penyimpanan

dan pendistribusian perlu dilakukan desinfeksi.

Page 47: BAB I & 3

Desinfeksi yang umum digunakan adalah dengan cara klorinasi, walaupun ada beberapa

cara lain seperti dengan ozon dan ultra violet (UV) yang jarang digunakan. Sebagai

desinfektan, pembubuhan klorin dilakukan di lokasi reservoir disebut sebagai postklorinasi.

(Darmasetiawan, 2001)

Tabel 2.24 Metode – metode Desinfeksi yang Sering Digunakan

Metode Desinfeksi Keterangan

Khlorinasi

1. Klorin yang digunakan umumnya berupa gas klorin atau klorin cair atau senyawa klorin yang terdiri dari CaOCl2 dan Ca(OCl)2.

2. Senyawa klor dapat mematikan bakteri karena oksigen yang terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel bakteri sehingga rusak.

Ozonisasi

1. Merupakan oksidan yang sangat kuat lebih kuat dibanding asam hipoklorit.

2. Air yang diozonisasi dilewatkan pada filter arang aktif yang bertindak sebagai kontraktor biologis agar organisme

saphropit membongkar zat yang terbongkar secara biologis.

Khlorin Dioksida

1. Kekuatannya melebihi klorin. Prinsip desinfeksi ini tidak lain dimaksudkan untuk memperoleh klorin bebas, sedang ClO2 bebas bertahan melebihi HClO.

2. Pada disinfeksi terminal dosis antara 0,1-3 mg/l dan untuk menghilangkan bau dan rasa dosis dipakai sampai 10

mg/L/hari.

Pemanasan Ultra Violet

1. Digunakan dalam skala besar dan kecil. Sangat efektif dalam mendesinfeksi baik terhadap air maupun air buangan.

2. Berdasarkan pertimbangan teknik, maka desinfeksi yang menggunakan metode ini masih memerlukan sisa klor dalam pengolahan.

Sumber: Reynold (1982) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005

a. Khlorinasi

Senyawa klor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen yang

terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting

dari sel-sel bakteri sehingga rusak.

Teori lain menyatakan bahwa proses pembunuhan bakteri oleh senyawa chlor, selain oleh

oksigen bebas juga disebabkan oleh pengaruh langsung senyawa chlor yang bereaksi dengan

Page 48: BAB I & 3

protoplasma. Beberapa Percoban menyebutkan bahwa kematian mikroorganisme disebabkan

reaksi kimia antara asam hipoklorus dengan enzim pada sel bakteri sehingga metabolismenya

terganggu. (Darmasetiawan, 2001)

Tabel 2.25 Faktor-faktor Keefektifan Desinfektan Khlor di IPA

Faktor-faktor Keterangan

Jenis desinfektan

1. Gas khlor memiliki kemurnian hampir 100% akan tetapi mahal operasinya untuk instalasi pengolahan air ukuran kecil;

2. Khlor dalam kaporit memiliki kemurnian sampai 70% akan tetapi mahal operasinya untuk instalasi pengolahan air ukuran besar.

Konsentrasi desinfektan

Konsentrasi residu minimum desinfektan adalah 0,2 mg/Liter

Waktu kontakWaktu kontak dengan desinfektan khlor sekitar 20 menit.

Temperatur airTitik equilibrium konstan pada temperatur 25° C = 4.48 x 10-4 untuk desinfektan khlor

Derajat keasaman (pH)

1. Pada pH di atas 8, asam hipoklorit (HOCl) akan menjadi ion hipoklorit (OCl-);

2. Pada pH di kurang 7, asam hipoklorit tidak akan terionisasi.

Adanya Senyawa Lain

Air terkadang masih mengandung senyawa-senyawa kimia lain yang tersisa dari pengolahan sebelumnya, maka khlor akan bereaksi terlebih dahulu dengan senyawa-senyawa ini hingga habis bereaksi. Contohnya persenyawaan nitrogen dan membentuk senyawa khloramin.

Sumber: 1. AWWA (1997) dalam Bahan Ajar PB PAM 2005 2. Darmasetiawan (2001); 3. White (1972) dalam Lin 2007; 4. Travaglia (2004)

Sedangkan menurut Al-layla (1980), desinfektan yang digunakan dalam desinfeksi

haruslah:

1. Dapat mematikan semua jenis organisme patogen.

2. Ekonomis dan dapat dilaksanakan dengan mudah

3. Tidak menyebabkan air menjadi toksik dan berasa

4. Dosis diperhitungkan agar terdapat residu untuk mengatasi adanya kontaminan

dalam bakteri.

Page 49: BAB I & 3

Senyawa khlor dapat mematikan mikroorganisme dalam air karena oksigen yang

terbebaskan dari senyawa asam hypochlorous mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari

sel-sel bakteri sehingga rusak.

Senyawa klor yang sering digunakan sebagai desinfektan adalah hipoclorit dari kalsium,

natrium, kloramin, klor dioksida, dan senyawa komplek dari khlor.

Tabel 2.26 Senyawa Desinfektan Khlor

Senyawa khlor Mol equivalen khlor Persen berat khlorCl2

CaClOClCa(OCl)2

NH2ClNHCl2

HOClNaOCl

Cl2

Cl2

2Cl2

Cl2

2Cl2

Cl2

Cl2

1005699.2138165135.495.4

Sumber: Bahan Ajar PB PAM (2005)

Senyawa klor dalam air akan bereaksi dengan senyawa organik maupun anorganik

tertentu membentuk senyawa baru. Beberapa bagian klor akan tersisa yang disebut sisa klor.

Pada mulanya sisa klor merupakan klor terikat, selanjutnya jika dosis klor ditambah maka

sisa klor terikat akan semakin besar, dan pada suatu ketika tercapai kondisi “break point

chlorination”. Penambahan dosis klor setelah titik ini akan memberi sisa klor yang sebanding

dengan penambahan klor. (Darmasetiawan, 2001)

Page 50: BAB I & 3

Gambar 2.12 Grafik Break Point Chlorination

Sumber : Darmasetiawan, 2001

Keuntungan dicapainya break point chlorination yaitu :

1. Senyawa ammonium teroksidir sempurna

2. Mematikan bakteri patogen secara sempurna

3. Mencegah pertumbuhan lumut

Proses klorinasi dapat terjadi sebagai berikut :

a. Penambahan khlor pada air yang mengandung senyawa nitrogen akan

membentuk senyawa khloramine yang disebut klor terikat. Pembentukan khlor terikat ini

bergantung pada pH, pada pH normal khlor terikat (NCl3) tidak akan terbentuk kecuali

jika break point chlorination telah terlampaui.

b. Asam hipoklorus (HOCl) dan ion hipoklorit (OClˉ) akan terbentuk pada air

yang bebas senyawa organik. Dua senyawa ini berfungsi dalam proses desinfeksi.

Kondisi optimum untuk proses desinfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl, adanya OClˉ

akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini dapat tercapai pada pH < 5. Dosis klorin

yang dibubuhkan harus cukup untuk menghasilkan sisa klor minimum 0,2 mg/l di akhir

distribusi. (Kep Menkes RI No: 907 / MENKES / SK / VII/2010).

Sedangkan menurut Kawamura (1991), dosis pembubuhan klorin berkisar antara 1 – 5

mg/L dengan sisa klorin di reservoir 0,5 mg/L dan di distribusi 0,2 – 0,3 mg/L. Klorinasi dapat

dilakukan dengan penambahan kaporit sebagai sumber klorinnya atau dengan gas Cl2.

Page 51: BAB I & 3

2.7.9 Reservoir

Pada umumnya reservoir diletakkan di dekat jaringan distribusi dengan ketinggian yang

cukup untuk mengalirkan (mendistribusikan) air bersih/minum secara baik dan merata ke

seluruh daerah pelayanan.

Reservoir dapat dibedakan berdasarkan posisi penempatannya yaitu:

a. Ground Reservoir

Reservoir yang penempatannya pada permukaan tanah.

Gambar 2.13 Ground Reservoir

Sumber: PDAM Tirta Dharma Kabupaten Grobogan, 2012

a. Elevated Reservoir

Reservoir yang penempatannya di atas menara.

Pipa Overflow

PipaDistribusi

PipaInlet

PipaPengurasan

PipaVent

PipaVent

Pipa Distribusi

PipaOverflow

PipaInlet

Page 52: BAB I & 3

Gambar 2.14 Elevated Reservoir

Sumber: PDAM Tirta Dharma Kabupaten Grobogan, 2012

Reservoir dapat dipergunakan untuk menyimpan air pada waktu kebutuhan lebih kecil

dari kebutuhan rata-rata, mengalirkan air pada waktu kebutuhan lebih besar dari kebutuhan rata-

rata, dan memberikan waktu kontak desinfektan yang cukup bila diperlukan. (Tambo, 1974).

Tabel 2.27 Kriteria Desain Reservoir Umum

Keterangan Unit Tambo1 Darmasetiawan2

Tinggi efektif air meter 3 – 6 -Freeboard meter 0,30 -Waktu detensi jam - < 4

Sumber: 1. Tambo (1974); 2. Darmasetiawan (2001)

Page 53: BAB I & 3

BAB III

METODOLOGI PERENCANAAN

1.1. TUJUAN OPERASIONAL

Tujuan dari tugas ini adalah untuk menyusun suatu perencanaan bangunan pengelolaan

air minum yang merupakan instalasi pengolahan yang terdiri atas bangunan-bangunan

pengolahan yang akan mereduksi pencemar hingga memenuhi standar-standar air minum yang

berlaku. Perencanaan kegiatan bangunan pengolahan air minum merupakan kegiatan yang tidak

dapat dipisahkan dari Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum, karena perencanaan ini

berfungsi sebagai penunjang dalam sistem penyediaan air itu sendiri. Dengan adanya tugas ini

diharapkan mahasiswa dapat memahami tahapan – tahapan dalam merencanakan suatu bangunan

pengelolaan air minum.

3.1.1. Rencana Umum

1. Merencanakan bangunan atau instalasi pengolahan air minum.

2. Menentukan setiap bagian pengolah air yang digunakan dalam satu rangkaian pengolahan air

minum.

3. Bangunan pengolah air minum dapat menghasilkan produk yang siap konsumsi oleh

masyarakat.

3.1.2 Membuat Desain Bangunan

1. Membuat desain bangunan pengolahan air minum.

2. Dapat menghitung desain dimensi bangunan pengolahan air minum.

3. Membuat gambar denah dan potongan bangunan pengolahaan air minum.

4. Membuat desain pilihan alternatif dan perlengkapannya.

3.2 PENGUMPULAN DATA

Tahap pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data-data yang akan digunakan

dalam perencanaan instalasi pengolahan air minum. Data-data yag digunakan terdiri dari 2 (dua)

jenis yaitu data primer dan data sekunder.

Page 54: BAB I & 3

3.2.1 Data Primer

Data primer yang dibutuhkan dalam perencanaan bangunan pengolahan air minum antara

lain:

1. Sumber air baku.

2. Kualitas air baku.

3. Ketersediaan air yang merupakan debit air baku yang akan diolah.

4. Peta situasi daerah perencanaan.

3.2.2 Data Sekunder

1. Teknis operasional dan perawatan.

2. Kinerja instalasi pengolahan air.

3. Kebutuhan atau peruntukkan air.

Selanjutnya dari data-data yang ada dilakukan analisa kualitas air baku sehingga dapat

ditentukan diagram proses pengolahan dan perancangan detail bangunan lengkap pengolah air

minum.

3.3 PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

Setelah kondisi lingkungan eksisting diketahui melalui data-data yang dikumpulkan,

data-data tersebut diolah sedemikian rupa sehingga mudah untuk dilakukan analisis data.

Analisis yang dilakukan meliputi analisis kuantitas yaitu penentuan debit air baku yang akan

diolah dan analisis kualitas air baku dengan cara membandingkan kualitas air baku yang ada

dengan standar kualitas air minum yang ada untuk merencanakan unit pengolahan yang

dibutuhkan untuk mengolah air baku.

3.4 PEMILIHAN ALTERNATIF PENGOLAHAN

Setelah kita mengetahui hasil analisis kuantitas dan kualitas air baku, maka dilakukan

pemilihan alternatif pengolahan yang sesuai dengan kriteria air baku yang akan diolah.

Page 55: BAB I & 3

3.5 PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN AIR MINUM

Hasil analisis dari data yang telah diolah digunakan sebagai dasar penyusunan

perancangan instalasi pengolahan air minum yang meliputi perancangan umum unit pengolahan

yang diperlukan, detail perancangan berupa perhitungan dimensi dan penentuan spesifikasi

teknis unit pengolahan air minum yang digunakan, profil hidrolis serta dilampiri dengan gambar-

gambar yang diperlukan.

3.6 PENYUSUNAN LAPORAN

Detail perancangan instalasi pengolahan air minum dengan sumber air baku dari bending

karet yang telah selesai dibuat kemudian disusun dalam suatu laporan yang sistematis dan

informatif.

Page 56: BAB I & 3

PERSIAPAN

PENGUMPULAN DATA

DATA KUANTITAS AIR BAKU

DATA KUALITAS AIR BAKU

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

ALTERNATIF 1 ALTERNATIF 2 ALTERNATIF 3

PEMILIHAN ALTERNATIF

ALTERNATIF TERPILIH

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN

AIR MINUM

PERHITUNGAN DIMENSI UNIT PENGOLAHAN AIR MINUM

GAMBAR DETAIL UNIT PENGOLAHAN AIR MINUM

PENYUSUNAN LAPORAN

Page 57: BAB I & 3

Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Perencanaan