3.BAB I, II, III

88
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring adanya tuntutan good coorporate governance dan reformasi pengelolaan sektor publik yang ditandai dengan munculnya era new public management, dengan tiga prinsip utamanya yang berlaku secara universal yaitu profesional, transparansi, dan akuntabilitas telah mendorong adanya usaha untuk meningkatkan kinerja dibidang pengelolaan keuangan, dengan mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam penganggaran sektor publik. Untuk menghadapi tuntutan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, telah menetapkan penggunaan pendekatan penganggaran berbasis prestasi kerja atau kinerja dalam proses peyusunan anggaran. Penganggaran berbasis kinerja atau performance budgeting merupakan suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang berorientasi pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai.

description

EFISIENSI PRODUKSI

Transcript of 3.BAB I, II, III

Page 1: 3.BAB I, II, III

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring adanya tuntutan good coorporate governance dan reformasi

pengelolaan sektor publik yang ditandai dengan munculnya era new public

management, dengan tiga prinsip utamanya yang berlaku secara universal

yaitu profesional, transparansi, dan akuntabilitas telah mendorong adanya

usaha untuk meningkatkan kinerja dibidang pengelolaan keuangan, dengan

mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam penganggaran

sektor publik.

Untuk menghadapi tuntutan perkembangan tersebut, pemerintah

Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 1 tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, telah menetapkan penggunaan pendekatan

penganggaran berbasis prestasi kerja atau kinerja dalam proses peyusunan

anggaran. Penganggaran berbasis kinerja atau performance budgeting

merupakan suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang berorientasi

pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai.

Anggaran berbasis kinerja dapat dikatakan merupakan hal baru karena

pusat perhatian diarahkan pada upaya pencapaian hasil, sehingga

menghubungkan alokasi sumber daya atau pengeluaran dana secara

eksplisit dengan hasil yang ingin dicapai. Dengan demikian pengalokasian

sumber daya didasarkan pada aktivitas untuk pencapaian hasil yang dapat

diukur secara spesifik, melalui proses perencanaan strategis dengan

Page 2: 3.BAB I, II, III

2

mempertimbangkan isu kritis yang dihadapi lembaga, kapabilitas lembaga,

dan masukan dari stakeholder.

Tuntutan perubahan sistem anggaran, juga bisa diimplemantasikan

pada bidang pendidikan karena dengan adanya otonomi dalam pengelolaan

lembaga pendidikan, yang antara lain diwujudkan melalui Peraturan

Pemerintah tentang Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum Milik Negara

(PT BHMN), penerapan manajemen berbasis sekolah, penerapan kurikulum

tingkat satuan pendidikan (KTSP), serta adanya usulan tentang Undang-

Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang kemudian dibatalkan oleh

Mahkamah Agung, maka lembaga pendidikan memiliki otonomi untuk

mengelola sistem anggaran.

Adanya tuntutan reformasi ini merupakan tantangan dan prospek bagi

lembaga pendidikan untuk merevitalisasi manajemen pendidikan. Walaupun

dalam prakteknya, penyelenggaraan otonomi pengelolaan lembaga

pendidikan bagi sebagian Perguruan Tinggi malah menjadi beban tersendiri,

karena otonomi pengelolaan perguruan tinggi sebagai BHMN tidak dapat

dilepaskan dari isu kapasitas keuangan perguruan tinggi, dan seringkali

dikaitkan dengan prinsip automoney, sehingga kemandirian perguruan tinggi

dalam menyelenggarakan kewenangannya diukur dari kemampuannya

menggali sumber-sumber pendapatan sendiri.

Implikasi dari penerapan prinsip automoney ini kemudian mendorong

perguruan tinggi untuk meningkatkan pendapatan internal, antara lain melalui

pengembangan model penerimaan mahasiswa baru yang tidak hanya

sebatas SMPTN, tetapi juga melalui berbagai jalur khusus lainnya seperti

Page 3: 3.BAB I, II, III

3

Jalur Non Subsisi atau Kemitraan yang pada intinya adalah peningkatan

penerimaan SPP dan DPP.

Meskipun kini paradigma penyelenggaraan otonomi pengelolaan

lembaga pendidikan telah mengalami pergeseran, sejalan dengan adanya

keputusan Mahkamah Agung yang membatalkan UU tentang BHP dan

cenderung bergerak kearah Badan Layanan Umum (BLU). Namun pada

kenyataannya kapasitas keuangan lembaga pendidikan masih dititik beratkan

pada kemampuan menggali pendapatan internal dari sektor SPP dan DPP,

yang justru menimbulkan beban baru, antara lain menimbulkan biaya

ekonomi tinggi dan memberatkan bagi mahasiswa dan masyarakat.

Kondisi inilah yang kemudian mendorong berkembangnya wacana

mengenai perlunya dilakukan reformasi anggaran, karena sistem anggaran

yang selama ini digunakan yaitu sistem lineitem budgeting dan zero bassed

budgeting atau incremental, dalam penerapannya ternyata memiliki berbagai

kelemahan, yang memberi peluang terjadinya pemborosan dan

penyimpangan anggaran.

Demikian halnya traditional budget selama ini juga didominasi oleh

penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism, yaitu

proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada besarnya

realisasi anggaran tahun sebelumnya, konsekuensinya tidak ada perubahan

mendasar terhadap anggaran baru. Hal ini seringkali bertentangan dengan

kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Performance budget pada

dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran yang

berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja tersebut harus

Page 4: 3.BAB I, II, III

4

mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti harus

berorientasi kepada kepentingan publik.

Kelemahan dari sistem anggaran tersebut antara lain: (1) Orientasi

pengelolaan anggaran lebih terpusat pada pengendalian pengeluaran

berdasarkan penerimaan, dengan prinsip balance budget, sehingga

akuntabilitas terbatas pada pengendalian anggaran bukan pada pencapaian

hasil atau outcome. (2) Adanya dikotomi antara anggaran rutin dan

pembangunan yang tidak jelas. (3) Implementasi basis alokasi yang tidak

jelas dan hanya terfokus pada ketaatan anggaran.

Untuk mengatasi masalah tersebut maka anggaran pendidikan pada

era otonomi pengelolaan lembaga pendidikan, disusun dengan pendekatan

kinerja, sehingga system penganggaran mengutamakan pada pencapaian

hasil atau kinerja dari perencanaan biaya aktivitas yang telah ditetapkan.

Melalui penerapan anggaran berbasis kinerja, lembaga pendidikan

dituntut untuk membuat standar kinerja pada setiap anggaran kegiatan,

sehingga jelas kegiatan apa yang akan dilakukan, berapa biaya yang

dibutuhkan, dan apa hasil yang akan diperoleh. Klasifikasi anggaran dirinci

mulai dari sasaran strategis sampai pada jenis belanja dari masing-masing

kegiatan atau program kerja, sehingga memudahkan dilakukannya evaluasi

kinerja. Dengan demikian, diharapkan penyusunan dan pengalokasian

anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala prioritas dan preferensi

lembaga pendidikan yang bersangkutan, dengan memperhatikan prinsip

ekonomis, efisiensi dan efektivitas.

Beberapa lembaga pendidikan kini telah menerapkan sistem anggaran

berbasis kinerja dalam penyusunan dan pengelolaan anggarannya. Salah

Page 5: 3.BAB I, II, III

5

satunya adalah Universitas Hasanuddin. Walaupun dalam implementasinya

masih terpaku pada masalah pendapatan dan penerapan prinsip ekonomis,

efisiensi, dan efektivitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan prioritas terhadap

tujuan kebijakan dan pendekatan program untuk pencapaian indikator kinerja

sesuai tujuan, sasaran, visi dan misi yang ingin dicapai organisasi.

Universitas Hasanuddin sebagai perguruan tinggi negeri terbesar di

Indonesia Timur tentu mempunyai tanggung jawab yang sangat besar

terutama dalam menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang handal

dimasa yang akan datang. Universitas Hasanuddin sebagai satuan kerja di

lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mempunyai unit kerja

meliputi 14 fakultas, program pasca sarjana, lembaga-lembaga, rumah sakit

Unhas, rumah sakit gigi dan mulut, dan kantor pusat terdiri dari unit

pelaksana teknis dan biro-biro. Unhas memperoleh pendanaan dari Anggaran

Pendapatan Belanja Negara (APBN), Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN),

serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dana tersebut harus

dipertanggungjawabkan penggunaannya berikut pencapaian kinerja yang

telah dihasilkan atas pelaksanaan anggaran.

Pada bulan September 2008, Unhas memperoleh persetujuan untuk

menerapkan pola PK BLU melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor

280/KMK.05/2008 tentang Penetapan Universitas Hasanuddin pada

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Instansi Pemerintah yang

menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan, dengan demikian

mempunyai flesibilitas dalam pengelolaan keuangannya. Dengan fleksibilitas

ini menuntut peningkatan kinerja maupun akuntabilitas yang lebih baik.

Page 6: 3.BAB I, II, III

6

Seiring berjalannya waktu disadari bahwa implementasi penganggaran

berbasis kinerja pada Universitas Hasanuddin belum berjalan secara optimal.

Oleh karena beberapa faktor yang mempengaruhi proses penyusunan

anggaran antara lain, yaitu data dan informasi yang digunakan kurang tepat

dan akurat serta faktor pengetahuan dan pengalaman sumber daya manusia

khususnya dalam penyusunan anggaran mulai dari program dan penentuan

kegiatan, klasifikasi belanja, penentuan standar biaya, penentuan indikator

kinerja, dan target kinerja sampai dengan jumlah anggaran yang harus

disediakan masih kurang sehingga menghambat pencapaian sasaran dan

kinerja yang diinginkan.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian ini dengan judul “IMPLEMENTASI STRATEGI PENGANGGARAN

BERBASIS KINERJA PADA UNIVERSITAS HASANUDDIN “.

Pertimbangan penelitian ini dilakukan di Universitas Hasanuddin (UNHAS)

karena Unhas merupakan universitas negeri terbesar di Indonesia Timur

yang mengelola sumber dana APBN yang sangat besar, sehingga diperlukan

pertanggungjawaban keuangan yang sangat besar juga. Di satu sisi, Unhas

merupakan universitas pertama di Indonesia Timur yang berstatus Badan

Layanan Umum (BLU), dimana pola BLU ini mempunyai fleksibilitas dalam

mengelola keuangannya. Dengan fleksibilitas dan tanggungjawab yang besar

tentu saja banyak kendala yang dihadapi terutama dalam hal akuntabilitas

kinerja. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu motivasi bagi

Universitas Hasanuddin maupun Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai organisasi

publik dalam menerapkan penganggaran berbasis kinerja dengan lebih baik.

Page 7: 3.BAB I, II, III

7

B. Perumusan Masalah

Masalah pokok dalam penelitian ini berkaitan dengan belum

terwujudnya implementasi penganggaran berbasis kinerja pada organisasi

sektor publik sesuai dengan yang diharapkan. Demikian juga pada satuan

kerja di Universitas Hasanuddin, dari informasi pendahuluan yang diperoleh,

permasalahan yang sering dihadapi yaitu seringnya revisi anggaran, serapan

keuangan yang rendah, serta laporan kinerja yang belum baik. Penelitian ini

mengenai implementasi Strategi Penganggaran Berbasis Kinerja pada

Universitas Hasanuddin.

Penelitian ini berusaha untuk mengetahui mengenai strategi

penganggaran berbasis kinerja dan sejauh mana implementasi

penganggaran berbasis kinerja tersebut diterapkan oleh Universitas

Hasanuddin serta apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka masalah-masalah yang akan

dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran sistem perencanaan pada tingkat Sub

Bagian/Jurusan dan Fakultas/Universitas?

2. Bagaimana proses perencanaan anggaran pada tingkat Sub

Bagian/Jurusan, dan Fakultas/Universitas?

3. Bagaimana implementasi penganggaran berbasis kinerja pada tingkat

Sub Bagian/Jurusan, dan Fakultas/Universitas?

4. Apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan penganggaran

berbasis kinerja?

Page 8: 3.BAB I, II, III

8

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan gambaran sistem perencanaan pada tingkat Sub

Bagian/Jurusan dan Fakultas/Universitas.

2. Untuk mengetahui bagaimana proses perencanaan anggaran pada

tingkat Sub Bagian/Jurusan dan Fakultas/Universitas.

3. Untuk mengetahui bagaimana implementasi penganggaran berbasis

kinerja pada tingkat Sub Bagian/Jurusan, dan Fakultas/Universitas.

4. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi kendala dalam pelaksanaan

penganggaran berbasis kinerja.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini adalah sebuah usaha persiapan terkait program

pemerintah menjadikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(Kemendikbud) sebagai pilot project penerapan Penganggaran Berbasis

Kinerja (Performance Based Budgeting) pada tahun 2010. Penelitian ini juga

sebagai usaha untuk memperbanyak khasanah penelitian dalam rangka

mendukung Universitas Hasanuddin sebagai research university, dengan

pendekatan yang belum banyak dilakukan oleh mahasiswa, khususnya

mahasiswa Magister Manajemen Strategik Universitas Hasanuddin, yaitu

pendekatan kualitatif.

Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berharga

mengenai pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja pada satuan kerja

Page 9: 3.BAB I, II, III

9

(satker) Universitas Hasanuddin. Penelitian ini juga diharapkan

memberikan sumbangan konseptual berupa dalil atau prinsip-prinsip dalam

pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja di lingkungan Kemendikbud.

2. Manfaat praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

a. Sebagai masukan/bahan pertimbangan bagi Kementerian Pendidikan

dan kebudayaan dalam mengambil keputusan/kebijakan mengenai

pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja oleh Satuan Kerja

(satker) Universitas Hasanuddin.

b. Sebagai masukan/bahan pertimbangan bagi Pendidikan Tinggi

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam mengevaluasi lebih

lanjut pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja oleh satuan kerja

(satker) di lingkungannya.

c. Sebagai masukan bagi semua pihak yang memerlukan informasi

mengenai pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja pada Satuan

Kerja (satker) Universitas Hasanuddin.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian studi kasus (internship) ini secara keseluruhan disajikan

dalam 5 bab, yaitu: Bab I Pendahuluan, berisi tentang Latar Belakang,

Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika

Pembahasan; Bab II Telaah Pustaka, berisi tentang telaah teori yang

digunakan dalam penelitian yaitu Konsep New Public Management (NPM),

Konsep Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting),

Page 10: 3.BAB I, II, III

10

Tujuan Penganggaran Berbasis Kinerja, Manfaat dan Karakteristik Sistem

Anggaran Berbasis Kinerja, Struktur Anggaran Berbasis Kinerja,

Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja, Dasar Hukum Sistem Anggaran

Berbasis Kinerja, Keunggulan Anggaran Berbasis Kinerja, Prasyarat

Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja, Pengertian Kinerja Keuangan,

Tujuan Pengukuran Kinerja Keuangan, Teknik Pengukuran Value for Money,

Kerangka Pemikiran dan Telaah Penelitian Sebelumnya; Bab III Metode

Penelitian, berisi tentang Desain Penelitian, Alasan Pemilihan Setting, Lokasi

dan Waktu Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Narasumber/Informan,

Keterbatasan Penelitian;

Page 11: 3.BAB I, II, III

11

BAB II

TELAAH PUSTAKA

Dalam setiap melakukan penelitian, tinjauan pustaka mempunyai

fungsi membantu penentuan tujuan dan alat penelitian dengan memilih

konsep-konsep yang tepat. Tinjauan pustaka digunakan sebagai kerangka

dasar dalam melakukan analisis terhadap objek yang diteliti. Sehingga pada

dasarnya, tinjauan pustaka mempunyai fungsi untuk menjelaskan hubungan

yang akan dipergunakan untuk menjelaskan gejala dan permasalahan yang

akan diteliti. Studi kasus tentang Implementasi Strategi Penganggaran

Berbasis Kinerja ini meninjau pustaka baik itu dari landasan teori yang ada

maupun dari penelitian sebelumnya.

A. Landasan Teori

Untuk meninjau pustaka dari landasan teori, laporan internship ini

mengkaji konsep New Public Management (NPM), konsep Penganggaran

Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), dan pengalaman-

pengalaman dalam pelaksanaan Penganggaran Berbasis Kinerja

(Performance Based Budgeting). Disamping itu juga mengkaji teori

implementasi kebijakan yang dapat digunakan untuk menjelaskan

permasalahan yang ditemukan dalam penelitian.

1. New Public Management (NPM)

Sejak pertengahan tahun 1980-an, telah terjadi perubahan manajemen

sektor public yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang

terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor

publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut

Page 12: 3.BAB I, II, III

12

bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana, tetapi perubahan besar yang

telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara

pemerintah dan masyarakat (Djedje Abdul Aziz dkk, 2007). Paradigma baru

yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan

New Public Management (NPM).

Model NPM berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi

pada kinerja, bukan pada kebijakan. Penggunaan paradigma baru tersebut

menimbulkan beberapa konsekuensi pada pemerintah, diantaranya adalah

tuntutan untuk melakukan efisiensi,pemangkasan biaya (cost cutting), dan

kompetisi tender. Salah satu model pemerintahan di era NPM adalah model

pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1995) adalah

sebagai berikut:

1. pemerintahan katalis (fokus pada pemberian arahan bukan produksi

layanan publik),

2. pemerintah milik masyarakat (lebih memberdayakan masyarakat dari

pada melayani),

3. pemerintah yang kompetitif (mendorong semangat kompetisi dalam

pemberian pelayanan publik),

4. pemerintah yang digerakkan oleh misi (mengubah organisasi yang

digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh misi),

5. pemerintah yang berorientasi hasil (membiayai hasil bukan masukan),

6. pemerintah berorientasi pada pelanggan (memenuhi kebutuhan

pelanggan, bukan birokrasi),

7. pemerintah wirausaha (mampu menciptakan pendapatan dan tidak

sekedar membelanjakan),

Page 13: 3.BAB I, II, III

13

8. pemerintah yang antisipatif (berupaya mencegah daripada mengobati),

9. pemerintah desentralisasi (dari hierarki menuju partisipasi dan tim

kerja), dan

10.pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (mengadakan

perubahan dengan mekanisme pasar/sistem insentif dan bukan

mekanisme administratif/sistem prosedur dan pemaksaan).

Tujuan New Public Management adalah untuk mengubah administrasi

yang sedemikian rupa sehingga administasi publik sebagai penyedia jasa

bagi masyarakat harus sadar akan tugasnya untuk menghasilkan layanan

yang efisien dan efektif, namun tidak berorientasi kepada laba (Osborne dan

Gaebler, 1995).

Langkah untuk menerapkan New Public Management bisa dilakukan

dengan syarat didukung oleh birokrat, politisi dan masyarakat. Adapun

perangkat-perangkat dari New Public Management (Djedje Abdul Aziz dkk,

2007) adalah beberapa hal berikut ini.

a. Manajemen Kontrak

Manajemen kontrak adalah penyelenggaraan administrasi melalui

kesepakatan-kesepakatan tentang tujuan yang hendak dicapai. Kesepakatan

ini mencakup mulai dari tujuan yang hendak diraih sampai dengan

pengawasan terhadap proses pencapaian tujuan tersebut.

Landasan manajemen kontrak adalah kontrak atau perjanjian antara

pihak politisi (Parlemen atau DPR) dengan pihak yang akan memberikan

layanan atau pemerintah sebagai pelaksana. Kontrak ini menyangkut

kesepakatan tujuan yang bersifat mengikat tentang jangka waktu yang telah

ditetapkan, yang mengandung unsur-unsur, yaitu ditetapkannya produk atau

Page 14: 3.BAB I, II, III

14

kinerja yang harus dilakukan berdasarkan kuantitas dan kualitas serta

anggaran yang dibutuhkan. Si pemberi order menjelaskan produk yang

diinginkan, tetapi tidak menentukan bagaimana proses kerja tersebut

dilakukan. Artinya, bagaimana pihak pelaksana mengerjakan produk yang

diinginkan oleh pemberi order merupakan urusan mereka sendiri dengan

diberikan kewenangan untuk menentukan sendiri cara untuk menghasilkan

produk yang diminta.

Unsur lainnya yang mendukung berfungsinya manajemen kontrak

adalah penerapan sistem pelaporan yang menyediakan seluruh informasi

mengenai pelaksanaan kinerja kepada pihak pemberi order dengan

mendokumentasikan kemajuan kinerja sedemikian rupa sehingga di dalam

pembahasan didukung oleh data-data kinerja untuk kepentingan evaluasi.

b. Orientasi pada Hasil Kerja (Output)

Administrasi hanya dapat dikendalikan secara efisien apabila titik tolak

di dalam penyelenggaraannya berorientasi pada hasil (output) kerja. Namun

sampai dengan hari ini masih banyak negara yang pengendalian administrasi

publiknya masih dilakukan melalui input, artinya melalui penjatahan sumber

daya secara sentral. Rancangan anggaran belanja mengatur berapa banyak

uang yang boleh dikeluarkan oleh administrasi dan bagaimana mereka harus

menggunakan uang itu, namun tidak ada bagian penjelasan atau keterangan

dalam anggaran itu yang menyatakan dengan jelas kinerja atau produk apa

yang akan dihasilkan dengan uang itu dan apa yang benar-benar diharapkan

pemerintah dari anggaran tersebut.

Page 15: 3.BAB I, II, III

15

c. Controlling

Controlling diartikan sebagai satu konsep terpadu guna

mengendalikan administrasi secara efisien dan ekonomis dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh politik. Untuk bisa berfungsi

dengan baik, pengawasan harus menyediakan informasi yang dibutuhkan

pada saat yang tepat dengan tujuan mengendalikan proses. Controlling

sebagai pendukung manajemen sangat tergantung pada, pertama, kalkulasi

biaya dan produk kerja, dimana penerapan kalkulasi biaya kerja ini

merupakan beban yang berat dalam adminstrasi publik karena itu dibutuhkan

perombakan cara berpikir karena instrumen ini merupakan satu persyaratan

untuk mencapai efisiensi. Kalkulasi biaya administrasi memberikan data

mengenai seberapa jauh produksi yang hendak dilakukan dalam administrasi

publik dan bidang apa saja yang bisa diserahkan pada pihak swasta untuk

dikerjakan, untuk dapat menekan biaya.

Kedua, adanya pelaporan. Keleluasaan yang muncul dengan adanya

desentralisasi dan pendelegasian wewenang harus dihubungkan oleh

kewajiban membuat laporan oleh pihak yang diberikan keleluasaan dan

wewenang kepada si pemberi order mengenai apa yang telah mereka

lakukan dengan dana yang telah dipercayakan kepada mereka dan apakah

mereka telah mencapai tujuan dan standar mutu yang telah ditetapkan

sebelumnya.

Ketiga adalah penganggaran. Penganggaran dalam konteks new

public management berangkat dari metode arus balik, di mana politik atau

parlemen menetapkan kerangka acuan bagi administrasi (pemerintah) untuk

menentukan anggarannya. Patokan anggaran yang ditetapkan secara top-

Page 16: 3.BAB I, II, III

16

down ini diperbandingkan dengan anggaran departemen yang dibuat secara

bottom-up untuk dirundingkan suatu anggaran yang akan ditetapkan.

d. Orientasi pada Masyarakat/Pelanggan

Prinsip new public management menekankan bahwa “segala sesuatu

yang tidak bermanfaat bagi warga adalah pemborosan.” Kalimat ini

mengandung makna bahwa administrasi bukanlah tujuan akhir, mempunyai

satu tugas yaitu memberikan layanan kepada rakyat yang memang berhak

mendapatkannya. Di beberapa negara pernah dikembangkan apa yang

disebut “citizen charta” (piagam warga) yang merangkum hak-hak apa saja

yang dimiliki warga sebagai warga pembayar pajak kepada negara. Ini

artinya, warga tidak dilihat sebagai abdi, melainkan sebagai pelanggan yang

karena pajak yang dibayarkannya, mempunyai hak atas layanan dalam

jumlah dan kuantitas tertentu.

Jadi, negara dilihat sebagai suatu perusahaan jasa modern yang

kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta, tetapi di lain pihak, dalam

bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, dengan memberikan

layanan dengan kualitas maksimal sejalan dengan benchmarking dan

administrasi publik lainnya. Tugas admistrasi (pemerintah) adalah

menciptakan transparansi dan tercapainya layanan, memberdayakan personil

dalam melayani masyarakat, serta menciptakan kondisi yang berorientasi

pada pelayanan.

e. Personalia

Personalia merupakan faktor kunci bagi suksesnya sebuah proses

modernisasi. Modernisasi administrasi publik hanya akan berhasil apabila

potensi sumber daya manusia dimanfaatkan secara maksimal dan

Page 17: 3.BAB I, II, III

17

memperbaiki jika ada kekurangan. Dalam proses modernisasi penting sekali

melibatkan karyawan dengan menentukan tujuan-tujuan yang jelas dan

menunjukkan keuntungan apa saja yang mereka miliki dengan tujuan yang

jelas tersebut, meningkatkan kompetensi dan kualitas pegawai, di mana

proses untuk menjadi karyawan dalam kantor publik harus berdasarkan

kualifikasi dan reliabilitas.

f. Teknik Informasi

Prinsip-prinsip manajemen yang telah diuraikan di atas serta berbagai

bentuk pengendaliannya membutuhkan suatu sistem informasi yang

sempurna. Penggabungan informasi dan komunikasi yang cepat, pemadatan

data untuk pengendalian dan kemungkinan mengakses kumpulan data guna

memenuhi keinginan pelanggan, membutuhkan jaringan alat pengolahan

data sehingga pekerjaan bisa dilakukan dengan cepat, akurat dan dapat

dipercaya.

g. Manajemen Mutu

Manajemen mutu di sini adalah bahwa ‘administrasi’ melakukan segala

sesuatu dalam rangka mengorganisir proses-proses produksi, standar dan

sumber daya bersama para pegawai. Tujuannya adalah merespon kebutuhan

pelanggan (dalam hal ini adalah masyarakat).

2. Penganggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting)

Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran negara telah

mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran negara

pada saat ini telah mengalami perkembangan dan perubahan sesuai dengan

Page 18: 3.BAB I, II, III

18

dinamika manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat,

yaitu sistem penganggaran dengan pendekatan New Public Management

(NPM).

Munculnya konsep New Public Management (NPM) berpengaruh

langsung terhadap konsep anggaran negara pada umumnya. Salah satu

pengaruh itu adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model

anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.

Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi

dan visi organisasi (Bastian, 2006:274). Setiap kegiatan organisasi harus

diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan visi dan misi organisasi. Produk

dan jasa akan kehilangan nilai apabila kontribusi produk dan jasa tersebut

tidak dikaitkan dengan pencapaian visi dan misi organisasi.

Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan

penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau

beberapa periode mendatang. Anggaran sektor publik adalah rencana

kegiatan dan keuangan periodik (biasanya dalam periode tahunan) yang

berisi program dan kegiatan dan jumlah dana yang diperoleh

(penerimaan/pendapatan) dan dibutuhkan (pengeluaran/belanja) dalam

rangka mencapai tujuan organisasi publik.

Menurut Govermental Accounting Standards Board (GASB) dalam

Bastian (2006:164), definisi anggaran (budget) adalah:

.........rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi

pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang

diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu.

Page 19: 3.BAB I, II, III

19

Sedangkan Penganggaran (budgeting) merupakan aktifitas

mengalokasikan sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan

belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas (Haryanto, Sahmuddin,

Arifuddin: 2007). Dengan demikian, Performance Based Budgeting

(Penganggaran Berbasis Kinerja) adalah sistem penganggaran yang

berorientasi pada ‘output’ organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi,

misi dan rencana strategis organisasi. Ciri utama Performance Based

Budgeting adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan

antara pendanaan (input) dan hasil yang diharapkan (outcomes), sehingga

dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi kegiatan.

(Haryanto, Sahmuddin, Arifuddin: 2007).

Sistem penganggaran yang berbasis kinerja (Performance Based

Budgeting) merupakan sistem yang saat ini berkembang pesat dan banyak

dipakai oleh negara-negara maju di dunia sebagai pengganti sistem

penganggaran lama yaitu sistem Line Item Budgeting (Bastian,2006:170).

Dalam sistem Line Item Budgeting penekanan utama adalah terhadap input,

di mana perubahan terletak pada jumlah anggaran yang meningkat dibanding

tahun sebelumnya dengan kurang menekankan pada output yang hendak

dicapai dan kurang mempertimbangkan prioritas dan kebijakan yang

ditetapkan secara nasional.

Penyusunan anggaran dengan menggunakan sistem anggaran

berbasis kinerja yang ditekankan adalah berbagai segi yang akan dicapai

(output), seperti pembangunan sosial ekonomi dan aspek fisik yang terukur

dengan jelas. Ditekankan pula segi-segi fungsional dari masing-masing

lembaga/departemen, pengelompokan setiap kegiatan proyek yang

Page 20: 3.BAB I, II, III

20

berorientasi pada pengendalian anggaran dan menekankan pula pada

efisiensi pelaksanaan program.

Dengan dilaksanakannya otonomi daerah berdasarkan UU No. 32

Tahun 2004, maka dilaksanakan pula perubahan pengelolaan keuangan

daerah, melalui reformasi anggaran yaitu dari sistem anggaran tradisional

(traditional budgeting) ke performance budget.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan perubahan-

perubahan kunci tentang penganggaran sebagai berikut:

1. Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka

menengah

           Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan

kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses

perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal,

mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan

meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada perguruan tinggi dengan

pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien.

           Dengan melakukan proyeksi jangka menengah, dapat dikurangi

ketidakpastian di masa yang akan datang dalam penyediaan dana untuk

membiayai pelaksanaan berbagai inisiatif kebijakan baru, dalam

penganggaran tahunan. Pada saat yang sama, harus pula dihitung implikasi

kebijakan baru tersebut dalam konteks keberlanjutan fiskal dalam jangka

menengah. Cara ini juga memberikan peluang untuk melakukan analisis

apakah perguruan tinggi perlu melakukan perubahan terhadap kebijakan

yang ada, termasuk menghentikan program-program yang tidak efektif, agar

kebijakan-kebijakan baru dapat diakomodasikan.

Page 21: 3.BAB I, II, III

21

2. Penerapan penganggaran secara terpadu

            Dengan pendekatan ini, semua kegiatan perguruan tinggi disusun

secara terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan

anggaran belanja pembangunan. Hal tersebut merupakan tahapan yang

diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa

penganggaran menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan

pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja. Dalam kaitan dengan

menghitung biaya input dan menaksir kinerja program, sangat penting untuk

mempertimbangkan biaya secara keseluruhan, baik yang bersifat investasi

maupun biaya yang bersifat operasional.

3. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja

            Pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai

bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini

akan mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan

sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan tentang

kebijakan dalam kerangka jangka menengah. Rencana kerja dan anggaran

(RKA) yang disusun berdasarkan prestasi kerja dimaksudkan untuk

memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan menggunakan sumber

daya yang terbatas. Oleh karena itu, program dan kegiatan perguruan tinggi

harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan

sesuai dengan Rencana Kerja Tahunan (RKT).

Performance budgeting adalah teknik anggaran yang mengikuti

pendekatan New Public Management, yang berfokus pada manajemen sektor

publik yang berorintasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Hal ini

menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah

Page 22: 3.BAB I, II, III

22

tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan

kompetisi tender. NPM memberikan perubahan manajemen sektor publik

yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku,

birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang

fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar.

Anggaran kinerja adalah sebuh sistem anggaran yang mengutamakan

upaya pencapian hasil kerja atau output dari alokasi biaya atau input yang

ditetapkan. anggaran berbasis kinerja juga dapat dimengerti sebagai hasil

penganggaran yang mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam

kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk

efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersbut. Keluaran dan hasil

tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja.

Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran

bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam

kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk

efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil

tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan

bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program, diikuti dengan

pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.

Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja dalam Pedoman

Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009), prinsip-prinsip yang

digunakan dalam penganggaran berbasis kinerja meliputi:

1. Alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented)

Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan

anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-

Page 23: 3.BAB I, II, III

23

besarnya dengan menggunakan sumbedaya yang efisien. Dalam hal ini

program dan kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran

yang telah ditetapkan dalam rencana.

2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap

menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages)

Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja (dalam

hal ini Kuasa Pengguna Anggaran) dalam melaksanakan kegiatan untuk

mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi

penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan

hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda

dengan rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi

anggaran pada saat perencanaan merupakan dasar dalam pelaksanaan

kegiatan. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara

seorang manager unit kerja bertanggungjawab atas penggunaan dana dan

pencapaian kinerja yang telah ditetapkan (outcome).

3. Money Follow Function, Function Followed by Structure

Money Follow Function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa

pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada

tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya

dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku). Selanjutnya

prinsip tersebut dikaitkan dengan prinsip Function Followed by Structure,

yaitu suatu prinsip yang menggambarkan bahwa struktur organisasi yang

dibentuk sesuai dengan fungsi yang diemban. Tugas dan fungsi suatu

organisasi dibagi habis dalam unit-unit kerja yang ada dalam struktur

Page 24: 3.BAB I, II, III

24

organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi duplikasi

fungsi-fungsi.

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan

Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009), terdapat

elemen-elemen utama yang harus harus ditetapkan terlebih dahulu yaitu:

1. Visi dan Misi yang hendak dicapai.

Visi mengacu kepada hal yang ingin dicapai dalam jangka panjang

sedangkan misi adalah kerangka yang menggambarkan bagaimana visi

akan dicapai.

2. Tujuan.

Tujuan merupakan penjabaran lebih lanjut dari visi dan misi. Tujuan

tergambar dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

yang menunjukkan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam rangka

mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Tujuan harus

menggambarkan arah yang jelas serta tantangan yang realisitis. Tujuan

yang baik bercirikan, antara lain memberikan gambaran pelayanan utama

yang akan disediakan, secara jelas menggambarkan arah organisasi dan

program-programnya, menantang namun realistis, mengidentifikasikan

obyek yang akan dilayani serta apa yang hendak dicapai.

3. Sasaran.

Sasaran menggambarkan langkah-langkah yang spesifik dan terukur untuk

mencapai tujuan. Sasaran akan membantu penyusun anggaran untuk

mencapai tujuan dengan menetapkan target tertentu dan terukur. Kriteria

sasaran yang baik adalah dilakukan dengan menggunakan kriteria spesifik,

terukur, dapat dicapai, relevan, dan ada batasan waktu (specific,

Page 25: 3.BAB I, II, III

25

measurable, achievable, relevant, timely/SMART) dan yang tidak kalah

penting bahwa sasaran tersebut harus mendukung tujuan (support goal).

4. Program.

Program adalah sekumpulan kegiatan yang akan dilaksanakan sebagai

bagian dari usaha untuk mencapai serangkaian tujuan dan sasaran.

Program dibagi menjadi kegiatan dan harus disertai dengan target sasaran

output dan outcome. Program yang baik harus mempunyai keterkaitan

dengan tujuan dan sasaran serta masuk akal dan dapat dicapai.

5. Kegiatan.

Kegiatan adalah serangkaian pelayanan yang mempunyai maksud

menghasilkan output dan hasil yang penting untuk pencapaian program.

Kegiatan yang baik kriterianya adalah harus dapat mendukung pencapaian

program. Dalam menyusun anggaran berdasarkan kinerja, organisasi

ataupun unit organisasi tidak hanya diwajibkan menyusun anggaran atas

dasar fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja tetapi juga menetapkan

kinerja yang ingin dicapai. Kinerja tersebut antara lain dalam bentuk

keluaran (output) dari kegiatan yang akan dilaksanakan dan hasil

(outcome) dari program yang telah ditetapkan. Apabila telah ditetapkan

prestasi (kinerja) yang hendak dicapai, baru kemudian dihitung pendanaan

yang dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran atau hasil yang ditargetkan

sesuai rencana kinerja.

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan RI No. 102/2008

tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-KL Tahun 2009,

penerapan penganggaran berbasis kinerja yang efektif membutuhkan pra-

kondisi sebagai berikut:

Page 26: 3.BAB I, II, III

26

a. Telah tercipta sebuah lingkungan atau kondisi yang mendukung dan

berorientasi pada pencapaian kinerja.

b. Sistem kontrol yang efektif, memerlukan mekanisme akuntabilitas

masing-masing pimpinan kementrian/lembaga (managerial

accountability).

c. Telah tersedia sistem dan metode akuntansi yang handal sebelum

diterapkannya sistem keuangan yang terintegrasi (integrated financial

management system).

d. Telah terbentuk sebuah mekanisme pengalokasian sumber daya yang

berorientasi pada output.

e. Telah berjalannya sistem audit keuangan yang efektif sebelum audit

kinerja (performance audit) dilakukan.

3. Tujuan Penganggaran Berbasis KInerja

Dengan anggaran berbasis kinerjea (ABK) diharapkan rencana dan

program-program pembangunan yang disusun dapat mengarah kepada :

- Terwujudnya sasaran yang ditetapkan,

- Dicapainya hasil yang optimal dari setiap investasi yang dilakukan

guna meningkatkan kualitas pelayanan public,

- Tercapainya efisiensi serta meningkatkan produktivitas didalam

pengelolaan sumber daya dan peningkatan kualitas produk serta jasa

untuk mewujudkan kesinambungan pembangunan dan kemandirian

nasional,

- Mendukung Alokasi anggaran terhadap prioritas program dan kegiatan

yang dilaksanakan.

Page 27: 3.BAB I, II, III

27

Tujuan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja berdasarkan

Pedoman Reformasi Perencanaan dan Penganggaran (2009) diharapkan:

1. Menunjukkan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kerja yang

akan dicapai (directly linkages between performance and budget).

2. Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan

(operational efficiency).

3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan

tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability).

Dalam rangka penerapan Anggaran Berbasis Kinerja, berdasarkan

4. Manfaat dan Karakteristik SistemAnggaran Berbasis Kinerja

Manfaat yang diperoleh dengan menggunakan anggaran yang

berbasis kinerja, yaitu :

1. Teridentifikasinya output dan outcome yang dihasilkan dari setiap

program dan pelayanan yang dilakukan,

2. Diketahuinya dengan jelas target tingkat pencapaian output dan

outcome,

3. Terkaitnya biaya atau input yang dikorbankan dengan hasil yang

diinginkan dan proses perencanaan strategis yang sebelumnya

dilakukan,

4. Dapat diketahuinya urutan prioritas untuk setiap jenis pengeluaran

yang dilakukan oleh unit kerja,

5. Setiap unit atau satuan kerja dapat diminta pertanggung-jawaban atas

hasil yang dicapainya.

Page 28: 3.BAB I, II, III

28

Karakteristik anggaran berbasis kinerja, yaitu :

1. Berorientasi pada aktifitas, bukan pada unit kerja sehingga menuntut

koordinasi yang baik antar unit atau satuan kerja yang ada;

2. Perhatian lebih terfokus pada hasil (outcome);

3. Memberikan focus perhatian lebih pada kerja atau aktifitas dan bukan

pada pekerja atau serta item barang atau jasa yang dibeli;

4. Memiliki alat ukur (indicator) kinerja sehingga memudahkan dalam

proses evaluasinya;

5. Lebih sesuai diterapkan untuk memenuhi tuntutan efisiensi, efektifitas,

dan akuntabilitas.

Dapat disimpulkan bahwa anggaran kinerja (performance budget)

adalah hasil penganggaran dengan pendekatan New Public Management.

Anggaran kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan

pengawasan atas kinerja output atau outcome. Pendekatan ini juga

mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta

pendakatan yang sistematis dan rasional dalam proses pengambilan

keputusan.

Beberapa tolok ukur dalam menilai pelaksanaan sistem anggaran

kinerja yang membedakan dengan sistem anggaran lainnya, yaitu sebagai

berikut:

1. Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Undang-undang 32 tahun 2004 Pasal 11,12,13,14 (tentang pembagian

urusan pemerintah), misalnya :

a. perencanaan dan pendendalian pembangunan;

b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;

Page 29: 3.BAB I, II, III

29

c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;

d. penyediaan sarana dan prasarana umum;

e. penanganan bidang kesehatan;

f. penyelenggaraan bidang pendidikan;

g. penanggulangan masalah sosial;

h. pelayanan bidang ketenagakerjaan;

i. fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah;

j. pengendalian lingkungan hidup;

k. pelayanan pertanahan;

l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;

m.pelayanan administrasi umum pemerintahan;

n. pelayanan administrasi penanaman modal;

o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan

p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-

undangan.

Dalam hal yang berkaitan dengan kinerja anggaran, pemerintah daerah

harus menyusun APBD berdasarkan SPM, yang telah ditetapkan oleh

pemerintah pusat. Kinerja yang dimaksud dalam SPM ini adalah target-target

yang menjadi tolok ukur yang ditetapkan sebagai indicator-indikator

keberhasilan suatu kegiatan yaitu ; indicator output, outcome, benefit, impact,

dan hal ini digunakan untuk menetapkan analisis standar biaya (ASB) serta

menghitung rencana anggaran kegiatan. Program dan rencan kegiatan

termasuk tokol ukur kinerjanya yang merupakan pelaksanaan dari urusan

wajib selanjutnya dituangkan dalam rencana kinerja instansi terkait.

2. Indikator Kinerja

Page 30: 3.BAB I, II, III

30

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu kegiatan yang telah ditetapkan.

Indikator kinerja sebagai beikut:

a. Input, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besarnya

sumber daya yang digunakan untuk melaksanakan program atau

kegiatan.

b. Output, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan produk (barang/jasa)

yang dihasilkan dari program sesuai dengan masukan yang

digunakan.

c. Outcomes, yaitu tolok ukur kinerja yang berdasarkan tingkat

keberhasilan yang dapat dicapai berdasarkan keluaran program

yang telah dilaksanakan.

d. Benefit, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat kemanfaatan

atau hasil yang dapat dirasakan.

e. Impacts, yaitu tolok ukur kinerja berdasarkan dampaknya terhadap

kondisi makro dari manfaat yang ingin dicapai.

Penerapan indikator kinerja ini berprinsip pada relevansi, komunikatif,

konsisten, dapat dibandingkan, dan andal.

3. Analisis Standar Biaya

Analisis strandar biaya adalah standar dan pedoman yang bermanfaat

untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya setiap program atau

kegiatan yang akan dilaksanakan oleh unit kerja dalam satu tahun anggaran.

ASB juga berguna dalam menilai dan menentukan rencana program,

kegiatan dan anggaran belanja yang memenuhi tiga prinsip, yaitu ekonomis,

efisien dan efektif.

Page 31: 3.BAB I, II, III

31

Standar biaya merupakan komponen lainnya yang harus

dikembangkan untuk dasar pengukuran kinerja keuangan dalam sistem

anggaran kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku

bagi masing-masing daerah. Penetapan standar biaya akan membantu

penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi daerah yang

bersangkutan.

Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik berbasis kinerja ini

memiliki karakteristik umum, yaitu :

1. Komprehensif/komparatif,

2. Terintegrasi dan lintas departemen,

3. Proses pengambilan keputusan yang rasional dan berjangka

panjang,

4. Spesifikasi tujuan dan perankingan prioritas,

5. Analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)

6. Berorientasi input, output dan outcome (value for money), bukan

sekedar input.

7. Adanya pengawasan kinerja.

5. Struktur Anggaran Berbasis KInerja

Struktur anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja

merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan, belanja, dan

pembiayaan yang dirinsi menurut organisasi, fungsi, kelompok, dan jenis

belanja (mardiasmo, 2002:185). Pendapatan adalah semua penerimaan

dalam periode tahun anggaran tertentu. Pembiayaan adalah transaksi

keuangan untuk menutup selisih antara pendapatan dengan belanja.

Page 32: 3.BAB I, II, III

32

Menurut Robby Sirait (2008) ada beberapa struktur yang perlu

diperhatikan dalam penerapan anggaran berbasis kinerja yaitu :

1. Information base

2. Analytical Techniques

3. Interaction among budget actor’s

4. Spending criteria

Information base merupakan suatu mekanisme menjelaskan secara

detail mengenai pengeluaran pemerintah dalam anggaran, penjelasan

tersebut meliputi informasi keuangan (expenditure) yang tidak hanya sekedar

dokumentasi pembayaran tetapi informasi yang lebih terperinci tentang

pengeluaran yang telah dilakukan pemerintah, narasi pengeluaran serta

berapa persen tingkat penyelesaian dengan pengeluaran tersebut.

Analytical Techniques merupakan suatu teknik analisis proyek dengan

melakukan kalkulasi yang lebih eksplisit dan tidak hanya sebatas perhitungan

yang bersifat intuitif, experiental dan subjektif. Teknik ini meliputi plan of work,

cost accounting dan operation research.

Interaction among budget actor’s menjelaskan bahwa harus terjadi

interaksi antar pelaku yang berkaitan dengan penyusunan anggaran legislatif,

pemerintah daerah dan pelaksana anggaran sehingga seluruh yang

berkepentingan dengan anggaran tersebut dapat menilai performa anggaran.

Dengan interaksi ini juga diharapkan pelaksanaan anggaran dilakukan

langsung oleh daerah yang bersangkutan atau wilayah tempat pelaksana

program anggaran sehingga pencapain performa dapat diicapai secara

fleksibel dan optimal.

Page 33: 3.BAB I, II, III

33

Spending criteria menjelaskan bahwa dalam penganggaran harus ada

pengukuran efisiensi antara input dan output, perhitungan ini tidak hanya

memperhitungkan biaya saja tanpa memperhatikan benefit dari output atau

sebaliknya tetapi harus kedua-duanya sehingga mekanisme control dan

pencapaian program anggaran tercapai.

Dari kajian beberapa pendapat, diperoleh hasil bahwa dalam kaitannya

dengan struktur, anggaran berbasis kinerja harus memuat komponen tolak

ukur dan target kinerja, standar biaya, dan klasifikasi anggaran. Tolak ukur

dan target kinerja terdiri dari input, output, dan outcome. Standar biaya

meliputi rincian perhitungan harga satuan unit biaya yang berlaku. Dengan

adanya standar biaya, setiap unit kerja diharapkan mampu menyusun

anggaran berdasarkan skala prioritas. Selain itu dikenal anggaran defisit dan

sisa anggaran (anggaran surplus). Defisit anggaran merupakan konsekuensi

logis dari belanja yang lebih besar dari pendapatannya. Sedangkan sisa

anggaran (anggaran surplus) terjadi karena adanya penghematan. Dalam hal

klasifikasi anggaran, anggaran disusun berdasarkan sasaran strategis dan

dirinci menurut jenis belanja untuk setiap program /kegiatan.

6. Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut Akhmad Solikin (2006) dalam mengimplementasikan

anggaran berbasis kinerja harus melibatkan empat tahap yaitu :

1. Tahap persiapan

2. Tahap Ratifikasi (penetapan)

3. Tahap Implementasi

4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi

Page 34: 3.BAB I, II, III

34

Berkaitan dengan proses penyusunan, anggaran pendapatan akan

disusun oleh unit kerja berdasarkan pada sasaran, target dan biaya yang

rasional obyektif serta sesuai dengan jenis dan fungsi alokasinya. Sasaran

dan target merupakan tolak ukur keberhasilan kinerja harus

dipertanggungjawabkan kepada publik. Besarnya biaya dan alokasi belanja

untuk menilai apakah sasaran dan target dapat dicapai secara optimal atau

tidak. Dalam pengalokasian anggaran, apakah belanja tersebut manfaatnya

lebih banyak diterima oleh aparatur pemerintah atau oleh masyarakat, dan

apakah alokasi tersebut ditujukan untuk administrasi umum ataukah untuk

belanja modal.

Semua kegiatan penyusunan rencana anggaran menjadi tanggung

jawab unit kerja, yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk rencana

anggaran satuan kerja (RASK). Berkaitan dengan pertanggungjawaban

publik, APBD tersebut secara etis harus dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat dan secara legal kepada stakeholder.

Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun orientasi output.

Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka

mindset kita harus focus pada “apa yang ingin dicapai” Jika fokus ke “Output”,

berarti pemikiran tentang’ “tujuan” kegiatan harus sudah tercakup di setiap

langkah kita menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi

penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil

kerjanya diperiksa. Dengan membangun suatu system penganggaran yang

dapat memudahkan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan

terlibat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang

diharapkan.

Page 35: 3.BAB I, II, III

35

Untuk dapat menyusun Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu

harus disusun perencanaan strategic (Renstra). Penyusunan Renstra

dilakukan secara obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada. Agar

system dapat berjalan dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang

sangat menentukan yaitu standar harga, tolak ukur kinerja dan standar

pelayanan minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-

undangan.Pengukuran kinerja (tolak ukur) yang digunakan utnuk menilai

keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai

dengan sasaran dan tugas yang ditetapkan dalam mewujudkan visi dan misi

suatu organisasi.

Menurut Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasisi Kinerja (Deputi IV

BPKP), kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan

implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu :

1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.

2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.

3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut

(uang,waktu dan orang).

4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.

5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.

Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian dan pengungkapan

masalah implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi

peningkatan kualitas kinerja, baik dari sisi efisiensi dan efektifitas dari suatu

program/kegiatan. Cara pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara

membandingkan hasil terhadap target (dari sisi efektivitas) dan realisasi

terhadap pemanfaatan sumber daya (dilihat dari sisi efisiensi). Hasil dari

Page 36: 3.BAB I, II, III

36

evaluasi kinerja merupakan umpan balik (feed back) bagi suatu organisasi

untuk memperbaiki kinerjanya.

7. Dasar Hukum Sistem Anggaran KInerja

Adapun dasar hukum penerapan system anggaran kinerja

sebagaimana tercantum dalam Diklat PK (2003:1) adalah sebagai berikut :

1. UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,

2. UU No.32 dan 33 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,

3. PP No.105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan

pertanggungjawaban Keuangan Daerah,

4. Keputusan Menteri Dalam Negeri No.29 tahun 2002 tantang

Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Belanja Daerah,

Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan

Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Peraturan perundang-undangan tersebut di atas merupakan dasar

hukum penetapan sistem anggaran kinerja, sehingga dalam penerapan

sistem anggaran kinerja pun harus berpedoman pada peraturan perundang-

undangan tersebut.

8. Keunggulan Anggaran Berbasis KInerja

Menurut Sjahruddin Rasul (2003:51) system anggaran kinerja memiliki

beberapa keunggulan, diantaranya :

1. Fokus pada hasil-hasil (Focuses on results),

2. Lebih fleksibel (Flexibility),

Page 37: 3.BAB I, II, III

37

3. Lebih dapat dievalusi (Evaluability),

4. Mempemudah pengambilan keputusan (Easier decision making),

5. Perspektif jangka panjang (Has a long-term perspektive).

Fokus pada hasil artinya adanya keterkaitan antara anggaran dengan

hasil, akan mendorong perubahan arah pengambilan keputusan, termasuk

pengawasan anggaran dari pengendalian masukan-masukan keuangan

kearah pengendalian hasil atau outcomes. Juga akan lebih mendorong usaha-

usaha untuk menciptakan good governance, dalam hal ini tidak hanya

berfungsi sebagai alat pengendali inputs saja, tetapi juga sebagai alat

akuntabilitas publik.

Lebih fleksibel dalam konteks pergeseran anggaran dari satu jenis

belanja ke belanja yang lain menjadi lebih mudah, sebab instansi pengguna

anggaran dapat melakukan pergeseran anggaran sepanjang berada dalam

lingkup sasaran strategis yang sama (inter sasaran). Adanya fleksibilitas

secara otomatis mampu mendorong menciptakan keekonomisan dan efisiensi

anggaran.

Lebih dapat dievalusi maksudnya adanya keterkaitan antara sasaran

strategis yang ingin dicapai dengan jumlah dana yang dialokasikan akan

memudahkan perencanaan dan pelaksanaan evaluasi yang bersifat

menyeluruh, baik dari segi pencapaian sasaran,perumusan, dan implementasi

program/kegiatan, maupun proses penetapan dan pengendalian anggaran

serta analisis kinerja.

Mempermudah pengambilan keputusan yaitu system anggaran kinerja

dapat membantu proses pengambilan keputusan menjadi lebih mudah dan

Page 38: 3.BAB I, II, III

38

efektif, sebab terdapat muatan informasi kinerja menjadi focus pertimbangan

para pengambil keputusan.

Perspektif jangka panjang artinya ada perencanaan strategis yang

bersifat jangka menengah (umumnya untuk periode lima tahunan),berarti

mengakui adanya hubungan antara perencanaan jangka menengah dengan

alokasi sumber daya, yang pada akhirnya akan member focus pada perspektif

waktu yang lebih panjang dalam keputusan penganggaran.

9. Prasyarat Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja

Beberapa prasyarat mendasar yang diperlukan untuk menjamin

efektivitas penerapan anggaran berbasis kinerja menurut Sjahruddin Rasul

(2003:55) adalah sebagai berikut :

1. Kejelasan sasaran strategis,

2. Pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja,

3. Adanya keterkaitan yang jelas antara sasaran strategis dengan

indikator kineja,

4. Kejelasan akuntabilitas kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja

yang menekankan pada outcome,

5. Perlu perencanaan lebih awal,

6. Leadership untuk mempromosikan perubahan,

7. Kehati-hatian dalam implementasi

Kejelasan sasaran strategis maksudnya setiap lembaga pengguna

anggaran harus mengembangkan rencana strategis dengan focus pada hal-

hal yang ingin dicapainya. Rencana tersebut harus berisikan sasaran

berdasarkan outcame yang akhirnya dapat dirasakan secara langsung

Page 39: 3.BAB I, II, III

39

manfaat dan dampaknya oleh masyarakat. Sasaran strategis yang jelas akan

lebih memudahkan para pengambil keputusan, khususnya dalam proses

alokasi anggaran sesuai prioritas yang ditetapkan dalam kerangka

pengeluaran jangka menengah.

Pengembangan dan ketersediaan indikator kinerja maksudnya instansi

pengguna anggaran harus mengembangkan indicator kinerja (khususnya

outcome) secara spesifik dan sistematis, untuk menentukan seberapa baik

suatu instansi mencapai sasaran strategisnya.

Adanya keterkaitan yang jelas antara sasaran strategis dengan

indikator kineja dapat memudahkan proses antara alokasi anggaran dengan

hasil, seberapa jauh sasaran strategis dapat dicapai sebagaimana indicator

kineja.

Kejelasan akuntabilitas kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja yang

menekankan pada outcome artinya dibutuhkan adanya suatu peraturan,

pedoman maupun petunjuk teknis yang jelas dan tegas tentang akuntabiltas

kinerja yang menekankan pada outcome. Oleh karena itu, system

pengumpulan data kinerja yang komprehensif memegang peranan penting

untuk meningkatkan kualitas (lengkap dan akurat) informasi yang terkandung

dalam laporan akuntabilitas kinerja.

Perlu perencanaan lebih awal untuk membangun konsensus antar unit

organisasi dan membangun kompetisi pada unit-unit organisasi tersebut

untuk menghasilkan outcame terbaik dengan dana yang relative terbatas.

Leadership untuk mempromosikan perubahan. Dalam hal ini

diperlukan suatu kepemimpinan yang kuat yang memiliki komitmen

mendorong kearah perubahan.

Page 40: 3.BAB I, II, III

40

Kehati-hatian dalam implementasi. Hal ini berhubungan dengan ruang

lingkup dan langkah-langkah penerapannya, apakah serentak atau bertahap

sesuai jadwal penerapan yang ditetapkan.

Menurut Schick (2004) mengingatkan bahwa terdapat beberapa hal

yang harus dipertimbangkan dan dipenuhi (prakondisi) sebelum memberi

kewenangan sepenuhnya kepada pengguna anggaran. Konsep

Penganggaran Berbasis Kinerja tersebut tidak bisa diterapkan secara

sekaligus bila prakondisinya tidak memenuhi. Prakondisi ini merupakan

prasyarat untuk melakukan reformasi belanja negara secara komprehensif.

Kondisi tersebut adalah:

a. Sebelum penganggaran berbasis kinerja diterapkan sebaiknya

telah tercipta sebuah lingkungan atau kondisi yang mendukung dan

telah berorientasi pada kinerja.

b. Sebelum melakukan perubahan kepada kontrol terhadap output

sebaiknya telah terbentuk sistem kontrol terhadap input yang kuat.

c. Sebelum merubah sistem akuntansi menjadi sistem akrual,

sebaiknya telah berjalan system account for cash yang baik.

d. Sebelum merubah mekanisme kontrol menjadi sistem kontrol

internal sebaiknya telah terbentuk sistem eksternal kontrol yang

baik dan untuk bergeser menjadi mekanisme akuntabilitas

manajerial (managerial accountability) diperlukan sistem internal

kontrol yang baik.

e. Telah beroperasinya sistem akuntansi yang handal sebelum

diterapkannya sistem keuangan yang terintegrasi (intregated

financial management system).

Page 41: 3.BAB I, II, III

41

f. Telah terbentuk sebuah mekanisme pengalokasian yang

berorientasi pada output sebelum difokuskan pada outcome.

g. Telah berjalannya mekanisme kontrak (formal contract) dengan

baik di pasar (perekonomian) sebelum diterapkannya mekanisme

kontrak kinerja (performance contracts).

h. Telah berjalannya sistem audit keuangan yang efektif sebelum

audit kinerja (performance audit) dilakukan.

i. Adanya budget negara yang realistis dan predictable sebelum

menuntut para manajer untuk bertindak efisien dan efektif dalam

menggunakan anggarannya.

10. Pengertian KInerja Keuangan

Endang Wirjatmi (2005:61) mengemukakan bahwa “KInerja

merupakan tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya”.

Menurut Lembaga Administrasi Negara (2003:3) “KInerja adalah

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan,

program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, visi organisasi”.

Kaplan dan Norton (1995:23) mengungkapkan bahwa “ Berdasarkan

Balance Scorecard, ukuran kinerja dapat dibedakan menjadi empat

perspektif, yaitu perspektif financial, perspektif pelanggan, perspektif proses

bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan”.

Sedangkan menurut Mulyadi (2001), ukuran kinerja dapat dibagi

menjadi dua, yaitu :

Page 42: 3.BAB I, II, III

42

Ukuran kinerja keuangan dan ukuran kinerja non keuangan. Kinerja

keuangan biasanya diukur berdasarkan anggaran yang telah dibuat,

yaitu dengan menganalisis varians (selisih atau perbedaan) antara

kinerja actual dengan yang dianggarkan. Sedangkan kinerja non

keuangan dapat dilihat dari kualitas pelayanan, kedisiplinan, kepuasan

pelanggan dan sebagainya.

Lebih lanjut Mulyadi (2001) mengungkapkan bahwa “Pengukuran

kInerja keuangan merupakan penentuan secara periodik efektifitas

operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya

berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria sebelumnya”.

Akhmad Solikin (2006) menyatakan bahwa “Kinerja keuangan yaitu

kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan”.

Berdasarkan definisi-definis di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja

keuangan adalah ukuran keberhasilan suatu organisasi mencapai target-

target yang telah ditetapkan dalam anggarannya guna mewujudkan visi dan

misi perusahaan,

Anggaran dan laporan keuangan merupakan sumber informasi dalam

menilai kinerja keuangan suatu organisasi. Dalam mengukur kinerja

keuangan, Weston (2001:237) mengklasifikasikan ukuran kinerja keuangan

ke dalam tiga kelompok yaitu: 1) Ukuran Kinerja, 2) Ukuran efisiensi operasi,

3) Ukuran kebijkan keuangan.

Ukuran-ukuran kinerja mencerminkan keputusan-keputusan strategis,

operasi, dan pembiayaan. Ukuran efisiensi operasi mencerminkan

pengelolaan penggunaan berbagai sumber daya yang dimiliki perusahaan

dalam melaksanakan aktivitasnya. Sedangkan ukuran keuangan mengukur

Page 43: 3.BAB I, II, III

43

kemampuan organisasi dalam memenuhi kewajibannya dan mengukur

sebatas mana total aktiva dibiayai oleh modal sendiri dibandingkan dengan

pembiayaan kreditor.

Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja dapat dijelaskan

sebagai berikut.

1. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian

hasil kerja (output) dari perencanaan alokasi biaya (input) yang

ditetapkan

2. Output (keluaran) menunjukkan produk (barang atau jasa) yang

dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan

(input) yang digunakan

3. Input (masukan) adalah besarnya sumber dana, sumber daya

manusia, material, waktu, dan teknologi yang digunakan untuk

melaksanakan program atau kegiatan sesuai dengan masukan

(input) yang digunakan

4. Kinerja ditunjukkan oleh hubungan antara input (masukan) dengan

output (keluaran).

11. Tujuan Pengukuran KInerja Keuangan

Menurut Mardiasmo ( 2002:122) secara umum, tujuan pengukuran

kinerja adalah:

1. Untuk mengkomunikasikan strategis secara lebih baik,

2. Untuk mengukur kinerja financial dan non financial secara

berimbang sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian

strategi.

Page 44: 3.BAB I, II, III

44

3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manager level

menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal

congruence.

4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan

individual dan kemampuan kolektif yang rasional.

Menurut Kaplan dan Norton (2001:20) manajemen memiliki

kepentingan yang sangat besar terhadap informasi kinerja keuangan, yaitu

untuk :

1. Mengetahui dan menilai kinerja setiap bagian yang ada dalam

organisasi,

2. Memberikan pertimbangan terhadap keputusan yang diambil.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada intinya

pengukuran kinerja bertujuan untuk melihat gambaran mengenai tingkat

pencapaian suatu target yang telah ditetapkan baik melalui alat ukur finansial

maupun non finansial.

Dalam organisasi pemerintahan, pengukuran kinerja keuangan sangat

penting untuk membantu memperbaiki kinerja instansi, memperbaiki

pengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan, serta untuk

memfasilitasi terwujudnya akuntabilitas publik oleh organisasi dalam

menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik.

Larry D Stout (1993) dalam Bastian (2006:275) menyatakan bahwa:

“Pengukuran/penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan

mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian

misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan

berupa produk, jasa ataupun suatu proses.”

Page 45: 3.BAB I, II, III

45

Menurut James B. Whittaker (1993) dalam Akuntansi Sektor Publik

(Bastian 2006:275) diyatakan bahwa:

“Pengukuran/penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk

meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas”.

12. Teknik Pengukuran Value for Money

Kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik

dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparansi dan

akuntabilitas publik.Tujuan yang dikehendaki masyarakat yang mencakup

pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu

ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya,

efisiensi (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya, serta efektif

(berhasil guna) dalam mencapai tujuan dan sasaran.

Menurut Mardiasmo (2002:127) “Value for money merupakan inti

pengukuran kinerja keuangan pada instansi pemerintahan. Kinerja keuangan

instansi pemerintah harus dinilai dari sisi output, input dan outcome secara

bersama-sama”.

Agar dalam menilai kinerja keuangan instansi pemerintah dapat

dilakukan secara objektif, maka diperlukan indikator kinerja.Menurut

Mardiasmo (2002:130) “Indikator kinerja value for money dapat dibagi

menjadi dua, yaitu :

1. Indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisiensi)

2. Indikator kualitas pelayanan (efektivitas)”.

Page 46: 3.BAB I, II, III

46

“Indikator value for money menekankan pada tiga elemen utama

yanitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas atau lebih dikenal 3E”, (Mardiasmo,

2002:4).

Ekonomi berhubungan dengan biaya pengadaan (cost of inputs).

Dengan kata lain, ekonomi adalah praktek pembelian barang dan jasa input

dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang dimungkinkan,

mencakup juga pengelolaan secara hati-hati atau cermat dan tidak ada

pemborosan.

Efisiensi menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya

dengan keluaran yang dihasilkan. Kegiatan dikatakan efisiensi apabila output

tertentu dapat dicapai sumber daya seminimal mungkin.

Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai

tujuannnya. Efektifitas menggambarkan kontribusi output terhadap

pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Tujuan pengukuran kinerja dengan konsep value for money yaitu untuk

mengukur tingkat keekonomisan dalam alokasi sumber daya, efisiensi dalam

penggunaan sumber daya dengan hasil yang optimal serta efektivitas dalam

penggunaan sumber daya.

Indikator ekonomi, efisiensi, dan efektivitas harus digunakan secara

bersama-sama. Karena disatu pihak mungkin pelaksanaannya sudah

dilakukan secara ekonomis dan efisien akan tetapi output yang dihasilkan

tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Sedang dipihak lain, sebuah

program dapat dikatakan efektif dalam mencapai tujuan, tetapi mungkin

dicapai dengan cara yang tidak ekonomis dan efisien. Jika suatu program

efektif dan efisien maka program tersebut dapat dikatakan cost-effectiveness.

Page 47: 3.BAB I, II, III

47

Pengukuran value for money dapat digambarkan sebagai berikut:

Pengukuran value for money

NILAI INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME TUJUANINPUT

EKONOMIS EFISIENSI EFEKTIFITAS (hemat) (berdaya guna) (berhasil guna)

Cost-Effectiveenes

B. Kerangka Pemikiran

Reformasi bidang keuangan di Indonesia sejak tahun 2003 membawa

perubahan mendasar pada sistem penganggaran yaitu menjadi berbasis

kinerja. Akan tetapi, meskipun sudah diamanatkan sejak tahun 2003,

pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja sampai saat ini belum sesuai

dengan harapan. Universitas Hasanuddin merupakan salah satu organisasi

publik yang harus mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran dan

kinerjanya.

Penelitian yang dilakukan dalam implementasi strategi penganggaran

berbasis kinerja di Universitas Hasanuddin dengan model pendekatan

deskriptif kualitatif dan survey. Untuk memperoleh data dan informasi yang

Page 48: 3.BAB I, II, III

48

valid maka digunakan teknik pengumpulan data dengan teknik wawancara

langsung, kuesioner dari beberapa sampel dengan uji validitas menggunakan

skala likert serta dokumentasi. Hasil penelitian berupa diskripsi yang

menjawab atas pertanyaan penelitian. Untuk menjelaskan kerangka

pemikiran pada penelitian, sebagai berikut;

Skema Kerangka Pemikiran

Struktur Anggaran

Implementasi Anggaran

Akuntabilitas

Kinerja Keuangan

Page 49: 3.BAB I, II, III

49

C. Telaah Penelitian Sebelumnya

Haoran Lu (1998) melakukan penelitian tentang hal-hal yang

menghambat dalam implementasi Performance Based Budgeting, yaitu

kualitas yangg buruk dalam pengukuran kinerja serta kurangnya dukungan

dari pembuat keputuan anggaran. Wang (1999) dalam penelitiannya

menghasilkan bahwa implementasi sistem tergantung dari beberapa factor

penting: (1) dukungan legislatif secara konsisten; (2) kesepakatan ukuran

kinerja; (2) komunikasi yang konsisten; (3) laporan kinerja dan praktik

manajemen yang baik; (4) pemahaman tentang bagaimana input anggaran

diubah menjadi outcomes; (5) evaluasi dari semua pihak. Robinson (2002)

menyebutkan prakondisi yang harus dimiliki untuk memberhasilkan

implementasi performance based budgeting yaitu: (1) sistem informasi kinerja

yg baik; (2) penyusunan indikator kinerja yg baik; (3) sistem akuntansi

manajemen yg baik; (4) evaluasi dan alat analisis.

Di Indonesia, penelitian tentang Penganggaran Berbasis Kinerja

dilakukan oleh Sri Rahayu, dkk (2007) dengan pendekatan kualitatif untuk

mengeksplorasi pemahaman atas fenomena penganggaran dengan berfokus

bagaimana proses penyusunan anggaran pemerintah daerah pada tingkat

satuan kerja perangkat daerah (SKPD) khususnya yang berkaitan dengan

perilaku aparatur. Penelitian ini mengambil tempat di Pemda Propinsi Jambi.

Hasil dari penelitian tersebut yaitu penerapan performance budgeting dalam

proses penyusunan anggaran belum berjalan sebagaimana yang diinginkan.

Perubahan kebijakan hanya diikuti oleh daerah pada tingkat perubahan teknis

dan format, namun perubahan paradigma belum banyak terjadi.

Page 50: 3.BAB I, II, III

50

Penelitian kualitatif yang lain dilakukan oleh Nugroho Adi Utomo

(2007). Penelitian tersebut mengkaji penerapan Anggaran Berbasis Kinerja di

Dinas Kehutanan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Hasil dari

penelitian tersebut yaitu penerapan Anggaran Berbasis Kinerja menghadapi

tantangan antara lain terkait data, sumberdaya manusia dan

mekanisme.Penelitian kuantitatif yang relevan dilakukan oleh Nurul Chomsiah

(2007) yang meneliti tingkat kontinuitas penyediaan informasi yang

mempengaruhi tingkat keefektifan implementasi anggaran berbasis kinerja.

Firmansyah (2008) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

perencanaan Anggaran Berbasis Kinerja di Propinsi DKI Jakarta.

Penelitian dilakukan di lingkungan Badan Perencana Daerah dan Biro

Keuangan. Hasil penelitian menggunakan perhitungan analisis faktor dengan

teknik Principal Component Analysis menunjukkan bahwa terdapat 7 faktor

yang mempengaruhi perencanaan anggaran berbasis kinerja di Propinsi DKI

Jakarta adalah (1) faktor ketrampilan dan keahlian; (2) faktor dokumen

perencanaan; (3) faktor pengetahuan tentang anggaran; (4) faktor prosedur

perencanaan anggaran; (5) faktor data; (6) faktor informasi yang valid dan

mutakhir; dan (7) faktor deskripsi kerja.

Page 51: 3.BAB I, II, III

51

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini akan menggambarkan desain penelitian yang

mengungkapkan jenis penelitian yang akan dilakukan, alasan pemilihan

setting, lokasi dan waktu penelitian yang merupakan periode penelitian yang

diambil datanya, serta metode pengumpulan data dan teknik analisis yang

akan digunakan. Metode penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

A. Desain Penelitian

Desain riset yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif yaitu suatu pendekatan penelitian yang membicarakan

beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah actual dengan cara

mengumpulkan data, menyusun, megklarifikasi dan menganalisis.

Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman

yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial

dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu

gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan

responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15).

Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) mengemukakan bahwa metodologi

kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang

diamati.

Metode deskriptif disini bertujuan untuk menguraikan sifat atau

karakteristik mengenai keputusan melalui pengukuran. Tujuan riset dari

Page 52: 3.BAB I, II, III

52

desain deskriptif bersifat suatu paparan untuk mendeskripsikan hal-hal yang

ditanyakan dalam riset, seperti: siapa, yang mana, kapan, dan di mana, studi

dengan desain ini dapat dilakukan secara sederhana atau rumit.Periset

dituntut untuk melakukan riset dengan standar yang layak, baik dalam

perencanaannya maupun pelaksanaannya. Metode penelitian yang

digunakan adalah survei yaitu riset yang diadakan untuk memperoleh fakta-

fakta tentang gejala-gejala atas permasalahan yang timbul

Jenis/tipe penelitian bersifat deskriptif bertujuan memberikan

gambaran implementasi penganggaran berbasis kinerja pada Universitas

Hasanuddin secara sistematis dan analitis tentang kondisi ideal penyusunan

anggaran berbasis kinerja berdasarkan data dan informasi serta hasil

wawancara dilapangan dan gambaran sistem dan proses perencanaan pada

tingkat Sub Bagian/Jurusan, Fakultas/Universitas serta kendala yang

dihadapi dalam implementasi penyusunan anggaran berbasis kinerja dalam

kaitannya dengan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan program dan kegiatan.

B. Alasan Pemilihan Setting

Penelitian tentang Implementasi Strategi Penganggaran Berbasis

Kinerja ini menarik karena penulis merasakan bahwa pelaksanaan anggaran

berbasis kinerja pada satuan kerja (satker) Universitas Hasanuddin masih

banyak masalah. Dari informasi pendahuluan yang diperoleh, yaitu dari

Bagian Perencanaan Unhas, mengindikasikan masih banyak pelaksanaan

anggaran yang tidak sesuai dengan perencanaan, seringnya revisi dokumen

pelaksanaan anggaran, serta lemahnya daya serap anggaran. Pertimbangan

lain karena Unhas merupakan universitas negeri terbesar di Indonesia Timur

Page 53: 3.BAB I, II, III

53

yang mengelola sumber dana APBN yang sangat besar, sehingga diperlukan

pertanggungjawaban keuangan yang sangat besar juga. Di satu sisi, Unhas

merupakan universitas pertama di Indonesia Timur yang berstatus Badan

Layanan Umum (BLU), dimana pola BLU ini mempunyai fleksibilitas dalam

mengelola keuangannya. Dengan fleksibilitas dan tanggungjawab yang besar

tentu saja banyak kendala yang dihadapi terutama dalam hal akuntabilitas

kinerja.

Disamping itu ada keunikan lain yaitu Unhas memiliki unit kerja yang

banyak (20 unit) dengan karakteristik yang berbeda, yang terdiri dari fakultas

yang mempunyai penerimaan dari dana masyarakat dan unit kerja non

fakultas yang tidak mempunyai penerimaan. Unit kerja yang banyak dengan

karakteristik yang berbeda ini tentu saja akan membuat Unhas mengalami

kesulitan dalam mengelola anggaran dan menilai kinerjanya.

C. Obyek dan Waktu Penelitian

Obyek penelitian studi kasus ini adalah Universitas Hasanuddin

sebagai satker di lingkungan pendidikan tinggi kemendikbud yang

mempunyai 20 unit kerja (subsatker) di bawahnya. Waktu penelitian yaitu

bulan Januari tahun 2012 s/d bulan Mei 2012, karena pada bulan-bulan

tersebut sebagian besar proses penganggaran sedang berlangsung.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan

teknik wawancara, kuesioner ,studi pustaka dan dokumentasi.

Page 54: 3.BAB I, II, III

54

a. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data yang diperlukan secara face to face

dengan informan yang sesuai dengan bidang penelitian. Kerlinger

(2006,p.770) menyatakan bahwa wawancara adalah situasi peran antar

pribadi bersemuka (face to face) , ketika seseorang yakni pewawancara

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh

jawaban yang relevan dengan masalah penelitian, kepada seseorang

yang diwawancarai atau responden. Wawancara juga dilakukan secara

informal guna menggali informasi mendalam tentang kondisi dan situasi

internal. Pengumpulan data melalui pengamatan berpartisipasi dengan

para informan yang dilakukan secara tidak terstruktur dan informal dalam

berbagai situasi.

b. Kuesioner

Yaitu proses pengumpulan data melalui daftar pertanyaan yang

disusun secara sistematis dan bersifat tertutup yaitu responden

memberikan jawaban berdasarkan pilihan jawaban yang telah disediakan

(Nur Indriyanto, 1999;254).

Pertanyaan yang akan diberikan pada kuesioner ini adalah pertanyaan

menyangkut fakta dan pendapat responden, sedangkan kuesioner yang

digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner tertutup, dimana

responden diminta menjawab berdasarkan pilihan dari sejumlah jawaban

alternatif. Keuntungan bentuk tertutup ialah mudah diselesaikan, mudah

dianalisis, dan mampu memberikan jangkauan jawaban.

c. Riset Kepustakaan

Page 55: 3.BAB I, II, III

55

Yaitu teknik penelitian yang dilakukan dengan mempelajari dan membaca

berbagai literature yang terkait dengan pembahasan penelitian sebagai

landasan teori yang menuntun penelitian tetap pada jalur penelitian ilmiah,

yaitu menelaah beberapa kajian ilmiah dari buku-buku, jurnal, surat kabar,

e-book di internet dalam memperkaya khasanah kajian literature.

d. Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai berupa dokumen,

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah dan sebagainya. Metode ini

digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi khususnya untuk

melengkapi data yang tidak diperoleh dalam observasi dan wawancara.

Adapun dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian Implementasi

Strategi Penganggaran Berbasis Kinerja ini adalah :

1. Data mengenai profil Universitas Hasanuddin mencakup : visi, misi,

struktur organisasi, sumberdaya manusia, kondisi sarana dan

prasarana, serta gambaran perencanaan dan penganggaran.

2. Data pengelolaan keuangan Universitas Hasanuddin khususnya

perencanaan dan penganggaran yang meliputi Rencana Bisnis

Strategis (RSB), rencana kinerja (renja), Rencana Kerja Anggaran

Kementrian Negara/Lembaga (RKAKL), Standar Pelayanan Minimal

(SPM), Kerangka Acuan Kerja atau Term of Reference (TOR),

Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA), Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (LAKIP) dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

(DIPA).

Page 56: 3.BAB I, II, III

56

2. Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Hasan (2006: 24), pengolahan data adalah suatu proses

dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan

menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu. Pengolahan data

bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran menjadi data yang

lebih halus sehingga memberikan arah untuk pengkajian lebih lanjut

(Sudjana, 2001: 128).

Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan

penghitungan komputasi program SPSS ( Statistical Product and Service

Solution ) karena program ini memiliki kemampuan analisis statistik cukup

tinggi serta sistem manajemen data pada lingkungan grafis menggunakan

menu-menu dekriptif dan kotak-kotak dialog sederhana, sehingga mudah

dipahami cara pengoperasiannya (Sugianto, 2007: 1).

Pengolahan data menurut Hasan ( 2006: 24 ) meliputi kegiatan:

1. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah

terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang

terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.

2. Coding (Pengkodean)

Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang

termasuk dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam

bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada

suatu informasi atau data yang akan dianalisis.

3. Pemberian skor atau nilai

Dalam pemberian skor digunakan skala Likert yang merupakan salah

Page 57: 3.BAB I, II, III

57

satu cara untuk menentukan skor. Kriteria penilaian ini digolongkan dalam

lima tingkatan dengan penilaian sebagai berikut:

a. Jawaban 5, diberi skor 5

b. Jawaban 4, diberi skor 4

c. Jawaban 3, diberi skor 3

d. Jawaban 2, diberi skor 2

e. Jawaban 1, diberi skor 1 (Sudjana, 2001: 106).

4. Tabulasi

Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah

diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan

tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan. Tabel hasil

Tabulasi dapat berbentuk:

a. Tabel pemindahan, yaitu tabel tempat memindahkan kode-kode dari

kuesioner atau pencatatan pengamatan. Tabel ini berfungsi sebagai arsip.

b. Tabel biasa, adalah tabel yang disusun berdasar sifat responden tertentu

dan tujuan tertentu.

c. Tabel analisis, tabel yang memuat suatu jenis informasi yang telah

dianalisa (Hasan, 2006: 20)

Analisis Data menurut Hasan ( 2006: 29) adalah memperkirakan atau

dengan menentukan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu

(beberapa) kejadian terhadap suatu (beberapa) kejadian lainnya, serta

memperkirakan/meramalkan kejadian lainnya. Kejadian dapat dinyatakan

sebagai perubahan nilai variabel. Proses analisis data dimulai dengan

menelaah seluruh data yang diperoleh baik melalui hasil kuesioner dan

bantuan wawancara.

Page 58: 3.BAB I, II, III

58

Pengolahan data dilakukan melalui sistem pengkodean dan

penyimpanan serta pengaksesan data agar mudah digunakan. Adapun

strategi analisis data melalui langkah sebagai berikut :

Pengumpulan Transkrip Pembuatan Kategorisasi data mentah data kodina data

Penyimpulan Triangulasi Penyimpulan sementara akhir

Strategi analisis data

E. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang digunakan

adalah metode nonprobability sampling. Pada teknik ini, unsur populasi yang

ditentukan menjadi sampel didasarkan pada tujuan penelitian. Teknik ini baru

dapat digunakan jika karakteristik populasinya, yang juga menjadi objek

penelitian yang dilakukan, telah diketahui. (Aritonang R., 2007, p103)

Non-probability sampling merupakan teknik penarikan sampel yang

memberi peluang /kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota

populasi untuk terpilih menjadi sampel. Dimana teknik sampel yang dipilih

adalah Purposive Sampling, yaitu teknik penarikan sampel yang dilakukan

untuk tujuan tertentu saja. Seperti masalah yang akan diteliti adalah tentang

implementasi strategi penganggaran berbasis kinerja, maka sampel yang

Page 59: 3.BAB I, II, III

59

dipilih adalah orang yang ahli atau yang terlibat dalam penganggaran atau

pengelolaan anggaran saja.

F. Operasional Variabel

Dalam penelitian ini penulis menganalisis pengaruh 2 variabel yaitu

variabel eksogen (struktur dan implementasi penganggaran berbasis kinerja)

dan variable endogen (akuntabilitas kinerja keuangan).

F. Narasumber/Informan

Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui teknik wawancara

dengan narasumber/informan dan survey. Adapun narasumber yang

diwawawancarai adalah pejabat yang memahami perumusan konsep

penganggaran berbasis kinerja dan pejabat yang berkompoten langsung

terhadap perencanaan anggaran di lingkungan kantor pusat/Universitas.

Adapun informan yang menjadi target yaitu wakil rektor II, kepala biro

perencanaan, kasubag perencanaan dan kepala biro keuangan.

Pertimbangan pemilihan narasumber dan informan adalah dengan

memperhatikan kapasitas dan kompetensi masing-masing serta dengan

memperhatikan kebutuhan data dan informasi yang relevan dengan obyek

dan topik yang diteliti, yang umumnya adalah pejabat/pelaksana yang

bersentuhan langsung dalam proses penyusunan kebijakan, perencanaan

dan pelaksanaan di bidang penganggaran.

Sedangkan untuk pengambilan data melalui kuesioner adalah sampel

dari populasi dari semua unit kerja yang ada di lingkungan Universitas

Page 60: 3.BAB I, II, III

60

Hasanuddin yaitu para pembantu dekan II, ketua/sekretaris jurusan

prodi/jurusan, kasubag keuangan dan bendahara di Unit kerja yang ada.

G. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu: pertama, penelitian hanya

memfokuskan hanya pada implementasi strategi penganggaran berbasis

kinerja dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Tahun

2009 merupakan tahun kedua diterapkannya system penganggaran berbasis

kinerja, sedangkan tahun 2011 merupakan tahun awal pelaksanaan Rencana

Strategis (Renstra) kedua. Kedua, narasumber dan informan yang

diwawancarai jumlahnya relative terbatas.