Bab 4 rencana pola ruang

29
BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | HALAMAN IV - 1 RENCANA POLA RUANG Sebelum membahas lebih lanjut tentang pola ruang, perlu disampaikan disini bahwa dalam Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang RTRWN, Lubuklinggau adalah kawasan andalan di wilayah barat Sumatera Selatan dengan sektor unggulan pertanian, perkebunan dan industri. Sebagaimana diketahui bahwa secara faktual wilayah Kabupaten Musi Rawas adalah hinterland dari Kota Lubuklinggau. Sementara itu dalam RTRW Provinsi Kota Lubuklinggau dan sekitarnya juga diamanatkan sebagai kawasan dengan fungsi pertanian, perkebunan dan pertambangan. Dengan demikian, terkait dengan kawasan andalan maka Kabupaten Musi Rawas akan mengambil peran yang lebih besar dalam pengembangan sektor pertanian, perkebunan, industri dan pertambangan. Rencana Pola Ruang Kabupaten Musi Rawas ditentukan dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah, perkembangan tata guna lahan, kesesuaian lahan dan penataan kawasan hutan di wilayah ini. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan dan kajian perkembangan tata guna lahan beberapa tahun terakhir, serta memperhatikan keberadaan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Hutan Lindung, dan hutan produksi, maka sesuai peraturan perundangan yang berlaku di wilayah Kabupaten Musi Rawas perlu ditetapkan dua kawasan inti, yaitu Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. 4.1 RENCANA KAWASAN LINDUNG Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Pemantapan kawasan lindung sejalan dengan Undang-Undang No 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang dan Keppres No. 32 tahun 1990, tentang pengelolaan kawasan lindung, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi biogeofisik wilayah yang mempunyai karakteristik dan keunikan masing-masing. Dengan mengacu pada ke-2 (dua) peraturan perundangan tersebut, maka kawasan lindung yang akan dimantapkan di wilayah Kabupaten Musi Rawas yang dinyatakan sebagai kawasan non-budidaya adalah

description

Bab 4 rencana pola ruang

Transcript of Bab 4 rencana pola ruang

Page 1: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 1

RENCANA POLA RUANG

Sebelum membahas lebih lanjut tentang pola ruang, perlu disampaikan disini bahwa dalam Peraturan

Pemerintah No. 26 tahun 2008 tentang RTRWN, Lubuklinggau adalah kawasan andalan di wilayah barat

Sumatera Selatan dengan sektor unggulan pertanian, perkebunan dan industri. Sebagaimana diketahui

bahwa secara faktual wilayah Kabupaten Musi Rawas adalah hinterland dari Kota Lubuklinggau.

Sementara itu dalam RTRW Provinsi Kota Lubuklinggau dan sekitarnya juga diamanatkan sebagai

kawasan dengan fungsi pertanian, perkebunan dan pertambangan. Dengan demikian, terkait dengan

kawasan andalan maka Kabupaten Musi Rawas akan mengambil peran yang lebih besar dalam

pengembangan sektor pertanian, perkebunan, industri dan pertambangan.

Rencana Pola Ruang Kabupaten Musi Rawas ditentukan dengan mempertimbangkan karakteristik

wilayah, perkembangan tata guna lahan, kesesuaian lahan dan penataan kawasan hutan di wilayah ini.

Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan dan kajian perkembangan tata guna lahan beberapa tahun

terakhir, serta memperhatikan keberadaan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Hutan

Lindung, dan hutan produksi, maka sesuai peraturan perundangan yang berlaku di wilayah Kabupaten

Musi Rawas perlu ditetapkan dua kawasan inti, yaitu Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.

4.1 RENCANA KAWASAN LINDUNG

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian

lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan nilai sejarah serta

budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Pemantapan kawasan lindung sejalan

dengan Undang-Undang No 26 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang dan Keppres No. 32 tahun 1990,

tentang pengelolaan kawasan lindung, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi

biogeofisik wilayah yang mempunyai karakteristik dan keunikan masing-masing.

Dengan mengacu pada ke-2 (dua) peraturan perundangan tersebut, maka kawasan lindung yang akan

dimantapkan di wilayah Kabupaten Musi Rawas yang dinyatakan sebagai kawasan non-budidaya adalah

Page 2: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 2

kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya, yaitu daerah-daerah yang memiliki

kendala fisik tertentu seperti lereng curam, rawan banjir, rawan longsor dan erosi, kawasan bergambut,

dan kedalaman efektif agak dangkal hingga dangkal. Selain itu juga dimaksudkan untuk melindungi

kelestarian wilayah bawahannya berupa kawasan budidaya yang keberadaannya sangat penting bagi

pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat setempat. Kawasan tersebut adalah perkebunan rakyat dan

lahan pertanian lahan basah/sawah irigasi.

Di Kabupaten Musi Rawas terdapat 4 (empat) jenis kawasan lindung, yaitu: (1) Kawasan yang

Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya, (2) Kawasan Perlindungan Setempat, (3) Kawasan

Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya, dan (4) Kawasan Rawan Bencana Alam. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Musi Rawas.

4.1.1 Kawasan Hutan Lindung

Kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar

maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir, dan erosi, serta pemeliharaan

kesuburan tanah.

Kawasan ini menempati daerah yang rentan terhadap perubahan, karena lereng terjal, solum tanah

dangkal, dan struktur geologi yang labil. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. 76/ KPTS-

II/2001 luas kawasan hutan lindung di Kabupaten Musi Rawas adalah 2.571,64 hektar yang

terletak di kawasan perbukitan kecil, yakni di wilayah Kecamatan STL Ulu Terawas, Karang Jaya,

Tugu Mulyo, Purwodadi, dan Rawas Ilir.

Pelestarian fungsi ekologis kawasan ini sangat penting untuk dipertahankan. Untuk itu perlu dilakukan

pengendalian ketat terhadap aktivitas pembangunan. Kawasan hutan yang masih lestari perlu dijaga dari

perambahan masyarakat. Sedangkan kawasan yang sudah terbuka agar dilakukan reboisasi dengan

berbagai jenis tanaman hutan, seperti: Merbau (Intsia biyuga), Bintangur (Calophyllum inophyllum),

Mersawa (Anoisoptera polyandra), Nyatoh (Palaquium gutta), Terentang (Campnosperma auriculata),

Medang (Litsea firma), Terap (Artocarpus spp), dan lain-lain.

4.1.2 Kawasan yang Memberikan Perlindungan Kawasan Bawahannya

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang mencakup :

Kawasan Resapan Air

Kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapan air hujan sehingga merupakan tempat

pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.

Kawasan ini terletak di daerah tangkapan air (chathment area) hulu sungai, yakni di Kecamatan Ulu

Rawas, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Selangit, dan Kecamatan STL Ulu Terawas,

Kecamatan Sumber Harta, Kecamatan Purwodadi dan Kecamatan Megang Sakti. Sebagian

kawasan ini merupakan kawasan hutan produksi dan sebagian lainnya merupakan ladang/tegalan, dan

permukiman. Secara fisik kawasan ini memiliki karakteristik bentuk wilayah agak bergunung dan

Page 3: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 3

bergunung (lereng >40%), jenis tanah umumnya podsolik litik, dengan kemampuan meresapkan air

cukup baik, dan curah hujan cukup tinggi>2000 mm/tahun. Fungsi ekologis kawasan ini perlu dilestarikan

agar kemampuan untuk meresapkan air hujan dapat dijaga dan ditingkatkan. Untuk itu pemanfaatan

lahan di kawasan ini perlu dilaksanakan dengan pengendalian ketat dengan mempertahankan tutupan

lahan secara optimal.

Adapun arahan pemanfaatan lahan di kawasan resapan air ini antara lain:

Di kawasan hutan produksi tetap, dengan kemiringan lereng >40%, diarahkan untuk penanaman

jenis tanaman hutan yang secara endemik telah tumbuh di kawasan ini, seperti: Merbau (Intsia

biyuga), Bintangur (Calophyllum inophyllum), Mersawa (Anoisoptera polyandra), Nyatoh

(Palaquium gutta), Terentang (Campnosperma auriculata), Medang (Litsea firma), Terap

(Artocarpus spp), dan lain-lain.

Di kawasan non hutan, dengan kemiringan lahan >40% diarahkan untuk pengembangan hutan

rakyat, dengan jenis tanaman penghasil kayu bangunan, seperti mahoni dan sungkai (tanaman

jati dan akasia tidak direkomendasikan. Karena di kawasan ini curah hujan tinggi, sehingga jati

akan tumbuh subur tetapi kualitas kayunya rendah. Sedangkan tanaman akasia tidak

direkomendasikan, karena daunnya mengandung lignin, sehingga licin dan kurang mampu

mengintersep curah hujan, serta serasahnya sulit terdekomposisi. Dengan demikian akan kurang

mampu melindungi dan memperbaiki sifat fisik tanah dan meningkatkan kapasitas peresapan air).

Tanaman sela berupa tanaman karet dan buah-buahan, seperti rambutan dan durian dapat ditanam

dengan tingkat kepadatan populasi lebih rendah dibanding tanaman kayu-kayuan. Tiap 3-4 baris

tanaman kayu-kayuan dapat di tanam tanaman sela yang membentuk barisan sejajar kontur (strip

croping). Untuk menjaga agar tidak terjadi erosi dan meningkatkan kesuburan tanah, maka di bawah

pohon-pohon ini dapat dibudidayakan rumput-rumputan (rumput gajah, rumput setaria, rumput meksiko,

dan lain-lain) untuk penyediaan hijauan pakan ternak (HPT) yang dapat ditanam secara strip croping.

Dengan penanaman rumput ini, maka aliran permukaan (run off) akan tertahan dan lumpur erosi dapat

diendapkan di muka barisan tanaman rumput, sehingga secara berangsur-angsur akan membentuk

guludan dan terrasering.

4.1.3 Kawasan Perlindungan Setempat

Kawasan yang memberikan perlindungan setempat yang mencakup sempadan pantai, sempadan sungai,

sekitar danau atau waduk, sekitar mata air dan ruang terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan

kota. Di Kabupaten Musi Rawas jenis kawasan perlindungan setempat yang ada adalah: sempadan

sungai dan kawasan sekitar danau atau waduk.

4.1.3.1 Kawasan Sempadan Sungai

Kawasan sepanjang kiri-kanan sungai, termasuk sungai buatan atau kanal atau saluran irigasi primer,

yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Kawasan ini terletak

Page 4: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 4

di sepanjang kiri-kanan sungai, antara lain: Sungai Rawas, Sungai Musi , Sungai Rupit, Sungai

Kelingi, Sungai Megang, Sungai Lakitan, Sungai Lemutas, Sungai Semangus, dan Sungai Gegas.

Beberapa ruas merupakan kawasan hutan dan sebagian ruas lainnya berupa daerah pertanian dan

permukinan/perkotaan. Ditinjau dari luasan DAS nya, dua sungai utama, yakni Sungai Rawas dan Sungai

Musi Hulu tergolong sungai besar di kabupaten ini. Sedangkan lainnya tergolong sungai kecil, lebar garis

sempadan sungai ditetapkan dengan mempertimbangkan letak, kondisi, dan karakteristik sungai

bersangkutan.

i. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya 5

(lima) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

ii. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditetapkan sekurang-kurangnya

3 (tiga) meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul.

iii. Garis sempadan sungai tak bertanggul di luar kawasan perkotaan pada sungai besar (DAS ≥ 500

km2) ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, sedangkan pada sungai kecil

(DAS<500 km2) ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter, dihitung dari tepi sungai

pada waktu ditetapkan.

iv. Garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan yang mempunyai kedalaman

<3 (tiga) meter, ditetapkan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter, dihitung dari tepi sungai pada

waktu ditetapkan.

v. Garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan yang mempunyai kedalaman

3-20 (tiga sampai dua puluh) meter, ditetapkan sekurang-kurangnya 15 (lima belas) meter,

dihitung dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

vi. Garis sempadan sungai tak bertanggul di dalam kawasan perkotaan dengan kedalaman

maksimum >20 (dua puluh) meter, ditetapkan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) meter, dihitung

dari tepi sungai pada waktu ditetapkan.

Pelestarian kawasan sempadan sungai perlu dilakukan agar mampu memberikan pelindungan terhadap

kelestarian fungsi hidrologis sungai. Adapun arahan pemanfaatan kawasan sempadan sungai di

Kabupaten Musi Rawas meliputi:

Kawasan sempadan sungai di luar perkotaan berupa kawasan hutan dan lahan pertanian.

Kawasan sempadan sungai di kawasan hutan dapat di pertahankan jenis-jenis vegetasi yang telah

tumbuh secara alami. Sedangkan kawasan sempadan yang berada di kawasan pertanian perlu

tanaman kembali jenis-jenis tanaman yang memiliki kemampuan menahan banjir dan memiliki

daya regenerasi tinggi, seperti bambu, pisang, tebu, dan rumput gajah. Jenis-jenis tanaman ini

mampu menahan erosi dan longsor, namun juga memiliki nilai ekonomi. Sifatnya yang memiliki

daya regenerasi tinggi sangat cocok untuk melindungi daerah sempadan sungai yang rawan

longsor.

Kawasan sempadan sungai di dalam perkotaan dapat dimanfaatkan untuk taman penghijauan;

prasarana lalu lintas; jalur pemasangan kabel listrik, telepon, dan saluran air bersih; tempat

Page 5: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 5

pemasangan papan reklame, dan lain-lain yang tidak mengancam kelestarian fungsi hidrologis

sungai.

4.1.3.2 Kawasan Sekitar Danau atau Waduk

Kawasan tertentu di sekeliling danau atau waduk yang mempunyai manfaat penting untuk

mempertahankan kelestarian fungsi danau atau waduk. Kawasan ini terletak di sekitar Danau

Rayo di Kecamatan Rupit, Danau Aur di Kecamatan Sumber Harta dan Bendungan Air

Gegas di Kecamatan Tiang Pumpung Kepungut.. Lebar garis sempadan danau atau waduk

ditetapkan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter, dihitung dari tepi danau dan waduk pada

waktu ditetapkan. Pelestarian kawasan sempadan danau dan waduk perlu dilakukan agar mampu

memberikan pelindungan terhadap kelestarian fungsi hidrologis danau. Adapun arahan

pemanfaatan kawasan sempadan danau dan waduk adalah agar jenis-jenis vegetasi yang telah

tumbuh secara alami dipertahankan dan dilakukan pengkayaan keanekaragaman jenis dan

populasi jenis. Danau Rayo dan Bendungan Air Gegas juga ditetapkan sebagasi kawasan

konservasi perikanan air tawar.

4.1.3.3 Ruang Terbuka Hijau

a. Kebutuhan RTH Kabupaten Musi Rawas

Ruang Terbuka Hijau dipersyaratkan dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, bahwa

proporsi ruang terbuka hijau pada suatu wilayah paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah, 20

(dua puluh) persen ruang terbuka hijau publik dan 10 (sepuluh) persen ruang terbuka hijau privat.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik bentuk

area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat

terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

Kawasan ruang terbuka hijau selain berfungsi sebagai paru-paru kota, berfungsi sebagai salah satu

unsur pembentuk struktur tata ruang wilayah dan dalam pola ruang merupakan kawasan yang dapat

berfungsi menunjang fungsi lindung. Pengelolaan kawasan/ruang terbuka hijau ini secara umum meliputi :

1. Pembatasan pendirian bangunan-bangunan, kecuali yang memiliki fungsi sangat vital atau

bangunan-bangunan yang merupakan penunjang dan menjadi bagian dari kawasan ruang

terbuka hijau.

2. Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau sebagai bagian dari pengembangan fasilitas

umum dan taman-taman kota/ lingkungan.

3. Pengembangan kawasan ruang terbuka hijau sebagai pembatas antara kawasan industri

dengan kawasan fungsional lain di sekitarnya, terutama kawasan permukiman.

Untuk menghitung kebutuhan luas RTH publik Kabupaten Musi Rawas digunakan metode perhitungan

kebutuhan RTH berdasarkan persentase yang kemudian dikaitkan dengan kebijakan yang terbaru yaitu

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yaitu :

Page 6: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 6

Proporsi ruang terbuka hijau pada suatu wilayah paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah

kota. 20 (dua puluh) persen ruang terbuka hijau publik dan 10 (sepuluh) persen ruang terbuka hijau

privat. Maka perhitungan RTH adalah sebagai berikut :

a. Luas Wilayah Kabupaten Musi Rawas : 1.236.582,66 Ha.

b. Standar : UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Luas RTH = 30% dari luas

kota/wilayahnya).

c. Kebutuhan luas Ruang Terbuka Hijau (Kawasan Lindung) Kabupaten Musi Rawas sesuai standar

UU No. 26 Tahun 2007: 30% dari 1.236.582,66 Ha = 370.974,80 Ha.

d. Kebutuhan luas Ruang Terbuka Hijau (Kawasan Publik) Kabupaten Musi Rawas sesuai standar

UU No. 26 Tahun 2007: 20% dari 370.974,80 Ha = 74.194,96 Ha.

Untuk pemenuhan kebutuhan lahan bagi Peruntukan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diupayakan dari

keberadaan TNKS yang ada di Kabupaten Musi Rawas beserta Kawasan Sempadan (Sempadan Sungai,

Danau dan Rel Kereta Api) dan kebutuhan taman kota yang diarahkan pada kawasan Muara Beliti.

Jenis pemanfaatan ruang yang diarahkan dalam ruang terbuka hijau yang diarahkan pengembangannya

di Kabupaten Musi Rawas terdiri dari :

a. RTH Hutan kota, yang akan diarahkan pada pusat agropolitan (Muara Beliti) dan distrik

agropolitan yang terdapat pada kawasan Sp. Nibung, Megang Sakti, Prabumulih dan kawasan Sp.

Terawas yang memiliki fungsi sebagai kawasan pengembangan Agropolitan.

b. RTH Taman kota yang diarahkan pada kawasan pusat perkantoran Muara Beliti yang terintegrasi

dengan kawasan perkantoran di Muara Beliti.

c. RTH Jalur hijau (sempadan sungai, dan TPAS, jalan Kereta Api, sekitar TPA).

d. RTH Tempat Pemakaman Umum.

e. RTH-Kawasan Pertanian.

f. RTH Jalur Hijau Jalan.

g. RTH Ruang Pejalan kaki.

b. Arahan Penyedian RTH di Kabupaten Musi Rawas

Arahan pengembangan RTH (Ruang Terbuka Hijau) dilakukan dengan memperhatikan beberapa aspek

sebagai berikut :

I. Untuk menciptakan kenyamanan iklim mikro pada wilayah Kabupaten Musi Rawas, perlu

dialokasikan 30% luas wilayah sebagai ruang terbuka dengan tutupan vegetasi.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) dapat dikontribusikan sebagai berikut :

1. Ruang Terbuka Hijau Produktif, yaitu berupa kawasan pertanian dan perkebunan.

2. Ruang Terbuka Hijau Konservasi, seperti TNKS, hutan raya, hutan kota, dan Catchment

Area.

Page 7: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 7

3. Ruang Terbuka HIjau Lingkungan merupakan taman kota, taman lingkungan dan

perkarangan.

4. Ruang Terbuka Hijau Koridor, meliputi koridor jaringan jalan, jalur jaringan listrik

ketegangan tinggi, serta sepanjang perbatasan wilayah Kabupaten Musi Rawas dengan

wilayah sekitarnya yang didesain dengan ketebalan zona penyangga seluas 100 – 500

meter.

5. Ruang Terbuka Hijau Khusus, yaitu meliputi tempat pemakanan umum (TPU), perkarangan

perkantoran, Buffer Zone, kawasan pendidikan, dan kawasan wisata/rekreasi.

Pemilihan jenis vegetasi disesuaikan dengan misi dari jenis ruang terbuka hijau yang akan

dikembangkan, misalnya pada RTH koridor, jenis vegetasi yang dipilih harus memiliki sistem

perakaran yang tidak merusak bahu atau badan jalan serta memiliki sistem percabang yang tidak

menyebabkan gangguan dalam keselamatan lalu lintas.

Adapun jenis-jenis RTH yang akan direncanakan di Kabupaten Musi Rawas, sebagai berikut :

1. Hutan Kota

Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah sebagai peyangga lingkungan wilayah/kota yang

berfungsi untuk:

a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika.

b. Meresapkan air.

c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik wilayah.

d. Mendukung pelestarian dan perlindungan keanekaragaman hayati Indonesia.

Tabel IV - 1. Kriteria Pemilihan Vegetasi Pada Lahan Peruntukan Ruang Terbuka Hijau (RTH)

No Peruntukan Lahan Kriteria Vegetasi

1 Taman Kota Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan

tidak mudah patah, akar tidak mengganggu pondasi,

struktur daun setengah rapai sampai rapat

Jenis ketinggian bervariasi, warna hijau dan variasi

warna lain seimbang

Kecepatan tumbuh sedang

Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya

Jenis tanaman tahunan dan musiman

Jarak tanaman setengah rapat

98% dari luas areal harus dihijaukan

2 Hutan Kota Karakteristik tanaman : struktur rapat, ketinggian

Page 8: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 8

No Peruntukan Lahan Kriteria Vegetasi

bervariasi

Kecepatan tumbuh cepat

Kecepatan tumbuh sedang

Dominasi jenis tanaman tahunan

Berupa habitat tanaman lokal

Jarak tanaman rapat

90% - 100% dari luas areal harus dihijaukan

3 Rekreasi Kota Karakteristik tanaman : tidak bergetah/beracun, dahan

tidak mudah patah perakaran tidak menganggu

pondasi, struktur daun setengah rapat, ketinggian

vegetasi bervariasi, warna hijau dan variasi warna

hijau seimbang

Kecepatan tumbuh sedang

Jenis tanaman tahunan dan musiman

Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya

Jarak tanaman setengah rapat

40-60% dari luas areal harus dijaukan

4 Kegiatan Olah Raga Karakteristik tanaman : tidak bergetah atau beracun,

dahan tidak mudah patah, perakatan tidak menganggu

pondasi

Kecepatan tumbuh sedang

Jenis tanaman tahunan dan musiman

Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya

Jarak tanaman setengah rapat

40-60% dari luas areal harus dijaukan

5 Kuburan/ Tempat Pemakaman

Umum

Karakteristik tanaman : perakaran tidak menganggu

pondasi, struktur renggang sampai setengah rapat,

dominasi warna hijau

Jenis tanaman tahunan dan musiman

Berupa tanaman lokal dan budidaya

Jarak tanaman renggang, sampai setengah rapat

Sekitar 50% dari luas areal harus dihijaukan

6 Jalur Hijau Karakteristik tanaman : struktur daun setengah rapat,

Page 9: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 9

No Peruntukan Lahan Kriteria Vegetasi

dominasi warna hijau, perakaran tidak menganggu

pondasi.

Berupa habitat tanaman budidaya

Jarak tanaman setengah rapat

80-90% dari luas areal harus dihijaukan

7 Perkarangan Kecepatan tumbuh bervariasi

Jenis tanaman tahunan dan musiman

Berupa habitat tanaman local dan tanaman budidaya

Jarak tanaman bervariasi. Presentase hijau

disesuaikan dengan intensitas kepadatan bangunan

Catatan :

Untuk jalur jalan (pohon peneduh jalan)

– Buah tidak terlalu besar, daun tidak boleh terlalu banyak yang berguguran (karena dapat menyumbat

aliran selokan dan mengotori jalan), sedangkan dari segi pemeliharaan peneduh jangan dipilih dari

jenis yang suka tumbuh liar, batang kayu, ranting, dan cabang pohon harus yang tumbuh kuat tidak

mudah patah bila ditempa angin kencang. Sedangkan pertumbuhan daunnya haruslah yang tidak

terlalu cepat merambat sehingga merusak tanggul pinggiran jalan. Pohon pun boleh yang terlalu

teduh agar jalan cepat kering bila terkena hujan, syarat terakhir akar pohon peneduh cukup kuat dan

tahan terhadap guncangan arus lalu lintas, dan yang lebih penting lagi pohonnya tidak mudah kena

penyakit dan hama.

– Jalur hijau untuk kawasan konservasi (daerah resapan, sisi sungai, dan daerah dengan potensi

kelongsoran tanah)

– Jenis vegetasi harus mempunyai perakaran yang dalam dan bercabang banyak. Secara khusus,

vegetasi dengan dengan jenis perakaran yang dalam dan laju evoportranspirasi tinggi sangat sesuai

untuk mereduksi bahan tanah longsor disepanjang pinggir sungai dan didaerah dengan kemiringan

lahan curam, karena type vegetasi ini berfungsi efektif dalam mengurangi kelembapan tanah.

– Daerah industri : Bentuk jalur hijau yang yang disarankan adalah vegetasi (pohon) dalam formasi

berbanjar membentuk sekat terhadap lokasi industri dan atau tanaman-tanaman dilokasi industri.

Hutan kota dapat berbentuk:

1. Bergerombol atau menumpuk : hutan kota dengan komunitas vegetasi terkonsentrasi pada

satu areal, dengan jumlah vegetasi minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak

beraturan.

2. Menyebar : hutan kota yang tidak mempunyai pola bentuk tertentu, dengan luas minimal

2.500 m2. Komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun

Page 10: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 10

atau gerombol-gerombol kecil.

3. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) seluas 90% - 100% dari luas hutan kota;

4. Berbentuk jalur: hutan kota pada lahan-lahan berbentuk jalur mengikuti bentukan sungai,

jalan, dan lain sebagainya. Lebar minimal hutan kota berbentuk jalur adalah 30 m.

Struktur hutan kota terdiri dari:

1. Hutan kota berstrata dua, yaitu hanya memiliki komunitas tumbuh - tumbuhan pepohonan

dan rumput.

2. Hutan kota berstrata banyak, yaitu memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan selain terdiri dari

pepohonan dan rumput, juga terdapat semak dan penutup tanah dengan jarak tanam tidak

beraturan.

Gambar 4 - 1. Pola Taman Hutan Kota

Kriteria pemilihan vegetasi untuk Hutan Kota adalah :

a) Memiliki ketinggian yang bervariasi.

b) Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung.

c) Tajuk cukup rindang dan kompak.

d) Mampu menjerap dan menyerap cemaran udara.

e) Tahan terhadap hama penyakit.

f) Berumur panjang.

g) Toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air.

h) Tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor dan industri.

i) Batang dan sistem percabangan kuat.

j) Batang tegak kuat, tidak mudah patah.

k) Sistem perakaran yang kuat sehingga mampu mencegah terjadinya longsor.

Page 11: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 11

l) Sistem yang dihasilkan cukup banyak dan tidak bersifat Alelopati, agar tumbuhan lain dapat

tumbuh baik sebagai penutup tanah.

m) Jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan Evergreen bukan dari golongan tanaman

yang menggugurkan daun (Decidous).

n) Memiliki perakaran yang dalam.

2. RTH Taman Kota

RTH Taman kota adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kota atau bagian

wilayah kota. Taman ini melayani minimal 480.000 penduduk dengan standar minimal 0,3 m2 per

penduduk kota, dengan luas taman minimal 144.000 m2. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH

(lapangan hijau), yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi dan olah raga, dan kompleks olah raga

dengan minimal RTH 80% - 90%. Semua fasilitas tersebut terbuka untuk umum. Jenis vegetasi

yang dipilih berupa pohon tahunan, perdu, dan semak ditanam secara berkelompok atau

menyebar berfungsi sebagai pohon pencipta iklim mikro atau sebagai pembatas antar kegiatan.

Kriteria pemilihan vegetasi untuk taman lingkungan dan taman kota adalah sebagai berikut:

a) Tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu

pondasi.

b) Tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap.

c) Ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang.

d) Perawakan dan bentuk tajuk cukup indah.

e) Kecepatan tumbuh sedang.

f) Berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya.

g) Jenis tanaman tahunan atau musiman.

h) Jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal.

i) Tahan terhadap hama penyakit tanaman.

j) Mampu menjerat dan menyerap cemaran udara.

k) Sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung.

3. Jalur Hijau

Sabuk Hijau

Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi

perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kawasa/wilayah/kota, pemisah kawasan, dan lain-lain)

atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu, serta pengamanan

dari faktor lingkungan sekitarnya.

Sabuk hijau dapat berbentuk :

- RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan tertentu, dipenuhi

pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau pemisah.

- Sabuk hijau kawasan TPA, sabuk hijau kawasan Industri, sabuk hijau sempadan dan sungai;

Page 12: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 12

- Hutan kota.

- Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan melalui

peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan keberadaannya.

Fungsi lingkungan sabuk hijau:

- Peredam kebisingan.

- Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi matahari.

- Penapis cahaya silau.

- Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang kurang baik sering tergenang air

hujan yang dapat mengganggu aktivitas kota serta menjadi sarang nyamuk.

- Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi sebagai penahan angin perlu

diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi panjang jalur, lebar jalur.

Sempadan Rel Kereta Api

Penyediaan RTH pada garis sempadan jalan rel kereta api merupakan RTH yang memiliki fungsi utama

untuk membatasi interaksi antara kegiatan masyarakat dengan jalan rel kereta api. Berkaitan dengan hal

tersebut perlu dengan tegas menentukan lebar garis sempadan jalan kereta api di kawasan perkotaan.

Tabel IV - 2. Lebar Garis Sempadan Rel Kereta Api

Jalan Rel Kereta Api terletak di: Obyek

Tanaman Bangunan

a. Jalan rel kereta api lurus >11 m >20 m

b. Jalan rel kereta api

belokan/lengkungan

-lengkung dalam

-lengkung luar

>23 m >23 m

>11 m >11 m

Sumber : Pedoman pemanfatan dan penyediaan RTH di Pekotaan, Dep. PU 2008

Kriteria garis sempadan jalan kereta api yang dapat digunakan untuk RTH adalah sebagai berikut:

a) Garis sempadan jalan rel kereta api adalah ditetapkan dari as jalan rel terdekat apabila jalan

rel kereta api itu lurus;

b) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di tanah timbunan diukur dari kaki

tanggul;

c) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak di dalam galian, diukur dari puncak galian

tanah atau atas serongan;

d) Garis sempadan jalan rel kereta api yang terletak pada tanah datar diukur dari as jalan rel

kereta api;

Page 13: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 13

e) Garis sempadan jalan rel kereta api pada belokan adalah lebih dari 23 m diukur dari

lengkung dalam sampai as jalan. Dalam peralihan jalan lurus ke jalan lengkung diluar as

jalan harus ada jalur tanah yang bebas, yang secara berangsur–angsur melebar dari jarak

lebih dari 11 sampai lebih dari 23 m. Pelebaran tersebut dimulai dalam jarak 20 m di muka

lengkungan untuk selanjutnya menyempit lagi sampai jarak lebih dari 11 m;

f) Garis sempadan jalan rel kereta api sebagaimana dimaksud pada butir 1) tidak berlaku

apabila jalan rel kereta api terletak di tanah galian yang dalamnya 3,5 m;

g) Garis sempadan jalan perlintasan sebidang antara jalan rel kereta api dengan jalan raya

adalah 30 m dari as jalan rel kereta api pada titik perpotongan as jalan rel kereta api dengan

as jalan raya dan secara berangsur–angsur menuju pada jarak lebih dari 11 m dari as jalan

rel kereta api pada titik 600 m dari titik perpotongan as jalan kereta api dengan as jalan

raya.

4. Tempat Pemakaman Umum

Penyediaan ruang terbuka hijau pada areal pemakaman disamping memiliki fungsi utama sebagai

tempat penguburan jenazah juga memiliki fungsi ekologis yaitu sebagai daerah resapan air,

tempat pertumbuhan berbagai jenis vegetasi, pencipta iklim mikro serta tempat hidup burung serta

fungsi sosial masyarakat disekitar seperti beristirahat dan sebagai sumber pendapatan.

Untuk penyediaan RTH pemakaman, maka ketentuan bentuk pemakaman adalah sebagai berikut:

1. Ukuran makam 1 m x 2 m;

2. Jarak antar makam satu dengan lainnya minimal 0,5 m;

3. Tiap makam tidak diperkenankan dilakukan penembokan/perkerasan;

4. Pemakaman dibagi dalam beberapa blok, luas dan jumlah masing-masing blok disesuaikan

dengan kondisi pemakaman setempat;

5. Batas antar blok pemakaman berupa pedestrian lebar 150-200 cm dengan deretan pohon

pelindung disalah satu sisinya;

6. Batas terluar pemakaman berupa pagar tanaman atau kombinasi antara pagar buatan

dengan pagar tanaman, atau dengan pohon pelindung;

7. Ruang hijau pemakaman termasuk pemakaman tanpa perkerasan minimal 70% dari total

area pemakaman dengan tingkat liputan vegetasi 80% dari luas ruang hijaunya.

Gambar 4 – 2 Pola Penanaman Pada RTH Pemakaman

Page 14: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 14

5. RTH Jalur Hijau Jalan

Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–30% dari

ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman,

perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya.

Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung,

serta tingkat evapotranspirasi rendah.

Gambar 4 – 3 Tata Letak Jalur Hijau di Kiri-kanan jalan

6. RTH Ruang Pejalan Kaki

Ruang pejalan kaki adalah ruang yang disediakan bagi pejalan kaki pada kiri-kanan jalan atau di

dalam taman. Ruang pejalan kaki yang dilengkapi dengan RTH harus memenuhi hal-hal sebagai

berkut:

1. Kenyamanan, adalah cara mengukur kualitas fungsional yang ditawarkan oleh sistem

pedestrian yaitu:

- Orientasi, berupa tanda visual (landmark, marka jalan) pada landskap untuk membantu

dalam menemukan jalan pada konteks lingkungan yang lebih besar;

- Kemudahan berpindah dari satu arah ke arah lainnya yang dipengaruhi oleh kepadatan

pedestrian, kehadiran penghambat fisik, kondisi permukaan jalan dan kondisi iklim.

Jalur pejalan kaki harus aksesibel untuk semua orang termasuk penyandang cacat.

Page 15: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 15

2. Karakter fisik, meliputi:

- Kriteria dimensional, disesuaikan dengan kondisi sosial dan budaya setempat,

kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, warisan dan nilai yang dianut

terhadap lingkungan;

- Kriteria pergerakan, jarak rata-rata orang berjalan di setiap tempat umumnya berbeda

dipengaruhi oleh tujuan perjalanan, kondisi cuaca, kebiasaan dan budaya masyarakat.

Gambar 4 – 4

Pola Taman pada Jalur Pejalan Kaki

3. Pedoman teknis lebih rinci untuk jalur pejalan kaki dapat mengacu pada Kepmen PU No.

468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998, tentang Persyaratan Teknis Aksesiblitas pada

Bangunan Umum dan Lingkungan dan Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Prasarana

dan Sarana Ruang Pejalan Kaki. Pada umumnya orang tidak mau berjalan lebih dari 400 m.

4.1.4 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan

sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pariwisata,

dan rekreasi. Kawasan ini kaya akan keanekaragaman hayati, namun menempati areal yang rentan

terhadap perubahan, karena lereng terjal, salum tanah dangkal, dan struktur geologi yang agak labil.

Sebagian besar kawasan ini terletak di kawasan perbukitan dan pegunungan, yakni di wilayah

Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Selangit, dan Kecamatan STL Ulu

Terawas dengan luas total 251.252 ha.

Page 16: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 16

Pelestarian keanekaragaman hayati dan fungsinya sebagai kawasan pengembangan ilmu pengetahuan,

pendidikan, pariwisata, dan rekreasi, serta resapan air sangat penting untuk dipertahankan. Untuk itu

perlu dilakukan pengendalian ketat terhadap aktivitas pembangunan. Kawasan taman nasional yang

masih lestari perlu dijaga dari perambahan masyarakat. Sedangkan kawasan yang sudah terbuka agar

dilakukan reboisasi dengan berbagai jenis tanaman hutan, seperti: Merbau (Intsia biyuga), Bintangur

(Calophyllum inophyllum), Mersawa (Anoisoptera polyandra), Nyatoh (Palaquium gutta), Terentang

(Campnosperma auriculata), Medang (Litsea firma), Terap (Artocarpus spp), dan lain-lain.

Kawasan yang telah dimanfaatkan untuk permukiman penduduk dan kegiatan budidaya pertanian perlu di

enclave, masyarakat dilarang memperluas penggunaan lahan yang mengarah pada menurunnya fungsi

tutupan lahan, seperti memperluas permukiman, sawah, ladang/tegalan, kebun, dan lain-lain. Sebaliknya

masyarakat dibenarkan dan perlu didorong melakukan alih fungsi lahan menuju pada meningkatnya

tingkat tutupan lahan, seperti : mengkonversi permukiman dan areal budidaya pertanian menjadi hutan,

dengan cara mengganti jenis-jenis tanaman pertanian menjadi tanaman kehutanan.

Untuk itu pembangunan infrastruktur yang cenderung akan merangsang masyarakat untuk membuka

lahan baru harus dibatasi. Pembangunan infrastruktur, seperti jalan, pasar, sarana pendidikan, sarana

peribadatan, dan lain-lain agar diarahkan untuk mendorong masyarakat secara sukarela dan alami

bersedia pindah dan keluar dari kawasan TNKS. Untuk itu pembangunan infrastruktur bisa dilakukan di

luar kawasan TNKS, terutama di sekitar kawasan penyangga (buffer zone).

Selain melalui pendekatan struktural, kebijakan pengendalian alih fungsi kawasan Taman Nasional

Kerinci Sebelat (TNKS) akan ditempuh melalui instrumen insentif dan disinsentif. Insentif akan diberikan

kepada masyarakat atas penggunaan lahan yang dapat mempertahankan fungsi ekologis berupa

meningkatnya tutupan lahan. Bentuk insentif berupa: pemberian pembebasan pajak, program bea siswa,

penyaluran kerja ke instansi pemerintah dan lembaga swasta bagi yang memenuhi kualifikasi, dan lain-

lain. Sedangkan disinsentif dikenakan kepada masyarakat atas penyimpangan penggunaan ruang/lahan,

sehingga cenderung menurunkan kualitas fungsi ekologis Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS).

Bentuk disinsentif dapat berupa pengenaan pajak yang lebih mahal dan denda.

4.1.5 Kawasan Rawan Bencana Alam

Menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa

rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,

sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang

mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk

menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Salah satu faktor terjadinya bencana dikarenakan

lingkungan. Oleh karena itu, kondisi daerah rawan bencana harus dikenali dan dibuat rencana tata ruang

daerah rawan bencana.

Page 17: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 17

Selanjutnya sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Nasional (RTRWN), disebutkan bahwa kawasan bencana alam dibedakan menjadi kawasan

rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir.

Salah satu klasifikasi kawasan rawan bencana alam yang teridentifikasi di Kabupaten Musi Rawas adalah

Kawasan Rawan Banjir. Banjir ini di sebab oleh luapan Sungai Rawas dengan daerah sebaran

banjir di Kecamatan Rawas Ulu, Rupit, Karang Dapo dan Rawas Ilir; dan Sungai Musi dengan

daerah sebaran banjir di Kecamatan Muara Kelingi dan Muara Lakitan. Daerah rawan banjir

lainnya yaitu di Kecamatan Nibung dan di Kecamatan Megang Sakti.

4.2 RENCANA KAWASAN BUDIDAYA

Kawasan yang di tetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi

sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

4.2.1 Kawasan Hutan Produksi

Kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi. Di Kabupaten Musi Rawas kawasan hutan produksi

yang ada berupa: Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), Kawasan Hutan Produsi Tetap (HP), dan

Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK). Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Musi Rawas 2011-2031 pengelolaan kawasan hutan produksi diarahkan untuk Hutan

Produksi Terbatas (HPT) dan Hutan Produksi Tetap (HP), sedang kawasan Hutan Produksi Konversi

(HPK) akan dialihgunakan untuk pengembangan perkebunan (kelapa sawit dan karet) melalui program

agropolitan.

a. Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT)

Merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi terbatas di mana eksploitasinya hanya

dapat dengan tebang pilih dan tanam.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 76/Kpts-II/2001 luas Kawasan HPT adalah

38.168, 88 hektar yang sebagian besar menyebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Musi

Rawas, antara lain: Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan STL. Ulu

Terawas dan Kecamatan Rawas Ilir. Sebagian besar kawasan ini menempati lereng 16-40%, dengan

jenis tanah seperti podsolik haplik dan kambisol eutrik. Batuan permukaan sedang dan bahaya erosi

sedang-tinggi. Sebagian kawasan ini telah dirambah masyarakat dan digunakan untuk budidaya karet

rakyat secara tradisional dan kegiatan perladangan.

Pengelolaan kawasan hutan produksi terbatas ini diarahkan agar selain dapat memberikan fungsi

ekologis serta menghasilkan kayu hutan juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat

sekitar kawasan hutan. Untuk itu pada kawasan hutan produksi terbatas yang telah dirambah oleh

masyarakat sekitar hutan perlu dikembangkan kebijakan pola pengelolaan kawasan hutan yang

melibatkan partisipasi masyarakat, melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM),

yakni model pengelolaan hutan partisipatif yang melibatkan masyarakat sekitar hutan sebagai subyek

pembangunan perhutanan. Dengan demikian diharapkan kawasan hutan ini akan menjadi basis ekonomi

Page 18: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 18

rakyat sekitar hutan. Untuk itu penanaman tanaman sela yang memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat,

seperti karet dan tanaman buah-buahan (rambutan, durian, nangka, cempedak, dll) dapat dikembangkan.

Selain itu di kawasan ini juga cocok untuk pengembangan APIARI (Perlebahan) untuk menghasilkan

madu.

Untuk meningkatkan pengayaan vegetasi dan tutupan lahan, maka pada areal-areal yang masih gundul

atau bervegetasi jarang dapat dilakukan program reboisasi sebagai pemulihan dan pengkayaan keaneka-

ragaman jenis dengan melakukan penanaman jenis-jenis kayu yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti:

Merbau (Intsia biyuga), Bintangur (Calophyllum inophyllum), Mersawa (Anoisoptera polyandra), Nyatoh

(Palaquium gutta), Terentang (Campnosperma auriculata), Medang (Litsea firma), Terap (Artocarpus

spp), dan lain-lain.

Diharapkan dengan pengelolaan hutan bersama masyarakat ini, maka kegiatan perambahan hutan dapat

dikendalikan.

b. Kawasan Hutan Produsi Tetap (HP)

Merupakan kawasan yang diperuntukkan bagi hutan produksi tetap di mana eksploitasinya hanya dapat

dengan tebang pilih atau tebang habis dan tanam.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 76/Kpts-II/2001 luas Kawasan HP adalah

304.306,65 hektar, Kawasan ini sebagian besar menyebar di berbagai kecamatan di Kabupaten

Musi Rawas, antara lain: Kecamatan STL. Ulu Terawas, Kecamatan Ulu Rawas, Kecamatan Rupit,

Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Jaya Loka, Kecamatan Bulang Tengah Suku Ulu, Kecamatan

Muara Kelingi, Kecamatan Muara Lakitan, Kecamatan Megang Sakti, Kecamatan Rawas Ilir,

Kecamatan Karang Dapo dan Kecamatan Nibung. Sebagian besar kawasan ini menempati lereng 16-

40%, dengan jenis tanah berupa jenis tanah podsolik haplik, kambisol eutrik, dan gleisol histik. Batuan

permukaan rendah-sedang dan bahaya erosi rendah-sedang. Sebagian kawasan ini telah dirambah

masyarakat dan digunakan untuk budidaya karet rakyat secara tradisional dan kegiatan perladangan.

Pengelolaan kawasan hutan produksi tetap ini diarahkan agar selain dapat memberikan fungsi ekologis

serta menghasilkan kayu hutan juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan.

Untuk itu pada kawasan hutan produksi tetap dapat dikembangkan melalui kemitraan dengan pihak

swasta melalui program pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI). Selain itu kawasan hutan

produksi tetap juga dapat dikelola bersama masyarakat (baik perorangan maupun kelompok/koperasi)

melalui program Hutan Tanaman Rakyat (HTR), sebagaimana diamanahkan oleh Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007, Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan

Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Petani hutan dapat mengelola hutan produksi dengan luasan tertentu,

dalam jangka waktu tertentu dengan cara melakukan penanaman sampai pemasaran, melalui HTR

secara legal.

Diharapkan pengelolan hutan melalui partisipasi masyarakat ini dapat meningkatkan potensi dan kualitas

hutan produksi dan secara khusus kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dengan menerapkan

Page 19: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 19

sistem silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan, yang dilakukan

melalui peran aktif masyarakat di sekitar hutan.

c. Kawasan Hutan Produsi yang dapat dikonversi (HPK)

Hutan konversi ialah hutan produksi yang dapat diubah peruntukannya untuk memenuhi kebutuhan

perluasan pengembangan wilayah di luar bidang kehutanan, misalnya transmigrasi, pertanian,

perkebunan, industri, pemukiman dan lain-lain. Luas Kawasan HPK adalah 35.028 hektar, yang

terdapat di kecamatan Rawas Ilir, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan

Muara Lakitan dan Kecamatan Karang Jaya.

4.2.2 Kawasan Peruntukan Pertanian

Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan. Di Kabupaten Musi Rawas kawasan pertanian

meliputi kawasan budidaya tanaman pangan, kawasan budidaya hortikultura dan kawasan budidaya

perkebunan.

4.2.2.1 Kawasan Budidaya Tanaman Pangan

Kawasan budidaya tanaman pangan diarahkan dan direncanakan pada lahan basah di mana

pengairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis. Dalam hal ini yang dimaksud adalah

sawah baik yang beririgasi maupun tidak. Kawasan budidaya tanaman pangan mempunyai luas total

57.957 ha yang sebagian besar menyebar di Kecamatan Rawas Ulu, Rupit, Karang Jaya, STL Ulu

Terawas, Sumber Harta, Tugumulyo, Purwodadi, Megang Sakti, Muara Beliti, Muara Lakitan,

Rawas Ilir, Karang Dapo dan Nibung.

a. Kawasan Pertanian Lahan Basah Beririgasi

Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah di mana pengairannya dapat diperoleh

secara irigasi, baik yang secara teknis bisa ditanami padi satu kali atau pun dua kali per tahun. Kawasan

yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah dengan pengairan secara irigasi teknis.

Kawasan ini berupa dataran datar dengan jenis tanah aluvial yang memiliki status kesuburan tinggi dan

dilengkapi infrastruktur irigasi teknis yang dibangun sejak pemerintahan Hindia Belanda.

Arahan pengelolaan kawasan ini ditujukan untuk mempertahankan fungsi kawasan sebagai lumbung

padi dan tidak terjadi alih fungsi lahan, serta meningkatkan produktivitasnya melalui rehabilitasi

sarana/jaringan irigasi dan jalan usaha tani, sehingga dapat mendorong peningkatan Indek Pertanaman

(IP) dari IP-200 menjadi IP-300, dengan pola tanam: Padi-Padi-Palawija/Hortikultura atau Padi-Padi-Padi.

Sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat mengenai lahan sawah abadi untuk mempertahankan fungsi

sawah irigasi, maka pemerintah Kabupaten Musi Rawas akan melakukan pengendalian alih fungsi lahan

sawah irigasi melalui instrumen insentif dan disinsentif. Petani yang tetap mempertahankan sawahnya

untuk budidaya padi perlu mendapat insentif berupa keringan pajak dan subsidi sarana produksi

pertanian. Sedangkan bagi yang melanggar/melakukan alih fungsi sawah menjadi non sawah wajib

Page 20: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 20

dikenakan pajak 10 kali lipat dan dikenakan denda penggantian biaya pembangunan sarana dan

prasarana irigasi.

b. Kawasan Pertanian Lahan Basah Tadah Hujan

Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah di mana pengairannya sepenuhnya

tergantung pada hujan. Kawasan ini menempati areal dengan topografi datar, jenis tanah aluvial dan

gleisol , dan status kesuburan tinggi. Kawasan ini menyebar secara spot-spot di berbagai wilayah

kecamatan di Kabupaten Musi Rawas direncanakan pada Kecamatan Karang Jaya dan STL Ulu Terawas

dengan luas total 723 ha.

Arahan pengembangan kawasan ditujukan untuk mempertahankan agar tidak terjadi alih fungsi lahan

menjadi non pertanian. Untuk itu perlu pengendalian ketat terhadap perijinan untuk peruntukan lain.

Selain pengendalian terhadap alih fungsi lahan, pengembangan kawasan ini diarahkan untuk

meningkatkan produktivitas lahan dengan input teknologi irigasi pompanisasi baik air permukaan maupun

tanah dangkal, guna meningkatkan indek pertanaman IP-200 menjadi IP-300, dengan pola tanam padi-

palawija-beras menjadi padi-padi-palawija/ hortikultura.

4.2.3 Kawasan Pertanian Hortikultura

Kawasan budidaya hortikultur diarahkan dan direncanakan pada lahan kering.Kawasan diperuntukan

bagi tanaman semusim di dataran rendah. Kawasan ini menyebar spot-spot di berbagai wilayah

kecamatan, di Kecamatan Rawas Ulu dan Ulu Rawas dengan luas 11.921 ha Kawasan ini menempati

areal dengan bentuk wilayah datar (0-8%), jenis tanah aluvial dan podsolik, dengan pola penggunaan

lahan eksisting: ladang (singkong, jagung, dan padi ladang).

4.2.4 Kawasan Perkebunan

Kawasan Perkebunan merupakan kawasan yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan

dikembangkan baik pada lahan basah dan atau lahan kering untuk komoditas perkebunan. Kawasan

perkebunan terdapat hampir di setiap kecamatan dengan rencana luasan 274.201 hektar. Kawasan

perkebunan baik perkebunan rakyat, perkebunan swasta menyebar di Kecamatan Nibung, Kecamatan

Rawas Ilir, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rupit, Kecamatan Megang Sakti, Kecamatan

Muara Kelingi, Kecamatan Muara Lakitan, Kecamatan Tuah Negeri, Kecamatan Muara Beliti,

Kecamatan, Sukakarya, Kecamatan BTS Ulu, Kecamatan Jayaloka, Kecamatan Tiang Pumpung

Kepungut, Kecamatan Rawas Ulu, Kecamatan Karang Jaya, Kecamatan Selangit dan Kecamatan

STL. Ulu Terawas.

Berikut perkebunan yang akan dikembangkan di Kabupaten Musi Rawas :

a. Kawasan Pertanian Tanaman Tahunan/Perkebunan

Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman tahunan atau perkebunan yang menghasilkan baik bahan

pangan maupun bahan baku industri. Di Kabupaten Musi Rawas kawasan pertanian tanaman tahunan

Page 21: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 21

diperuntukkan bagi kawasan pertanian tanaman tahunan kebun karet dan kelapa sawit. Kawasan ini

menempati areal dengan lereng datar hingga agak berbukit (0-25%), jenis tanah organosol, gleisol,

kambisol, dan podsolik, bahaya banjir sedang, erosi sedang, dan pola penggunaan lahan eksisting:

tegalan dan semak belukar. Kawasan ini menyebar di berbagai wilayah kecamatan di Kabupaten Musi

Rawas. Arahan pemanfaatan kawasan ini ditujukan untuk menjaga agar kelestarian lahan dapat

dipertahankan dan produktivitas lahan dapat ditingkatkan melalui pola pemanfaatan Kebun Karet dan

Kelapa Sawit.

b. Perkebunan Besar Swasta Nasional (PBSN)

Pola pertanian ini merupakan sistem pertanian perkebunan monokultur dengan jenis komoditi kelapa

sawit dan karet. Status penguasaan lahan berupa Hak Guna Usaha selama 30 tahun dan dapat

diperpanjang 1 (satu) kali, kawasan ini menyebar di Kecamatan Nibung, Kecamatan Rawas Ilir,

Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Rupit, Kecamatan Megang Sakti, Kecamatan Muara Kelingi

dan Kecamatan Muara Lakitan.

Pola pengelolaan diarahkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani sekitar

kawasan melalui konsep pola PIR (pola Inti–Plasma) dimana perusahaan besar swasta nasional sebagai

inti dan masyarakat petani sekitar sebagai plasma, dengan distribusi penguasaan lahan sampai 40:60.

c. Perkebunan Rakyat

Pola pertanian ini merupakan sistem pertanian perkebunan monokultur dengan jenis komoditi kelapa

sawit dan karet, dengan status penguasaan lahan berupa hak milik petani.

Kawasan pengembangan perkebunan rakyat dengan komoditi karet diarahkan di Kecamatan Megang

Sakti, Kecamatan Tuah Negeri, Kecamatan Muara Beliti, Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan

Sukakarya, Kecamatan BTS Ulu, Kecamatan Jayaloka, dan Kecamatan Tiang Pumpung

Kepungut. Sedangkan untuk pengembangan perkebunan rakyat dengan komoditi kelapa sawit

diarahkan untuk dibagian tengah dan utara wilayah kabupaten ini, yakni di Kecamatan Rawas Ilir,

Kecamatan Muara Lakitan, Kecamatan Karang Dapo, Kecamatan Muara Rupit, Kecamatan Nibung,

dan Kecamatan Rawas Ulu.

Pola pengelolaan perkebunan rakyat diarahkan melalui konsep pengembangan agropolitan, secara pola

ruang kawasan agropolitan mencakup kawasan produksi dan kawasan pelayanan. Sedangkan secara

struktur kawasan akan di kembangkan pusat pelayanan (kota tani), pusat pengumpul, dan desa-desa

sebagai basis produksi. Untuk memudahkan pengumpulan komoditi petani dari kawasan produksi ke

pusat kota tani, maka perlu dilengkapi infrastruktur jalan desa, jalan usaha tani, terminal agribisnis, dan

lain-lain. Di Kota Tani akan dibangun fasilitas pemasaran, jasa keuangan, dan pusat promosi. Kota Tani

sebagai agrocenter akan dibangun di Muara Beliti. Guna mempertahankan status kesuburan tanah baik

di kawasan perkebunan besar swasta nasional maupun di kawasan perkebunan rakyat (agropolitan),

maka secara teknis pengolahan lahan perlu dilakukan penanaman tanaman penutup (cover crop) dari

jenis kacang-kacangan, antara lain Calopogonium centrocema (Cc), Calopogonium pubesciens (Cp),

dan Calopogonium muconoides (Cm).

Page 22: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 22

d. Kawasan Kebun Campuran

Di kawasan non hutan, dengan bentuk wilayah agak berbukit hingga agak bergunung (16-40%),

diarahkan untuk pengembangan kebun campuran (talun kebun), yaitu suatu sistem pertanian hutan

tradisional dimana dalam sebidang tanah ditanami berbagai macam tanaman yang diatur secara spasial

dan temporal. Tanaman buah-buahan seperti: durian, rambutan, langsat, dan alpukat dibudidayakan

bersama berbagai tanaman kayu-kayuan dan tanaman pangan lainnya. Kawasan ini terutama berada

di kecamatan Karang Jaya dan Selangit.

Jenis tanaman kayu-kayuan yang dikembangkan merupakan kelompok kayu tidak keras dan cepat besar

seperti sengon, kaliandra, turi, dan lain-lain. Jenis kayu ini memiliki nilai ekonomis sebagai sumber

kayu bakar, papan cor, dan bahan peti kemas. Di bawah tanaman buah-buahan dan kayu-kayuan dapat

dikembangkan jenis tanaman semusim, seperti kacang tanah, jagung, kedelai, dan sayur-sayuran.

Setelah umur 8-10 tahun jenis tanaman kayu-kayuan ditebang, sehingga tingkat naungan berkurang.

Dengan demikian tanaman buah-buahan dan tanaman semusim (tanaman pangan) memperoleh

kesempatan untuk memanfaatkan penyinaran matahari secara cukup. Selama 5 (lima) tahun lahan

dibersihkan dari jenis tanaman bawah dan tidak ditanami jenis kayu-kayuan, sehingga lapisan tanah atas

(top soil) memperoleh penyinaran matahari dan diharapkan terjadi proses pematangan tahan. Namun

selama lima tahun itu pula dapat dikembangkan tanaman semusim, seperti kacang tanah, jagung,

kedelai, dan lain-lain. Setelah lima tahun lahan dapat kembali jenis kayu-kayuan yang tidak keras

sebagai sumber kayu bakar, papan cor, peti kemas, dan lain-lain. Demikian rotasi pertanaman ini terus

dilakukan, sehingga sifat fisik dan kimia tanah tetap dapat dilestarikan.

4.2.5 Kawasan Peruntukan Perikanan

Rencana pengembangan peruntukan perikanan di Kabupaten Musi rawas diarahkan pada perikanan

tangkap, budidaya perikanan air tawar serta konservasi perikanan air tawar. Budidaya ikan air tawar

terdiri dari budidaya perikanan sungai, kolam, dan sawah serta pembibitan ikan. Jenis ikan budidaya

yang dikembangkan antara lain ikan Nila, Mas, Patin,dan Lele.

Alokasi ruang untuk pengembangan kawasan perikanan budidaya di Kabupaten Musi Rawas

disesuaikan sesuai potensi dari masing-masing kecamatan yang ada, diantaranya:

1. Pengembangan kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan di Sungai Rawas, Sungai Musi, Sungai

Lakitan dan Sungai Kelingi.

2. Pengembangan kegiatan budidaya budidaya air deras di Kecamatan Tugu Mulyo, Muara Beliti,

Purwodadi, Sumber Harta, Megang Sakti dan STL Ulu Terawas.

3. Pengembangan kegiatan budidaya ikan air Tenang di Kecamatan diKecamatan Tugu Mulyo,

Kecamatan Muara Beliti, Kecamatan Purwodadi, Kecamatan Sumber Harta, Kecamatan Megang

Sakti, Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu Terawas, Kecamatan Tuah Negeri, Kecamatan Nibung,

Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan Muara Lakitan, Kecamatan Ulu Rawas dan Kecamatan

Sukakarya.

Page 23: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 23

4. Kegiatan pengembangan budidaya perairan umum di Sungai Rawas, Sungai Musi, Sungai Lakitan,

Sungai Kelingi, Sungai Merung dan Danau Aur.

5. Kawasan peruntukan konservasi perikanan air tawar terdapat di daerah reservat Danau Rayo dan

daerah reservat Bendungan Air Gegas.

4.2.6 Kawasan Peruntukan Pertambangan

Kawasan yang diperuntukkan bagi kawasan pertambangan yang secara ekonomis mempunyai potensi

bahan tambang, mencakup tambang mineral, Migas dan pertambangan batu bara. Pertambangan

mineral digolongkan atas pertambangan mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam dan

batuan. Pertambangan mineral tersebar di Kecamatan Ulu Rawas, Rawas Ulu, Rupit Karang Jaya,

Karang Dapo, Rawas Ilir, STL. Ulu Terawas, Selangit, Sumber Harta, Tugumulyo, Purwodadi, Megang

Sakti, Muara Beliti, Tiang Pumpung Kepungut, BTS.Ulu, Muara Kelingi dan Muara Lakitan.

Pertambangan Minyak dan Gas tersebar di Kecamatan Rawas Ulu, Rupit Karang Jaya, Karang Dapo,

Rawas Ilir, Nibung, STL. Ulu Terawas, Selangit, Tugumulyo, Purwodadi, Muara Beliti, Tiang Pumpung

Kepungut, Jayaloka, Suka Karya, BTS.Ulu, Tuah Negeri, Muara Kelingi dan Muara Lakitan.

Sedangkan Pertambangan Batubara tersebar di Kecamatan Rawas Ulu, Rawas Ilir, Nibung, Jayaloka,

BTS. Ulu, Muara Kelingi dan Muara Lakitan.

Kawasan pertambangan di Kabupaten Musi Rawas meliputi kawasan pertambangan bijih besi, timah

hitam, seng, emas, batuan, batubara, minyak bumi dan gas. Kawasan ini menempati areal dengan

bentuk wilayah datar–berombak (0-8%), jenis tanah podsolik, dan pola penggunaan lahan eksisting

perkebunan rakyat dan hutan. Kawasan ini berada pada kawasan hutan produksi di Kecamatan Rawas

Ulu dan Kecamatan Karang Jaya. Arahan pemanfaatan ruang untuk pertambangan dibatasi pada areal

yang telah memperoleh ijin eksploitasi dan kontrak karya saja. Sedangkan untuk pengembangan pada

areal lainnya sangat dibatasi guna menjaga kelestarian lingkungan. Kegiatan penambangan yang sudah

ada wajib memperhatikan asas kelestarian lingkungan.

4.2.7 Kawasan Peruntukan Industri

Pengembangan kawasan peruntukan industri di Kabupaten Musi Rawas, diarahkan untuk industri

pengelolaan potensi sumber daya alam untuk peningkatan nilai tambah dan produktifitas wilayah secara

berkelanjutan.

Pengembangan kawasan industri di Kabupaten Musi Rawas, diharapkan mampu menjadi stimulus

percepatan perkembangan ekonomi daerah kabupaten dan kesejahteraan masyarakat sekitar dan

wilayah lebih luas, dengan tetap memperhatikan upaya mencegah pencemaran fungsi lingkungan.

Sebaran pengembangan kawasan industri pengelolaan sumber daya alam diarahkan pada kawasan

sekitar pusat-pusat kegiatan utama Kabupaten.

Berdasarkan uraian di atas rencana kawasan industri di Kabupaten Musi Rawas direncanakan di Desa

Durian Remuk kecamatan Muara Beliti dengan luas 50 hektar. Kawasan Industri ini akan dilengkapi

Page 24: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 24

dengan sarana transportasi yatu pembangunan jalur rel kereta api dengan ruas Durian Remuk- Kota

Padang, yang nantinya akan terhubung dengan jalur kerata api Lubuklinggau Palembang.

4.2.8 Kawasan Peruntukan Pariwisata

Kawasan peruntukan pariwisata adalah kawasan yang didominasi oleh fungsi kepariwisataan dapat

mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau kawasan budi daya lainnya di mana terdapat

konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata.

Peruntukan kawasan pariwisata di wilayah Kabupaten Musi Rawas berupa Kawasan wisata alam,

wisata budaya dan wisata buatan. Pengembangan pariwisata alam ini meliputi pemanfatan didalam

kawasan hutan dan perairan, pengembangan pariwisata budaya diarahkan pada candi Lesung Batu di

Kecamatan Rawas Ulu, sedangkan pengembangan pariwisata buatan diarahkan pada kawasan

Agropolitan Center dan pusat pemerintahan. Kawasan wisata alam, wisata budaya dan buatan yang ada

dikabupaten Musi Rawas diarahkan di:

A. Kawasan Wisata Alam

pariwisata Danau Aur di Kecamatan Sumber Harta.

pariwisata Bukit Cogong di Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu Terawas.

pariwisata Gua Napallicin di Kawasan konservasi TNKS.

pariwisata Danau Gegas di Kecamatan Tiang Pumpung Kepungut.

pariwisata Danau Sukahati di Kecamatan Suku Tengah Lakitan Ulu Terawas.

pariwisata Danau Rayo di Kecamatan Rupit.

pariwisata Bukit Botak Kecamatan STL. Ulu Terawas.

pariwisata Air Terjun Telun Sukaraya di Kecamatan STL. Ulu Terawas.

pariwisata Air Terjun Satan di Kecamatan Muara Beliti.

pariwisata Air Terjun Sungai Dingin.

pariwisata Air Mancur SP II.

pariwisata Kawasan Konservasi TNKS.

pariwisata Danau Tingkip di Kecamatan Purwodadi.

pariwisata Hutan Bulian di Kecamatan Muara Kelingi.

pariwisata Arung Jeram Sungai Rawas di kawasan konservasi TNKS.

B. Kawasan Wisata Budaya

pariwisata Candi Lesung Batu di Kecamatan Rawas Ulu.

C. Kawasan Wisata Buatan

Pariwisata Air di kawasan Agropolitan Center; dan

pariwisata Hutan Kota dan Lapangan Golf di kawasan Pusat Pemerintahan.

Page 25: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 25

4.2.9 Kawasan Peruntukan Permukiman

4.2.9.1 Kawasan Permukiman Perkotaan

Menunjukkan areal kawasan permukiman perkotaan, kawasan ini menempati areal dengan bentuk

wilayah datar–berombak (0-8%), jenis tanah aluvial, dan pola penggunaan lahan eksisting permukiman

dan pekarangan. Kawasan ini menyebar secara spot-spot, terutama di pusat-pusat ibukota kecamatan

dan desa/kelurahan di seluruh kecamatan di Kabupaten Musi Rawas.

Arahan pemanfaatan ruang ditujukan untuk mengoptimalkan dan mengendalikan peruntukan lahan

dengan tetap mempertahankan keberadaan fungsi resapan melalui ruang terbuka hijau (RTH). Untuk itu

perlu pengaturan aktivitas pembangunan melalui penerapan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan

Koefisien Lantai Bangun (KLB). Guna mengoptimalkan fungsi layanan bagi penduduk kota serta

pelayanan ekonomi bagi wilayah belakangnya, maka perlu penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum

yang memadai, serta dukungan prasarana jalan dan terminal antar kota baik berupa terminal

penumpang maupun terminal barang yang menunjang pembangunan agropolitan.

4.2.9.2 Kawasan Permukiman Perdesaan

Menunjukkan areal kawasan permukiman perdesaan, kawasan ini menempati areal dengan bentuk

wilayah datar–bergelombang (0-15%), jenis tanah podsolik, kambisol, aluvial, dan koluvial, dengan pola

penggunaan lahan eksisting permukiman dan pekarangan. Kawasan ini menyebar di tiap kecamatan di

wilayah Kabupaten Musi Rawas. Arahan pemanfaatan ruang ditujukan untuk mengoptimalkan fungsi

layanan bagi masyarakat perdesaan dengan pengaturan tata ruang permukiman dan pengadaan fasilitas

sosial dan fasilitas umum perdesaan yang mendukung kegiatan pertanian/agropolitan.

Page 26: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 26

Page 27: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 27

Page 28: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 28

Page 29: Bab 4 rencana pola ruang

BANTEK PELAKSANAAN PENATAAN RUANG KABUPATEN MUSI RAWAS | H A L A M A N IV - 29