Bab 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF file4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit ... Substitusi pada...
Transcript of Bab 4 Hasil dan Pembahasan - · PDF file4.1 Pembuatan dan Kitosan Kulit ... Substitusi pada...
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Pembuatan dan Kitosan
Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan terdiri atas kepala, badan, dan ekor.
Tahapan-tahapan dalam pengolahan kulit udang menjadi kitosan meliputi tahap
penghilangan protein, penghilangan mineral, dan konversi kitin yang diisolasi menjadi
kitosan melalui tahap deasetilasi. Kulit udang yang digunakan sebagai bahan baku kitosan
sebanyak 100,00 gram dan menghasilkan kitosan sebanyak 16,45 gram. Rincian
pengurangan massa pada tiap tahap pembuatan kitosan diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Kitosan yang diperoleh disintesis melalui dua kali deasetilasi. Hal ini dilakukan karena
kitosan yang melalui satu kali tahap deasetilasi tidak larut dalam CH3COOH 1% dan
memiliki derajat deasetilasi yang kecil, yaitu sebesar 69,68%. Kitosan yang melalui dua kali
tahap deasetilasi larut dalam CH3COOH 1% dan memiliki derajat deasetilasi sebesar 83,23%
dengan sebesar 4,65×105 g/mol. Perhitungan dan derajat deasetilasi dapat dilihat
pada Lampiran A dan Lampiran B.
Tabel 4.1 Rincian massa yang tersisa pada tiap tahap pembuatan kitosan*
Proses Massa (g) Rendemen (%)
Deproteinasi 50,23 50,23
Demineralisasi 23,00 23,00
Deasetilasi (1×4 jam) 20,46 20,46
Deasetilasi (2×4 jam) 16,45 16,45
*Massa limbah udang kering 100,00 g
Spektrum serapan infra-merah untuk kitin dan kitosan ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2. Puncak-puncak yang muncul pada spektrum serapan infra-merah kitin dan
kitosan identik. Perbedaan muncul pada transmitan (%T) puncak pada bilangan gelombang
1658 cm-1 (gugus C=O amida). Pada bilangan gelombang ini (1658 cm-1), kitin memiliki
27
nilai serapan yang lebih besar daripada kitosan. Spektrum ini sesuai dengan hasil yang
diharapkan karena menunjukkan bahwa gugus C=O amida pada kitin telah berkurang, yang
berarti kitosan berhasil disintesis.
Gambar 4.1 Spektrum serapan infra-merah kitin.
Tabel 4.2 Jenis vibrasi gugus-gugus pada kitosan.
Bilangan Gelombang (cm-1) Jenis Vibrasi
3000 – 3500 Ulur O-H, N-H
2875,86 Ulur C-H, -CH3
1658,78 Ulur C=O (amida)
1585,49 Tekuk C-H
1381,03 Regang C-O-C
50075010001250150017502000250030003500400045001/cm
60
65
70
75
80
85
90
95
100
%T
3448
.72 32
69.3
4
3111
.18
2962
.66
2929
.87
2887
.44
1658
.78
1629
.85
1568
.13
1377
.17
1313
.52
1157
.29
1116
.78
1072
.42
1014
.56
975.
9895
0.91
894.
97
750.
3169
6.30
586.
3655
9.36
528.
50
sampel 4
28
Gambar 4.2 Spektrum serapan infra-merah kitosan (dua kali deasetilasi).
4.2 Pembuatan Karboksimetil Kitosan
Pembuatan karboksimetil kitosan dilakukan melalui dua jalur. Jalur pertama adalah sintesis
karboksimetil kitosan dati bahan baku kitin. Jalur kedua adalah sintesis karboksimetil kitosan
dari bahan baku kitosan.
Konduktivitas proton pada kitosan amat bergantung pada gugus amina yang dimilikinya.
Pada jalur sintesis kedua, reaksi antara kitosan dengan asam kloroasetat memungkinkan
terjadinya substitusi pada gugus amina membentuk suatu N,O-karboksimetil kitosan.
Substitusi pada gugus amina ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan turunnya konduktivitas
dari kitosan yang telah termodifikasi. Oleh karena itu, jalur sintesis pertama dilakukan untuk
mendapatkan suatu O-karboksimetil kitosan. Hal ini dapat terjadi karena gugus amina pada
kitin terlindungi oleh gugus asetil (dalam bentuk asetamida). Setelah karboksimetil kitin
terbentuk, deasetilasi dilakukan untuk mengubah gugus asetamida menjadi gugus amina
(deproteksi gugus amina).
4.2.1 Kitin sebagai bahan baku
Sintesis karboksimetil kitin dilakukan melalui dua metode, yaitu metode homogen dan
metode heterogen. Karboksimetil kitin yang dihasilkan melalui metode homogen sangat
50075010001250150017502000250030003500400045001/cm
70
75
80
85
90
95
100
%T
3442
.94
2875
.86
1658
.78
1585
.49
1381
.03
1151
.50
1082
.07
1031
.92
659.
66
Khitosan
29
sedikit jumlahnya sehingga sangat tidak memungkinkan untuk dideasetilasi dan dijadikan
membran. Hal ini disebabkan karena kitin yang terlarut dalam pelarut 5% LiCl/DMAc hanya
kitin yang memiliki massa molekul rata-rata kecil dan kelarutannya pun hanya 15%.
Karboksimetil kitin yang dihasilkan melalui metode heterogen jumlahnya banyak, yaitu
18,33 gram sehingga memungkinkan untuk dideasetilasi dan dijadikan membran. Pada
metode heterogen kitin dan asam kloroasetat direaksikan dalam bentuk padatan. Spektrum
IR karboksimetil kitin melalui metode heterogen ini dapat dilihat pada Lampiran C.
Berdasarkan spektrum serapan IR, antara kitin dan karboksimetil kitin tidak memiliki
perbedaan yang signifikan sehingga disimpulkan bahwa sintesis karboksimetil kitin yang
dilakukan tidak berhasil.
Hasil uji kelarutan karboksimetil kitin metode homogen, metode heterogen, dan kitin
terhadap pelarut organik dan pelarut anorganik (pelarut-pelarut yang digunakan telah
dijelaskan pada Sub-bab 3.5.3) menunjukkan hasil yang negatif, yaitu tidak larut pada semua
pelarut tersebut. Dari hasil uji kelarutan tersebut terlihat jelas bahwa baik karboksimetil kitin
dengan cara homogen maupun dengan cara heterogen memiliki kelarutan yang sama
terhadap pelarut-pelarut yang digunakan. Dari hasil uji juga diperoleh kesimpulan bahwa
karboksimetil kitin yang disintesis memiliki kelarutan yang sama dengan kitin.
Perbandingan antara kelarutan kitin dengan karboksimetil kitin mendukung kesimpulan yang
diperoleh dari spektrum serapan IR kedua polimer tersebut, yaitu sintesis karboksimetil kitin
tidak berhasil. Hasil uji kelarutan ini digunakan juga untuk membedakan antara
karboksimetil kitin dengan karboksimetil kitosan berdasarkan sifat kelarutannya pada
berbagai pelarut.
4.2.2 Kitosan sebagai bahan baku
Hasil uji kelarutan kitosan dan karboksimetil kitosan dapat dilihat pada Tabel 4.3. Kitosan
larut dalam HCl 0,1 M dan CH3COOH 2% sesuai dengan literatur [6]. Menurut literatur [18]
dan [23], karboksimetil kitosan larut dalam aqua dm dan NaCl 1%, sama dengan hasil yang
diperoleh dari pengujian kelarutan yang dilakukan. Larutnya karboksimetil kitosan pada
aqua dm menunjukkan bahwa adanya gugus karboksimetil pada kitosan meningkatkan
hidrofilisitas dari kitosan.
Spektrum serapan IR karboksimetil kitosan ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Puncak pada
1624,06 cm-1 (vibrasi asimetrik gugus karboksilat) dan 1413, 82 cm-1 (vibrasi simetrik gugus
karboksilat) menunjukkan bahwa karboksimetilasi telah terjadi. Jika dibandingkan dengan
spektrum serapan IR kitosan, puncak pada bilangan gelombang 3446,79 cm-1 menjadi lebih
30
lebar dan lemah. Perubahan puncak serapan ini menandakan bahwa karboksimetilasi terjadi
pada gugus amina dan hidroksil primer pada unit glukosamin struktur kitosan [9]. Puncak
serapan hidroksil pada karboksimetil kitosan lebih lebar daripada puncak serapan hidroksil
pada kitosan. Ini menunjukkan bahwa karboksimetil kitosan memiliki hidrofilisitas yang
lebih tinggi daripada kitosan (sesuai dengan hasil uji kelarutan).
Tabel 4.3. Perbandingan kelarutan antara kitosan dengan karboksimetil kitosan (CMChitosan).
Sampel Pelarut
NaOH 0,5 M
HCl 0,1 M
NaCl 1%
Aqua dm CH3COOH 2%
DMF DMAc THF Aseton
Kitosan - + - - + - - - -
CMChitosan - + + + + - - - -
Keterangan: - = tidak larut; + = larut
Gambar 4.3 Spektrum serapan infra-merah karboksimetil kitosan.
Hasil uji kelarutan dan analisis spektrum serapan IR menunjukkan bahwa sintesis
karboksimetil kitosan dari kitosan telah berhasil dilakukan. Posisi karboksimetilasi pada
karboksimetil kitosan yang diperoleh tidak bisa ditentukan dengan spektrum IR (perlu
analisis lebih lanjut dengan 13C-NMR).
50075010001250150017502000250030003500400045001/cm
55
60
65
70
75
80
85
90
95
100
%T
3446
.79
2924
.09
2065
.76
1624
.06
1527
.62
1413
.82
1381
.03
1153
.43
1089
.78
1064
.71
1014
.56
sampel 3
4
S
a
p
t
A
3
d
t
t
s
p
G
A
p
b
8
k
k
4.3 Analis
Suhu operasio
akan digunak
pada rentan
terdegradasin
Analisis term
309,8oC. Ken
dengan kitos
termal terjaga
terdegradasi p
sebanyak 69,
penguapan 11
Gambar 4.4
Analisis TGA
pada suhu 2
berinteraksi d
82,0oC dan
karboksimetil
karboksimetil
sis Termal
onal PEMFC
kan sebagai m
ng suhu ter
nya membran
mogravimetri (
naikan suhu
an. Sebagian
a hingga akhi
pada 309,8oC
7% dari mass
15,4oC (lihat L
Kurva anali
A karboksime
209,8oC. Ken
dengan karbo
pada suhu 1
l kitosan t
l kitosan tela
berada di an
membran elek
rsebut. Kest
elektrolit ket
(TGA) kitosa
menyebabka
n besar air te
irnya kembali
C (lihat Gamb
sa awal. Anal
Lampiran D)
sis termogra
etil kitosan m
naikan suhu
oksimetil kito
189,1oC terja
terdegradasi
ah terdegrada
ntara 50oC – 8
ktrolit harusla
tabilan term
tika PEMFC b
n menunjukk
an lepasnya
rlepas pada s
i mengalami p
bar 4.4). Pada
lisis DSC me
.
avimetri kitos
enunjukkan b
menyebabkan
osan. Sebagia
adi penurunan
pada suhu
asi sebanyak
80oC [14]. Ol
ah memiliki k
mal sangat
beroperasi.
kan bahwa kit
air yang terp
suhu 122,4oC
penurunan m
a suhu dekom
enunjukkan ba
san.
bahwa karbok
n lepasnya a
an besar mol
n massa yan
u 209,8oC.
35,9% dari
eh karena itu
kestabilan ter
penting unt
osan terdegra
perangkap da
C dan setelah
massa pada suh
mposisi, kitos
ahwa kitosan
ksimetil kitos
air yang terp
ekul air terle
ng drastis hi
Pada suhu
massa awal.
3
u, material yan
rmal yang ba
tuk mencega
adasi pada suh
an berinterak
h itu kestabila
hu 286,9oC da
an yang tersi
memiliki suh
an terdegrada
perangkap da
epas pada suh
ingga akhirny
dekomposi
Analisis DS
31
ng
aik
ah
hu
ksi
an
an
isa
hu
asi
an
hu
ya
si,
SC
m
L
G
K
d
d
r
j
d
g
d
l
P
m
a
l
d
h
p
menunjukkan
Lampiran D).
Gambar 4.5
Kitosan mem
dikarenakan
daripada gug
rantai pada ka
jumlah molek
daripada pada
gugus pada k
dengan gugu
lebih sulit ter
Perbedaan su
menjelaskan
air yang terik
lepas secara
diperoleh ad
hidroksil dan
polimer kitos
n bahwa kar
.
Kurva anali
miliki rantai
karboksimeti
gus hidroksil
arboksimetil k
kul air yang
a kitosan. Ka
kitosan (gugu
us-gugus pada
lepas dari kito
uhu penguapa
hidrofilisitas
kat (melalui i
serempak k
dalah sebagia
n amina, dan
san. Kurva D
rboksimetil
sis termogra
yang lebih
il kitosan me
pada kitosan
kitosan lebih
berada pada
arena perbeda
us hidroksil
a karboksime
osan. Dari pe
an pada kitos
kedua polim
ikatan hidrog
ketika suhu
an besar mo
hanya sedik
SC karboksim
kitosan mem
avimetri karb
kompak da
emiliki gugus
n. Gugus karb
jauh daripad
celah antar
aan celah itu
dan amina)
etil kitosan.
enjelasan ini, h
san dan karbo
er ini. Kurva
gen) dengan g
penguapan t
olekul-moleku
kit molekul ai
metil kitosan
miliki suhu
boksimetil ki
aripada karbo
s karboksime
boksimetil in
a pada kitosa
rantai karbok
pula, interak
lebih kuat d
Kuatnya inte
hasil TGA da
oksimetil kito
DSC kitosan
gugus hidrok
tercapai. Info
ul air langsu
ir yang terjeb
lebih lebar d
penguapan
itosan.
oksimetil kit
etil yang rela
ni menyebabk
an. Rongga in
ksimetil kitos
ksi antara air
daripada inter
eraksi ini me
apat dijelaskan
osan dapat di
n berbentuk s
ksil dan amin
ormasi lainny
ung terikat
bak pada cel
daripada kurva
3
102,2oC (lih
tosan. Hal i
atif lebih bes
kan jarak ant
i menyebabka
san lebih bes
dengan gugu
raksi antara a
enyebabkan a
n dengan baik
igunakan untu
empit. Artiny
na pada kitosa
ya yang dap
dengan gug
lah antar rant
a DSC kitosa
32
hat
ini
sar
tar
an
sar
us-
air
air
k.
uk
ya,
an
pat
us
tai
an.
33
Artinya, pada karboksimetil kitosan, air terlepas secara perlahan. Pada karboksimetil kitosan,
air yang pertama kali menguap bukanlah molekul air yang langsung berikatan dengan gugus
hidroksil, amina, atau karboksilat, melainkan molekul air yang terikat dengan molekul air
lainnya. Ketika suhu penguapan tercapai, molekul air yang langsung terikat dengan gugus-
gugus tersebut dan molekul air yang terjebak pada celah antar rantai polimer karboksimetil
kitosan mulai terlepas (menguap). Dari penjelasan ini, kurva DSC dapat dijelaskan dengan
baik.
Hasil analisis termal menunjukkan bahwa kitosan dan karboksimetil kitosan memiliki
kestabilan termal yang baik pada suhu operasional PEMFC (50oC – 80oC). Akan tetapi,
kitosan memiliki kestabilan termal yang lebih baik daripada karboksimetil kitosan.
4.4 Pembuatan Membran
Pelarut yang digunakan pada pembuatan membran adalah CH3COOH 2%. Membran dibuat
melalui teknik inversi fasa dengan menggunakan cawan petri untuk mencetak membran.
Larutan kitosan dan karboksimetil kitin dituangkan ke cawan petri, lalu pelarut dibiarkan
menguap pada suhu kamar sehingga terjadi perubahan fasa dari cair menjadi padat
(membran). Larutan NaOH 2M yang ditambahkan ke dalam cawan petri berfungsi sebagai
non-pelarut (non-solvent) atau koagulan.
Membran karboksimetil kitosan yang diperoleh lebih rapuh dan mudah robek dibandingkan
dengan membran kitosan. Penurunan sifat mekanik ini disebabkan karena masuknya gugus
karboksimetil (-CH2COOH) ke dalam rantai polimer kitosan menyebabkan terjadinya
peningkatan fleksibilitas rantai polimer sehingga kekompakan antar rantai polimer
mengalami penurunan [24].
4.5 Karakterisasi Membran
4.5.1 Analisis kapasitas penukar ion
Penentuan kapasitas penukar ion menunjukkan bahwa kitosan dan karboksimetil kitosan
memiliki nilai kapasitas penukar ion yang tidak berbeda jauh. Kitosan memiliki kapasitas
penukar ion sebesar 5,385 meq g-1 sedangkan karboksimetil kitosan memiliki kapasitas
penukar ion sebesar 5,137 meq g-1. Kedua membran ini memiliki nilai kapasitas penukar ion
yang lebih besar daripada Nafion®. Kapasitas penukar ion Nafion® adalah 0,91 meq g-1 [14].
Tingginya kapasitas penukar ion yang dimiliki oleh kitosan disebabkan oleh tingginya nilai
derajat deasetilasi kitosan. Semakin tinggi derajat deasetilasi, semakin banyak gugus amina
34
bebas yang dimiliki oleh kitosan. Dengan meningkatnya jumlah gugus amina bebas ini,
kapasitas penukaran ion (dalam hal ini proton, H+) akan meningkat juga.
Membran karboksimetil kitosan seharusnya memiliki kapasitas penukar ion yang lebih besar
daripada kitosan. Dari hasil yang diperoleh, ada dugaan bahwa proton hanya berinteraksi
dengan gugus karboksilat (pada gugus karboksimetil kitosan).
4.5.2 Analisis potensial membran
Hasil pengukuran dan curve fitting potensial membran kitosan dan karboksimetil kitosan
ditunjukkan oleh Gambar 4.6. Karboksimetil kitosan memiliki potensial membran yang lebih
tinggi daripada kitosan. Dari pengolahan data dengan piranti lunak Origin® diperoleh hasil
seperti yang tercantum pada Tabel 4.4. Nafion® memiliki nilai Q+X+ sebesar 0,536 mol L-1
[14].
Tabel 4.4 Nilai muatan efektif (Q+X+), W, dan perbandingan mobilitas kation terhadap mobilitas anion .
Membran Q+X+ (mol L-1) W
Kitosan 0,00405 -0,26669 0,5789
Karboksimetil Kitosan 0,00658 -0,30328 0,5346
1E-3 0,01 0,1 1-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35 Karboksimetil Kitosan (Data Eksperimen) Karboksimetil Kitosan (Hasil Fitting) Kitosan (Data Eksperimen) Kitosan (Hasil Fitting)
Δφ (m
V)
C2 (mol L-1)
Gambar 4.6 Kurva potensial membran terhadap konsentrasi KCl yang bervariasi.
35
Besarnya muatan efektif menunjukkan efektivitas gugus-gugus ionik pada suatu membran
elektrolit. Membran karboksimetil kitosan memiliki nilai kapasitas penukar ion yang sedikit
lebih kecil daripada membran kitosan, tetapi muatan efektifnya lebih besar daripada
membran kitosan sehingga dapat dikatakan bahwa membran karboksimetil kitosan memiliki
transpor kation yang lebih efektif daripada membran kitosan. Akan tetapi, jika dibandingkan
dengan Nafion® yang memiliki kapasitas penukar ion yang lebih kecil, karboksimetil kitosan
masih kurang efektif.
Pada analisis potensial membran, larutan elektrolit yang digunakan adalah KCl. Dari hasil
pengolahan data terlihat bahwa kitosan memiliki mobilitas kation yang lebih besar daripada
karboksimetil kitosan. Hal disebabkan oleh adanya perbedaan kekuatan interaksi antara
kation (K+) dengan gugus –COO- pada karboksimetil kitosan dan dengan gugus –NH2 pada
kitosan. Interaksi antara ion K+ dengan gugus –COO- lebih kuat daripada interaksi antara ion
K+ dengan gugus –NH2.
Larutan KCl dipilih sebagai larutan elektrolit karena mobilitas ion K+ dan mobilitas ion Cl-
di dalam air hampir sama. Akibatnya, beda potensial yang ditimbulkan oleh perbedaan
antara mobilitas kation dengan anion dapat dihilangkan. Jika beda potensial ini tidak
dihilangkan, analisis berikutnya akan sulit untuk dilakukan karena ada ketidaksamaan antara
jenis ion di dalam membran dengan ion yang ada pada larutan ruah [14].
4.5.3 Analisis permeabilitas metanol
Membran elektrolit pada PEMFC harus memiliki sifat fuel barrier yang baik. Ini berarti
bahwa membran kitosan dan mebran karboksimetil kitosan ini harus memiliki sifat fuel
barrier yang baik. Aplikasi pada DMFC mengharuskan kedua membran ini memiliki sifat
permeabilitas metanol yang rendah sehingga sifat fuel barrier yang dimiliki membran ini
baik.
Hasil pengolahan data (Lampiran F) menunjukkan bahwa kitosan memiliki permeabilitas
metanol yang lebih kecil daripada karboksimetil kitosan. Artinya, kitosan memiliki sifat fuel
barrier yang lebih baik daripada karboksimetil kitosan. Pada Tabel 4.5 disajikan data
permeabilitas metanol untuk kitosan, karboksimetil kitosan, dan Nafion® 117. Permeabilitas
metanol kitosan dan karboksimetil kitosan tidak dapat langsung dibandingkan dengan
permeabilitas metanol Nafion® 117. Hal ini dikarenakan sel pengukuran permeabilitas yang
digunakan berbeda. Walaupun permeabilitas metanol membran karboksimetil kitosan lebih
besar sepuluh kali dari membran kitosan, membran ini masih bisa diaplikasikan pada DMFC.
36
Tabel 4.5 Perbandingan permeabilitas metanol untuk membran kitosan, karboksimetil kitosan, dan Nafion® 117.
Membran Permeabilitas Metanol (cm2 s-1)
Kitosan 5,1807 × 10-7
Karboksimetil Kitosan 2,3621 × 10-6
Nafion® 117 [25] 2,76 × 10-7
Peningkatan permeabilitas metanol pada karboksimetil kitosan diakibatkan oleh masuknya
gugus karboksilat pada kitosan. Gugus karboksilat yang berukuran besar menyebabkan jarak
antar rantai pada karboksimetil kitosan lebih besar daripada jarak antar rantai pada kitosan.
Dengan membesarnya jarak antar rantai jumlah metanol yang dapat melewati celah antar
rantai akan semakin besar.
Model permeabilitas metanol pada kitosan dan karboksimetil kitosan ditunjukkan oleh
Gambar 4.7. Pada Gambar 4.7(a) terlihat bahwa kitosan memiliki rantai yang lebih kompak
daripada karboksimetil kitosan. Molekul-molekul metanol akan berinteraksi cukup baik
dengan gugus hidroksil atau gugus amina pada kitosan sehingga molekul metanol yang
lainnya tidak dapat melewati celah antar rantai karena tertahan (“tersumbat”) oleh molekul
metanol yang berinteraksi dengan gugus-gugus tersebut.
OHNH2
OHNH2
OHNH2
OH
H3CO
HH3C
Rantai 1
Rantai 2 (a)
O
H2N
OH
NH2
OH
H2N
OHH3C C
OH
O
CH2
OH CH3
OHH3C
O
H
CH3
OHH3C
Rantai 1
Rantai 2 (b)
Gambar 4.7 Model transpor metanol pada (a) kitosan dan (b) karboksimetil kitosan.
Pada Gambar 4.7(b) terlihat bahwa karboksimetil kitosan memiliki jarak antar rantai yang
lebih renggang daripada kitosan. Molekul-molekul metanol berinteraksi dengan gugus-gugus
37
pada karboksimetil kitosan (gugus karboksilat, hidroksi, dan amina) sama baiknya dengan
interaksi yang dijumpai pada kitosan. Namun, karena karboksimetil kitosan memiliki jarak
antar rantai yang lebih renggang, karboksimetil kitosan tidak memiliki efek “penyumbatan”
seperti yang dijumpai pada kitosan.
4.5.4 Analisis impedance spectroscopy (IS)
Analisis IS dilakukan ketika kondisi membran basah. Kurva Nyquist untuk membran kitosan
dan karboksimetil kitosan yang diperoleh dari pengukuran konduktivitas proton ditunjukkan
oleh Gambar 4.8.
Daerah setengah lingkaran dan daerah Warburg pada kurva Nyquist untuk membran kitosan
dan membran karboksimetil kitosan saling berhimpit sehingga tahanan membran tidak dapat
ditentukan dari kurva Nyquist. Akan tetapi, dengan mengalurkan kurva Bode, tahanan
membran pada saat frekuensi ambang (threshold) dapat ditentukan (Lampiran G).
0 100 200 300 400 500
0
100
200
300
400
500
Karboksimetil Kitosan Kitosan
-Z'' (Ω
)
Z' (Ω)
Gambar 4.8 Kurva Nyquist untuk membran kitosan dan karboksimetil kitosan.
Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa karboksimetil kitosan memiliki konduktivitas proton yang
lebih besar daripada kitosan. Namun, jika dibandingkan dengan Nafion® yang memiliki
konduktivitas proton 10-2 – 10-1 S cm-1 [14], kedua membran ini masih memiliki nilai
konduktivitas proton yang rendah.
Dari IS, besarnya nilai frekuensi ambang dapat juga diperoleh. Dengan mengetahui nilai
frekuensi ambang, mekanisme transpor proton dapat diketahui. Frekuensi ambang membran
38
kitosan dengan membran karboksimetil kitosan berbeda. Ini berarti transpor proton pada
membran kitosan berbeda dengan transpor proton pada membran karboksimetil kitosan. Pada
kitosan, transpor proton melibatkan gugus amina sedangkan pada karboksimetil kitosan
transpor proton melibatkan gugus karboksilat.
Tabel 4.6 Hasil analisis impedance spectroscopy
Membran σ (S cm-1) fambang (Hz)
Kitosan 1,565 × 10-3 1815,09
Karboksimetil Kitosan 2,382 × 10-3 1522,76
Pada membran dengan sistem asam-basa, transpor proton sangat dipengaruhi oleh kekuatan
gugus asam atau gugus basa yang dimiliki oleh membran tersebut. Semakin kuat keasaman
atau kebasaan dari gugus tersebut, nilai konduktivitas proton dari membran polielektrolit
bersistem asam-basa akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil analisis IS dan penalaran
konsep asam-basa, mekanisme transpor proton pada membran bersistem asam-basa dapat
diperkirakan secara secara kualitatif dan sederhana.
Jika ditinjau dari teori asam-basa Bronsted-Lowry, gugus –COO- adalah basa kuat (basa
konjugasi dari asam lemah, -COOH) sedangkan gugus –NH2 adalah suatu basa lemah dan
gugus –NH3+ adalah suatu asam kuat (asam konjugasi dari –NH2). Karena gugus -COO-
adalah basa kuat dan gugus –COOH adalah asam lemah, gugus –COO- “senang” untuk
menerima proton dan setelah gugus tersebut terprotonasi sulit untuk terdeprotonasi (karena
gugus –COOH adalah asam lemah). Berbeda dengan gugus –COO-, gugus –NH2 adalah
suatu basa lemah dan asam konjugasinya, gugus –NH3+, adalah asam kuat. Protonasi
memang akan lebih sulit, tetapi setelah protonasi terjadi, deprotonasi gugus –NH3+ mudah
untuk terjadi (lihat Gambar 4.9).
Mekanisme transpor proton pada kitosan telah dijelaskan pada Sub-bab 2.6 (hal. 10). Pada
kitosan, transpor proton berlangsung melalui mekanisme Grothus. Mekanisme transfer
proton pada membran karboksimetil kitosan diramalkan berlangsung melalui mekanisme
Grothus juga (secara dominan). Ada tiga mekanisme yang diperkirakan:
• Mekanisme transpor proton I (Gambar 4.10),
• Mekanisme transpor proton II (Gambar 4.11), dan
• Mekanisme transpor proton III (Gambar 4.12).
39
O
NH2
O
CH2OH
HOn
H+O
NH3
O
CH2OH
HOn (a)
O
NH2
O
CH2OCH2COO-
HOn
H+O
NH2
O
CH2OCH2COOH
HOn
O
NH3
O
CH2OCH2COOH
HOn
O
NH3
O
CH2OCH2COO-
HOn
H+
(b)
Gambar 4.9 Reaksi protonasi (a) kitosan dan (b) karboksimetil kitosan.
Mekanisme transpor proton I terjadi apabila gugus karboksimetil tersubstitusi pada gugus
hidroksil di atom C-6. Mekanisme transpor proton II dan III terjadi apabila gugus
karboksimetil tersubstitusi pada gugus amina di atom C-2.
Mekanisme transpor proton I dijelaskan secara sederhana oleh Gambar 4.10. Pada
mekanisme ini, sistem asam-basa yang serupa dengan suatu ion zwitter terbentuk. Apabila
ditinjau dari sudut pandang rantai 1, rantai 1 bertindak sebagai asam (-COOH) dan rantai 2
bertindak sebagai basa (-NH2). Namun, hal yang sebaliknya diperoleh apabila ditinjau dari
sudut pandang rantai 2. Dari sudut pandang rantai 2, rantai 2 bertindak sebagai asam (-NH3+)
dan rantai 1 bertindak sebagai basa (-COO-). Pada kondisi ini (Gambar 4.10), proton
diperebutkan oleh gugus karboksilat dan gugus amina sehingga proton akan “terombang-
ambing” di antara dua gugus tersebut. “Terombang-ambing”-nya proton ini menyebabkan
proton tidak “dimiliki” secara “utuh” oleh gugus karboksilat dan gugus amina sehingga
proton akan mudah berpindah ke “terowongan” yang dibentuk oleh molekul-molekul air
yang saling berikatan hidrogen. Meningkatnya kemudahan perpindahan proton menyebabkan
terjadi peningkatan konduktivitas proton.
40
OCH2 C
O
O
NH2
O H
H
H O
H
H O H
H
O
H
O H
H
H
Rantai 1 Rantai 2H+
H
(1)
OCH2 C
O
O
H+ NH2
O H
H
H O
H
H O H
H
O
H
O H
H
Rantai 2Rantai 1
HH
(2)
OCH2 C
O
O
NH2
O H
H
H O
H
H O H
H
O
H
O H
H
H
Rantai 2Rantai 1
H
H+
(3)
Gambar 4.10 Mekanisme transpor proton I pada karboksimetil kitosan (1 – 3).
Mekanisme transpor proton II dan III hampir serupa. Perbedaan antara mekanisme II dan
mekanisme III terletak pada posisi transpor proton yang terjadi. Perbedaan ini terlihat dengan
jelas dari Gambar 4.11 (mekanisme II) dan Gambar 4.12 (mekanisme III).
Pada mekanisme transpor proton II (Gambar 4.11), gugus karboksilat membantu terjadinya
proses transpor proton. Adanya gugus amina sekunder (2°) yang terikat pada atom C-α
menyebabkan kerapatan elektron sedikit tertarik ke arah gugus amina 2°. Berkurangnya
kerapatan elektron pada gugus karboksilat menyebabkan ikatan antara gugus karboksilat
dengan proton melemah. Dengan melemahnya ikatan antara gugus karboksilat dengan
proton, proton akan lebih mudah terlepas dan berpindah ke “terowongan” air. Dengan
demikian, peningkatan keasaman gugus –COOH dengan kehadiran gugus amina akan
meningkatkan konduktivitas proton membran karboksimetil kitosan jika dibandingkan
dengan membran kitosan.
41
HNH2C C
O
O
OH
H
HO
H
HOH
H
O
H
OH
H
e-
H+
H H
(1)
HNH2C C
O
O
H+
OH
H
HO
H
HOH
H
O
H
OH
H
e-
HH
(2)
HNH2C C
O
O
OH
H
HO
H
HOH
H
O
H
OH
H
H
e-
H
H+
(3)
Gambar 4.11 Mekanisme transpor proton II pada karboksimetil kitosan (1 – 3).
Pada mekanisme transpor proton III (Gambar 4.12), gugus amina 2° membantu terjadinya
proses transpor proton. Adanya gugus karboksilat yang terikat pada atom C-α menyebabkan
kerapatan elektron tertarik ke arah gugus karboksilat. Berkurangnya kerapatan elektron pada
gugus amina menyebabkan ikatan antara gugus amina dengan proton melemah. Dengan
melemahnya ikatan antara gugus amina dengan proton, proton akan lebih mudah berpindah
ke “terowongan” air. Dengan demikian peningkatan keasaman gugus –RR’NH2+ dengan
masuknya gugus karboksilat (-COO-) menyebabkan konduktivitas proton membran
karboksimetil kitosan lebih tinggi daripada konduktivitas proton membran kitosan.
42
NHH2C C
O
O
OH
H
HO
H
HOH
H
O
H
OH
H
e-
H+
H HH
(1)
NHH2C C
O
O
OH
H
HO
H
HOH
H
O
H
OH
H
e-
H+
H HH
(2)
H2NH2C C
O
O
OH
H
HO
H
HOH
H
O
H
OH
H
H
e-
H+H
(3)
Gambar 4.12 Mekanisme transpor proton III pada karboksimetil kitosan (1 – 3).
Melalui ketiga mekanisme transpor proton ini, alasan mengenai tingginya konduktivitas
proton membran karboksimetil kitosan dibandingkan dengan membran kitosan dapat
dijelaskan. Di antara ketiga mekanisme ini, mekanisme transpor proton yang diperkirakan
memiliki nilai konduktivitas proton tertinggi adalah mekanisme I (melalui sistem
kepemilikan proton bersama).