BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

68
2.1 Umum 2.1 Umum Air minum merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia dan seluruh makhluk hidup lainnya. Kebutuhan akan air yang berkualitas sangat penting, akan tetapi kuantitasnya yang memadai juga tidak kalah penting. Untuk itu diperlukan suatu sistem penyediaan air bersih yang memenuhi syarat secara kuantitas, kualitas dan tersedia secara terus-menerus (kontinuitas). Kondisi penyediaan air minum sangat relevan apabila dikaitkan dengan permasalahan kelangkaan tersedianya sumber air minum serta masih rendahnya tingkat pelayanan air minum, dan cakupan pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Permasalahan tersebut telah menjadi prioritas utama Pemerintah Kota Padang panjang. Karena sebagai daerah yang sedang berkembang meningkatnya pertumbuhan penduduk dan semakin lajunya pembangunan di Kota Padang Panjang menuntut pemerintah Kota untuk dapat meningkatkan sarana dan prasarana pendukung terutama tersedianya sarana dan prasarana air minum (PERMEN PU No 18 tahun 2007). 2 Tinjauan Pustaka BAB

Transcript of BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Page 1: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

2.1 Umum2.1 Umum

Air minum merupakan kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia dan

seluruh makhluk hidup lainnya. Kebutuhan akan air yang berkualitas sangat

penting, akan tetapi kuantitasnya yang memadai juga tidak kalah penting. Untuk

itu diperlukan suatu sistem penyediaan air bersih yang memenuhi syarat secara

kuantitas, kualitas dan tersedia secara terus-menerus (kontinuitas). Kondisi

penyediaan air minum sangat relevan apabila dikaitkan dengan permasalahan

kelangkaan tersedianya sumber air minum serta masih rendahnya tingkat

pelayanan air minum, dan cakupan pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum

(SPAM). Permasalahan tersebut telah menjadi prioritas utama Pemerintah Kota

Padang panjang. Karena sebagai daerah yang sedang berkembang meningkatnya

pertumbuhan penduduk dan semakin lajunya pembangunan di Kota Padang

Panjang menuntut pemerintah Kota untuk dapat meningkatkan sarana dan

prasarana pendukung terutama tersedianya sarana dan prasarana air minum

(PERMEN PU No 18 tahun 2007).

Berdasarkan PP No. 16 tahun 2005, SPAM merupakan satu kesatuan sistem fisik

(teknik) dan non fisik dari prasarana dan sarana air minum sedangkan penyediaan

air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan produk. SPAM

harus mempunyai perencanaan yang terkonsep sehingga bisa dijadikan pedoman

bagi pemerintah, penyelenggara dan para ahli dalam menyelenggarakan

pembangunan SPAM. Rencana induk SPAM atau dikenal juga sebagai Master

Plan SPAM merupakan suatu rencana jangka panjang (15-20 tahun) yang

merupakan bagian atau tahap awal dari perencanaan air minum jaringan perpipaan

dan bukan jaringan perpiaan berdasarkan proyeksi kebuutuhan air minum pada

22Tinjauan Pustaka

BAB

Page 2: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

satu periode yang dibagi dalam beberapa tahapan dan memuat komponen utama

sistem beserta dimensi-dimensinya (PERMEN PU No. 18 tahun 2008).

2.2 Periode Desain

Kota Padang Panjang termasuk jenis kota sedang dimana periode desain

perencanaan SPAM adalah 15-20 tahun. Kriteria penyusunan rencana induk untuk

berbagai klasifikasi kota dapat dilihat pada Tabel 2.1 (PERMEN PU No 18 tahun

2007).

Tabel 2.1 Matrik Kriteria Utama Penyusunan Rencana Induk Pengembangan SPAM untuk Berbagai Klasifikasi Kota

No

Kriteria Perencanaa

n

Jenis Kota

Metro Besar Sedang Kecil

1. Jenis Perencanaan

Rencana Induk Rencana Induk Rencana Induk -

2. Waktu Perencanaan

20 Tahun 15-20 Tahun 15-20 Tahun 15-20 Tahun

3. Sumber Air Baku

Investigasi Investigasi Identifikasi Identifikasi

4. Pelaksana Penyedia Jasa/penyelenggara/ pemerintah daerah

Penyedia Jasa/penyelenggara/ pemerintah daerah

Penyedia Jasa/penyelenggara/ pemerintah daerah

Penyedia Jasa/penyelenggara/ pemerintah daerah

5. Peninjauan Ulang

Per 5 Tahun Per 5 Tahun Per 5 Tahun Per 5 Tahun

6. Penanggung jawab

Penyelenggara/Pemerintahan Daerah

Penyelenggara/Pemerintahan Daerah

Penyelenggara/Pemerintahan Daerah

Penyelenggara/Pemerintahan Daerah

7. Sumber Pendanaan

*Hibah LN*Pinjaman LN*Pinjaman DN*APBD *PDAM *Swasta

*Hibah LN*Pinjaman LN*Pinjaman DN*APBD *PDAM *Swasta

*Hibah LN*Pinjaman LN*Pinjaman DN*APBD *PDAM *Swasta

*Pinjaman LN*APBD

Sumber : PerMen PU No.18, 2007

2.3 Penyediaan Air Minum

Penyediaan air minum adalah kegiatan menyediakan air minum untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat agar mendapatkan kehidupan yang sehat, bersih, dan

produktif (PERMEN PU No 18 Tahun 2007). Dalam merencanakan SPAM ada

beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan dan dipenuhi yaitu:

Tugas Akhir II - 2

Page 3: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

1. Aspek kualitas;

2. Aspek kuantitas dan kontinuitas;

3. Aspek teknis, SPAM harus dapat melayani dan menjangkau seluruh daerah

pelayanan dengan tekanan yang cukup;

4. Aspek biaya, SPAM yang dibangun haruslah ekonomis baik dalam

pembangunan, pengoperasian maupun dalam pemeliharaan, sehingga harga air

hasil olahan relatif murah dan terjangkau oleh masyarakat.

2.3.1 Aspek kualitas

Persyaratan kualitas air digunakan untuk menjamin bahwa air minum yang

dihasilkan dari suatu SPAM adalah aman dikonsumsi untuk berbagai keperluan

tanpa kekhawatiran akan terinfeksi suatu penyakit. Untuk itu, air minum harus

memenuhi persyaratan fisik, kimia dan biologi. Di Indonesia, air yang diproduksi

dan didistribusikan harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah.

Standar kualitas air minum yang berlaku saat ini adalah PerMenKes RI

No.492/Menkes/SK/VII/2010 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air

minum dan standar kualitas untuk air baku berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001

tanggal 18 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran A.

2.3.2 Aspek kuantitas dan kontinuitas

SPAM harus memperhatikan kuantitas yang berarti tersedianya air minum dalam

jumlah yang cukup untuk periode waktu tertentu dan dapat digunakan secara

kontinu setiap saat. Aspek kuantitas mempengaruhi kebutuhan air. Kebutuhan air

merupakan jumlah air yang diperlukan secara wajar untuk keperluan pokok

manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan air. Pada

umumnya kebutuhan air bersih akan bertambah setiap tahun yang dapat

disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk, perubahan kondisi sosial

ekonomi dan pengembangan industri sesuai dengan karakteristik dari kota itu

sendiri. Kebutuhan air ditentukan berdasarkan proyeksi penduduk, pemakaian air

dan tingkat pelayanan.

2.3.2.1 Proyeksi Penduduk

Tugas Akhir II - 3

Page 4: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Data proyeksi pertumbuhan penduduk merupakan data yang mutlak diperlukan

sebagai dasar untuk menentukan kapasitas debit yang harus terpasang. Selain itu

hasil proyeksi penduduk akan dapat ditetapkan kebutuhan air yang harus

diproduksi. Pola pertumbuhan penduduk secara tidak langsung dipengaruhi oleh

luas wilayah, potensi ekonomi dan pengembangan kota. Di samping data

mengenai jumlah penduduk itu sendiri, diperlukan pula data-data pendukung yang

menggambarkan ketiga hal tersebut seperti: perluasan wilayah kota, data

mengenai perkembangan industri, perdagangan, dan lain-lain. Dengan demikian,

metode proyeksi penduduk yang digunakan merupakan metode yang paling sesuai

untuk kondisi kota yaang ada. Walaupun metode proyeksi yang digunakan

berbeda untuk setiap kasus, akan tetapi pada akhirnya pertumbuhan penduduk

akan mencapai suatu tingkat jenuh (saturated), dimana pada tahun-tahun

selanjutnya, angka pertumbuhan penduduk menjadi relatif kecil.

Beberapa metode statistik yang dapat digunakan dalam menentukan proyeksi

jumlah penduduk antara lain (Soewarno, 1995):

1. Metode aritmatika;

2. Metode eksponensial;

3. Metode geometri dan;

4. Metode logaritma.

2.3.2.1.1 Metode Aritmatika

Metode ini didasarkan pada angka kenaikan penduduk rata-rata setiap tahun.

Metode ini digunakan jika data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang

relatif sama setiap tahunnya. Metode ini juga merupakan metode proyeksi dengan

regresi sederhana. Persamaan umumnya adalah (Soewarno, 1995):

Y = a + bx.......... 2.1

dimana:

Y = nilai variabel berdasarkan garis regresi, populasi ke – n

X = bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal

a = konstanta

b = koefisien arah garis (gradien) regresi linier

Tugas Akhir II - 4

Page 5: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

=.......... 2.2

......... 2.3

dimana :

= rata-rata penduduk

= rata-rata tahun

2.3.2.1.2 Metode Geometri

Metode ini didasarkan pada rasio pertambahan penduduk rata-rata tahunan. Sering

digunakan untuk meramalkan data yang perkembangannya melaju sangat cepat.

Persamaan umumnya adalah:

Y = a.Xb .......... 2.4

Persamaan diatas dapat dikembalikan kepada model linier dengan mengambil

logaritma (Ln), dimana:

log Y = log a + b.log X .......... 2.5

log a = .......... 2.6

.......... 2.7

2.3.2.1.3 Metode Eksponensial

Persamaan umumnya adalah (Soewarno, 1995):

Y = a ebx ......... 2.8

Dengan mengambil anti logaritma ln Y = ln a + bx

Y = Exp (ln a + bx) .......... 2.9

Dimana persamaan tersebut linier dalam X dan Ln Y.

.........2.10

.........2.11

dimana :

Tugas Akhir II - 5

Page 6: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

X = jumlah tahun dari tahun 1 sampai tahun ke-n

Y = jumlah penduduk

n = jumlah data

2.3.2.1.4 Metode Logaritma

Persamaan umumnya adalah:

.........2.12

Persamaan diatas dapat dikembalikan kepada model linier dengan mengambil

logaritma (Ln), dimana:

Y = a + b . Ln X .........2.13

.........2.14

........2.15

dimana:

Y = Nilai variable Y berdasarkan garis regresi,populasi ke-n

X = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun awal

a = Konstanta

b = Koefisien arah garis (gradien) regresi linier

2.3.2.1.5 Pemilihan Metode Proyeksi

Pemilihan metode dilakukan dengan menghitung standar deviasi (simpangan

baku) dan nilai koefisien korelasi.

Persamaan Standar Deviasi (S):

.........2.16

Persamaan Koefisien Korelasi (r):

.........2.17

Dimana: xi = P – P’

yi = P = Jumlah penduduk awal

= Pr = Jumlah penduduk rata-rata

Tugas Akhir II - 6

Page 7: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

y’ = P’ = Jumlah penduduk yang akan dicari

Pemilihan metode proyeksi yang paling tepat jika:

Harga S yang paling kecil;

Harga r yang paling mendekati 1 atau –1.

2.3.2.2 Kebutuhan Air

Kriteria perencanaan sistem Penyediaan Air Minum (PAM) dan standar

kebutuhan air yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen

Pekerjaan Umum, dapat dilihat pada Tabel 2.2 dan 2.3.

Secara umum kebutuhan air suatu kawasan diklasifikasikan berdasarkan tujuan

pemakaian oleh pengguna yaitu:

1. Kebutuhan air domestik

Kebutuhan domestik adalah kebutuhan air yang digunakan untuk perumahan,

apartemen dan keperluan rumah tangga lainnya. Untuk minum, mandi dan

sanitasi serta tujuan lain (Linsley, 1992). Kebutuhan air domestik dihitung

berdasarkan: %pelayanan x Jumlah penduduk pengguna sambungan x standar

kebutuhan air. Standar kebutuhan air ditentukan berdasarkan kategori kota

berdasarkan jumlah penduduk menurut Direktorat Jendral Cipta Karya

Departemen Pekerjaan Umum tahun 2004. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kriteria Perencanaan Sistem Penyediaan Air Minum

No Uraian

Kategori Kota Berdasarkan Jumlah Penduduk(jiwa)

>1.000.000Metro

500.000 s/d 1.000.000

Besar

100.000 s/d 500.000Sedang

20.000 s/d 100.000

Kecil

< 20.000

Desa1 Konsumsi unit samb. rumah

(l/o/h)190 170 150 130 60

2 Konsumsi unit hidran umum(l/o/h)

30 30 30 30 30

3 Konsumsi unit non domestik

20-30 20-30 20-30 20-30 20-30

4 Kehilangan air (%) 20-30 20-30 20-30 20-30 205 Faktor maksimum (hari) 1.1 1.1 1.1 1.1 1.16 Faktor peak hour 1.5 1.5 1.5 1.5 1.57 Jumlah jiwa per SR 5 5 5 5 58 Jumlah jiwa per HU 100 100 100 100-200 2009 Sisa tekan di jaringan

distribusi (mka)10 10 10 10 10

Tugas Akhir II - 7

Page 8: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

10 Jam operasi 24 24 24 24 2411 Volume reservoir (%)

(max day demand)20 20 20 20 20

12 SR : HU 50:50 s/d 80:20

50:50 s/d 80:20

80:20 70:30 70:30

13 Cakupan pelayanan 90 90 90 90 90

Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum tahun 2004

2. Kebutuhan air komersial dan industri

Standar kebutuhan air untuk komersial dan industri dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.3 Standar Kebutuhan Air

No Jenis FasilitasTahap Pelayanan

KapasitasTahap I Tahap II

1. Rumah Tanggaa. Sambungan rumahb. Hidran umum

10030

10030

L/o/hL/o/h

2. Sekolah 20 20 L/o/h3. Peribadatan 70 70 L/o/h4. Kesehatan 250 250 L/o/h5. Industri 160 160 L/o/h6. Perdagangan

a. Pasarb. Toko

55

15

55

15

L/m2/hL/m2/hL/m2/h

7. Perkantoran 50 50 L/o/h8. Lain-lain

a. Hotelb. Bioskopc. Stadion Olahragad. Kolam renange. Lapangan tennisf. Terminal bus

20055

405

2,5

20055

405

2,5

L/tt/hL/td/hL/td/hL/o/hL/o/hL/o/h

Sumber: Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan UmumTahun 2004

2.3.2.3 Fluktuasi Pemakaian Air

Pengunaan air yang berbeda-beda selama sehari, dari hari ke hari selama

seminggu, dari minggu ke minggu selama sebulan, dan dari bulan ke bulan selama

setahun merupakan fluktuasi pemakaian air. Oleh sebab itu, pemakaian air setiap

tahun, setiap hari dan setiap jam harus dievaluasi (McGhee, 1991).

Berkaitan dengan fluktuasi pemakaian air ini, terdapat 4 macam istilah yang harus

dipahami, yaitu:

1. Pemakaian rata-rata perhari

a. Pemakaian rata-rata dalam satu hari

Tugas Akhir II - 8

Page 9: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

b. Pemakaian satu tahun dibagi 365 hari

2. Pemakaian satu hari terbanyak (Max Day demand)

a. Pemakaian terbanyak pada satu hari dalam satu tahun

b. Q max day = Q rata-rata x fd

dimana : fd = 1,1 - 1,7

c. Q max day mempengaruhi sistem PAM dalam penentuan kapasitas

maksimum dan sistem transmisi.

3. Pemakaian sejam rata-rata

a. Pemakaian rata-rata dalam 1 jam

b. Pemakaian satu hari dibagi 24 jam

4. Pemakaian sejam terbanyak (Max Hourly Demand)

1. Pemakaian terbanyak sejam dalam 1 hari

2. Q puncak = Q rata-rata x fp

dimana : fp = 1,5 - 3

3. Q puncak terjadi karena adanya pemakaian yang bersamaan pada suatu

saat tertentu.

2.4 Komponen Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

Dalam sistem penyediaan air minum terutama sistem perpipaan terdapat empat

komponen utama yaitu:

1. Sistem pengumpulan/penangkap

Meliputi sumber air baku yang digunakan dan sistem pengumpulannya. Sistem

ini harus mampu menyuplai secara kontinu air dalam jumlah yang mencukupi.

2. Sistem transmisi

Berfungsi untuk membawa air baku maupun air hasil pengolahan dari sumber

ke distribusi. Pengaliran dilakukan secara gravitasi, pemompaan, atau

keduanya.

3. Sistem pengolahan

Digunakan untuk mengolah air baku yang digunakan, agar memenuhi syarat air

minum yang telah ditetapkan.

4. Sistem distribusi

Tugas Akhir II - 9

Page 10: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Berfungsi untuk mendistribusikan air kepada masyarakat konsumen/pemakai

dengan tekanan yang mencukupi pada jaringan pipa distribusi. Dilengkapi

dengan meteran induk untuk melihat pemakaian air.

2.4.1 Sumber Air Baku dan Bangunan Pengambilan

Ketersediaan air baku di dunia sangatlah sedikit bila dibandingkan dengan volume

air asin. Untungnya, suplai air baku dapat diperbaharui oleh adanya siklus

hidrologi (Linsley, 1992). Evaporasi air dikembalikan ke bumi dalam bentuk air

hujan, hujan batu es, dan salju. Sebagian dari air hujan akan dievaporasikan

kembali, beberapa terjadi proses infiltrasi ke dalam tanah dan sisanya mengalir di

permukaan. Air masuk ke dalam tanah dan air yang mengalir di permukaan

biasanya digunakan oleh manusia untuk sumber air baku untuk kegiatan domestik

dan kegiatan lainnya. Jenis-jenis sumber air baku yang bisa digunakan adalah air

permukaan dan air tanah.

2.4.1.1 Air permukaan

Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah (Undang-

Undang Republik Indonesia No.7 Tahun 2004 tentang sumber daya air). Air

permukaan adalah air baku yang berasal dari sungai, saluran irigasi, waduk, kolam

dan danau. Ditinjau dari sisi kualitas, air permukaan kualitasnya tergantung pada

sumber air dan aktivitas pencemar yang ada di sekitarnya dan harus diolah

terlebih dahulu sebelum digunakan. Faktor-faktor yang menjadi sumber pencemar

air permukaan adalah faktor alam dan faktor manusia baik sengaja maupun tidak

sengaja. Sumber pencemar yang disebabkan oleh faktor alam adalah sebagai

berikut:

1. Iklim. Musim hujan meningkatkan kekeruhan air, pertumbuhan mikroba,

warna, logam dan kontaminan lainnya. Pada musim kemarau, pertumbuhan

alga meningkat dan kandungan mineral menurun;

2. Topografi, vegetasi, dan geologi mempengaruhi kualitas dari air

permukaan;

Tugas Akhir II - 10

Page 11: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

3. Penebangan hutan, dapat berpotensi menimbulkan erosi dan dapat

meningkatkan pengendapan, kekeruhan, dan nutrien;

4. Instrusi air laut, menyebabkan kualitas air permukaan menjadi menurun

akibat masuknya air laut ke air permukaan.

Sedangkan sumber pencemar yang disebabkan oleh manusia adalah dapat berupa

buangan industri, buangan berbahaya, aktivitas pertanian dan lain-lain yang

dibuang ke badan air permukaan sehingga dapat menyebabkan masuknya

kontaminan berupa virus, nutrien yang tidak diinginkan, parasit dan zat-zat kimia

kontaminan lainnya. Tetapi pada umumnya air permukaan merupakan sumber air

yang banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan air minum.

Bangunan penangkap atau penyadap air permukaan ini dikenal dengan intake

(Letterman, 1999).

2.4.1.1.1 Intake

Intake berfungsi untuk mengambil air baku dari sumber berupa sungai, danau,

atau waduk. Faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam desain intake

adalah keamanan, keandalan dan biaya operasi serta pemeliharaan. Dengan

demikian, dalam pemilihan lokasi intake perlu studi menyeluruh terhadap

kuantitas sumber, kondisi iklim dan lain-lain. Perencanaan sistem penyediaan air

minum tidak akan berfungsi jika intake gagal dalam menyuplai air baku

(Kawamura, 1991).

Jenis-jenis Intake

1. Intake Tower

Lokasi intake tower adalah sebagai berikut (japan water work association, 1990):

1. Jika intake dilokasikan pada tempat dimana kedalaman air minimumnya 2

meter atau lebih dan jika akan dibangun di sungai, intake diletakkan sedekat

mungkin dengan tepian air;

2. Jika air permukaannya dingin maka intake tower diletakkan di tempat

dimana intake tidak dipengaruhi oleh dinginnya air permukaan.

Bentuk Intake Tower biasanya berbentuk bulat atau oval, bagian puncak tower

harus mempunyai ketinggian minimum 5 ft (1,5 m) di atas muka air tertinggi dan

jembatan penghubung menuju tower juga harus memiliki ketinggian yang sama

Tugas Akhir II - 11

Page 12: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

dan diameter dalam tower harus cukup besar untuk meletakkan dan memperbaiki

pintu intake dan pompa. Sketsa intake tower dapat dilihat pada Gambar 2.1

(Kawamura, 1991).

Gambar 2.1 Sketsa Intake TowerSumber: Kawamura, 1991

2. Shore Intake

Intake ini ditempatkan pada lokasi dengan kedalaman air minimum 6 ft (1,8 m).

Strukturnya tergantung pada tipe intake (tipe sumur siphon, tersuspensi, terapung

– tergantung situasi), material yang digunakan untuk membangun shore intake

harus kuat dan tahan lama. Intake harus dibangun pondasi yang kokoh sehingga

dapat bertahan saat banjir. Sketsa shore intake dapat dilihat pada Gambar 2.2

(Kawamura, 1991).

Gambar 2.2 Sketsa Shore IntakeSumber: Kawamura, 1991

3. Intake Crib

Lokasinya berada pada kedalaman lebih dari 10 ft (3 m) dari permukaan dan

terletak pada lokasi dimana intake crib tidak akan terbenam oleh sedimen,

terbawa aliran sungai, atau terganggu oleh pembentukan es. Pada daerah dengan

ketinggian air lebih dari 10 ft, puncak intake harus berada 3 ft (1 m) dari dasar

sungai. Jika ketinggian air kurang dari 10 ft, maka intake harus diletakkan di

Tugas Akhir II - 12

Page 13: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

bawah dasar sungai sejauh 1 – 3 ft (0,3 – 1 m). Crib biasanya berbentuk poligon.

Semua sisi crib harus dilindungi oleh tembok batu atau lempengan beton.

Kecepatan maksimum aliran yang lewat adalah 0,25 – 0,5 fps (0,08 – 0,15 m/s).

Crib mengelilingi bell-mouth pipe yang dihubungkan pada intake conduit.

Screennya perlu dipasang untuk menyisihkan benda-benda melindungi ikan. Pada

sebagian besar kasus, jarak bukaan saringan berkisar antara 3/16-3/8 in (5-9,5

mm). Jika intake terletak di daerah beriklim sangat dingin, maka intake tower dan

saringan halus harus dilindungi dari pembentukan es. Metode yang sering

digunakan adalah compressed air dan steam injection. Sketsa intake crib dapat

dilihat pada Gambar 2.3 (Kawamura, 1991).

Gambar 2.3 Sketsa Intake CribSumber: Kawamura, 1991

2.4.1.2 Air tanah

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan dibawah

permukaan tanah (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004

tentang sumber daya air). Menurut letak dan kondisi aliran, secara umum air tanah

dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok yaitu (PERMEN PU No. 18, 2007):

1. Air Tanah Bebas (Air Tanah Dangkal)

Yang dimaksud dengan air tanah bebas atau air tanah dangkal adalah air tanah

yang terdapat di dalam suatu lapisan pembawa air (akuifer) yang di bagian

atasnya tidak tertutupi oleh lapisan kedap air (impermeable). Tipe air tanah

bebas atau dangkal ini seperti pada sumur-sumur gali penduduk (PERMEN

PU No. 18, 2007).

Tugas Akhir II - 13

Page 14: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

2. Air Tanah Tertekan (Air Tanah Dalam)

Yang dimaksud dengan air tanah tertekan atau air tanah dalam adalah air tanah

yang terdapat di dalam suatu lapisan pembawa air (akuifer) yang terkurung,

baik pada bagian atas maupun bagian bawahnya oleh lapisan kedap air

(impermeable). Tipe air tanah tertekan ini umumnya dimanfaatkan dengan

cara membuat bangunan konstruksi sumur dalam (PERMEN PU No. 18,

2007).

Sumber utama dari air tanah adalah proses presipitasi, dimana air akan menembus

tanah atau masuk dari air permukaan dan terjadi proses perkolasi dari celah-celah

tanah yang akan membentuk air tanah. Air tanah pada umumnya jernih dan

memiliki kualitas air yang baik dan bebas dari bakteri dan pencemar kimia.

Biasanya sumber kontaminan dari air tanah adalah air lindi dari waste disposal,

limbah pertanian, intrusi air laut dan lain-lain (Linsley, 1992). Upaya untuk

mendapatkan air tanah ditempuh dengan cara membuat lubang vertikal pada

tanah/batuan di daerah yang mempunyai potensi ketersediaan air tanah. Usaha

untuk mendapatkan air tanah tersebut dapat dilakukan dengan teknologi sederhana

(menggali tanah hingga ditemukan air tanah sesuai dengan kebutuhan), teknologi

menengah (melubangi tanah/batuan dengan bantuan peralatan mekanik ringan

hingga mencapai kedalaman, sesuai yang dikehendaki agar didapatkan air),

dengan teknologi tinggi (melubangi tanah/batuan dengan bantuan peralatan

mekanik berat hingga mencapai kedalaman sesuai yang dikehendaki agar

didapatkan air dalam jumlah yang maksimal, selanjutnya dilakukan pengujian

logging; uji pemompaan (pumping test); konstruksi dan pembersihan sumur,

sehingga air yang didapatkan akan maksimal dengan kualitas yang cukup baik)

(PerMen PU No.18, 2007).

Secara garis besar bangunan untuk pengambilan air tanah adalah berupa sumur.

Persyaratan Konstruksi Sumur (PerMen PU No.18, 2007):

1. Lokasi sumur harus aman terhadap polusi yang disebabkan pengaruh luar,

sehingga harus dilengkapi dengan pagar keliling;

Tugas Akhir II - 14

Page 15: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

2. Bangunan pengambilan air tanah dapat dikonstruksikan secara mudah dan

ekonomis;

3. Dimensi sumur harus memperhatikan kebutuhan maksimum harian.

Jenis bangunan penangkap atau penyadap untuk air tanah yaitu :

a. Sumur gali

Tipe sumur yang paling sederhana dan banyak digunakan adalah sumur gali.

Sumur gali digali secara manual untuk mendapatkan kedalaman yang

diinginkan dan umumnya digunakan di rumah-rumah penduduk. Sumber air

dari sumur gali berada dibawah muka air tanah. Berikut merupakan beberapa

ketentuan teknis yang harus dipenuhi sumur gali (Linsley,1992):

1. Dinding sumur 3 m dari bagian atas dibuat tembok yang kedap air karena

umumnya bakteri tidak dapat hidup lagi pada kedalaman tersebut;

2. Dinding sumur 1,5 m berikutnya ke arah bawah dibuat dinding tembok

yang tidak disemen tujuannya untuk mencegah runtuhnya tanah;

3. Dasar kerikil diberi kerikil agar tidak keruh;

4. Di atas tanah dibuat dinding dengan ketingian ± 1 m, agar air di sekitarnya

tidak masuk ke dalam sumur sekaligus berfungsi untuk keselamatan

pengguna;

5. Tanah disekitar sumur disemen dengan lebar semen disekeliling sumur ±

1,5 m dan dibuat miring agar air dapat mengalir ke saluran pembuangan dan

mencegah air permukaan masuk ke sumur;

6. Sumur diberi atap dan posisi ember tergantung di bagian atas;

7. Jarak sumur terhadap sumber pencemar seperti kakus minimal 10 m.

b. Sumur bor

Pengeboran dapat dilakukan dengan manual atau menggunakan mesin yang

digunakan untuk konstruksi sumur bor. Tanah seharusnya bersifat kohesif

sehingga ketika pengeboran terjadi tanah sudah terendapkan dan bersih.

Diameter sumur bor berkisar antara 250 mm s/d 600 mm.

Sumur juga harus dilokasikan dan dikonstruksikan supaya kuantitas dan

kualitas air tetap baik. Kontaminan air sumur umumnya terjadi ketika

rembesan dari sistem pembuangan atau air permukaan masuk kedalam sumur.

Tugas Akhir II - 15

Page 16: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Kontaminan bisa masuk sumur melalui atas maupun dari rembesan melalui

dinding sumur. Dari beberapa tes selalu menunjukkan bakteri kontaminan

biasanya tereliminasi setelah air di filtrasi 10 ft dari padatan normal. Sumur

harus dikonstruksikan untuk memastikan bahwa 10 ft dari atas selubung adalah

kedap air. Sumur tidak boleh berlokasi dekat dengan air buangan (>10 ft), dan

>50 ft dari septiktank atau >75 ft dari daerah rembesan air buangan. Batas

kedalaman sumur bor antara 60 sampai dengan 100 ft.

2.4.1.3 Sungai Bawah Tanah

Sungai bawah tanah adalah aliran air melalui rongga atau celah yang berada di

bawah permukaan tanah sebagai akibat tetesan/rembesan dari tanah di

sekelilingnya. Secara fisik aliran sungai bawah tanah termasuk aliran air tanah

melalui akuifer beberapa rongga/celah, sebagai akibat pelarutan batu gamping

koral, sehingga lama kelamaan terbentuk suatu alur/sungai yang berfungsi sebagai

pengering lingkungan sekitarnya. Besarnya potensi limpasan sungai bawah tanah

secara teratur sulit untuk dianalisa, karena menyangkut beberapa faktor terkait

yang mempengaruhinya (panjang dan lulusan gua di dalam tanah sulit dilacak).

Sehingga pengukuran langsung limpasan/aliran sungai bawah tanah adalah

merupakan salah satu alternatif yang dapat diandalkan (PerMen PU No.18, 2007).

Pada saat tidak ada hujan (musim kemarau), sungai bawah tanah mengalirkan air

yang berasal dari tetesan dan rembesan-rembesan air tanah yang terdapat

disekitarnya. Stalaktit-stalaktit yang banyak dijumpai pada atap gua-gua batu

gamping, merupakan bukti dari tetesan-tetesan tersebut. Sedangkan pada saat

turun hujan, selain mengalirkan air yang berasal dari tetesan-tetesan atau

rembesan-rembesan sungai bawah tanah, juga menerima pasokan dari luar/air

hujan yang mengalir masuk ke dalam tanah melalui lubang-lubang pemasukan

(Sink Hole). Bangunan Pengambilan untuk sungai bawah tanah dapat berupa:

bendung (dengan bangunan penyadap bebas atau free intake), tyroll (dialirkan ke

tepi), sumuran/cekungan di dalam tubuh sungai (PerMen PU No.18, 2007).

2.4.1.4 Mata Air

Mata air adalah air tanah yang muncul di permukaan pada jalur rembesan karena

suatu lapisan kedap air yang mengalasi pehantar tersingkap di permukaan

Tugas Akhir II - 16

Page 17: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

(Wilson, 1993). Bangunan penangkap mata air adalah bangunan untuk

menangkap dan melindungi mata air terhadap pencemaran dan dapat juga

dilengkapi dengan bak penampung yang sering disebut broncaptering (petunjuk

praktis pembangunan penangkap mata air).

Broncaptering

Broncaptering berfungsi untuk mengumpulkan air baku dengan sumber mata air.

Bangunan broncaptering secara umum harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut (petunjuk praktis pembangunan penangkap mata air):

1. Bentuk tidak mengikat, disesuaikan dengan topografi dan situasi lahan;

2. Bangunan diusahakan berbentuk elips bersudut tumpul atau empat persegi

panjang; dan

3. Pipa keluar (pipa outlet) pada bak pengumpul dari bangunan

broncaptering tidak boleh lebih tinggi dari muka air asli sebelum dibangun

penangkap mata air.

Berdasarkan cara pelayanan (pengaliran) terdiri dari (petunjuk praktis

pembangunan penangkap mata air):

1. Pengaliran mata air gravitasi; dan

2. Pengaliran mata air pompa.

Ukuran bak penampung mata air ditentukan berdasarkan (petunjuk praktis

pembangunan penangkap mata air):

1. Debit minimum mata air;

2. Besarnya pemakaian dan waktu;

3. Asumsi kebutuhan 30 sampai dengan 60 liter per orang per hari; dan

4. Waktu pengambilan adalah 8 sampai 12 jam sehari sesuai dengan Tabel

2.4 mengenai ukuran bak penampung mata air (broncaptering).

Tabel 2.4 Ukuran Bak Penampung Mata Air

Pelayanan Orang

Debit< 0,5 lt/dt

Debit(0,5-0,8) l/dt

Debit(0,7-0,8) l/dt

Debit>0,8 lt/dt

200-300 5 m3 2 m3 2 m3 2 m3

300-500 10 m3 10 m3 5 m3 2 m3

Sumber: Departemen Pekerja Umum, 2007

Tugas Akhir II - 17

Page 18: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

2.4.1.5 Air hujan

Menurut Petunjuk Praktis Pembangunan Penampung air hujan (PAH), air hujan

adalah air yang berasal dari angkasa. Untuk air hujan, cara penangkapan air hujan

dapat memanfaatkan atap rumah atau lebih dikenal dengan sistem atap penangkap

air hujan (SAPH). Pemanfaattanya bisa untuk individu atau komunal oleh

masyarakat. Berikut ini merupakan keuntungan dan kerugian SAPH :

Keuntungan:

1. Kualitas air baik;

2. Sistem berdiri sendiri;

3. Tidak memerlukan energi untuk menjalankan sistem;

4. Dapat menggunakan bahan dan tenaga setempat;

5. Operasi dan pemeliharaan relatif mudah.

Kerugian:

1. Jumlah air yang tersedia tergantung pada curah hujan dan luas atap;

2. Air tidak mengandung mineral sehingga rasanya tawar dan menyebabkan

kekurangan gizi.

Selain dengan SAPH, bangunan penampung air hujan lainnya yaitu dapat berupa

pasangan bata. Penampungan air hujan konstruksi batu bata adalah bangunan

PAH yang konstruksinya dari batu bata dengan bentuk bulat atau persegi.

Menurut Petunjuk Praktis Pebangunan Penampung air hujan (PAH), pembuatan

penampung air hujan (PAH) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. PAH harus kedap air;

2. Penempatan PAH harus dapat menampung air hujan dan air bersih dari

PDAM yang didistribusikan melalui mobil-mobil tangki;

3. Ada partisipasi masyarakat setempat dalam pelaksanan pembangunan,

pengoperasian dan pemeliharaan PAH;

4. Lokasi tempat PAH dipilih pada daerah-daerah kritis dengan curah hujan

yang cukup;

Tugas Akhir II - 18

Page 19: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

5. Dilaksanakan oleh tenaga kerja yang terampil sebagai tukang.

Persyaratan umum operasi dan pemeliharaan penyediaan air bersih harus

memenuhi:

1. Pengoperasian dan pemeliharaan diserahkan sepenuhnya kepada pemakai

air bersih;

2. Dana yang dipergunakan untuk kegiatan operasi dan pemeliharaan PAH

sepenuhnya dibiayai oleh masyarakat pemakai air;

3. Terjaminnya kontinuitas dan kualitas air serta kualitas memenuhi syarat

kesehaatan;

4. Teknologi yang dipergunakan untuk pengoperasian dan pemeliharan PAH

harus mudah dimengerti oleh masyarakat pemakai air.

Bangunan penampung air hujan konstruksi batu bata dapat dilihat pada Gambar

2.4 (Petunjuk Praktis Bangunan Penampung Air Hujan Konstruksi Batu Bata).

Gambar 2.4 Bangunan Penampung Air Hujan Konstruksi Batu BataSumber: Departemen Pekerja Umum, 2007

2.4.2 Sistem Transmisi

Sistem transmisi berfungsi mengalirkan air dari sumber, bangunan intake ke

Bangunan Pengolahan Air Minum (BPAM) dan menghubungkan jaringan

perpipaan antara sistem pengumpulan dengan sistem distribusi. Lokasi sumber

akan mempengaruhi panjang pendeknya saluran serta sistem pengaliran apakah

Tugas Akhir II - 19

Page 20: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

secara gravitasi atau dengan pompa. Sistem transmisi dapat didesain sebagai

saluran terbuka atau aliran bertekanan tergantung keadaan topografi dan

ketersediaan material.

Berikut ini beberapa bentuk saluran dalam sistem penyediaan air minum :

1. Saluran terbuka (open channel)

Merupakan saluran yang bekerja pada tekanan atmosfir dimana permukaannya

berhubungan langsung dengan udara bebas. Saluran terbuka dapat berbentuk

saluran tanah atau dengan konstruksi beton, batu kali atau baja.

2. Saluran tertutup

Saluran tertutup dibagi menjadi 2 bagian yaitu saluran tertutup dan saluran

perpipaan.

a. Saluran tertutup merupakan saluran yang tertutup namun sifat

salurannya terbuka yang bekerja pada tekanan atmosfir atau di atas

tekanan atmosfer. Konstruksinya dapat dibuat di pabrik atau di tempat

dengan menggunakan beton atau batu kali. Contoh: saluran pembuang air

banjir yang merupakan saluran tertutup.

b. Perpipaan, Sistem perpipaan merupakan saluran tertutup yang tidak

bekerja di bawah tekanan atmosfir. Kapasitasnya terbatas tergantung

diameter pipa yang digunakan dan perhitungan dimensi pipa berdasarkan

debit maksimum. Karakteristik dari sistem perpipaan ini tidak dipengaruhi

oleh tekanan udara, tapi dipengaruhi oleh tekanan hidrolis dan kedudukan

permukaan aliran tidak dipengaruhi oleh waktu dan ruang. Bahan-bahan

pipa yang biasa digunakan berupa besi tuang, besi baja, PVC, dan GIP.

Persamaan energi antara penampang pipa (pipa A dan pipa B) dapat ditulis

sebagai berikut (Linsley, 1992):

................................................2.18

Dimana:

Z = Jarak tegak disuatu bidang mendatar (m)

P/γ = Tinggi tekanan air

Tugas Akhir II - 20

Page 21: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

V = Kecepatan aliran rata-rata (m/det)

hl = Kehilangan tinggi tekan (m)

g = Kecepatan gravitasi (m/det2)

Salah satu faktor yang penting dalam pehitungan pipa transmisi adalah

perhitungan kehilangan tekanan. Kehilangan tinggi tekan pada jaringan pipa

dibagi atas dua, yaitu (Linsley, 1992):

1. Kehilangan Mayor

Kehilangan mayor di dalam jaringan pipa disebabkan oleh sifat-sifat fisis dari

pipa dan fluida yang mengalir. Kehilangan tinggi tekan akibat gesekan pipa

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Darmasetiawan, 2004):

a. Persamaan Hazen – Williams

Persamaan Hazen – Williams adalah yang paling umum dipakai. Persamaan

ini lebih cocok untuk menghitung kehilangan tekanan untuk pipa dengan

diameter besar yaitu diatas 100 mm. Persamaan Hazen – Williams

menyatakan bahwa debit yang mengalir di dalam pipa adalah sebanding

dengan diameter pipa dan kemiringan hidrolis (S) yang dinyatakan sebagai

kehilangan tekanan (hl) dibagi dengan panjang pipa (L) atau S = (hl/L).

Secara umum rumus Hazen – Williams adalah sebagai berikut:

Q = 0,2785 C D2,63 S0,54 .....................................................................2.19

Dimana:

Q = Debit (m3/detik)

C = Koefisien kekasaran pipa

D = Diameter pipa (m)

S = Slope

.................................................................2.20

Dimana:

hl = Kehilangan tinggi tekan (m)

L = Panjang pipa (m)

R = Jari-jari hidrolis (m)

Tugas Akhir II - 21

Page 22: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

v = Kecepatan aliran fluida (m/det)

CH = Koefisien Hazen-Williams

b. Persamaan Darcy Weisbach

Persamaan ini dipakai untuk aliran yang lebih laminer sehingga lebih

cocok untuk pipa dengan diameter kecil (<50mm).

Secara umum rumus Darcy Weisbach adalah sebagai berikut:

....................................................................................2.21

Dimana:

hl = Kehilangan tekanan (m)

f = Koefisien kekasaran pipa

L = Panjang pipa (m)

D = Diameter pipa (m)

V = Kecepatan aliran (m/det)

g = Kecepatan gravitasi (m/det2)

c. Persamaan Chezy-Manning

Persamaan ini umumnya dipakai saluran terbuka, tetapi dapat pula dipakai

di jaringan perpipaan.

....2.22

Dimana:

hl = Kehilangan tinggi tekan (m)

L = Panjang pipa (m)

R = Jari-jari hidrolis (m)

n = Koefisien kekasaran pipa

v = Kecepatan aliran fluida (m/det)

2. Kehilangan Minor

Kehilangan minor di dalam jaringan pipa disebabkan oleh perubahan-

perubahan mendadak dari geometri aliran, perubahan ukuran pipa, belokan-

Tugas Akhir II - 22

Page 23: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

belokan, katup-katup, serta berbagai jenis sambungan. Berikut beberapa

persamaan dari kehilangan minor (Darmasetiawan, 2004):

Untuk pelebaran:

........................................................................2.23

Untuk penyempitan mendadak:

........................................................................2.24

Untuk belokan, katup, dan sambungan:

........................................................................2.25

kehilangan minor juga bisa dinyatakan sebagai:

hl = Kl x Q2 ...........................................................................................................................2.26

Dimana:

hl = Kehilangan tinggi tekan (m)

KL = Konstanta

V = Kecepatan aliran (m/det)

g = Gaya gravitasi (m/det2)

Q = Debit (m3/detik)

Tabel 2.5 Kriteria Pipa Transmisi

No. Uraian Notasi Kriteria

1. Debit Perencanaan Qmax Kebutuhan air hari maksimum Qmax = Fmax x Qrata-rata

2. Faktor hari maksimum Fmax 1,10-1,50

3. Jenis saluran - Pipa atau saluran terbuka

4. Kecepatan aliran air dalam pipa

a. Kecepatan minimum

b. Kecepatan maksimum

Vmin (0,3-0,6) m/det

Tugas Akhir II - 23

Page 24: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

No. Uraian Notasi Kriteria

Pipa PVC

Pipa DCIP

Vmax

Vmax

(3,0-4,5) m/det

6,0 m/det

5. Tekanan air dalam pipa

a. Tekanan minimum

b. Tekanan maksimum

Pipa PVC atau ACP

Pipa baja atau DCIP

Pipa PE 100

Pipa PE 80

hmin

hmax

hmax

hmax

hmax

1 atm

(6-8)atm

10 atm

12,4 MPa

9,0 Mpa

6. Kecepatan saluran terbuka

a. Kecepatan minimum

b. Kecepatan maksimum

Vmin

Vmax

0,6 m/det

1,5 m/det

7. Kemiringan S (0,5-1) 0/00

8. Tinggi bebas saluran terbuka Hw 15 cm (minimum)

9. Kemiringan tebing terhadap dasar saluran - 450 (untuk bentuk trapesium)

Sumber: PERMEN PU No.18, 2007

2.4.3 Sistem Pengolahan Air Minum

Pengolahan air minum dibagi menjadi dua yaitu (McGhee, 1991):

1. Pengolahan lengkap

2. Pengolahan tidak lengkap

Jenis-jenis pengolahan dibagi menjadi tiga yaitu (McGhee, 1991):

1. Pengolahan secara fisik

2. Pengolahan secara kimia

3. Pengolahan secara biologi

Pengolahan Lengkap

Pengolahan yang terdiri dari pengolahan fisik, kimia, dan bakteriologis.

Contohnya, penggunaan air sungai sebagai air baku, dan dipilih prasedimentasi,

koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, chloronisasi (desinfeksi), dan

Tugas Akhir II - 24

Page 25: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

pengaturan pH sebagai proses pengolahannya, dimana terdiri dari pengolahan

fisik, kimia dan bakteriologis.

Pengolahan Tidak lengkap

Pengolahan yang terdiri dari satu atau dua pengolahan saja. Contoh air yang

berasal dari mata air, pengolahan dilakukan dengan menambahkan chlor ke dalam

air tersebut. Jadi pengolahan tersebut dapat dikatakan pengolahan tidak lengkap

karena pengolahannya hanya terdiri dari pengolahan secara bakteriologis saja.

2.4.3.1 Pengolahan Secara Fisik

2.4.3.1.1 Screening

Digunakan untuk menyisihkan padatan terapung yang berukuran besar seperti

batang kayu, cabang kayu, screening diletakkan pada intake khususnya untuk

sungai dan badan sungai (Linsley, 1992).

1. Bar Screen:

Dipasang pada intake dengan kemiringan 60o dari arah horizontal. Diameter

batang screen ½ - ¾ inch dengan jarak antar batang 2 – 3 inch, kecepatan

aliran melewati saringan tidak boleh lebih dari 2 fts/0,6 m/dt.

2. Fine Screen:

Saringan halus (fine screen) sering dipasang setelah bar screen dan sering

juga dipasang di grit chamber. Jarak bukaan screen 3/16 – 3/8 inch (5-9.5

mm). Kecepatan minimum aliran yang melewati bukaan screen harus diatur

agar benda-benda yang hanyut tidak mengendap.

2.4.3.1.2 Prasedimentasi

Prasedimentasi atau disebut juga dengan klarifikasi golongan I merupakan suatu

unit tempat terjadinya pengendapan partikel diskrit secara gravitasi, yaitu

pengendapan dengan berat sendiri tanpa adanya penambahan zat kimia. Tujuan

pengendapannya adalah untuk menurunkan tingkat kekeruhan agar lebih mudah

diolah, dan mengurangi pemakaian zat kimia pada proses selanjutnya. Kecepatan

mengendap partikel dipengaruhi oleh berat jenis dan diameter partikel dalam air

baku (Darmasetiawan, 2004).

Tugas Akhir II - 25

Page 26: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Unit ini berfungsi sebagai tempat terjadinya proses pengendapan secara gravitasi

tanpa penambahan zat kimia karena partikel yang ada dalam suspensi tersebut

bersifat diskrit (non flokulan). Tujuan pengendapannya adalah untuk menurunkan

kekeruhan agar lebih mudah diolah dan mengurangi pemakaian zat kimia pada

proses selanjutnya. Keseragaman dan turbulensi aliran pada bidang pengendap

sangat mempengaruhi kecepatan pengendapan. Oleh sebab itu, bilangan Froude

yang menggambarkan tingkat uniformitas dan turbulensi aliran pada bidang

pengendapan digambarkan oleh bilangan Reynold dan harus memenuhi kriteria

sebagai berikut (Kawamura 1991):

1. Bilangan Froude, Fr > 10-5

2. Bilangan Reynold, Re < 2000

Grit chamber merupakan unit yang mengunakan prinsip prasedimentasi yang

menyisihkan partikel diskrit berupa pasir dan lumpur secara gravitasi. Dimana

kriteria desainnya yaitu:

1. Tipe persegi panjang dengan horizontal flow.

2. Ukuran minimum grit 0,1 mm

3. Jumlah minimum bak 2

4. Kedalaman air (10-16) ft = (3-5)m

5. Kecepatan rata-rata (10-15)fpm = (3-4,5)m/min

6. Waktu detensi (6-15) min)

7. Surface loading (4-10) gpm/ft2 = (10-25) m/jam

8. Rasio panjang dan lebar 4:1 atau 8:1

9. Rasio kedalaman air dan panjang minimum 1:8

2.4.3.1.3 Flokulasi

Flokulasi didefinisikan sebagai proses penggabungan flok-flok hasil koagulasi

dengan pengadukan lambat, sehingga dapat menghasilkan flok-flok besar untuk

diendapkan pada unit pengolahan berikutnya, yaitu pada unit sedimentasi. Pada

unit ini, terjadi pengadukan lambat (Kawamura,1991).

Berdasarkan revisi SNI 19 - 6774 – 2002 tentang perencanaan unit flokulasi yang

dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tugas Akhir II - 26

Page 27: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Tabel 2.6 Kriteria Perencanaan Unit Flokulasi

Kriteria UmumFlokulator

hidrolis

Flokulator Mekanis

Flokulator clarifierHorizontal

Shaft With Paddles

Vertical Shaft With

Blades

Kapasitas maksimum (l/dtk)

50 50 50 50

Gradien Kecepatan (G) (l/dtk)

60-5 60-10 70-10 100-10

Waktu tinggal (min) 30-45 30-40 20-40 20-100

Tahap flokulasi (buah) 6-10 3-6 2-4 1

Pengendalian energiBukaan pintu/ sekat

Kecepatan putaran

Kecepatan putaran

Kecepatan aliran air

Kecepatan aliran max(m/det)

0,9 0,9 1,8-2,7 1,5-0,5

Luas bilah/pedal dibandingkan luas bak (%)

5-20 0,1-0,2

Kecepatan perputaran sumbu (rpm)

1-5 8-25

Tinggi (m) 2-4*

Ket: *termasuk ruang sludge blanketSumber: RSNI 19-6774-2002.

Dimensi unit flokulasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

1. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk statis

..................................................................................................2.28

........................................................................................2.29

................................................................................................2.30

Tugas Akhir II - 27

Page 28: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Dimana:

Q = Kapasitas pengolahan (m3/detik)

p = Panjang bak(m)

l = Lebar bak (m)

d = Tinggi (m)

td = Waktu tinggal (det)

G = Gradien, G (detik-1)

hf = Kehilangan tekanan pada pinstalasi pengolahan air dan perlengkapannya

(m kolom air)

μ = Viskositas kinematik air (m/detik)

g = Gravitasi (9,81 m/detik2)

2. Tipe hidrolis dengan jenis pengaduk mekanis

............................................................................................2.31

Dimana:

P = Tenaga yang diperlukan (g.cm/det.)

n = Putaran (rpm)

gc = Faktor konversi Newton

D = Diamater impeller (cm)

K = Konstanta experimen (1.0 – 5.0)

ρ = Masa jenis air (g/cm3)

2.4.3.1.4 Sedimentasi

Sedimentasi merupakan pemisahan zat padat dari suspensi dengan memanfaatkan

gaya gravitasi atau menyisihkan partikel flokulen (Kawamura,1991).

Kriteria umum untuk bak sedimentasi adalah (Kawamura,1991)

1. Kedalaman air (10-16)ft = (3-5) m

2. Rasio panjang dan lebar (4:1)- (6:1)

3. Rasio dari lebar dan kedalaman (3:1)- (6:1)

4. Tinggi freeboard 2ft = 0,6 m

5. Bilangan Reynold <2000

Tugas Akhir II - 28

Page 29: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

6. Bilangan Froude >10-5

Dimensi unit sedimentasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

.............................................................................2.32

Dimana:

A = Luas permukaan bak (m2)

Q = Kapasitas pengolahan (m3/detik)

W = Jarak antar pelat (cm).

So = Beban permukaan (cm/detik)

H = Tinggi pelat (cm)

α = Kemiringan pelat (°)

Bilangan Reynold:

............................................................................................................2.33

..........................................................................................................2.34

Bilangan Froude:

.......................................................................................................2.35

Dimana:

= Kecepatan rata-rata di tube settler/plat settler

R = Jari-jari hidrolis

μ = Viskositas kinematik air (m/detik)

Berdasarkan revisi SNI 19 - 6774 – 2002 tentang perencanaan unit sedimentasi

dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Kriteria Perencanaan Unit Sedimentasi

Kriteria Umum

Bak Persegi (Aliran

Horizontal)

Bak Persegi Aliran

Vertikal (Menggunaka

n Pelat/Tabung Pengendap)

Bak Bundar (Aliran Vertikal Radial)

Bak Bundar (Kontak Padatan)

Clarifier

Kapasitas Pengolahan 50 50 50 50 50

Tugas Akhir II - 29

Page 30: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

(l/det)

Beban permukaan (m3/m2/jam)

0,8-2,5 3,8-7,5*) 1,3-1,9 2-3 0,5-1,5

Kedalaman (m) 3-6 3-6 3-5 3-6 0,5-1,0

Waktu tinggal (jam) 1,5-3 0,07**) 1-3 1-2 2-2,5

Lebar/panjang > 1/5

Beban pelimpah (m3/m/jam)

<11 < 11 3,8-15 7-15 7,2-10

Bilangan Reynold < 2000 < 2000 < 2000

Kecepatan pada pelat/tabung pengendap (m/min)

Max 0,15

Bilangan Fraude >10-5 > 10-5 > 10-5

Kecepatan vertikal (cm/min)

< 1 < 1

Sirkulasi lumpur3-5 % dari input

Kemiringan dasar bak (tanpa scraper)

450-600 450-600 450-600 > 600 450-600

Periode antar pengurasan lumpur (jam)

12-24 8-24 12-24 Continue 12-24

Kemiringan tube/plate 300/600 300/600 300/600 300/600 300/600

Catatan : *) luas bak yang tertutupi oleh pelat/tabung pengendap

**) waktu retensi pada pelat/tabung pengendap

Sumber: RSNI 19-6774-2002.

2.4.3.1.5 Filtrasi

Filter yang biasanya dipakai adalah lapisan pasir, pasir dan batu bara halus.

Beberapa metode filtrasi yaitu (McGhee, 1991):

Metoda saringan pasir lambat

Saringan pasir lambat adalah bak saringan yang menggunakan pasir sebagai

media filter dengan ukuran butiran sangat kecil. Pada umumnya saringan pasir

Tugas Akhir II - 30

Page 31: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

lambat mempunyai kecepatan penyaringan yang sangat lambat yaitu 0,1-0,4

m/jam dengan aliran penyaringan secara gravitasi. Diameter efektif pasir yang

digunakan adalah 0,1-0,3 mm (McGhee, 1991). Filtrasi jenis ini umumnya

digunakan untuk mengolah air dengan tingkat kekeruhan kecil atau sama dengan

50 ppm, pencucian dapat dilakukan setelah beberapa minggu atau bulan, zat

tersuspensi dan koloidal akan tertahan pada lapisan atas filter, clogging dapat

diatasi dengan melakukan pengikisan pada bagian atas (Revisi SNI 03-3981-

1995).

Persyaratan teknis memenuhi kriteria sebagai berikut (SNI 03-3981-1995):

1. Kecepatan penyaringan 0,1 m/jam sampai dengan 0,4 m/jam.

2. Luas permukaan bak dihitung dengan rumus :

A = .......................................................................................................2.36

Dimana:

Q = Debit air baku

V = Kecepatan penyaringan (m/jam)

A = Luas permukaan bak (m2)

3. Luas permukaan bak

(A) = P x L ..............................................................................................2.37

4. Panjang bak (P) : lebar bak (L) = ( 1 sampai dengan 2 ) : 1

5. Jumlah bak minimal 2 buah

6. Kedalaman bak (Tabel 2.8)

Tabel 2.8 Kedalaman Saringan Pasir Lambat

No Kedalaman (D) Ukuran (m)

1. Tinggi bebas (freeboard) 0,2 - 0,3

2. Tinggi air di atas media pasir 1,00 -1,5

3. Tebal pasir penyaring 0,6 – 1,00

4. Tebal kerikil penahan 0,15 – 0,30

5. Saluran pengumpul bawah 0,10 – 0,20

Jumlah 2,05 – 3,30

Tugas Akhir II - 31

Page 32: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Sumber: SNI 03-3981-1995

8. Media penyaring dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jenis pasir yang mengandung kadar SiO2 lebih dari 90 %;

b. Diameter efektif (effective size - ES) butiran (0,2 - 0,4) mm;

c. Koefisien keseragaman (uniformity coefficient - UC) butiran 2 - 3;

d. Cara menentukan ES dan UC sebagai berikut:

ES = P10 .............................................................................................................................................................................2.38

UC = .......................................................................................................................................................................2.39

Dimana :

ES = Diameter efektif butiran pasir.

UC = Koefisien keseragaman butiran pasir.

P60 = Butiran pasir efektif terkecil.

P10 = Butiran pasir efektif terbesar

e. Berat jenis 2,55 gr/cm3 sampai dengan 2,65 gr/cm3 ;

f. Kelarutan pasir dalam air selama 24 jam kurang dari 3,0 % beratnya;

g. Kelarutan pasir dalam HCl selama 4 jam kurang dari 3,5 % beratnya.

9. Media penahan

Jenis kerikil tersusun dengan lapisan teratas butiran kecil dan berurutan ke butiran

kasar pada lapisan paling bawah; gradasi butir media kerikil dapat dilihat pada

Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Gradasi Butir Media Kerikil

No.

Diameter Kerikil Rata-Rata (mm)

Ketebalan (cm)

Lapisan ke (dari atas ke bawah)

1. 3 – 4 5 – 10 Ke-1

2. 10 – 30 10 – 20 Ke- 2

Total ketebalan media kerikil 15 - 30

Sumber: SNI 03-3981-1995

10. Air baku dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Kekeruhan ≤ 50 mg/Liter SiO2

Tugas Akhir II - 32

Page 33: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

b. Oksigen terlarut ≥ 6 mg/Liter,

c. Total koliform ≤ 500 MPN per 100 mL.

Kekurangan dari sistem ini adalah konstruksi yang memerlukan biaya yang tinggi

dibandingkan dengan saringan pasir cepat dan memelukan lahan yang luas

(McGhee, 1991).

Metode Saringan Pasir Cepat

Metode saringan pasir cepat pada umumnya diikuti dengan proses koagulasi,

flokulasi, clarification, dan desinfeksi. Kecepatan penyaringan yaitu 5-10 m/jam

dengan aliran penyaringan secara gravitasi. Diameter efektif pasir yang digunakan

adalah 0,45-0,55 mm. Pencucian pasir dengan proses backwash dapat

mengunakan air, udara atau kombinasi keduanya (McGhee, 1991).Berdasarkan

revisi SNI 19 - 6774 – 2002 tentang perencanaan unit paket instalasi pengolahan

air terdapat kriteria perencanaan unit saringan pasir cepat yang dapat dilihat pada

Tabel 2.10.

Tabel 2.10 Kriteria Perencanaan Unit Saringan Pasir Cepat

No. Unit

Jenis Saringan

Saringan Biasa

(Gravitasi)

Saringan dengan

Pencucian Antar

Saringan

Saringan Bertekanan

1. Kapasitas pengolahan (l/dtk) 50 50 50

2. Jumlah bak saringan N= 12 Q0,5 Min 5 bak -

3. Kecepatan Penyarigan (m/jam) 6-11 6-11 12-33

4. Pencucian:

a. Sistem pencucian

b. Kecepatan (m/jam)

c. Lama pencucian (min)

d. Periode antara dua pencucian (jam)

e. Ekspansi (%)

Tanpa/dengan blower & atau surface wash

35-50

10-15

18-24

30-50

Tanpa/dengan blower & atau surface wash

35-50

10-15

18-24

30-50

Tanpa/dengan blower & atau surface wash

72-198

-

-

30-50

Tugas Akhir II - 33

Page 34: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

No. Unit

Jenis Saringan

Saringan Biasa

(Gravitasi)

Saringan dengan

Pencucian Antar

Saringan

Saringan Bertekanan

5. Media pasir:

a. Tebal (mm)

b. Singel media

c. Media Ganda

d. Ukuran efektif, Es (mm)

e. Koefisien keseragaman,UC

f. Berat Jenis (kg/dm3)

g. Porositas

h. Kadar SiO2

300-700

600-700

300-600

0,3-0,7

1,2-1,4

2,5-2,65

0,4

> 95 %

300-700

600-700

300-600

0,3-0,7

1,2-1,4

2,5-2,65

0,4

> 95 %

300-700

600-700

300-600

-

1,2-1,4

2,5-2,65

0,4

> 95 %

5. Media antrasit:

a. Tebal (mm)

b. ES (mm)

c. UC

d. Berat Jenis (kg/dm3)

e. Porositas

400-500

1,2-1,8

1,5

1,35

0,5

400-500

1,2-1,8

1,5

1,35

0,5

400-500

1,2-1,8

1,5

1,35

0,5

6. Filter bottom/dasar saringan

a. Lapisan penyangga dari atas ke bawah

Kedalaman (mm)

Ukuran butir (mm)

Kedalaman (mm)

Ukuran butir (mm)

Kedalaman (mm)

Ukuran butir (mm)

Kedalaman (mm)

Ukuran butir (mm)

b. Filter Nozel

Lebar

80-100

2-5

80-100

5-10

80-100

10-15

80-150

15-30

< 0,5

> 4 %

80-100

2-5

80-100

5-10

80-100

10-15

80-150

15-30

< 0,5

> 4 %

-

-

-

-

-

-

-

-

< 0,5

> 4 %

Tugas Akhir II - 34

Page 35: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

No. Unit

Jenis Saringan

Saringan Biasa

(Gravitasi)

Saringan dengan

Pencucian Antar

Saringan

Saringan Bertekanan

slot nozel (mm)

Prosentase luas slot nozel terhadap luas filter (%)

Catatan: *) untuk saringan dengan jenis kecepatan menurun

**) untuk saringan dengan jenis kecepatan konstan, harus dilengkapi dengan pengaturan aliran otomatis.

Sumber: RSNI 19-6774-2002.

2.4.3.2 Pengolahan Secara Kimia

2.4.3.2.1 Koagulasi

Koagulasi adalah proses stabilisasi partikel-partikel koloid dan padatan tesuspensi

termasuk bakteri dan virus dengan menggunakan koagulan (Kawamura,1991).

Desain kriteria untuk bak koagulasi menggunakan pompa difusi

(Kawamura,1991):

1. G x t = 400-1600 (rata-rata = 1000)

2. Kecepatan mixing jet = (20-25) fps = (6-7,6) m/s pada orifice

3. Jika menggunakan alum dalam proses pengolahan air maka pHnya harus

dibawah 3 sedangkan jika menggunakan ferric salt sebagai koagulan maka

pHnya paling kecil 2.

in-line static mixing

Desain kriteria untuk in line static mixer adalah sebagai berikut (Kawamura,1991:

1. G x t = 350-1700 (rata-rata = 1000)

2. t = (1-5) s

Mechanical mixing

Pengadukan secara mekanikal sering digunakan dalam proses pengolahan air di

industri. Pada umumnya terdiri dari bak dengan menggunakan satu atau lebih

Tugas Akhir II - 35

Page 36: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

pengaduk mekanik. Desain kriteria adalah G = 300/det, waktu pengadukan (10-

30)/det dan powernya 0,25-1 hp/10-6 gallon/hari.

Berdasarkan RSNI 19-6774-2002, Kriteria koagulan adalah sebagai berikut :

1. Jenis koagulan yang digunakan;

a. Aluminium sulfat (Al2(SO4)3) diturunkan dalam bentuk cair konsentrasi

sebesar (5 - 20) %;

b. PAC, poly aluminium chloride (Al10(OH)15Cl15) kualitas PAC ditentukan

oleh kadar aluminium oxide (Al2O3) yang terkait sebagai pac dengan kadar

(10 -11)%.

2. Dosis koagulan ditentukan berdasarkan hasil percobaan jar test terhadap air

baku .

3. Pembubuhan koagulan ke pengaduk cepat dapat dilakukan secara gravitasi atau

pemompaan

Kriteria bak koagulan menurut RSNI 19-6774-2002 adalah sebagai berikut:

1. Bak koagulan harus dapat menampung larutan selama 24 jam;

2. Diperlukan 2 buah bak yaitu 1 buah bak pengaduk manual atau mekanis dan 1

buah bak pembubuh;

3. Bak harus dilindungi dari pengaruh luar dan tahan terhadap bahan koagulan.

2.4.3.3 Pengolahan secara Bakteriologis

2.4.3.3.1 Desinfeksi

Tujuan dari proses desinfeksi adalah membunuh mikrooganisme yang bersifat

patogen dengan menggunakan bahan kimia atau ozon. Desinfektan alternatif

adalah chlorine, chloromine, chlorine dioxide, dan ozone (Kawamura,1991).

Metoda pembubuhan klorin:

1. Prachlorinasi, yaitu klorin ditambahkan langsung pada air baku, tujuan

adalah untuk mengurangi bakteri yang akan melewati filter sehingga beban

filter dapat dikurangi;

2. Dastchlorinasi, yaitu klorin ditambahkan pada air hasil filtrasi, klorin

dibubuhkan saat outlet;

Tugas Akhir II - 36

Page 37: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

3. Breaking point, yaitu penambahan klorin ketika terjadi titik breaking point

dari residu klorin kombinasi menjadi klorin bebas.

2.4.3.4 Pengolahan khusus

Jika tidak mungkin menggunakan pengolahan air seperti pengolahan seperti biasa,

maka sangat penting melakukan pengolahan air dengan menggabungkan

pengolahan – pengolahan yang ada dengan pengolahan khusus. Tujuan dari

pengolahan khusus adalah penyisihan rasa dan bau, warna, logam berat (Fe, Mg,

F, dan lain-lain), dan penyisihan lainnya (Japan water works association, 1990).

2.4.3.4.1 Aerasi

Aerasi adalah proses oksidasi zat yang terkandung di air dan mengoksidasi air

dengan bantuan udara atau melepaskan gas yang terkandung didalam air atau

menggunakan oksigen dari udara bebas. Kegunaan dari proses aerasi adalah

(Japan water works association, 1990):

1. Menyisihkan karbon terlarut yang bersifat asam dan meningkatkan pH

((Japan water works association, 1990). Contohnya pada pengaruh pH

terhadap oksidasi besi dengan udara, dimana untuk mengoksidasi setiap 1

mg/l zat besi dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen dan setiap 1 mg/l mangan

dibutuhkan 0,29 mg/l. Pada pH rendah, kecepatan reaksi oksidasi besi dengan

oksigen (udara) relatif lambat, sehingga pada prakteknya untuk mempercepat

reaksi dilakukan dengan cara menaikan pH air yang akan diolah.

2. Menyisihkan volatile organic chlorine compounds.

3. Menyisihkan kadar besi dan mangan yang terdapat dalam air. Prinsip dari

aerasi adalah memberi kontak air dengan udara sehingga tercapai tumbukan

antara partikel-partikel besi dan mangan dan membentuk ukuran partikel besi

Tugas Akhir II - 37

Page 38: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

dan mangan yang lebih besar karena sudah mengalami penggabungan dan

dengan mudah dapat dipisahkan dari air (Kawamura, 1991). Aerasi bertingkat

dapat mengurangi kadar besi dalam air yang bersumber dari air tanah hingga

80 % dengan debit aliran optimal 0,0035 liter/detik (Kawamura, 1991).

4. Aerasi juga efektif untuk menghilangkan rasa dan bau seperti H2S. Proses

aerasinya dapat berupa water jet dan packed tower .

2.4.3.4.2 Ion Exchange

Kation kontaminan seperti kalsium, magnesium, barium, stronium, dan radium,

dan anion seperti florida, nitrat, dan anion kompleks lainnya kontaminan tersebut

dapat disisihkan dari air dengan menggunakan proses ion exchange dengan

menggunakan resin. Ion exchange dengan menggunakan resin sintetik dimana

akan terjadi proses penukaran ion-ion yang tidak diinginkan yang terkandung di

dalam air. Biasanya kegunaan ion exchange di dalam pengolahan air adalah untuk

menghilangkan kesadahan dimana akan menyisihkan kalsium, magnesium dan

kation polivalent lainnya (Japan water works association, 1990).

Desain kolom penukar ion:

1. Kedalaman resin 2,0–8,5 ft;

2. Laju alir larutan 1–8 gpm/ft2;

3. Ukuran diameter butiran (0,1-1)mm;

4. Tinggi kolom harus memungkinkan terjadinya ekspansi resin selama

backwash, tinggi maksimum kolom ± 12 ft;

5. Selama backwash, zeolit berekspansi 25% dari kedalamannya sedangkan resin

sintetis akan mengembang 75–100% dari kedalamannya semula.

Bila tinggi kolom yang dikehendaki > dari 12 ft, digunakan 2 buah kolom. Salah

satu jenis kolom ialah pra pabrikan kolom silinder baja dengan tinggi kolom 12 ft

dan diameter 3 in.

2.4.4 Sistem Distribusi

Sistem distribusi merupakan sistem pengaliran air yang sudah diolah dan telah

memenuhi standar ke konsumen dengan volume air yang memenuhi dan tekanan

yang cukup melalui suatu jaringan pipa dan reservoar. Sistem distribusi terdiri

Tugas Akhir II - 38

Page 39: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

atas sistem perpipaan, perlengkapan/peralatan distribusi dan reservoar distribusi

atau semua peralatan dan perlengkapan setelah air meninggalkan stasiun pompa

atau reservoar distribusi. Sistem perpipaan sangat diperlukan untuk mengalirkan

air menuju daerah distribusi. Dalam mendesain sistem distribusi yang baru,

ukuran sebuah pipa dapat diasumsikan dan disesuaikan dengan kondisi tekanan

yang dihasilkan dari berbagai jenis kebutuhan air. Jika tidak memenuhi maka

ukuran pipa dapat diganti sesuai kondisi tekanan yang diinginkan.

Jaringan perpipaan distribusi terdiri dari 2 sistem, yaitu:

1. Feeder System

Sistem ini berfungsi sebagai pipa transmisi yang menggunakan tapping. Sistem ini

digunakan dari titik ke titik, dari rumah ke rumah.

Feeder System ini mempunyai 3 pola, yaitu:

a. Pola Cabang (Branch Pattern)

Disebut juga open system;

Terdiri dari pipa induk (main feeder) yang disambungkan langsung ke

secondary feeder dan disambungkan lagi dengan pipa cabang berikutnya;

Semakin keujung semakin kecil ukuran diameternya, sehingga kecepatan,

dan tekanan air semakin besar;

Luas daerah pelayanan relatif kecil;

Jalur jalan yang ada tidak berhubungan satu dengan lainnya.

Keuntungan dari pola cabang:

Diameternya paling minimum sehingga lebih ekonomis (harganya lebih

murah);

Perhitungannya mudah dan dihitung percabang.

Kerugian dari pola cabang ini:

Dari segi operasi banyak ditemui daerah yang mati aliran;

Memerlukan pipa penguras (blow off) dan rutin dilakukan, sehingga banyak

terjadi kehilangan air;

Jika terjadi kebakaran secara bersamaan, aliran air tidak mencukupi karena

aliran air yang searah.

Tugas Akhir II - 39

R

Page 40: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Gambar 2.5 Sistem Perpipaan Distribusi Pola Cabang

Sumber : Al-Layla, 1978

b. Pola Grid (Grid Pattern Loop/closed system)

Terdiri dari pipa induk dan pipa cabang yang saling

berhubungan satu dengan yang lain sehingga membentuk loop (lingkaran)

tanpa memiliki ujung yang mati.

Biasanya digunakan pada daerah yang:

Bentuk dan penyebaran daerah yang merata ke segala arah;

Jaringan jalan yang saling berhubungan;

Elevasi tanah yang relatif datar.

Keuntungan dari pola grid:

Jika terdapat kerusakan pada suatu bagian jaringan pipa maka pada bagian

jaringan yang lain masih mendapat air.

Kerugian dari pola grid:

Diameter yang digunakan bukan diameter yang minimal;

Membutuhkan banyak katup;

Perhitungannya lebih sulit.

Gambar 2.6 Sistem perpipaan distribusi pola grid

Sumber : Al-Layla, 1978

2. Pola Kombinasi (Combination Pattern)

Gabungan pola cabang dengan loop

Bisa digunakan pada daerah layanan dengan karakteristik:

1) Kota yang sedang berkembang;

2) Bentuk perluasan/ perkembangan kota tidak teratur;

3) Jaringan jalan yang tidak seluruhnya berhubungan satu dengan yang

lainnya;

4) Terdapat daerah pelayanan yang jauh/ terpencil;

5) Elevasi muka tanah bervariasi.

Tugas Akhir II - 40

R

Page 41: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Gambar 2.7 Sistem perpipaan distribusi pola kombinasiSumber : Al-Layla, 1978

3. Small Distribution System

a. Disebut juga dengan sistem pipa pelayanan;

b. Terdiri dari dua pipa pelayanan, yaitu; main distributor dan secondary

distributor.

Gambar 2.8 Sistem perpipaan distribusi Tipe Small Distribution SystemSumber : Al-Layla, 1978

Analisa aliran air pada jaringan pipa dengan menggunakan metode Hardy Cross

harus memenuhi syarat – syarat berikut:

1. Aliran yang memasuki suatu titik pertemuan harus sama besarnya dengan

aliran air yang meninggalkan titik tersebut.

2. Jumlah kehilangan tekanan pada setiap putaran loop tertutup harus sama

dengan nol.

Skema loop sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut:

Gambar 2.9 Loop SederhanaSumber : Al-Layla, 1978

2.4.4.1 Reservoar distribusi

Reservoar distribusi digunakan untuk bak penampung untuk menyuplai pada

kondisi fluktuasi, bak penampung untuk suplai kebakaran dan untuk menstabilkan

Tugas Akhir II - 41

R

secondary distributor

main distributor

Q

(-)

(+)

Q1

Q2

Q

Page 42: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

tekanan dalam pipa distribusi (Linsley, 1992). Reservoar yang digunakan pada

sistem distribusi berfungsi untuk:

1. Meratakan aliran;

2. Untuk menyeimbangkan aliran air yang masuk dan keluar;

3. Penyimpanan;

4. Untuk menutupi kebutuhan saat terjadi gangguan, kebutuhan puncak dan

kehilangan air (penyimpanan harus sebanding dengan pemakaian);

5. Pengatur tekanan.

Berdasarkan elevasinya reservoar dapat dibedakan menjadi:

1. Ground Reservoar

Jika tinggi muka air lebih rendah dari daerah pelayanan dan diperlukan pompa

untuk menaikkan tekanan. Posisi diatur berdasarkan posisi instalasi.

2. Elevated Reservoar

Jika muka air daerah pelayanan lebih tinggi dan tekanan cukup. Elevated

reservoar diletakkan pada posisi tanah yang tinggi atau sebagai menara air.

Penentuan kapasitas reservoar ada 2 cara yaitu:

a. Metode analitis;

b. Metode grafik.

Metode analitis, penentuan kapasitas reservoir dapat dihitung dengan persamaan:

........................................2.40

.............................................................................2.41

Dimana:

VR = Volume reservoar (m3)

Vkebakaran = Volume kebakaran (m3)

A% = Selisih antara suplai dan pemakaian air minum

Tugas Akhir II - 42

Page 43: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Metode grafik, penentuan kapasitas reservoar dapat dihitung dengan persamaan

(Darmasetiawan, 2004):

1. Membuat grafik mengenai fluktuasi kebutuhan air selama 24 jam.

Kebutuhan air dinyatakan dalam satuan m3/jam sedangkan selang waktu

pengamatan adalah tiap jam. Kemudian plot nilai tersebut dengan waktu.

2. Untuk mencari volume tarik garis sejajar dengan grafik kebutuhan rata-

rata yang dihimpit dengan grafik fluktuasi tertinggi dan menarik garis sejajar

lagi dengan grafik kebutuhan rata-rata yang dihimpit dengan grafik fluktuasi

terendah. Selisih vertikal antara grafik adalah volume reservoar.

2.5 Kelembagaan

Sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Otonomi Daerah Nomor 8 Tahun 2000

tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan Daerah Air Minum maka kriteria

organisasi PDAM meliputi:

Pedoman Akuntansi terdiri dari :

1. Bagian I Kebijakan Akuntansi

Bagian II Bagan Perkiraan

Bagian III Pembukuan

Bagian IV laporan manajemen

Bagian V Prosedur

Bagian VI Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan

2. Penggolongan PDAM

Penggolongan PDAM untuk berbagai tipe didasarkan pada jumlah sambungan

pelanggan sebagai berikut:

a. Tipe A adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sampai dengan 10.000

(sepuluh ribu) sambungan pelanggan. Terdiri dari 1 (satu) Direktur dan 2

(dua) Kepala Bagian.

b. Tipe B adalah PDAM yang jumlah pelanggannya antara 10.001 (sepuluh

ribu satu) sampai dengan 30.000 (tiga puluh ribu) sambungan pelanggan.

Terdiri dari 1 (satu) Direktur dan 3 (tiga) Kepala Bagian.

Tugas Akhir II - 43

Page 44: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

c. Tipe C adalah PDAM yang jumlah pelanggannya antara 30.001 (tiga puluh

ribu satu) sampai dengan 50.000 (lima puluh ribu) sambungan pelanggan.

Terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama dan 2 (dua) Direktur Bagian Umum

dan Teknik.

d. Tipe D adalah PDAM yang jumlah pelanggannya antara 50.001 (lima

puluh ribu satu) sampai dengan 100.000 (seratus ribu) sambungan

pelanggan. Terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama dan 2 (dua) Direktur serta

7 (tujuh) Kepala Bagian.

e. Tipe E adalah PDAM yang jumlah pelanggannya lebih dari 100.000

(puluh ribu satu) sambungan pelanggan. Terdiri dari 1 (satu) Direktur

Utama dan 3 (tiga) Direktur Bagian.

3. Bentuk Organisasi PDAM

Bentuk organisasi PDAM harus memperhatikan:

a. Beban kerja fleksibel dalam artian mudah dikembangkan dan disesuaikan

dengan perkembangan PDAM dan membagi tugas secara habis dalam

struktur organisasi.

b. Bentuk organisasi harus mempertimbangkan rentang kendali serta

pendelegasian wewenang yang jelas dari struktur organisasi yang efisien,

efektif dan proposional.

c. Sesuai dengan sifat kegiatan PDAM sangat relevan mengembangkan

jabatan fungsional daripada memperbesar struktur.

d. Bentuk organisasi PDAM disusun dalam struktur organisasi, uraian tugas,

dan tata kerja yang tidak tumpang tindih, terkoordinasi, terintegrasi, dan

sinkronisasi yang ditetapkan dalam keputusan Kepala Daerah.

e. Bentuk organisasi yang dibangun harus memperhatikan kesinambungan

organisasi dan kesederhanaan serta efisien dari segi biaya.

f. Dalam penempatan personil dalam jabatan harus memperhatikan keahlian

dalam tugas kerja serta akuntabilitas kerja yang dapat

dipertanggungjawabkan.

g. Penempatan untuk jabatan direksi ditetapkan oleh Kepala Daerah

sedangkan jabatan dibawah Direksi ditetapkan oleh Direktur Utama.

Tugas Akhir II - 44

Page 45: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Penetapan tarif didasarkan pada prinsip (Peraturan Menteri dalam Negeri No. 23

Tahun 2006):

a. Keterjangkauan dan keadilan;

b. Mutu pelayanan;

c. Pemulihan biaya;

d. Efisiensi pemakaian air;

e. Transparansi dan akuntabilitas; dan

f. Perlindungan air baku.

2.6 Survei

2.6.1 Penetapan Klasifikasi Wilayah

Wilayah sasaran survey dapat dikelompokkan ke dalam kategori wilayah

berdasarkan jumlah penduduk, dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11 Kategori Wilayah

No Kategori wilayah Jumlah Penduduk (jiwa) Jumlah Rumah (buah)

1 Kota Metro >1.000.000 > 200.0002 Kota Besar 500.000 - 1.000.000 100.000 - 200.0003 Kota Sedang 100.000 - 500.000 20.000 - 100.0004 Kota Kecil 10.000 - 100.000 2.000 - 20.0005 Desa 3.000 - 10.000 600 - 2.000

Sumber: Permen PU No. 18, 2007

2.6.2 Penetapan Wilayah Survei

Perlu dilakukan penetapan wilayah survey data primer berdasarkan tingkat

keperluan dan keterpengaruhan. Kondisi-kondisi yang harus diperhatikan dalam

penetapan wilayah survey (PerMen PU No. 18 Tahun 2007):

1. Daerah yang memiliki potensi ekonomi tinggi;

2. Daerah yang tingkat kesehatan yang buruk;

3. Daerah yang rawan air minum;

4. Daerah yang memiliki tingkat hunian tinggi.

Tugas Akhir II - 45

Page 46: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

Wilayah survey sendiri tidak terikat dengan batas-batas administrative melainkan

ditujukan untuk memenuhi sebaran aktivitas manusia.

2.6.3 Ketentuan Teknis

Jumlah sampel yang akan diambil untuk setiap kategori wilayah serta kriteria

yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.16.

Tabel 2.16 Penentuan Jumlah Sampel untuk Setiap Kategori Wilayah

No Kategori Wilayah Jumlah Sampel Tingkat Kepercayaan Tingkat Kesalahan

1 Kota Metro 2.000 95% 2%2 Kota Besar 1.000 95% 3%3 Kota Sedang 400 95% 5%4 Kota Kecil 200 95% 6%5 Desa 100 95% 9%

Sumber: PerMen PU No.18, 2007

Penentuan lokasi pengambilan sampel setiap wilayah mulai dari tingkat RW, RT

dapat mengunakan metode “proportional to size”. Dengan menggunakan formula

menurut Nazir (1983):

.............................................................................................................2.42

Dimana:

ni = Jumlah sampel pada kelurahan ke-i

Ni = Jumlah populasi pada kelurahan ke-i

N = Jumlah populasi seluruhnya

n = Jumlah sampel seluruhnya (rumah tangga)

2.6.4 Metode Penyebaran Sampel

Jumlah sampel yang diambil untuk setiap bagian wilayah banyaknya harus

proporsional dengan jumlah rumahnya. Apabila bagian wilayah suatu kota

merupakan kecamatan, maka jumlah sampel setiap kecamatan sebanyak

proporsional dengan jumlah rumahnya. Penyebaran sampel untuk suatu bagian

wilayah harus dapat mewakili semua golongan dan kondisi (PerMen PU No.18,

2007).

Ada 5 (lima) jenis teknik penyebaran sampel yang dapat digunakan yaitu

tergantung dari keadaan wilayahnya, sebagai berikut (PerMen PU No. 18, 2007):

Tugas Akhir II - 46

Page 47: BAB 2- Tinjauan Pustaka ^^v BaRU

1. Secara acak (random sampling)

Digunakan untuk wilayah yang populasinya homogen (tidak ada perbedaan

yang jauh antara tingkat ekonomi, pendidikan, jenis pekerjaan).

2. Secara acak distratifikasikan (stratified random sampling)

Digunakan untuk wilayah yang populasinya heterogen.

3. Pembentukan gugus sederhana (simple cluster sample)

Membagi wilayah kedalam kelompok-kelompok, dapat mengikuti batas

administratif (kecamatan, kelurahan) atau status sosial (tingkat ekonomi, jenis

pekerjaan).

4. Secara gugus bertahap, dua atau lebih (two stage cluster sampling)

Digunakan apabila wilayah survei sangat luas (misalkan satu provinsi).

Pengambilan sampel dilakukan bertahap selanjutnya pengambilan sampel

pada kelompok yang lebih kecil (kecamatan, kelurahan).

5. Pengelompokan wilayah (area sampling)

Apabila suatu wilayah sudah mempunyai peta atau foto udara yang jelas dan

terinci, maka wilayah tersebut dapat dibagi dalam segmen-segmen terinci,

maka wilayah tersebut dapat dibagi dalam segmen-segmen wilayah dan

pengambilan sampel mengikuti segmen-segmen wilayah tersebut.

Tugas Akhir II - 47