Tinjauan Pustaka Baru Ujian
-
Upload
vira-upz-loph-violet -
Category
Documents
-
view
82 -
download
0
Transcript of Tinjauan Pustaka Baru Ujian
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Tenggelam merupakan kematian tipe asfiksia yang disebabkan adanya air
yang menutup jalan saluran pernapasan sampai ke paru-paru. Keadaan ini
merupakan penyebab kematian jika kematian terjadi dalam waktu 24 jam dan jika
bertahan lebih dari 24 jam setelah tenggelam memperlihatkan adanya pemulihan
telah terjadi ini disebut near drowning. Penelitian pada akhir tahun 1940-an
hingga awal 1950-an menjelaskan bahwa kematian disebabkan adanya gangguan
elekrolit atau terjadinya hipoksia dan asidosis yang menyebabkan aritmia jantung
akibat masuknya air dengan volume besar ke dalam sirkulasi melalui paru-paru.(1,2,3)
Untuk bisa mengetahui serta memperkirakan cara kematian mayat yang
terendam dalam air, diperlukan pemeriksaan autopsi luar dan autopsi dalam pada
korban serta pemeriksaan tambahan lain sebagai penunjang seperti pemeriksaan
getah paru untuk penemuan diatome dan bercak paltouf di permukaan paru,
pemeriksaan histopatologi dan penentuan berat jenis plasma untuk menemukan
tanda intravital tersebut. Hal tersebut tidak mudah, terutama bagi mayat yang
telah lama tenggelam, atau pada mayat yang tidak lengkap, atau hanya ada satu
bagian tubuhnya saja. Pada pemeriksaan mayat terendam dalam air perlu
ditentukan apakah korban masih hidup saat tenggelam yang terdapat tanda
intravital, tanda kekerasan dan sebab kematiannya. Apabila semua ini
digabungkan dapat memberikan petunjuk kepada kita untuk memperkirakan cara
kematiannya.4,5,6
Tenggelam pada umumnya merupakan kecelakaan, baik kecelakaan secara
langsung berdiri sendiri maupun tenggelam yang terjadi oleh karena korban dalam
keadaan mabuk, berada di bawah pengaruh obat atau pada mereka yang terserang
epilepsi. Pembunuhan dengan cara menenggelamkan jarang terjadi, korban
biasanya bayi atau anak-anak. Pada orang dewasa dapat terjadi tanpa sengaja,
yaitu korban sebelumnya dianiaya, disangka sudah mati, padahal hanya pingsan.
Untuk menghilangkan jejak korban dibuang ke sungai, sehingga mati karena
tenggelam. Bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri juga merupakan
peristiwa yang jarang terjadi. Korban sering memberati dirinya dengan batu atau
besi, baru kemudian terjun ke air.7
Berapa lama orang yang tenggelam menemui ajalnya ditentukan oleh
keadaan lingkungannya, misalnya kondisi fisik dan kesehatan korban, sifat reaksi
korban sewaktu terbenam dan jumlah air yang terinhalasi.8
a. Waktu akan menjadi lebih singkat pada terbenam yang tak diduga, kondisi
fisik yang buruk serta korban yang tidak bisa berenang.
b. Kematian akan segera terjadi, bila kematiannya oleh karena inhibisi kardial
(cardiac inhibition)
c. Orang yang cepat panik akan lebih cepat tenggelam.
d. Air yang dingin akan mempercepat kematian pada orang yang terbenam, oleh
karena terjadi hipotermia; kematian pada kasus ini karena gagal jantung
(cardiac failure), oleh karena terjadi peningkatan tekanan dalam vena dan
arteri.
e. Biasanya orang akan menjadi tidak sadar setelah terbenam selama 2 atau 3
sampai 10 menit, sebelum terjadi kematian korban dapat berada dalam
keadaan mati suri, sehingga upaya untuk melakukan resusitasi sering
membawa hasil baik.
Pada orang yang tenggelam, tubuh korban dapat beberapa kali berubah
posisi, umumnya korban akan tiga kali tenggelam. Ini dapat dijelaskan sebagai
berikut:8
a. Pada waktu pertama kali orang “terjun” ke air, oleh karena gravitasi ia akan
terbenam untuk pertama kalinya.
b. Oleh karena berat jenis tubuh lebih kecil dari berat jenis air, korban akan
timbul, dan berusaha untuk bernapas mengambil udara; akan tetapi oleh
karena tidak bisa berenang air akan masuk tertelan dan terinhalasi, sehingga
berat jenis korban sekarang menjadi lebih besar dari berat jenis air, dengan
demikian ia tenggelam untuk kedua kalinya.
c. Sewaktu berada pada dasar sungai, laut, atau danau proses pembusukan akan
berlangsung dan terbentuk gas pembusukan.
d. Waktu yang dibutuhkan agar pembentukan gas pembusukan dapat
mengapungkan tubuh korban adalah sekitar 7-14 hari.
e. Pada waktu tubuh mengapung, oleh karena terbentuknya gas pembusukan
tubuh dapat pecah terkena benda-benda disekitarnya, digigit binatang atau
oleh karena proses pembusukan akan keluar, tubuh korban terbenam untuk
ketiga kalinya dan yang terakhir.
A) Pemeriksaan Pada Kasus Tenggelam
Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti
mungkin agar mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali ditemukan
sudah membusuk. Hal penting yang perlu ditemukan pada pemeriksaan adalah : 9
1. Menentukan identitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain :
a. pakaian dan benda-benda milik korban
b. warna distribusi rambut dan identitas lain.
c. kelainan atau deformitas dan jaringan parut
d. sidik jari
e. pemeriksaan gigi
f. teknik pemeriksaan lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
Pada mayat yang masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup
atau sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil
pemeriksaan :
a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup
waktu tenggelam adalah pemeriksaan diatome.
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar
elektrolit magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernapasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai
membusuk. Demikian pula dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara
fisik dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam
mempunyai nilai yang bermakna.
e. Pada beberapa kasus, ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat
menjelaskan bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat
masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning
Pada mayat yang segar, gambaran pasca mati dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau
kekerasan lain. Pada kecelakaan di kolam renang benturan ante-mortem
(antemortem impact) pada tubuh bagian atas, misalnya memar pada muka,
perlukaan pada vertebra servikalis dan medulla spinalis dapat ditemukan.
Diagnosis kematian akibat tenggelam kadang-kadang sulit ditegakkan, bila
tidak dijumpai tanda-tanda yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam.
Pada mayat yang ditemukan tenggelam dalam air, perlu diingat bahwa
mungkin korban sudah meninggal sebelum masuk ke dalam air.9
Beberapa istilah drowning: 1,9
1. Wet drowning
Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernapasan setelah
korban tenggelam.
2. Dry drowning
Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran pernapasan, akibat
spasme laring. Paru-paru tidak menunjukkan bentuk yang bengkak (udem)
tetapi, terjadi hipoksia otak yang fatal akibat spasme laring. Jenis
tenggelam ini terjadi 10-15% daripada semua kasus tenggelam. Teori
mengatakan bahwa sejumlah kecil air yang masuk ke laring atau trakea
akan mengakibatkan spasme laring yang tiba-tiba dimediasi oleh reflex
vagal.
3. Secondary drowning/near drowning
Terjadi gejala beberapa hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari
dalam air) dan korban meninggal akibat komplikasi.
4. Immersion syndrome
Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat
reflex vagal. Alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor
pencetus.
4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian
Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian, misalnya kekerasan,
alkohol, atau obat-obatan dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui
bedah mayat.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam
Bila kematian korban berhubung dengan masuknya cairan ke dalam saluran
pernapasan, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat
membantu menentukan apakah korban tenggelam di tempat itu atau di tempat
lain.
6. Apakah ada penyulit alamiah yang mempercepat kematian
1. Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke
dalam air, maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air
masuk ke dalam saluran pernapasan (tenggelam). Pada immersion,
kematian terjadi dengan cepat, hali ini mungkin disebabkan oleh sudden
cardiac arrest yang terjadi pada waktu cairan melalui saluran pernapasan
bagian atas.
2. Beberapa korban yang terjun dengan kaki terlebih dahulu menyebabkan
cairan dengan mudah masuk melalui hidung. Faktor lain adalah keadaan
hipersensitivitas dan kadang-kadang keracunan alkohol.
3. Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung, berarti kematian
seketika akibat spasme glottis, yang menyebabkan cairan tidak dapat
masuk.
4. Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari
keadaan sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi
perorangan yang bersangkutan, keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat
cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran pernapasan.
5. Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama
makin banyak, kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit
(fatal period). Dalam periode ini bila korban dikeluarkan dalam air, ada
kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.
B) Bunuh Diri dan Pembunuhan
Masalah apakah kematian terjadi akibat kecelakaan, bunuh diri atau
pembunuhan dapat dialamatkan melalui pertimbangan terkoordinasi terhadap
keadaan-keadaan yang diduga pada kematian dan bukti-bukti medis obyektif yang
ada. Walaupun tidak mutlak spesifik, terdapat beberapa petunjuk yang dikenal
baik mengarah kepada bunuh diri. Hal ini diantaranya, tempat yang teratur,
mungkin disertai menanggalkan dan melipat pakaian sebelum korban masuk
kedalam air-Professor Keith Simpson sering berkomentar pada kebiasaan dimana
bunuh diri pria meninggalkan topi mereka dibelakangnya dan wanita
meninggalkan tas tangan mereka dibelakangnya; dapat tertinggal sebuah catatan
bunuh diri tetapi harus ditegaskan sebagai tulisan korban; adanya alat-alat lain
sebagai metode alternatif bunuh diri-sebagai contoh, sebuah senjata atau wadah
obat kosong; bukti medis lainnya adanya niat bunuh diri termasuk luka sayat pada
pergelangan tangan atau sisa tablet dalam lambung. Bukti-bukti semacam itu
harus, bagaimanapun, diartikan dengan teliti. Sebuah bunuh diri dapat
memberatkan tubuhnya dengan batu, tetapi sebuah pembunuhan juga akan
memberatkan jasad yang telah meninggal dalam upaya untuk mengurangi
kemungkinan ditemukannya jasad tersebut. Beberapa petunjuk yang mengarah
kepada pembunuhan diantaranya1,6,10,11,12:
1. tempat kejadian perkara yang tidak teratur;
2. pakaian yang kacau;
3. kematian pada waktu yang tidak biasa dalam sehari, khususnya pada anak-
anak;
4. adanya cedera yang tidak jelas dari tipe yang mencurigakan
Penting khususnya untuk mempertimbangkan kemungkinan adanya
penyiksaan yang mengakibatkan kematian pada anak-anak yang hampir tidak
nampak. Adanya memar pada ujung-ujung jari, khususnya pada bagian belakang,
hasil dari tekanan pada cengkraman dapat menjadi bukti yang sangat berarti.
Dalam praktek, pembunuhan dengan menenggelamkan atau yang dikatakan,
didorong keluar kapal-jarang aman dalam lingkungan domestik. Lagi-lagi,
bagaimanapun, dibutuhkan kewaspadaan. George Smith membunuh istri-istrinya
dengan menenggelamkan kepala mereka secara tiba-tiba; tetapi mekanisme yang
sama tercatat untuk penyebab utama kematian pada anak-anak di dalam bathtub
dan hampir semuanya terjadi akibat terpeleset.4,5,6,13
Pada lingkungan alam, ketertarikan utama pada pembunuhan dengan
penenggelaman terletak pada membedakan antara tenggelam yang diakibatkan
oleh kecelakaan dan pembuangan tubuh yang sudah meninggal sebelumnya.
Disini, prinsip-prinsip umum dalam membuktikan kematian diakibatkan oleh
tenggelam atau mengidentifikasi adanya penyebab lain dari kematian yang tidak
wajar tersebut harus dikerjakan. Banyak diantaranya, bagaimanapun, dituliskan
berdasarkan kegunaan diatom sebagai alat untuk membantu interpretasi.5,10,14,15
Gambar 1 : Bunuh diri tenggelam
dengan menggunakan
pemberat
C) Patofisiologi
Hipoksia merupakan masalah utama yang sering diakibatkan oleh trauma
saat tenggelam, tetapi dengan adanya spasme glotis yaitu jika sejumlah kecil
volume air yang memasuki laring atau trakea, ketika itu pula tiba-tiba terjadi
spasme laring akibat pengaruh reflex vagal, hal ini terjadi pada ± 10% kematian
akibat tenggelam. Mukosa yang kental, berbusa, dan berbuih dapat dihasilkan,
hingga menciptakan suatu ‘perangkap fisik’ yang menyumbat jalan napas.
‘Spasme laring’ tidak dapat ditemukan pada saat otopsi karena pada kematian
telah terjadi relaksasi otot-otot laring. Dalam situasi yang lain, terjadi peningkatan
cepat tekanan alveoli-arterial, yang terjadi pada saat air teraspirasi sehingga
menyebabkan hipoksia progresif.1
Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi awal yang
dilakukan ialah mempertahankan nafasnya. Hal ini berlanjut hingga tercapainya
batas kesanggupan, dimana orang itu harus kembali menarik nafas kembali. Batas
kesanggupan tubuh ini ditentukan oleh kombinasi tingginya konsentrasi
karbondioksida dan konsentrasi rendah oksigen di mana oksigen dalam tubuh
banyak digunakan dalam sel. Menurut Pearn, batas ini tercapai ketika kadar PCO2
berada di bawah 55 mm Hg atau merupakan ambang hypoxia, dan ketika kadar
PAO2 di bawah 100 mmHg ketika PCO2 cukup tinggi.1
Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus menghirup
sejumlah besar volume air. Sejumlah air juga sebagian tertelan dan bisa
ditemukan di dalam lambung. Selama pernapasan dalam air ini, korban bisa juga
mengalami muntah dan selanjutnya terjadi aspirasi terhadap isi lambung.
Pernapasan yang terengah-engah di dalam air ini akan terus berlanjut hingga
beberapa menit, sampai akhirnya respirasi terhenti. Hipoksia serebral akan
semakin buruk hingga tahap irreversibel dan terjadilah kematian. Faktor-faktor
yang juga menentukan sejauh mana anoksia serebral menjadi irreversibel adalah
umur korban dan suhu di dalam air. Misalnya pada air yang cukup hangat, waktu
yang diperlukan sekitar 3 hingga 10 menit. Tenggelamnya anak-anak pada air
dengan suhu dingin yang cukup ekstrim selama 66 menit masih bisa tertolong
melalui resusitasi dengan sistem syaraf/neurologik tetap utuh. Juga, berapa pun
interval waktu hingga terjadi anoksia, penurunan kesadaran selalu terjadi dalam
waktu 3 menit setelah tenggelam.1
Akan tetapi jika korban terlebih dahulu melakukan hiperventilasi saat
terendam ke dalam air. Hiperventilasi dapat menyebabkan penurunan kadar CO2
yang signifikan. Kemudian hipoksia serebral karena rendahnya PO2 dalam darah,
bersamaan dengan penurunan hingga hilangnya kesadaran, dapat terjadi sebelum
batas kesanggupan (breaking point) tercapai.1
D) Tenggelam dalam Air Tawar
Pada keadaan air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar
terjadi absorbsi cairan masif ke dalam membran alveolus, dimana dalam waktu 3
menit dapat mencapai 72 % dari volume darah sebenarnya. Karena konsentrasi
elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah, maka
akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan
mengakibatkan pecahnya sel darah merah (hemolisis).7
Akibat terjadi perubahan biokimiawi yang serius yaitu pengenceran darah
yang terjadi, tubuh berusaha mengkompensasinya dengan melepaskan ion Kalium
dari serabut otot jantung sehingga kadar ion dalam plasma meningkat, akibatnya
terjadi perubahan keseimbangan ion K dan Ca dalam serabut otot jantung
sehingga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium dan mendorong terjadinya
fibrilasi ventrikel dan penurunan tekanan darah, jantung untuk beberapa saat
masih berdenyut dengan lemah yang kemudian menimbulkan kematian akibat
anoksia otak hebat, ini yang menerangkan mengapa kematian dapat terjadi dalam
waktu 4-5 menit.7
E) Tenggelam dalam Air Laut
Konsentrasi elektrolit dalam air asin lebih tinggi dibandingkan dalam
darah, sehingga air akan ditarik keluar sampai sekitar 42% dari sirkulasi pulmonal
ke dalam jaringan interstitial paru, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya udem
pulmonal, hemokonsentrasi, hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam
darah. Pertukaran elektrolit dari air asin ke dalam darah mengakibatkan
meningkatnya hematokrit dan peningkatan kadar natrium plasma. Fibrilasi
ventrikel tidak terjadi, Hemokonsentrasi akan mengakibatkan terjadinya anoksia
pada myocardium dan disertai peningkatan viskositas darah sehingga sirkulasi
menjadi lambat, tekanan sistolik akan menetap dalam beberapa menit dan
menyebabkan terjadinya payah jantung. Kematian dapat terjadi dalam waktu 8-12
menit setelah tenggelam.7
F) Pemeriksaan Luar Mayat
Tanda-tanda yang ditemukan pada mayat mati tenggelam : 1,7,16
1. Penurunan suhu mayat (algor mortis), berlangsung cepat, rata-rata 5 F per⁰
menit. Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau
6 jam.
2. Lebam mayat (livor mortis), akan tampak jelas pada dada bagian depan,
leher dan kepala. Lebam mayat berwarna merah terang. Sebagai hasil dari
pembekuan OxyHb.
3. Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah gelap.
Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung pembusukan.
4. Cutis Anserina (fenomena goosefles/kulit angsa), hal ini merupakan
spasme otot erektor villi yang disebabkan rigor mortis. Gambaran ini dapat
ditemukan pada mayat yang tidak tenggelam.
5. Washerwoman, penenggelaman yang lama dapat menyebabkan pemutihan
dan kulit yang keriput pada kulit. Biasanya ditemukan pada telapak tangan
dan kaki (tampak 1 jam setelah terbenam dalam air hangat). Gambaran ini
tidak mengindikasikan bahwa mayat ditenggelamkan, karena mayat
lamapun bila dibuang kedalam air akan keriput juga.
Gambar 2 : Women Washerhand : gambaran jari tangan ”washerwoman” yang disebabkan oleh
pembenaman yang lama dalam air
6. Schaumfilzfroth, busa tampak pada mulut atau hidung atau keduanya.
Masuknya cairan kedalam saluran pernapasan merangsang terbentuknya
mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-
paru dan terkocok oleh karena adanya upaya pernapasan yang hebat. Busa
dapat meluas sampai trakea, bronkus utama dan alveoli. Paru-paru akan
terisi air dan cairan busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru di
tekan dan dari potongan permukaan paru ketika dipotong dengan pisau.
7. Pada lidah ditemukan memar atau bekas gigitan, yang merupakan tanda
bahwa korban berusaha untuk hidup atau tanda sedang terjadi epilepsi,
sebagai akibat dari masuknya korban kedalam air.
8. Cadaveric spasme, ini secara relatif lebih sering terjadi dan merupakan
reaksi intravital. Sebagaimana sering terdapat benda-benda, seperti rumput
laut, dahan atau batu. Ini menunjukkan bahwa waktu korban mati,
berusaha mencari pegangan lalu terjadi kaku mayat. Interpretasi
tergantung pada apakah tumbuhan terjepit dalam tangan yang
mencengkram kuat atau tidak.
Gambar 3: Cadaveric spasme pada korban mati tenggelam dengan segenggam rumput di
tangannya
9. Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan dapat
terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai atau terkena benda-
benda disekitarnya. Luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan darah,
sehingga tidak jarang korban dianiaya sebelum ditenggelamkan.
Pemeriksaan wajah dan kepala dapat menampakkan dua gambaran khas
dari terendam5,6,10,11,13:
1. Post-mortem: lebam mayat (lividitas)(hipostasis)-karena pusat gravitasi tubuh
mengarah ke kepala, tubuh korban tenggelam biasanya mengambang sebagian
dengan kepala-kebawah didalam air. Lebam mayat, karenanya sering
menonjol pada wajah dan dan kepala. Warna livor mortis dapat berwarna
(tidak biasa) merah-pink-cerah sebagai akibat pengawetan suhu dingin
terhadap oksihemoglobin. Dapat ditemukan peteki yang berhubungan dengan
lebam pada dan disekitar mata.
2. Kerucut foam (champigon de mousse), keluar dari mulut dan lubang hidung-
Berwarna putih atau agak sedikit terdapat darah, berbusa dan busa yang
bertahan kuat dapat mengisi
jalan napas dan dapat dilihat
dari luar. Busa umumnya
memanjang secara vertikal
dalam bentuk kerucut yang
tampak jika tubuh tidak
diganggu, posisi terlentang.
Busa terdiri dari campuran
medium tempat tenggelam,
udara dan sekresi dari kelenjar mukosa bronkhial. Jumlah busa yang tampak
dari luar dapat meningkat volumenya sesaat setelah kematian ketika kaku
mayat menekan dada.
Gambar 4 : Gambaran mulut dan lubang hidung penuh busa menunjukkan bukti korban mati
tenggelam
G) Pemeriksaan Dalam1
1. Paru-paru tampak membesar, memenuhi seluruh rongga paru-paru
sehingga tampak impresi dari iga-iga pada paru-parunya. Oleh karena
pembesaran paru-paru akibat kemasukan air, maka pada perabaan akan
terasa krepitasi oleh karena air. Edema dan kongesti paru-paru dapat
sangat hebat dimana bila berat paru-paru normal adalah 200-300gr,
sekarang bisa mencapai lebih dari 1 kilogram. Dalam saluran pernapasan
yang besar seperti trakea, bronkus, dan bronkhioli, dapat ditemukan
benda-benda asing, tampak secara makroskopik misalnya tumbuhan air,
pasir, lumpur, dan sebagainya. Tampak secara mikroskopik diantaranya
telur cacing dan diatome (ganggang kersik).
2. Pleura dapat berwarna kemerahan dan pada daerah subpleural mungkin
terdapat peteki-peteki, tapi dengan adanya air yang masuk maka hal ini
tidak lagi berupa titik-titik (karena terjadi hemolisa) melainkan berupa
bercak-bercak dan bercak-bercak ini disebut bercak-bercak paltauf, yang
berwarna biru kemerahan.
H) Pemeriksaan Laboratorium9
1. Pemeriksaan Diatome
Apabila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatome
akan masuk ke dalam saluran pernapasan dan pencernaan, kemudian diatome
akan masuk ke dalam aliran darah melalui kerusakan dinding kapiler pada waktu
korban masih hidup dan tersebar ke seluruh jaringan.9
Umumnya diatome dikenal sebagai ganggang yang hidup di dalam air.
Setiap jenis air memiliki keanekaragaman diatome tersendiri. Diatome merupakan
organisme mikroskopik alga uniseluler yang autotropik di alam dan memiliki
berbagai macam jenis yang dapat ditemukan di air laut dan air tawar. Diatome
biasanya ditemukan di dalam air seperti kolam, danau, sungai, kanal dan lain lain,
akan tetapi konsentrasinya dapat tinggi atau rendah di dalam air tertentu,
tergantung pada musim. Berdasarkan karakteristik lain yaitu kedalaman air, tidak
didapatkan bukti adanya pertumbuhan diatom di bawah 100 meter.2,7
Pada saat tenggelam berlangsung, diatome masuk ke rongga paru-paru
seseorang yang terbuka ketika air terisap, dan air yang masuk menekan rongga
paru-paru dan memecahkan alveoli. Melalui alveoli yang pecah diatoms dapat
masuk ke jantung, hati, ginjal, sumsum tulang dan otak. Pada diameter dan
ketebalan alveoli paru-paru diketahui sangat kecil akan tetapi tidak mustahil
semua diatom-diatom dapat masuk ke dalam organ dan rongga paru-paru dimana
dapat menembus melalui jaringan kapiler ini disebut “Drowning Associated
Diatoms” (DAD).2
Pada forensik investigasi, dalam memecahkan kasus tenggelam, salah satu
hal termudah mendeteksi adanya diatom pada viscera tubuh yang tenggelam. Pada
kasus tenggelam ante mortem maka didapatkan diatom pada putative drowning
medium. Untuk mencari diatome, paru-paru harus didestruksi dahulu dengan asam
sulfat dan asam nitrat, kemudian disentrifus dan endapannya dilihat dibawah
mikroskop. Diagnosis pada kasus tenggelam dari analisa diatome harusnya positif
tenggelam bila ditemukan diatom minimal diatas 20 diatome/100ul lapangan
pandang kecil (terdiri atas 10 cm dari sampel paru-paru) dan 50 diatome dari
beberapa organ, selanjutnya sebaiknya diatom yang ditemukan harusnya cocok
dari sumsum tulang dan tempat dimana tenggelam, ini merupakan bukti yang kuat
yang dapat mendukung dan dapat menyimpulkan seseorang tenggelam pada saat
masih hidup atau tidak. 1,2,7
Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru mayat segar. Bila mayat
telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari jaringan ginjal, otot skelet,
atau sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati dan limpa kurang
bermakna sebab dapat berasal dari penyerapan abnormal dari saluran pencernaan
terhadap air minum atau makanan.9
2. Pemeriksaan Destruksi Paru
Ambil jaringan perifer paru sebanyak 100 gram, masukkan ke dalam labu
erlenmeyer dan tambahkan asam sulfat pekat sampai jaringan paru terendam.
Diamkan selama setengah hari agar jaringan hancur. Kemudian dipanaskan dalam
lemari asam sambil diteteskan nitrat pekat sampai terbentuk cairan yang jernih,
dinginkan dan cairan diputar dalam centrifuge. Sedimen yang terjadi kemudian
ditambah dengan akuades, putar kembali dan dilihat dengan mikroskop.
Pemeriksaan diatome positif apabila pada jaringan paru ditemukan diatom
4-5/LPB atau 10-20 per satu sediaan. Pada sumsum tulang sudah positif apabila
ditemukan satu diatome.9
3. Pemeriksaan Getah Paru
Permukaan paru disiram dengan air bersih, iris bagian perifer, ambil
sedikit cairan dari jaringan perifer paru, taruh pada gelas objek, kemudian tutup
dengan kaca penutup dan lihat di bawah mikroskop. Selain diatom, dapat
ditemukan tumbuhan-tumbuhan atas jenis-jenis lainnya.9
4. Pemeriksaan Darah Jantung
Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada darah yang berasal dari
bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Apabila tenggelam di air tawar, berat
jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah dari jantung
kanan. Perbedaan elektrolit lebih dari 10% dapat menyokong diagnosis, walaupun
secara sendiri, kurang bermakna.9
I) Pembusukan
Pemeriksaan dari tubuh yang membusuk menghadirkan masalah-masalah
khusus baik penegasan obyektif dari identitas yang diduga maupun bertambahnya
kesulitan dalam menginterpretasi penemuan-penemuan fisik. Bagaimananpun,
adalah suatu kesalahan jika memeriksa tubuh yang membusuk dengan tidak teliti
atau tidak menggunakan metode yang telah diberikan pada contoh yang telah
diawetkan.5,10
Terbenamnya tubuh dalam air-garam memperlambat laju pembusukan,
terutama jika air bersuhu dingin. Bagaimanapun, pembusukan dimulai kembali
semenjak tubuh diangkat dari air dan lebih cepat pada lingkungan yang hangat.
Air payau yang hangat mempercepat laju pembusukan. Perendaman dalam air
dingin dapat mengubah lemak tubuh menjadi adipocera. Struktur penting dari
tubuh terawetkan dengan sangat baik ketika adipocera telah terbentuk.
Pemeriksaan radiologi merupakan langkah awal yang berguna dalam pemeriksaan
medis pada tubuh yang membusuk. Foto rontgen dapat berguna untuk identifikasi
obyektif dan dapat menunjukkan cedera bermakna yang tidak terduga
sebelumnya.6,14,15
Dari luar, tubuh membusuk yang diangkat dari air tampak sama seperti
tubuh yang tidak terendam. Terdapat perubahan warna pada kulit dan
pembengkakan lemak subkutan dan rongga tubuh. Perubahan `washerwoman
(wanita pencuci)` pada kulit tangan dan kaki dapat menghasilkan pengelupasan
kulit spontan pada tempat ini. Flap kulit partial-thickness yang kemudian diangkat
dapat digunakan untuk identifikasi daktilografik. 6,14,15
Pemeriksaan dalam dapat menampakkan beberapa perubahan penting
yang dapat menyesatkan. Pertama-tama, perembesan darah ke jaringan
ekstravaskular pada lebam mayat di kepala dapat memberikan warna ungu mirip
bisul pada permukaan kulit kepala yang mirip dengan daerah memar akibat
trauma tumpul. Tentu saja, tidak terdapat cedera pada kepala yang berhubungan.
Perubahan ini juga dapat terlihat pada tempat lain, termasuk didalam otot-otot
leher. Kedua, paru dapat lebih tampak kolaps daripada bervolume (sangat besar).
Sementara pembusukan berlanjut, terjadi perembesan cairan yang dihirup dari
jaringan paru kedalam rongga pleura; khasnya rongga dada mengandung cairan
keruh, berwarna coklat dimana terdapat gumpalan lemak yang mengambang.
Penemuan ini, bersama dengan perdarahan telinga tengah, yang mana jika ada,
biasanya diawetkan pada tubuh yang membusuk, merupakan bukti penegasan
yang berharga dari kematian akibat tenggelam. Sayangnya, banyaknya faktor-
faktor intrinsik dan faktor-faktor lingkungan yang terlibat dengan pembusukan
dalam medium cair membuat penilaian berapa lama korban telah meninggal
menjadi kurang akurat daripada kematian pada daratan kering.6,14,15
J) Diagnosis Tenggelam
Apabila mayat masih segar (belum terdapat pembusukan), maka diagnosis
kematian akibat tenggelam dapat dengan mudah ditegakkan melalui pemeriksaan
yang terliti dari pemeriksaan luar, dalam, laboratorium berupa histologi, tes
destruksi jaringan, berat jenis dan kimia darah. Apabila mayat sudah membusuk,
maka diagnosis kematian akibat tenggelam dibuat berdasarkan adanya diatom
yang cukup banyak pada paru-paru yang bila disokong oleh penemuan diatom
pada ginjal, otot skelet atau diatom pada sumsum tulang, maka diagnosis akan
menjadi makin pasti.
BAB IV
PEMBAHASAN
1. Thanatologi
a. Kaku mayat sudah hilang
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post-mortal dan mencapai
puncaknya setelah 10-12 jam post-mortal, keadaan ini akan menetap
selama 24 jam; dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai
urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, dada, perut,
dan tungkai, setelah 48 jam terjadi relaksasi kembali. Menurut Szebt-
Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat
penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk dua jenis protein,
yaitu aktin dan miosin, yang bersama-sama dengan ATP membentuk suatu
massa yang lentur dan dapat berkontraksi.
Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi perubahan pada aktin-
miosin, dimana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi
menghilang; sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan
tidak dapat berkontraksi. Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada
setiap otot itu berbeda-beda, sehingga sewaktu terjadinya pemecahan
glikogen menjadi asam laktat dan energi pada saat terjadinya kematian
somatis, dimana energi tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan
menyebabkan perbedaan ATP dalam setiap otot.
Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan
mulai tampak pada serabut otot yang jaringan otot yag jumlah serabut
ototnya sedikit, keadaan ini juga yang menerangkan mengapa kematian
karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang
tinggi akan menyebabkan cepat terbentuknya kaku mayat.
b. Lebam mayat sulit dinilai, hampir seluruh tubuh berwarna hijau kehitaman dan sudah mengalami pembusukan lanjut. Tanda-tanda pembusukan lanjut sudah ada yaitu rambut mudah dicabut, kulit ari terkelupas dan keluar cairan berwarna merah kehitaman pada mulut dan hidung. Paru-paru, usus, ginjal dan scrotum berisi gas pembusukan. Pada pemeriksaan dalam, otak, pankreas dan limpa sudah membubur.
Pembusukan suatu keadaan dimana bahan-bahan organik tubuh
mengalami dekomposisi baik yang disebabkan oleh karena adanya
aktifitas bakteri atau akibat autolisis. Autolisis adalah pelunakkan dan
pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril. Autolisis timbul
akibat kerja digestif oleh enzim yang dilepaskan oleh sel pasca mati dan
hanya dapat dicegah oleh pembekuan jaringan.
Pembusukan tampak 24 jam setelah mati berupa warna kehijauan
pada perut kanan bawah yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan
penuh dengan bakteri serta terletak dekat dinding perut, yang secara
bertahap akan menyebar keseluruh perut dan dada. Warna kehijauan ini
disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-hemoglobin. Pada proses
pembusukan akan terbentuk gas-gas alkana H2S dan HCN, serta asam
amino dan asam lemak. Bau busuk pun mulai tercium. Selanjutnya kulit
ari akan terkelupas atau membentuk gelembung berisi cairan kemerahan
berbau busuk. Selanjutnya pembentukan gas dalam tubuh dimulai di dalam
lambung dan usus kemudian di daerah skrotum dan payudara. Selanjutnya
rambut menjadi mudah dicabut dan kuku mudah terlepas.
Rumus Casper menunjukkan perbedaan kecepatan pembusukan
pada keadaan lingkungan yang berbeda-beda. Menurut Casper, keadaan
mayat setelah berada selama 1 minggu di udara terbuka adalah sama
dengan 2 minggu di dalam air dan 8 minggu di dalam kuburan.
c. Pada pemeriksaan mata, didapatkan kelopak mata sudah membubur. Selaput bening (kornea) keruh dan selaput putih (sklera) keruh pada mata kanan dan kiri.
Pengeringan dari kornea yang akan menyebabkan kekeruhan akan
tampak beberapa menit setelah kematian. Terbukanya mata juga akan
menyebabkan perubahan pada sklera, dimana tampak sebagai daerah
segitiga yang berwarna coklat dengan alas pada tepi kornea dan puncaknya
menghadap ke sudut mata sebelah dalam. Perubahan pada sklera tersebut
dikenal dengan nama: taches noires sclerotiques. Kekeruhan yang
menyeluruh pada kornea yang terjadi 10—12 jam setelah kematian
tersebut tidak dapat dihilangkan dengan air, lain halnya dengan kekeruhan
yang segera terjadi setelah kematian. Tekanan intraokuler akan menurun,
hal ini akan menyebabkan distorsi pada teleng mata bila bola mata ditekan.
d. Pada pemeriksaan mulut ditemukan adanya cairan berwarna merah kecoklatan. Lidah tergigit satu sentimeter dari gigi seri.
Masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan merangsang
terbentuknya mucus, dan terbentuklah busa halus. Substansi ini ketika
bercampur dengan air dan surfaktan paru terkocok oleh karena adanya
upaya pernafasan yang hebat. Pembusukan akan merusak busa tersebut
dan akan terbentuk pseudoform yang berwarna kemerahan yang berasal
dari darah dan gas pembusukan.
Pembentukan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan
usus, akan mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan
kemerahan dari mulut.
Berdasarkan data di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa korban
telah berusaha untuk bernafas pada saat korban tenggelam dan air mulai
masuk ke dalam saluran pernapasan korban. Lidah tergigit merupakan
tanda bahwa korban masih hidup atau sedang terjadi epilepsi sebagai
akibat dari masuknya korban ke dalam air.
2. Mekanisme Kematian
Pada pemeriksaan luar tidak ditemukan tanda-tanda kegagalan pernapasan
(asfiksia). Pada pemeriksaan dalam juga tidak ditemukan tanda-tanda tenggelam
yang bermakna. Pemeriksaan mikroskopik tidak dilakukan karena jaringan sudah
membusuk. Penyebab kematian tidak bisa ditentukan karena tidak dijumpai tanda
yang khas baik pada pemeriksaan luar atau dalam serta keadaan mayat telah
mengalami pembusukan lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dimaio V, Dimaio D. Death by drowning in Forensic Pathology. Second edition. CRC press LLC. 2001. Page 395-403.
2. Singh R, Kumar M, ell. Drowning Associated Diatoms. Department of Forensic Science. Punjabi University. [cited 2008 Mar 5] available from : http://www.icmft.org
3. Sheperd MS. Drowning. Department of Emergency Medicine. Hospital of the University of Pennsylvania. [cited 2008 Feb 11] available from : http://www.emedicine.com
4. Dix J. Asphyxia (Suffocation) and Drowning. In: Color Atlas of Forensic Pathology. 3rd Edition. USA: CRC Press. 2000. P99-115
5. Dolinak D, Matshes E, Leiv E. Drowning. In: Forensic Pathology-Principles and Practice. 2nd Edition. USA: Elsevier Inc. 2005. P251-261
6. Piette HAM, DeLetter AE. Drowning: Still a Difficult Autopsy Diagnosis. [online]. 27 December 2005. Available from: URL http://www.scien cedirect.com
7. Mun’im A. Tenggelam. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997. Hal 178-189.
8. Idries, Abdul M. Pedoman Ilmu kedokteran Forensik Edisi Pertama. Jakarta. Binarupa Aksara. 1997. H: 178-190.
9. Budiyanto A.Widiatmaka W, Sudiono S,dkk. Ilmu kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. H: 64-70.
10. Sumardjo AP. Tenggelam. [online]. 2002. Available from: URL http://www.uinersitassumaterautara/forensik081348.co.id
11. Pounder JD. Bodies from Water. [online]. 1992. Available from: URL http://www.universityofDundee/forensicmedicinejournal07234.org
12. Rao D,MD. Drowning. [online]. 2012. Available from: URL http://www.forensicpathologyonline.com.
13. Sutcliffe J. Drowning Physiology. [online]. 2003. Available from: URL http://www.NLScoursepack/journalforensic098531.org
14. Shkum JM, Ramsay DA. Bodies Recovered from Water. In: Forensic Pathology of Trauma. 6th Edition. USA: Humana Press. 2007. P253-295
15. Farrugia A. Diagnostic of Drowning in Forensic Medicine. [online]. 2007. Available from: URL http://www.fromoldproblemstonewchallenges/ 10.5772/19234.com.
16. Smith S. Mati terbenam/tenggelam. Bagaimana Dokter Mengetahui Sebab Kematian. Medical Group. Hal 61-69.