Bab II Tinjauan Pustaka - Baru
-
Upload
caroline-oktaviana-hutagalung -
Category
Documents
-
view
54 -
download
12
description
Transcript of Bab II Tinjauan Pustaka - Baru
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komposit
Komposit adalah perpaduan dari bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat
fisik masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan
sifat yang unik dibandingkan sifat material dasar sebelum dicampur dan terjadi
ikatan permukaan antara masing-masing material penyusun (Pramono,1999).
Sifat maupun Karakteristik dari komposit ditentukan oleh :
Material yang menjadi penyusun komposit.
Karakteristik komposit ditentukan berdasarkan karakteristik material
penyusun menurut rule of mixture sehingga akan berbanding secara
proporsional.
Bentuk dan penyusunan struktural dari penyusun
Bentuk dan cara penyusunan komposit akan mempengaruhi karakteristik
komposit.
Interaksi antar penyusun
Bila terjadi interaksi antar penyusun akan meningkatkan sifat dari komposit
(Pramono,1999).
Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu:
1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat kurang ductile tetapi lebih
rigid serta lebih kuat.
2. Matriks, umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas
yang lebih rendah.
Komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari logam, kekakuan jenis
(modulus Young/density) dan kekuatan jenisnya lebih tinggi dari logam. Beberapa
lamina komposit dapat ditumpuk dengan arah orientasi serat yang berbeda, gabungan
lamina ini disebut sebagai laminat.
Secara garis besar ada 3 macam jenis komposit berdasarkan penguat yang
digunakannya, yaitu :
1. Fibrous Composites ( Komposit Serat ) Merupakan jenis komposit yang hanya
terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat /
fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers, aramid fibers
(poly aramide), dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun
dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks
seperti anyaman.
2. Laminated Composites ( Komposit Laminat ) Merupakan jenis komposit yang
terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya
memiliki karakteristik sifat sendiri.
3. Particulalate Composites ( Komposit Partikel ) Merupakan komposit yang
menggunakan partikel/serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata
dalam matriksnya (Vendik,2012).
Komposit dapat dibedakan menjadi lima jenis berdasarkan konstituennya
(Schwartz, 1992) yaitu :
a) Komposit serat yang terdiri dari serat dengan atau tanpa matriks.
b) Komposit kepingan yang terdiri dari kepingan dengan atau
tanpa matriks.
c) Komposit pertikel yang terdiri dari partikel dengan atau
tanpa matriks.
d) Komposit yang terisi atau komposit rangka yang terdiri dari
matriks rangka yang terisi dengan bahan kedua.
e) Komposit laminat yang terdiri daripada konstituen lapisan
atau laminat (Maulida,2003)
Gambar 2.1 Pembagian Komposit
(Maulida,2003).
Dalam memilih bahan komposit agar dapat memperkuat matrik dari komposit
perlu diperhatikan persyaratan sebagai berikut :
1. Resin yang dipakai perlu memiliki viskositas rendah, dapat sesuai dengan
bahan penguat.
2. Mempunyai penyusutan yang kecil saat pencetakan.
3. Memiliki kelengketan yang baik dengan bahan penguat.
4. Mempunyai sifat yang baik untuk diawetkan (Hardana,2006).
2.2 Matriks
Matriks berfungsi sebagai perekat untuk pengisi (penguat) yang terdapat
didalamnya. Untuk memperoleh suatu pelekatan yang baik antara fase matriks dan
fase pengisi atau fase tersebar, yaitu pembasahan yang sempurna oleh fase matriks
perlu interaksi yang baik antara fase matriks dan fase tersebar menghasilkan
kekuatan sejajar yang baik (Hanafi, 2004).
Secara umum fase matriks memiliki fungsi sebagai berikut (Hanafi, 2004) :
1. Matriks adalah bahan padat yang mampu memindahkan tegangan yang
dikenakan pada fase tersebar, yang berfungsi sebagai media alas beban.
Disamping itu, fase matriks juga berusaha untuk menahan beban yang
dikenakan selama fase penguat yang berdekatan.
2. Matriks berupaya menjaga fase penguat dari kerusakan karena lingkungan
sekitar, seperti panas dan kelembaban. Contoh penguat yang mengalami
kerusakan karena kelembaban adalah serat kaca dan poliester.
3. Sebagai pengikat fase penguat, matriks diharapkan dapat menghasilkan
interfase fase matriks dan fase penguat yang kuat.
Dengan demikian, bahan yang digunakan sebagai fase matriks diharapkan
memiliki fungsi seperti yang telah disebutkan di atas dan penampilannya sebagai
matriks harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut Keserasian dengan fase
penguat atau fase tersebar karena akan menentukan interaksi interfase fase matriks-
fase penguat (pengisi)
1. Sifat akhir komposit yang dihasilkan
2. Keperluan penggunaan dan masalah terhadap pengaruh lingkungan
sekitarnya, seperti masalah terhadap kelembaban dan masalah pelarut.
3. Gambaran bentuk komponen yang dihasilkan
4. Kemudahan fabrikasi dan pemprosesan
5. Biaya penggunaan (Hanafi, 2004)
2.3 Resin Poliester
Poliester merupakan resin cair dengan viskositas relatif rendah, mengeras
pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu
pengesetan seperti resin termoset lainnya, sehingga tidak memerlukan penekanan
saat pencetakan.
Resin poliester dapat diproses dengan beberapa metode, antara lain metode
open handy lay-up, metode spray-up khususnya untuk volume material yang kecil,
dan metode pengecoran (casting). Proses pendinginan resin ini dapat terjadi pada
temperatur ruang tanpa atau dipengaruhi tekanan.
Polister jenuh ini adalah salah satu jenis resin yang bersifat polimer termoset,
di mana struktur tiga dimensinya terkeraskan karena pemanasan dan tidak mengalir
lagi setelah pemanasan terjadi. Resin ini dibuat dengan mereaksikan dihidrik-alkohol
dengan asam dikarboksilat. Hasilnya dapat berupa larutan jenuh atau tak jenuh. Hal
ini tergantung ada atau tidaknya ikatan rangkap yang ada dalam polimer liniernya.
Poliester jenuh (misalnya: polietilen terefalat) banyak digunakan untuk pembuatan
serat dan film.
Poliester tak jenuh biasanya dipakai sebagai resin laminasi atau digabung
dengan penguat berupa serat yang dipergunakan sebagai formulasi komposisi
komposit. Polimerisasi yang terjadi pada suhu kamar sangat lambat sehingga perlu
digunakan katalis untuk mempercepat reaksinya. Setting cepat dapat dilakukan pada
curing 140 ºC. Hal ini dapat mengakibatkan bahan akan tahan gesek secara mekanis
dan tahan kimia dalam keadaan ekstrim. Resin ini tahan air, asam dan basa (basa
kuat maupun basa lemah), juga pelarut organik. Stabil terhadap cahaya dan dapat
digunakan sampai 95 ºC.
Poliester tak jenuh (termoset) bentuk fisisnya adalah resin dalam pelarut tak
jenuh (misalnya : stiren) dan hardenernya adalah perokside, juga dapat diberi
extender/filler serbuk. Waktu simpan lebih dari 3 bulan. Penggunaan utama untuk
membuat komposit fiberglass, juga untuk logam, karet maupun kayu
(Hardana,2006).
2.3 Abu Sekam Padi
Padi merupakan produk utama pertanian di negara-negara agraris, termasuk
Indonesia. Beras yang merupakan hasil penggilingan padi menjadi makanan pokok
penduduk Indonesia. Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari
hasil penggilingan padi, dan selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembakaran batu merah, pembakaran untuk memasak atau dibuang begitu saja.
Penanganan sekam padi yang kurang tepat akanmenimbulkan pencemaran terhadap
lingkungan (Putro,2007).
Sekam padi memiliki fungsi mengikat logam berat dari limbah yang
dihasilkan pabrik industri. Endapan abu sekam padi yang telah mengikat limbah
logam berat bisa dimanfaatkan lagi sebagai geopolimer. Manfaat dari geopolimer
adalah sebagai campuran bahan bangunan yang tahan api. Teknologi geopolimer
selain ramah lingkungn juga sederhana dan tepat guna (Maryono,2008)
2.4 Metoda Hand Lay-Up
Metoda hand lay-up merupakan metoda yang digunakan untuk mencetak
bahan polimer termoset yang mengalami pengeringan (curing) pada suhu ruangan.
Reaksi kimia pada resin polimer diawali dengan adanya penambahan katalis yang
mengakibatkan resin mengeras. Dalam pencetakan, sebuah cetakan terbuka (open
mold) digunakan. Untuk mendapatkan permukaan yang baik, maka terlebih dahulu
disemprotkan sebuah pigmen gel coat pada permukaan cetakan. Resin dan pengisi
kemudian ditempatkan di cetakan. Udara yang masih ada dihilangkan dengan
menggunakan kuas, roller, ataupun brush dabbing. Lapisan pengisi dan resin
ditambahkan dengan tujuan untuk penebalan kemudian ke dalamnya ditambahkan
katalis atau akselerator yang akan mengeringkan resin tanpa perlu adanya
penambahan panas. Oleh karena itu, proses curing pada metoda hand lay-up
dikatakan berlangsung pada suhu ruangan. Metoda hand lay up sangat cocok
digunakan untuk keperluan produksi yang rendah karena menggunakan peralatan dan
biaya yang tidak begitu besar (Schwartz, 1984).
Gambar 2. Metoda Hand Lay-Up
(Rice, 2004)
2.5 Pengujian/Karakterisasi Bahan Komposit
2.5.1 Analisa Kekuatan Tarik (Tensile Strength)
Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan
sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan
biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan
pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan
membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama
dengan tegangan (Faisal, 2008). Persamaan untuk tegangan tarik adalah :
Tegangan tarik (kekuatan tarik) tergantung pada gaya yang diberikan, waktu,
suhu, struktur dan morfologi bahan polimer (non Kristal, semi kristal atau kristal).
Jika pada suatu bahan dikenakan beban tarik, maka bahan tersebut akan mengalami
perubahan panjang yang disebut dengan pemanjangan (elongation). Persamaan untuk
pemanjangan :
Sementara sifat elastisitas suatu bahan polimer (modulus young) merupakan
perbandingan antara tegangan tarik dengan pemanjangan, atau :
Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding
lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian
regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya
elastis tetapi ada sifat viskositasnya, (Faisal, 2008).
2.5.2 Analisa Kekuatan Bentur (Impact Strength)
Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui ketegasan
bahan atau ketahanan bahan terhadap daya dengan kecepatan tinggi (hantaman).
Kekuatan impak suatu bahan polimer dapat diukur dengan menggunakan alat impact
test.
Untuk kekuatan impak, bahan dapat dibagi dalam dua klasifikasi, yaitu bahan
yang rapuh (brittle) dan elastis (ductile). Kegagalan pada bahan yang rapuh dapat
terjadi pada energi yang rendah di mana keretakan bermula dan berlanjut sebelum
terjadinya yelding. Ciri-ciri yang ditunjukkan biasanya bagian yang putus/patah
menunjukkan permukaan yang halus dan kaku. Untuk bahan ductile, akan terbentuk
yelding di mana akan tampak stress whitening pada daerah yang putus. Pengujian
impak biasanya dilakukan dengan metoda Charphy atau Izod, (Van Vlack, 1989
dalam Faisal, 2008).
2.5.3 Analisa Karakterisitik Fourier Transform Infra Red (FT – IR).
Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik
yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada
daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif
dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang
gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam
ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau
interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus
yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung
dalam suatu campuran (Sitorus, 2009).
2.5.4 Analisa Fraksi Volume Serat
Dalam penyusunan bahan komposit, distribusi pengisi dalam matriks dapat
dideskripsikan berulang atau secara periodik. Meskipun susunan serat tidak teratur,
tetapi asumsi pertama bahwa serat yang tersusun dalam cross section dianggap
sebagai bentuk persegi (square packed) atau heksagonal (hexagonal packed). Asumsi
bahwa dua bentuk diatas mengikuti pola pada gambar 2.4. Dengan mengarahkan
perhatian pada unit sel model maka dapat dilihat luas penampang pada serat relatif
terhadap luas permukaan total pada unit sel merupakan pengukuran volume serat
terhadap volume total komposit. Fraksi ini merupakan parameter yang penting dalam
bahan komposit dan dikenal dengan istilah fraksi volume serat dan nilainya diantara
0-1 (Megat et al, 2008).
Gambar 2.4 Susuan Geometri Serat dalam Matriks
(Megat et al, 2008)
2.5.5 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit
Menurut Lokantara dan Suardana (2009), penyerapan air (water-absorption)
dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam
waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah
terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer
akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut
dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami
memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi
kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari
ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan
tariknya. Penurunan ikatan antarmuka komposit menyebabkan penurunan sifat
mekanis komposit tersebut. Karena itu, pengaruh dari penyerapan air sangat vital
untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka.
2.5.6 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM)
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel.
SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen
secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada
spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa
fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan
absorpsi elektron.
Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa
permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari
lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang
diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada
permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang
dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh
detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas
menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat
dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam
suatu disket.
Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas
yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu
dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa
digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik
digunakan emas atau campuran emas dan pallladium (Sunariyo, 2008).